Anda di halaman 1dari 28

MATAKULIAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

“MAKALAH PRINSIP-PRINSIP DAN PENILAIAN


KEGAWATDARURATAN DAN TRIAGE”

OLEH :

NAMA KELOMPOK 1 :

1. AGUSTIN J. BHOKI
2. AHIMAS DARKAY
3. AMARO OEMANU
4. ANGGRIANI OLA
5. HALENA MAUWLAKA
6. PETER BAILAEN

TINGKAT III REGULER

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


PRODI D-III JURUSAN KEPERAWATAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN KEGAWATDARURATAN
DAN TRIAGE”.

Penulis menyadari pembuatan makalah ini tidak dapat terlaksanakan dengan


baik tanpa bantuan dari berbagai pihak, terutama oleh dosen pembimbing yang
telah bersedia membantu kami. Oleh karena itu, kami ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkenan membantu penulis dalam penulisan makalah.

Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapakan
demi kesempurnaan makalah ini.

Kupang, Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1


1.2. Tujuan Penulisan ................................................................................ 2

BAB 2 TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi Triage ..................................................................................... 3


2.2. Tujuan Triage ...................................................................................... 3
2.3. Prinsip dan Tipe Triage ....................................................................... 4
2.4. Klasifikasi dan Penentuan Prioritas ..................................................... 7
2.5. Proses Triage ...................................................................................... 10
2.6. Prinsip Seleksi Korban ........................................................................ 12
2.7. Jenis-jenis Triage ................................................................................ 13
2.8. Kategori Triage .................................................................................... 13
2.9. Survei Primer ....................................................................................... 15
2.10. Survei Sekunder .................................................................................. 18
2.11. Survei Tersier ...................................................................................... 20
2.12. Dokumentasi Triage ............................................................................. 20

BAB 3 PENUTUP

3.1. Kesimpulan ........................................................................................... 24


3.2. Saran .................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggunaan istilah triage ini sudah lama berkembang. Konsep awal triase
modern yang berkembang meniru konsep pada jaman Napoleon dimana Baron
Dominique Jean Larrey (1766-1842), seorang dokter bedah yang merawat
tentara Napoleon, mengembangkan dan melaksanakan sebuah system
perawatan dalam kondisi yang paling mendesak pada tentara yang datang tanpa
memperhatikan urutan kedatangan mereka. Sistem tersebut memberikan
perawatan awal pada luka ketika berada di medan perang kemudian tentara
diangkut ke rumah sakit atau tempat perawatan yang berlokasi di garis belakang.
Sebelum Larrey menuangkan konsepnya, semua orang yang terluka tetap
berada di medan perang hingga perang usai baru kemudian diberikan
perawatan.
Pada tahun 1846, John Wilson memberikan kontribusi lanjutan bagi filosofi
triase. Dia mencatat bahwa, untuk penyelamatan hidup melalui tindakan
pembedahan akan efektif bila dilakukan pada pasien yang lebih memerlukan,
Pada perang dunia I pasien akan dipisahkan di pusat pengumpulan korban
yang secara langsung akan dibawa ke tempat dengan fasilitas yang sesuai. Pada
perang dunia II diperkenalkan pendekatan triase dimana korban dirawat pertama
kali di lapangan oleh dokter dan kemudian dikeluarkan dari garis perang untuk
perawatan yang lebih baik. Pengelompokan pasien dengan tujuan untuk
membedakan prioritas penanganan dalam medan perang pada perang dunia I,
maksud awalnya adalah untuk menangani luka yang minimal pada tentara
sehingga dapat segera kembali ke medan perang.
Penggunaan awal kata “trier” mengacu pada penampisan screening di medan
perang. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu
konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang
memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas
yang paling efisien terhadap hampir 100 juta orang yang memerlukan
pertolongan di unit gawat darurat (UGD) setiap tahunnya. Pelbagai system triase
mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-an seiring jumlah kunjungan UGD
yang telah melampaui kemampuan sumber daya yang ada untuk melakukan
penanganan segera. Tujuan triage adalah memilih atau menggolongkan semua
pasien yang datang ke UGD dan menetapkan prioritas penanganan.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan umum :
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang Prinsip-prinsip
Penilaian Kegawatdaruratan dan triage.
1.2.2 Tujuan khusus :
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang Sistem
Triage
2. Mahasiswa dapat mangetahui tentang Proses Triage
3. Mahasiswa dapat mengetahui tentang Cara dan Teknik Triage
4. Mahasiswa dapat mengetahui tentang Dokumentasi Triage
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Triage


Triage berasal dari bahasa Prancis (Trier) yang berarti mengambil,
memilah, menyaring atau dengan kata lain triage adalah proses
pengelompokan penderita-penderita sakit atau cedera pada kejadian massal.
Triage merupakan proses khusus memilah klien berdasar beratnya
cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami
perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat
medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk
tindakan).
Triage adalah suatu seleksi penderita yang menjamin supaya tak ada
penderita yang tidak mendapat perawatan medis. Orang yang melakukan
seleksi adalah seorang ahli bedah yang berpengalaman sehingga dapat
melakukan diagnose secara on the spot dengan cepat dan menentukan
penanggulangannya.

2.2 Tujuan Triage


Tujuan dari Triage adalah memilih atau menggolongkan semua klien,
menetapkan prioritas penanganannya dan dapat menangani korban atau klien
dengan cepat, cermat dan tepat sesuai dengan sumber daya yang ada.
Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
1. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada
pasien
2. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan
pengobatan lanjutan
3. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses
penanggulangan atau pengobatan gawat darurat.
2.3 Prinsip dan Tipe Triage
Di rumah sakit, didalam triase mengutamakan perawatan pasien
berdasarkan gejala. Perawat triase menggunakan ABCD keperawatan seperti
jalan nafas, pernapasan dan sirkulasi, serta warna kulit, kelembaban, suhu,
nadi, respirasi, tingkat kesadaran dan inspeksi visual untuk luka dalam,
deformitas kotor dan memar untuk memprioritaskan perawatan yang diberikan
kepada pasien di ruang gawat darurat. Perawat memberikan prioritas pertama
untuk pasien gangguan jalan nafas, bernafas atau sirkulasi terganggu. Pasien-
pasien ini mungkin memiliki kesulitan bernapas atau nyeri dada karena
masalah jantung dan mereka menerima pengobatan pertama. Pasien yang
memiliki masalah yang sangat mengancam kehidupan diberikan pengobatan
langsung bahkan jika mereka diharapkan untuk mati atau membutuhkan
banyak sumber daya medis. (Bagus,2007).
Menurut Brooker, 2008. Dalam prinsip triase diberlakukan system
prioritas, prioritas adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus
didahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa.
Pada umumnya penilaian korban dalam triage dapat dilakukan dengan:

a. Menilai tanda vital dan kondisi umum korban


b. Menilai kebutuhan medis
c. Menilai kemungkinan bertahan hidup
d. Menilai bantuan yang memungkinkan
e. Memprioritaskan penanganan definitive
f. Tag Warna

1. Prinsip dalam pelaksanaan triase :


a) Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan
penyakit yang mengancam kehidupan atau injuri adalah hal yang
terpenting di departemen kegawatdaruratan.
b) Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
Intinya, ketetilian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting
dalam proses interview.
c) Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat
direncanakan bila terdapat informasi yang adekuat serta data yang
akurat.
d) Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji
secara akurat seorang pasien dan menetapkan prioritas tindakan
untuk pasien tersebut. Hal tersebut termasuk intervensi terapeutik,
prosedur diagnostic dan tugas terhadap suatu tempat yang dapat
diterima untuk suatu pengobatan.
e) Tercapainya kepuasan pasien
1) Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas
saat menetapkan hasil secara serempak dengan pasien
2) Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan
penanganan yang dapat menyebabkan keterpurukan status
kesehatan pada seseorang yang sakit dengan keadaan kritis.
3) Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan
keluarga atau temannya.
Pengambilan keputusan dalam proses triage dilakukan berdasarkan :
a) Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit
b) Dapat mati dalam hitungan jam
c) Trauma ringan

2. Tipe Triage Di Rumah Sakit


a. Tipe 1 : Traffic Director or Non Nurse
1) Hampir sebagian besar berdasarkan system triage
2) Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa
sakitnya
3) Tidak ada dokumentasi
4) Tidak menggunakan protocol
b. Tipe 2 : Cek Triage Cepat
1) Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat
beregristrasi atau dokter
2) Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan
utama
3) Evaluasi terbatas
4) Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau
cedera mendapat perawatan pertama
c. Tipe 3 : Comprehensive Triage
1) Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan
berpengalaman
2) 4 sampai 5 sistem katagori
3) Sesuai protocol
Beberapa tipe sistem triage lainnya :
1. Traffic Director
Dalam sistem ini, perawat hanya mengidentifikasi keluhan utama dan
memilih antara status “mendesak” atau “tidak mendesak”. Tidak ada tes
diagnostik permulaan yang diintruksikan dan tidak ada evaluasi yang
dilakukan sampai tiba waktu pemeriksaan.
2. Spot Check
Pada sistem ini, perawat mendapatkan keluhan utama bersama dengan
data subjektif dan objektif yang terbatas, dan pasien dikategorikan ke
dalam salah satu dari 3 prioritas pengobatan yaitu “gawat darurat”,
“mendesak”, atau “ditunda”. Dapat dilakukan beberapa tes diagnostik
pendahuluan, dan pasien ditempatkan di area perawatan tertentu atau di
ruang tunggu. Tidak ada evaluasi ulang yang direncanakan sampai
dilakukan pengobatan.
3. Comprehensive
Sistem ini merupakan sistem yang paling maju dengan melibatkan dokter
dan perawat dalam menjalankan peran triage. Data dasar yang diperoleh
meliputi pendidikan dan kebutuhan pelayanan kesehatan primer, keluhan
utama, serta informasi subjektif dan objektif. Tes diagnostik pendahuluan
dilakukan dan pasien ditempatkan di ruang perawatan akut atau ruang
tunggu, pasien harus dikaji ulang setiap 15 sampai 60 menit (Iyer, 2004).
2.4 Klasifikasi dan Penentuan Prioritas
Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan
pada keluhan utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup keadaan
umum pasien serta hasil pengkajian fisik yang terfokus. Menurut
Comprehensive Speciality Standard, ENA tahun 1999, penentuan triase
didasarkan pada kebutuhan fisik, tumbuh kembang dan psikososial selain pada
factor-faktor yang mempengaruhi akses pelayanan kesehatan serta alur pasien
lewat sistem pelayanan kedaruratan. Hal-hal yang harus dipertimbangkan
mencakup setiap gejala ringan yang cenderung berulang atau meningkat
keparahannya .
Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai
penanganan dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang
timbul. Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam sistem triage
adalah kondisi klien yang meliputi :
1. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan
yang memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat
2. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi
memerlukan penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan
3. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa
disebabkan oleh gangguan ABC (Airway/jalan nafas, Breathing/
pernafasan, Circulation/sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka dapat
meninggal/cacat

Berdasarkan prioritas perawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :


Tabel 1. Klasifikasi Triage
Klasifikasi Keterangan
Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa atau
adanya gangguan ABC dan perlu
tindakan segera, misalnya cardiac
arrest, penurunan kesadaran, trauma
mayor dengan perdarahan hebat.
Gawat tidak darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi
tidak memerlukan tindakan darurat.
Setelah dilakukan diresusitasi maka
ditindak lanjuti oleh dokter spesialis.
Misalnya ; pasien kanker tahap
lanjut, fraktur, sickle cell dan lainnya
Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam
nyawa tetapi memerlukan tindakan
darurat. Pasien sadar, tidak ada
gangguan ABC dan dapat langsung
diberikan terapi definitive. Untuk tindak
lanjut dapat ke poliklinik, misalnya
laserasi, fraktur minor / tertutup,
sistitis, otitis media dan lainnya
Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan
tidak memerlukan tindakan gawat.
Gejala dan tanda klinis ringan /
asimptomatis. Misalnya penyakit kulit,
batuk, flu, dan sebagainya

Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)


Klasifikasi Keterangan
Prioritas I (merah) Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu
resusitasi dan tindakan bedah segera,
mempunyai kesempatan hidup yang
besar. Penanganan dan pemindahan
bersifat segera yaitu gangguan pada
jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi.
Contohnya : sumbatan jalan nafas,
perdarahan berat, asfiksia, cedera
cervical, tension pneumothorak,
syok hemoragik, luka terpotong
pada tangan dan kaki, luka bakar >
30 %, fraktut terbuka.
Prioritas II (kuning) Potensial mengancam nyawa atau
fungsi vital bila tidak segera ditangani
dalam jangka waktu singkat.
Penanganan dan pemindahan bersifat
jangan terlambat. Contoh : patah
tulang besar, combutio (luka bakar)
tingkat II dan III < 25 %, trauma
thorak / abdomen, laserasi luas,
trauma bola mata.
Prioritas III (hijau) Perlu penanganan seperti pelayanan
biasa, tidak perlu segera. Penanganan
dan pemindahan bersifat terakhir.
Contoh : luka superficial, luka-luka
ringan
Prioritas 0 (hitam) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil,
luka sangat parah. Hanya perlu terapi
suportif. Contoh : henti jantung kritis,
trauma kepala kritis.

Tabel 3.Klasifikasi berdasarkan Tingkat Keakutan.


Tingkat Keakutan
Kelas I Pemeriksaan fisik rutin (misalnya
memar minor); dapat menunggu lama
tanpa bahaya
Kelas II Nonurgen / tidak mendesak (misalnya
ruam, gejala flu); dapat menunggu
lama tanpa bahaya
Kelas III Semi-urgen / semi mendesak (misalnya
otitis media); dapat menunggu sampai
2 jam sebelum pengobatan
Kelas IV Urgen / mendesak (misalnya fraktur
panggul, laserasi berat, asma); dapat
menunggu selama 1 jam
Kelas V Gawat darurat (misalnya henti jantung,
syok); tidak boleh ada keterlambatan
pengobatan ; situasi yang mengancam
hidup

Beberapa petunjuk tertentu harus diketahui oleh perawat triage yang


mengindikasikan kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut
meliputi :
1. Nyeri hebat
2. Perdarahan aktif
3. Stupor / mengantuk
4. Disorientasi
5. Gangguan emosi
6. Dispnea saat istirahat
7. Diaforesis yang ekstrem
8. Sianosis
9. Tanda vital di luar batas normal.

2.5 Proses Triage


Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triage
harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan
melakukan pengkajian, misalnya melihat sekilas kearah pasien yang berada di
brankar sebelum mengarahkan ke ruang perawatan yang tepat.
Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat,
tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian
perawat utama. Perawat triage bertanggung jawab untuk menempatkan pasien
di area pengobatan yang tepat; misalnya bagian trauma dengan peralatan
khusus, bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa
memikirkan dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap
pasien tersebut harus dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya sekali setiap
60 menit.
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau
gawat darurat, pengkajian dilakukan setiap 15 menit / lebih bila perlu. Setiap
pengkajian ulang harus didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru
dapat mengubah kategorisasi keakutan dan lokasi pasien di area pengobatan.
Misalnya kebutuhan untuk memindahkan pasien yang awalnya berada di area
pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika pasien tampak mual atau
mengalami sesak nafas, sinkop, atau diaforesis.(Iyer, 2004).
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda - tanda objektif
bahwa ia mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka
pasien ditangani terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data
objektif dan data subjektif sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan
pasien membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data subjektif
yang berasal langsung dari pasien (data primer)
Alur dalam proses triase :
1. Pasien datang diterima petugas / paramedis UGD.
2. Diruang triase dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan cepat
(selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.
3. Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase
dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD).
4. Penderita dibedakan menurut kegawatnnya dengan memberi kodewarna:
a. Segera-Immediate (merah). Pasien mengalami cedera mengancam
jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera.
Misalnya:Tension pneumothorax, distress pernafasan (RR<
30x/mnt), perdarahan internal, dsb.
b. Tunda-Delayed (kuning) Pasien memerlukan tindakan defintif tetapi
tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi
terkontrol, fraktur tertutup pada ekstrimitas dengan perdarahan
terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan tubuh, dsb.
c. Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan
dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya :
Laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
d. Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera mematikan dan akan
meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar
derajat 3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
e. Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan
warna : merah, kuning, hijau, hitam.
f. Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan
pengobatan diruang tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan
medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang
operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.
g. Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan
medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan
menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triase merah
selesai ditangani.
h. Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat
jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka
penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
i. Penderita kategori triase hitam dapat langsung dipindahkan ke
kamar jenazah.

2.6 Prinsip Seleksi Korban


Proses pilih dan pinda korban berdasarkan atas ancaman jiwa yang dapat
mematikan dalam hitungan menit.
Pada korban yang mengalami gangguan jalan napas, gangguan
pernapasan dan gangguan peredaran darah atau aliran darah yang mencakup
seluruh sistem pembuluh darah.
1) Pada kasus gangguan jalan napas seperti :
 Tersumbatnya jalan napas karena benda padat
 Tersumbatnya jalan napas karena cairan
2) Pada kasus gangguan pernapasan seperti :
 Korban dengan tension pneumothorax
 Korban dengan open pneumothoraks
3) Pada kasus gangguan peredaran darah atau aliran darah :
 Korban dengan syok hipovolemik
 Korban dengan perdarahan dirongga dada, perut, panggul, paha.
4) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan jam :
 Pada kasus penurunan kesadaran seperti stroke haemoragic
 Luka bakar yang tidak mengenai jalan napas
 Patah tulang lengan
5) Trauma ringan
 Pada penderita dengan histeris
 Benturan ringan, luka memar, luka lecet, luka gores.
6) Sudah meninggal
Henti napas dan henti jantung dengan tanda-tanda kematian, kaku mayat
dan lebam mayat.

2.7 Jenis-jenis Triage


Terdapat dua jenis Triage, yaitu :
1. Multiple Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah
sakit. Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma
akan mendapatkan prioritas penanganan lebih dahulu.
2. Mass Casualties
Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit.
Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan
waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan
prioritas penanganan lebih dahulu.

2.8 Kategori Triage


Triage memiliki beberapa kategori, antara lain:
1. Prioritas Pertama (Merah : segera)
Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan
medik dan transport segera untuk tetap hidup. Prioritas tertinggi untuk
penanganan atau evakuasi, seperti :
a. Tindakan resusitasi segera
b. Obstruksi jalan napas
c. Kegawatan pernapasan
d. Syok atau perdarahan berat
e. Trauma parah
f. Luka bakar berat
2. Prioritas kedua (Kuning ; mendesak)
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat
dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat.
Meliputi kasus yang memerlukan tindakan segera terutama kasus bedah,
seperti :
a. Trauma abdomen
b. Trauma dada tertutup tanpa ancaman asfiksia
c. Trauma ekstremitas
d. Patah tulang
e. Trauma kepala tertutup
f. Trauma mata
g. Luka bakar derajat sedang
3. Prioritas ketiga (Hijau : tunda atau evaluasi)
Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera,
memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian
ulang berkala. Penanganan tidak terlalu mendesak dan dapat ditunda jika
ada korban lain yang lebih memerlukan penanganan atau evakuasi, seperti ;
1. Cedera jaringan lunak
2. Dislokasi ekstremitas
3. Cedera tanpa gangguan jalan napas
4. Gawat darurat psikologis
4. Prioritas nol (Hitam : meninggal)
Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang
mematikan.
Pelaksanaan triage dilakukan dengan memberikan tanda sesuai dengan warna
prioritas. Tanda triage dapat bervariasi mulai dari suatu kartu khusus sampai
hanya suatu ikatan dengan bahan yang warnanya sesuai dengan prioritasnya.
Jangan mengganti tanda triage yang sudah ditentukan. Bila keadaan penderita
berubah sebelum memperoleh perawatan maka label lama jangan dilepas
tetapi diberi tanda, waktu dan pasang yang baru.
PRIORITAS PERTAMA PRIORITAS KEDUA
Nama : Nama :
Umur : Umur :
Jenis kelamin : Jenis kelamin :
Gangguan Airway : Gangguan Airway :
Breathing : Breathing :
Circulation : Circulation :

PRIORITAS KETIGA PRIORITAS NOL


Nama : Nama :
Umur : Umur :
Jenis kelamin : Jenis kelamin :
Gangguan Airway : Gangguan Airway :
Breathing : Breathing :
Circulation : Circulation :

2.9 Survei Primer


Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control,
breathing, circulation and hemorrhage control, disability, exposure atau
environment). Jalan nafas merupakan prioritas pertama. Pastikan udara
menuju paru-paru tidak terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi karena
cedera langsung, edema, benda asing dan akibat penurunan kesadaran.
Tindakan bisa hanya membersihkan jalan nafas hingga intubasi atau
krikotiroidotomi atau trakheostomi. Nilai pernafasan atas kemampuan pasien
akan ventilasi dan oksigenasi. Temuan kritis bisa tiadanya ventilasi spontan,
tiadanya atau asimetriknya bunyi nafas, dispnea, perkusi dada yang
hipperresonans atau pekak, dan tampaknya instabilitas dinding dada atau
adanya defek yang mengganggu pernafasan. Tindakan bisa mulai pemberian
oksigen hingga pemasangan torakostomi pipa dan ventilasi mekanik.
Nilai sirkulasi dengan mencari hipovolemia, tamponade kardiak, sumber
perdarahan eksternal. Lihat vena leher apakah terbendung atau kolaps,
apakah bunyi jantung terdengar, pastikan sumber perdarahan eksternal sudah
diatasi. Tindakan pertama atas hipovolemia adalah memberikan RL secara
cepat melalui 2 kateter IV besar secara perifer di ekstremitas atas. Kontrol
perdarahan eksternal dengan penekanan langsung atau pembedahan, dan
tindakan bedah lain sesuai indikasi.
Tetapkan status mental pasien dengan GCS dan lakukan pemeriksaan
motorik. Tentukan adakah cedera kepala atau kord spinal serius. Periksa
ukuran pupil, reaksi terhadap cahaya, kesimetrisannya. Cedera spinal bisa
diperiksa dengan mengamati gerak ekstremitas spontan dan usaha bernafas
spontan. Pupil yang tidak simetris dengan refleks cahaya terganggu atau hilang
serta adanya hemiparesis memerlukan tindakan atas herniasi otak dan
hipertensi intrakranial yang memerlukan konsultasi bedah saraf segera.
Tidak adanya gangguan kesadaran, adanya paraplegia atau kuadriplegia
menunjukkan cedera kord spinal hingga memerlukan kewaspadaan spinal dan
pemberian metilprednisolon bila masih 8 jam sejak cedera (kontroversial). Bila
usaha inspirasi terganggu atau diduga lesi tinggi kord leher, lakukan intubasi
endotrakheal.
Tahap akhir survei primer adalah eksposur pasien dan mengontrol
lingkungan segera. Buka seluruh pakaian untuk pemeriksaan lengkap. Pada
saat yang sama mulai tindakan pencegahan hipotermia yang iatrogenik biasa
terjadi diruang ber AC, dengan memberikan infus hangat, selimut, lampu
pemanas, bila perlu selimut dengan pemanas. Prosedur lain adalah tindakan
monitoring dan diagnostik yang dilakukan bersama survei primer. Pasang lead
ECG dan monitor ventilator, segera pasang oksimeter denyut. Monitor memberi
data penuntun resusitasi. Setelah jalan nafas aman, pasang pipa nasogastrik
untuk dekompresi lambung serta mengurangi kemungkinan aspirasi cairan
lambung. Katater Foley kontraindikasi bila urethra cedera (darah pada meatus,
ekimosis skrotum / labia major, prostat terdorong keatas). Lakukan urethrogram
untuk menyingkirkan cedera urethral sebelum kateterisasi. Pada survei primer,
hal yang perlu dikaji adalah :
1. Dangers
Kaji kesan umum : observasi keadaan umum klien
a. Bagaimana kondisi saat itu
b. Kemungkinan apa saja yang akan terjadi
c. Bagaimana mengatasinya
d. Pastikan penolong selamat dari bahaya
e. Hindarkan bahaya susulan menimpa orang-orang disekitar
f. Segera pindahkan korban jangan lupa pakai alat pelindung diri
2. Respons
Kaji respon atau kesadaran dengan metode AVPU, meliputi :
a. Alert (A) : berespon terhadap lingkungan sekitar atau
sadar terhadap kejadian yang dialaminya
b. Verbal (V) : berespon terhadap pertanyaan perawat
c. Paintfull (P) : berespon terhadap rangsangan nyeri
d. Unrespon (U) : tidak berespon terhadap stimulus verbal dan
nyeri
Cara pengkajian :
1. Observasi kondisi klien saat datang
2. Tanyakan nama klien
3. Lakukan penepukan pundak / penekanan daerah sternum
4. Lakukan rangsang nyeri misalnya dengan mencubit
3. Airway (Jalan Napas)
a. Lihat, dengar, raba (Look, Listen, Feel)
b. Buka jalan nafas, yakinkan adekuat
c. Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervical dengan
menggunakan teknik Head Tilt/Chin Lift/Jaw Trust, hati-hati pada
korban trauma
d. Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah mulut
e. Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah mulut
f. Suctioning bila perlu
4. Breathing (Pernapasan)
Lihat, dengar, rasakan udara yang keluar dari hidung/mulut, apakah
ada pertukaran hawa panas yang adekuat, frekuensi nafas, kualitas
nafas, keteraturan nafas atau tidak
5. Circulation (Pendarahan)
a. Lihat adanya perdarahan eksterna/interna
b. Hentikan perdarahan eksterna dengan Rest, Ice, Compress,
Elevation (istirahatkan lokasi luka, kompres es, tekan/bebat,
tinggikan)
c. Perhatikan tanda-tanda syok/ gangguan sirkulasi : capillary refill
time, nadi, sianosis, pulsus arteri distal

2.10 Survei Sekunder


Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih
gawat dan mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan
dari kepala sampai kaki (head to toe) Formalnya dimulai setelah melengkapi
survei primer dan setelah memulai fase resusitasi. Nilai lagi tanda vital, lakukan
survei primer ulangan secara cepat untuk menilai respons atas resusitasi dan
untuk mengetahui perburukan. Selanjutnya cari riwayat, termasuk laporan
petugas pra RS, keluarga, atau korban lain.
Bila pasien sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis
sebelumnya, alergi dan medikasi sebelumnya, status immunisasi tetanus, saat
makan terakhir, kejadian sekitar kecelakaan. Data ini membantu mengarahkan
survei sekunder mengetahui mekanisme cedera, kemungkinan luka bakar atau
cedera karena suhu dingin (cold injury), dan kondisi fisiologis pasien secara
umum.
Pada survei sekunder, hal yang perlu dikaji, meliputi :
1. Disability
Ditujukan untuk mengkaji kondisi neurimuscular klien :
a) Keadaan status kesadaran lebih dalam (GCS)
b) Keadaan ekstremitas (kemampuan motorik dan sensorik)
2. Eksposure
Melakukan pengkajian head to toe pada klien, meliputi :
1. Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh
a) Posisi saat ditemukan
b) Tingkat kesadaran
c) Sikap umum, keluhan
d) Trauma, kelainan
e) Keadaan kulit
2. Periksa kepala dan leher
a) Rambut dan kulit kepala Perdarahan, pengelupasan,
perlukaan, penekanan
b) Telinga
c) Perlukaan, darah, cairan
3. Mata
Perlukaan, pembengkakan, perdarahan, reflek pupil, kondisi kelopak
mata, adanya benda asing, pergerakan abnormal
4. Hidung
Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping hidung, kelainan anatomi
akibat trauma
5. Mulut
Perlukaan, darah, muntahan, benda asing, gigi, bau, dapat buka
mulut atau tidak
6. Bibir
Perlukaan, perdarahan, sianosis, kering
7. Rahang
Perlukaan, stabilitas, krepitasi
8. Kulit
Perlukaan, basah/kering, darah, suhu, warna
9. Leher
Perlukaan, bendungan vena, deviasi trakea, spasme otot, stoma,
stabilitas tulang leher
10. Periksa dada
Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar iga, nyeri
tekan, perlukaan (luka terbuka, luka mengisap), suara ketuk/perkusi,
suara nafas
11. Periksa perut
Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan, undulasi
12. Periksa tulang belakang Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot
13. Periksa pelvis/genetalia
Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi, inkontinensia
14. Periksa ekstremitas atas dan bawah
Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan, gangguan rasa,
bengkak, denyut nadi, warna luka
3. Pengkajian SAMPLE
Riwayat “SAMPLE” yang harus diingat yaitu :
S (sign and symptoms) : tanda dan gejala yang diobservasi dan
dirasakan klien
A (allergies) : alergi yang dipunyai klien
M (medications) : obat yang diminum klien untuk mengatasi
masalah
P (past illness) : riwayat penyakit yang diderita klien
L (last meal) : makanan/minuman terakhir; apa dan kapan
E (Event) : pencetus / kejadian penyebab keluhan

2.11 Survei Tersier


Pemeriksaan ulang yang dilakukan sebagai evaluasi untuk mengetahui
keadaan klien setelah dilakukan survei sekunder dan survei tersier dengan
mengidentifikasi klien setelah diberikan resusitasi awal.
Survei tersier dilakukan :
1. Setelah 24 jam klien masuk ruang perawatan
2. Ketika klien telah sadar, responzive dan mampu mengungkapkan keluhan
yang dirasakannya
3. Pemeriksaan kembali tanda-tanda vital dan review data-data korban
4. Tahap rehabilitasi (pemulihan)

2.12 Dokumentasi Triage


Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan
bukti dalam persoalan hukum. Sedangkan pendokumentasian adalah
pekerjaan mencatat atau merekam peristiwa dan objek maupun aktifitas
pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga dan penting.
Dokumentasi asuhan dalam pelayanan keperawatan adalah bagian
dari kegiatan yang harus dikerjakan oleh perawat setelah memberi asuhan
kepada pasien. Dokumentasi merupakan suatu informasi lengkap meliputi
status kesehatan pasien, kebutuhan pasien, kegiatan asuhan keperawatan
serta respons pasien terhadap asuhan yang diterimanya. Dengan demikian
dokumentasi keperawatan mempunyai porsi yang besar dari catatan klinis
pasien yang menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang terjadi selama
asuhan dilaksanakan. Disamping itu catatan juga dapat sebagai wahana
komunikasi dan koordinasi antar profesi (Interdisipliner) yang dapat
dipergunakan untuk mengungkap suatu fakta aktual untuk dipertanggung
jawabkan.
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian integral dari
asuhan keperawatan yang dilaksanakan sesuai standar. Dengan demikian
pemahaman dan ketrampilan dalam menerapkan standar dengan baik
merupakan suatu hal yang mutlak bagi setiap tenaga keperawatan agar
mampu membuat dokumentasi keperawatan secara baik dan benar.
Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan standar
nasional berperan sebagai alat manajemen resiko bagi perawat UGD. Hal
tersebut memungkinkan peninjau yang objektif menyimpulkan bahwa perawat
sudah melakukan pemantauan dengan tepat dan mengkomunikasikan
perkembangan pasien kepada tim kesehatan. Pencatatan, baik dengan
computer, catatan naratif, atau lembar alur harus menunjukkan bahwa perawat
gawat darurat telah melakukan pengkajian dan komunikasi, perencanaan dan
kolaborasi, implementasi dan evaluasi perawatan yang diberikan, dan
melaporkan data penting pada dokter selama situasi serius. Lebih jauh lagi,
catatan tersebut harus menunjukkan bahwa perawat gawat darurat bertindak
sebagai advokat pasien ketika terjadi penyimpangan standar perawatan yang
mengancam keselamatan pasien. (Anonimous,2002).
Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi :
1. Waktu dan datangnya alat transportasi
2. Keluhan utama (misal. “Apa yang membuat anda datang kemari?”)
3. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5. Penempatan di area pengobatan yang tepat (msl. kardiak versus
trauma, perawatan minor versus perawatan kritis)
6. Permulaan intervensi (misal. balutan steril, es, pemakaian bidai,
prosedur diagnostik seperti pemeriksaan sinar X, elektrokardiogram
(EKG), atau Gas Darah Arteri (GDA)).
Komponen Dokumentasi Triage
Tanggal dan waktu tiba
Umur pasien
Waktu pengkajian
Riwayat alergi
Riwayat pengobatan
Tingkat kegawatan pasien
Tanda - tanda vital
Pertolongan pertama yang diberikan
Pengkajian ulang
Pengkajian nyeri
Keluhan utama
Riwayat keluhan saat ini
Data subjektif dan data objektif
Periode menstruasi terakhir
Imunisasi tetanus terakhir
Pemeriksaan diagnostik
Administrasi pengobatan
Tanda tangan registered nurse

Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter serta


dokumentasi pengkajian dan intervensi keperawatan daripada dalam tulisan
rencana perawatan formal (dalam bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena itu,
dokumentasi oleh perawat pada saat instruksi tersebut ditulis dan di
implementasikan secara berurutan, serta pada saat terjadi perubahan status
pasien atau informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter secara
bersamaan akan membentuk “landasan” perawatan yang mencerminkan
ketaatan pada standar perawatan sebagai pedoman.
Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu melakukan dan
mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu, sesuai
dengan standar yang disetujui. Perawat harus mengevaluasi secara kontinu
perawatan pasien berdasarkan hasil yang dapat diobservasi untuk menentukan
perkembangan pasien ke arah hasil dan tujuan dan harus mendokumentasikan
respon pasien terhadap intervensi pengobatan dan perkembangannya. Standar
Joint Commision (1996) menyatakan bahwa rekam medis menerima pasien
yang sifatnya gawat darurat, mendesak, dan segera harus mencantumkan
kesimpulan pada saat terminasi pengobatan, termasuk disposisi akhir, kondisi
pada saat pemulangan, dan instruksi perawatan tindak lanjut.
Proses dokumentasi triage menggunakan sistem SOAPIE, sebagai berikut :
1. S : data subjektif
2. O : data objektif
3. A : analisa data yang mendasari penentuan diagnosa keperawatan
4. P : rencana keperawatan
5. I : implementasi, termasuk di dalamnya tes diagnostic
6. E : evaluasi / pengkajian kembali keadaan / respon pasien terhadap
pengobatan dan perawatan yang diberikan

Untuk mendukung kepatuhan terhadap standar yang memerlukan stabilisasi,


dokumentasi mencakup hal - hal sebagai berikut:
1. Salinan catatan pengobatan dari rumah sakit pengirim
2. Tindakan yang dilakukan atau pengobatan yang diimplementasikan di
fasilitas pengirim
3. Deskripsi respon pasien terhadap pengobatan
4. Hasil tindakan yang dilakukan untuk mencegah perburukan lebih jauh
pada kondisi pasien
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Triage merupakan proses khusus memilah klien berdasar beratnya
cedera atau penyakit (berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami
perburukan klinis segera) untuk menentukan prioritas perawatan gawat darurat
medik serta prioritas transportasi (berdasarkan ketersediaan sarana untuk
tindakan). Tujuan dari Triage adalah memilih atau menggolongkan semua
klien, menetapkan prioritas penanganannya dan dapat menangani korban/klien
dengan cepat, cermat dan tepat sesuai dengan sumber daya yang ada.
Survei primer (primary survey) merupakan deteksi cepat dan koreksi
segera terhadap kondisi yang mengancam, dengan tujuan untuk mengetahui
kondisi pasien yang mengancam jiwa dan kemudian dilakukan tindakan life
saving. Sedangkan Survei Sekunder (Secondary Survey) adalah mencari
perubahan-perubahan yang dapat berkembang menjadi lebih gawat dan
mengancam jiwa apabila tidak segera diatasi dengan pemeriksaan dari kepala
sampai kaki (head to toe). Tujuannya untuk mendeteksi penyakit atau trauma
yang diderita pasien sehingga dapat ditangani lebih lanjut. Survei tersier
merupakan pemeriksaan ulang yang dilakukan sebagai evaluasi untuk
mengetahui keadaan klien setelah dilakukan survei sekunder dan survei tersier
dengan mengidentifikasi klien setelah diberikan resusitasi awal dan intervensi
operatif.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dari penulisan makalah ini adalah
pemberian pertolongan dalam keadaan darurat harus dilakukan secara tepat
dan tepat berdasarkan penggolongan masing-masing cedera yang dialami.
Sehingga dengan pertolongan yang cepat dan tepat dapat meminimalisir untuk
terjadinya suatu keadaan yang mengancam jiwa dan keadaan yang dapat
menyebabkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA

Suharti. 2011. Standar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat di Rumah Sakit.


Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan

Wijaya, S. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Denpasar

Anda mungkin juga menyukai