Anda di halaman 1dari 18

PRINSIP UTAMA PERTOLONGAN KORBAN GAWAT DARURAT

DAN PENILAIAN KORBAN/TRIAGE


Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh:
KELOMPOK 2
Danu Ryan Kamulya
Desy Fajrianti
Endah Tarito Putri
Hamzah Naufal
Pena Setiani
Rizki Amalia
Septi Miarni

Tingkat : 3 A

AKADEMI KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH CIREBON

Jalan Walet No. 21 Cirebon

2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
serta inayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang prinsip utama
pertolongan korban gawat darurat dan penilaian korban/triage.

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya
kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang prinsip utama pertolongan
korban gawat darurat dan penilaian korban/triage ini bisa memberikan manfaat maupun
inspirasi untuk pembaca.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................i

DAFTAR ISI .......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................1

1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................1
1.3 Tujuan .......................................................................................................1

BAB II TINJAUAN TEORI ...........................................................................................2

2.1 Prinsip Utama Pertolongan Korban Gawat Darurat ...............................2

2.2 Penilaian Korban/Triage ...............................................................................8

BAB III KESIMPULAN .........................................................................................14

3.1 Kesimpulan .........................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertolongan Pertama pada Gawat Darurat (PPGD) adalah serangkaian usaha-
usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka
menyelamatkan pasien dari kematian. Dan tidak jarang juga banyak korban yang
terselamatkan dengan PPGD ini, dan di lapangan terkadang ketika kejadian petugas
kesehatan tidak berada di lokasi kejadian. Penolong pertama biasanya masyarakat
awam yang sudah dibekali pengetahuan teori dan praktek bagaimana merespon dan
melakukan pertolongan pertama di lokasi kejadian. Kita tidak bisa mengandalkan
ambulans atau para medik segera tiba di lokasi kejadian. Alat dan waktu yamg kita
miliki juga terbatas
Triage adalah pengelompokan pasien berdasarkan berat cideranya
yang harus diprioritaskan ada tidaknya gangguan airway, breathing, dan
circulation sesuai dengan sarana, sumberdaya manusia dan apa yang terjadi
pada pasien (Siswo, 2015). Sistem triage yang sering di gunakan dan mudah
dalam mengaplikasikanya adalah mengunakan START (Simple triage and
rapid treatment) yang pemilahanya menggunakan warna. Warna merah
menunjukan prioritas tertinggi yaitu korban yang terancam jiwa jika tidak
segera mendapatkan pertolongan pertama. Warna kuning menunjukan
prioritas tinggi yaitu koban moderete dan emergent. Warna hijau yaitu
korban gawat tetapi tidak darurat meskipun kondisi dalam keaadaan gawat ia
tidak memerlukan tindakan segera. Terakhir adalah warna hitam adalah
korban ada tanda-tanda meninggal (Ramsi, IF. dkk ,2014).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana prinsip utama pertolongan korban gawat darurat?
2. Bagaimana penilaian korban atau triage?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui prinsip utama pertolongan korban gawat darurat
2. Mengetahui penilaian korban atau triage
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Prinsip Utama Pertolongan Korban Gawat Darurat

A. Pengertian Gawat Darurat


Gawat adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang
memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat. Darurat adalah suatu keadaan
yang tidak mengancam nyawa tetapi memerlukan penanganan cepat dan tepat
seperti gawat. Gawat darurat adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa
disebabkaan oleh gangguan ABC (Airway/jalan nafas, Breathing/pernafasan,
Circulation/sirkulasi) jika tidak dapat ditolong segera maka dapat meninggal
atau cacat.
B. Tujuan Pertolongan Pertama Gawat Darurat
1. Menyelamatkan nyawa korban
2. Meringankan penderitaan korban
3. Mencegah cedera/penyakit menjadi lebih parah
4. Mempertahankan daya tahan korban
5. Mencarikan pertolongan yang lebih lanjut
C. Rantai Penyelamatan Pertolongan Pertama Gawat Darurat
Konsep yang menjelaskan tahapan secara prioritas untuk memastikan korban
memiliki kesempatan terbaik untuk bertahan hidup. Realita menunjukkan bahwa
bila kita dapat segera mengidentifikasi masalah, akses dini ke unit gawat darurat
dan memberikan bantuan dengan benar dan baik kepada korban maka besar pula
kesempatan korban terselamatkan
1. Akses Dini (rantai pertama), keadaan darurat diketahui dan melaksanakan
prosedur keadaan darurat. Saksi mata yang mengetahui kejadian
menghubungi pihak yang berwenang (bila di tempat kerja sesuai dengan
prosedur keadaan darurat yang sudah ditetapakn). Pelaporan berisi:
a. Nama pelapor
b. Lokasi kejadian
c. Kondisi korban (sadar/tidak sadar)
d. Cidera yang dialami
e. Jumlah korban, dst
2. Bantuan Hidup Dasar Dini (rantai kedua), adalah cara mempertahankan jalan
nafas, memberikan bantuan nafas dan mempertahankan sirkulasi yang
merupakan dasar kehidupan tanpa menggunakan peralatan medis.
3. Defibrilasi Dini (rantai ketiga), adalah upaya agar mengembalikanagar
irama/fungsi jantung kembali normal dengan Defibrillator. Penolong pertama
dan petugas medis harus sudah terlatih dalam penggunaan Defibrillator.
Defibrillator yang digunakan sebaiknya Defibrillator eksternal otomatis
(operator/petugas hanya menempelkan elektroda ke dada korban dan
diaktifkan dengan satu tombol)
4. Bantuan Hidup Lanjut Dini (rantai keempat), adalah tindakan khusus
lanjutan yang diperlukan untuk meningkatkan kemungkinan korban bertahan
hidup. Tim bantuan hidup lanjut adalah tim dokter dan para medik yang
kompeten.
D. Prinsip Utama
Prinsip utama PPGD adalah menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi
gawat darurat. Kemudian filosofi dalam PPGD adalah “Time Saving is Life
Saving”, dalam artian bahwa seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi
gawat darurat haruslah benar-benar efektif dan efisien, karena pada kondisi
tersebut pasien dapat kehilangan nyawa dalam hitungan menit saja (henti nafas
2-3 menit dapat mengakibatkan kematian).
E. Prinsip Dasar
Untuk melakukan sebuah tindakan pertolongan pertama, seorang penolong wajib
memahami prinsip dasar yang harus dijalankan oleh setiap penolong,
diantaranya adalah:
1. Pastikan Anda bukan korban berikutnya, seringkali kita lengah atau kurang
berfikir panjang bila kita menjumpai suatu kecelakaan. Sebelum kita
menolong korban, periksa dahulu apakah lokasi kejadian perkara sudah aman,
atau masih berbahaya
2. Gunakan metode pertolongan yang cepat, mudah dan efisien. Gunakan
sumber daya yang ada disekitar lokasi kejadian baik alat, manusia, maupun
sarana pendukung lainnya.
3. Biasakan membuat catatan tentang usaha-usaha pertolongan yang telah Anda
lakukan seperti identitas korban, tempat, waktu kejadian, gejala dan
penanganan dan lain sebagainya. Catatan ini berguna bila penderita
mendapatkan rujukan atau pertolongan tambahan dari pihak lain.
F. Langkah-langkah Dasar
Langkah-langkah dasar dalam PPGD dikenal dengan singkatan ABCD ( Airway,
Breathing, Circulation, Disability), keempat poin-poin tersebut adalah poi-poin
yang harus sangat diperhatikan dalam penanggulangan pasien dalam kondisi
gawat darurat.
G. Alogaritma Dasar PPGD
1. Pada pasien tidak sadar
2. Pastikan kondisi tempat pertolongan aman bagi pasien dan penolong
3. Beritahukan kepada lingkungan kalau Anda akan berusaha menolong
4. Cek kesadaran pasien dilakukan dengan metode AVPU
 A: Alert → korban sadar, jika tidak sadar lanjut ke poin V
 V: Verbal → cobalah memanggil-manggil korban dengan berbicara keras
di telinga korban (pada tahap ini jangan sertakan dengan menggoyangkan
tau menyentuh pasien), jika tidak merespon lanjut ke poin P
 P: Pain → cobalah beri rangsangan nyeri pada pasien, yang paling mudah
adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (di pangkal kuku, selain itu
dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang dada (sternum) dan juga
area di atas mata (supra orbital)
 U: Unresponsive → setelah diberi rangsangan nyeri tapi pasien masih
tidak bereaksi maka pasien berada dalam keadaan unresponsive.
5. Call for help, mintalah bantuan kepada masyarakat di sekitar untuk
menelepon ambulans dengan memberitahukan:
a. Jumlah korban
b. Kesadaran korban (sadar atau tidak sadar)
c. Perkiraan usia dan jenis kelamin
d. Tempat terjadi kegawaatan
6. Bebaskan korban dari pakaian di daerah dada (buka kancing baju bagian atas
korban)
7. Posisikan diri di sebelah korban, usahakan posisi kaki yang mendekati kepala
sejajar dengan bahu pasien
8. Cek apakah ada tanda-tanda berikut:
a. Luka-luka dari bagian bawah dagu ke atas (supra calvicula)
b. Pasien mengalami tumbukan di berbagai tempat
c. Mempunyai cedera di tulang belakang bagian leher
9. Tanda-tanda cedera pada bagian leher sangat berbahaya karena pada bagian
ini terdapat syaraf-syaraf yang mengatur fungsi vital manusia (pernapasan,
denyut jantung)
a. Jika tidak ada tanda-tanda tersebut maka lakukanlah Head Tilt and Chin
Lift. Chin Lift dilakukan dengan cara menggunakan dua jari lalu
mengangkat tulang dagu (bagian dagu yang keras) ke atas. Ini disertai
dengan melakukan Head Tilt yaitu menahan kepala dan mempertahankan
posisinya. Hal ini dilakukan untuk membenaskan jalan napas korban.
b. jika ada tanda-tanda tersebut, maka beralihlah ke bagian atas pasien, jepit
kepala pasien dengan paha, usahakan agar kepalanya tidak bergerak-gerak
lagi (imobilisasi) dan lakukanlah Jaw Thrust. Gerakan ini dilakukan untuk
menghindari adanya cedera lebih lanjut pada tulang belakang bagian leher
korban.
10. Sambil melakukan a atau b diatas, lakukanlah pemeriksaan fisik kondisi
airway (jalan nafas) dan breathing (pernafasan) korban.
11. Metode pengecekan menggunakan metode look, listen dan feel
a. Look : Lihat apakah ada gerakan dada (gerakan bernapas), apakah
gerakan tersebut simetris?
b. Listen : Dengarkan apakah ada suara nafas normal, dan apakah ada suara
nafas tambahan yang abnormal (bisa timbul karena ada hambatan
sebagian)
Jenis-jenis suara nafas karena hambatan sebagian jalan napas:
1) Snoring: suara seperti dengkur, kondisiini menandakan adanya
kebuntuan jalan nafas bagian atas oleh benda padat, jika ada suara ini
maka lakukanlah pengecekan langsung dengan cara cross finger untuk
membuka mulut (menggunakan dua jari yaitu ibu jari dan jari telunjuk
kanan yang digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang
atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah
apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan (contoh, gigi
palsu) pindahkan benda tersebut
2) Gargling: suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada
kebuntuan yang disebabkan oleh cairan (contoh darah), maka lakukan
cross-finger, lalu lakukanlah finger-sweep (gunakan 2 jari yang telah
dibalut dengan kain untuk ”menyapu” rongga mulut dari cairan-
cairan)
3) Crowing: suara dengan nada tinggi, biasanya disebabkan karena
pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap
lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja

Jika suara nafas tidak terdengar karena ada hambatan total pada jalannya
nafas maka dapat dilakukan:

1) Black Bow sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan


telapak tangan daerah antara tulang scapula di punggung
2) Heimlich Maneuver, dengan cara memposisikan diri seperti gambar,
lalu menarik tangan ke arah belakang atas.
3) Chest Thrust, dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obesitas dengan
cara memposisikan diri seperti gambar lalu mendorong tangan kearah
dalam atas.
c. Feel : Rasakan dengan pipi apakah ada hawa nafas dari korban.
12. Jika ternyata pasien masih bernapas, maka hitunglah berapa frekuensi
pernapasan korban dalam 1 menit (normalnya 12-20 kali permenit)
13. Jika frekuensi nafas normal, pantau terus kondisi korban dengan tetap
melakukan Look Listen and Feel.
14. Jika frekuensi nafas <>
15. Jika korban mengalami henti nafas berikan nafas buatan (detail tentang nafas
buatan dibawah)
16. Setelah diberikan nafas buatan maka lakukan pengecekan nadi carotis yang
terletak di leher, ceklah dengan 2 jari, letakkan jari di tonjolan di tengah
tenggorokan, lalu gerakanlah jari ke samping sampai terhambat oleh otot
leher (sternocleidomastoideus), rasakan denyut nadi carotis selama 10 detik.
17. Jika tidak ada denyut nadi lakukanlah Pijat Jantung, diikuti dengan nafas
buatan, ulang sampai 6 kali siklus pijat jantung-napas buatan yang diakhiri
dengan pijat jantung
18. Cek lagi nadi karotis selama 10 detik, jika teraba lakukan Look Listen and
Feel (kembali ke poin 11) lagi. Jika tidak teraba ulangi poin nomor 17.
19. Pijat jantung dan nafas buatan dihentikan jika :
a. Penolong kelelahan dan sudah tidak kuat lagi
b. Pasien sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat)
c. Bantuan sudah datang
d. Teraba denyut nadi karotis
20. Setelah berhasil mengamankan kondisi di atas, periksalah tanda-tanda shock
pada korban
a. Denyut nadi > 100 kali permenit
b. Telapak tangan basah dingin dan pucat
c. Capilarry Refill Time > 2 detik (CRT dapat diperiksa dengan cara
menekan ujung kuku pasien dengan kuku pemeriksa selama 5 detik, lalu
lepaskan, cek berapa lama waktu yang dibutuhkan agar warna ujung kuku
merah lagi)
21. Jika korban shock, lakukan Shock Position pada pasienm yaitu dengan
mengangkat kaki korban setinggi 45 derajat dengan harapan sirkulasi darah
akan lebih banyak ke jantung.
22. Pertahankan posisi shock sampai bantuan datang atau tanda-tanda shock
menghilang
23. Jika ada pendarahan pada korban, cobalah menghentikan pendarahan dengan
menekan atau membebat luka (membebat jangan terlalu erat karena dapat
menyebabkan jaringan yang dibebat mati)
24. Setelah kondisi pasien stabil, tetap monitor selalu kondisi korban dengan
Look Listen and Feel, karena korban sewaktu-waktu dapat memburuk secara
tiba-tiba beri nafas buatan.

2.2 Penilaian Korban/Triage


A. Pengertian Triage
Triage adalah suatu sistem pembagian/klasifikasi prioritas klien brdasarkan
berat ringannya kondisi klien/kegawatannya yang memerlukan tindakan segera.
Dalam triage, perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time)
untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi secepatnya yaitu < 10
menit.
B. Tujuan Triage
Tujuan utama dari triage adalah untuk mengidentifikasi kondisi
mengancam nyawa. Tujuan triage selanjutnya adalah untuk menetapkan
tingkat atau drajat kegawatan yang memerlukan pertolongan kedaruratan
(Hawari, 2013). Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
1. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada
pasien
2. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan
pengobatan lanjutan
3. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam
proses penanggulangan atau pengobatan gawat darurat
C. Prinsip dan Tipe Triage
1. Prinsip dalam pelaksanaan triage
a. Trige seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan
penyakit yang mengancam kehidupan atau injuri adalah hal yang
terpenting di departemen kegawatdaruratan.
b. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
Intinya, ketetilian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting
dalam proses interview.
c. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat
direncanakan bila terdapat informasi yang adekuat serta data yang
akurat.
d. Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisiTanggung
jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara akurat
seorang pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien
tersebut. Hal tersebut termasuk intervensi terapeutik, prosedur
diagnostic dan tugas terhadap suatu tempat yang dapat diterima
untuk suatu pengobatan.
e. Tercapainya kepuasan pasien
1) Perawat triage seharusnya memenuhi semua yang ada di atas
saat menetapkan hasil secara serempak dengan pasien
2) Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan
penanganan yang dapat menyebabkan keterpurukan status
kesehatan pada seseorang yang sakit dengan keadaan kritis.
3) Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan
keluarga atau temannya.
2. Tipe Triage di Rumah sakit
a. Tipe 1 : Traffic Director or Non Nurse 
1) Hampir sebagian besar berdasarkan system triage
2) Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah
3) Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa
sakitnya
4) Tidak ada dokumentasi
5) Tidak menggunakan protocol
b. Tipe 2 : Cek Triage Cepat
1) Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat
beregristrasi atau dokter
2) Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan
utama
3) Evaluasi terbatas
4) Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau
cedera mendapat perawatan pertama.
c. Tipe 3 : Comprehensive Triage 
1) Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan
berpengalaman
2) 4 sampai 5 sistem katagori
3) Sesuai protokol
3. Beberapa tipe sistem triage lainnya
a. Traffic Director 
Dalam sistem ini, perawat hanya mengidentifikasi keluhan utama
dan memilih antara status “mendesak” atau “tidak mendesak”.
Tidak ada tes diagnostik permulaan yang diintruksikan dan tidak
ada evaluasi yang dilakukan sampai tiba waktu pemeriksaan
b. Spot Check 
Pada sistem ini, perawat mendapatkan keluhan utama bersama
dengan data subjektif dan objektif yang terbatas, dan pasien
dikategorikan ke dalam salah satu dari 3 prioritas pengobatan yaitu
“gawat darurat”, “mendesak”, atau “ditunda”. Dapat dilakukan
beberapa tes diagnostik pendahuluan, dan pasien ditempatkan di
area perawatan tertentu atau di ruang tunggu. 
c. Comprehensive 
Sistem ini merupakan sistem yang paling maju dengan melibatkan
dokter dan perawat dalam menjalankan peran triage.Data dasar
yang diperoleh meliputi: pendidikan dan kebutuhan pelayanan
kesehatan primer, keluhan utama, serta informasi subjektif dan
objektif. Tes diagnostik pendahuluan dilakukan dan pasien
ditempatkan di ruang perawatan akut atau ruang tunggu, pasien
harus dikaji ulang setiap 15 sampai 60 menit.
D. Klasifikasi Triage
1. Gawat Darurat (P1), Keadaan yang mengancam nyawa/adanya
gangguan ABC dan perlu tindakan segera, misalnya cardiac arrest,
penurunan kesadaran, trauma mayor dengan perdarahan hebat
2. Gawat tidak darurat (P2), Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. Setelah dilakukan diresusitasi maka
ditindaklanjuti oleh dokter spesialis. Misalnya: pasien kanker tahap
lanjut, fraktur, sickle cell dan lainnya.
3. Darurat tidak gawat (P3), Keadaan yang tidak mengancam nyawa
tetapi memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar, tidak ada gangguan
ABC dan dapat langsung diberikan terapi definitive. Untuk tindak
lanjut dapat ke poliklinik, misalnya laserasi, fraktur minor/tertutup,
sistitis, otitis media dan lainnya
4. Tidak gawat tidak darurat (P4), Keadaan tidak mengancam nyawa dan
tidak memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda klinis
ringan/asimptomatis. Misalnya penyakit kulit, batuk, flu, dan
sebagainya

Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)

1. Prioritas I (merah)
Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu resusitasi dan tindakan bedah
segera, mempunyai kesempatan hidup yang besar. Penanganan dan
pemindahan bersifat segera yaitu gangguan pada jalan nafas,
pernafasan dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan nafas, tension
pneumothorak, syok hemoragik, luka terpotong pada tangan dan kaki,
combutio (luka bakar) tingkat II dan III > 25%.
2. Prioritas II (kuning)
3. Potensial mengancam nyawa atau fungsi vital bila tidak segera
ditangani dalam jangka waktu singkat. Penanganan dan pemindahan
bersifat jangan terlambat. Contoh: patah tulang besar, combutio (luka
bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma thorak/abdomen, laserasi luas,
trauma bola mata. Prioritas III (hijau) Perlu penanganan seperti
pelayanan biasa, tidak perlu segera. Penanganan dan pemindahan
bersifat terakhir. Contoh luka superficial, luka-luka ringan.
4. Prioritas 0 (hitam)
Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat parah. Hanya
perlu terapi suportif. Contoh henti jantung kritis, trauma kepala kritis.
E. Proses Triage
Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat
triage harus mulai memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat
singkat dan melakukan pengkajian, misalnya melihat sekilas kearah
pasien yang berada di brankar sebelum mengarahkan ke ruang perawatan
yang tepat. Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan
dengan cepat, tidak lebih dari 5 menit karena pengkajian ini tidak
termasuk pengkajian perawat utama. Perawat triage bertanggung jawab
untuk menempatkan pasien di area pengobatan yang tepat; misalnya
bagian trauma dengan peralatan khusus, bagian jantung dengan monitor
jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa memikirkan dimana pasien
pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap pasien tersebut harus
dikaji ulang oleh perawat utama sedikitnya sekali setiap 60 menit. Alur
dalam proses triage:
1. Pasien datang diterima petugas/paramedis UGD.
2. Diruangan triage dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan
cepat (selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya oleh
perawat.
3. Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka
triage dapat dilakukan di luar ruang triage (di depan gedung IGD).
4. Penderita dibedakan menurut kegawatnnya dengan memberi kode
warna:
a. Segera- Immediate (merah). Pasien mengalami cedera mengancam
jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera.
Misalnya: Tension pneumothorax, distress pernafasan (RR<
30x/mnt), perdarahan internal.
b. Tunda- Delayed (kuning) Pasien memerlukan tindakan defintif
tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan
laserasi terkontrol, fraktur tertutup pada ekstrimitas dengan
perdarahan terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan tubuh.
c. Minimal (hijau). Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan
dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya:
Laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
d. Expextant (hitam) Pasien mengalami cedera mematikan dan akan
meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya : Luka bakar
derajat 3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
5. Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan
warna: merah, kuning, hijau, hitam.
6. Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan
pengobatan diruang tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan
medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang
operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain
7. Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan
medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan
menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triase merah selesai
ditangani.
8. Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat
jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka
penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
9. Penderita kategori triase hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar
jenazah.
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus


dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya
manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk
memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan
dan menetapkan prioritas penanganannya. Tujuan utama dari triage adalah
untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triage
selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau drajat kegawatan yang
memerlukan pertolongan kedaruratan.

Prinsip utama PPGD adalah menyelamatkan pasien dari kematian pada


kondisi gawat darurat. Kemudian filosofi dalam PPGD adalah “Time Saving is Life
Saving”, dalam artian bahwa seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi
gawat darurat haruslah benar-benar efektif dan efisien, karena pada kondisi tersebut
pasien dapat kehilangan nyawa dalam hitungan menit saja (henti nafas 2-3 menit
dapat mengakibatkan kematian).
DAFTAR PUSTAKA

Kartikawati, N.D. 2013. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat


Darurat.  Jakarta: Salemba Medika.

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat . Yogyakarta: Nuha Medika.

Rini, Ika Setyo, dkk. 2019. Buku Ajar Keperawatan: Pertolongan Pertama Gawat
Darurat (PPGD). Malang: UB Press. Tersedia: books.google.co.id. diakses pada
tanggal 8 September 2020.

Hunger. 2013. Pertolongan Pertama Pada Gawat Darurat. Tersedia:


https://id.scribd.com/document/120597576/Pertolongan-Pertama-Pada-Gawat-
Darurat. Diakses pada tanggal 8 September 2020

Anda mungkin juga menyukai