Anda di halaman 1dari 42

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT 1

DISUSUN
OLEH

KELOMPOK 4
KELAS A
SEMESTER 6
1. Dewi Nurindi Isa 841417012
2. Nur Ain A. Humalanggi 841417014
3. Elta 841417017
4. Yuditia Audina 841417019
5. Irmayani Hulopi 841417022
6. Nikma Pantulu 841417024
7. Moh. Rizaldi Kaharu 841417116

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah melimpahkan
rahmatnya kepada kami semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Keperawatan Gawat Darurat 1 mengenai Triase Dalam Gawat Darurat, ini dengan
lancar dan tanpa hambatan sedikitpun. Allah Maha Besar.
Namun, kami menyadari kalau kami adalah manusia biasa yang tak pernah luput
dari kekurangan demikianpun apa yang kami buat ini. Kami banyak berharap kritik
dan saran dari pembaca sehingga kami dapat menyempurnakan laporan-laporan yang
akan kami buat kedepannya.
Adapun tujuan kami membuat makalah yaitu untuk menyelesaikan tugas kuliah
Keperawatan Gawat Darurat 1 dan mengetahui segala hal yang menyangkut tentang
Triase Dalam Gawat Darurat. Kami tidak bisa membalas semua itu dan kami semoga
semua itu akan di balas dengan Allah SWT. Amien
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh

Gorontalo, Februari 2020

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................... i
Daftar isi.................................................................................................................. ii
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar belakang masalah................................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah........................................................................................ 2
1.3 Tujuan.......................................................................................................... 2
BAB II : Pembahasan
2.1 Definisi triage.............................................................................................. 3
2.2 Tujuan triage................................................................................................ 4
2.3 Prinsip triage................................................................................................ 4
2.4 Tahapan penilaian triage.............................................................................. 5
2.5 Pembagian triage.......................................................................................... 5
2.6 Evidence-Based Triage System (Sistem Triase Berbasis Bukti)................. 8
2.7 Proses triage................................................................................................. 33
BAB III : Penutup
3.1 Kesimpulan.................................................................................................. 37
3.2 Saran............................................................................................................ 37
Daftar Pustaka.......................................................................................................... 38

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Triage sebagai upaya klasifikasi kasus cedera secara cepat berdasarkan
keparahan cedera mereka dan peluang kelangsungan hidup mereka melalui
intervensi medis yang segera. Sistem triage tersebut harus disesuaikan dengan
keahlian setempat.
Penggunaan awal kata “trier” mengacu pada penampisan screening di medan
perang. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep
pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan
pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien
terhadap hamper 100 juta orang yang memerlukan pertolongan di unit gawat
darurat (UGD) setiap tahunnya. Berbagai system triage mulai dikembangkan pada
akhir tahun 1950-an seiring jumlah kunjungan UGD yang telah melampaui
kemampuan sumber daya yang ada untuk melakukan penanganan segera. Tujuan
triage adalah memilih atau menggolongkan semua pasien yang datang ke UGD
dan menetapkan prioritas penanganan.
Triase adalah pengelompokan pasien berdasarkan berat cideranya yang harus
di prioritaskan ada tidaknya gangguan airway, breathing, dan circulation sesuai
dengan sarana, sumberdaya manusia dan apa yang terjadi pada pasien (Siswo,
2015). Sistem triase yang sering di gunakan dan mudah dalam mengaplikasikanya
adalah mengunakan START (Simple triage and rapid treatment) yang
pemilahanya menggunakan warna . Warna merah menunjukan prioritas tertinggi
yaitu korban yang terancam jiwa jika tidak segera mendapatkan pertolongan
pertama. Warna kuning menunjukan prioritas tinggi yaitu koban moderete dan
emergent. Warna hijau yaitu korban gawat tetapi tidak darurat meskipun kondisi
dalam keaadaan gawat ia tidak memerlukan tindakan segera. Terakhir adalah
warna hitam adalah korban ada tanda-tanda meninggal (Ramsi, IF. dkk ,2014)

1
Sistem triase biasanya sering ditemukan pada perawatan gawat darurat di suatu
bencana. Dengan penanganan secara cepat dan tepat, dapat menyelamatkan hidup
pasien. Misalnya ada beberapa orang pasien yang harus ditangani oleh perawat
tersebut.dimana setiap pasien dalam kondisi yang berbeda. Jadi perawat harus
mampu menggolongkan pasien tersebut dengan sistem triase.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan triage?
2. Apa tujuan dari triage?
3. Bagaimana prinsip dari triage?
4. Bagaimana tahapan penilaian dari triage?
5. Apa saja jenis/ pembagian dari triage?
6. Bagaimana proses dari triage?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari triage
2. Untuk mengetahui tujuan dari triage
3. Untuk mengetahui prinsip dari triage
4. Untuk mengetahui tahapan penilaian dari triage
5. Untuk mengetahui jenis/ pembagian dari triage
6. Untuk mengetahui proses dari triage

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI TRIAGE


Triase (Triage) berasal dari kata perancis yang berarti “menyeleksi”. Dulu
istilah ini dipakai untuk menyeleksi buah anggur untuk membuat minuman anggur
yang bagus atau memisahkan biji kopi sesuai kualitasnya. Setelah itu, konsepnya
semakin berkembang dan konsep yang dipakai seperti sekarang ini ditetapkan
setelah perang dunia I.
Triase bencana adalah suatu sistem untuk menetapkan prioritas perawatan
medis berdasarkan berat ringannya suatu penyakit ataupun tingkatkedaruratannya,
agar dapat dilakukan perawatan medis yang terbaik kepada korban sebanyak-
banyaknya, di dalam kondisi dimana tenaga medis maupun sumber-sumber materi
lainnya serba terbatas (Zailani dkk, 2009).
Menurut Kathleen dkk (2008), triage adalah suatu konsep pengkajian yang
cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber
daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk
memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan
menetapkan prioritas penanganannya.
Menurut Pusponegoro (2010), triase berasal dari bahasa Prancis trier bahasa
Inggris triage dan diturunkan dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir.
Yaitu proses khusus memilah pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit
untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat.
Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat
kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas
penanganan dan sumber daya yang ada (Wijaya, S, 2010).
Triase adalah pengelompokan pasien berdasarkan berat cideranya yang harus
di prioritaskan ada tidaknya gangguan airway, breathing, dan circulation sesuai
dengan sarana, sumberdaya manusia dan apa yang terjadi pada pasien (Siswo,
2015).

3
2.2 TUJUAN TRIAGE
Menurut Kartkawati (2011) ada empat tujuan triage, yaitu:
1. Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa.
2. Memprioritaskan pasien menurut kondisi keakutannya.
3. Menempatkan pasien sesuai dengan keakutannya berdasarkan pada pengkajian
yang tepat dan akurat.
4. Menggali data yang lengkap tentang keadaan pasien.
2.3 PRINSIP TRIAGE
Menurut Kartikawati (2011) prinsip triage adalah sebaga berikut:
1. Triage harus dilakukan dengan segera dan singkat.
2. Kemampuan untuk menilai dan merespons dengan cepat kemungkinan yang
dapat menyelamatkan pasien dari kondisi sakit atau cedera yang mengancam
nyawa dalam departemen gawat darurat.
3. Pengkajian harus dilakukan secara adekuat dan akurat.
4. Keakuratan dan ketepatan data merupakan kunci dalam proses pengkajian.
5. Keputusan dibuat berdasarkan pengakajian.
6. Keselamatan dan keefektifan perawatan pasien dapat direncanakan jika
terdapat data dan informasi yang akurat dan adekuat.
7. Intervensi yang dilakukan berdasarkan kondisi keakutan pasien.
8. Tanggung jawab yang paling utama dari proses triage yang dilakukan perawat
adalah keakuratan dalam mengkaji pasien dan memberikan perawatan sesuai
dengan prioritas pasien. Hal ini termasuk intervensi terapeutik dan prosedur
diagnostik.
9. Tercapainya kepuasan pasien.
a Perawat triage harus menjalankan triage
b Secara simultan, cepat, dan langsung sesuai keluhan pasien.
c Menghindari keterlambatan dalam perawatan pada kondisi yang kritis
d Memberikan dukungan emosional pada pasien dan keluarga.
10. Penempatan pasien yang benar pada tempat yang benar saat waktu yang benar
dengan penyedia pelayanan yang benar.

4
2.4 TAHAPAN PENILAIAN TRIAGE
Menurut Oman (2008) penilaian triage terdiri dari :
1. Primary survey prioritas (ABC) untuk menentukan prioritas I dan seterusnya.
2. Secondary survey pemeriksaan menyeluruh (Head to Toe) untuk menentukan
prioritas I,II,III,0 dan selanjutnya.
3. Monitoring korban akan kemungkinan terjadinya perubahan pada (A,B,C)
derajat kesadaran dan tanda vital lainnya. Perubahan prioritas karena
perubahan kondisi korban. Dalam pelaksanaan penanganan pasien UGD
perawat harus sesuai dengan protap pelayanan triase agar dalam penanganan
pasien tidak terlalu lama.
2.5 PEMBAGIAN TRIAGE
Triase terbagi atas Single Patient Triage dan Routine Multiple Casualty Triage.
1. Single Patient Triage (Pemilahan pasien secara perorangan)
Menurut Pusponegoro (2011), triase tipe ini dilakukan terhadap satu pasien
pada fase pra-rumah sakit maupun pada fase rumah sakit di Instalasi Gawat
Darurat dalam day to day emergency dimana pasien dikategorikan ke dalam
pasien gawat darurat (true emergency) dan pasien bukan gawat darurat (false
emergency). Dasar dari cara triase ini adalah menanggulangi pasien yang dapat
meninggal bila tidak dilakukan resusitasi segera. Single patient triage dapat
juga dibagi dalam kategori berikut:
a. Resusitasi adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat dan
mengancam nyawa serta harus mendapat penanganan resusitasi segera.
b. Emergent adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat karena
dapat mengakibatkan kerusakan organ permanen dan pasien harus
ditangani dalam waktu maksimal 10 menit.
c. Urgent adalah pasien yang datang dengan keadaan darurat tidak gawat
yang harus ditangani dalam waktu maksimal 30 menit.
d. Non-urgent adalah pasien yang datang dalam kondisi tidak gawat tidak
darurat dengan keluhan yang ringan-sedang, tetapi mempunyai

5
kemungkinan atau dengan riwayat penyakit serius yang harus mendapat
penanganan dalam waktu 60 menit.
e. False emergency adalah pasien yang datang dalam kondisi tidak gawat
tidak darurat dengan keluhan ringan dan tidak ada kemungkinan menderita
penyakit atau mempunyai riwayat penyakit yang serius.
2. Routine Multiple Casualty Triage (Pemilahan korban masal yang bukan
kategori disaster)
Metode yang digunakan adalah Simple triage and rapid treatment (START).
Dalam Hospital Preparedness for Emergencies & Disasters (2007) dinyatakan
bahwa sistem ini ideal untuk Incident korban massal tetapi tidak terjadi
functional collapse rumah sakit. Ini memungkinkan paramedik untuk memilah
pasien mana yang perlu dievakuasi lebih dulu ke rumah sakit. Prinsip dari
START adalah untuk mengatasi ancaman nyawa, jalan nafas yang tersumbat
dan perdarahan masif arteri. START dapat dengan cepat dan akurat tidak boleh
lebih dari 60 detik perpasien dan mengklasifikasi pasien ke dalam kelompok
terapi:
a. Hijau: pasien sadar dan dapat jalan dipisahkan dari pasien lain, walking
wounded dan pasien histeris.
b. Kuning/delayed: semua pasien yang tidak termasuk golongan merah
maupun hijau.
c. Merah/immediate (10%-20% dari semua kasus): semua pasien yang ada
gangguan air way, breathing, circulation, disability and exposure. Termasuk
pasien-pasien yang bernafas setelah air way dibebaskan, pernafasan > 30
kali permenit, capillary refill > 2 detik.
d. Hitam: meninggal dunia
Pengkajian diarahkan pada pemeriksaan :
a. Status respirasi
b. Sirkulasi
c. Status mental

6
Metode pengkajian START :
a. 0 = Awal
1) Panggil semua korban yang dapat berjalan dan perintahkan pergi ke
suatu tempat
2) Semua korban ditempat ini dapat kartu hijau
b. Airway
Penderita terdekat : Apakah masih bernapas?
1) Tidak bernapas, buka airway
2) Tetap tidak bernapas : Hitam
3) Bila kembali bernapas : Merah
4) Bernapas spontan : Tahap berikutnya
c. Breathing
Napas spontan
1) >30x/menit : Merah
2) <30x/menit : Tahap berikut
d. Circulation
Capillary reffil
1) >2 detik/ >100x/menit : merah
2) <2 detik/ <100x/menit : tahap berikut
e. Disability
1) Tidak dapat mengikuti perintha : merah
2) Dapat mengikuti perintah : kuning
3. Triage in Overwhelming Multiple Casuality Incident (Pemilahan korban masal
dalam kategori disaster)
Triase bila jumlah pasien sangat banyak menggunakan metode SAVE
(secondary Assessment of Victim Endpoint). Sistem ini dapat mentriase dan
menstratifikasi korban bencana. Ini sangat membantu bila dilakukan
dilapangan dimana jumlah pasien banyak, sarana minimum dan jauh dari
fasilitas rumah sakit definitive (Depkes, 2007a). Kategori triase dalam SAVE
dibagi menjadi tiga kategori sebagai berikut:

7
a. Unsavegeable, korban yang akan mati tanpa melihat jumlah perawatan
yang diterimanya.
b. Immediate, korban yang akan selamat tanpa melihat langkah perawatan apa
yang diberikan.
c. Delayed, korban yang akan sangat beruntung dari intervensi di lapangan
yang sangat terbatas
2.6 EVIDENCE-BASED TRIAGE SYSTEM (Sistem Triase Berbasis Bukti)
Level (ESI) Warna (MTS) Kriteria CTAS Kriteria ATS
Level 1 Merah Resusitasi Segera mengancam nyawa
Level 2 Oranye Emergensi Mengancam nyawa
Level 3 Kuning Segera (urgen) Potensi mengancam nyawa
Level 4 Hijau segera (semi urgen) Segera
Level 5 Biru Tidak segera Tidak segera

Sebagian besar rumah sakit di Indonesia masih menggunakan sistem triase


"klasik". Sistem triase ini sebenarnya mengadaptasi sistem triase bencana, dengan
membuat kategori cepat dengan warna hitam, merah, kuning, dan hijau. Hitam
untuk pasien meninggal, merah untuk pasien gawat (ada gangguan jalan nafas,
pernafasan, atau sirkulasi), kuning untuk pasien darurat, dan sisanya hijau. Sistem
tiga level ini tidak cocok bagi IGD rumah sakit modern yang perlu
mempertimbangkan evidence-based medicine atau kedokteran berbasis bukti.

Pasien yang harus


System Negara Level dilihat dari pemberian
pelayanan
Australasian Australia 1-level resusitasi Level 1-0 menit
Triage Scale 2-level darurat Level 2-10 menit
(ATS) 3-level mendesak Level 3-30 menit
4-level semi-mendesak Level 4-60 menit
5-tidak mendesak Level 5-120 menit
Manchester England 1-segera (merah) Level 1-0 menit
Scotland 2-sangat mendesak Level 2-10 menit
(orange) Level 3-60 menit

8
3-mendesak (kuning) Level 4-120 menit
4-standar (hijau) Level 5-240 menit
5-tidak mendesak
(biru)
Canadian Canada 1-resusitasi Level 1-0 menit
Triage dan 2-muncul Level 2-15 menit
Acuity Scale 3-mendesak Level 3-30 menit
4-kurang mendesak Level 4-60 menit
5-tidak mendesak Level 5-120 menit

Sejauh penelusuran yang bisa dilakukan penulis, ada beberapa sistem triase
berbasis bukti yang bisa diacu. Sistem tersebut antara lain Canadian Triage and
Acuity Scale (CTAS) dari Canada, Manchester Triage Scale (MTS) dari Inggris,
Austraian Triage Scale (ATS) dari Australia, dan Emergency Severity Index (ESI)
dari Amerika Serikat. Berbeda dengan sistem triase "klasik", sistem-sistem ini
mengelompokkan pasien ke dalam lima level berjenjang. Sistem penjenjangan
lima level ini lebih terpercaya dibanding dengan pengelompokan tiga level seperti
pada sistem triase "klasik".
1. Emergency Severity Index (ESI) dari Amerika Serikat
Triase Amerika Serikat disebut juga dengan Emergency Severity Index
(ESI) dan pertama kali dikembangkan di akhir tahun 90 an. Ditandai dengan
dibentuknya Joint Triage Five Level Task Force oleh The Emergency Nursing
Association (ENA) dan American College of Physician (ACEP) untuk
memperkenalkan lima kategori triase untuk menggantikan tiga kategori
sebelumnya.
Emergency Severity Index (ESI) adalah instrumen triase lima tingkat yang
mudah digunakan yang mengkategorikan pasien gawat darurat dengan
mengevaluasi ketajaman dan sumber daya pasien.
Metode ESI menentukan prioritas penanganan awal berdasarkan sindrom
yang menggambarkan keparahan pasien dan perkiraan kebutuhan sumber daya

9
unit gawat darurat yang dibutuhkan (pemeriksaan laboratorium, radiologi,
konsultasi spesialis terkait, dan tindakan medik di unit gawat darurat).
Apabila ada pasien baru datang ke unit gawat darurat, maka petugas triase
akan melakukan dua tahap penilaian, tahap pertama adalah menentukan
keadaan awal pasien apakah berbahaya atau tidak, bila berbahaya maka kondisi
pasien termasuk level 1 atau 2.
a. Pasien dikelompokkan kedalam level 1 apabila terjadi ganggguan di tanda
vital yang mengancam nyawa seperti henti jantung paru dan sumbatan jalan
nafas.
b. Pasien dengan tanda vital tidak stabil dan sindrom yang potensial
mengancam akan dikelompokkan ke level 2 seperti nyeri dada tipikal,
perubahan kesadaran mendadak, nyeri berat, curiga keracunan, dan
gangguan psikiatri dengan risiko membahayakan diri pasien atau orang lain.
c. Pasien yang tidak memenuhi kriteria level 1 dan 2 akan memasuki tahap
penilaian kedua yaitu perkiraan kebutuhan pemakaian sumber daya UGD
(pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, tindakan atau terapi
intravena) dan pemeriksaan tanda vital lengkap. Apabila saat triase
diperkirakan pasien yang datang tidak membutuhkan pemeriksaan
penunjang dan terapi intravena, maka pasien termasuk kategori 5
d. Apabila pasien diperkirakan perlu menggunakan satu sumber daya UGD
(laboratorium atau x ray atau EKG, atau terapi intravena) maka termasuk
kategori 4
e. Apabila pasien diperkirakan membutuhkan lebih dari satu sumber daya
UGD untuk mengatasi masalah medisnya, maka akan masuk kategori
(apabila hemodinamik stabil) atau kategori 2 (apabila hemodinamik tidak
stabil).
Analisis sistematik yang dilakukan Christ menunjukkan bahwa ESI dan
CTAS adalah sistim triase yang memiliki reliabilitas paling baik
Alur Pengambilan Keputusan Triase Metode ESI

10
Untuk alogoritma konsep Indeks parah darurat terbagi atas beberapa yaitu:
a. Untuk pasien sekarat, titik keputusan yang diambil oleh perawat triase yaitu
dengan mengecek ABCD. Jika jawaban adalah “ya” proses triase selesai dan
pasien secara otomatis triase ESI level 1, namun jika “tidak” maka maka
perawat triase akan ke langkah berikutnya.
b. Pada titik keputusan ini perawat harus memutuskan apakah psien ini harus
diprioritaskan sebagai ESI level 2 atau tidak
c. Untuk selanjutnya perawat triase harus bertanya apakah sumber daya yang
sudah digunakan oleh pasien mencapai keputusan disposisi atau tidak.
Keputusan disposisi yaitu dapat mengirim pasien pulang, masuk ke unit
observasi, atau bahkan bias pindah ke institusi lain, dan untuk poin

11
keputusan ini membutuhkan pengalaman dari perawat triase yang merawat
pasien gawat dengan kejadian serupa.
d. Untuk selanjutnya perawat triase perlu mengetahui tanda-tanda vital pasien
dan memutuskan apakah pasien berada diluar parameter usia yang diterima
dan perawat triase harus mempertimbangkan untuk meningkatkan level
triase ke level ESI 2, apakah pasien harus ditingkatkan ke level 2 ESI
berdasarkan tanda vital. Ini adalah titik keputusan dimana tanda vital
diuraikan berdasarkan usia , dan untuk tanda-tanda vital yang digunakan
adalah denyut nadi, laju pernapasan, dan saturasi oksigen dan, untuk setiap
anak di bawah usia tiga tahun, suhu tubuh Dengan menggunakan kriteria
tanda vital, perawat triase dapat meningkatkan pasien dewasa yang
mengalami detak jantung 104, atau pasien ini dapat tetap ESI level 3. Bayi
berusia 6 bulan dengan pilek dan tingkat pernapasan 48 bisa menjadi. ESI
triaged level 2 atau 3. Berdasarkan riwayat pasien dan penilaian fisik,
perawat harus bertanya apakah tanda-tanda vital cukup memprihatinkan
untuk mengatakan bahwa pasien berisiko tinggi dan tidak sabar untuk
dilihat. Suhu hanya termasuk pada anak di bawah tiga tahun.
e. Untuk selanjutnya terkait dengan kategoru pengobatan triase ESI Perkiraan
berapa lama pasien dapat menunggu untuk dilihat oleh dokter adalah
komponen penting dari sebagian besar sistem triase. Sistem Triase
Australasia dan Kanada mengharuskan pasien untuk diperiksa oleh dokter
dalam periode waktu tertentu, berdasarkan kategori triase mereka. ESI tidak
mengamanatkan standar waktu tertentu di mana pasien harus dievaluasi oleh
dokter. Namun, pasien yang memenuhi kriteria untuk ESI level 2 harus
dilihat sesegera mungkin; tergantung pada masing-masing institusi untuk
menentukan suatu kebijakan. Seringkali, mungkin ada kebingungan antara
kebijakan kelembagaan dan "aliran atau proses perawatan pasien" dan
tingkat triase ESI. Kami akan menjelaskan empat skenario pasien di mana
aliran dan kategori triase tampaknya bertentangan. Seringkali pasien trauma
datang ke perawat triase setelah mengalami mekanisme cedera yang

12
signifikan, seperti penumpang yang tidak terkendali dalam kecelakaan
kendaraan bermotor berkecepatan tinggi. Pasien mungkin telah
meninggalkan lokasi tabrakan dengan cara lain selain dengan ambulans, dan
kemudian datang untuk melakukan triase dengan nyeri kuadran kanan atas
yang terlokalisasi dengan tanda-tanda vital yang stabil. Pasien ini stabil
secara fisiologis, masuk ke UGD dan tidak memenuhi kriteria ESI level-1.
Namun, pasien beresiko tinggi untuk laserasi hati dan trauma signifikan
lainnya, sehingga harus diberi trias sebagai level ESI 2. Sering, ED
memiliki kebijakan trauma dan kategorisasi tingkat respons trauma yang
akan memerlukan inisiasi perawatan yang cepat. Tingkat respons triase dan
trauma sama-sama penting dan harus dicatat sebagai dua skor yang berbeda.
Sementara perawat triase mengakui bahwa ini adalah pasien trauma yang
stabil secara fisiologis dan dengan tepat menetapkan ESI level 2, ia harus
memfasilitasi penempatan pasien dan perawatan trauma sebagaimana
diuraikan dalam kebijakan trauma. Pasien mungkin stabil selama 10 menit
dan tidak memerlukan intervensi penyelamatan jiwa segera. Jika pasien
yang sama disajikan dengan tekanan darah 80 teraba, mereka akan
diprioritaskan sebagai ESI level 1 dan memerlukan intervensi hemodinamik
segera, yang menyelamatkan jiwa.
2. Canadian Triage and Acuity Scale (CTAS) dari Canada
Triase Kanada disebut dengan The Canadian Triage and Acuity Scale
(CTAS). Konsep awal CTAS mengikuti konsep ATS, dimana prioritas pasien
disertai dengan waktu yang diperlukan untuk mendapatkan penanganan awal.
CTAS juga dilengkapi dengan rangkuman keluhan dan tanda klinis khusus
untuk membantu petugas melakukan identifikasi sindrom yang dialami pasien
dan menentukan level triase. Metode CTAS juga mengharuskan pengulangan
triase (re-triage) dalam jangka waktu tertentu atau jika ada perubahan kondisi
pasien ketika dalam observasi.
CTAS didasarkan pada skala lima tingkat dengan Level 1 (Resusitasi)
mewakili pasien yang "paling sakit" dan Level 5 (Tidak mendesak) mewakili

13
kelompok pasien yang paling tidak sakit. Penentuan tingkat CTAS dicapai
dengan membangun hubungan antara keluhan yang diajukan pasien (atau
keluhan utama) dan penyebab potensial sebagaimana didefinisikan oleh
kejadian sentinel. Faktor-faktor lain yang dikenal sebagai pengubah semakin
menyempurnakan penerapan tingkat ketajaman.
a. Level 1 (Resusitasi)
Kondisi yang dianggap sebagai ancaman terhadap nyawa atau anggota
tubuh atau memiliki risiko kemunduran yang segera membutuhkan
intervensi agresif segera. Ini adalah pasien yang telah ditangkap, atau
membutuhkan resusitasi aktif dan agresif, atau pra penangkapan atau pasca
penangkapan. Perawatan mereka sering dimulai dalam pengaturan pra-
rumah sakit dan upaya agresif atau resusitasi lebih lanjut diperlukan segera
setelah tiba di UGD. Ini mencakup semua penangkapan, setiap pasien yang
membutuhkan dukungan jalan napas dan ventilasi atau dukungan peredaran
darah. Pada dasarnya pasien-pasien ini memiliki masalah dengan ABC
mereka yang membutuhkan intervensi segera atau perawatan lanjutan.
b. Level 2 (Muncul)
Kondisi yang berpotensi mengancam nyawa, anggota badan atau fungsi
yang membutuhkan intervensi medis cepat dan penggunaan kondisi
tindakan medis terkontrol khusus. Pasien-pasien ini memiliki penyakit atau
cedera serius dan memiliki potensi untuk pemburukan lebih lanjut yang
mungkin memerlukan resusitasi. Mereka membutuhkan perawatan yang
cepat untuk menstabilkan masalah yang berkembang dan mengobati kondisi
akut. Pasien-pasien ini sering memiliki tindakan terkontrol yang diterapkan
di lapangan (mis. Arahan Medis ALS PCS) tetapi memerlukan intervensi
dan pengobatan lebih lanjut.
c. Level 3 (Mendesak)
Kondisi yang berpotensi berkembang menjadi masalah serius yang
memerlukan intervensi darurat. Dapat dikaitkan dengan ketidaknyamanan
yang signifikan atau memengaruhi kemampuan untuk berfungsi di tempat

14
kerja atau kegiatan kehidupan sehari-hari. Pasien-pasien ini memiliki tanda
vital yang normal tetapi masalah yang mereka hadapi menunjukkan proses
akut yang lebih serius. Mereka sering mengalami nyeri akut sedang
(skala nyeri 4-7 / 10) dan ini adalah kategori pasien di mana skala nyeri
digunakan lebih sering dalam penugasan ketajaman.
d. Level 4 (Kurang Mendesak)
Kondisi yang berkaitan dengan usia pasien, kesulitan, potensi kerusakan
atau komplikasi yang akan mendapat manfaat dari intervensi atau jaminan.
Pasien-pasien ini biasanya memiliki tanda-tanda vital yang stabil dan skala
nyeri yang lebih rendah. Potensi keseriusan berdasarkan masalah mereka
pada keluhan utama tidak akut. Kebutuhan untuk intervensi akut tidak
sebesar dan pasien mungkin tidak memerlukan penggunaan arahan medis.
Banyak pasien dengan penyakit kronis tanpa eksaserbasi akut yang
signifikan dari penyakit mereka mungkin termasuk dalam kategori ini.
e. Level 5 (Tidak Mendesak)
Kondisi yang mungkin akut tetapi tidak mendesak serta kondisi yang
mungkin menjadi bagian dari masalah kronis dengan atau tanpa bukti
kerusakan. Investigasi atau intervensi untuk beberapa penyakit atau cedera
ini dapat ditunda dan potensi penggunaan arahan medis terbatas. Ini benar-
benar keluhan kecil yang tidak menimbulkan risiko langsung kepada pasien.
Tingkat nyeri terbatas pada pasien ini.
Seperti ATS, CTAS juga membuat batasan waktu berapa lama pasien dapat
menunggu penanganan medis awal. Batasan waktu yang ditetapkan masih
memiliki kelonggaran (tabel 4) karena kunjungan pasien yang tidak dapat
diprediksi dan dibatasi adalah realitas yang dihadapi oleh tiap unit gawat
darurat.
Tabel Indikator Keberhasilan Triase CTAS Berdasarkan waktu respon
Kategori CTAS Waktu untuk segera ditangani
Pasien dengan kategori ini 98% harus
1
segera ditangani oleh dokter

15
Pasien dengan kategori ini 95% harus
2 ditangani oleh dokter dalam waktu 15
menit
Pasien dengan kategori ini 90% harus
3 ditangani oleh dokter dalam waktu 30
menit
Pasien dengan kategori ini 85% harus
4 ditangani oleh dokter dalam waktu 60
menit
Pasien dengan kategori ini 80% harus
5
ditangani oleh dokter dalam waktu 120
Berikut ini adalah daftar kategori CEDIS dan keluhan khas yang diajukan
oleh tingkat CTAS. Tiga kategori THT telah dilipat menjadi satu kategori
sehingga ada enam belas (16) kategori untuk setiap level CTAS dibandingkan
dengan delapan belas yang digunakan oleh perawat triase. Selain itu, beberapa
pengubah urutan pertama telah ditambahkan untuk membantu mengklarifikasi
beberapa keluhan yang diajukan.
a. CTAS Level 1 – Resusitasi
Kardiovaskular
• Serangan jantung - traumatis dan non-traumatis
• Pra-penangkapan - hipoperfusi organ akhir yang parah (mis. Takikardia,
hipotensi)
• Pasien dengan kembalinya sirkulasi spontan (ROSC) setelah henti jantung
• Nyeri dada dengan gambaran jantung - hipoperfusi organ akhir yang parah
• Dehidrasi parah
Pernafasan
• Henti pernapasan
• Napas pendek - gangguan pernapasan berat
Trauma
• Trauma mayor - kompromi hemodinamik berat (syok)
• Amputasi traumatis pada ekstremitas
Lingkungan
• Luka bakar kimia - ≥25% luas permukaan tubuh

16
Kesehatan mental
• Perilaku kekerasan / pembunuhan - kemungkinan bahaya bagi diri sendiri
atau orang lain atau rencana spesifik
• Perilaku aneh - tidak terkendali
Neurologis
• Tidak sadar - GCS 3-9
• Kejang - kejang aktif
Obstetrics & Gynecology
• Kehamilan ≥20 minggu - menyajikan bagian janin, prolaps tali pusat
• Kehamilan ≥20 minggu - perdarahan vagina pada trimester ke-3
b. CTAS Level 2 - Muncul
Kardiovaskular
• Nyeri dada dengan fitur jantung - perfusi batas (mis. Takikardia dengan
tekanan darah rendah)
• Hipertensi - SBP ≥220 atau DBP ≥130 dengan gejala
• Sinkop - riwayat disritmia onset baru / denyut nadi tidak teratur dan / atau
perubahan yang diketahui / diduga terjadi
• Dehidrasi sedang
Telinga, Hidung, Tenggorokan
• Avulsi gigi
• Radang tenggorokan - air liur atau stridor, edema yang jelas /
pembengkakan bibir, lidah ororofaring
• Nyeri leher - kekakuan leher / meningismus +/- demam
• Epistaksis - tidak terkontrol meskipun ada tekanan yang sesuai
Lingkungan
• Frostbite / cedera dingin - anggota badan berdenyut dingin
• Hipotermia dengan gejala berat
• Paparan kimia - mata
• Paparan kimia - luka bakar utama pada tangan, kaki, pangkal paha atau
wajah

17
• Reaksi alergi - reaksi berat sebelumnya
Saluran pencernaan
• Muntah darah - hematemesis aktif atau signifikan
• Berdarah dubur - sejumlah besar melena atau pendarahan dubur
• Nyeri perut (sakit parah)
Kesehatan mental
• Mencoba bunuh diri atau rencana bunuh diri yang jelas
• Kecemasan / agitasi hebat
Neurologis
• Tingkat kesadaran yang berubah - GCS 10-13
• Sakit kepala - tiba-tiba, parah, paling parah
• Sakit kepala - gangguan ketajaman visual +/- nyeri mata
• Kejang - pasca-iktal
• CVA - waktu timbulnya gejala <3,5 jam
Obstetrics & Gynecology
• Pendarahan vagina - berat +/- kehamilan
• Kehamilan ≥20 minggu - persalinan aktif (kontraksi <2 menit terpisah)
• Kehamilan ≥20 minggu - hipertensi kompleks +/- sakit kepala +/- edema
+/- perut rasa sakit
Oftalmologi
• Kehilangan penglihatan akut
Pernafasan
• Napas pendek - gangguan pernapasan sedang
• Obstruksi benda asing - air liur atau stridor, suara serak atau disfagia
Trauma
• Mekanisme Cedera Signifikan - semua pasien dengan cedera, gejala, dan
keluhan terkait trauma
• Menembus kepala, dada atau perut
• Kompromi neurovaskular dari ekstremitas
• Luka bakar - ≥25% luas permukaan tubuh

18
• Nyeri perut (nyeri sentral parah)
c. CTAS Level 3 - Mendesak
Kardiovaskular
• Nyeri dada, gambaran non jantung - onset akut, berkelanjutan
• Hipertensi - SBP ≥220 atau DBP ≥130 tanpa gejala
• Hipertensi - SBP 200-220 atau DBP 110-130 dengan gejala
• Dehidrasi ringan
Lingkungan
• Frostbite / cedera dingin - memutihkan kulit
• Hipotermia - gejala sedang
Saluran pencernaan
• Muntah darah - emesis "bubuk kopi", sedikit
• Perdarahan dubur - melena, sedikit
Kesehatan mental
• Depresi / bunuh diri (ide bunuh diri, tidak ada rencana)
• Kecemasan / agitasi sedang
Neurologis
• Kejang - tingkat kewaspadaan normal yang teratasi
• CVA - timbulnya gejala ≥3,5 jam atau teratasi
Obstetrics & Gynecology
• Menoragia
• Kehamilan ≥20 minggu (persalinan aktif, kontraksi ≥2 menit terpisah)
• Kehamilan ≥20 minggu - kemungkinan kebocoran cairan ketuban (≥24
jam)
Pernafasan
• Napas pendek - gangguan pernapasan ringan / sedang
• Obstruksi benda asing - tanpa tekanan tetapi dengan kesulitan menelan
Trauma
• Luka bakar - 5-25% luas permukaan tubuh
d. CTAS Level 4 - Kurang Mendesak

19
Kardiovaskular
• Hipertensi - SBP 200-220 atau DBP 110-130 tanpa gejala
• Berpotensi untuk dehidrasi
Lingkungan
• Hipotermia - ringan dengan tanda vital normal
Saluran pencernaan
• Pendarahan dubur - jumlah kecil
• Sembelit (nyeri ringan <4/10)
Genitourinari
• Keluhan / gejala infeksi saluran kemih (disuria ringan)
Kesehatan mental
• Kecemasan / agitasi ringan
Neurologis
• Kebingungan - kronis, tidak ada perubahan dari keadaan biasa Kebidanan /
Kandungan
• Pendarahan vagina yang tidak hamil - minor / bercak
Trauma
• Luka bakar - <5% luas permukaan tubuh
• Laserasi / tusukan (diperlukan jahitan)
• Cedera ekstremitas atas
e. CTAS Level 5 - Tidak Mendesak
Lingkungan
• Gigitan ringan (+/- nyeri ringan <4)
Saluran pencernaan
• Diare (ringan, tidak ada dehidrasi)
General dan Minor
• Ganti pakaian (ditambah tanda vital normal +/- nyeri ringan <4)
• Pernafasan
• Sakit tenggorokan / penyakit pernapasan bagian atas - tidak ada gejala
pernapasan / kompromi

20
Trauma
• Kontusio ringan, lecet atau laserasi (tidak memerlukan penutupan dengan
cara apa pun)
3. Manchester Triage Scale (MTS) dari Inggris
Triase Inggris disebut juga dengan Manchester Triage Scale (MTS). Metode
ini digunakan terutama di Inggris dan Jerman. Ciri khas MTS adalah
identifikasi sindrom pasien yang datang ke unit gawat darurat diikuti oleh
algoritma untuk mengambil keputusan. Berdasarkan keluhan utama pasien,
ditetapkan 52 algoritma contohnya algoritma trauma kepala, dan algoritma
nyeri perut. Dalam tiap algoritma ada diskriminator yang menjadi landasan
pengambilan keputusan, diskriminator tersebut adalah kondisi klinis yang
merupakan tanda vital seperti tingkat kesadaran, derajat nyeri, dan derajat
obstruksi jalan nafas.
Metode ini dirancang untuk memungkinkan praktisi triase untuk secara
cepat menetapkan prioritas klinis untuk setiap pasien. Dan memilih pasien
dengan prioritas tertinggi terlebih dahulu tanpa membuat asumsi apa pun
tentang diagnosis. Sebagian besar, dilihat dari tanda-tanda dan gejala yang
muncul pasien dan kurangnya fokus pada diagnosis, oleh karena itu dalam
melakukan triage akan melalui diskriminator. Enam diskriminator umum
dalam triage adalah :
a. Ancaman hidup
Secara garis besar , bahwa jika terjadi segala penghentian atau ancaman
terhadap fungsi-fungsi vital (ABC), maka pasien dalam prioritas 1 (merah).
Pasien yang tidak dapat mempertahankan jalan napas sendiri untuk waktu
yang lama Selain itu, pasien dengan stridor miliki ancaman jalan napas yang
signifikan - ini mungkin suara inspirasi atau ekspirasi, atau keduanya.
Stridor terdengar paling baik saat bernafas dengan mulut terbuka. tidak ada
upaya pernapasan atau pernapasan, tidak adanya denyut nadi dan tanda
klasik termasuk berkeringat, pucat, takikardia, hipotensi dan penurunan
tingkat kesadaran.

Kompromi jalan nafas


Stridor
drooling
21

Ketidakadekuatan MERAH
Shock

Kompromi jalan nafas


Stridor
drooling

Ketidakadekuatan MERAH
pernapasan

Shock

b. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran dianggap berbeda untuk orang dewasa dan anak-anak.
Pada orang dewasa hanya pasien tepat saat ini yang selalu dikategorikan
sebagai prioritas 1 (merah), sementara semua anak yang tidak responsif
ditempatkan dalam prioritas klinis ini. Pasien dewasa dengan tingkat
kesadaran berubah (menanggapi suara atau rasa sakit atau tidak responsif)
dikategorikan sebagai prioritas 2 (oranye), seperti juga anak-anak yang
hanya menanggapi suara atau rasa sakit. Semua pasien dengan riwayat tidak
sadar harus dialokasikan ke prioritas 3 (kuning). Fakta bahwa semua pasien
dengan perubahan tingkat sadar dialokasikan prioritas yang sangat
mendesak mungkin bertentangan dengan praktik saat ini; ini adalah
terutama yang berkaitan dengan prioritas klinis yang diberikan kepada
pasien mabuk atau di bawah pengaruh obat-obatan. Dua poin perlu dibuat
tentang ini. Pertama, etiologi perubahan tingkat kesadaran sebagian besar
tidak relevan dalam menentukan risiko pada pasien - kesadaran yang
berubah tingkat akibat obat-obatan atau alkohol secara klinis sama
pentingnya dengan perubahan tingkat kesadaran karena sebab lain. Kedua,
kebanyakan pasien mabuk tidak memiliki tingkat kesadaran yang berubah.
Poin spesifik tentang alokasi prioritas klinis untuk pasien yang tampaknya
mabuk ditangani dalam bagan arus presentasi nama itu.

D Tepat saat ini MERAH


E
W
A
S 22
A ORANGE
Tingkat kesadaran yang
berubah
KUNING
Riwayat ketidaksadaran

Tidak responsif MERAH


A
N
A
K
ORANGE
Menanggapi suara atau
rasa sakit

KUNING
Riwayat ketidaksadaran

c. Pendarahan
Pendarahan adalah fitur dari banyak presentasi - terutama, tetapi tidak
secara eksklusif, yang melibatkan trauma. Diskriminator perdarahan adalah
exsanguinating, mayor tak terkendali atau minor tak terkendali. Penggunaan
keberhasilan upaya untuk mengendalikan perdarahan disengaja karena,
secara umum, melanjutkan perdarahan memiliki prioritas klinis yang lebih
tinggi. Sementara, tentu saja, di prakteknya mungkin sulit untuk
memutuskan kategori perdarahan tertentu jatuh ke dalam, definisi para
diskriminator dirancang untuk membantu praktisi melakukan ini.
Pendarahan hebat terjadi jika kematian akan terjadi dengan cepat kecuali

23
pendarahan dihentikan. Perdarahan yang tidak dikontrol dengan cepat oleh
penerapan tekanan langsung berkelanjutan, dan dalam dimana darah terus
mengalir deras atau rendam melalui pembalut yang besar cepat,
digambarkan sebagai perdarahan besar yang tidak terkendali, sementara itu
di mana darah terus mengalir sedikit atau mengalir, digambarkan sebagai
tidak terkendali perdarahan minor. Pendarahan apa pun, betapapun kecilnya,
akan terjadi, kecuali jika diskriminator lain yang memimpin untuk alokasi
prioritas klinis yang lebih tinggi, dialokasikan ke prioritas 4 (hijau).

Kehilangan darah MERAH

ORANGE
Perdarahan tak terkendali
mayor

KUNING
Perdarahan tak terkendali
minor

d. Suhu
Suhu digunakan sebagai pembeda umum dan pengukuran yang akurat dari
suhu harus menjadi bagian dari proses triase, di mana ditunjukkan. Kesan
klinis suhu kulit adalah penting dan sangat penting di mana penilaian
langsung suhu inti tidak memungkinkan. Jika kulit terasa sangat panas,
pasien secara klinis dikatakan sangat panas – ini sesuai dengan suhu 41◦C
atau lebih; sama halnya jika kulit terasa panas pasien secara klinis dikatakan
panas dan ini berhubungan dengan suhu 38,5◦C atau lebih. Seorang pasien
dengan kulit hangat memenuhi diskriminator kehangatan dan ini
berlangsung dengan suhu kurang dari 38.5◦C. Pasien dengan kulit dingin
dapat dikatakan secara klinis dingin. suhu inti kurang dari 35.C cocok
dengan ini. Pasien yang sangat panas (1 tahun ke atas) akan selalu

24
dikategorikan sebagai prioritas 2 (oranye), sedangkan pasien panas akan
dikategorikan sebagai prioritas 3 (kuning). Pasien yang kedinginan akan
dialokasikan ke prioritas 2 (oranye). Bayi yang panas (sejak lahir hingga 12
bulan) akan selalu dikategorikan sebagai prioritas 2 (oranye).

Bayi demam ORANGE


Sangat panas
dingin

KUNING
Panas

Hangat HIJAU

e. Nyeri
Dari sudut pandang pasien, rasa sakit adalah faktor utama dalam
menentukan prioritas. Penggunaan rasa sakit sebagai pembeda umum
sepanjang presentasi diagram alir mengakui fakta ini dan menyiratkan
bahwa setiap penilaian triase harus mencakup penilaian nyeri. Penilaian
nyeri ditangani dalam bab 4 dan pembaca dirujuk di sana untuk diskusi
terperinci. Secara umum istilahnya, diskriminator sakit parah dimaksudkan
untuk menyiratkan rasa sakit itu tak tertahankan, sering digambarkan
sebagai yang terburuk yang pernah ada, sedangkan nyeri sedang mengacu
untuk rasa sakit yang tertahankan tetapi intens. Setiap pasien dengan derajat
yang lebih rendah rasa sakit ringan baru-baru ini harus, jika tidak ada
diskriminator lain menyarankan kategorisasi yang lebih tinggi dialokasikan
untuk prioritas 4 (hijau) dan bukan untuk yang tidak mendesak kategori,
prioritas 5 (biru). Diskriminator nyeri umum menggambarkan intensitas atau
keparahan nyeri hanya. Karakteristik lain dari nyeri, seperti tempat, radiasi

25
dan periodisitas, dapat tampil sebagai diskriminator khusus dalam aliran
presentasi tertentu grafik.

Sangat nyeri ORANGE

KUNING
Nyeri sedang

Nyeri ringan HIJAU

f. Ketajaman
Dalam metode triase konvensi tertentu telah digunakan untuk membantu
konsistensi. Istilah 'tiba-tiba' digunakan untuk menunjukkan awal dalam
beberapa detik atau menit dan 'akut' menunjukkan periode waktu dalam 24
jam. Baru gejala dan tanda adalah gejala yang muncul dalam 7 hari terakhir.
Sementara kebanyakan dokter tidak memiliki masalah menerima ketajaman
itu onset dapat membantu menunjukkan prioritas klinis, sedikit lebih
kontroversial berpendapat bahwa kronisitas (dalam hal ini lebih dari 7 hari)
digunakan untuk mendefinisikan masalah yang tidak mendesak. Namun,
pada refleksi, itu intuitif waktu yang relatif lama untuk masalah tersebut
telah muncul mengindikasikan hal itu pasien dapat dialokasikan prioritas
yang tidak mendesak tanpa risiko klinis. Metode triase sedemikian rupa
sehingga keberadaan umum atau spesifik lainnya diskriminator yang relevan
dengan presentasi akan menghasilkan alokasi prioritas yang lebih tinggi,
misalnya, nyeri ringan baru-baru ini. Penggunaan diskriminator ini tidak
dimaksudkan untuk 'menghukum' pasien karena berpaling ‘tidak tepat’, juga

26
tidak dimaksudkan untuk memastikan bahwa pasien yang memilikinya
memiliki cedera atau penyakit untuk waktu yang lama telah memperpanjang
waktu tunggu. Itu waktu tunggu aktual untuk pasien dengan masalah stabil
bukan dari permulaan baru-baru ini akan tergantung pada campuran kasus
saat ini dan beban kasus departemen, dan sumber daya yang tersedia.

Masalah terbaru HIJAU

BIRU

4. Austraian Triage Scale (ATS) dari Australia


Australian Triage Scale (ATS) mulai berlaku sejak tahun 1994, dan terus
mengalami perbaikan. Saat ini sudah ada kurikulum resmi dari kementerian
kesehatan Australia untuk pelatihan ATS sehingga dapat diterapkan sesuai
standar oleh perawat-perawat triase3. Konsep ATS ini kemudian menjadi dasar
berkembangnya sistim triase di Inggris dan Kanada.
Berbeda dari fungsi awal pembentukan tingkatan triase, saat ini selain
menetapkan prioritas pasien, ATS juga memberikan batasan waktu berapa lama
pasien dapat menunggu sampai mendapatkan pertolongan pertama. Sistim ATS
juga membuat pelatihan khusus triase untuk pasien-pasien dengan kondisi
tertentu seperti pasien anak-anak, pasien geriatri, pasien gangguan mental.
Di Australia, proses triase dilakukan oleh perawat gawat darurat. Karena
triase sangat diperlukan untuk alur pasien dalam UGD yang lancar dan aman,
Australia memiliki pelatihan resmi triase untuk perawat dan dokter. Tujuan

27
pelatihan adalah untuk meningkatkan konsistensi peserta dalam menetapkan
kategori triase dan menurunkan lama pasien berada di UGD.
Dalam sistim triase ATS, dikembangkan mekanisme penilaian khusus
kondisi urgen untuk pasien-pasien pediatri, trauma,triase di daerah terpencil,
pasien obstetri, dan gangguan perilaku. Untuk memudahkan trier (orang yang
melakukan triase) mengenali kondisi pasien, maka di ATS terdapat kondisi-
kondisi tertentu yang menjadi deskriptor klinis seperti yang tertera di tabel di
bawah ini, tujuan deskriptor ini adalah memaparkan kasus-kasus medis yang
lazim dijumpai sesuai dengan kategori triase sehingga memudahkan trier
menetapkan kategori.
ATS Deskripsi dari
Tanggapan Deskriptor Klinis (hanya indikatif)
Kategori kategori

Kategori 1 Segera Segera Mengancam 1. Gagal jantung


Merah Penilaian Jiwa 2. Henti pernapasan
stimulan dan Kondisi yang berupa 3. Risiko langsung terhadap jalan
perawatan ancaman terhadap napas – beresiko menimbulkan
kehidupan (atau risiko henti jantung
kerusakan yang akan 4. Laju pernapasan <10 / menit
terjadi) dan 5. Gangguan pernapasan ekstrem/
membutuhkan distress pernapasan berat
intervensi agresif 6. Tekanan Darah sistole <80
segera (dewasa) atau anak / bayi yang
dengan shock berat
7. Tidak responsif atau hanya
merespons nyeri (GCS <9)
8. Kejang yang sedang berlangsung /
berkepanjangan
9. Gangguan perilaku parah yang
mengancam pasien dan orang lain
Kategori 2 Penilaian dan Segera mengancam 1. Risiko jalan nafas : Ada stridor
Orens perawatan jiwa disertai distress pernapasan berat
dalam 10 2. Gangguan sirkulasi parah
Kondisi pasien cukup
menit  Akral dingin
(penilaian dan serius dapat
 Denyut nadi <50x/menit atau
perawatan memburuk begitu
>150x/menit (dewasa)

28
sering cepat sehingga ada  Hipotensi dengan efek
serentak) potensi ancaman hemodinamik
terhadap kehidupan,  Kehilangan darah yang parah
atau organ kegagalan 3. Nyeri dada tipikal
sistem, jika tidak 4. Rasa sakit yang sangat parah -
diberikan tatalaksana penyebab apa pun
dalam sepuluh menit 5. Diduga sepsis (tidak stabil secara
kedatangan fisiologis) Neutropenia demam
6. BSL <3 mmol / l
atau
7. Mengantuk, responsif menurun apa
Penting, penting pun penyebabnya (GCS <13)
waktu pengobatan 8. Defisit neurologis akut
(hemiparesis)
Pasien memiliki 9. Stroke akut
kondisi yang memiliki 10. Demam dengan tanda-tanda
periode terapi efektif kelesuan (usia berapa pun)
seperti trombolitik 11. Percikan asam atau alkali ke mata -
pada ST Elevation membutuhkan irigasi
Myocard Infark 12. Prosedur pasca-mata
(STEMI), trombolitik endophthalmitis yang dicurigai
pada stroke iskemik (pasca-katarak, injeksi pasca-
baru, dan antidotum intravitreal), nyeri timbul tiba-tiba,
pada kasus keracunan penglihatan kabur dan mata merah.
hasil klinis tergantung 13. Multi trauma mayor
pada perawatan (membutuhkan pengorganisasian
dimulai dalam cepat respon tim)
beberapa menit dari 14. Trauma lokal parah - fraktur
kedatangan pasien di mayor, amputasi
UGD 15. Torsi testis yang dicurigai
16. Riwayat medis risiko tinggi:
atau
 Obat penenang yang signifikan
Nyeri yang sangat atau racun lainnya pada proses
parah menelan
 Riwayat tersengat racun binatang
Nyeri hebat (VAS 7-
tertentu
10) nyeri harus diatasi
 Nyeri hebat atau gambaran lain
dalam waktu 10 menit
yang menunjukkan PE, diseksi
setelah pasien datang
aorta / AAA atau ektopik

29
kehamilan
17. Gangguan Perilaku / Psikiatri:
 Perilaku kasar atau agresif
 Ancaman langsung terhadap diri
sendiri atau orang lain
 Agitasi atau agresi yang parah

Kategori 3 Penilaian dan Berpotensi 1. Hipertensi berat


Hijau perawatan Mengancam 2. Kehilangan darah yang cukup
dapat mulai Kehidupan parah - penyebab apa pun
dalam 30 mnt 3. Sesak napas/ Napas pendek sedang
Kondisi potensi 4. Saturasi oksigen 90-95%
berbahaya, 5. Kejang (sekarang waspada)
mengancam nyawa 6. Muntah yang persisten
atau dapat menambah 7. Dehidrasi
keparahan bila 8. Demam pada pasien
penilaian dan immunokompromais (pasien
tatalaksana tidak AIDS, pasien onkologi, pasien
dilaksanakan dalam dalam terapi steroid)
waktu 30 menit 9. Cidera kepala dengan LOC-
atau pendek waspada
Urgensi Situasional 10.Diduga sepsis (stabil secara
Ada potensi untuk fisiologis)
hasil yang buruk jika 11.Nyeri yang cukup parah -
waktu- perawatan penyebab apa pun - membutuhkan
kritis tidak dimulai analgesia
dalam tiga puluh 12.Nyeri dada kemungkinan non-
menit jantung dan tingkat keparahan mod
13.Nyeri perut tanpa fitur risiko tinggi
atau 14.Pasien dengan usia > 65 tahun
Nyeri sedang yang 15.Cidera ekstremitas sedang -
harus diatasi dalam kelainan bentuk, parah laserasi,
waktu 30 menit hancurkan Sensasi tungkai yang
berubah, denyut nadi akut
16.Trauma - riwayat risiko tinggi
tanpa risiko tinggi lainnya fitur
risiko
17.Neonatus stabil
18.Anak berisiko pelecehan / dicurigai

30
tidak disengaja cedera
19.Gangguan Perilaku / Psikiatri:
 Sangat tertekan, risiko
membahayakan diri sendiri
 Psikotik akut atau pikiran kacau
 Krisis situasional, sengaja
merugikan diri sendiri
 Gelisah / ditarik
 Berpotensi agresif

Kategori 4 Penilaian dan Berpotensi serius 1. Perdarahan ringan


Biru perawatan 2. Aspirasi benda asing, tidak ada
mulai dalam Kondisi pasien gangguan pernapasan
60 mnt mungkin memburuk, 3. Cidera dada tanpa nyeri tulang
atau merugikan hasil rusuk atau pernapasan kesulitan
jika penilaian dan 4. Kesulitan menelan, tidak ada
perawatan tidak gangguan pernapasan
dimulai dalam satu 5. Cidera kepala ringan, tidak ada
jam kedatangan. kehilangan kesadaran
Gejalanya sedang atau 6. Nyeri sedang, beberapa fitur risiko
berkepanjangan 7. Muntah atau diare tanpa dehidrasi
atau 8. Peradangan mata atau benda asing
Urgensi Situasional - normal penglihatan
Berpotensi memiliki 9. Trauma ekstremitas minor -
hasil yang buruk jika pergelangan kaki terkilir, mungkin
waktu- perawatan fraktur, laserasi tanpa komplikasi
kritis tidak dimulai membutuhkan investigasi atau
dalam beberapa jam intervensi - Vital vital tanda-tanda,
nyeri rendah / sedang
atau 10.Gips ketat, tidak ada gangguan
Kompleksitas yang neurovaskular Sendi "panas" yang
signifikan atau bengkak
Kerasnya 11.Nyeri perut non-spesifik
Kondisi medis 12.Gangguan Perilaku / Psikiatri:
kompleks, pasien  Masalah kesehatan mental semi
membutuhkan mendesak
pemeriksaan yang  Di bawah pengamatan dan / atau
banyak, konsultasi tidak langsung risiko untuk diri

31
dengan berbagai sendiri atau orang lain
spesialis dan
tatalaksana diruang
rawat inap

atau
Menghilangkan
ketidaknyamanan atau
nyeri ringan dalam
waktu satu jam
Kategori 5 Penilaian dan Kurang Mendesak 1. Nyeri minimal tanpa fitur risiko
Putih perawatan Kondisi tidak segera, tinggi
mulai dalam yaitu kondisi kronik 2. Riwayat risiko rendah dan
waktu 120 atau minor diama sekarang tanpa gejala
menit gejala tidak berisiko 3. Gejala minor penyakit stabil yang
memberat bila ada
pengobatan tidak 4. Gejala minor dari kondisi berisiko
segera diberikan rendah
5. Luka minor - lecet kecil, minor
atau laserasi (tidak membutuhkan
Klinis-administrasi jahitan)
masalah 6. Kunjungan kembali terjadwal mis.
Mengambil hasil lab ulasan luka, kompleks dressing
dan meminta 7. Hanya imunisasi
penjelasan, meminta 8. Perilaku / Psikiatri:
sertifikat kesehatan,
 Pasien yang dikenal dengan
meminta perpanjangan
gejala kronis
resep
 Krisis sosial, sabar secara klinis

2.7 PROSES TRIAGE


Proses triage mengikuti langkah-langkah proses keperawatan yaitu:
pengkajian, penetapan diagnosa, perencanaan, intervensi dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian awal dimulai ketika perawat triage memeriksa pasien, perawat
harus memeriksa dengan jelas, mendengarkan suara yang tidak umum dan

32
harus waspada terhadap berbagai bau. Ada beberapa yang dapat dilakukan oleh
perawat triage dalam melakukan pengkajian antar-ruang (pandangan sekilas)
pada saat pasien datang. Adapun beberapa hal yang dapat dilakukan perawat
adalah sebagai berikut:

Sementara pada anak-anak, Emergency Nursing Pediatric Course


memberikan panduan pada perawat triage dalam melakukan pengkajian antar
ruang yaitu sebagai berikut:

33
Dalam melakukan triage, perawat juga harus memperhatikan pengontrolan
infeksi dalam situasi apapun dimana kontak dengan darah dan cairan tubuh
bisa terjadi. Membersihkan tangan dengan sabun atau pembersih tangan setiap
kali kontak dengan pasien merupakan langkah penting untuk mengurangi
penyebaran infeksi.
2. Diagnosa
Dalam triage diagnosa dinyatakan sebagai ukuran yang mendesak, Apakah
masalah termasuk ke dalam kondisi Emergency (mengancam kehidupan,
anggota badan, atau kecacatan). Urgen (mengancam kehidupan, anggota badan,
atau kecacatan) atau nonurgen. Diagnosa juga meliputi penentuan kebutuhan
pasien untuk perawatan seperti dukungan, bimbingan, jaminan, pendidikan,
pelatihan, dan perawatan lainnya yang memfasilitasi kemampuan pasien untuk
mencari perawatan.
3. Perencanaan
Dalam triage rencana harus bersifat kolaboratif, perawat harus dengan
seksama menyelidki keadaan yang berlaku dengan pasien. Mengidentifikasi
faktor-faktor kunci yang penting, dan mengembangkan rencana perawatan
yang diterima pasien. Hal ini sering membutuhkan proses negosiasi, didukung
dengan pendidikan perawat. Dalam hal ini perawat bertugas untuk bertindak
berdasarkan kepentingan terbaik pasien dan kondisi pasien. Kolaborasi juga
perlu dilakukan dengan tim kesehatan lainnya.
4. Intervensi
Dalam analisis akhir, bisa memungkinkan bahwa perawat tidak dapat
melakukan apa-apa untuk pasien. Oleh karena itu harus ada pendukung lain
yang tersedia, misalnya dokter untuk menentukan tindakan yang diinginkan.

34
Untuk itu, perawat triage harus mengidentifikasi sumber daya untuk menangani
pasien dengan tepat. Oleh karena itu perawat triage juga memiliki peran
penting dalam kesinambungan perawatan pasien. Protokol triage atau protap
tindakan juga dapat dipilih dalam pelaksanaan triage.
5. Evaluasi
Langkah terakhir dalam proses keperawatan adalah evaluasi. Dalam konteks
organisasi keperawatan evaluasi adalah dukungan dari apakah tindakan yang
diambil tersebut efektif atau tidak, jika pasien tidak membaik, perawat
memiliki tanggung jawab untuk menilai pasien kembali, mengkonfirmasikan
diagnosa urgen, merevisi rencana keperawatan jika diperlukan, merencanakan,
dan mengevaluasi kembali. Pertemuan ini bukan yang terakhir, sampai perawat
memiliki keyakinan bahwa pasien akan kembali atau mencari perawatan yang
tepat jika kondisi mereka memburuk atau gagal untuk meningkatkan seperti
yang diharapkan. Sebagai catatan akhir, sangat penting bagi perawat triage
untuk bertindak secara hati-hati, jika ada keraguan tentang penilaian yang telah
dibuat, maka lakukan kolaborasi dengan tenaga medis atau dokter yang
bertugas daengan waktu yang bersamaan. Perlu diingat bahwa perawat triage
harus selalu bersandar pada arah keselamatan pasien.
6. Dokumentasi
Triage Proses pencatatan triage harus jelas, singkat dan padat. Tujuan
dokumentasi triage adalah mendukung keputusan triage, sebagai alat
komunikasi antar petugas tim kesehatan di unit gawat darurat (dokter, perawat,
ahli radiologi) dan sebagai bukti aspek mediko-legal. Pencatatan dilakukan
dengan data yang mencakup bagian dasar dari pendokumentasian triage yang
meliputi: waktu dan tanggal kedatangan di UGD, cara kedatangan, usia pasien,
waktu/jam wawancara triage, riwayat alergi (obat, makanan, latex), riwayat
pengobatan yang sedang dijalani, tingkat kedaruratan, TTV, tindakan
pertolongan pertama yang dilakukan, pengkajian nyeri, keluhan utama, riwayat
keluhan utama, pengkajian subjektif dan objektif, riwayat kesehatan yang
berhubungan, waktu terakhir menstruasi, riwayat imunisasi termasuk imunisasi

35
tetanus terakhir, tes diagnostik yang dianjurkan, pengobatan yang diberikan
pada saat triage, tanda tangan perawat yang melakukan triage, disposisi dan
reevaluasi. (Kartikawati, 2011).

36
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat
kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas
penanganan dan sumber daya yang ada (Wijaya, S, 2010). Tujuannya yaitu untuk
mengidentifikasi korban berdasarkan tingkat keparahan. Sistem triase yang sering
di gunakan dan mudah dalam mengaplikasikanya adalah mengunakan START
(Simple triage and rapid treatment) yang pemilahanya menggunakan warna.
Untuk kategori disaster menggunakan SAVE (secondary Assessment of Victim
Endpoint). Proses triage dimulai dari pengkajian utamanya ABCD (airway
breating circulation disability), sampai pada akhirnya evaluasi keadaan korban,
3.2 SARAN
Diharapkan kepada pembaca yang utamanya merupakan profesi keperawatan
maupun mahasiswa keperawatan untuk memahami dan mendalami triage dalam
gawat darurat dan dapat mengaplikasikan ke lapangan nanti.

37
DAFTAR PUISTAKA

Anang, 2019. Pengantar KGD dan Triage. Published in: Health & Medicine. Link
URL : https://www.slideshare.net/anang_banjar/pengantar-kgd-dan-triage-2013.
diakses : Sabtu 22 Februari 2020

Australasian College for Emergency Medicine. 2016. Guidelines On The


Implementation Of The Australasian Triage Scale In Emergency Departments

CTAS Paramedic Guide. 2012 Prehospital Canadian Triage & Acuity Scale
Prehospital CTAS Version 2.0. Emergency Health Services Branch, Ministry of
Health and Long-Term Care

Gilboy Nicky, dkk. 2015. Emergency Severity Index, Version 4: Implementation


Handbook. Advancing Excellence in Health Care, Agency for Healthcare
Research and Quality. online at http://www.ahrq.gov/research/esi.

Habib Hadiki, dkk. 2016. Triase Modern Rumah Sakit dan Aplikasinya di Indonesia.
Research Gate. Online at: https://www.researchgate.net/publication/311715654.

Jones Kevin Mackway, Marsden Janet & Windle Jill. 2014. Emergency Triage, third
edition, Manchester Triage Group. The British Library : New Delhi, India

Kartikawati. 2011. Dalam lestari R. 2017. Triage keperawatan gawat darurat. Link
URL:http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/51099/Chapter
%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y . Diakses : Rabu 19 Februari 2020

Kathleen dkk, 2008. Dalam Susanti, 2018. Triage dan Penanganan Gawat darurat.
LinkURLhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/47959/Chapter
%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y Diakses : Rabu 19 februari 2020

Oman, S Kathleen dkk. (2008) Dalam lestari R. 2017. Triage keperawatan gawat
darurat.LinkURL:http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/51099

38
/Chapter%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y . Diakses : Rabu 19 Februari
2020

Pusponegoro, D Aryono. 2010. Buku Panduan Basic Trauma and Cardiac Life
Support, Jakarta : Diklat Ambulance AGD 118

Siswo, Nurhasim. 2015. Dalam Budiadji, 2016 Pengetahuan Perawat Tentang


Respon Time Dalam Penanganan Gawat Darurat di Ruang Triage RSUD
Karanganyar. Diakses : rabu 19 Februari 2020

Wijaya S, 2010 . Dalam Susanti, 2018. Triage dan Penanganan Gawat darurat.
LinkURLhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/47959/Chapter
%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y Diakses : Rabu 19 februari 2020

Zailani. dkk. 2009. Dalam Susanti, 2018. Triage dan Penanganan Gawat darurat.
LinkURLhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/47959/Chapter
%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y Diakses : Rabu 19 februari 2020

39

Anda mungkin juga menyukai