Anda di halaman 1dari 10

1.

DEFINISI

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular


yang utama karena menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka
kematian yang tinggi (Irmalita dkk, 2015 dalam A kusumastuti 2018 )

Sindrom koroner akut adalah suatu kumpulan gejala klinis iskemia


miokard yang terjadi akibat kurangnya aliran darah ke miokardium berupa nyeri
dada, perubahan segmen ST pada Electrocardiogram (EKG), dan perubahan
biomarker jantung (Kumar & Cannon, 2009). Keadaan iskemia yang akut dapat
menyebabkan nekrosis miokardial yang dapat berlanjut menjadi Infark Miokard
Akut. Nekrosis atau kematian sel otot jantung disebabkan karena adanya
gangguan aliran darah ke jantung. Daerah otot yang tidak mendapat aliran darah
dan tidak dapat mempertahankan fungsinya, dikatakan mengalami infark (Guyton,
2007 dalam nugroho 2018).

Acute Coronary Syndrome (ACS) atau yang lebih dikenal dengan sindrom
koroner akut (SKA) merupakan manifestasi klinis dari fase kritis pada penyakit
arteri koroner. Mekanisme yang mendasari penyakit ini adalah rupturnya plak atau
erosi karena serangkaian pembentukan trombus sehingga menyebabkan
penyumbatan parsial ataupun total pada pembuluh darah. Berdasarkan
pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dan marker biokimia jantung, maka SKA
dibedakan menjadi ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI), Non ST-
segment elevation myocardial infarction (NSTEMI), serta angina pectoris tidak
stabil (Gelfand E.V, 2009).
Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah suatu terminologi yang digunakan
untuk menggambarkan kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris
tidak stabil (APTS), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa
elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan
infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST
elevation myocardial infarction/ STEMI)
2. KLASIFIKASI

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram


(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi
(Lily, 2011):
a. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
myocardial infarction)

b. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment


elevation myocardial infarction)

c. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan


indicator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini
memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan
reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen
fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis
STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi
segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana
revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung
(Darma,2009).

3. ETIOLOGI
Penyebab dari Sindrom Koroner Akut menurut (ismantri 2009 dalam Dalam R.
Kusumaningtyas. 2015)
a. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard oleh
karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada
pada plak aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai
menyumbat. Pada kebanyakan pasien, mikroemboli (emboli kecil) dari
agregasi trombosit beserta komponennya dari plak yang ruptur akan
mengakibatkan infark kecil di distal adalah petanda kerusakan miokard
b. Obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi)
Penyebab agak jarang , yang mungkin sebab oleh spasme fokal yang terus
menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina prinzmetal).
Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah
dan/atau akibat disfungsi endotel. Juga bisa terjadi akibat konstiksi
abnormal pada pembuluh darah yang kecil
c. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ini adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme
atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis
progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan
(PCI)
d. inflamasi dan/atau infeksi
Inflamasi bisa disebabkan oleh/berhubungan dengan infeksi, yang
mungkin menyebabkan penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan
trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak dapat
mengakibatkan penipisan dan ruptur plak sehingga terjadi SKA.
e. faktor atau keadaan pencetus
Faktor ini merupakan faktor sekunder dari kondisi pencetus diluar arteri
koroner. Penyebab berupa penyempitan arteri koroner yang menyebabkan
terbatasnya perfusi miokard, dan biasanya pasien ini menderita angina
stabil
Faktor resiko SKA terbagi dua, faktor resiko yang tidak dapat
dikendalikan dan faktor risiko yang dapat dikendalikan. Faktor resiko yang tidak
dapat dikendalikan adalah usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga. Sedangkan
faktor yang dapat dikendalikan adalah dislipidemia, obesitas, hipertensi, merokok,
diabetes melitus dan kurang olahraga.

4. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut.
Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white tromhbus). Trombus
ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun
parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih
distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi
sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah
koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti
selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis
(infark miokard).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard).
Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium
karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan
remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian
pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka
mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri
koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa
spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis
setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis (Irmalita
dkk, 2015 dalam A kusumastuti 2018).

5. MANIFESTASI KLINIS
Terbentuknya trombus akibat proses patofisiologi SKA menyebabkan
darah sulit mengalir ke otot jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi
terancam mati. Gejala yang khas dari SKA adalah rasa nyeri, rasa terjepit, kram,
rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina). Lokasi nyeri biasanya berada di sisi
tengah atau kiri dada dan berlangsung selama lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini
dapat menjalar ke rahang bawah, leher, bahu atau lengan serta ke punggung. Nyeri
dapat timbul pada waktu istirahat, nyeri ini dapat pula timbul pada penderita yang
sebelumnya belum pernah mengalami hal ini atau penderita yang pernah
mengalami angina, namun pada kali ini pola serangannya menjadi lebih berat atau
lebih sering.
Selain gejala gejala yang khas tersebut, bisa juga terjadi penderita hanya
mengeluh seolah pencernaannya yang terganggu atau hanya berupa nyeri yang
terasa di ulu hati. Keluhan diatas dapat disertai dengan sesak, muntah atau
keringat dingin. SKA dapat bermanifestasi sebagai angina tidak stabil atau
serangan jantung dan dapat berakhibat kematian (Erik, 2005 dalam A kusumastuti
2018).

6. PENATALAKSANAAN
a. Anti-iskemiaa
Beta bloker dapat mengurangi kerja saraf simpatetik ke otot jantung,
mengurangi kebutuhan oksigen dan berkontribusi untuk kestabilan
elektris. Penggunaan beta bloker biasanya digunakan dalam 24 jam
pertama untuk mendapatkan target frekuensi jantung mendekati 60
kali/menit (Lilly, 2011). Nitrat dapat mengurangi gejala angina dengan
venodilatasi, dimana akan mengurangi kebutuhan oksigen dengan
mengurangi darah yang kembali melalui vena ke jantung, sehingga
mengurangi preload dan stress atau pajanan ke dinding jantung (Lilly,
2011). Nitrat juga dapat meningkatkan aliran pembuluh darah koroner dan
mencegah vasospasme melalui vasodilatasi pembuluh darah koroner.
Selain untuk menghilangkan gejala angina, nitrat juga dapat digunakan
pada pasien Sindroma Koroner Akut dengan gagal jantung dan hipertensi
berat (Lilly, 2011).
b. Antagonis kanal kalsium
Antagonis kanal kalsium seperti verapamil dan diltiazem dapat
mengurangi gejala dengan mengurangi frekuensi denyut jantung serta
kontraktilitas melalui efek vasodilatasi (Lilly, 2011).
c. Anti trombotik
Tujuan pemberian antitrombotik termasuk juga antiplatelet dan
antikoagulan untuk mencegah efek lebih lanjut dari oklusi parsial yang ada
di trombus intrakoroner (Lilly, 2011).
d. Antiplatelet
Aspirin bekerja dengan mencegah sintesis platelet tromboksan A2, dimana
tromboksan A2 merupakan mediator aktivasi platelet dan aspirin
merupakan salah satu intervensi yang paling penting untuk mengurangi
mortalitas pada seluruh pasien dengan Sindroma Koroner Akut. Aspirin
harus diberikan segera kepada pasien dengan gejala Sindroma Koroner
Akut tanpa kontraindikasi (Lilly, 2011).
Klopidogrel merupakan derivat tienopiridin yang dapat memblok
aktivasi P2Y, reseptor ADP pada platelet. Direkomendasikan untuk
menggantikan agen antiplatelet pada pasien dengan alergi terhadap aspirin.
Terlebih lagi, penggunaan kombinasi antara aspirin dengan klopidogrel
lebih baik dibandingkan dengan pemberian aspirin saja dalam mengurangi
kematian akibat penyakit kardiovaskular (Lilly, 2011).
Prasurgel merupakan salah satu dari derifat tienopiridine lainnya,
dimetabolisme lebih efisien dan memiliki efek antiplatelet yang lebih baik.
Bila dibandingkan klopidogrel, prasurgel telah menunjukkan penurunan
kejadian Sindroma Koroner Akut yang telah dilakukan percutaneus
coronary intervention namun dengan peningkatan resiko perdarahan (Lilly,
2011).
Antagonis glikoprotein IIb/IIIa dimana termasuk antibodi
monoklonal abciximab dan molekul kecil eptifibatide dan tirofiban adalah
agen antiplatelet yang poten untuk memblok agregasi platelet jalur final.
Obat ini efektif untuk mengurangi efek samping pada pasien Sindroma
Koroner Akut yang telah dilakukan percutaneous coronary intervention
(Lilly, 2011).
e. Antikoagulan
Unfractioned heparin bekerja dengan berikatan dengan antitrombin yang
meningkatkan potensi plasma protein sangat baik pada proses inaktivasi
pembentukan pembekuan trombin. Obat ini juga menginhibisi faktor
koagulasi Xa dan memperlambat pembentukan trombin (Lilly, 2011).
f. Fibrinolitik
Obat fibrinolitik ini bekerja dengan mempercepat lisisnya oklusi dari
trombus lumen intrakoroner, sehingga mengembalikan aliran darah dan
membatasi kerusakan otot jantung. Beberapa contoh obat fibrinolitik ini
adalah alteplase (tPA), reteplase (rPA), tenecteplase(TNK-tPA), dan
streptokinase (Lilly, 2011).
g. Terapi reperfusi
Alternatif pengobatan lainnya adalah, percutaneous coronary intervention
suatu metode untuk mengembalikan perfusi koroner dan mendapatkan
aliran darah yang optimal pada pembuluh darah yang infark. Terapi ini
digunakan apabila pada pasien yang sebelumnya telah diberikan terapi
fibrinolisis namun tidak menunjukkan perbaikan yang adekuat (Lilly,
2011).

7. PROGNOSIS
Prognosis Sindroma Koroner Akut Pasien dengan Sindroma Koroner Akut
dapat memiliki prognosis yang berbeda. Pada pasien Sindroma Koroner Akut
dengan peningkatan konsentrasi troponin terdapat peningkatan mortalitas pada
hari ke 30 atau 6 bulan. Adanya elevasi dari segmen ST merupakan prediktor kuat
untuk menentukan prognosis (lilly, 2011).

8. KOMPLIKASI
Komplikasi Sindroma Koroner Akut menurut lily 2011
 Iskemia yang berulang
 Aritmia, seperti fibrilasi ventrikel, aritmia supraventrikular, blok konduksi
 Gagal jantung kongestif
 Syok kardiogenik
 Infark ventrikel kanan
 Komplikasi mekanis , seperti ruptur otot papilari,rupture septal ventrikel o
Perikarditis
 Tromboembolisme
DAFTAR PUSTAKA

A Kusumastuti, 2018. Sindrome Koroner Akut. Link URL : http ://repository. Unimus.
ac.id/ 1716/4/BAB%20SKRIPSI.PDF. Diakses : kamis, 05 november 2020

Erik, 2005. A Kusumastuti, 2018. Sindrome Koroner Akut. Link URL : http
://repository. Unimus. ac.id/ 1716/4/BAB%20SKRIPSI.PDF. Diakses : kamis, 05
november 2020

Gelfand EV. Chapter 1. Pathophysiology of acute coronary syndrome. In:


Management of acute coronary syndrome. United Kingdom: John Wiley and
Sons. 2009:1-12

Guyton, 2007. Nugroho , 2018. Tinjauan pustaka Sindrome Koroner Akut. Link URL :
http ://eprints. Ums.ac.id/58769/3/BAB%201.pdf. Diakses : kamis, 05 november
2020

Irmalita dkk, 2015. A Kusumastuti, 2018. Sindrome Koroner Akut. Link URL : http
://repository. Unimus. ac.id/ 1716/4/BAB%20SKRIPSI.PDF. Diakses : kamis, 05
november 2020

Ismantri 2009 .R. Kusumaningtyas. 2015 Definisi Sindrom Koroner Akut Link
URL http:// repository.usu.ac.id/bitsream/handle/123456789/65502/ shapter
%20III.pdf? sequence=4&isAllowed=y . Diakses : kamis, 05 november 2020

Lilly,2011. Syndroma Koroner Akut. Jurnal USU . Link URL http://repository .usu.ac.id/
bitstream/handle/123456789/40908/Chapter%20II.pdf. Diakses kamis 05,
november 2020

Nugroho , 2018. Tinjauan pustaka Sindrome Koroner Akut. Link URL : http ://eprints.
Ums.ac.id/58769/3/BAB%201.pdf. Diakses : kamis, 05 november 2020

Anda mungkin juga menyukai