Anda di halaman 1dari 12

PANDUAN

TATALAKSANA TRIASE

DINAS KESEHATAN KAB. KUBU RAYA


PUSKESMAS TELUK PAKEDAI
TAHUN 2023
BAB I
DEFINISI

A. LATAR BELAKANG
Ruangan gawat darurat adalah penyambung antar masyarakat dengan
pelayanan rumah sakit. Fungsi ruangan gawat darurat dalam sistem pelayanan
kesehatan sangat penting hal ini ditunjukan dengan kenaikan jumlah kunjungan
pasien dari tahun ke tahun, hal ini menunjukan ruangan gawat darurat semakin
sering dipilih sebagai sarana utama ke sistem kesehatan.
Jumlah pasien ke ruangan gawat darurat tidak dapat diprediksi baik itu
jumlah, waktu, berat ringannya penyakit yang diderita. Hanya sebagian penderita
yang berkunjung memiliki kondisi medis yang mengancam nyawa dan
membutuhkan intervensi segera, dan tidak semua penderita ditatalaksana secara
bersamaan karena keterbatasan sumber daya dan kondisi klinis penderita.
Dengan demikian, pasien dengan cedera mengancam jiwa atau penyakit perlu
tatalaksana segera perlu radiidentifikasi dalam beberapa menit dari kedatangan
(triase).
Triase berasal dari bahasa Perancis yaitu trier dan bahasa Inggris yaitu
triage, ditirukan dalam bahasa Indonesia yaitu triase yang berarti sortir. Kini istilah
tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang
cepat dan berfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber
daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap orang yang
memerlukan perawatan di UGD.
Triase adalah suatu sistem seleksi penderita sesuai dengan kegawat
daruratannya sehingga menjamin penderita untuk mendapatkan prioritas
pelayanan gawat darurat secara cepat dan akurat. Penderita yang masuk dalam
sistem triase, segera diserahkan keruang periksa sesuai dengan sifat kegawatan
penyakit dan jenis pertolongan yang dibutuhkan. Dokter dan perawat mempunyai
batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi
secepatnya yaitu dalam waktu 10 menit.
Pada akhirnya triase merupakan tulang punggung pelayanan ruangan
gawat darurat, dimana sistem yang terstandart dan dilaksanakannya sistem
tersebut oleh semua komponen pemberi pelayanan di ruangan gawat darurat
adalah penting. Buku panduan triase Unit Gawat Darurat (RGD) Puskesmas
menjawab keperluan tersebut.

B. TUJUAN
Tujuan utama dari triase adalah untuk memastikan bahwa tingkat dan
kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat adalah sesuai dengan
kriteria klinis, bukan didasarkan pada kebutuhan organisasi atau administrasi.
Standar sistem triase bertujuan untuk mengoptimalkan keselamatan dan efisiensi
pelayanan darurat berbasis puskesmas dan untuk menjamin kemudahan akses
terhadap pelayanan kesehatan di seluruh lapisan masyarakat, dengan triase
tenaga kesehatan akan mampu:
1. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
2. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan
lanjutan
3. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses
penanggulangan / pengobatan pasien gawat darurat

C. BATASAN OPERASIONAL
Pemberlakuan sistem prioritas dengan penentuan/penyeleksian pasien
yang harus didahulukan untuk mendapatkan penanganan, yang mengacu pada
tingkat ancaman jiwa yang timbul berdasarkan:
1. Menilai tanda vital dan kondisi umum korban
2. Menilai kebutuhan medis
3. Menilai kemungkinan bertahan hidup
4. Menilai bantuan yang memungkinkan
5. Memprioritaskan penanganan definitive
6. Tag warna
Pada umumnya penilaian pasien dalam triase di UPT Puskesmas Teluk Pakedai
dapat dilakukan dengan :
1. Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
2. Dapat mati dalam hitungan jam.
3. Trauma ringan
4. Sudah meninggal.

D. LANDASAN HUKUM
1. Undang –Undang No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
2. Undang –Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2018
Tentang Pelayanan Kegawatdaruratan
5. Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat.
BAB II
RUANG LINGKUP

A. PENGERTIAN TRIASE
Triase atau triage adalah pilihan pasien yang ditunjukkan dengan tingkat
kegawatan dan kebutuhan dengan pertimbangan yang tenang. Penentuan
kebutuhan perawatan akan dipengaruhi oleh tingkat krisis pasien, jumlah pasien
yang datang, kapasitas staf IGD, aksesibilitas peralatan dan ruangan pendukung.
Salah satu administrasi yang diberikan oleh tenaga medis di IGD adalah triage.
Triage berfungsi untuk memisahkan pasien menjadi beberapa kelompok
tergantung pada keseriusan cedera yang berfokus pada gangguan Airway (A),
breathing (B), dan circulation (C) kekacauan memikirkan sarana, SDM, dan
kemungkinan hidup pasien (Riduansyah et al., 2021).
Sistem triase ini membagi kondisi pasien kedalam 4 level, yaitu gawat
darurat (emergency), darurat tidak gawat (urgency), gawat tidak darurat dan tidak
gawat dan tidak darurat.
1. Gawat Darurat
Merupakan suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang
memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat (Oman, 2008). Pasien
dalam kategori ini harus segera tertangani dalam waktu maximal 5 menit.
Mencakup penanganan bantuan hidup dasar dan lanjutan
2. Darurat Tidak Gawat
Merupakan keadaan yang tidak atau belum mengancam nyawa tapi
memerlukan tindakan darurat demi kenyamanan pasien dan mencegah
komplikasi (Wijaya, 2010). Pasien dalam kategori ini diberikan pelayanan di
UGD dalam waktu maksimal 1 jam setelah ke UGD
3. Gawat Tidak darurat
Merupakan keadaan yang dapat mengancam nyawa atau menimbulkan
kecacatan tapi tidak memerlukan tindakan darurat (Wijaya, 2010). Pasien
dalam kategori ini dapat dilayani di UGD diluar jam kerja, namun dapat dikirim
untuk tindak lanjut secara definitif dalam jam kerja (kontrol poliklinik).
Pelayanan di UGD sebaiknya dilakukan secepatnya, batas waktu pemberian
pelayanan tergantung potensi bahaya dan kondisi pasien. Seluruh pasien
kategori ini harus sadar baik, tidak dalam kondisi nyeri hebat atau kondisi lain
yang mungkin menimbulkan perburukan.
4. Tidak Gawat Tidak Darurat
Merupakan keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan tindakan
darurat (Wijaya, 2010). Gejala dan tanda klinis keadaan ini biasanya ringan
atau asimptomatik. Pasien kategori ini dapat diarahkan menuju poliklinik diluar
jam kerja.

B. FUNGSI TRIASE
Triage mempunyai fungsi penting dalam pemberian pelayanan di instalasi
gawat darurat, dimana sejumlah orang dengan berbagai kondisi yang sama
dapat datang ke UGD pada waktu yang bersamaan. Meskipun sistem triase
mungkin berfungsi dengan cara yang sedikit berbeda tergantung sejumlah faktor
lokal,namun sistem triase yang efektif memberikan dampak yang penting berikut
ini:
1. Sebagai sebuah tempat masuk tunggal untuk semua pasien datang (bersifat
ambulans dan non-ambulans), sehingga semua pasien memperoleh proses
penilaian yang sama.
2. Lingkungan fisik yang sesuai untuk melakukan melakukan pemeriksaan
singkat. Juga diperlukan lingkungan yang memberikan kemudahan untuk
pasien menyampaikan kondisi klinis, memperoleh rasa aman dan persyaratan
administrasi, serta ketersediaan peralatan pertolongan pertama serta
tersedianya fasilitas cuci tangan.
3. Sebuah sistem penerimaan pasien yang terorganisir akan memungkinkan
kemudah aliran informasi kepada pasien dari unit triase sampai ke seluruh
komponen instalasi gawat darurat , dari pemeriksaansampai penanganan
pasien
4. Didapatnya data yang tepat waktu untuk kebutuhan pemberian pelayanan,
termasuk sistem untuk memberitahukan kedatangan pasien dengan
ambulan dan pelayanan gawat darurat lainnya.

C. RUANG LINGKUP TRIASE


Menurut Brooker (2008), dalam prinsip triase diberlakukan sistem prioritas.
Prioritas adalah penentuan atau penyeleksian mana yang harus didahulukan
mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul
dengan seleksi pasien berdasarkan :
1. Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit.
2. Dapat meninggal dalam hitungan jam.
3. Trauma ringan.
4. Sudah meninggal.
Ruang lingkup Triase di Puskesmas di bagi menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Triase sehari-hari
2. Semua pasien yang datang akan dilakukan Triase oleh dokter jaga UGD atau
perawat yang kompeten untuk mendapatkan prioritas pelayanan yang sesuai
dengan kegawatdaruratannya.
3. Dalam keadaan bencana
4. Pasien yang datang dapat dari keadaan bencana baik dari dalam maupun dari
luar rumah sakit.

D. PRINSIP TRIASE
Prinsip yang harus diterapkan dalam pelaksanaan triase:
1. Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu.
Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang
mengancam kehidupan adalah hal yang terpenting dalam unit gawat darurat.
2. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat.
Intinya ketelitian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses
anamnesa.
3. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian.
Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan
bila terdapat informasi yang adekuat serta data yang akurat.
4. Melakukan intervensi berdasarkan keakuratan dan kondisi pasien.
Tanggung jawab utama dalam pelaksanaan triase adalah mengkaji secara
akurat seorang pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien
tersebut. Hal tersebut termasuk intervensi terapeutik, prosedur diagnostic dan
tugas terhadap suatu tempat yang dapat diterima untuk suatu pengobatan.
5. Tercapainya kepuasan pasien.
Petugas kesehatan yang melakukan triase seharusnya memenuhi semua
yang ada diatas saat menetapkan hasil secara serempak dengan pasien dan
menghindari keterlambatan penanganan yang dapat menyebabkan
keterpurukan status kesehatan pada seseorang yang sakit dalam keadaan
kritis serta memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarganya.

E. SKALA/LABEL TRIASE
1. Label Merah
a) Pasien yang memerlukan resusitasi dan stabilisasi
b) Gangguan jantung yang mengancam.
c) Gangguan pernafasan.
d) Syock oleh berbagai causa.
e) Trauma kepala dengan pupil anisokor.
f) Perdarahan eksternal massif.
g) Luka bakar > 50 % atau luka bakar didaerah thorak.
h) Tension pneumothoraks.
2. Label Kuning
a) Pasien yang memerlukan pengawasan ketat tetapi perawatan dapat
ditunda sementara.
b) Pasien dengan resiko syock (pasien dengan gangguan jantung , trauma
abdomen berat).
c) Fraktur multiple.
d) Fraktur femur / pelvis.
e) Luka bakar derajat II dan III.
f) Gangguan kesadaran / trauma kepala.
g) Pasien dengan status yang tidak jelas.
3. Label Hijau
a) Pasien yang tidak memerlukan pengobatan atau pemberian pengobatan
dapat ditunda.
b) Fraktur minor.
c) Luka minor dan luka bakar minor.
d) Medical /non bedah.
4. Label Hitam
Pasien yang telah meninggal dunia.

F. TIPE TRIASE
1. Triase pada kegawat daruratan sehari – hari:
Pada keadaan kegawat daruratan sehari-hari seperti bila kita bekerja di
Instalansi Gawat Darurat, triase penting untuk mengatur supaya alur pasien
baik, terutama pada kondisi jumlah pasien melebihi kapasitas, prioritas
penanganan pasien untuk menekan morbiditas dan mortalitas.
Pemeriksaan dalam triase meliputi:
a. Primary survey (ABC) berdasarkan dari pemeriksaan ABC (Airway,
Breathing, Circulation, Disability, Environment) yang harus selesai
dilakukan dalam 2 - 5 menit. Terapi dikerjakan serentak jika korban
mengalami ancaman jiwa akibat banyak sistem yang cedera :
(1) Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas
dengan bebas? Jika ada obstruksi maka lakukan:
(a) Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
(b) Suction / hisap (jika alat tersedia)
(c) Guedel airway / nasopharyngeal airway
(d) Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi
netral.

(2) Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan
nafas bebas. Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan :
(a) Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
(b) Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
(c) Pernafasan buatan
(d) Berikan oksigen

(3) Circulation
Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah
jalan nafas bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai
maka lakukan :
(a) Hentikan perdarahan eksternal
(b) Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)
(c) Berikan infus cairan
(d)
(4) Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya
respons terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar menggunakan
Scale AVPU, yaitu:

Table 2. 1 Level tingkat kesadaran menggunakan skala AVPU


Skala Tingkat kesadaran
A Alert/ Waspada
Pasien waspada, terjaga dan berespon terhadap suara.
Pasien berorientasi pada waktu, tempat dan orang.
Perawat triase dapat memperoleh informasi subjektif.
V Verbal /Lisan
Pasien merespon rangsangan verbal dengan membuka
mata mereka ketika seseorang berbicara. pasien tidak
sepenuhnya berorientasi pada waktu, tempat, atau orang.
P Pain / nyeri
Pasien tidak merespon suara, tapi berespon terhadap
rangsang nyeri, seperti meremas dengan tangan atau
menggosok sternum.
U Unresponsif / tidak berespon
Pasien tidak berespon terhadap rangsang nyeri dan suara.
(5) Environment
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua
cedera yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau
tulang belakang, maka imobilisasi in-line harus dikerjakan

b. Secondary survey (head to toe) untuk menghasilkan prioritas I, II, II dan


selanjutnya

Table 2.2 Klasifikasi berdasarkan tingkat prioritas (labeling)


Klasifikasi Keterangan
Gawat Darurat Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi
Prioritas I (merah) dan tindakan bedah segera, mempunyai
kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan
pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada
jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Contohnya
sumbatan jalan nafas, tension pneumothorak,
syok hemoragik, luka terpotong pada tangan dan
kaki, combutio (luka bakar) tingkat II dan III > 25%
Darurat Tidak Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila
Gawat tidak segera ditangani dalam jangka waktu
Prioritas II (kuning) singkat. Penanganan dan pemindahan bersifat
jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar,
combutio (luka bakar) tingkat II dan III < 25 %,
trauma thorak / abdomen, laserasi luas, trauma
bola mata.
Gawat Tidak Perlu penanganan seperti pelayanan biasa, tidak
Darurat perlu segera. Penanganan dan pemindahan
Prioritas III (hijau) bersifat terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka
ringan
Tidak Gawat Tidak Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka
Darurat sangat parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh
Prioritas 0 (hitam) henti jantung kritis, trauma kepala kritis.

c. Monitoring korban akan kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan


pada ABC, derajat kesadaran dan tanda vital lainnya
d. Perubahan prioritas karena perubahan kondisi pasien.

2. Triase Pada Bencana


System START (Simple Triase And Rapid Treatment) digunakan untuk
memilih pasien dalam jumlah yang banyak atau kondisi dimana keberadaan
pasien melampaui ketersediaan tenaga (disaster). Pelayanan terbaik pada
bencana (jumalah korban banyak) adalah sesuai kondisi bencana dan sangat
tergantung dari kondisi yang dibutuhkan saat itu.
The START (Simple Triase And Rapid Treatment) plan dikembangkan
oleh RS Hoag dan Newport Beach Fire Departement Amerika Serikat. START
memungkinkan seseorang melakukan triase pada seorang pasien dalam 60
detik atau lebih cepat dengan mengevaluasi:
a. Respirasi
b. Perfusi
c. Status mental pasien
Sistem ini ideal untuk kejadiani korban masal tapi tidak terjadi Functional
Collaps RS. START dapat dengan cepat dan akurat mengklasifikasi pasien:
1) HIJAU: pasien sadar dan dapat jalan dipisahkan dari pasien lain, Walking
Wounded (termasuk pasien-paien yang histerik) dan tinggal yang tidak
sadar/ cidera berat (biasanya berjumlah 10% -20% dari semua pasien).
2) KUNING/ Delayed: Semua pasien yang tidak termasuk golongan MERAH
maupun HIJAU. Kelompok ini termasuk yang luka-luka tidak berbahaya
seperti fraktur tulang pendek dll.
3) MERAH/ Immediate (10%-20%): Semua pasien yang ada gangguan
Airway, Breathing, Circulation , Disability & Enviroment termasuk kedalam
golongan MERAH. Termasuk pasien-pasien yang bernafas setelah
Airway-nya dibebaskan. Pernafasan >30/menit, Capillary Refill > 2 detik,
juga pasien-pasien yang kesadarannya menurun/ tidak ikut dengan
golongan hijau/kuning.

Gambar 2.1 Sistem START Triase


BAB III
TATA LAKSANA

Proses triase dimulai ketika pasien masuk ke pintu RGD Puskesmas Teluk
Pakedai. Petugas triase harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan
riwayat singkat dan melakukan pengkajian. Pengumpulan data subyektif dan obyektif
harus dilakukan dengan cepat, tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak
termasuk pengkajian perawat utama. Petugas triase bertanggungjawab untuk
menempatkan pasien di area pengobatan yang tepat, contohnya pasien dengan luka
dan memerlukan tindakan bedah, pasien yang memrlukan pemeriksaan jantung dan
lain-lain. Tanpa memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triase,
setia pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama/petugas sedikitnya sekali
setiap 60 menit.
Pasien yang dikatagorikan sebgai pasien yang mendesak atau gawat darurat,
pengkajian dilakuakan setiap 5-15 menit / lebih bila diperlukan. Setiap pengkajian
ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru dapat mengubah
kategorisasi keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan. Misalnya kebutuhan
untuk memindahkan pasien yang awalnya berada di area pengobatan minor ke tempat
tidur resusitasi ketika pasien tampak sesak nafas, sinkop, atau penurunan kesadaran.
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda-tanda obyektif bahwa
pasien mengalami gangguan pada airway, breathing, circulation, maka pasien
ditangani terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data obyektif dan
data subyektif sekunder dari heteroanamnesi (pihak keluarga, atau yang mengantar).
Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian kemudain dilengkapi dengan data
subyektif yang berasal langsung dari pasien, tergantung dari situasi dan kondisi
pasien.
Alur dalam proses triase:
1. Proses triase dimulai ketika pasien masuk pintu UGD. Petugas UGD
menanyakan riwayat penyakit dan melakukan pengkajian singkat (tidak boleh
lebih dari 5 menit ) untuk menentukan sifat kegawatan penyakit dan jenis
pertolongan yang diberikan.

2. Pasien ditempatkan sesuai dengan label :


a) Label Merah :
• Dokter dan perawat melakukan resusitasi sesuai dengan keadaan
pasien.
• Monitor tanda-tanda vital ( tensi, suhu, nadi, pernafasan )
• Cyto pemeriksaan laboratorium, dan radiologi (bila dibutuhkan).
• Permintaan darah ke PMI ( bila dibutuhkan).
• Setelah diberikan pertolongan darurat dan kondisi pasien
memungkinkan untuk ditransfer , pasien dapat dipindahkan.
b) Label Kuning :
• Dokter dan perawat melakukan pertolongan medik sementara sesuai
dengan kondisi pasien.
• Setelah pertolongan pertama dilakukan, dokter melakukan pemeriksann
fisik dan perawat melakukan tindakan keperawatan.
• Setelah diberikan pertolongan darurat dan kondidi pasien
memungkinkan ditransfer , pasien dapat dipindahkan.
c) Label Hijau:
• Dokter melakukan pemeriksaan fisik dan perawat melakukan tindakan
keperawatan sesuai dengan keadaan pasien.
• Pasien diberi penjelasan mengenai keadaan penyakitnya.
• Pasien diberi resep obat dan penjelasan mengenai rawat jalan.
• Apabila diperlukan dokter dapat mengadakan pemeriksaan lanjutan.
d) Label Hitam :
Pasien yang meninggal di UGD selanjutnya dilakukan visum et repertum.

3. Apabila pasien perlu dirujuk ke Rumah Sakit dilakukan sesuai dengan prosedur
rujukan.

Triase pada disarter / bencana menggunakan system START (simple triase and
rapid treatment), dengan prioritas penanganan berdasarkan kategorinya:
1. Pelayanan cepat (merah)
2. Pelayanan ditunda (kuning)
3. Pasien berjalan (hijau)
4. Meninggal – tak tertolong (hitam)
Proses START tidak boleh lebih daripada 60 detik/ pasien.
1. RESPIRASI → Pernapasan/min & Adequacy of ventilations. Bebaskan jalan nafas
(gigi, kotoran), pasang Neck Collar.
• Bila tidak bernafas → TAG HITAM,
• Bila bernafas > 30x/min → TAG MERAH,
• Bila bernafas < 30/min → Evaluasi sirkulasi - Perfusi.
2. PERFUSI → Cara terbaik dan mudah, cepat untuk menilai perfusi adalah dengan
melakukan Capilary Refill Time (CRT).
• Kalau CRT terjadi dalam lebih dari 2 detik, berarti perfusi tidak adekuat →
pasang TAG MERAH.
• Bila CRT kembali dalam 2 detik, jangan di pasang TAG dulu, tetapi evaluasi
dulu kesadarannya
3. KESADARAN – MENTAL STATUS → Pemeriksaan mental status dilakukan pada
pasien dengan pernafasan dan sirkulasi yang adekuat. Perintah seperti ‘buka
mata’ atau ‘remas tangan saya’,
• Kalau pasien tidak melakukan perintah ini → TAG MERAH.
• Kalau pasien mampu melakukan perintah ini → TAG KUNING.
Pada fase ini jangan lupa untuk Triase ulang golongan HIJAU
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti
dalam persoalan hukum, sedangkan pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat
atau merekan peristiwa dan objek maupun aktivitas pemberian jasa (pelayanan) yang
dianggap berharga dan penting. Dokumentasi asuhan dalam pelayanan keperawatan
adalah bagian dari kegiatan yang harus dikerjakan oleh perawat setelah memberi
asuhan kepada pasien.
Pada tahap pengkajian proses triase, mencakup dokumentasi:
1. Informasi dasar: nama, umur, jenis kelamin, cedera, penyebab cedera, pertolongan
pertama yang telah dilakukan.
2. Tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu, dan kesadaran.
3. Diagnosis singkat tapi lengkap
4. Kategori triase
Dalam implementasi petugas gawat darurat harus mampu melakukan dan
mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan. Termasuk waktu yang sesuai
dengan standar yang disetujui. Petugas mengevaluasi secara kontinu perawatan
pasien berdasarkan hasil yang dapat diobervasi untuk menentukan perkembangan
pasien kearah hasil dan tujuan dan harus mendokumentasikan respon pasien
terhadap intervensi pengobatan dan perkembangannya. Standard Joint Commision
(1996) menyatakan bahwa rekam medis menerima pasien yang bersifat gawat darurat,
mendesak dan segera harus mencantumkan kesimpulan pada saat terminasi
pengobatan, termasuk disposisi akhir, kondisi saat pemulangan dan instruksi
perawatan tindak lanjut.
Pendokumentasian triase dilakukan pada lembar pengkajian medis UGD dan
lembar asuhan keperawatan gawat darurat. Sedangkan untuk perkembangan pasien
dilakukan pencatatan pada lembar catatan perkembangan terintegrasi. Apabila terjadi
bencana maka penulisan dapat dilakukan pada lembar catatan terintegrasi dengan
minimal informasi seperti data yang disebutkan diatas.

Anda mungkin juga menyukai