Disusun Oleh :
1. Yosi (022012032)
2. Meilan Anggaraini (0220120)
Sari
3. Melisa sulistiani br (0220120)
Sitepu
4. Sri wahyuni (0220120)
5. Sunting bunga (0220120)
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan Tugas Keperawatan Bencana
dengan tepat pada waktunya. Dengan dibuatnya Tugas Keperawatan Bencana ini,
maka dengan ini kami menyampaikan terima kasih kepada Dosen Pengampu mata
kuliah keperawatan bencana dan Seluruh teman-teman Mahasiswa Universitas
nurul hasanah.
Kami sudah berusaha dengan sebaik-baiknya supaya tugas ini dapat
terselesaikan dengan baik meskipun mungkin masih jauh dari sempurna, untuk itu
penulis memohon bimbingan, pengarahan, saran dan kerja sama dari berbagai
pihak.
KATA PENGANTAR.......................................................................................
DARTAR ISI....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
3.1 Kesimpulan.................................................................................................
3.2 Saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
2.1.1 Triage
Triage berasal dari bahasa Prancis yaitu “Trier” yang berarti membagi
kedalam tiga kelompok (Department of Emergency Medicine Singapore General
Hospital (DEM SGH), 2005). Sistem ini di kembangkan dari medan pertempuran
dan digunakan bila terjadi bencana. Dimedan Pertempuran, triage digunakan
untuk menentukan prioritas penanganan pada korban Perang Dunia I. Klarifikasi
ini digunakan oleh militer perang, untuk mengidentifikasi dan melakukan
penanganan pada tentara koban perang yang mengalami luka ringan dengan
tujuan setelah dilakukan tindakan penanganan dapat kembali ke medan perang.
Triage mulai digunakan di unit gawat darurat pada akhir tahun 1950 dan
awal tahun 1960. Penggunaan triage di unit gawat darurat disebabkan oleh
peningkatan jumlah kunjungan ke unit gawat darurat yang dapat mengarah pada
lamanya waktu tunggu penderita dan keterlambatan di dalam penanganan kasus-
kasus kegawatan.
Hal pertama yang dapat dilakukan pada saat ditempat kejadian bencana
adalah berusaha untuk tenang, lihat sekeliling dan menyeluruh pada lokasi
kejadian. Pengamatan visual memberikan kesan pertama mengenai jenis musibah,
perkiraan jumlah korban, dan beratnya cidera korban. Pengamatan visual juga
memberikan perkiraan mengenai jumlah dan tipe bantuan yang diperlukan untuk
mengatasi situasi yang terjadi. Laporan secara singkat pada call center dengan
bahasa yang jelas mengenai hasil pengkajian, meliputi hal-hal sebagai berikut.
a. Lokasi kejadian.
b. Tipe insiden yang terjadi.
c. Adanya ancaman atau bahaya yang mungkin terjadi.
d. Perkiraan jumlah pasien.
e. Tipe bantuan yang harus diberikan.
a. Respirasi
b. Perfusi (mengecek nadi radialis)
c. Status mental
Hal yang penting untuk diperhatikan adalah tidak melakukan tindakan
terapi pada korban yang akan dilakukan triage. Tugas utama penolong triage
adalah untuk memeriksa pasien secepat mungkin dan memilah data
memprioritaskan pasien berdasarkan berat ringannya cedera. Penolong tidak boleh
berhenti saat melakukan pengkajian kecuali untuk mengamankan jalan tapas dan
menghentikan perdarahan yang terjadi. Selain melakukan triage (penilaian korban,
penolong lain akan melakukan follow up dan perawatan Jika diperlukan di lokasi.
Apabila penolong lain sudah datang ke lokasi kejadian, maka korban akan
dilakukan re-triase (dengan pemeriksaan yang lebih lengkap untuk mengenali
kegawatan yang mungkin terjadi), evaluasi lebih lanjut, resusitasi stabilisasi, dan
transportasi. Re-triage dilakukan dengan menggunakan pemasangan label Metag
Sistem yang sudah mencantumkan identitas dan hasil pemeriksaan terhadap
korban.
Pasien diberi label sehingga akan mudah dikenali oleh penolong lain saat
tiba di tempat kejadian. Metode pemasangan label mungkin berbeda di setiap
pusat kesehatan, dapat berupa pita atau kertas berwarna untuk melabeli korban.
a. Langkah pertama
a. Airway-breathing
Jika pasien bernafas, maka di perlukan pemeriksaan respirasi rate.
Pasien dengan pernafasan lebih dari 30 kali per menit, diberikan label
merah (immediate). Jika pasien bernafas dan laju pernafasan kurang dari
30 kali per menit, pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan sirkulasi
dan mental status pasien untuk dilakukan pemeriksaan secara lengkap
dalam waktu 30 detik, jika pasien tidak bernafas secara cepat bersihkan
mulut pasien dari kemungkinan benda asing, gunakan tehnik head tilt chin
lift untuk membuka jalan nafas, peralatan bantu jalan nafas (airway)
sederhana seperti orofaring airway dapat dapat di gunakan. Selama
mengamankan jalan nafas harus dilindungi servikal terutama pada pasien
yang multipel trauma, bukan jalan nafas, jika pasien dapat bernafas,
pasangkan pasien dengan label (immediate) merah . Pasien yang
membutuhkan jalan nafas dipertahankan dan di pasangkan dengan label
merah. Jika pasien tidak brnafas dan tidak mulai bernafas ketika dilakukan
pembebasan jalan nafas dengan airway manuver sederhana, maka pasien
di beri label hitam (dead.)
b. Circulation
Langkah kedua pada start yaitu dengan menilai sirkulasi dari
pasien. Metode terbaik pada pemeriksaan sirkulasi yaitu dengan meraba
pergelangan tangan dan merasakan pulsasi dari arteri radialis. Pengecekan
di lakukan dalam 5-10 detik. Jika pulsasi arteri radialis tidak terjumpai
maka pasien di beri label merah (immediate). Jika pulsasi arteri radialis di
jumpai, maka di anjutkan dengan pemeriksaan akhir dengan menilai status
mental pasien, pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara lain yaitu dengan
blanch test (menilai capillary refill time) jika di dapatkan hasil lebih dari 2
detik pasien di beri label merah.
c. Mental status
Akhir dari pemeriksaan adalah dengan menilai status mental pasien
observasi ini dilakukan pada pasien dengan pernafasan dan sirkulasi yang
adekuat tes mental status yaitu dengan meminta pasien untuk mengikuti
perintah yang sederhana seperti: buka matamu, tutup matamu, genggam
tangan saya pasien yang bisa mengikuti printah yang sederhana diberikan
label kuning (delayed) sedaangkan pasien yang tidak responsial terhadap
perintah sederhana de berikan label merah (immediate) sistem START ini
didesain untuk membantu penolong menemukan pasien dengan cidera
paling berat, ketika penolong lain telah tiba di lokasi maka pasien akan
dilakukan triage ulang untuk pemeriksaan leih lanjut stabilisasi dan
transfortasi. Harap diingat bahwa hanya pasien dengan cedera dapat
mengalami perubahan tanda-tanda vital.
Pada saat jumlah penolong memungkinkan untuk dilakukan
pemeriksaan yang lebih akurat, maka pengkajian terhadap pasien dapat
dilakukan dengan teliti, tindakan ini dapat dilakukan dengan menggunakan
kartu metag (Medical Emergency Triage tag) dimana selain pasien
diberikan label berdasarkan skala prioritas penanganan tanggal dan jam,
identitas baik korban maupun penolong juga tercantum pemeriksaan lebih
lengkap dengan tanda vital dan pengobatan yang telah diberikan.
Cara penulisan METAG (medical emergency triage tag)
Depan:
1. Jam dan tanggal kejadian
2. Nama dan jenis kelamin
3. Alamat rumah
4. Alamat kantor
5. Data yang berhubungan dengan medis dan observasi
6. Nama dan tanda tangan personel
triage Belakang:
1. Jenis cedera
2. Data mengenai tanda vital (respirasi, nadi, dan tekanan darah )
3. Pemberian obat intravena dan jam pemberian
4. Pemberian obat intramuskular dan jam pemberian
2.1.2.2 Gambar START TRIAGE
2.1.3 SALT TRIAGE untuk insiden korban masal (mass casualty incident)
Lerner et al. Dalam Neal, D.J. (2009) menilai sistem triase yang saat ini
digunakan dan menggambarkan kekuatan dan kelemahan dari sistem ini.
Penelitian ini mengembangkan pedoman triase yang digunakan untuk semua
bahaya dan dapat diterapkan pada orang dewasa dan anak-anak. SALT Triage
singkatan (sort – assess – lifesaving – interventions – treatment/transport). SALT
terdiri dari dua langkah ketika menangani korban. Hal ini termasuk triase awal
korban menggunakan perintah suara, perawatan awal yang cepat, penilaian
masing-masing korban dan prioritas, dan inisiasi pengobatan dan transportasi.
Pendekatan Triase SALT memiliki beberapa karakteristik tambahan. Pertama,
SALT mengidentifikasi kategori expectant (hamil) yang fleksibel dan dapat
diubah berdasarkan faktor-faktor tertentu. Kedua, SALT Triage awalnya
mengkategorikan luka, tapi memberikan evaluasi sekunder untuk mengidentifikasi
korban langsung.
2.1.3.1 Tahapan SALT TRIAGE
a. Step 1 : SORT SALT
Dimulai dengan menyortir pasien secara global melalui penilaian korban
secara individu. Pasien yang bisa berjalan diminta untuk berjalan ke suatu
area tertentu dan dikaji pada prioritas terakhir untuk penilaian individu.
Penilaian kedua dilakukan pada korban yang diminta untuk tetap
mengikuti perintah atau di kaji kemampuan gerakan secara terarah /
gerakan bertujuan. Pada korban yang tetap diam tidak bergerak dari
tempatnya dan dengan kondisi yang mengancam nyawa yang jelas harus
dinilai pertama karena pada korban tersebut yang paling membutuhkan
intervensi untuk penyelamatan nyawa.
b. Step 2 : ASSES
Prioritas pertama selama penilaian individu adalah untuk memberikan
intervensi menyelamatkan nyawa. Termasuk mengendalikan perdarahan
utama; membuka jalan napas pasien, dekompresi dada pasien dengan
pneumotoraks, dan menyediakan penangkal untuk eksposur kimia.
Intervensi ini diidentifikasi karena injury tersebut dapat dilakukan dengan
cepat dan dapat memiliki dampak yang signifikan pada kelangsungan
hidup pasien. Intervensi live saving yang harus diselesaikan sebelum
menetapkan kategori triase dan hanya boleh dilakukan dalam praktek
lingkup responder dan jika peralatan sudah tersedia. Setelah intervensi
menyelamatkan nyawa disediakan, pasien diprioritaskan untuk pengobatan
berdasarkan ke salah satu dari lima warna-kode kategori. Pasien yang
mengalami luka ringan yang self-limited jika tidak diobati dan dapat
mentolerir penundaan dalam perawatan tanpa meningkatkan risiko
kematian harus diprioritaskan sebagai minimal dan harus ditunjuk dengan
warna hijau. Pasien yang tidak bernapas bahkan setelah intervensi live
saving yang diprioritaskan sebagai mati dan harus diberi warna hitam.
Pasien yang tidak mematuhi perintah, atau tidak memiliki pulsa perifer,
atau dalam gangguan pernapasan, atau perdarahan besar yang tidak
terkendali harus diprioritaskan immediate dan harus ditunjuk dengan
warna merah. Penyedia harus mempertimbangkan apakah pasien ini
memiliki cedera yang mungkin tidak sesuai dengan kehidupan yang
diberikan sumber daya yang tersedia, jika ada, maka provider harus triase
pasien sebagai expectant /hamil dan harus ditunjuk dengan warna abu-abu.
Para pasien yang tersisa harus diprioritaskan sebagai delayed dan harus
ditunjuk dengan warna kuning.
2.1.3.2 Gambar SALT TRIAGE
2.1.4 Jumpstart
Anak-anak memiliki nilai rentang normal yang berbeda dari yang pernapasan
tergantung pada usia mereka, sehingga metode START berdasarkan tingkat
pernapasan 30 tidak akan sesuai untuk anak-anak. Selain itu, anak-anak lebih
cenderung memiliki masalah pernapasan utama sebagai lawan masalah
kardiovaskular dan anak-anak yang tidak bernapas mungkin hanya memerlukan
pernapasan buatan untuk diresusitasi. Selain 6 itu, anak-anak mungkin tidak
mudah dibagi sesuai dengan yang dapat berjalan kaki ke lokasi yang ditunjuk
karena perkembangan, keterampilan, kesediaan mereka untuk meninggalkan
orangtua terluka dan kecenderungan orang tua untuk membawa anak. Hal ini
digunakan secara luas di Amerika Serikat dan Kanada dan merupakan modifikasi
sistem START.. Alat ini digunakan untuk anak-anak usia 1 dan 8 tahun. Mungkin
tidak mudah untuk menentukan usia anak sehingga korban tampak masih anak-
anak maka menggunakan JUMPSTART dan jika korban terlihat seperti orang
dewasa muda menggunakan START. Modifikasi dan penilaian tambahan akan
diperlukan untuk anak- anak kurang dari usia 1 tahun, denganketerlambatan
perkembangan, cacat kronis atau cedera terjadi sebelum kejadian. (Jumpstart,
2008 dalam Stein, L., 2008).
2.1.4.1 Gambar Jumpstart
Ada beberapa istilah yang sering kita jumpai yang memiliki kemiripan
dengan berpikir sistemik (systemic thinking), yaitu Systematic thinking (berpikir
sistematik), Systemic thinking (berpikir sistemik), dan Systems thinking (berpikir
serba-sistem). Jika dikaji, maka semua istilah itu berakar dari kata yang sama
yaitu “sistem” dan “berpikir”, namun menunjukkan konotasi yang berbeda, karena
itu memiliki tujuan yang berbeda pula.
Konsep sistem setidaknya menyangkut pengertian adanya elemen atau unsur
yang membentuk kesatuan, lalu ada atribut yang mengikat mereka, yaitu tujuan
bersama. Karena itu, setiap elemen berhubungan satu sama lain (relasi)
berdasarkan suatu aturan main yang disepakati bersama. Kesatuan antar elemen
(sistem) itu memiliki batas (boundary) yang memisahkan dan membedakannya
dari sistem lain di sekitarnya.
Berpikir sistematik (sistematic thinking), artinya memikirkan segala sesuatu
berdasarkan kerangka metode tertentu, ada urutan dan proses pengambilan
keputusan. Di sini diperlukan ketaatan dan kedisiplinan terhadap proses dan
metoda yang hendak dipakai. Metoda berpikir yang berbeda akan menghasilkan
kesimpulan yang berbeda, namun semuanya dapat dipertanggungjawabkan karena
sesuai dengan proses yang diakui luas.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau
penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi.
Tindakan ini merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan
musibah massal. Proses triase inisial harus dilakukan oleh petugas pertama yang
tiba ditempat kejadian dan tindakan ini harus dinilai ulang terus menerus karena
status triase pasien dapat berubah. Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk
triase. Metode triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging
system) atau sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid
Transportation).