A. Latar Belakang
Sebagaimana diketahui, manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu
membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu tidak dapat dihindari
bahwa manusia harus selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Hubungan manusia
dengan manusia lainnya, atau hubungan manusia dengan kelompok, atau hubungan kelompok
dengan kelompok inilah yang disebut sebagai interksi sosial. Banyak pakar menilai bahwa
komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup
bermasyarakat. Komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk,
sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan
komunikasi. (Riswandi, 2009)
Komunikasi kesehatan menjadi semakin populer dalam upaya promosi kesehatan
selama 20 tahun terakhir. Contoh, komunikasi kesehatan memegang peranan utama dalam
pemenuhan 219 dari 300 tujuan khusus. Apabila digunakan secara tepat komunikasi
kesehatan dapat mempengaruhi sikap, persepsi, kesadaran, pengetahuan, dan norma sosial,
yang kesemuanya berperan sebagai prekursor pada perubahan perilaku. Komunikasi
kesehatan sangat efektif dalam mempengaruhi perilaku karena didasarkan pada psikologi
sosial, pendidikan kesehatan, komunikasi massa, dan pemasaran untuk mengembangkan dan
menyampaikan promosi kesehatan dan pesan pencegahan. (Riswandi, 2009) Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan dipusatkan untuk
kesembuhan pasien.
Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal. Suatu
bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan
pada pencapaian kebutuhan dasar manusia. (Suparyanto, 2010) Dalam hal ini asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu,
keluarga dan masyarakat, baik dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh
kehidupan manusia. Sedangkan asuhan yang diberikan berupa bantuan-bantuan kepada pasien
karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya
kemampuan dan kemauan dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara
mandiri. (Mungin, 2008).
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud komunikasi?
2. Apa yang dimaksud komunikasi terapeutik?
3. Apa saja teknik-teknik komunikasi terapeutik?
4. Apa yang di maksud dengan penyakit terminal?
5. Apa tujuan keperawatan pasien dengan kondisi terminal?
6. Bagaiman perawatan pada pasien dengan penyakit terminal?
7. Bagaimana peran perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik pada pasien terminal?
8. Apa saja teknik-teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal?
C. Tujuan
1. Menjelaskan yang dimaksud komunikasi.
2. Menjelaskan yang dimaksud komunikasi terapeutik.
3. Menjelaskan teknik-teknik komunikasi terapeutik.
4. Menjelaskan yang di maksud dengan penyakit terminal.
5. Mengetahui tujuan keperawatan pasien dengan kondisi terminal.
6. Mengetahui perawatan pada pasien dengan penyakit terminal.
7. Mengetahui peran perawat dalam melakukan komunikasi terapeutik pada pasien terminal.
8. Menjelaskan teknik-teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal.
2
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Defenisi Komunikasi
Istilah komunikasi (communication) berasal dari Bahasa Latin communicatus yang
artinya berbagi atau menjadi milik bersama. Dengan demikian komunikasi menunjuk pada
suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Secara harfiah, komunikasi
berasal dari Bahasa Latin: Communis yang berarti keadaan yang biasa, membagi. Dengan
kata lain, komunikasi adalah suatu proses di dalam upaya membangun saling pengertian. Jadi
kominukasi dapat diartikan suatu proses pertukaran informasi di antara individu melalui
sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.
(Riswandi, 2009). Proses komunikasi merupakan aktivitas yang mendasar bagi manusia
sebagai makhluk sosial. Setiap proses komunikasi diawali dengan adanya stimulus yang
masuk pada diri individu yang ditangkap melalui panca indera. Stimulus diolah di otak
dengan pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman yang dimiliki individu. (Wiryanto, 2004)
Sosiologi menjelaskan komunikasi sebagai sebuah proses memaknai yang dilakukan oleh
seseorang terhadap informasi, sikap, dan perilaku orang lain yang berbentuk pengetahuan,
pembicaraan, gerak-gerik, atau sikap, perilaku dan perasaan-perasaan, sehingga seseorang
membuat reaksi-reaksi terhadap informasi, sikap dan perilaku tersebut berdasarkan pada
pengalaman yang pernah dialami. (Mungin, 2008) Komunikasi merupakan suatu proses
karena melalui komunikasi seseorang menyampaikan dan mendapatkan respon. Komunikasi
dalam hal ini mempunyai dua tujuan, yaitu : mempengaruhi orang lain dan untuk
mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi dapat digambarkan sebagai komunikasi
yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi informasi, pemikiran, perasaan) dan
komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau tidak berguna (menghambat/ blok
penyampaian informasi atau perasaan).
Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang
untuk membangun suatu hubungan, baik itu hubungan yang kompleks maupun hubungan
yang sederhana melalui sapaan atau hanya sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal
yang dimiliki oleh seseorang menggambarkan secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang
ia sukai dan tidak sukai. Melalui komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup,
membangun hubungan dan merasakan kebahagiaan. (Pendi, 2009)
3
1. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Tujuan komunikasi terapeutik adalah dengan memiliki ketrampilan berkomunikasi
terapeutik, perawat akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan pasien,
sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah
diterapkan, memberikan kepuasan professional dalam pelayanan keperawatan dan akan
meningkatkan profesi. Komunikasi terapeutik dalam arti luas bertujuan untuk
mengembangkan pribadi pasien kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada
pertumbuhan pasien. Adapun tujuan komunikaasi terapeutik menurut Stuart & Sundeen
(2009) meliputi :
a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri. Melalui
komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri pasien. Pasien yang
menderita penyakit kronis ataupun terminal umumnya mengalami perubahan dalam
dirinya, ia tidak mampu menerima keberadaan dirinya, mengalami gangguan
gambaran diri, penurunan harga diri, merasa tidak berarti dan pada akhirnya merasa
putus asa dan depresi.
b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling
bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, pasien belajar
bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka,
jujur dan menerima pasien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan
kemampuan pasien dalam membina hubungan saling percaya.
c. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai
tujuan yang realistis. Terkadang pasien menetapkan ideal diri atau tujuan terlalu
tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Individu yang merasa dirinya mendekati
ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan individu yang merasa
hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri.
d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Pasien yang
mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri
dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat
dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.
e. Komunikasi terapeutik memberikan pelayanan prima (survey excellence atau tanpa
cacat), sehingga dicapai kesembuhan dan kepuasan pasien.
4
3. Jenis Komunikasi Terapeutik
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya.
Menurut Suparyanto (2010) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-
verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.
a. Komunikasi Verbal Jenis
Komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di
rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan
dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu.
Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau
perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi
dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan
menguji minat seseorang.
b. Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering
digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan
memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain-lain.
5
2. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)
Teknik ini memberi kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya
sesuai kehendak pasien tanpa membatasi, contoh : Apa yang sedang Saudara
pikirkan?, Apa yang akan kita bicarakan hari ini?. Agar klien merasa aman dalam
mengungkapkan perasaannya, perawat dapat memberi dorongan dengan cara
mendengar atau mengatakan saya mengerti yang saudara katakan.
3. Mengulang (Restarting)
Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan pasien. Gunanya untuk menguatkan
ungkapan pasien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan pasien.
Misalnya: Ooh..jadi Saudara tadi malam tidak bisa tidur karena.....
4. Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau pasien berhenti
karena malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau
mengemukakannya berpindah-pindah. Contoh: dapatkah Anda menjelaskan kembali
tentang....?. Gunanya untuk kejelasan dan kesamaan ide, perasaan, dan persepsi
perawat-pasien.
5. Refleksi
Refleksi merupakan reaksi perawat-pasien selama berlangsungnya komunikasi.
Refleksi ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
Refleksi isi, bertujuan memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang
diekspresikan pasien dengan pengertian perawat.
Refleksi perasaan, yang bertujuan memberi respon pada perasaan pasien
terhadap isi pembicaraan agar pasien mengetahui dan menerima perasaannya.
6. Memfokuskan
Membantu pasien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta
menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas, dan
berfokus pada realitas. Contoh : Pasien : Petugas kesehatan yang ada di rumah sakit
ini kurang perhatian pada pasiennya. Perawat : Apakah Saudara sudah minum
obat?
7. Membagi persepsi
Meminta pendapat pasien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan. Dengan
cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan memberi informasi. Contoh: Anda
tertawa, tetapi saya rasa Anda marah kepada saya.
8. Identifikasi Tema
Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami pasien yang muncul
selama percakapan. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan mengeksplorasi
masalah yang penting. Misalnya: Saya lihat dari semua keterangan yang anda
jelaskan, anda telah disakiti. Apakah ini latar belakang masalahnya?
9. Diam (Silence)
Cara yang sukar biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan. Tujuannya
untuk memberi kesempatan berpikir dan memotivasi pasien untuk bicara. Pada pasien
yang menarik diri, teknik diam berarti perawat menerima pasien. Misalnya : Pasien :
Saya jengkel kepada suami saya. Perawat : Diam (memberi kesempatan pasien)
Pasien : Suami saya selalu telat pulang kerja tanpa alasan yang jelas, kalau saya tanya
pasti marah.
10. Informing
Teknik ini bertujuan memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan
bagi pasien, misalnya perawat menjelaskan tentang penyebab panas yang dialami
pasien. Pasien : Suster, kenapa suhu tubuh saya masih tinggi? Padahal saya sudah
minum obat, kira-kira kenapa ya Suster? Perawat : Baik saya jelaskan, panas tubuh
atau suhu tubuh meningkat dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya karena
ada proses infeksi, dehidrasi atau karena metabolisme tubuh yang meningkat.
11. Saran
6
Memberi alternative ide untuk pemecahan masalah. Dapat dipakai pada fase kerja
dan tidak tepat pada fase awal hubungan. Misalnya : Kita tadi sudah cukup banyak
bicara tentang penyebab batuk dan sesak nafas, salah satunya karena merokok. Kami
berharap anda dapat mengurangi atau berhenti merokok.
(Nursedarsana, 2010) Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada
obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu bervariasi. ( Stuart & Sundeen, 2009)
Penyakit pada stadium lanjut, penyakit utama tidak dapat diobati, bersifat progresif,
pengobatan hanya bersifat paliatif (mengurangi gejala dan keluhan, memperbaiki kualitas
hidup. (Heelya, 2009) Pasien penyakit terminal adalah pasien yang sedang menderita sakit
dimana tingkat sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis sudah
tidak mungkin dapat menyembuhkan lagi. Oleh karena itu, pasien penyakit terminal harus
mendapatkan perawatan paliatif yang bersifat meredakan gejala penyakit, namun tidak lagi
berfungsi untuk menyembuhkan. Jadi keadaan terminal adalah suatu keadaan sakit dimana
menurut akal sehat tidak ada harapan lagi bagi yang sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu
dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan.
1. Kriteria Penyakit Terminal
Adapun kriteria penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen (2009), adalah sebagai
berikut:
a. Penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi
b. Mengarah pada kematian
c. Diagnosa medis sudah jelas
d. Tidak ada obat untuk menyembuhkan
e. Prognosis jelek f. Bersifat progresif
2. Jenis-Jenis Penyakit Terminal
Adapun yang dapat dikategorikan sebagai penyakit terminal menurut Stuart &
Sundeen (2009) adalah :
a. Penyakit-penyakit kanker
Kanker merupakan salah satu penyakit berbahaya yang ada. Diantara
beberapa jenis kanker, kanker payudara adalah jenis kanker yang paling
berbahaya dan paling sering terjadi. Kanker payudara sangat berbahaya
dikarenakan kanker jenis ini menyerang organ reproduksi luar yaitu payudara dan
dapat menyebar ke bagian tubuh lain. Kanker payudara juga dapat menyebabkan
kematian. Kanker payudara yang dapat menyebabkan kematian adalah kanker
payudara stadium IV.
Pada kanker payudara stadium IV seseorang sudah menderita kanker
payudara yang sangat parah atau bahkan tidak memiliki harapan hidup (terminal).
Kondisi terminal pada penderita kanker payudara stadium IV tidak dapat
dihindari dan ini pasti akan dialami oleh setiap penderita yang akan menjelang
ajal. Pada kondisi terminal perubahan utama yang terjadi adalah perubahan
psikologis yang menyertai pasien. Perubahan psikologis tersebut biasanya
mengarah ke arah yang lebih buruk dan membuat pasien menjadi tidak koperatif.
Disini peran perawat sangat dibutuhkan dan menjadi hal yang penting, dan untuk
membuat klien merasa lebih nyaman dan mampu membuat klien menjadi tenang
pada saat menjelang ajal.
7
b. Penyakit-penyakit infeksi
Meningitis merupakan infeksi pada selaput otak yang di sertai radang membran
pelindung yang menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang, yang mana
keseluruhan tersebut di sebut meningen. Bahayanya adalah Apabila Meningitis telah
masuk stadium terminal dan tidak ditangani segera, maka adanya resiko kematianlah
yang akan terjadi dalam waktu kurang lebih 3 pekan.
8
F. Perawatan Pada Pasien Dengan Penyakit Terminal
1. Kebutuhan Seseorang dengan Penyakit Terminal
Seseorang dengan penyakit terminal akan mengalami rasa berduka dan kehilangan.
Sebagai seorang perawat kita harus mampu memahami hal tersebut. Komunikasi dengan
pasien penyakit terminal merupakan komunikasi yang tidak mudah. Perawat harus
memiliki pengethauan tentang penyakit yang mereka alami serta pengetahuan tentang
proses berduka dan kehilangan.
Dalam berkomunikasi perawat menggunakan konsep komunikasi terapeutik. Saat
berkomunikasi dengan pasien dengan kondisi seperti itu bisa jadi akan timbul penolakan
dari pasien. Dalam menghadapi kondisi tersebut, perawat menggunakan komunikasi
terapeutik. Membangun hubungan saling percaya dan caring dengan pasien dan keluarga
melaui penggunaan komunikasi terapeutik membentuk dasar bagi intervensi pelayanan
paliatif.
(Potter & Perry, 2009) Dalam berkomunikasi, gunakan komunikasi terbuka dan
jujur, tunjukkan rasa empati. Dengarkan dengan baik, tetap berpikiran terbuka, serta
amati respon verbal dan nonverbal pasien dan keluarga. Saat berkomunikasi mungkin
saja pasien akan menghindari topik pembicaraan, diam, atau mungkin saja menolak
untuk berbicara. Hal tersebut adalah respon umum yang mungkin terjadi. Respon
berduka yang normal seperti kesedihan, mati rasa, penyangkalan, marah, membuat
komunikasi menjadi sulit. Jika pasien memilih untuk tidak mendiskusikan penyakitnya
saat ini, perawat harus mengizinkan dan katakana bahwa pasien bisa kapan saja
mengungkapkannya. Beberapa pasien tidak akan mendiskusikan emosi karena alasan
pribadi atau budaya, dan pasien lain ragu - ragu untuk mengungkapkan emosi mereka
karena orang lain akan meninggalkan mereka. (Potter & Perry, 2009) Memberi
kebebasan klien memilih dan menghormati keputusannya akan membuat hubungan
terapeutik dengan pasien berkembang. Terkadang pasien perlu mengatasi berduka
mereka sendirian sebelum mendiskusikannya dengan orang lain. Ketika pasien ingin
membicarakan tentang sesuatu, susun kontrak waktu dan tempat yang tepat.
2. Tingkat Kesadaran Terhadap Kondisi Penyakit Terminal
Tingkat kesadaran terhadap kondisi penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen (2009),
adalah sebagai berikut :
a. Closed Awareness
Dalam hal ini pasien dan keluarga tidak menyadari datangnya kematian, tidak tahu
mengapa sakit dan percaya akan sembuh.
b. Mutual Pretense
Dalam hal ini pasien, keluarga, team kesehatan tahu bahwa kondisinya terminal
tetapi merasa tidak nyaman untuk dan menghindari membicarakan kondisi yang
dihadapi pasien. Ini berat bagi pasien karena tidak dapat mengekspresikan
kekuatannya.
c. Open Awareness
Pada kondisi ini pasien dan orang disekitarnya tahu bahwa dia berada diambang
kematian sehingga tidak ada kesulitan untuk membicarakannya. Pada tahap ini
pasien dapat dilibatkan untuk proses intervensi keperawatan.
G. Peran Perawat Dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Terminal
1. Respon Pasien Terhadap Penyakit Terminal
a. Menurut Stuart & Sundeen (2009) keadaan terminal dapat menimbulkan respon
Bio-Psiko-Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan diantaranya adalah:
Kehilangan kesehatan Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat
berupa : pasien merasa takut, cemas, pandangan tidak realistis dan aktivitas
terbatas.
b. Kehilangan kemandirian Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian
dapat ditunjukan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan dan
ketergantungan
c. Kehilangan situasi Pasien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari
bersama keluarga dan kelompoknya
9
d. Kehilangan rasa nyaman Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat
gangguan fungsi tubuh seperti panas, nyeri, dll
e. Kehilangan fungsi fisik Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh
seperti pasien dengan gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa
f. Kehilangan fungsi mental Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan
fungsi mental seperti pasien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat
berkonsentrasi dan berpikir efisien sehingga pasien tidak dapat berpikir
secara rasional
g. Kehilangan konsep diri Pasien dengan penyakit terminal merasa dirinya
berubah mencakup bentuk dan fungsi sehingga pasien tidak dapat berpikir
secara rasional (bodi image) peran serta identitasnya. Hal ini dapat
mempengaruhi idealisme diri dan harga diri rendah.
h. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga Contohnya : seorang ayah
yang memiliki peran dalam keluarga mencari nafkah akibat penyakit
teminalnya, ayah tesebut tidak dapat menjalankan peranya tersebut.
10
c. Dewasa madya dan dewasa tua
Penelitian membuktikan bahwa dewasa muda menjadi semakin tidak takut
dengan kematian ketika mereka bertambah tua. Mereka menyadari bahwa
mereka mungkin akan mati karena penyakit kronis. Mereka juga memiliki
masa lalu yang lebih panjang dibandingkan orang dewasa muda dan
memberikan kesempatan pada mereka untuk menerima lebih banyak. Orang-
orang yang melihat masa lalunya dan percaya bahwa mereka telah memenuhi
hal-hal penting dan hidup dengan baik tidak begitu kesulitan beradaptasi
dengan penyakit terminal.
11
b. Angger
Pada tahap ini kita dapat mempergunakan tehnik komunikasi listening : perawat
berusaha dengan sabar mendengarkan apapun yang dikatakan pasien lalu
diklarifikasikan.
1) Membiarkan pasien untuk mengekspresikan keinginan, menggambarkan apa yang
akan dan sedang terjadi pada mereka.
2) Beri perhatian dan lingkungan yang nyaman dan cegah injuri.
3) Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang
marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa marah merupakan hal
yang normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan
lebih baik bila kemarahan ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat
dipercaya, memberikan rasa aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta
meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan rasa aman.
c. Bargaining
1) Focusing
a) Bantu pasien mengembangkan topik atau hal yang penting
b) Ajarkan pasien agar dapat membuat keputusan dalam hidupnya yang bermakna.
2) Sharing perception
a) Menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai kemampuan untuk
meluruskan kerancuan.
b) Dengarkan pasien pada saat bercerita tentang hidupnya.
d. Depresi
1) Perlakukan pasien dengan sabar, penuh perhatian dan tetap realitas.
2) Kaji pikiran dan perasaan serta persepsi pasien jika ada asal pengertian
harusnya diklarifikasi.
3) Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang
dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal
yaitu duduk dengan tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non
verbal dari pasien sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e. Acceptance
1) Informing
2) Membantu dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang aspek yang sesuai
dengan kesejahteraan atau kemandirian pasien.
3) Broad opening
4) Komunikasikan kepada pasien tentang apa yang dipikirkannya dan harapan-
harapannya.
3) Focusing
Membantu pasien mendiskusikan hal yang mencapai topik utama dan menjaga agar
tujuan komunikasi tercapai. Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang dan damai.
Kepada keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah
menerima keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan
dan mampu untuk menolong dirinya sendiri sebatas kemampuannya.
12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik adalah
komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien. Tujuan komunikasi terapeutik adalah membantu pasien untuk
memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan
untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan,
mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya, mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan
dirinya sendiri.
Penyakit terminal adalah suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi.
Contohnya seperti penyakit jantung, gagal ginjal, dan kanker atau penyakit terminal ini
dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah
give up (menyerah) dan seperti yang di katakan di atas tadi penyakit terminal ini
mengarah kearah kematian. Kematian adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa
datang tiba-tiba tanpa peringatan atau mengikuti periode sakit yang panjang. Terkadang
kematian menyerang usia muda tetapi selalu menunggu yang tua. Perawatan pasien yang
akan meninggal tetap harus dilakukan. Perawatan yang komprehensif tentang orang yang
menjelang ajal sangat jarang menuntut lebih dari manajemen symptom yang hati-hati dan
perhatian terhadap kebutuhan dasar fisik pasien secara perorangan sebagai pribadi dan
keluarganya.
B. Saran
1. Perawat harus memahami apa yang dimaksud dengan komunikasi, yang ditandai
dengan sikap saling menerima, saling percaya dan saling menghargai.
2. Perawat harus memahami komunikasi terapeutik pada pasien penyakit terminal,
tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi pasien, sehingga pada
saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan
tenang dan damai.
3. Perawat harus mampu memahami teknik-teknik komunikasi terapeutik, yang ditandai
dengan menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun mental.
4. Perawat harus memahami apa yang dimaksud dengan penyakit terminal, tanggung
jawab perawat harus mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan sosial yang
unik
5. Perawat harus mengetahui tujuan keperawatan pasien dengan kondisi terminal,
sehingga membantu pasien untuk meraih kembali martabatnya.
6. Perawat harus mengetahui perawatan pada pasien dengan penyakit terminal, sehingga
dapat dirawat dengan respek dan perhatian penuh.
7. Perawat harus mengetahui peran dalam melakukan komunikasi terapeutik pada pasien
terminal, sehingga mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan maupun
frustasi.
8. Perawat mampu memahami teknik-teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit
terminal.
13
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (2004). Buku Saku Diagnosa Keperawatan (10th ed.). Jakarta :
EGC. Heelya. (2009). Asuhan Keperawatan Anak dengan Sakit Terminal.
http://heelya102.wordpress.com. Diakses tanggal 28 Maret 2016 pkl 11.00 WIB.
Mungin, B. (2008). Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta : PT. Kencana Nursedarsana, (2010).
Askep Anak Sakit Terminal. http://nursedarsana.blogspot.com. Diakses tanggal 28
Maret 2016 pkl 21.15 WIB Pendi. (2009). Komunikasi Terapeutik,
http://pendi007.wordpress.com/ diakses pada tanggal 28 Maret 2016 pkl 11.00 WIB
Potter & Perry. (2009). Fundamental keperawatan (7th ed.). (vols 2). dr Adrina &
marina, penerjemah). Jakarta : EGC. Purwanto. (2011). Komunikasi Untuk Perawat.
Jakarta: EGC. Riswandi. (2009). Ilmu Komunikasi, Edisi Pertama. Yogyakarta :
Graha Ilmu Universitas Mercu Buana Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik; Teori
dan Praktik. Jakarta: EGC Suparyanto. (2010). Konsep pengetahuan. Http :// dr.
Suparyanto. Blogspot. Com / konsep. Pengetahuan. Diakses tanggal 28 Maret 2016
Pukul 16: 46 WIB Stuart & S undeen. (2009). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta :
EGC. Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia
14