Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
PO.71.24.2.20.004
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan hidayahnya
sehingga, Alhamdulillah makalah ini dapat saya selesaikan dengan judul materi “ Triage
Dan Kondisi Gawat Darurat “. Tak lupa pula kita kirimkan salam dan shalawat kepada
nabi Muhammad SAW, yang telah berhasil memperjuangkan agama islam yang mulia ini
beserta keluarga dan para sahabatnya
Saya juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen Wita
Asmalinda, SST., M.Keb selaku dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan
Kegawatdaruratan Maternal Neonatal yang telah memberikan dan mentrasferkan ilmunya
kepada saya dan teman-teman. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Namun, demikian saya berharap semoga isi makalah ini
dapat benar-benar bermanfaat bagi saya khususnya, serta para pembaca umumnya. Selain
itu, saya berharap adanya kritik dan saran dari para pembaca demi terwujudnya
kesempurnaan makalah ini.
2
DAFTAR ISI
TRIAGE ………………………………………………………………………… 4
3
BAB I
PEMBAHASAN
TRIAGE
A. Sejarah Triage
Penggunaan istilah triage ini sudah lama berkembang. Konsep awal triage modern
yang berkembang meniru konsep pada jaman Napoleon dimana Baron Dominique Jean
Larrey (1766 – 1842), seorang dokter bedah yang merawat tentara Napoleon,
mengembangkan dan melaksanakan sebuah system perawatan dalam kondisi yang paling
mendesak pada tentara yang datang tanpa memperhatikan urutan kedatangan mereka.
System tersebut memberikan perawatan awal pada luka ketika berada di medan perang
kemudian tentara diangkut ke rumah sakit/tempat perawatan yang berlokasi di garis
belakang. Sebelum Larrey menuangkan konsepnya, semua orang yang terluka tetap
berada di medan perang hingga perang usai baru kemudian diberikan perawatan.
Pada tahun 1846, John Wilson memberikan kontribusi lanjutan bagi filosofi triase.
Dia mencatat bahwa, untuk penyelamatan hidup melalui tindakan pembedahan akan
efektif bila dilakukan pada pasien yang lebih memerlukan.
Pada perang dunia I, pasien akan dipisahkan di pusat pengumpulan korban secara
langsung akan dibawa ke tempat dengan fasilitas yang sesuai. Pada perang dunia II
diperkenalkan pendekatan triage dimana korban dirawat pertama kali dilapangan oleh
dokter dan kemudian dikeluarkan dari garis perang untuk perawatan yang lebih baik.
Pengelompokan pasien dengan tujuan untuk membedakan prioritas penanganan dalam
medan perang pada perang dunia I, maksud awalnya adalah untuk menangani luka yang
minimal pada tentara sehingga dapat segera kembali ke medan perang.
Penggunaan awal kata “trier” mengacu pada penampisan screening di medan perang.
Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian
yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber
daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap hamper 100 juta orang
yang memerlukan pertolongan di unit gawat darurat (UGD) setiap tahunnya. Berbagai
system triage mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-an seiring jumlah kunjungan
UGD yang telah melampaui kemampuan sumber daya yang ada untuk melakukan
4
penanganan segera. Tujuan triage adalah memilih atau menggolongkan semua pasien
yang datang ke UGD dan menetapkan prioritas penanganan.
B. Pengertian
Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara
yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang
paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang
memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).
Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat
kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas penanganan
dan sumber daya yang ada.
Triage adalah suatu system pembagian/klasifikasi prioritas klien berdasarkan berat
ringannya kondisi klien/kegawatdaruratannya yang memerlukan tindakan segera. Dalam
triage, perawat, bidan dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time) untuk
mengkaji keadaan dan memberikan intervensi secepatnya yaitu ≤ 10 menit.
Triase berasal dari bahasa Perancis trier dan bahasa inggris triage dan diturunkan
dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir yaitu proses khusus memilah pasien
berdasar beratnya cidera/penyakit untuk menentukan jenis asuhan gawat darurat. Kini
istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang
cepat dan berfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya
manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang yang
memerlukan perawatan di UGD setiap tahunnya (Pusponegoro, 2010).
C. Tujuan Triage
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan
triage selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang
memerlukan pertolongan kedaruratan.
Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
1. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
2. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan
3. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses
penanggulangan/pengobatan gawat darurat.
5
Sistem Triage dipengaruhi oleh :
1. Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan
2. Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien
3. Denah bangunan fisik unit gawat darurat
4. Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis.
6
Menurut Brooker 2008, Dalam prinsip triase diberlakukan system prioritas. Prioritas
adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai penanganan
yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien
berdasarkan:
1. Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
2. Dapat mati dalam hitungan jam
3. Trauma ringan
4. Sudah meninggal
7
3. Tipe 3 : Comprehensive Triage
a. Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan berpengalaman
b. 4 sampai 5 sistem kategori
c. Sesuai protocol.
8
Gawat tidak darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. Setelah
dilakukan resusitasi maka ditindaklanjuti
oleh dokter spesialis. Misalnya : pasien
kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell
dan lainnya.
Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa
tetapi memerlukan tindakan darurat.
Pasien sadar, tidak ada gangguan ABC
dan dapat langsung diberikan terapi
definitive. Untuk tindak lanjut dapat ke
poliklinik, misalnya laserasi, fraktur
minor/ tertutup, otitis media dan lainnya.
Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan
tidak memerlukan tindakan gawat. Gejala
dan tanda klinis ringan/ asimptomatis.
Misalnya penyakit kulit, batuk, flu, dan
sebagainya.
9
Prioritas II (Kuning) Potensial mengancam nyawa atau fungsi
vital bila tidak segera ditangani dalam
jangka waktu singkat. Penanganan dan
pemindahan bersifat jangan terlambat.
Contohnya patah tulang besar, combutio
(luka bakar) tingkat II dan III < 25 %,
trauma thorak/ abdomen, laserasi luas,
trauma bola mata.
Prioritas III (Hijau) Perlu penanganan seperti pelayanan
biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan
pemindahan bersifat terakhir. Contohnya
luka superficial, luka-luka ringan.
Prioritas 0 (Hitam) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil,
luka sangat parah. Hanya perlu terapi
suportif. Contohnya henti jantung kritis,
trauma kepala kritis.
10
Kelas V Gawat darurat (misalnya henti jantung,
syok); tidak boleh ada keterlambatan
pengobatan ; situasi yang mengancam
hidup
Beberapa petunjuk tertentu yang harus diketahui oleh perawat triage yang
mengindikasikan kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut meliputi :
1. Nyeri hebat
2. Perdarahan aktif
3. Stupor / mengantuk
4. Disorientasi
5. Gangguan emosi
6. Dispnea saat istirahat
7. Diaforesis yang ekstern
8. Sianosis
9. Tanda vital diluar batas normal (Iyer, 2004).
G. Proses Triage
Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat/Bidan triage harus
mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan
pengkajian, misalnya terlihat sekilas kearah pasien yang berada di brankar sebelum
mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.
Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat, tidak lebih
dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat utama.
Perawat/Bidan triage bertanggung jawab untuk menempatkan pasien di area pengobatan
yang tepat, misalnya bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung dengan
monitor jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa memikirkan dimana pasien pertama kali
ditempatkan setelah triage, setiap pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat/bidan
utama sedikitnya sekali setiap 60 menit.
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat darurat,
pengkajian dilakukan setiap 15 menit/lebih bila perlu. Setiap pengkajian ulang harus
11
didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru dapat mengubah kategorisasi
keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan. Misalnya kebutuhan untuk memindahkan
pasien yang awalnya berada di area pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika
pasien tampak mual atau mengalami sesak nafas, sinkope, atau diaphoresis (Iyer, 2004).
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda-tanda objektif bahwa ia
mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka pasien ditangani
terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif dan data subjektif
sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian
kemudian dilengkapi dengan data subjektif yang berasal langsung dari pasien (data
primer).
12
e. Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna : merah,
kuning, hijau, hitam.
f. Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan
diruang tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut,
penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit
lain.
g. Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis lebih
lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien
dengan kategori triase merah selesai ditangani.
h. Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila
sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka penderita/korban dapat
diperbolehkan untuk pulang.
i. Penderita kategori triase hitam (meninggal) dapat langsung dipindahkan ke kamar
jenazah (Rowles, 2007).
H. Dokumentasi Triage
Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam
persoalan hukum. Sedangkan pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau
merekam peristiwa dan objek maupun aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang
dianggap berharga dan penting.
Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan standar nasional
berperan sebagai alat manajemen resiko bagi perawat UGD. Hal tersebut memungkinkan
peninjau yang objektif menyimpulkan bahwa perawat/bidan sudah melakukan
pemantauan dengan tepat dan mengkomunikasikan perkembangan pasien kepada tim
kesehatan. Pencatatan, baik dengan computer, catatan naratif, atau lembar alur harus
menunjukkan bahwa perawat gawat darurat telah melakukan pengkajian dan komunikasi,
perencanaan dan kolaborasi, implementasi dan evaluasi asuhan yang diberikan, dan
melaporkan data penting pada dokter selama situasi serius. Lebih jauh lagi, catatan
tersebut harus menunjukkan bahwa perawat gadar bertindak sebagai advokat pasien
ketika terjadi penyimpangan standar perawatan yang mengancam keselamatan pasien
(Anonimous, 2002).
13
Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi :
1. Waktu dan datangnya alat transportasi
2. Keluhan utama
3. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5. Penempatan di area pengobatan yang tepat (misal : cardiac versus trauma, perawatan
minor vs perawatan kritis)
6. Permulaan intervensi (missal : balutan steril, es, pemakaian bidai, prosedur diagnostic
seperti pemeriksaan sinar X, EKG, GDA, dll.
14
Rencana asuhan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter serta dokumentasi
pengkajian dan intervensi kebidanan daripada dalam tulisan rencana asuhan formal
(dalam bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena itu, dokumentasi oleh perawat/bidan pada
saat instruksi tersebut ditulis dan diimplementasikan secara berurutan, serta pada saat
terjadi perubahan status pasien atau informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter
secara bersamaan akan membentuk “landasan” perawatan yang mencerminkan ketaatan
pada standar asuhan sebagai pedoman.
Dalam implementasi perawat/bidan gawat darurat harus mampu melakukan dan
mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu, sesuai dengan
standar yang disetujui. Perawat/bidan harus mengevaluasi secara continue asuhan pasien
berdasarkan hasil yang dapat diobservasi untuk menentukan perkembangan pasien kearah
hasil dan tujuan dan harus mendokumentasikan respon pasien terhadap intervensi
pengobatan dan perkembangannya. Standar Joint Commision (1996) menyatakan bahwa
rekam medis menerima pasien yang sifatnya gawat darurat, mendesak, dan segera harus
mencantumkan kesimpulan pada saat terminasi pengobatan, termasuk disposisi akhir,
kondisi pada saat pemulangan, dan instruksi perawatan tindak lanjut.
15
PERAN BIDAN DALAM PENANGANAN AWAL KASUS KEGAWATDARURATAN
KEBIDANAN SECARA KOMPREHENSIF
A. Pengertian Kegawatdaruratan
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-tiba,
seringkali merupakan kejadian yang berbahaya (Dorlan, 2011). Kegawatdaruratan dapat
juga didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya yang terjadi secara
tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna menyelamatkan
jiwa/nyawa (Campbell, 2000).
Sedangkan kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam
jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran.
Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang mengancam
keselamatan ibu dan bayinya (Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, 1999). Kasus
gawat darurat obstetric adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani akan
berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu
janin dan bayi baru lahir (Saifuddin, 2002). Masalah kedaruratan selama kehamilan dapat
disebabkan oleh komplikasi kehamilan spesifik atau penyakit medis atau bedah yang
timbul secara bersamaan.
Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan
manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis (≤ usia 28 hari), serta
membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis dan kondisi
patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu (Sharieff,
Brousseau, 2006).
Penderita atau pasien gawat darurat adalah pasien yang perlu pertolongan tepat,
cermat, dan cepat untuk mencegah kematian/kecacatan. Ukuran keberhasilan dari
pertolongan ini adalah waktu tanggap (respon time) dari penolong. Pengertian lain dari
penderita gawat darurat adalah penderita yang bila tidak ditolong segera akan meninggal
atau menjadi cacat, sehingga diperlukan tindakan diagnosis dan penanggulangan segera.
Karena waktu yang terbatas tersebut, tindakan pertolongan harus dilakukan secara
sistematis dengan menempatkan prioritas pada fungsi vital sesuai dengan urutan ABC,
yaitu :
16
A (Air Way) : yaitu membersihkan jalan nafas dan menjamin nafas bebas hambatan
B (Breathing) : yaitu menjamin ventilasi lancar
C (Circulation): yaitu melakukan pemantauan peredaran darah.
Istilah kegawatan dan kegawatdaruratan adalah suatu keadaan yang serius, yang
harus mendapatkan pertolongan segera. Bila terlambat atau terlantar akan berakibat
buruk, baik memburuknya penyakit atau kematian. Kegawatan atau kegawatdaruratan
dalam kebidanan adalah kegawatan atau kegawatdaruratan yang terjadi pada wanita
hamil, melahirkan atau nifas. Kegawatdaruratan dalam kebidanan dapat terjadi secara tiba
tiba, bisa disertai dengan kejang, atau dapat terjadi sebagai akibat dari komplikasi yang
tidak dikelola atau dipantau dengan tepat.
17
dengan bagian kaki ditinggikan, longgarkan pakaian yang ketat seperti BH/Bra. Ajak
bicara ibu/klien dan bantu ibu/klien untuk tetap tenang. Lakukan pemeriksaan dengan
cepat meliputi tanda-tanda vital, warna kulit dan perdarahan yang keluar.
Pengkajian awal kasus kegawatdaruratan kebidanan secara cepat
1. Jalan nafas dan pernafasan
Perhatikan adanya cyanosis, gawat nafas, lakukan pemeriksaan pada kulit: adakah
pucat, suara paru: adakah weezhing, sirkulasi tanda tanda syok, kaji kulit (dingin),
nadi (cepat >110 kali/menit dan lemah), tekanan daarah (rendah, sistolik <90
mmHg).
2. Perdarahan pervaginam
Bila ada perdarahan pervaginam, tanyakan :
Apakah ibu sedang hamil, usia kehamilan, riwayat persalinan sebelumnya dan
sekarang, bagaimana proses kelahiran placenta, kaji kondisi vulva (jumlah darah
yang keluar, placenta tertahan), uterus (adakah atonia uteri), dan kondisi kandung
kemih (apakah penuh).
3. Klien tidak sadar/kejang
Tanyakan pada keluarga, apakah ibu sedang hamil, usia kehamilan, periksa:
tekanan darah (tinggi, diastolic > 90 mmHg), temperatur (lebih dari 38 oC).
4. Demam yang berbahaya
Tanyakan apakah ibu lemah, lethargie, sering nyeri saat berkemih. Periksa
temperature (lebih dari 39oC), tingkat kesadaran, kaku kuduk, paru paru
(pernafasan dangkal), abdomen (tegang), vulva (keluar cairan purulen), payudara
bengkak.
5. Nyeri abdomen
Tanyakan Apakah ibu sedang hamil dan usia kehamilan. Periksa tekanan darah
(rendah, systolic < 90 mmHg), nadi (cepat, lebih dari 110 kali/ menit) temperatur
(lebih dari 38oC), uterus (status kehamilan).
6. Perhatikan tanda-tanda berikut :
Keluaran darah, adanya kontraksi uterus, pucat, lemah, pusing, sakit kepala,
pandangan kabur, pecah ketuban, demam dan gawat nafas.
18
E. Peran bidan pada kegawatdaruratan kebidanan
Bidan mempunyai peranan penting dalam menurunkan angka kesakitan dan
kematian ibu melalui kemampuannya untuk melakukan pengawasan, pertolongan pada
ibu, pengawasan bayi baru lahir (neonatus) dan pada persalinan, ibu post partum serta
mampu mengidentifikasi penyimpangan dari kehamilan dan persalinan normal dan
melakukan penanganan yang tepat termasuk merujuk ke fasilitas pelayanan yang tepat.
Pengenalan dan penanganan kasus kasus yang gawat seharusnya mendapat prioritas
utama dalam usaha menurunkan angka kesakitan lebih lebih lagi angka kematian ibu,
walaupun tentu saja pencegahan lebih baik dari pada pengobatan.
Dalam kegawatdaruratan, peran anda sebagai bidan antara lain:
1. Melakukan pengenalan segera kondisi gawat darurat
2. Stabilisasi klien (ibu), dengan oksigen, terapi cairan, dan medikamentosa dengan :
a. Menjamin kelancaran jalan nafas, memperbaiki fungsi system respirasi dan
sirkulasi
b. Menghentikan perdarahan
c. Mengganti cairan tubuh yang hilang
d. Mengatasi nyeri dan kegelisahan
3. Ditempat kerja, menyiapkan sarana dan prasarana di kamar bersalin, yaitu:
a. Menyiapkan radiant warmer/lampu pemanas untuk mencegah kehilangan panas
pada bayi
b. Menyiapkan alat resusitasi kit untuk ibu dan bayi
c. Menyiapkan alat pelindung diri
d. Menyiapkan obat obatan emergensi
4. Memiliki keterampilan klinik, yaitu:
a. Mampu melakukan resusitasi pada ibu dan bayi dengan peralatan yang
berkesinambungan. Peran organisasi sangat penting didalam pengembangan
sumber daya manusia (SDM) untuk meningkatkan keahlian
b. Memahami dan mampu melakukan metode efektif dalam pelayanan ibu dan
bayi baru lahir, yang meliputi making pregnancy safer, safe motherhood,
bonding attachment, inisiasi menyusu dini dan lain lainnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
20