Anda di halaman 1dari 22

KONSEP DASAR TRIAGE

Oleh:
NOVITA PERMATA SARI
012042050

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN PROGRAM

STUDI PROFESI KEPERAWATAN

2021

1
KONSEP TRIASE

1. Sejarah Triage
Penggunaan istilah triage ini sudah lama berkembang. Konsep awal triage modern
yang berkembang meniru konsep pada jaman Napoleon dimana Baron Dominique Jean
Larrey (1766 – 1842), seorang dokter bedah yang merawat tentara Napoleon,
mengembangkan dan melaksanakan sebuah system perawatan dalam kondisi yang paling
mendesak pada tentara yang datang tanpa memperhatikan urutan kedatangan mereka.
System tersebut memberikan perawatan awal pada luka ketika berada di medan perang
kemudian tentara diangkut ke rumah sakit/tempat perawatan yang berlokasi di garis
belakang. Sebelum Larrey menuangkan konsepnya, semua orang yang terluka tetap berada
di medan perang hingga perang usai baru kemudian diberikan perawatan.
Pada tahun 1846, John Wilson memberikan kontribusi lanjutan bagi filosofi triase.
Dia mencatat bahwa, untuk penyelamatan hidup melalui tindakan pembedahan akan
efektif bila dilakukan pada pasien yang lebih memerlukan.
Pada perang dunia I, pasien akan dipisahkan di pusat pengumpulan korban secara
langsung akan dibawa ke tempat dengan fasilitas yang sesuai. Pada perang dunia II
diperkenalkan pendekatan triage dimana korban dirawat pertama kali dilapangan oleh
dokter dan kemudian dikeluarkan dari garis perang untuk perawatan yang lebih baik.
Pengelompokan pasien dengan tujuan untuk membedakan prioritas penanganan dalam
medan perang pada perang dunia I, maksud awalnya adalah untuk menangani luka yang
minimal pada tentara sehingga dapat segera kembali ke medan perang.
Penggunaan awal kata “trier” mengacu pada penampisan screening di medan perang.
Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian
yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya
manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap hamper 100 juta orang yang
memerlukan pertolongan di unit gawat darurat (UGD) setiap tahunnya. Berbagai system
triage mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-an seiring jumlah kunjungan UGD
yang telah melampaui kemampuan sumber daya yang ada untuk melakukan penanganan
segera. Tujuan triage adalah memilih atau menggolongkan semua pasien yang datang ke
UGD dan menetapkan prioritas penanganan.

2
2. Definisi
Triase adalah proses pengambilan keputusan yang kompleks dalam rangka
menentukan pasien mana yang berisiko meninggal, berisiko mengalami kecacatan, atau
berisiko memburuk keadaan klinisnya apabila tidak mendapatkan penanganan medis
segera, dan pasien mana yang dapat dengan aman menunggu. Berdasarkan definisi
ini, proses triase diharapkan mampu menentukan kondisi pasien yang memang
gawat darurat, dan kondisi yang berisiko gawat darurat.
Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara
yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang
paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang
memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).
Triase adalah suatu system pembagian / klasifikasi prioritas klien berdasarkan
berat ringannya kondisi klien atayu kegawatannya yang memerlukan tindakan segera.
Dalam triage perawat dan dokter mempunyai Batasan waku (respon time) untuk
mengkaji keadaan dan memberikan intervensi secepatnya yaitu < 10 menit
(Pusponegoro,2011)
Untuk membantu mengambil keputusan, dikembangkan suatu sistim penilaian
kondisi medis dan klasifikasi keparahan dan kesegeraan pelayanan berdasarkan
keputusan yang diambil dalam proses triase. Penilaian kondisi medis triase tidak hanya
melibatkan komponen topangan hidup dasar yaitu jalan nafas (airway), pernafasan
(breathing) dan sirkulasi (circulation) atau disebut juga ABC approach, tapi juga
melibatkan berbagai keluhan pasien dan tanda-tanda fisik. Penilaian kondisi ini disebut
dengan penilaian kumpulan tanda (syndromic approach). Contoh sindrom yang lazim
dijumpai di unit gawat darurat adalah nyeri perut, nyeri dada, sesak nafas, dan
penurunan kesadaran.

3. Tujuan Triase
Tujuan dari sistem triase adalah untuk memastikan bahwa tingkat dan kualitas
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat adalah sesuai dengan kriteria klinis, bukan
didasarkan pada kebutuhan organisasi atau administrasi. Standar sistem triase bertujuan
untuk mengoptimalkan keselamatan dan efisiensi pelayanan darurat berbasis-rumah sakit

3
dan untuk menjamin kemudahan akses terhadap pelayanan kesehatan di seluruh lapisan
masyarakat.
Penggunaan sistem triase memfasilitasi peningkatan standar kualitas di instalasi
gawat darurat, karena memungkinkan untuk dilakukan perbandingan indikator kinerja
utama (lama waktu untuk-perawatan berdasarkan kategori triase) baik di unit itu sendiri
maupun antarinstalasi gawat darurat.
Triase konvensional yang dikembangkan di medan perang dan medan bencana
menetapkan sistim pengambilan keputusan berdasarkan keadaan hidup dasar yaitu ABC
approach dan fokus pada kasus-kasus trauma. Setelah kriteria triase ditentukan, maka
tingkat kegawatan dibagi dengan istilah warna, yaitu warna merah, warna kuning,
warna hijau dan warna hitam. Penyebutan warna ini kemudian diikuti dengan
pengembangan ruang penanganan medis menjadi zona merah, zona kuning, dan zona
hijau.
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan
triase selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang
memerlukan pertolongan kedaruratan.
Dengan triase tenaga kesehatan akan mampu :
1) Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien.
2) Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan.
3) Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses
penanggulangan/pengobatan gawat darurat.

4. Fungsi Triase
Fungsi penting triase dalam pemberian pelayanan di instalasi gawat darurat, di
mana sejumlah orang dengan berbagai kondisi yang sama dapat datang ke IGD pada
waktu yang bersamaan. Meskipun sistem triase mungkin berfungsi dengan cara yang
sedikit berbeda tergantung sejumlah faktor lokal, namun sistem triase yang efektif
memberikan dampak yang penting berikut ini: 
1.1 Sebagai sebuah tempat masuk tunggal untuk semua pasien datang (bersifat
ambulans dan non-ambulans), sehingga semua pasien memperoleh proses penilaian
yang sama.
1.2 Lingkungan fisik yang sesuai untuk melakukan melakukan pemeriksaan
singkat. Juga diperlukan lingkungan yang memberikan kemudahan untuk pasien
menyampaikan kondisi klinis, memperoleh rasa aman dan persyaratan administrasi,

4
serta ketersediaan peralatan pertolongan pertama serta tersedianya fasilitas cuci
tangan.
1.3 Sebuah sistem penerimaan pasien yang terorganisir akan memungkinkan kemudah
aliran informasi kepada pasien dari unit triase sampai ke seluruh komponen instalasi
gawat darurat , dari pemeriksaan sampai penanganan pasien
1.4 Didapatnya data yang tepat waktu untuk kebutuhan pemberian pelayanan , termasuk
sistem untuk memberitahukan kedatangan pasien dengan ambulan dan pelayanan
gawat darurat lainnya.

5. Pembagian Triage
Berbagai sistem triage mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-an seiring
jumlah kunjungan IGD yang telah melampaui kemampuan sumber daya yang ada untuk
melakukan penanganan segera. Tujuan triage adalah memilih atau menggolongkan
semua pasien yang datang ke IGD dan menetapkan prioritas penanganan. Triage terbagi
atas Single Patient Triage dan Routine Multiple Casualty Triage.
1. Single Patient Triage
Menurut pusponegoro (2011), triage tipe ini dilakukan terhadan satu pasien
pada fase pra-rumah sakit maupun pada fase rumah sakit di IGD dalam day to day
emergency dimana pasien dikategorikan kedalam pasien gawat darurat (true
emergency) dan pasien bukan gawat darurat (false emergency). Dasar dari cara
triage ini adalah menanggulangi pasien yang dapat meninggal bila tidak dilakukan
resusitasi segera. Single Patient Triage dapat juga dibagi dalam kategori sebagai
berikut:
1.2 Resusitasi adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat dan
mengancam nyawa serta harus mendapat penanganan resusitasi segera.
2.2 Emergency adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat karena
dapat mengakibatkan kerusakan organ permanen dan pasien harus
ditangani dalam waktu maksimal 10 menit.
3.2 Urgent adalah pasien yang datang dengan keadaan darurat tidak gawat
yang harus ditangani dalam waktu maksimal 30 menit.
4.2 Non-urgent adalah pasien yang datang dalam kondisi tidak gawat tidak
darurat dengan keluhan yang ringan-sedang, tetapi mempunyai

5
kemungkinan atau dengan riwayat penyakit serius yang harus mendapat
penanganan dalam waktu 60 menit.
5.2 False emergency adalah pasien yang datang dalam keadaan tidak gawat
tidak darurat dengan keluhan ringan dan tidak ada kemungkinan menderita
penyakit atau riwayat penyakit yang serius.

2. Routine Multiple Casualty Triage.


1. Simple triage and rapid treatment (START)
Dalam Hospital Preparedness for Emergency & Disaster (2007)
dinyatakan bahwa sistem ini ideal untuk Incident korban masal tetapi tidak
terjadi functional collapse rumah sakit. Ini memungkinkan paramedik untuk
memilah pasien mana yang perlu dievakuasi lebih dulu ke rumah sakit.
Prinsip dari START adalah untuk mengatasi ancaman nyawa, jalan nafas
yang tersumbat dan perdarahan masif arteri. START dapat dengan cepat dan
akurat tidak lebih dari 60 detik perpasien dan mengklasifikasi pasien kedalam
kelompok terapi:
1.2 Hijau: pasien sadar dan dapat jalan dipisahkan dari pasien lain,
walking wounded dan pasien histeris.
2.2 Kuning/delayed: semua pasien yang tidak termasuk golongan merah
maupun hijau.
3.2 Merah/immediate (10%-20% dari semua kasus): semua pasien yang
ada gangguan airway, breathing, circulation, disability and
exprosure. Termasuk pasien-pasien yang bernafas setelah airway
dibebaskan, pernafasan >30 kali permenit, capillary refill > 2detik.
4.2 Hitam: meninggal dunia.

3. Triage bila jumlah pasien sangat banyak


SAVE (secondary assesment of victim endpoint). Sistem ini dapat mentriage
dan menstratifikasi korban bencana. Ini sangat membantu bila dilakukan dilapangan
dimana jumlah pasien banyak, sarana minimum dan jauh dari fasilitas rumah
sakit definitive (Depkes, 2007). Kategori triage dalam SAVE dibagi menjadi tiga
kategori yaitu:
1.1 Korban yang akan mati tanpa melihat jumlah perawatan yang diterimanya.

6
1.2 Korban yang akan selamat tanpa melihat langkah perawatan apa yang
diberikan
1.3 Korban yang akan sangat beruntung dari intervensi di lapangan yang sangat
terbatas.

4. Triage bila jumlah pasien sangat banyak


Triase bencana bertujuan untuk mengerahkan segala daya upaya yang ada untuk
korban-korban yang masih mungkin diselamatkan sebanyak mungkin (do the most
good for the most people).

Kriteria Deskripsi
Merah Korban dalam kondisi kritis dan membutuhkan pertolongan
segera
Kuning Korban tidak dalam kondisi kritis namun membutuhkan
pertolongan segera
Hijau Trauma minor dan masih mampu berjalan (walking wounded)
Hitam Meninggal

Tabel 1 Kriteria dan Deskripsi Pasien. Sumber: Mulyana (2016)

1.5 Triage Rumah Sakit


Sistem triage IGD memiliki banyak variasi dan modifikasi yang sesuai
dengan kondisi masing-masing rumah sakit. Untuk membuat sistim triase yang
efektif dan efisien, maka ada empat hal yang harus dinilai yaitu:
1.2 Utilitas triase yang diadopsi harus mempunyai daya guna yang memberikan
kepuasan atau manfaat bagi pasien
2.2 Sistim triase harus mudah dipahami dan praktis dalam aplikasi oleh
perawat gawat darurat dan dokter
3.2 Valid, sistim triase harus mampu mengukur urgensi suatu kondisi sesuai
dengan seharusnya dan reliabel
4.2 Sistim triase dapat dilaksanakan oleh berbagai petugas medis dan
memberikan hasil yang seragam, dan keamanan, keputusan yang diambil
melalui sistim triase harus mampu mengarahkan pasien untuk mendapatkan
pengobatan semestinya dan tepat waktu sesuai kategori triase.

7
Dengan metode triase lima kategori ini, maka setiap pasien yang masuk ke unit
gawat darurat akan diterima oleh petugas triase. Petugas triase kemudian melakukan
proses pengambilan keputusan berdasarkan metode terstruktur yang ditetapkan dan
dilakukan dalam waktu singkat (2-5 menit), untuk kemudian mengarahkan pasien ke
zona pelayanan medik yang sesuai dengan kategori triase.
Petugas triase harus menetapkan skala prioritas pasien, tidak melakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik mendalam, tidak perlu menetapkan rumusan
masalah apalagi menetapkan diagnosis.

6. Prinsip Triase
a) Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan berespon terhadap kemungkinan penyakit yang mengancam kehidupan
atau injuri adalah hal yang terpenting di departemen kegawatdaruratan.
b) Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
Ketelitian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses interview.

c) Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian


Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan bila terdapat
informasi yang adekuat serta data yang akurat.
d) Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara akurat seorang
pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal tersebut termasuk
intervensi terapeutik, prosedur diagnostik dan tugas terhadap suatu tempat yang
diterima untuk suatu pengobatan.
e) Tercapainya kepuasan pasien
1) Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas saat menetapkan hasil
secara serempak dengan pasien
2) Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan yang dapat
menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada seseorang yang sakit dengan
keadaan kritis.
3) Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga atau
temannya.
4) Sistem priioritas berdasarkan pada :
a. Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit

8
b. Dapat meninggal dunia dalam hitungan jam
c. Trauma ringan
d. Sudah meninggal dunia
Pada umumnya penilaian korban dalam triase dapat dilakukan dengan :
a. Menilai tanda vital dan kondisi umum korban
b. Menilai kebutuhan medis
c. Menilai kemungkinan bertahan hidup
d. Menilai bantuan yang memungkinkan
e. Memprioritaskan penanganan definitive
f. Tag warna (Brooker, 2008).

7. Sistem Triase
1.1 Patient Acuity Category Scale (PACS)
Sistem PACS berasal dari singapura dan diadobsi oleh rumah sakit
yang bekerjasama atau berafiliasi dengan Singapore General Hosptal (Hadi,
2014). PACS terdiri dari 4 skala prioritas yaitu:
Kategori Deskripsi
PAC 1 Merupakan kategori pasien yang sedang mengalami kolaps
kardiovaskular atau dalam kondisi yang mengancam
nyawa. Pertolongan pada kategori ini tidak boleh delay,
contohnya antara lain major trauma, STEMI, cardiac arrest,
dan lain-lain.
PAC 2 Merupakan kategori pasien-pasien sakit berat, tidur di
brankar atau bed, dan distress berat, tetapi keadaan
hemodinamik stabil pada pemeriksaan awal. Pada kategori
ini mendapatkan prioritas pertolongan kedua dan
pengawasan ketat karena cenderung kolaps bila tidak
mendapat pertolongan. Contohnya antara lain stoke, fraktur
terbuka tulang panjang, serangan asma, dan lain-lain.
PAC 3 Merupakan kategori pasien-pasien dengan sakit akut,
moderate, maupun berjalan, dan tidak beresiko kolaps.
Pertolongan secara efektif di IGD biasanya cukup
memnghilangkan atau memperbaiki keluhan penyakit
pasien. Contohnya antara lain vulnus, demam, cedera

9
ringan-sedang, dan lain-lain.
PAC 4 Merupakan kategori pasien-pasien nonemergency. Pasien ini
dirawat di poli. Pasien tidak membutuhkan pengobatan
segera dan tidak menderita penyakit yang beresiko
mengancam jiwa. Contohnya antara lain acne,
dislipidemia, dan lain-lain.
Tabel 2 Patient Acuity Category Scale (PACS). Sumber: Mulyana (2016)

1.2 Worthing Physiology Score System (WPSS)


WPSS adalah suatu system skoring prognostic sederhana yang
mengidentifikasi penanda fisiologi pada tahap awal untuk melakukan
tindakan secepatnya, yang dituangkan dalam bentuk intervention-calling
score. Skor tersebut didapatkan dari pengukuran tanda vital yang mencakup
tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, temperatur, saturasi
oksigen, dan tingkat kesadaran berdasarkan AVPU (alert, verbal, pain,
unresponsive) (Duckitt, 2007). Intervention-calling score WPSS mempunyai
keterbatasan pada pasien trauma oleh karena pada pasien trauma walaupun
mengalami kondisi yang berat yang berkaitan dengan traumanya namun
dalam keadaan akut seringkali masih memiliki cadangan fisiologi yang masih
baik.
WPSS melakukan penilaian tanda vital dengan sederhana dalam
identifikasi pasien, serta memberikan kategori triage yang objektif. Selain
itu, WPSS memiliki beberapa keuntungan yaitu:

1. Penilaian cepat dan akurat terhadap pasien gawat.


2. Mengubah parameter klinis yang teratur kedalam suatu nilai skor.
3.Peralatan yang dibutuhkan minimal, tidak menyakiti, serta mudah
digunakan.
4. Penilaian yang dilakukan akan seragan antar staf.

1.3 Australia Triage Scale (ATS)


Sekitar tahun 1980an dimulai konsep triase lima tingkat di Rumah
Sakit Ipswich, Queensland, Australia. Konsep yang sama juga dikembangkan

10
di rumah sakit Box Hill, Victoria, Australia. Pembagian tingkatan ini
berdasarkan tingkat kesegeraan (urgency) dari kondisi pasien. Validasi
sistim triase ini menunjukkan hasil yang lebih baik dan konsisten
dibandingkan triase konvensional dan mulai di adopsi unit gawat darurat di
seluruh Australia. Sistim nasional ini disebut dengan National Triage Scale
(NTS) dan kemudian berubah nama menjadi Australia Triage Scale (ATS)
dan mulai berlaku sejak tahun 1994.

11
Sistem Triase Australian Triage Scale (ATS)
Kategori ATS Respon Deskripsi Kategori Deskripsi Klinis
Kategori 1 Segera, penilaian dan tata laksana diberikan secara  Kondisi yang mengancam  Henti jantung
simultan nyawa  Henti nafas
 Berisiko mengancam nyawa  Sumbatan jalan nafas
bila tidak segera diintervensi mendadak yang berisiko
menimbulkan henti jantung
 Pernafasan <10x/menit
 Distres pernafasan berat
 Tekanan darah sistole <80
(dewasa) atau anak dengan
klinis shock berat
 Kesadaran tidak ada respon
atau hanya berespon dengan
nyeri
 Kejang berkelanjutan
 Gangguan perilaku berat
yang mengancam diri pasien
dan orang lain
Kategori 2 Penilaian dan tatalaksana diberikan secara  Risiko mengancam nyawa, di  Jalan nafas: ada stridor
simultan dalam waktu 10 menit mana kondisi pasien dapat disertai distress pernafasan
memburuk dengan cepat, berat

12
dapat segera menimbulkan  Gangguan sirkulasi:
gagal organ bila tidak - Akral dingin
diberikan tata laksana dalam - Denyut nadi <50 kali
waktu 10 menit setelah per menit atau lebih dari
datang 150x/menit pada dewasa
 Pasien memiliki kondisi yang - Hipotensi dengan
memiliki periode terapi gangguan hemodinamik
efektif seperti trombolitik lain
pada ST Elevation Myocard - Banyak kehilangan darah
Infark (STEMI), trombolitik
 Nyeri dada tipikal
pada stroke iskemik baru, dan
 Defisit neurologis akut
antidotum pada kasus.
(hemiparesis, disfasia)
 Nyeri hebat (VAS 7-10) nyeri
 Demam dengan letargi
harus diatasi dalam waktu 10
 Mata terpercik zat asam atau
menit setelah pasien datang.
zat basa
 Trauma multipel yang
membutuhkan respon tim
 Trauma lokal namun berat
(traumatic amputation,
fraktur terbuka dengan
perdarahan)

13
 Riwayat medis berisiko:
- Riwayat tertelan bahan
beracun dan berbahaya
- Riwayat tersengat racun
binatang tertentu
- Nyeri yang diduga
berasal dari emboli paru,
diseksi aorta, kehamilan
ektopik
 Gangguan perilaku:
- Perilaku agresif dan
kasar
- Perilaku
yangmmembahayakan diri
sendiri dan orang lain dan
membutuhkan tindakan
restraint
Kategori 3 Penilaian dan tata laksana dapat dilakukan dalam  Kondisi potensi berbahaya,  Hipertensi berat
waktu 30 menit mengancam nyawa atau dapat  Kehilangan darah moderat
menambah keparahan bila  Sesak nafas
penilaian dan tatalaksana  Saturasi oksigen 90-95%

14
tidak dilaksanakan dalam  Paska kejang
waktu 30 menit.  Demam pada pasien
 Kondisi segera, di mana ada immunokompromais (pasien
pengobatan yang harus segera AIDS, pasien onkologi, pasien
dilakukan. dalam terapi steroid)
 Nyeri sedang yang harus  Muntah menetap dengan
diatasi dalam waktu 30 menit penyebabnya
 Nyeri dada atipikal
 Nyeri perut tanpa tanda akut
abdomen
 Pasien dengan usia >65 tahun
 Trauma ekstremitas moderat
(deformitas, laserasi, sensasi
perabaan menurun, pulsasi
ekstremitas menurun
mendadak, mekanisme trauma
memiliki risiko tinggi
 Neonatus dengan kondisi
stabil
 Gangguan perilaku yang
sangat tertekan, menarik diri,

15
agitasi, gangguan isi dan
bentuk pikiran akut, potensi
menyakiti diri sendiri, orang
lain dan lingkungan.
Kategori 4 Penilaian dan tata laksana dapat dimulai dalam  Kondisi berpotensi jatuh  Perdarahan ringan
waktu menjadi lebih berat apabila  Terhirup benda asing tanpa
60 menit penlaian dan tata laksana ada sumbatan jalan nafas dan
tidak segera dilaksanakan sesak nafas
dalam waktu 60 menit  Cedera kepala ringan tanpa
 Kondisi segera, di mana ada riwayat pingsan
pengobatan yang harus  Nyeri ringan-sedang
segera diberikan dalam  Muntah atau diare tanpa
waktu 60 menit untuk ehidrasi
mencegah risiko perburukan  Radang atau benda asing di
kondisi pasien mata, penglihatan normal
 Kondisi medis kompleks,  Trauma ekstremitas minor
pasien membutuhkan (keseleo, curiga fraktur, luka
pemeriksaan yang banyak, robek sederhana, tidak ada
konsultasi dengan berbagai gangguan neurovaskular
spesialis dan tata laksana di ekstremitas) sendi bengkak
ruang rawat inap  Nyeri perut non spesifik
 Nyeri ringan

16
 Gangguan perilaku
 Pasien riwayat gangguan yang
merusak diri dan mengganggu
orang lain, saat ini dalam
observasi
Kategori 5 Penilaian dan tata laksana dapat dimulai dalam  Kondisi tidak segera, yaitu  Nyeri ringan
waktu kondisi kronik atau minor di  Riwayat penyakit tidak
120 menit mana gejala tidak berisiko berisiko dan saat ini tidak
memberat bila pengobatan bergejalan
tidak segera diberikan  Keluhan minor yang saat
 Masalah klinis administrative berkunjung masih dirasakan
 Mengambil hasil  Luka kecil (luka lecet, luka
laboratorium dan meminta robek kecil)
penjelasan, meminta sertifikat  Kunjungan ulang untuk ganti
kesehatan, meminta verban, evaluasi jahitan
perpanjangan resep  Kunjungan untuk imunisasi
 Pasien kronis psikiatri tanpa
gejala akut dan hemodinamik
stabil

Tabel 3 Australian Triage Scale (ATS). Sumber: Julie, et al, 2020

17
1.4 The Canadian Triage and Acuity Scale (CTAS)
Triase Kanada dikenal dengan The Canadian Triage and Acuity Scale
(CTAS). Pertama kali dikembangkan tahun 1990 oleh dokter yang bergerak
dibidang gawat darurat. Konsep awal CTAS mengikuti konsep ATS, di mana
prioritas pasien disertai dengan waktu yang diperlukan untuk mendapatkan
penanganan awal. CTAS juga dilengkapi dengan rangkuman keluhan dan tanda
klinis khusus untuk membantu petugas melakukan identifikasi sindrom yang
dialami pasien dan menentukan level triase. Metode CTAS juga mengharuskan
pengulangan triase (re- triage) dalam jangka waktu tertentu atau jika ada perubahan
kondisi pasien ketika dalam observasi.
Pengambilan keputusan dalam sistim CTAS berdasarkan keluhan utama
pasien, dan hasil pemeriksaan tanda vital yang meliputi tingkat kesadaran, nadi,
pernafasan, tekanan darah, dan nyeri. Penilaian dilakukan selama 2 – 5 menit,
namun bila pasien dianggap kategori CATS 1 dan 2, maka harus segera dikirim ke
area terapi.
Seperti ATS, CTAS juga membuat batasan waktu berapa lama pasien dapat
menunggu penanganan medis awal. Batasan waktu yang ditetapkan masih memiliki
kelonggaran, karena kunjungan pasien yang tidak dapat diprediksi dan dibatasi
adalah realitas yang dihadapi oleh tiap unit gawat darurat.

Kategori Respon
CTAS
CTAS 1 Pasien dengan kategori ini 98% harus segera ditangani
oleh dokter
CTAS 2 Pasien dengan kategori ini 95% harus ditangani oleh
dokter dalam waktu 15 menit
CTAS 3 Pasien dengan kategori ini 90% harus ditangani oleh
dokter dalam waktu 30 menit
CTAS 4 Pasien dengan kategori ini 85% harus ditangani oleh
dokter dalam waktu 60 menit
CTAS 5 Pasien dengan kategori ini 80% harus ditangani oleh
dokter dalam waktu 120 menit
Tabel 4 The Canadian Triage and Acuity Scale (CTAS). Sumber: Julie, et al, 2020

18
1.5 Manchester Triage Scale (MTS)
Menurut Julie, et al (2020), Manchester Scale Triage (MST) merupakan sitem
triage yang berkembang menggunakan 52 langkah deteksi gejala, kemudian
diklasifikasikan dalam 5 langkah prioritas pasien selanjutnya dievaluasi pada tahun
1994 di Inggris hingga saat ini. Sistem triase ini lebih jauh untuk mengidentifikasi
tingkat keparahan dan waktu aman pasien di instalasi gawat darurat untuk segera
dilakukan tindakan medis. Tidak jarang pasien dilakukan tes diagnostik, seperti tes
laboratorium untuk meningkatkan sensitivitas perawatan agar lebih tepat. Tujuan
utama Manchester Scale Triage (MST) adalah menetapkan batas waktu setiap
pasien untuk dirawat dengan aman, yaitu tanpa risiko kesehatan pasien.Salah satu
prinsip utama sistem ini adalah semakin tinggi persepsi risiko terhadap pasien,
semakin pendek waktu menunggu kehadiran tenaga medis.
Evaluation Color Response Time
Immediate RED 0
Very Urgent ORANGE 10
Urgent YELLOW 60
Standard GREEN 120
Non-urgent BLUE 240
Tabel 5 Manchester Scale Triage (MST). Sumber: Julie, et al, 2020

1.6 Emergency Severity Index (ESI)


Triase Amerika Serikat disebut juga dengan Emergency Severity Index (ESI)
dan pertama kali dikembangkan di akhir tahun 1990an. Ditandai dengan
dibentuknya Joint Triage Five Level Task Force oleh The Emergency Nursing
Association (ENA) dan American College of Physician (ACEP) untuk
memperkenalkan lima kategori triase untuk menggantikan tiga kategori
sebelumnya.
Perubahan ini berdasarkan pertimbangan kebutuhan akan presisi dalam
menentukan prioritas pasien di IGD, sehingga pasien terhindar dari keterlambatan
pengobatan akibat kategorisasi terlalu rendah, atau sebaliknya pemanfaatanIGD
yang berlebihan untuk pasien yang non urgen akibat kategorisasi terlalu tinggi.
Metode ESI menentukan prioritas penanganan awal berdasarkan sindrom
yang menggambarkan keparahan pasien dan perkiraan kebutuhan sumber daya unit
gawat darurat yang dibutuhkan (pemeriksaan laboratorium, radiologi, konsultasi
spesialis terkait, dan tindakan medik di unit gawat darurat).

19
Apabila ada pasien baru datang ke unit gawat darurat, maka petugas triase
akan melakukan dua tahap penilaian, tahap pertama adalah menentukan keadaan
awal pasien apakah berbahaya atau tidak, bila berbahaya maka kondisi pasien
termasuk level 1 atau 2. Pasien dikelompokkan kedalam level 1 apabila terjadi
ganggguan di tanda vital yang mengancam nyawa seperti henti jantung paru dan
sumbatan jalan nafas. Pasien dengan tanda vital tidak stabil dan sindrom yang
potensial mengancam akan dikelompokkan ke level 2 seperti nyeri dada tipikal,
perubahan kesadaran mendadak, nyeri berat, curiga keracunan, dan gangguan
psikiatri dengan risiko membahayakan diri pasien atau orang lain.
Pasien yang tidak
memenuhi kriteria
level 1 dan 2 akan
memasuki tahap
penilaian kedua yaitu
perkiraan kebutuhan
pemakaian sumber
daya IGD
(pemeriksaan
laboratorium,
pemeriksaan radiologi,
tindakan atau terapi
intravena) dan
pemeriksaan tanda
vital lengkap. Apabila
saat triase diperkirakan
pasien yang datang
tidak membutuhkan
pemeriksaan penunjang
Gambar 1 Skema system triase ESI. Sumber: Julie, et
dan terapi intravena, maka pasien termasuk kategori
al, 2020 5, apabila pasien diperkirakan
perlu menggunakan satu sumber daya IGD (laboratorium atau x ray atau EKG,
atau terapi intravena) maka termasuk kategori 4, apabila pasien diperkirakan
membutuhkan lebih dari satu sumber daya IGD untuk mengatasi masalah medisnya,
maka akan masuk kategori 3 (apabila hemodinamik stabil) atau kategori 2 (apabila
hemodinamik tidak stabil).

20
21
DAFTAR PUSTAKA

Aryono D. Pusponegoro. 2015. Safe Comunnity Penanggulangan Gawat Darurat Sehari


Hari 10 Prinsip Penanggulangan Bencana & amp; Korban Massal. Jakarta: Agung
Seto.
Departments Australasian College For Emergency Medincine. 2016. Guidelines On The
Implementation Of The Australasian Triage Scale In Emergency. Australia.
Julie K. Briggs And Valerie Aarne Grossman. 2020. Emergency Nursing 5-Tier Triage
Protocols Second Edition. New York: Springer Publishing Company
Kemenkes RI. 2018. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 47 Tahun 2018
Tentang Pelayanan Kegawatdaruratan. Jakarta: Kemenkes RI

Komisi Akreditasi Rumah Sakit. 2017. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1.
Jakarta: KARS.

Habib, Hadiki & Sulistio, Septo & Mulyana, Radi & Albar, Imamul. (2016). Triase Modern
Rumah Sakit dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Medika. XLII.

Purwanto, dkk. 2019. Perbedaan Penerapan Australian Triage Scale (ATS) Dan The
Worthing Physiological Scorign System (WPSS) Terhadap tingkat Kepuasan Pasien
Di IGD RS Panti Waluyo Surakarta.
SPGDT. 2020. Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta: AGD Dinkes Provinsi DKI
Jakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai