Anda di halaman 1dari 9

1.

1 Latar Belakang

Komunikasi adalah suatu penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain.
Komunikasi dalam keperawatan memiliki makna tersendiri karena merupakan langkah dalam setiap
pengimplementasian proses keperawatan. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang
dilakukan secara sadar dan terencana yang tujuannya untuk kesembuhan pasien (Nugroho, 2009).

Komunikasi teraupetik mengembangkan hubungan interpersonal antara klien dan perawat (Slamet,
2014). Umumnya komunikasi terapeutik seringkali diabaikan oleh dokter maupun perawat, karena
mereka menganggap bahwa keahliannya hanya untuk menyembuhkan pasien dengan melakukan suatu
tindakan medis. Padahal komunikasi terapeutik sangat diperlukan untuk membangun suatu hubungan
saling percaya antar pasien dengan perawat atau keluarga pasien dengan perawat.

Salah satu dampak dari kurangnya perawat melakukan komunikasi terapeutik yaitu masyarakat kurang
percaya terhadap pelayanan rumah sakit , sehingga akan berdampak buruk juga terhadap kualitas
rumah sakit tersebut. Pasien pertama kali akan bertemu dengan perawat di rumah sakit, pertemuan
pertama itu seharusnya memberikan suatu kesan yang baik.

Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan suatu pelayanan khusus untuk pasien yang mengalami gawat
darurat selama 24 jam non stop. Dengan demikian pelayanan dalam IGD harus dilakukan dengan
semaksimal mungkin, terutama dalam menerapkan komunikasi terapeutik untuk mempercepat
kesembuhan pasien. Di IGD tenaga medis lebih mengutamakan pada tindakan apa yang akan dilakukan
terhadap pasien, sedangkan pelaksanan komunikasi terapeutik sangat kurang baik itu pada klien
maupun keluarga klien. Akibatnya, timbul kurangnya kepuasaan dari pasien atau keluarga pasien
terhadap pelayanan di IGD tersebut. Munculnya masalah tersebut mendorong saya untuk membuat
makalah yang berjudul “Komunikasi Terapeutik pada Klien dan Keluarga di Ruang IGD”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian Gawat Darurat ?

2. Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat ?

3. Aspek psikologis pada Situasi Gaqat Darurat ?

4. SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu)

5. Fase-fase dalam Komunikasi Gawat Darurat

6. Tujuan Komunikasi pada Gawat Darurat

7. Teknik Komunikasi pada Gawat Darurat

8. Prinsip Komunikasi Gawat Darurat


1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui Pengertian dari Gawat Darurat

2. Untuk mengetahui Konsep Dasar Keperawatan pada Gawat Darurat

3. Untuk mengetahui apa saja Aspek Psikologis pada situasi Gawat Darurat

4. SPGDT (Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu)

5. Untuk mengetahui Fase-fase dalam Komunikasi Gawat Darurat

6. Untuk mengetahui Apakah Tujuan dari Komunikasi pada Gawat Darurat

7. Untuk mengetahui Bagaimana Teknik Komunikasi pada Gawat Darurat

8. Untuk mengetahui Apa saja Prinsip Komunikasi Gawat Darurat

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian gawat darurat

Gawat Darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna
penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut (UU no 44 tahun 2009). Gawat darurat
adalah Suatu keadaan yang terjadinya mendadak mengakibatkan seseorang atau banyak orang
memerlukan penanganan / pertolongan segera dalam arti pertolongan secara cermat, tepat dan cepat.
Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan mati atau cacat / kehilangan
anggota tubuhnya seumur hidup.

2.2 Konsep dasar keperawatan gawat darurat

a. Klien Gawat Darurat

Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya
atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya
Mis:Sumbatan Jalan Napas atau distress nafas, Luka Tusuk dada/perut dengan shock dan sesak,
hipotensi / shock.

b. Pasien Gawat Darurat

Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya dan atau
anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapatkan pertolongan secepatnya. Bisanya di
lambangkan dengan label merah. Misalnya AMI (Acut Miocart Infac).

c. Pasien Gawat Tidak Darurat

Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Bisanya di lambangkan
dengan label Biru. Misalnya pasien dengan Ca stadium akhir.

d. Pasien Darurat Tidak Gawat

Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya.
Bisanya di lambangkan dengan label kuning. Misalnya : pasien Vulnus Lateratum tanpa pendarahan.

e. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat

Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya di lambangkan dengan label hijau.
Misalnya : pasien batuk, pilek.

f. Pasien Meninggal
Label hitam ( Pasien sudah meninggal, merupakan prioritas terakhir. Adapun petugas triage di lakukan
oleh dokter atau perawat senior yang berpengalaman dan petugas triage juga bertanggung jawab dalam
operasi,pengawasan penerimaan pasien dan daerah ruang tunggu.

Selain dari penjelasan di atas di butuhkan pemahaman dampak atau psikologis pada saat keadaan gawat
darurat.

2.3 Aspek psikologis pada situasi gawat darurat

a. Cemas

Cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang
difius, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat,
palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung
bervaniasi, pada setiap orang tidak sama.

b. Histeris

Dalam penggunaan sehari-hari nya histeria menjelaskan ekses emosi yang tidak terkendali. Orang yang
"histeris" sering kehilangan kontrol diri karena ketakutan yang luar biasa karena suatu kejadian atau
suatu kondisi

c. Mudah marah

Hal ini terjadi apabila seseorang dalam kondisi gelisah dan tidak tahu apa yang harus di perbuat

2.4 SPGDT (sistem penanggulangan gawat darurat terpadu)

SPGDT (sistem penanggulangan gawat darurat terpadu) adalah suatu sistem pelayanan penderita gawat
darurat yang terdiri dari unsur pelayanan pra rumah sakit,pelayanan di rumah sakit dan pelayanan antar
rumah sakit. Pelayanan berpedoman pada respon cepat yang menekankan time saving is life saving.
yang melibatkan pelayanan oleh masyarakat awam umum, awam khusus, petugas medis, pelayanan
ambulan gawat darurat dan sistem komunikasi.

a. Fase pra rumah sakit

Fase pelayanan pra rumah sakit adalah pelayanan kepada penderita gawat darurat yang melibatkat
masyarakat atau orang awam dan petugas kesehatan. Pada umunya yang pertma yang menemukan
pendrita gawat darurat di tempat musibah adalah masyarakat ynag dikenl oleh orang awam. Oleh
karena bermanfaat bila orang awam diberi dan dilatih pengetahuan dan keterampilan
penanggulanganan gawat darurat. Komunikasi ynag dilkukan pada fase pra rumah sakit yaitu dengan
meyakin warga bahwa seorang perawat, mengecek kesadaran korban dengan menmanggil nama
korban, menghubungi organisasi gawat darurat terdekat untuk pertolongan lanjut ke rumah sakit.

Contoh : di jalan terjadi kecelakaan kemudian penderita gawat darurat ditolong masyarakat yang telah
mendapatkan pelatihan untuk gawat darurat, warga tadi menolong penderita gawat darurat
mengamankan korban di tempat yang lebih aman, melakukan pertolongan di tempat kejadian seperti
menolong menghentikan pendarahan, kemudian melaporkan korban ke organisasi pelayanan
kegwatdaruratan terdekat, pengangkutan untuk pertolongan lanjut dari tempat kejadian ke rumah sakit.

b. Fase pelayanan rumah sakit

Fase pelayanan rumah sakit adalah fase pelayanan yang melibatkan tenagan kesehatn yang dilakukan di
dalam rumh sakit seperti pertolonga di unit gawat darurat. Komunikasi yang dilakukan pada tahap ini
sama dengan komunikasi terapeutik, tetapi dalam hal ini tindakan yang cepat dan tepat lebih utama
dilakuka kepada korban.

Contoh : ada korban kecelakaan yang menglami pendarahan masuk ke UGD, perawat menayakan
identitas klien kemudian melakukan pemasangan infus untuk menganti cairan yang keluar, dengan
menjelaskan tujuan pemasangan infus dengan sigkat dan jelas.

c. Pelayanan antar rumah sakit ( rujukan )

Fase pelayanan antar rumah sakit ( rujukan ) adalah fase pelayanan yang melibatkan petugas kesehatan
dengan petugas kesehatan rumah sakit lain atau rumah sakit satu dengan rumah sakit yang lain sebagai
rujukan. Tindakan ini dilakukan apabila korban membutuhkan penanganan lebih lanjut tetapi rumah
sakit yang pertama tidak bisa memberi pertolonan sehinga dirujuk ke rumah sakit lain yang bisa
menanggani krban sebut.

Contoh : korban kecelakaan parah di bawa ke salah satu rumah sakit tetap dirumhsakit tersebut tidak
terdapat peralatan yng harus digunakan segera untuk pertolongan, kemudian rumahsakit tersebut
menghubungi rumah sakit lain yang lebih cepat menganani , setelah itu pasien di kirim ke rumah sakit
yang telah di hubungi tadi.

2.5 Fase fase dalam komunikasi gawat darurat

Fase komunikasi terapeutik terdiri dari 4 fase, yaitu

1. Fase Pra-Interaksi
Fase pra-interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasi perasaan,
fantasi dan ketakutannya sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk melakukan hubungan dengan
klien dapat dipertanggungjawabkan. Pra-interaksi :

a. Eksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri.

b. Analisa kekuatan-kelemahan professional.

c. Dapatkan data tentang klien jika mungkin.

d. Rencanakan pertemuan pertama.

2. Fase Orientasi

Tahap dimana seorang perawat menggali keluhan-keluhan yang dirasakan oleh klien atau pasien dengan
tanda dan gejala yang lain untuk memperkuat diagnosa keperawatan. Fase orientasi terdiri dari:

a. Pengenalan

b. Persetujuan Komunikasi

c. Program Orientasi yang meliputi :

1. Penentuan batas hubungan

2. Pengidentifikasian masalah

3. Mengkaji tingkat kecemasan diri sendiri dan pasien

4. Mengkaji apa yang diharapkan

3. Fase Kerja

Fase kerja ini perawat mengimplementasikan rencana keperawatan yang dibuat pada tahap orientasi,
perawat juga membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatan kemandirian dan tanggungjawab diri
sendiri.

4. Fase Terminasi

Fase terminasi merupakan fase persiapan mental untuk membuat perencanaan tentang kesimpulan
pengobatan yang telah didapatkan. Dan juga berfungsi untuk mengantisipasi masalah yang akan timbul.
Pada tahap ini interaksi akan diakhiri.
2.6 Tujuan komunikasi pada gawat darurat

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antar perawat dan
klien melalui hubungan perawat dan klien. Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi
dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).

Tujuan komunikasi terapeutik pada klien gawat darurat menciptakan kepercayaan antara perawat
dengan klien yang mengalami kondidi kritis atau gawat darurat dalam melakakan tindakan, sehingga
klien cepat tertolong dan tidak terjadi hal yang fatal.

2.7 Tehknik komunikasi pada gawat darurat

a. Mendengarkan

Perawat harus berusaha untuk mendengarkan informasi yang disampaikan oleh klien dengan penuh
empati dan perhatian. Ini dapat ditunjukkan dengan memandang kearah klien selama berbicara,
menjaga kontak pandang yang menunjukkan keingintahuan, dan menganggukkan kepala pada saat
berbicara tentang hal yang dirasakan penting atau memerlukan ummpan balik. Teknik dimaksudkan
untuk memberikan rasa aman kepada klien dalam mengungkapkan perasaan dan menjaga kestabilan
emosi klien.

b. Menunjukkan penerimaan

Menerima bukan berarti menyetujui, melainkan bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa
menunjukkan sikap ragu atau penolakan. Dalam hal ini sebaiknya perawat tidak menunjukkan ekspresi
wajah yang menunjukkan ketidaksetujuan atau penolakan. Selama klien berbicara sebaiknya perawat
tidak menyela atau membantah. Untuk menunjukkan sikap penerimaan sebaiknya perawat
menganggukkan kepala dalam merespon pembicaraan klien.

c. Mengulang Pernyataan Klien

Dengan mengulang pernyataan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui
bahwa pesannya mendapat respond an berharap komunikasi dapat berlanjut. Mengulang pokok pikiran
klien menunjukkan indikasi bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.

d. Klarifikasi

Apabila terjadi kesalahpahaman, perawta perlu mengehentikan pembicaraan untuk meminta penjelasan
dengan menyamakan pengertian. Ini berkaitan dengan pentingnya informasi dalam memberikan
pelayanan keperawatan. Klarifikasi diperlukan untuk memperoleh kejelasan dan kesamaan ide,
perasaan, dan persepsi
e. Menyampaikan Hasil Pengamatan

Perawat perlu menyampaikan hasil pengamatan terhadap klien untuk mengetahui bahwa pesan dapat
tersampaikan dengan baik. Perawat menjelaskan kesan yang didapat dari isyarat nonverbal yang
dilakukan oleh klien. Dengan demikian akan menjadikan klien berkomunikasi dengan lebih baik dan
terfokus pada permasalahan yang sedang dibicarakan

2.8 Prinsip komunikasi gawat darurat

Ciptakan lingkungan terapeutik dengan menunjukan prilaku dan sikap

a. Caring ( sikap pengasuhan yang ditnjukan peduli dan selalu ingin memberikan bantuan)

b. Acceptance (menerima pasien apa adanya)

c. Respect (hormatati keyakinan pasien apa adanya)

d. Empaty (merasakan perasaan pasien)

e. Trust (memberi kepercayaan)

f. Integrity (berpegang pd prinsip profesional yang kokoh)

g. Identifikasikan bantuan yang diperlukan

h. Terapkan teknik komunikasi: terfokus, bertanya, dan validasi

i. Bahasa yang mudah dimengerti

j. Pastikan hubungan profesional dimengerti oleh pasien/keluarga

k. Motivasi dan hargai pendapat & respon klien

l. Hindari: menyalahkan, memojokkan, dan memberikan sebutan yang negatif

Daftar Pustaka

Damaiyanti, Mukharipah.2008. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan.Bandung : PT Refika


Aditama

Indah ferdi.2014.SPGDT(sistem penangulangan gawat darurat)

Thamiiaaa. 2013. KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


Oktafiani.2013.Keperawatan Gawat Darurat

Anda mungkin juga menyukai