Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN II


KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN INSTALASI GAWAT
DARURAT (IGD)
DOSEN PEMBIMBING : NS. DWI RAHMAH FITRIANI, M.KEP

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 :

1. ADAN ARYA MANGIRIAN : 1811102411053


2. ANNISA MULIANI : 1811102411065
3. FITRI NURUL AFNI ANGGRAINI : 1811102411088
4. SHELLA NOVIANINGRUM : 1811102411170
KELAS : B (SEMESTER 3)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN DAN FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

TAHUN AJARAN 2019/2020


BAB I
PPENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi adalah suatu penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang
kepada orang lain. Komunikasi dalam keperawatan memiliki makna tersendiri karena
merupakan langkah dalam setiap pengimplementasian proses keperawatan. Komunikasi
terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan secara sadar dan terencana yang
tujuannya untuk kesembuhan pasien (Nugroho, 2009).
Komunikasi teraupetik mengembangkan hubungan interpersonal antara klien dan
perawat (Slamet, 2014). Umumnya komunikasi terapeutik seringkali diabaikan oleh
dokter maupun perawat, karena mereka menganggap bahwa keahliannya hanya untuk
menyembuhkan pasien dengan melakukan suatu tindakan medis. Padahal komunikasi
terapeutik sangat diperlukan untuk membangun suatu hubungan saling percaya antar
pasien dengan perawat atau keluarga pasien dengan perawat.
Salah satu dampak dari kurangnya perawat melakukan komunikasi terapeutik yaitu
masyarakat kurang percaya terhadap pelayanan rumah sakit , sehingga akan berdampak
buruk juga terhadap kualitas rumah sakit tersebut. Pasien pertama kali akan bertemu
dengan perawat di rumah sakit, pertemuan pertama itu seharusnya memberikan suatu
kesan yang baik.
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan suatu pelayanan khusus untuk pasien
yang mengalami gawat darurat selama 24 jam non stop. Dengan demikian pelayanan
dalam IGD harus dilakukan dengan semaksimal mungkin, terutama dalam menerapkan
komunikasi terapeutik untuk mempercepat kesembuhan pasien. Di IGD tenaga medis
lebih mengutamakan pada tindakan apa yang akan dilakukan terhadap pasien, sedangkan
pelaksanan komunikasi terapeutik sangat kurang baik itu pada klien maupun keluarga
klien. Akibatnya, timbul kurangnya kepuasaan dari pasien atau keluarga pasien terhadap
pelayanan di IGD tersebut. Munculnya masalah tersebut mendorong saya untuk membuat
makalah yang berjudul “Komunikasi Terapeutik pada Klien di Ruang IGD”.
B. Tujuan
a. Apa pengertian dari gawat darurat ?
b. Apa saja konsep dasar keperawtan gawat darurat ?
c. Apa yang dimaksud dengan SPGDT ?
d. Apa tujuan komunikasi pada gawat darurat ?
e. Bagaimana tehknik komunikasi pada gawat darurat ?
f. Apa rinsip-prinsip komunikasi gawat darurat ?
C. Tujuan
a. Mahasiswa mengerti pengertian dari gawat darurat.
b. Mahasiswa memahami kosep dasar keperawatan gawat darurat.
c. Mahasiswa memahami tentang SPGDT.
d. Mahasiswa mengerti tujuan dilakukan komunikasi gawat darurat.
e. Mahasiswa bisa melakukan tehknik komunikasi pada gawat darurat secara
benar.
f. Mahasiswa memahami prinsi-prinsip komunikasi gawat darurat.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian gawat darurat


Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis
segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44
tahun 2009). Gawat darurat adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak
mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan penanganan / pertolongan
segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat. Apabila tidak
mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan mati atau cacat /
kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup
2.2 Konsep dasar keperawatan gawat darurat
2.2.1 Klien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat
dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak
mendapat pertolongan secepatnya Mis:Sumbatan Jalan Napas atau distress
nafas, Luka Tusuk dada/perut dengan shock dan sesak, hipotensi / shock.
2.2.2 Pasien Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak
mendapatkan pertolongan secepatnya. Bisanya di lambangkan dengan label
merah. Misalnya AMI (Acut Miocart Infac).
2.2.3 Pasien Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan
darurat. Bisanya di lambangkan dengan label Biru. Misalnya pasien dengan Ca
stadium akhir.
2.2.4 Pasien Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam
nyawa dan anggota badannya. Bisanya di lambangkan dengan label kuning.
Misalnya : pasien Vulnus Lateratum tanpa pendarahan.
2.2.5 Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat
Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya di
lambangkan dengan label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.
2.2.6 Pasien Meninggal
Label hitam ( Pasien sudah meninggal, merupakan prioritas terakhir. Adapun
petugas triage di lakukan oleh dokter atau perawat senior yang berpengalaman dan
petugas triage juga bertanggung jawab dalam operasi,pengawasan penerimaan pasien dan
daerah ruang tunggu.Selain dari penjelasan di atas di butuhkan pemahaman dampak atau
psikologis pada saat keadaan gawat darurat.
2.3 Aspek psikologis pada situasi gawat darurat
2.3.1 Cemas
Cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai
oleh rasa ketakutan yang difius, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh
gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan
sebagainya. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung
bervaniasi, pada setiap orang tidak sama.
2.3.2 Histeris
Dalam penggunaan sehari-hari nya histeria menjelaskan ekses emosi yang tidak
terkendali. Orang yang "histeris" sering kehilangan kontrol diri karena ketakutan
yang luar biasa karena suatu kejadian atau suatu kondisi
c. Mudah marah
Hal ini terjadi apabila seseorang dalam kondisi gelisah dan tidak tahu apa
yang harus di perbuat

2.4 SPGDT (sistem penanggulangan gawat darurat terpadu)


SPGDT (sistem penanggulangan gawat darurat terpadu) adalah suatu sistem
pelayanan penderita gawat darurat yang terdiri dari unsur pelayanan pra rumah
sakit,pelayanan di rumah sakit dan pelayanan antar rumah sakit. Pelayanan berpedoman
pada respon cepat yang menekankan time saving is life saving. yang melibatkan
pelayanan oleh masyarakat awam umum, awam khusus, petugas medis, pelayanan
ambulan gawat darurat dan sistem komunikasi.
2.4.1 Fase pra rumah sakit
Fase pelayanan pra rumah sakit adalah pelayanan kepada penderita gawat darurat
yang melibatkat masyarakat atau orang awam dan petugas kesehatan. Pada umunya yang
pertma yang menemukan pendrita gawat darurat di tempat musibah adalah masyarakat
ynag dikenl oleh orang awam. Oleh karena bermanfaat bila orang awam diberi dan dilatih
pengetahuan dan keterampilan penanggulanganan gawat darurat. Komunikasi ynag
dilkukan pada fase pra rumah sakit yaitu dengan meyakin warga bahwa seorang perawat,
mengecek kesadaran korban dengan menmanggil nama korban, menghubungi organisasi
gawat darurat terdekat untuk pertolongan lanjut ke rumah sakit.
Contoh : di jalan terjadi kecelakaan kemudian penderita gawat darurat ditolong
masyarakat yang telah mendapatkan pelatihan untuk gawat darurat, warga tadi menolong
penderita gawat darurat mengamankan korban di tempat yang lebih aman, melakukan
pertolongan di tempat kejadian seperti menolong menghentikan pendarahan, kemudian
melaporkan korban ke organisasi pelayanan kegwatdaruratan terdekat, pengangkutan
untuk pertolongan lanjut dari tempat kejadian ke rumah sakit.

2.4.2 Fase pelayanan rumah sakit


Fase pelayanan rumah sakit adalah fase pelayanan yang melibatkan tenagan
kesehatn yang dilakukan di dalam rumh sakit seperti pertolonga di unit gawat darurat.
Komunikasi yang dilakukan pada tahap ini sama dengan komunikasi terapeutik, tetapi
dalam hal ini tindakan yang cepat dan tepat lebih utama dilakuka kepada korban.
Contoh : ada korban kecelakaan yang menglami pendarahan masuk ke UGD, perawat
menayakan identitas klien kemudian melakukan pemasangan infus untuk menganti cairan
yang keluar, dengan menjelaskan tujuan pemasangan infus dengan sigkat dan jelas.
2.4.3 Pelayanan antar rumah sakit ( rujukan )
Fase pelayanan antar rumah sakit ( rujukan ) adalah fase pelayanan yang
melibatkan petugas kesehatan dengan petugas kesehatan rumah sakit lain atau rumah
sakit satu dengan rumah sakit yang lain sebagai rujukan. Tindakan ini dilakukan apabila
korban membutuhkan penanganan lebih lanjut tetapi rumah sakit yang pertama tidak bisa
memberi pertolonan sehinga dirujuk ke rumah sakit lain yang bisa menanggani krban
sebut.
Contoh : korban kecelakaan parah di bawa ke salah satu rumah sakit tetap dirumhsakit
tersebut tidak terdapat peralatan yng harus digunakan segera untuk pertolongan,
kemudian rumahsakit tersebut menghubungi rumah sakit lain yang lebih cepat menganani
, setelah itu pasien di kirim ke rumah sakit yang telah di hubungi tadi.
2.5 Tujuan komunikasi pada gawat darurat
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan
kerjasama antar perawat dan klien melalui hubungan perawat dan klien. Perawat berusaha
mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi
tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Tujuan komunikasi terapeutik pada klien gawat darurat menciptakan kepercayaan antara
perawat dengan klien yang mengalami kondidi kritis atau gawat darurat dalam melakakan
tindakan, sehingga klien cepat tertolong dan tidak terjadi hal yang fatal.
2.6 Tehknik komunikasi pada gawat darurat
2.6.1 Mendengarkan
Perawat harus berusaha untuk mendengarkan informasi yang disampaikan oleh klien
dengan penuh empati dan perhatian. Ini dapat ditunjukkan dengan memandang kearah klien
selama berbicara, menjaga kontak pandang yang menunjukkan keingintahuan, dan
menganggukkan kepala pada saat berbicara tentang hal yang dirasakan penting atau
memerlukan ummpan balik. Teknik dimaksudkan untuk memberikan rasa aman kepada klien
dalam mengungkapkan perasaan dan menjaga kestabilan emosi klien.
2.6.2 Menunjukkan penerimaan
Menerima bukan berarti menyetujui, melainkan bersedia untuk mendengarkan orang
lain tanpa menunjukkan sikap ragu atau penolakan. Dalam hal ini sebaiknya perawat tidak
menunjukkan ekspresi wajah yang menunjukkan ketidaksetujuan atau penolakan. Selama
klien berbicara sebaiknya perawat tidak menyela atau membantah. Untuk menunjukkan sikap
penerimaan sebaiknya perawat menganggukkan kepala dalam merespon pembicaraan klien.
2.6.3 Mengulang Pernyataan Klien
Dengan mengulang pernyataan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga
klien mengetahui bahwa pesannya mendapat respond an berharap komunikasi dapat berlanjut.
Mengulang pokok pikiran klien menunjukkan indikasi bahwa perawat mengikuti pembicaraan
klien.
2.6.4 Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawta perlu mengehentikan pembicaraan untuk
meminta penjelasan dengan menyamakan pengertian. Ini berkaitan dengan pentingnya
informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan. Klarifikasi diperlukan untuk
memperoleh kejelasan dan kesamaan ide, perasaan, dan persepsi
2.6.5 Menyampaikan Hasil Pengamatan
Perawat perlu menyampaikan hasil pengamatan terhadap klien untuk mengetahui bahwa
pesan dapat tersampaikan dengan baik. Perawat menjelaskan kesan yang didapat dari isyarat
nonverbal yang dilakukan oleh klien. Dengan demikian akan menjadikan klien
berkomunikasi dengan lebih baik dan terfokus pada permasalahan yang sedang dibicarakan
2.7 Prinsip komunikasi gawat darurat
Ciptakan lingkungan terapeutik dengan menunjukan prilaku dan sikap
a. Caring ( sikap pengasuhan yang ditnjukan peduli dan selalu ingin memberikan bantuan)
b. Acceptance (menerima pasien apa adanya)
c. Respect (hormatati keyakinan pasien apa adanya)
d. Empaty (merasakan perasaan pasien)
e. Trust (memberi kepercayaan)
f. Integrity (berpegang pd prinsip profesional yang kokoh)
g. Identifikasikan bantuan yang diperlukan
h. Terapkan teknik komunikasi: terfokus, bertanya, dan validasi
i. Bahasa yang mudah dimengerti
j. Pastikan hubungan profesional dimengerti oleh pasien/keluarga
k. Motivasi dan hargai pendapat & respon klien
l. Hindari: menyalahkan, memojokkan, dan memberikan sebutan yang negatif.

2.8 Tahapan Komunikasi


Dalam artikel Pengantar Ilmu Komunikasi telah diulas bahwa dalam proses
komunikasi terdapat beberapa elemen atau komponen yang menunjang berjalannya
proses komunikasi. Adapun elemen-elemen atau komponen-komponen komunikasi
tersebut adalah orang atau manusia (pengirim dan penerima pesan), pesan, kode-kode,
saluran atau media komunikasi, umpan balik, encoding dan decoding, serta gangguan.
Komunikasi sebagai sebuah proses berjalan melalui beberapa tahap. Menurut John
V. Thill dan Courtland L. Bovee (2013), proses komunikasi dapat kita kaji melalui
beberapa tahapan yang tergambar dalam model-model komunikasi yaitu model
komunikasi dasar dan model komunikasi sosial. Baik model komunikasi dasar maupun
model komunikasi sosial memandang komunikasi sebagai sebuah proses yang berjalan
melalui 8 (delapan) tahap, yaitu :
a. Pengirim pesan memiliki sebuah ide atau gagasan.
Dalam bidang komunikasi organisasi atau komunikasi bisnis, jika kita
sebagai pengirim pesan memiliki sebuah ide atau gagasan yang berkaitan dengan
organisasi atau bisnis yang kita lakukan dan ingin disampaikan kepada khalayak,
maka proses komunikasi pun dimulai. Begitu pun dengan bidang komunikasi
atau konteks komunikasi lainnya.
b. Pengirim pesan yang melakukan encode terhadap ide atau gagasan dalam sebuah
pesan.
Hal ini terjadi ketika kita sebagai pengirim pesan menempatkan ide atau
gagasan ke dalam sebuah pesan. Sebagai pengirim pesan, kita
melakukan encode terhadap ide atau gagasan tersebut atau mengekspresikannya
dalam kata-kata atau gambar. Kita harus mengembangkan keterampilan dalam
melakukan encode ide atau gagasan agar pesan-pesan yang dikemas menjadi
lebih efektif.
c. Pengirim pesan memproduksi pesan dalam sebuah media.
Pesan yang telah dikemas oleh pengirm pesan kemudian disajikan
kepada khalayak melalui saluran atau media komunikasi. Media yang digunakan
dalam pengiriman pesan umumnya dapat berbentuk oral, tertulis, visual, maupun
elektronik.
d. Pengirim pesan mengirimkan pesan melalui sebuah saluran komunikasi.
Saluran komunikasi atau media komunikasi yang akan digunakan untuk
mengirimkan pesan tentu berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi.
Berbagai teknologi yang ada kini dapat digunakan oleh pengirim pesan untuk
menyampaikan pesannya kepada khalayak. Saluran komunikasi umumnya terkait
dengan sistem yang digunakan untuk mengirim pesan. Saluran komunikasi dapat
berupa percakapan secara tatap muka, internet sebagai media komunikasi, dan
lain-lain.

e. Khalayak menerima pesan.


Jika saluran komunikasi berfungsi dengan baik, maka pesan-pesan akan
dapat menjangkau khalayak sasaran. Perlu dipahami pula bahwa sampainya
pesan kepada khalayak tidaklah menjamin khalayak akan memberikan perhatian
ataupun memahami isi pesan secara tepat. Hal ini disebabkan adanya penafsiran
yang berbeda yang dilakukan oleh khalayak serta adanya hambatan-hambatan
komunikasi yang terjadi selama proses komunikasi.
f. Khalayak melakukan decode terhadap pesan.
Setelah pesan diterima oleh khalayak, tahap yang dilakukan selanjutnya
oleh khalayak adalah melakukan decode terhadap pesan.
g. Khalayak memberikan tanggapan atau respon terhadap pesan.
Pengirim pesan dapat menciptakan ruang atau kesempatan bagi penerima
pesan untuk memberikan respon atau tanggapan dengan cara-cara yang positif.
Pemberian respon atau tanggapan oleh khalayak tergantung pada kemampuan
khalayak untuk mengingat pesan dan bertindak, kemampuan khalayak untuk
bertindak, serta motivasi khalayak untuk memberikan respon.
h. Khalayak memberikan umpan balik kepada pengirim pesan.
Dalam rangka memberikan respon atau tidak memberikan respon
terhadap pesan, khalayak dapat memberikan umpan balik yang dapat membantu
pengirim pesan melakukan evaluasi usaha komunikasi yang efektif. Umpan balik
dapat diberikan dapat berupa komunikasi verbal (menggunakan kata-kata tertulis
atau ujaran), komunikasi nonverbal (menggunakan gestur, ekspresi wajah atau
perlambang lainnya) ataupun keduanya. Sebagaimana pesan, umpan balik yang
disampaikan oleh khalayak juga memerlukan proses decode karena adanya
pemaknaan yang beragam.
2.9 TEKHNIK KOMUNIKASI
Sebagai makhluk sosial yang selalu berhubungan dengan orang lain maka
komunikasi adalah salah satu sarana untuk terkoneksi dengan orang dikeliling kita.
Ada komunikasi yang bersifat verbal dan ada pula yang bersifat non verbal.
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang terjadi dengan berbicara pada orang lain
sedangkan non verbal adalah komunikasi yang terjadi melalui perantara atau media.
Dalam komunikasi verbal maka sangat penting untuk bisa menyusun kata-kata yang
keluar dari mulut kita menjadi sebuah informasi yang dapat dimengerti, berguna dan
menarik bagi orang lain. Komunikasi yang jelas akan membuat orang lain
memperhatikan dan menghargai apa yang kita bicarakan. Teknik
berkomunikasi/bicara yang baik tentu akan diperlukan terutama bagi orang-orang
yang bekerja dengan menggunakan keahlian berkomunikasi. Ada beberapa hal yang
menjadi prinsip teknik berkomunikasi/bicara yang baik :
a. Berbicara efektif
Berbicara efektif artinya tidak bertele-tele, tidak berputar-putar untuk
menyampaikan suatu poin pembicaraan. Cepat, tepat, lugas dan dapat dimengerti
oleh lawan bicara kita. Berbicara efektif membuat lawan bicara kita akan fokus
pada setiap hal yang kita sampaikan dan dapat mempengaruhi langsung ke dalam
pikirannya.
b. Berbicara penuh motivasi
Komunikasi yang terjalin dan sampai kepada lawan bicara haruslah yang
bersifat mendorong. Hal ini terlebih ketika yang berbicara adalah orang yang
memiliki jabatan lebih tinggi daripada lawan bicaranya, seperti bos kepada anak
buahnya. Motivasi yang dimaksud adalah adanya dorongan/penyemangat dalam
kata-kata yang diucapkan agar lawan bicara tergerak untuk melakukan sesuatu
dengan baik dan sungguh-sungguh berdasarkan pengarahan yang sudah
diberikan.
c. Berbicara untuk mendapat perhatian
Pembicaraan yang membosankan dan bertele-tele tentu akan membuat
lawan bicara atau pendengar mengabaikan kata-kata kita. Dalam teknik
berkomunikasi/bicara perlu diperhatikan tema/materi yang akan kita sampaikan
pada lawan bicara agar membuat mereka tetap focus dengan kita. Ada baiknya
untuk memperhatikan siapa lawan bicara kita agar materi yang kita sampaikan
tepat sasaran, selain itu usahakan penyampaiannya dilakukan dengan gaya yang
menarik. Temukan materi yang belum pernah pendengar tahu dan selipkan hal-
hal unik untuk menarik perhatian lawan bicara.
d. Berbicara melalu keinderaan
Agar tema/materi yang kita sampaikan meninggalkan bekas dalam
pikiran lawan bicara maka kita bisa menguatkan komunikasi kita dengan ekspresi
indera yang meyakinkan. Gerak tangan, tatapan mata, senyuman, atau kernyitan
dahi akan menambah kesan tentang tema yang kita sampaikan. Hal ini juga agar
lawan bicara mengerti bahwa tema yang kita bicarakan adalah hal yang penting
dan patut untuk didengar.
2.10 JURNAL YANG MENDUKUNG DALAM APLIKASI KOMUNIKASI
KEPERAWATAN
a. Nama Jurnal : e-journal Keperawatan
b. Volume :3
c. Nomor :2
d. Halaman :1–8
e. Tahun : Mei 2015
f. Judul Jurnal : Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat
dengan Kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. H.
Chasan Boesoirie Ternate
BAB III
TINJAUAN KASUS

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


PADA A DENGAN MASALAH nyeri pada ulu hati MASALAH KEP mual dan muntah
(Pertemuan Ke 1 )

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien :

Kondisi pada Tn. A yang berusia 30 tahun mengalami nyeri pada ulu hati
kurang lebih sudah 1 minggu dan mengalami mual dan muntah sehari 3 kali dan
bewarna coklat

2. Diagnosa Keperawatan :

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


3. Tujuan Khusus :
Mengurangi mual dan muntah
4. Tindakan Keperawatan :
Monitor mual dan muntah

B. Strategi komunikasi dalam pelaksanaan tindakan keperawatan


Pemeran :
1. Adan Arya Mangirian : pasien
2. Annisa Muliani : perawat 1
3. Fitri Nurul Afni A : perawat 2
4. Shella Novianingrum : istri pasien

1. Orientasi :
a. Salam terapeutik:
 Perawat 1 :
“Assalamualaikum, permisi bapak saya perawat annisa muliani yang bertugas pada
pagi hari ini, maaf sebelumnya dengan bapak siapa?”
 Tn. A :
 Perawat 1 :
“Biasanya dipanggil dengan bapak siapa ya?”
 Tn A :
 Perawat 1 :
“Baiklan pak adan, bapak datang ke rumah sakit dengan siapa kalau boleh tau?”
 Tn A :
 Perawat 1 :
“Iya pak, nanti istri bapak boleh ikut saya untuk mengisi identitas bapak untuk
melengkapi administrasi”
 Tn. A :

b. Evaluasi/validasi kondisi klien :


 Tn A :
 Perawat 1 :
“Sudah berapa lama nyerinya pak adan?”
 Tn A :
 Perawat 1 :
“Nyeri yang bapak rasakan disebabkan karena apa pak?”
 Tn A :
 Perawat 1 :
“Sejak kapan bapak mengalami muntah?”
 Tn A :
 Perawat 1 :
“Cairan muntahnya bewarna apa pak ?”
 Tn A :
 Perawat 1 :
“Apakah bapak ada alergi terhadap makanan?”
 Tn A :
 Perawat 1 :
“Baiklah kalau begitu, terima kasih atas waktunya bapak, ibu. Nanti akan ada rekan
saya yang akan melakukan pengukuran tanda – tanda vital bapak dan mengukur
skala nyeri yang bapak rasakan sehingga setelah mengetahui hasilnya kami sebagai
petugas medis dapat mengetahui apa tindakan selanjutnya yang dapat kami berikan
kepada bapak. Untuk istri bapak tolong ikut saya untuk melengkapi identitas bapak
untuk proses administrasi.”
 Tn A :
 Perawat 1 :
“Iya pak adan, saya permisi dulu wasssalamualaikum”
 Tn A :

Setelah melakukan evaluasi kondisi klien, perawat 1 melakukan pengkajian data pasien
dengan menanyakan identitas pasien ke keluarga pasien yakni istri pasien

 Perawat 1 :
“Ibu silahkan duduk disini”
 Istri Klien :
 Perawat 1 :
“Boleh saya tahu nama ibu siapa?”
 Istri klien :
 Perawat 1 :
“baik bu, nama panjang bapaknya siapa?, tanggal lahir dimana?, alamat rumah? Dan
umurnya berapa?”
 Istri klien :
 Perawat 1 :
“apakah suami ibu menggunakan kartu BPJS ? “
 Istri Klien :
 Perawat 1 :
“sebelumnya suami ibu pernah berobat kesini?”
 Istri klien :
 Perawat 1 :
“baik bu data bapaknya sudah lengkap terimakasih sudah memberikan infonya. Ibu bisa
kembali menemani suami ibu.”
 Istri klien :
 Perawat 1 :
“iya bu silahkan... “
Setelah dilakukan pengkajian data identitas klien. Perawat 2 datang menemui klien
untuk melakukan pengukuran tanda – tanda vital dan skala nyeri

c. Kontrak : Topik/Waktu/Tempat

 Perawat 2 :
“assalamualaikum, selamat siang. Saya perawat Afni Anggraini. Boleh saya tahu nama
bapak siapa?”
 Tn A :
 Perawat 2 :
“bagaimana perasaan bapak setelah menunggu pemeriksaan selanjutnya oleh saya.?
Adakah yang terjadi saat bapak menunggu tadi.?’
 Tn A :
 Perawat 2 :
“baik bapak adan, disini saya akan melakukan tindakan pengukuran tanda – tanda vital
bapak dan melakukan pengukuran skala nyerii yang bapak rasakan yang bertujuan
untuk mengetahui hasil tanda – tanda vital dan skala nyeri bapak sehingga memudahkan
kami untuk memberikan apa tindakan selanjutnya yang dapat kami berikan kepada
bapak.”
 Tn A :
 Perawat 2 :
“Oke, bapak adan lebih nyaman diperiksa posisi baring atau duduk bapak?”
 Tn A :
 Perawat 2 :
“Oke baik pak, bapak lebih nyaman dengan posisi ranjang yang seperti ini atau mau
saya naikkan?”
 Tn A :
 Perawat 2 :
“Baik pak saya naikkan ya * sambil memutar alat untuk menaikkan ranjang”
 Perawat 2 :
“apakah segini pak ?”
 Tn A :
 Perawat 2 :
“baik pak saya mulai pemeriksaannya pak ya”
 Tn A :

2. Kerja :

a. persiapan alat :
1. Termometer dalam tempatnya
2. Bengkok
3. Tissue
4. Jam tangan berdetik
5. Tensimeter
6. Stetoskop
7. Pena dan buku catatan
8. Sarung tangan

Perawat 2 menutup tirai dan melakukan pemeriksaan

 Perawat 2 :
“permisi bapak, saya buka sedikit lengan baju bapak untuk memeriksa suhu tubuh
bapak. *Dilanjutkan dengan pemeriksaan denyut nadi, frekuensi pernafasan dan
tekanan darah”
 Tn A :
 Perawat 2 :
“ok bapak disini saya akan menanyakan skala nyeri yang bapak rasakan saat ini.
Untuk skala 0 tidak nyeri. Skala nyeri 1-3 berarti Nyeri Ringan (masih bisa
ditahan, aktivitas tak terganggu). Skala nyeri 4-6 berarti Nyeri Sedang (menganggu
aktivitas fisik). Skala nyeri 7-10 berarti Nyeri Berat (tidak dapat melakukan
aktivitas secara mandiri) , untuk skala nyeri yang bapak rasakan di skala nomor
berapa?”
 Tn A :
 Perawat 2 :
“untuk lokasi nyeri yang dirasakan bagian mana pak ?”
 Tn A :
 Perawat 2 :
“pola nyeri yang dirasakan bapak seperti apa? Apakah seperti ditusuk- tusuk atau
disayat – sayat atau bagaimana pak?”
 Tn A :
 Perawat 2 :l
“Lama nyeri yang bapak rasakan berapa menit atau jam pak?”
 Tn A :
 Perawat 2 :
“begitu ya pak.baik pak saya sudah selesai melakukan tindakan.”
 Tn A :
 Perawat 2 :
“Sama – sama bapak ini telah menjadi kewajiban dan tugas kami bapak sebagai
suster.”
 Tn A :
3. Terminasi :

a. Evaluasi respon klien


1). Evakuasi subyektif
 Perawat 2 :
“Bagaimana perasaan bapak setelah saya lakukan tindakan pengukuran tanda –
tanda vital bapak”
 Tn A :
 Perawat 2 :
“Jadi bapak untuk mengurangi rasa nyeri yang bapak rasakan, sebaiknya bapak
mulai sekarang mengatur pola makan lebih teratur. Karena bapak sekarang kurang
nafsu makan saran saya makannya dalam porsi sedikit namun sering agar
mengurangi mual dan muntah bapak, dan juga bapak harus mengurangi
mengkonsumsi minuman kopi karena itu akan berpengaruh pada kesehatan bapak.”
 Tn A :
2). Evaluasi obyektif
 Perawat 2 :
“Baik pak pemeriksaannya sudah selesai untuk hasilnya normal Tekanan darah :
(normal) 110per 80. Suhu tubuh : 360C . Denyut nadi : 70x permenit. Frekuensi
pernafasan : 18x permenit. Dan juga skala nyeri yang dirasa yaitu di skala nomor 4,
lokasi di ulu hati sebelah kanan atas, pola nyeri seperti ditusuk – tusuk dan lama
nyeri berlangsung sekitar 1 – 3 menit”
 Tn A :
 Perawat 2 :
 “Sama – sama pak adan. Apakah bapak masih ingat dengan anjuran yang saya
berikan tadi untuk mengatasi rasa nyeri?”
 Tn A :
 Perawat 2 :
“Sip bapak sekarang sudah mengerti”
b. Tindak lanjut
 Perawat 2 :
“Baik pak untuk tindakan selanjutnya saya belum tahu karena masih ada
pemeriksaan dari dokter apakah penyakit yang diderita bapak ini harus menginap
dirumah sakit atau bisa langsung pulang dengan pemberian obat saja.”
 Tn A :
 Perawat 2 :
“Baiklah pak, karena saya sudah selesai dalam melakukan tindakan, saya permisi
dulu, bapak sangat baik dalam membantu kerjasamanya, dan kalau bapak perlu
bantuan, bapak bisa panggil saya diruang perawat. Dan saya doakan supaya bapak
cepat sembuh. Permisi bapak. Selamat siang.”
 Tn A :
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Komunikasi yang dilakukan kepada pasien yang dalam kondisi gawat darurat yaitu
dengan komunikasi seperti komunikasi terapiotik lain, tetapi dalam hal ini yang lebih di
utamakan dalam mengatasi gawat darurat adalah tindakan yang akan diberikan kepada pasien
harus lebih cepat dan tepat.

4.2 Saran
Meskipun yang lebih diutamakan tindakan gawat darurat, perawat harus tetap
melakukan komunikasi pada pasien, maupun keluarga pasien yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

1. Damaiyanti, Mukharipah.2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik


Keperawatan.Bandung : PT Refika Aditama
2. file:///C:/Users/Ishak/Downloads/105457-ID-hubungan-komunikasi-terapeutik-perawat-
d.pdf
3. https://andyca.wordpress.com/2008/05/06/komunikasi-terapeutik/

Anda mungkin juga menyukai