Disusun oleh :
KELOMPOK 2
1. Aisyah Munawaroh (S18163)
2. Asri Setiawati (S18168)
3. Defita Purwaningsih (S18171)
4. Efi Prastiwi (S18176)
5. Febrin Melia Morriz Swari (S18179)
6. Indah Muarifah (S18184)
7. Layli Khairani (S18187)
8. Monica Yuzril Palupi (S18192)
9. Novianti Eka Pertiwi (S18196)
10. Rina Anjarwati (S18201)
11. Saprodite Dian Sunarto (S18204)
12. Umi Nur Kasanah (S18209)
13. Wiwik Kurniasih (S18212)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi terapeutik merupakan suatu proses untuk membina
hubungan terapeutik antara perawat-klien dan kualitas asuhan keperawatan
yang diberikan perawat kepada klien. Komunikasi perawat yang baik, akan
meningkatkan citra profesionalisme pada dirinya. Sebaliknya, jika komunikasi
perawat kurang baik, hal ini akan berimbas pada penilaian klien terhadap
perawat. Karena dalam komunikasi khususnya komunikasi terapeutik ada
beberapa karakteristik seorang perawat yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan permasalahan dan memfasilitasi tumbuhnya hubungan
terapeutik. Kejujuran (trustworthy) yang dimiliki oleh seorang perawat,
ekspresif dalam dalam menyampaikan pesan, bersifat positif sehingga pasien
merasa diperhatikan, memiliki sikap empati dan bukan simpati, mampu melihat
permasalahan pasien dari sudut pandang pasien, sensitif terhadap perasaan
pasien, tidak terpengaruh oleh masa lalu klien maupun diri perawat.
Kepuasan pasien Di Rumah Sakit biasa dipengaruhi oleh berbagai
factor misalnya keberadaan berbagai jenis petugas kesehatan, alat-alat
diagnostik, terapi dan obat-obatan. Selain itu kepuasan juga dipengaruhi
oleh komponen proses, yakni bagaimana layanan kesehatan diberikan.
Contohnya antara lain apakah diagnosis ditegakkan dalam waktu yang
relatif singkat dan tepat, pemberian terapi sesuai dengan prosedur standar,
atau pemberian informasi yang sesuai dengan harapan pasien. sntalasi Gawat
Darurat tiap saat pada kasus kegawatan harus segera mendapat
pelayanan dan perawatlah yang selalu kontak pertama dengan pasien 24
jam. Oleh sebab itu pelayanan prosesional harus ditingkatkan karena
pasien gawat darurat membutuhkan pelayanan yang cepat , tepat, dan
cermat dengan tujuan mendapatkan kesembuhan tanpa cacat. Oleh
karenanya perawat instalasi dawat darurat disamping mendapat bekal ilmu
pengetahuan keperawatan juga perlu untuk lebih meningkatkan
keterampilan yang spesifik seperti tambahan pengetahuan
penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari gawat darurat?
2. Bagaimana konsep dasar keperawatan gawat darurat?
3. Apa saja aspek psikologis pada situasi gawat darurat?
4. Apa itu SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu)?
5. Apa tujuan komunikasi pada gawat darurat?
6. Apa saja tehknik komunikasi pada gawat darurat?
7. Apa saja prinsip komunikasi gawat darurat?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian gawat darurat.
2. Untuk mengetahui konsep dasar keperawatan gawat darurat.
3. Untuk mengetahui aspek psikologis pada situasi gawat darurat.
4. Untuk mengetahui SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Terpadu).
5. Untuk mengetahui tujuan komunikasi pada gawat darurat.
6. Untuk mengetahui tehknik komunikasi pada gawat darurat.
7. Untuk mengetahui prinsip komunikasi gawat darurat.
BAB II
PEMBAHASAN
6. Pasien Meninggal
Label hitam (Pasien sudah meninggal, merupakan prioritas terakhir.
Adapun petugas triage di lakukan oleh dokter atau perawat senior yang
berpengalaman dan petugas triage juga bertanggung jawab dalam
operasi,pengawasan penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.
2. Histeris
Dalam penggunaan sehari-hari nya histeria menjelaskan ekses emosi
yang tidak terkendali. Orang yang "histeris" sering kehilangan kontrol diri
karena ketakutan yang luar biasa karena suatu kejadian atau suatu kondisi
3. Mudah marah
Hal ini terjadi apabila seseorang dalam kondisi gelisah dan tidak tahu apa
yang harus di perbuat
2. Menunjukkan penerimaan
Menerima bukan berarti menyetujui, melainkan bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan sikap ragu atau penolakan.
Dalam hal ini sebaiknya perawat tidak menunjukkan ekspresi wajah yang
menunjukkan ketidaksetujuan atau penolakan. Selama klien berbicara
sebaiknya perawat tidak menyela atau membantah. Untuk menunjukkan
sikap penerimaan sebaiknya perawat menganggukkan kepala dalam
merespon pembicaraan klien.
Backsound kecelakaan
Narasi
Pada suatu hari terjadi sebuah kecelakaan tunggal yang mengakibatkan
seorang remaja perempuan mengalami cidera dan kemudian dilarikan ke
rumah sakit Mitra Sehat oleh dua pengendara lain yang menolongnya.
Backsound bunyi ambulance
Pasien (Setengah sadar dengan merintih kesakitan)
Penolong : “Sus tolong ada pasien kecelakaan, tolong segera ditangani”
Narasi
Perawat IGD segera mengambil brankart, dan memindahkan pasien pasien
diatas bed.
RM : “Maaf anda siapanya?”
Penolong 1 : “Saya yang menolong sus”
RM : “Anda tahu identitas dari korban ini mbak?”
Penolong 1 : “Tidak sus tapi saya coba tanya ke korbannya dulu.”
(si penolong menghampiri korban)
Penolong 2 : “Dek kamu bawa KTP, boleh saya pinjam dulu untuk
administrasi? Kamu bawa hp atau tidak ? Nanti saya akan
mengabari keluargamu”
Pasien : “Di tas pak” (dengan suara lemas).
Narasi
Kemudian si penolong mengurusi registrasi si korban dan menghubungi
keluarga klien. Sementara itu, si perawat sedang menangani korban
kecelakaan tadi.
Perawat 1 : “Dek-dek bisa dengar saya?”
Pasien : “aduh sakit sus”
Perawat 1 : “yang sakit sebelah mana dek?”
Pasien : (menggerakkan bagian yang sakit)
Perawat 1 : “pusing tidak dek ?”
Pasien : “pusing sus”
di receptionis
Keluarga : “sus anak saya tadi kecelakaan dan dibawa ke rumah sakit.
Pasien dengan nama Andriana?” (dengan ekspresi yang panik)
RM : “disebelah sana buk, mari saya antarkan”
Narasi
Petugas RM pun mengantarkan Ibu pasien menuju bad tempat anaknya
dirawat
RM : “Ini bu, anak ibu ada di dalam”
Ibu : “Oh iya, makasih sus”
RM : “Iya bu, sama-sama”
Narasi
Sang Ibu pun segera membuka sampiran dan menjumpai anaknya terbaring
tak berdaya di atas tempat tidur
Ibu : “Ya Allah nak.. kok bisa sampek kayak gini to? apanya yang sakit
nak?”
Pasien : “Kaki bu, sama pusing”
Ibu : “Lha ini tadi kamu sudah diperiksa sama dokter belum nak?”
Pasien : “Sudah bu”
Ibu : “Terus apa katanya dokter?”
Pasien : “Gak tau bu”
Narasi
Ditengah perbincangan ini perawat datang ke ruangan pasien
Perawat 1 : “Permisi bu, saya izin mau menanyai adeknya sebentar ya bu”
Ibu : “Iya sus, silahkan”
Perawat 1 : “Gimana dek ada yang dikeluhkan lagi ?”
Pasien : “Masih sus, dada saya terasa sesak ”
Perawat 1 : “Kalau begitu saya pasangkan oksigen dulu ya, biar nafasnya
lancar.”
Pasien : (Menganggukan kepala)
Narasi
Perawat memulai tindakan pemberian oksigen pada pasien
Ibu : “Lho nak dadamu sesak juga to?” (Sang ibu kaget)
Pasien : (Menganggukkan kepala)
Ibu : “Ini kenapa ya sus, kok dada anak saya sesak? Padahalkan anak
saya tidak punya riwayat sakit asma”
Perawat 1 : “Mungkin anak Ibu mengalami syok, sehingga dadanya terasa
sesak”
Ibu : “Lha ini tadi katanya anak saya sudah diperiksa sama dokter,
hasilnya gimana ya sus?”
Perawat 1 : “Oh itu, nanti Ibu akan dijelaskan secara langsung oleh dokter,bu”
Ibu : “O begitu ya sus”
Perawat 1 : “Iya bu, kalau begitu saya permisi dulu ya bu, kalu butuh sesuatu
bisa panggil kita di ruang perawat ya bu”
Ibu : “Baik sus”
Perawat 1 : “Mari bu, permisi”
Ibu : “Oh iya, monggo”
Narasi
Perawat kembali ke ruang perawat dan Ibu pasien tetap menunggu pasien di
samping tempat tidur pasien. Setelah beberapa menit kemudian, seorang
perawat datang kembali.
Perawat 2 : “Permisi bu, Ibu diminta untuk menemui dokter sekarang bu”
Ibu : “Iya sus, lha terus anak saya sama siapa sus?”
Perawat 2 : “Ibu silahkan temuidokter dulu, anaknya biar saya yang menjaga”
Narasi
Di ruang jaga Ibu pasien bertemu dengan Dokter yang berjaga di IGD
Dokter : “Keluarga dari Saudari Andriana ya bu”
Ibu : “Iya dok, bagaimana dengan anak saya dok?”
Dokter : “Silahkan duduk dulu bu, saya akan menjelaskan tentang keadaan
anak ibu”
Ibu : “Iya dok” (sambil duduk)
Dokter : “Ini sepertinya ada gangguan pada tulang di bagian kaki saudari
Andriana, dan sejak tadi dia mengeluhkan pusing, jadi untuk
mengetahui keadaan tulang di bagian kakinya kita sebaiknya
melakukan rogten terlebih dahulu dan juga sebaiknya kita
melakukan CT Scan untuk mengetahui keadaan dari bagian dalam
kepala anak Ibu”
Ibu : “Memangnya kalau tidak dilakukan itu kenapa ya dok?”
Dokter : “Jika tidak dilakukan rogten dan CT scan, kita tidak mengetahui
keadaan pastinya, jadi kita tidak bisa mengambil tindakan
selanjutnya”
Ibu : “Kalau saya pikirkan terlebih dahulu bagaimana dok?”
Dokter : “Iya bu silakan, tetapi saya mohon Ibu segera memberikan
keputusan agar kita bisa melakukan tindakan selanjutnya”
Ibu : “Baik dok, kalau begitu saya permisi dulu”
Dokter : “Oh iya bu, silahkan”
Narasi
Sang ibupun kembali menuju ruangan pasien, namun di tengah perjalanan Ibu
bertemu dengan perawat yang menangani anaknya tadi
Perawat 1 : “Ibu, bagaimana anaknya bu?”
Ibu : “Eh suster, tadi kata dokter sebaiknya dilakukan rogten dan CT
scan pada anak saya, tapi kok saya nggak yakin ya sus?”
Perawat 1 : “Memang sebaiknya dilakukan itu bu, agar bila terjadi sesuatu
bisa segera diketahui dan ditangani, bagaiamana bu apa ada yang
kurang jelas?”
Ibu : “Tapi itu nanti beresiko atau tidak ya sus?”
Perawat 1 : “InsyaAllah tidak apa-apa bu”
Ibu : “Oh ya ya ya, makasih ya sus informasinya”
Perawat 1 : “Iya, bu sama-sama, mari bu”
Ibu : “Iya sus”
Narasi
Setelah mendapat informasi dari perawat, Ibupun yakin dengan keputusan
yang akan diambilnya, dan menuju ruang dokter untuk konfirmasi
Dokter : “Bagaimana bu?”
Ibu : “Setelah saya pikir-pikir saya setuju bila anak saya dirogten dan
di CT scan”
Dokter : “Baiklah kalau begitu ibu bisa menandatangani surat persetujuan
tindakan”
Ibu : “Iya dok, saya tanda tangan dimana?”
Dokter : “Ini silahkan Ibu baca terlebih dahulu , kemudian tanda tangan di
sebelah sini”
Narasi
Kemudian Sang Ibu kembali ke kamar pasien , setelah beberapa saat
kemudian datanglah seorang perawat.
Perawat 2 : “Permisi bu, Dek ini mau dilakukan rogten, ini adek mau saya
antarkan ke ruang radiologi, sebelumnya perhiasannya dan jamnya
dilepas dulu ya, biar dibawa ibunya dulu”
Pasien : (menganggukan kepala)
Perawat 2 : “Mari dek saya antarkan”
Pasien : “Saya maunya diantar mbak perawat yang tadi”
Perawat 2 : “Perawat yang tadi sudah pulang dek, biar saya antar saja ya dek,
Ibunya juga boleh ikut nganter kok
Pasien : “Iya sus” (terdiam sejenak)
Narasi
Dan akhirnya Andriana pun dibawa ke ruang radiologi untuk diakukan
rongten. Dari hasil rogten diketahui bahwa pasien mengalami patah tulang,
dan harus di rawat inap untuk segera dilakukan operasi.
PENJELASAN
A. Teknik komunikasi Terapeutik yang digunakan dalam role play
“Komunikasi Terapeutik pada Pasien di IGD” adalah :
1. Observasi : Kegiatan mengamati kondisi klien/orang lain. Observasi
dilakukan apabila terdapat konflik antara verbal dan non verbal yang butuh
pengamatan lebih mendalam. Contoh pada dialog :
Pasien : “aduh sakit sus”
Perawat 1 : “yang sakit sebelah mana dek ?”
Pasien : (menggerakkan bagian kaki kiri yang sakit)
Perawat 1 : “oh yg sakit bagian kaki kiri ya dek? pusing tidak dek ?”
Pasien : “iya sus, pusing sus”