Anda di halaman 1dari 17

BAB.

I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kesehatan tidak hanya merupakan hak warga tetapi juga merupakan
barang investasi yang menentukan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi
negara. Karena itu negara berkepentingan agar seluruh warganya sehat (“Health
for All”), sehingga ada kebutuhan untuk melembagakan pelayanan kesehatan
universal. Ada dua isu mendasar untuk mewujudkan tujuan pelayanan kesehatan
dengan cakupan universal, yaitu bagaimana cara membiayai pelayanan kesehatan
untuk semua warga, dan bagaimana mengalokasikan dana kesehatan untuk
menyediakan pelayanan kesehatan dengan efektif, efisien, dan adil.
Kejadian gawat darurat dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan menimpa
siapa saja. Orang lain, teman dekat, keluarga ataupun kita sendiri dapat menjadi
korbannya. Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba
sehingga sulit memprediksi kapan terjadinya. Langkah terbaik untuk situasi ini
adalah waspada dan melakukan upaya kongkrit untuk mengantisipasinya. Harus
dipikirkan satu bentuk mekanisme bantuan kepada korban dari awal tempat
kejadian, selama perjalanan menuju sarana kesehatan, bantuan di fasilitas
kesehatan sampai pasca kejadian cedera. Tercapainya kualitas hidup penderita
pada akhir bantuan harus tetap menjadi tujuan dari seluruh rangkai pertolongan
yang diberikan.
sekitar 100 juta jiwa mengalami cedera serius dan 5 juta jiwa meninggal
akibat kasus kecelakaan (kasus kegawatdaruratan traumatis) di jalan raya.
Pelayanan prehospital yang baik akan mengurangi angka kematian sampai 50%.
Kegagalan pelayanan prehospital seringkali terjadi karena koordinasi yang buruk
antara rumah sakit sebagai penyedia utama pelayanan kegawatdaruratan dengan
masyarakat di lapangan. Prehospital dapat dilakukan oleh tim safety di unit kerja
yang bekerjasama dengan tim medis.

1
Dengan berbagai keadaan yang kurang mendukung Pre-Hospital Care
system seperti keadaan geografis, kondisi keuangan pemerintah. Sarana-prasana
yang ada dan hal lainnya, dibutuhkan sebuah Pre-Hospital Care system yang
sesuai untuk dijalankan di Indonesia sehingga dapat berjalan dengan optimal.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah ini adalah untuk mengetahui Pre-
Hospital Care system yang sesuai. pada pasien trauma

1.3 Tujuan Penulisan


Mengetahui Pre-Hospital Care system yang sesuai pada pasien trauma

1.4 Manfaat Penulisan


- Mahasiswa
Menambah wawasan ilmu dalam hal Pre-Hospital System

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Prehospital care adalah pelayanan sebelum masuk rumah sakit. Prehospital
care seringkali menjadi aspek yang terabaikan dalam sistem pelayananan
kesehatan rumah sakit. Padahal berdasarkan laporan tahunan WHO (World Healh
Organization), Banyaknya korban akibat kecelakaan transportasi (lalu lintas) yang
menimbulkan kondisi gawat darurat, membutuhkan pertolongan secara cepat
pada lokasi kejadian untuk mencegah morbiditas dan mortalitas korban.
Pertolongan yang diberikan di lokasi kejadian merupakan bagian dari prehospital
care. Prehospital care ini diberikan kepada korban sebelum korban kecelakaan
lalu lintas sampai di rumah sakit. Pemberian pertolongan prehospital care secara
tepat dapat menurunkan resiko kematian akibat trauma (Basri. 2015).
Setiap prehospital care system yang efektif harus mempunyai sistem
element dan administrasi yang terprogram. Ketika dibutuhkan, EMS atau satu
pelayanan publik yang penting di sebuah negara seharusnya digunakan dan
diperkuat, dengan masukan dari pemimpin dan anggota masyarakat itu sendiri.
Ada Berbagai model sruktur prehospital care system. Sistem yang terpilih
haruslah memperhitungkan faktor lokal dan juga sumber daya yang ada.
Salah satu contohnya ialah system prehospital trauma care yang melibatkan
keselamatan masyarakat sekaligus juga kesehatannya, kerjasama antar- sektor
merupakan sesuatu yang penting. Tidak peduli betapa simplenya prehospital
trauma care system yang mungkin ada, elemen tertentu penting untuk ada yang
bertujuan untuk mencegah morbidity dan mortality. Elemen ini termasuk
(minimal terdapat) Komunikasi dan aktivasi system yang cepat dan tepat, respon
sistem yang cepat dan tepat dan juga pengkajian, perawatan dan transport korban
ke Fasilitas kesehatan terdekat
Prehospital care sebagai bentuk pelayanan Emergency Medical Service
(EMS). Karena peranan prehospital care sebagai bagian dari EMS ini sangat
penting dalam mengurangi angka morbiditas dan mortalitas korban kecelakaan
lalu lintas. Pelayanan prehospital care di Indonesia ini telah dirancang secara

3
terpadu melalui Progam Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
(SPGDT) yang telah melibatkan elemen masyarakat dan lintas sektoral, dimana
salah satunya melibatkan polisi lalu lintas (Basri. 2015
Upaya Pertolongan terhadap penderita gawat darurat harus dipandang
sebagai satu system yang terpadu dan tidak terpecah-pecah. Sistem mengandung
pengertian adanya komponen-komponen yang saling berhubungan dan saling
mempengaruhi, mempunyai sasaran (output) serta dampak yang diinginkan
(outcome). Sistem yang bagus juga harus dapat diukur dengan melalui proses
evaluasi atau umpan balik yang berkelanjutan. Alasan kenapa upaya pertolongan
penderita harus dipandang sebagai satu system dapat diperjelas dengan skema di
bawah ini :
Injury & Pre Hospital Stage Hospital Stage Rehabilitation
Dissaster
 First Responder  Emergency Room  Fisical
 Ambulance  Operating Room  Psycological
Service 24 jam  Intensif Care Unit  Social
 Ward Care

Berdasarkan skema di atas, kualitas hidup penderita pasca cedera akan


sangat bergantung pada apa yang telah dia dapatkan pada periode Pre Hospital
Stage bukan hanya tergantung pada bantuan di fasilitas pelayanan kesehatan saja.
Jika di tempat pertama kali kejadian penderita mendapatkan bantuan yang optimal
sesuai kebutuhannya maka resiko kematian dan kecacatan dapat dihindari. Bisa
diilustrasikan dengan penderita yang terus mengalami perdarahan dan tidak
dihentikan selama periode Pre Hospital Stage, maka akan sampai ke rumah sakit
dalam kondisi gagal ginjal.

4
2.2 Konsep Trauma Life Support

 Evaluasi ABCD dan terapi


 Tangani pertama yang paling mengancam jiwa
 Definitive diagnosis tidak perlu segera dikerjakan
 Transport ke RS yang sesuai (APPORIATE)
 Waktu sangat penting – Golden hours : 60 menit
 Jangan menambah cedera korban

Pada saat akan memberi pertolongan kepada korban trauma, petugas pertama
harus memperhatikan lokasi kejadian apakah aman dari bahaya. Yang dimaksud
aman disini adalah aman bagi petugas dan pasien. Di lokasi kejadian petugas
mengidentifikasi adanya resiko bahaya, bila ada segera pindahkan koran atau
amankan daerah tersebut bila memungkinkan. Untuk itu perlu kerja sama dengan
instansi lain contoh polisi atau pemadam kebakaran. Bersama dengan hal diatas,
petugas dengan cepat mengevaluasi situasi tempat kejadian trauma, beberapa hal
yang perlu diperhatikan.

 Lokasi ?
 Gambaran umum tempat kejadian ?
 Dimana dan berapa banyak korban ?
 Bagaimana kondisi kendaraan ?
 Bagaimana mekanisme trauma ?
 Perlu alat khusus ?

2.3 Tujuan prehospital care


Tujuan dari tindakan prehospital care yaitu :
 Mencegah bertambahnya tingkat cidera pada korban
 Mencarikan bantuan yang lebih ahli
 Mempertahankan jalan napas dan denyut jantung korban

5
 Menyelamatkan nyawa korban (Jakarta medikal senter 119. 2013).
2.4 Klasifikasi penolong
Klasifikasi penolong pada kejadian kegawatdaruratan dibagi menjadi :
a. Orang awam
Orang awam merupakan orang pertama yang menemukan korban dan
sama sekali tidak mengerti bagaimana cara menolong korban dengan kondisi
gawat darurat. Orang awam meliputi Pramuka, anak sekolah, guru, ibu rumah
tangga, hansip, petani, dll. Orang awam harus mampu melakukan hal
berikut :
1) Meminta tolong
2) Melakukan resusitasi jantung paru tanpa menggunakan alat
3) Menghentikan perdarahan
4) Melakukan balut atau bidai
5) Membawa korban dengan benar ke rumah sakit.
b. Orang awam khusus
Orang awam khusus adalah orang yang mampu melakukan pertolongan
seperti orang awam akan tetapi telah dibekali dengan pengetahuan atau
keterampilan dalam melakukan pertolongan pertama pada kegawatan, yang
termasuk dalam golongan orang awam khusus adalah polisi, ajudan, pemadam
kebakaran, tim SAR, dan satpam.
c. Tim SPGDT
SPGDT atau sistem penanggulangan gawat darurat terpadu adalah petugas
khusus yang menangani kegawatdaruratan yang telah terlatih dan ahli dalam
melakukan pertolongan prehospital maupun intra hospital pada pasien gawat
darurat (Musliha. 2010). .
Dimanapun dan kapanpun, keberadaan klinik, rumah sakit, dan pelayanan
kesehtan lain harus digunakan untuk memastikan mobilisasi sumber daya
kesehatan yang efisien. Begitu cedera terjadi maka berlakulah apa yang disebut
waktu emas (The Golden periode). Satu jam pertama juga sangat menentukan
sehingga dikenal istilah The Golden Hour. Setiap detik sangat berharga bagi

6
kelangsungan hidup penderita. Semakin panjang waktu terbuang tanpa bantuan
pertolongan yang memadai, semakin kecil harapan hidup korban.
Terdapat 3 faktor utama di Pre Hospital Stage yang berperan terhadap
kualitas hidup penderita nantinya yaitu :
 siapa penolong pertamanya
 Berapa lama ditemukannya penderita,
 kecepatan meminta bantuan pertolongan
Penolong pertama seharusnya orang awam yang terlatih dengan dukungan
pelayanan ambulan gawat darurat 24 jam. Ironisnya penolong pertama di wilayah
Indonesia sampai saat tulisan ini dibuat adalah orang awam yang tidak terlatih dan
minim pengetahuan tentang kemampuan pertolongan bagi penderita gawat
darurat.. Kecepatan penderita ditemukan sulit kita prediksi tergantung banyak
faktor seperti geografi, teknologi, jangkauan sarana tranport dan sebagainya. Akan
tetapi kualitas bantuan yang datang dan penolong pertama di tempat kejadian
dapat kita modifikasi.
Pada fase rumah sakit, Unit Gawat Darurat berperan sebagai gerbang utama
jalan masuknya penderita gawat darurat. Kemampuan suatu fasilitas kesehatan
secara keseluruhan dalam hal kualitas dan kesiapan dalam perannya sebagai pusat
rujukan penderita dari pra rumah tercermin dari kemampuan unit ini. Standarisasi
Unit Gawat Darurat saat ini menjadi salah satu komponen penilaian penting
dalam perijinan dan akreditasi suatu rumah sakit. Penderita dari ruang UGD dapat
dirujuk ke unit perawatan intensif, ruang bedah sentral, ataupun bangsal
perawatan. Jika dibutuhkan, penderita dapat dirujuk ke rumah sakit lain.

2.5 Sikap penolong dalam memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan


adalah :
1. Tenang, bertindak cekatan, tidak terpengaruh keluhan korban dan jangan
menganggap enteng luka korban.
2. Lihat pernapasan korban jika perlu berikan pernapasan buatan.
3. Hentikan perdarahan.
4. Perhatikan tanda – tanda syok.

7
5. Jangan terburu – buru untuk memindahkan korban sebelum mengetahui
jenis dan keparahan luka yang dialami korban (Susilowati. 2015).
2.6 Kewajiban penolong yang harus diperhatikan adalah :
1. Perhatikan keadaan sekitar tempat kejadian.
2. Perhatikan keadaan penderita
3. Merencanakan langkah – langkah tindakan yang akan dilakukan saat
memberikan pertolongan.
4. Jika korban meninggal beritahu kepolisian atau bawa korban ke rumah
sakit terdekat(Susilowati. 2015).

2.7 Tindakan yang di lakukan


Menurut JMS 119 (2013) cara yang dilakukan untuk mempertahankan
kehidupan pada saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa
dikenal sebagai “Bantuan Hidup” (Life Support). Bantuan hidup yang dilakukan
tanpa memakai cairan intra-vena, obat-obatan ataupun kejutan listrik maka
dikenal sebagai Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support).
Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah serangkaian tindakan yang untuk
memudahkan disingkat sebagai DR.ABC (Danger, Response, Airway, Breathing,
Cirrculation). Menurut penelitian yang dilakukan AHA (American Heart
Association 2015) urutan yang dianjurkan untuk penolong pada pasien kegawat
daruratan jantung adalah meggunakan CAB (Circulation-Airway- Breathing)
sedangkan pada pasien dengan kegawat daruratan trauma menggunakan ABC
(Airway, Breathing,dan Circulation ).
1. D untuk Danger
Saat seorang penolong tiba di tempat kejadian maka penilaian pertama
yang harus dilakukan adalah menilai potensi bahaya pada lokasi yang
mungkin mengancam pasien, penolong ataupun orang lain di sekitar tempat
kejadian.
2. R untuk Response Periksa kesadaran pasien.Respon pasien dinyatakan
dengan derajat AVPU

8
(Alert, Verbal/ Voice, Pain dan Unresponsif). Alert untuk sadar penuh
tanpa rangsangan dari luar, Verbal/ Voice untuk merespon rangsangan suara
dengan benar, Pain apabila ada respon terhadap rangsangan nyeri berupa
penekanan sternum dengan buku-buku jari tangan dan Unresponsive apabila
sama sekali tidak ada respon.
3. Bila ada respon, maka:
a. Tinggalkan pada posisi yang diperkirakan aman, atau amankan lokasi
penderita dari ancaman bahaya lain. Minimalkan untuk mengubah posisi
pasien bila diperkirakan ada cedera leher dan tulang belakang.
b. Aktifkan EMS dan berilah informasi penting yang dipelukan meliputi:
o Tempat : lokasi, potensi bahaya pada lokasi, cuaca, kondisi
kerumunan orang dan potensi adanya bahan beracun berbahaya.
o Pasien : umur, jenis kelamin, derajat respon, kemungkinan penyebab
kegawatdaruratan.
o Pendamping atau kerumunan: urutan kejadian, alergi, riwayat
penyakit dan pengobatan, makanan/minuman yang di konsumsi dan
gerakan ataupun petunjuk dari bahasa tubuh tentang lokasi sakit.
o Mekanisme cedera : trauma tajam, tumpul, panas, api, ataupun bahan
kimia.
o Deformitas atau cedera tampak: posisi yang tidak wajar, lebam, lepuh.
o Tanda: sesuatu yang mudah dilihat, dicium dan didengar, seperti
darah, muntah, dan hangus serta ledakan.
c. Mencoba memberikan bantuan yang diperlukan seperti memindahkan ke
tempat yang lebih aman dan teduh.
d. Nilai ulang secara teratur. Bila tidak ada repon, maka:
o Periksa nadi (karotis untuk dewasa dan brakhialis untuk bayi).
o Bila ada denyut nadi, namun tidak ada nafas spontan berikan bantuan
nafas 10 kali/menit.
o Bila tidak ada denyut nadi atau ada keraguan maka mulailah kompresi
dada:

9
 Berlutut disamping pasien
 Letakkan telapak salah satu tangan tepat di tengah dada penderita
(untuk bayi letakkan jari telunjuk dan jari tengah atau satukan dua
ibu jari)
 Letakkan telapak tangan lainnya diatas telapak tangan pertama
(untuk anak-anak cukup dengan satu telapak tangan)
 Saling tautkan jari-jari tangan dan pastikan posisi tangan tidak
menyamping di atas iga. Jangan meletakkan kedua tangan di perut
atas atau tepi bawah tulang dada
 Posisikan bahu penolong tegak lurus dada pasien dan dengan
tumpuan pada telapak tangan tekan dengan menggunakan berat
badan penolong kearah dada hingga dada tertekan sedalam 2 – 2,4
inci atau 5 - 6 cm
 Setelah setiap kompresi, hilangkan tekanan sepenuhnya tanpa
melepaskan kontak antara telapak tangan penolong dengan dada
pasien, ulangi dengan kecepatan 100 hingga 120 kompresi/menit
 Kompresi dilakukan sampai penolong kelelahan atau sampai
penolong yang lebih kompeten datang.
4. Kombinasi kompresi dada dengan nafas buatan
 Setelah 30 kompresi, kembali buka jalan nafas dengan head-tilt dan chin-
lift bila ada trauma leher/cervical hanya boleh jawtrush
 Tekan bagian lunak hidung hingga tertutup dengan menggunakan ibu jari
dan telunjuk telapak tangan yang menegadahkan dahi.
 Pertahankan mulut tetap terbuka, tapi pertahankan chin-lift
 Ambil nafas normal dan rapatkan bibir penolong menutupi seluruh bibir
pasien, pastikan seluruhnya tertutup dengan baik (untuk bayi mulut
penolong menutupi bibir dan hidung pasien)
 Hembuskan dengan mantap melalui mulut pasien sambil memperhatikan
naiknya dinding dada, hembuskan dalam rentang waktu 1 detik
 Pertahankan head-tilt dan chin-lift, jauhkan mulut penolong dan biarkan
dada kembali turun selagi udara keluar dari dada pasien

10
 Ulangi sekali lagi, dan kembalikan posisi tangan di tengah dada penderita
untuk melakukan 30 kompresi dada
 Lanjutkan dengan rasio kompresi dada dan bantuan nafas 30 : 2 (untuk
neonates rasio 3:1)
 Cek pulsasi karotis setelah 5 siklus, cek nadi 10 detik bila nadi ada
lanjutkan dengan
5. Mempertahankan terbukanya jalan nafas dan lakukan evaluasi look, listen dan
feel (B untuk Breathing)
6. A. Bila bernafas spontan
 Baringkan penderita pada posisi recovery (posisi mirin mantap)
 Aktifkan EMS (seperti pada poin 3A)
 Nilai ulang spontanitas nafas
B. Bila tidak bernafas spontan :
 Kirim seseorang untuk mengaktifkan EMS atau bila sendirian,
tinggalkan korban dan aktifkan EMS
7. Lanjutkan resusitasi sampai:
1) Bantuan yang lebih kompeten datang dan mengambil alih resusitasi
2) Pasien kembali bernafas dan muncul sirkulasi spontan
3) Penolong kelelahan
4) Do not resuscitation

2.8 Komponen penting yang harus disiapkan pre hospital diantaranya :


1. Sistem komunikasi
Kejelasan kemana berita adanya kejadian gawat darurat disampaikan, akan
memperpendek masa pra rumah sakit yang dialami penderita. Pertolongan yang
datang dengan segera akan meminimalkan resiko-resiko penyulit lanjutan seperti
syok hipovolemia akibat kehilangan darah yang berkelanjutan, hipotermia akibat
terpapar lingkungan dingin dan sebagainya. Siapapun yang menemukan penderita
pertama kali di lokasi harus tahu persis kemana informasi diteruskan. Problemnya
adalah bagaimana masyarakat dapat dengan mudah meminta tolong, bagaimana
cara membimbing dan mobilisasi sarana tranportasi (Ambulan), bagaimana

11
kordinasi untuk mengatur rujukan, dan bagaimana komunikasi selama bencana
berlangsung.

2. Pendidikan
Penolong pertama seringkali orang awam yang tidak memiliki kemampuan
menolong yang memadai sehingga dapat dipahami jika penderita dapat langsung
meninggal ditempat kejadian atau mungkin selamat sampai ke fasilitas kesehatan
dengan mengalami kecacatan karena cara tranport yang salah. Penderita dengan
kegagalan pernapasan dan jantung kurang dari 4-6 menit dapat diselamatkan dari
kerusakan otak yang ireversibel. Syok karena kehilangan darah dapat dicegah jika
sumber perdarahan diatasi, dan kelumpuhan dapat dihindari jika upaya evakuasi &
tranportasi cedera spinal dilakukan dengan benar. Karena itu orang awam yang
menjadi penolong pertama harus menguasai lima kemampuan dasar yaitu :
 Menguasai cara meminta bantuan pertolongan
 Menguasai teknik bantuan hidup dasar (resusitasi jantung paru)
 Menguasai teknik mengontrol perdarahan
 Menguasai teknik memasang balut-bidai
 Menguasai teknik evakuasi dan tranportasi
3. Tranportasi
Alat tranportasi yang dimaksud adalah kendaraannya, alat-alatnya dan
personalnya. Tranportasi penderita dapat dilakukan melalui darat, laut dan udara.
Alat tranportasi penderita ke rumah sakit saat ini masih dilakukan dengan
kendaraan yang bermacam-macam kendaraan tanpa kordinasi yang baik. Hanya
sebagian kecil yang dilakukan dengan ambulan, itupun dengan ambulan biasa
yang tidak memenuhi standar gawat darurat. Jenis-jenis ambulan untuk suatu
wilayah dapat disesuaikan dengan kondisi lokal untuk pelayanan harian dan
bencana.
4. Pendanaan
Sumber pendanaan cukup memungkinkan karena system asuransi yang
kini berlaku di Indonesia. Pegawai negeri punya ASKES, pegawai swasta

12
memiliki jamsostek, masyarakat miskin mempunyai ASKESKIN. Orang berada
memiliki asuransi jiwa.

5. Quality Control
Penilaian, perbaikan dan peningkatan system harus dilakukan secara
periodic untuk menjamin kualitas pelayanan sesuai tujuan.

2.9 Kendala Pre-Hospital System di Indonesia


Beberapa kendala yang dihadapi negara indonesia dikarenakan :
 luasnya wilayah,
 keanekaragaman budaya,
 perkembangan negara dan
 ketidak-stabilan situasi politik dan ekonomi.
Mengorganisasi prehospital care system pada kota besar cukup sulit
dilakukan bahkan hampir mustahil karena luasnya wilayah. Bahkan ada sebuah
kebudayaan yang menganggap kecelakaan sebagai sebuah ‘takdir’ di Indonesia
dan seringkali membuat daya dorong untuk meningkatkan prehospital care system
menjadi berkurang. Hal ini mungkin berkaitan dengan tingkah laku dan
ketidakingintahuan/ketidakpedulian masyarakat terhadap peran paramedis,
layanan ambulan, dan juga layanan emergency lain.
Jarang ada usaha oleh pengguna jalan untuk memberikan kesempatan
kepada ambulan untuk melintas lebih dahulu (yang terkadang dikarenakan
masyarakat menganggap ambulan untuk mengangkut mereka yang sudah
meninggal). Besarnya volume kendaraan dan ketidakteraturan lalu lintas
sebagaimana juga luasnya daerah yang dilingkupi oleh sedikit ambulan
mengakibatkan respon time ambulan menjadi buruk.
Tantangan lainnya seperti halnya pada negara lain adalah banyaknya
penyalahgunaan layanan 118. Selama jam istirahat sekolah terdapat sampai 200
panggilan palsu setiap jamnya. Diperkirakan 50% dari semua panggilan 118 di
Jakarta adalah panggilan palsu. Ketika terdapat pelatih berpengalaman, ada batas

13
yang dikarenakan masalah geografis sehingga menyebabkan pelatihan menjadi
tidak merata. Hal-hal diatas menyebakan sistem pre hospital yang ada sekarang
sulit untuk berkembang.

2.10 Solusi
PreHospital Care yang berbasis masyarakat dapat memberikan sumber daya
yang dibutuhkan ditengah keterbatasan yang ada. Sesuai dengan keadaan yang
dialami Indonesia saat ini. Dengan adanya masyarakat yang terlatih, korban dapat
menerima perawatan pada saat-saat yang penting tanpa harus menunggu petugas
yang terlatih untuk datang. Hal ini tentunya akan meningkatkan kesempatan untuk
hidup korban dan mencegah kecacatan.
Konsep ini bukan hal yang tidak mungkin untuk dilakukan. Di luar negeri
sudah banyak dilakukan pelatihan-pelataihan yang melibatkan masyarakat awam
untuk dapat memberikan bantuan dasar saat terjadi kasus. Hasilnya pun seperti
yang diharapkan angka kematian dan kecacatan yang terjadi dapat menurun.
Tentunya terdapat kendala-kendala dalam memberdayakan masyarakat
untuk dapat memberikan perawatan seperti yang diharapkan, seperti :
a) Budaya dan pola pikir : harus ada perubahan pola pemikiran dan budaya
didalam masyarakat kita bahwa perlu ada penanganan segera bagi korban dan
tidak hanya bertindak sebagai penonton semata. Masyarakat paling tidak
diharapkan untuk mampu mengakses layanan ambulan dengan segera.
b) Pengetahuan dan Kemampuan. Pengetahuan dan kemampuan yang masih
minim dikalangan masyarakat dapat diatasi dengan memberikan pengajaran
dan latihan secara berkala dan luas keseluruh komponen masyarakat.
c) Peralatan. Peralatan tentunya menjadi penunjang yang sangat membantu
dalam perawatan yang diberikan, terlebih lagi disaat-saat yang genting.
Peralatan yang dibutuhkan dapat dimodifikasi sesuai yang diperlukan apabila
memang tidak memungkinkan untuk disediakan secara luas, misalnya alat
balut bidai bisa diganti dengan papan dan kain.
d) Legal Ethik. Tentunya harus ada konsep legal etik yang menaungi masyarakat
awam yang telah memiliki kemampuan dasar dalam membantu korban

14
trauma. Hal ini penting agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang
nantinya akan merugikan baik pemerintah maupun masyarakat itu sendiri.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setiap prehospital care system yang efektif harus mempunyai sistem
element dan administrasi yang terprogram. Ketika dibutuhkan, EMS atau satu
pelayanan publik yang penting di sebuah negara seharusnya digunakan dan
diperkuat dengan dikembangkannya system prehospital care berbasis dari
kebutuhan untuk merespon dan menyediakan perawatan yang secepatnya pada
trauma dan kegawatdaruratan jantung. Sering dapat terjadi untuk meminimalkan
akibat dari luka yang serius, termasuk mencegah dari kecacatan dan kematian
dengan menyediakan PreHospital care yang efektif.
Beberapa kendala kendala yang dihadapi Negara Indonesia ini
dikarenakan beberapa faktot diantaranya luasnya wilayah, keanekaragaman
budaya, perkembangan negara dan juga ketidak-stabilan situasi politik dan
ekonomi. Keadaan di indonesia dengan luasnya wilayah dan keterbatasan sumber
daya membuat masyarakat menjadi aset yang berharga apabila dapat digunakan.
Dengan aadanya masyarakat yang terlatih, korban dapat menerima perawatan
pada saat-saat yang penting tanpa harus menunggu petugas yang terlatih untuk
datang.
PreHospital Care yang berbasis masyarakat dapat memberikan sumber
daya yang dibutuhkan ditengah keterbatasan yang ada. Sesuai dengan keadaan
yang dialami Indonesia saat ini. Dengan adanya masyarakat yang terlatih, korban
dapat menerima perawatan pada saat-saat yang penting tanpa harus menunggu
petugas yang terlatih untuk datang. Hal ini tentunya akan meningkatkan
kesempatan untuk hidup korban dan mencegah kecacatan.

3.2 Saran

15
Perlu dikembangkan lebih lanjut PreHospital sistem yang berbasis
komunitas dan yang berbasis masyarakat. Hal ini penting untuk dilakukan
mengingat keuntungan yang dapat dicapai. Kendala-kendala yang ada tentunya
dapat diatasi dengan penyusunan program-program yang sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

AGD 118, ______: Buku pelatihan PPGD bagi Perawat.

Indo Pos (2010). Jamkesda picu banyak masalah. Indo Pos, 18 Oct 2010.
www.Bataviase. co.id. Diakses 7 November 2010.

Joose P, Soedarmo S, Luitse JS, et al. Trauma outcome analysis of a Jakarta


University Hospital using the TRISS method: validation and limitation
in comparison with the major trauma outcome study. J Trauma
2010;51:134–40.

PCCMI. -------- : Penanggulangan Penderita Gawat Darurat, Jakarta.

Watts J. Bali Bombing offers lesson for disaster relief. Lancet 2010;360:1401.

World Health Organization. Emergency preparedness and risk management.


WHO five-year strategy for the health sector and community capacity-
building, January 2012.

16
17

Anda mungkin juga menyukai