Anda di halaman 1dari 20

PERAN PERAWAT SAAT BENCANA

DAN KONSEP TRIAGE BENCANA


GROUP 1:
• Abusiri (161.0001)
• Desika Putri D (161.0023)
• Ika Putri Nur A (161.0045)
• Meilasari Sukmayani (161.0061)
• Sisila Kurniawati (161.0097)
• Widya Armadhestia (161.0107)
Definisi Bencana
Bencana adalah peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang
mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta
memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna
sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar (Depkes RI).
Dalam konsep penanganan bencana seorang perawat harus dapat
mempertahankan konsistensi dan idealismenya dalam meletakkan posisi
perawat dan konsep keperawatan dalam fase sebelum, saat maupun
sesudah bencana dalam komunitas.
Peran perawat saat bencana
1. Fase Pre impact (sebelum)
Merupakan warning phase , tahap awal dari bencana.
Informasi didapat dari badan satelit dan meteorologi cuaca.
Seharusnya pada fase inilah segala persiapan dilakukan baik
oleh pemerintah, lembaga, dan warga masyarakat.
Posisi perawat sendiri dalam manajemen bencana fase
ini adalah sebagai tenaga medis formal yang bekerja dalam
disiplin ilmunya atau tenaga medis informal yang dapat
sewaktu-waktu melayani masyarakat.
Peran Perawat Pada Fase Pre-Impact :
1. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam
penanggulangan bencana untuk setiap fasenya.
2. Perawat ikut serta dalam berbagai dinas pemerintahan , organisasi lingkungan,
palang merah nasional, maupun lembaga-lembaga penyuluhan dan simulasi
persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat.
3. Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan
masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi hal-hal berikut:
 Usaha pertolongan diri sendiri ( pada masyarakat tersebut)
 Pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga
yang lain.
 Pembekalan informasi tentang bagaimana menyiapkan dan membawa persediaan
makanan dan penggunaan air yang aman.
 Perawat juga dapat memberikan alamat atau nomor telfon darurat, seperti
pemadam kebakaran, rumah sakit dan ambulance.
 Memberi informasi tenpat-tempat alternatif penampungan/ posko-posko bencana.
 Memberikan informasi mengenai peralatan yang disediakan
2. Fase Impact (Saat)
Merupakan fase terjadinya klimaks dari bencana. Inilah saat-saat dimana manusia
sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup (survive). Posisi perawat   dalam fase
impact adalah sebagai bagian dari komunitas dalam masyarakat yang mampu menjadi
katalisator untuk mengatasi persoalan medis dan non medis pertolongan bencana.

Peran Perawat dalam Fase Impact


• Bertindak cepat
• Don’t promise(Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti, tidak
memberikan harapan yang besar bagi para korban)
• Berkonsentrasi penuh terhadap tindakan yang dilakukan.
• Coordination and create leadership (Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan)
3. Fase Postimpact (Setelah)

Merupakan saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan dari fase darurat, juga tahap
dimana masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi komunitas normal. Dalam fase
postimpact ini para korban akan mengalami tahap respon psikologis mulai penolakan,
marah, tawar-menawar, depresi hingga penerimaan. Posisi perawat fase ini adalah sebagai
team kesehatan yang bekerja sama dengan lintas sektoral lainnya menangani masalah
kesehatan dan sebagai model untuk penyembuhan trauma masyarakat pasca bencana.
Peran Perawat dalam Fase Post-impact
bekerja sama dengan unsur lintas sektor menangani masalah kesehatan masyarakat
pasca gawat daruratserta mempercepat fase pemulihan (recovery) menuju keadaan
sehat dan aman.
KONSEP TRIAGE BENCANA
Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban yang membutuhkan stabilisasi
segera (perawatan di lapangan) dan mengidentifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan
dengan pembedahan darurat (life-saving surgery).
Dalam aktivitasnya, digunakan kartu merah, hijau dan hitam sebagai kode identifikasi korban,
seperti berikut.
1. Merah
Sebagai penanda korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan korban yang mengalami:
▪ Syok oleh berbagai kausa
▪ Gangguan pernapasan
▪ Trauma kepala dengan pupil anisokor
▪ Perdarahan eksternal massif
Pemberian perawatan intensif ditujukan bagi korban yang mempunyai kemungkinan hidup lebih
besar, sehingga setelah perawatan di lapangan ini penderita lebih dapat mentoleransi proses
pemindahan ke Rumah Sakit, dan lebih siap untuk menerima perawatan yang lebih invasif.
Triase ini korban dapat dikategorisasikan kembali dari status “merah” menjadi “kuning”
(misalnya korban dengan tension pneumothorax yang telah dipasang drain thoraks (WSD).
2. Kuning
Sebagai penanda korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi
perawatan dapat ditunda sementara. Termasuk dalam kategori ini:
▪ Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma
abdomen)
▪ Fraktur multipel
▪ Fraktur femur / pelvis
▪ Luka bakar luas
▪ Gangguan kesadaran / trauma kepala
▪ Korban dengan status yang tidak jelas
Semua korban dalam kategori ini harus diberikan infus, pengawasan
ketat terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi, dan diberikan
perawatan sesegera mungkin.
3. Hijau,
Sebagai penanda kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan
atau pengobatan dapat ditunda, mencakup korban yang mengalami:
▪ Fraktur minor
▪ Luka minor, luka bakar minor
▪ Korban dalam kategori ini, setelah pembalutan luka dan atau pemasangan
bidai dapat dipindahkan pada akhir operasi lapangan.
▪ Korban dengan prognosis infaust, jika masih hidup pada akhir operasi
lapangan, juga akan dipindahkan ke fasilitas kesehatan.
4. Hitam
Sebagai penanda korban yang telah meninggal dunia.

Triase lapangan dilakukan pada tiga kondisi:


1. Triase di tempat (triase 1)
2. Triase medik (triase 2)
3. Triase evakuasi (triase 3)
Triase di Tempat

Triase di tempat dilakukan di “tempat korban


ditemukan” atau pada tempat penampungan yang
dilakukan oleh tim Pertolongan Pertama atau Tenaga
Medis Gawat Darurat.
Triase di tempat mencakup pemeriksaan, klasifikasi,
pemberian tanda dan pemindahan korban ke pos
medis lanjutan.
Triase Medik

Triase ini dilakukan saat korban memasuki pos


medis lanjutan oleh tenaga medis yang
berpengalaman (sebaiknya dipilih dari dokter yang
bekerja di Unit Gawat Darurat, kemudian ahli
anestesi dan terakhir oleh dokter bedah).
Tujuan triase medik adalah menentukan tingkat
perawatan yang dibutuhkan oleh korban.
Triase Evakuasi

Triase ini ditujukan pada korban yang dapat


dipindahkan ke Rumah Sakit yang telah siap menerima
korban bencana massal. Tenaga medis di pos medis
lanjutan dengan berkonsultasi dengan Pos Komando
dan Rumah Sakit tujuan berdasarkan kondisi korban
akan membuat keputusan korban mana yang harus
dipindahkan terlebih dahulu, Rumah Sakit tujuan, jenis
kendaraan dan pengawalan yang akan dipergunakan.
Triase Gawat Darurat

1. Pelaksana triase, terdiri dari seorang dokter


yang telah berpengalaman (Dokter yang
bekerja di UGD RS, ahli anestesi / ahli bedah).

2. Dibantu oleh perawat, Tenaga Medis Gadar,


atau tenaga pertolongan pertama.
Triase Non Gawat Darurat

1. Pelaksana triase adalah perawat yang berpengalaman,


Perawat /Tenaga Medis Gawat Darurat.

2. Dibantu oleh tenaga Pertolongan Pertama.

3. Petugas administrasi (diambil dari tenaga Pertolongan


Pertama).
TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai