Anda di halaman 1dari 9

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Tugas pertemuan pertama

dosen pengampu : Ns. Winasari Dewi., M.Kep.

Nama : amy nuraeny


NIM : 201FK06035
Tingkat 3 Kelas B

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN FAKULTAS


KEPERAWATAN UNIVERSITAS BHAKTI
KENCANA GARUT 2023
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
1. Konsep, Tujuan dan Prinsip Keperawatan Gawat Darurat
a. Konsep Keperawatan Gawat Darurat
Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan
medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut
(UU no 44 Tahun 2009). Gawat darurat adalah suatu keadaan yang terjadinya
mendadak mengakibatkan seseorang atau banyak orang memerlukan
penanganan/pertolongan segera dalam arti pertolongan secera cermat, tepat dan
cepat. Apabila tidak mendapatkan pertolongan semacam itu maka korban akan
mati atau cacat/kehilangan anggota tubuhnya seumur hidup (Saanin, 2012).
Keadaan darurat adalah keadaan yang terjadinya mandadak . sewaktu – waktu
atau kapan saja terjadi dimana saja dan dapat menyangkut siapa saja sebagai
akibat dari suatu kecelakaan, suatu proses medis atau perjalanan suatu penyakit
(Saanin, 2012)
Keperawatan gawat darurat atau emergency nursing merupakan pelayanan
yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau sakit yang
mengancam kehidupan. Kegawatdaruratan medis dapat diartikan menjadi suatu
keadaan cedera atau sakit akut yang membutuhkan intervensi segera untuk
menyelamatkan nyawa atau mencegah kecacatan serta rasa sakit pada pasien.
Pasien gawat darurat merupakan pasien yang memerlukan pertolongan segera
dengan tepat dan cepat untuk mencegah terjadinya kematian atau kecacatan.
Dalam penanganannya dibutuhkan bantuan oleh penolong yang profesional.
Derajat kegawatdaruratan serta kualitas dari penanganan yang diberikan
membutuhkan keterlibatan dari berbagai tindakan tingkatan pelayanan, baik dari
penolong pertama, teknisi kesehatan kegawatdaruratan serta dokter
kegawatdaruratan itu sendiri. Respon terhadap keadaan kegawatdaruratan medis
bergantung kuat pada situasinya. Keterlibatan pasien itu sendiri serta ketersediaan
sumber daya untuk menolong. Hal tersebut beragam tergantung dimana peristiwa
kegawatdaruratan itu terjadi, diluar atau didalam rumah sakit (Caroline, 2013).
Karakteristik keperawatan gawat darurat:
1) Tingkat kegawatan dan jumlah pasien sulit diprediksi
2) Keterbatasan waktu, data dan sarana: pengkajian, diagnosa dan tindakan
3) Keperawatan diberikan untuk seluruh usia
4) Tindakan memerlukan kecepatan dan ketepatan tinggi
5) Saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan

b. Tujuan Keperawatan Gawat Darurat


1) Tujuan pelayanan gawat darurat
kondisi gawat darurat dapat terjadi dimana saja, baik pre hospital maupun in
hospital ataupun post hospital, oleh karena itu tujuan dari pertolongan gawat
darurat ada tiga yaitu:
a) Pre Hospital
Rentang kondisi gawat darurat pada pre hospital dapat dilakukan orang
awam khusus ataupun petugas kesehatan diharapkan dapat melakukan
tindakan penanganan berupa:
(1) Menyingkirkan benda – benda berbahaya ditempat kejadian yang
berisiko menyebabkan jatuh korban lagi, misalnya pecahan kaca
yang masih menggantung dan lain – lain
(2) Melakukan triase atau memilih dan menentukan kondisi gawat
darurat serta memberikan pertolongan pertama sebelum petugas
kesehatan yang lebih ahli datang untuk membantu
(3) Melakukan fiksasi atau stabilisasi sementara
(4) Melakukan evakuasi yaitu korban dipindahkan ketempat yang lebih
aman atau dikirim kepelayanan kesehatan yang sesuai kondisi
korban
(5) Mempersiapkan masyarakat awam khusus dan petugas kesehatan
melalui pelatihan siaga terhadap bencana
b) In Hospital
Kondisi gawat darurat in hospital dilakukan tindakan menolong korban
oleh petugas kesehatan. Tujuan pertolongan dirumah sakit adalah:
(1) Memberikan pertolongan profesional kepada korban bencana sesuai
dengan kondisinya.
(2) Memberikan Bentuan Hidup Dasar (BHD) dan Bantuan Hidup
Lanjut (BHL)
(3) Melakukan stabilisasi dan mempertahankan hemodinamika yang
akurat.
(4) Melakukan rehabilitasi agar produktifitas korban setelah kembali ke
masyarakat setidaknya setara bila dibanding bencana menimpanya
(5) Melakukan oendidikan kesehatan dan melatih korban mengenali
kondisinya dengan segala kelebihan yang dimiliki
c) Post Hospiptal
Kondisi gawat darurat post hospital hampir semua pihak menyatakan
sudah tidak ada lagi kondisi gawat darurat padahal kondisi gawat darurat
ada yang terjadi setelah diberikan pelayanan dirumah sakit, contohnya
korban perkosa. Korban perkosa mengalami gangguan trauma psikis
yang mendalam seperti merasa tidak berharga, harga diri rendah,
sehingga mengambil jalan pintas dengan mengakhiri hidupnya sendiri.
Tujuan diberikan pelayanan dalam rentang post hospital adalah:
(1) Mengambalikan rasa percaya diri pada korban
(2) Mengambalikan rasa harga diri yang hilang sehingga dapat tumbuh
dan berkembang

(3) Meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada orang – orang


terdekat dan masyarakat yang lebih luas
(4) Mengembalikan pada permanen sistem sebagai tempay kehidupan
nyata korban
(5) Meningkatkan persepsi terhadap realitas kehidupannya pada masa
yang akan datang(Hurabarat & Putra, 2016)
2) Tujuan penanggulangan gawat darurat
a) Mencegah kematian dan cacat pada pasien gawat darurat, hingga dapat
hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat
b) Merujuk pasien gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh
penanganan yang lebih memadai
c) Penanggulangan korban bencana. Penolong harus mengetahui penyebab
agar dapat mencegah kematian. Berikut ini penyebab kematian diantara
lain:
(1) Mati dalam waktu singkat (4-6 menit)
(2) Kegagalan sistem otak
(3) Kegaglan sistem pernafasan
(4) Kegagalan sistem kardiovaskuler
(5) Mati dalam waktu lebih lama (perlahan – lahan)
(6) Kegagalan sistem hati
(7) Kegagalan sistem ginjal ( perkemihan)
(8) Kegagalan sistem pangkreas (krisanty et al., 2016)

c. Prinsip Keperawatan Gawat Darurat


Prinsip pada penanganan penderita gawat darurat harus cepat dan tepat serta harus
dilakukan segera oleh setiap orang yang pertama menemukan/mengetahui (orang
awam, perawat, para medis, dokter), baik didalam maupun diluar rumah sakit
karena kejadian inidapat terjadi setiap saat dan menimpa siapa saja.
1) Bersikap tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik).
2) Sadar peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi
3) Melakukan pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang mengancam
jiwa(henti napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan).
4) Melakukan pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara
menyeluruh.Pertahankan korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada
ortopnea), lindungikorban dari kedinginan.
5) Jika korban sadar jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk menenangkan
danyakinkan akan ditolong.
6) Hindari mengangkat atau memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika
hanyaada kondisi yang membahayakan.
7) Jangan di beri minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan
tindakananastesi umum dalam waktu dekat.
8) Jangan dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai
dilakukandan terdapat alat transportasi yang memadai.

2. Prinsip Utama Pertolongan Korban Gawat Darurat


Prinsip pada penanganan penderita gawat darurat harus cepat dan tepat serta harus
dilakukan segera oleh setiap orang yang pertama menemukan/mengetahui (orang
awam, perawat, para medis, dokter) baik di dalam maupun di luar rumah sakit karena
kejadia ini dapat terjadi setiap saat dan menimpa siapa saja.
Prinsip utama pertolongan korban adalah menyelamatkan pasien dari kematian
pada kondisi gawat darurat. Kemudia filosofi dalam dari pertolongan korban adalah
“Time Saving is Life Saving”, dalam artian bahwa seluruh tindakan yang dilakukan
pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar – benar efektif dan efisien.
Langkah-langkah dasar dikenal dengan singkatan A-B-C-D (Airway-Breathing
Circulation-Disability). Ke empat poin tersebut adalah poin-poin yang harus sangat
diperhatikan dalam penanggulangan pasien dalam kondisi gawat darurat.

3. Konsep SPGDT ( Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu )


pengendalian gawat darurat terpadu adalah mekanisme yang dirancang untuk
memberikan pertolongan pada korban bencana atau gawat darurat untuk mencegah
kematian atau kerusakan organ sehingga produktifitasnya dapat didipertahankan
setara sebelum terjadinya bencana atau peristiwa gawat darurat.
System penanggulangan gawat darurat (SPGDT) mengacu pada pertolongan harus
cermat, tepat, dan cepat agar korban tidak mati atau cacat maka harus ditangani secara
bersama dan terpadu, oleh berbagai komponen penolong atau pertolongan. Ini berarti
penanganan harus dilakukan multi disiplin, multi profesi dan multi sektor meliputi:
a. Penanganan terhadap korban banyak penyelarnatan jiwa
b. Dilakukan oleh penolong dan pertolongan banyak
c. Terjalin komunikasi dan koordinasi yang terkendali
d. Menyangkut transportasi korban
e. Tempat-tampat rujukan

Dalam SPGDT terdapat beberapa fase yaitu: Fase Deteksi, Fase Subpresi, Fase Pra
Rumah sakit, Fase Rumah sakit dan Fase Rehabilitasi. Fase-fase ini dapat berjalan
dengan baik bila ada ketersediaan sumber-sumber yang memadai. Beberapa referensi
ada pula yang menyebutkan bahwa SPGDT dibagi menjadi 3 subsistem, yaitu : sistem
pelayanan Pra Rumah Sakit, sistem pelayanan di Rumah Sakit, sistem pelayanan antar
rumah sakit. Ketiga subsistem ini bersifat saling terkait didalam pelaksanaannya. Pada
pelaksanaanya bergantung kepada kebijakan Negara yang bersangkutan.
a. Fase Deteksi
Pada fase deteksi ini dapat diprediksi beberapa hal diantaranya adalah
frekuensi kejadian, penyebab, korban, tempat rawan, kualitas kejadian dan
dampaknya. Misalnya terkait dengan kecelakaan lalu lintas, maka dapat
diprediksi : frekuensi, Kecelakaan Lalu Lintas (KLL), Buruknya kualitas “Helm”
sepeda motor yang dipakai, Jarangnya orang memakai “Safety Belt”, tempat
kejadian tersering dijalan raya yang padat atau dijalan protocol, korban
kecelakaan mengalami luka mengalami luka diberbagai tempat atau multiple
injuries. Contoh lain bila terkait dengan bencana alam, maka dapat diprediksi:
daerah rawan gempa, frekuensi gempa, jenis bangunan yang sering hancur,
kelompok korban, dan jenis bantuan tenaga kesehatan yang paling dibutuhkan
pada korban gempa. Melatih tenaga kesehatan dan awam untuk pengelolaan
korban gawat darurat. Pelatihan dapat berbentuk BTCLS in Disaster, PPGD-ON
(Pengelolaan Pasien Gawat Darurat Obstetric Neonatus) untuk bidan, antisipasi
Serangan Jantung dan CADR (Community action & Disaster Response ) untuk
pengawal pribadi, pasukan keamanan/ polisi, pecinta alam, guru olahraga/ senam
atau pelatihan Dasi pena (Pemuda Siaga Pencana) untuk Senkom, pramuka,
pemuda dan tokoh masyarakat.
b. Fase Sebpresi
Kalau kita dapat memperediksi yang dapat menyebabkan kecelakaan atau
erjadi bencana yang dapat menimbulkan korban masal maka kita dapat
melakukan supresi. Supresi atau menekan agar terjadi penurunan korban gawat
darurat dilakukan dengan berbagai cara: perbaikan kontruksi jalan, peningkatan
pengetahuan peraturan lalu lintas, perbaikan kualitas “Helm” pengetatat melalui
UU lalu lintas atau peraturan ketertiban berlalu lintas, pengetatan peraturan
keselamatan kerja, peningkatan patroli keamanan atau membuat pemeriksaan
daerah bencana.
a. Fase Pra Rumah Sakit
Pada fase ini keberhasilan begantung pada beberapa komponen yaitu: akses
masyarakat ke petugas terlatih atau petugas kesehatan terlatih, atau akses petugas
terlatih atau petugas kesehatan terlatih kekorban, komunikasi dan jaringan
komunikasi yang dapat dimanfaatkan, serta ketersediaan gawat darurat. Pada fase
ini keberhasilan korban gawat darurat salah satunya bergantung adanya akses.
Akses dari masyarakat kedalam sistem adalah yang paling penting, karena kalau
masyarakat tidak dapat minta tolong maka SPGDT yang paling baikpun tidak ada
gunanya bagi korban yang memerlukan pertolongan. Mengingkat wilayah
Indonesia sangat bervariatif maka setiap provinsi atau kabupaten/kota perlu
memiliki nomor yang mudah dihapal yang mudah dihubungan untuk minta
pertolongan. Saluran informasi yang dapat diakses bila memerlukan bantuan
pertolongan gawat darurat atau bencana dimasyarakat diantaranya: polisi,
pemadam kebakaran, dinas kesehatan, rumah sakit atau ouskesmas terdekat yang
dikoordinir oleh badan penaggulangan bencana setempat.
Ada 3 subsistem dalam pelayanan kesehatan pada SPGDT:
(1) Sistem pelayanan Pra Rumah Sakit, sistem pelayanan di Rumah Sakit dan
sistem pelayanan antar Rumah Sakit. Pada sistem pelayanan medic pra
rumah sakit terdapat public safety center atau Desa Siaga, Brigade Siaga
Bencana, Pelayanan Ambulance, Komunikasi, Ambulan dan masyarakat
awam yang belum digarap secara serius oleh pemerintah.
(2) Sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dalam pelaksanaan sistem
pelayanan kesehatan di rumah sakit yang diperlukan adalah penyediaan
sarana, prasarana, dan SDM yang terlatih. Semua hal tersebut diatas harus
tersedia unit kerja yang ada di RS. Seperti di UGD, ICU, Ruang rawat inap,
laboratorium, Xray room, farmasi, klinik gizi, dan ruang penunjang yang
lainnya serta kamar mayat, dan lainnya. Dalam pelaksanaan pelayanan medic
di rumah sakit untuk korban bencana diperlukan : hospital Disaster Plan, Unit
Gawat Darurat, Brigade Siaga Bencana Rumah Sakit, High Care Unit, dan
kamar jenazah.
(3) Sistem pelayanan kesehatan antar rumah sakit. Sistem pelayanan kesehatan
antar rumah sakit harus berbentuk jejaring rujukan yang dibuat berdasarkan
kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan, baik dari segi
kualitas maupun kuantitas untuk menerima pasien. Misal di Jakarta bila ada
bencana bila ada patah tulang pasien dapat dirujuk ke RS Fatmawati. Ini
semua sangat berhubungan dengan kemampuan SDM, fasilitas medis yang
tersedia di rumah sakit tersebut. Agar sistem ini dapat memberikan pelayanan
yang baik memerlukan sistem ambulan yang baik dan dibawa oleh SDM
yang terlatih dan khusus menangani keadaan darurat. Dalam pelayanan
kesehatan antar rumah sakit: pelayanan fiksasi dan evakuasi, transportasi dan
rujukan, dan pengelolaan lalu lintas untuk transportasi dan rujukan.

4. Konsep EWS ( Early Warning System )


Early Warning Score (EWS) merupakan sistem scoring pendeteksian dini atau
peringatan dini untuk mendeteksi adanya perburukan keadaan pasien. Perawat sebagai
pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan harus melakukan pengkajian
secara terfokus dan mengobsevasi tanda vital agar dapat menilai dan mengetahui
resiko terjadinya perburukan pasien, mendeteksi dan merespon dengan mengaktifkan
emergency call. Dengan demikian tenaga kesehatan khususnya perawat harus
menguasai konsep penerapan EWS dengan baik. Penelitian ini berguna mengetahui
persepsi perawat terhadap pelaksanaan EWS. Design penelitian bersifat kuantitatif
dengan menggunakan metode penelitian deskriptif non eksperimen terhadap 68
responden dengan variable tunggal. Hasil penelitian persepsi perawat terhadap EWS
dalam kategori baik sedangkan persepsi perawat terhadap pelaksanaan EWS pada
level cukup baik. Penelitian ini dapat menjadi evaluasi bagi rumah sakit untuk
mempersiapkan tenaga medisnya lebih baik lagi dalam pendeteksian perburukan
keadaan pasien.
Aspek Yang Di nilai / Parameter
Early Warning Score (EWS) system adalah suatu sistem permintaan bantuan untuk
mengatasi masalah kesehatan pasien secara dini. EWS didasarkan atas penilaian
terhadap perubahan keadaan pasien melalui pengamatan yang sistematis terhadap
semua perubahan fisiologi pasien.
Sistem ini merupakan konsep pendekatan proaktif untuk meningkatkan keselamatan
pasien dan hasil klinis pasien yang lebih baik dengan standarisasi pendekatan asesmen
dan menetapkan skoring parameter fisiologis yang sederhana dan mengadopsi
pendekatan ini dari Royal College of Physicians – National Health Services, 2012.
Ketika seorang pasien mendadak sakit dan datang ke rumah sakit, atau kondisi
memburuk tiba-tiba selama di rumah sakit, maka waktu adalah penting dan respon
klinis yang cepat dan efisien diperlukan untuk optimalisasi hasil klinis yang
diharapkan.
Bukti saat ini menunjukkan bahwa tiga serangkai yaitu :
a. Deteksi dini,
b. Ketepatan waktu merespon, dan
c. Kompetensi respon klinis, sangat penting untuk menentukan hasil klinis yang
diharapkan.
EWS sistem menggunakan pendekatan sederhana berdasarkan dua persyaratan utama
yaitu:
a. Metode yang sistematis untuk mengukur parameter fisiologis sederhana pada
semua pasien untuk memungkinkan identifikasi awal pasien yang mengalami
penyakit akut atau kondisi perburukan, dan
b. Definisi yang jelas tentang ketepatan urgensi dan skala respon klinis yang
diperlukan, disesuaikan dengan beratnya penyakit.
Format penilaian EWS dilakukan berdasarkan pengamatan status fisiologi pasien.
Pengamatan ini merupakan pengamatan yang bisa dilakukan oleh perawat, dokter
ataupun tenaga terlatih lainnya. Parameter yang dinilai dalam EWS mencakup 7
(tujuh) parameter yaitu:
a. Tingkat kesadaran
b. Respirasi/Pernafasan
c. Outpun cairan
d. Oksigen tambahan (non-rebreathing mask, rebreathing mask, nasal kanula)
e. Suhu
f. Denyut nadi
g. Tekanan darah sistolik
Parameter ini sudah rutin diukur dan dicatat dalam rekam medis pada grafik observasi
pasien disetiap rumah sakit. Masing – masing parameter akan dokonversikan dalam
bentuk angka, dimana makin tinggi nilainya maka makin abnormal keadaan pasien
sehingga menjadi indikasi untuk dilakukan tindakan pertolongan sesegera mungkin.

5. Konsep Code Blue


Code blue adalah isyarat yang digunakan dalam rumah sakit yang menandakan
adanya seseorang yang menandakan mengalami serangan jantung ( Cardiac Arrest )
gagal nafas akut (Respiratory Arrest) dan situasi darurat lainnya yang menyangkut
dengan nyawa pasien. Dalam bahasa aslinya berbunyi sebagai berikut,"Code Blue is a
declaration of or a state of medical emergency and call for medical personnel and
equipment to attempt to resuscitate a patient especially when in cardiac arrest or
respiratory distress or failure". Code Blue merupakan stabilisasi kondisi gawat darurat
medis yang terjadi di dalam area sakit. Kondisi darurat medis ini membutuhkan
perhatian segera. Code blue terdiri dari dokter dan paramedis untuk menangani
seseorang dengan penyakit jantung ( cardiac arrest ) atau respiratory arrest dan
membutuhkan resusitasi jantung dan paru segera (Royal Brisbane and Women’s
Hospital Health Service District, 2007).
Code blue/kode biru adalah Kondisi gawat darurat yang terjadi di rumah sakit atau
suatu institusi dimana terdapat pasien yang mengalami cardiopulmonary arrest dan
merupakan kata sandi yang digunakan untuk menyatakan bahwa pasien dalam kondisi
gawat darurat. Code Blue Code blue adalah dan stabilisasi kondisi darurat medis yang
terjadi di dalam area rumah sakit.
Kondisi darurat medis ini membutuhkan perhatian segera. Sebuah code blue harus
segera dimulai setiap kali seseorang ditemukan dalam kondisi cardiac atau respiratory
arrest (tidak responsif, nadi tidak teraba, atau tidak bernapas) misalnya pasien yang
membutuhkan resusitasi kardiopulmoner (CPR). Code Blue Team Code blue team
adalah tim yang terdiri dari dokter dan paramedis yang ditunjuk sebagai "code-team",
yang secara cepat ke pasien untuk melakukan tindakan penyelamatan. Tim ini
menggunakan crash-cart, kursi roda/tandu, alat - alat penting seperti defibrilator,
peralatan intubasi, suction, oksigen, ambubag, obat-obatan resusitasi (adrenalin,
atropin, lignocaine) dan IV set untuk menstabilkan pasien. Tim Code Blue adalah Tim
yang terdiri dari dokter dan paramedis yang ditunjuk sebagai Code Blue Team, yang
secara cepat ke pasien untuk melakukan tindakan penyelamatan.
Tujuan dari code blue adalah:
Untuk memberikan resusitasi dan stabilisasi yang cepat bagi korban yang mengalami
kondisi darurat cardio- respiratory arrest yang berada dalam kawasan rumah sakit.
Untuk membentuk suatu tim yang terlatih lengkap dengan perlatan medis darurat
yang dapat digunakan dengan cepat. Untuk memulai pelatihan keterampilan BLS dan
penggunaan defibrillator eksternal otomatis (AED) untuk semua tim rumah sakit baik
yang berbasis klinis maupun non klinis. Untuk memulai penempatan peralatan BLS di
berbagai lokasi strategis di dalam kawasan rumah sakit untuk memfasilitasi respon
cepat bagi keadaan darurat medis.
Untuk membuat rumah sakit mampu menangani keadaan medis yang darurat.

DAFTAR PUSTAKA
Devi, Kumala, Sinta. 2018 Konsep keperawatan gawat darurat. Link akses:
https://www.academia.edu/36514903/Konsep_Kep_Gadar . diakses pada tanggal 31 maret
2023
Suryani, Mira. 2020. KONSEP KEPERAWATAN GAWAT DARURAT . Link akses:
https://www.academia.edu/42041646/KONSEP_KEPERAWATAN_GAWAT_DARURAT
Diakses pada 31 Maret 2023.
Suherlan, Yosep. 2019. Makalah pertolongan pertama. Link akses:
https://www.scribd.com/document/435402937/Prinsip-Utama-Pertolongan-Korban-MIMIT
Diakses pada 31 Maret 2023
Sophiyanti, Desi, dkk.2022. Konsep Early Warning Score. Link akses:
http://wwws.scribd.com/document/5236811543/MAKALAH-MPS-KONSEP-EARLY-
WEARNING-SCORE-EWS Diakses pada tanggal 2 april 2023

Anda mungkin juga menyukai