Anda di halaman 1dari 37

1

ASUHAN KEPERAWATAN IBU POSTPARTUM DENGAN


KOMPLIKASI
MAKALAH
Di Ajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas
Dosen : Hj. Santi Wahyuni, SKp, M.Kep, Sp.Mat

DISUSUN OLEH :

SOFI PANGESTUTI P2.06.20.2.18.034


SRI INDRI YANI P2.06.20.2.18.035

2A KEPRAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TASIKMALAYA
PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN CIREBON
JALAN PEMUDA NO 38 KOTA CIREBON 45132
2020

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
terselesaikannya makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Ibu Postpartum
dengan Komplikasi”. Makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Maternitas.
Makalah ini disusun agar pembaca lebih memahami bagaimana mengetahui
asuhan keperawatan ibu postpastum dengan komplikasi. Penulisan makalah ini,
kami mendapatkan referensi dari media cetak dan media elektronik. Kami
mengharapkan semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan pengetahuan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat
kami harapkan.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat umumnya bagi semua pihak dan
khususnya bagi mahasiswa di lingkungan Akademi Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Tasikmalaya. Kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan makalah ini sehingga terselesaikan dengan baik.
Kami mengucapkan terima kasih.

Cirebon, 14 Februari 2020

Penyusun

3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..........................................................................................................
Daftar Isi.....................................................................................................................
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang...........................................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................
C. Tujuan........................................................................................................
BAB II Asuhan Keperawatan Ibu Postpartum dengan Komplikasi
A. Asuhan Keperawatan pada Ibu dengan Hemorgia (Perdarahan)
Postpartum ................................................................................................
B. Asuhan Keperawatan pada Ibu Postpartum dengan Infeksi Nifas
(Peurperalis) ..............................................................................................
C. Asuhan Keperawatan pada Ibu Postpartum dengan Mastitis....................
BAB III Penutup
A. Kesimpulan ...............................................................................................
B. Saran..........................................................................................................
Daftar Pustaka ...........................................................................................................

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Periode pascapartum atau postpartum merupakan suatu masa terjadinya
peningkatan stres fisiologis dan transisi psikologis yang besar. Penurunan
energi dan keletihan pada akhir kehamilan dan persalinan, trauma jaringan
akibat pelahiran, dan kehilangan darah meningkatkan kerentanan wanita
terhadap komplikasi pascapartum. Kemungkinan komplikasi yang terjadi saat
pascapartum yaitu perdarahan, infeksi nifas, dan mastitis (Reeder, Sharon J,
2014). Perdarahan postpartum terus menjadi penyebab utama morbiditas dan
mortalitas ibu di Amerika Serikat dan seluruh dunia. Hal ini merupakan
kejadian yang mengancam jiwa yang dapat terjadi dengan sedikit peringatan
dan seringkali tidak disadari hingga ibu mengalami gejala yang berat
(Lowdermilk, Deitra Leonard dkk, 2013). Perdarahan postpartum pada 24
jam pertama menyebabkan kematian 45%, dalam satu minggu setelah bayi
lahir sebesar 68-73%, dan dalam dua minggu setelah bayi lahir 82-88%
(Qonitun, Umu dan Fitri Novitasari, 2018).
Infeksi nifas masih berperan sebagai penyebab utama kematian ibu
terutama di negara berkembang seperti Indonesia ini, masalah itu terjadi
akibat dari pelayanan yang masih jauh dari sempurna. Faktor penyebab lain
terjadinya infeksi nifas diantaranya, daya tahan tubuh yang kurang, perawatan
nifas yang kurang baik, kurang gizi atau malnutrisi, anemia, hygiene yang
kurang baik, serta kelelahan. Upaya pemantauan yang melekat dan asuhan
pada ibu dan bayi yang baik pada masa nifas di harapkan dapat mencegah
kejadian tersebut (Kundre, Rina dkk, 2017).
Komplikasi pada ibu postpartum juga dapat berupa mastitis. Mastitis
diperkirakan dapat terjadi pada 3-20% ibu menyusui. Dua hal yang perlu
diperhatikan pada kasus mastitis adalah pertama, karena mastitis biasanya
menurunkan produksi ASI dan menjadi alasan ibu untuk berhenti menyusui.
Kedua, mastitis berpotensi meningkatkan transmisi vertikal pada beberapa
penyakit. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah
bayi lahir (paling sering pada minggu ke-2 dan ke-3), meskipun mastitis dapat

5
terjadi sepanjang masa menyusui bahkan pada wanita yang sementara tidak
menyusui. Semakin disadari bahwa pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat
dari teknik menyusui yang buruk merupakan penyebab penting terjadinya
mastitis (Nurhafni, 2018).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada ibu postpartum dengan
komplikasi (perdarahan postpartum, infeksi nifas, dan mastitis)?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan
pada ibu postpartum dengan komplikasi (perdarahan postpartum, infeksi
nifas, dan mastitis).
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa dapat :
a. Memahami konsep asuhan keperawatan ibu postpartum dengan
komplikasi.
b. Menjelaskan pengkajian pada ibu postpartum dengan komplikasi
c. Merumuskan diagnosa pada ibu postpartum dengan komplikasi.
d. Menentukan intervensi pada ibu postpartum dengan komplikasi.
e. Menjelaskan evaluasi pada ibu postpartum dengan komplikasi.

6
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN IBU POSTPARTUM DENGAN
KOMPLIKASI

A. Asuhan Keperawatan pada Ibu dengan Hemorgia (Perdarahan)


Postpartum
1. Definisi
Perdarahan postpartum dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah
lahirnya plasenta. Perdarahan postpartum dapat didefinisikan dari volume
perdarahan dan waktu ketika perdarahan terjadi. Perdarahan postpartum
didefinisikan sebagai kehilangan lebih dari 500 mL darah setelah lahirnya
plasenta (Cunningham et al., 1997 dalam Sherwen, Laurie Nehls dkk.,
1995). Namun sekitar setengah dari wanita yang melahirkan melalui
vagina, akan kehilangan banyak darah; Wanita yang melahirkan secara
sesar biasanya kehilangan sekitar 1.000 mL darah. Wanita hamil yang
sehat diperkirakan memiliki volume darah sekitar 6.000 mL (Gabbe,
Niebyl, & Simpson, 1996 dalam Sherwen, Laurie Nehls dkk., 1995).
Wanita yang sehat (tidak ada komplikasi selama kehamilan) dapat
mentolerir kehilangan darah saat melahirkan sekitar 1.000-2.000 mL.
Namun, pada wanita yang mengalami kondisi risiko tinggi seperti wanita
dengan hipertensi berat cenderung tidak dapat mentolerir perdarahan yang
dianggap normal (Sherwen, Laurie Nehls dkk., 1995).

2. Klasifikasi
Perdarahan postpartum dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorraghe) terjadi
dalam 24 jam pertama setelah melahirkan.
b. Perdarahan postpartum lambat (late postpartum hemorraghe) terjadi
mulai dari 24 jam hingga 6 minggu pasca melahirkan.
(Sherwen, Laurie Nehls dkk., 1995)

7
Klasifikasi kehilangan darah postpartum :
Kelas 1 Kelas 2

 Kehilangan darah < 900 mL  Kehilangan darah sebanyak 1200-


1500 mL
 Volume darah yang hilang : 15%  Volume darah yang hilang : 20-
25%
 Efek : Klien jarang memiliki  Efek : Kemungkinan adanya
tanda-tanda kehilangan volume peningkatan denyut nadi dan/atau
darah dan tampaknya sebaliknya laju pernapasan (laju pernapasan
dua kali lipat); perubahan tekanan
darah ortostatik; penurunan
perfusi ekstremitas, tetapi
ekstremitas tidak dingin, lembab.
Kelas 3 Kelas 4

 Kehilangan darah 1800-2100 mL  Kehilangan darah 2400 mL


 Volume darah yang hilang : 30-  Volume darah yang hilang : 40%
35% atau lebih
 Efek : Hipotensi; kulit dingin  Efek : Guncangan hebat; tekanan
berkeringat; peningkatan darah tidak terdeteksi dengan
frekuensi pernapasan (30-50 jelas; nadi di ekstremitas tidak
kali/menit); takikardia (120-160 teraba; oliguria atau anuriz; kolaps
kali/menit). sirkulasi dan henti jantung terjadi
jika terapi untuk mengembalikan
volume tidak dimulai dengan
cepat.
(Sherwen, Laurie Nehls dkk., 1995)

3. Etiologi
Berbagai penyebab penting, yang dapat menimbulkan perdarahan
postpartum adalah sebagai berikut :
a. Trauma jalan lahir.
1) Episiotomi yang lebar.
2) Laserasi perineum, vagina, dan serviks.
3) Ruptur uterus.
b. Kegiatan kompresi pembuluh darah tempat implantasi plasenta.
1) Miometrium hipotonia.
 Anestesi umum (trauma dengan senyawa halogen dan eter).

8
 Perfusi miometrium yang kurang (hipotensi akibat perdarahan
atau anestesi konduksi).
 Uterus yang terlalu menegang (janin yang besar, kehamilan
multipel, hidramion).
 Setelah persalinan yang lama.
 Setelah persalinan yang terlalu cepat.
 Setelah persalinan yang dirangsang dengan oksitoksin dalam
jumlah yang besar.
 Paritas tinggi.
 Perdarahan akibat atonia uteri pada persalinan sebelumnya.
 Infeksi uterus.
2) Retensi sisa plasenta.
 Perlekatan yang abnormal (plasenta akreta dan perkreta).
 Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta senturia).
3) Gangguan koagulasi.
Gangguan koagulasi yang didapat maupun kongenital akan
memperberat perdarahan akibat semua sebab di atas .
Dua penyebab perdarahan postpartum dini yang paling sering adalah
sebagai berikut.
1) Miometrium yang hipotonia (atonia uteri).
2) Perlukaan vagina serta serviks.
Mitayani. 2013
4. Tanda Klinis
Pengaruh perdarahan sangat bergantung pada hal – hal berikut :
a. Volume darah yang ada sebelum kehamilan.
b. Besarnya hipervolemia akibat kehamilan.
c. Tingkat anemia waktu kelahiran.
Tanda – tanda yang mengkhawatirkan pada perdarahan postpartum
adalah tidak adanya perubahan nadi dan tekanan darah yang berarti
sebelum terjadi perdarahan yang banyak.
Tanda klinis perdarahan postpartum antara lain :

9
a. Hipovolemia yang berat, hipoksia, takipnea, dispnea, asidosis, dan
sianosis.
b. Kehilangan darah dalam jumlah yang besar.
c. Distensi kavum uterus.
(Mitayani, 2013)
5. Pemeriksaan Diagnostik
Bila ada kemungkinan adanya akumulasi darah uterus/dalam vagina yang
tidak diketahui, maka pemeriksaan diagnosis perdarahan postpartum
biasanya dapat dijelaskan dengan inspekulum pada vagina, serviks, dan
uterus (Mitayani, 2013).
6. Penatalaksanaan Perdarahan Postpartum
Adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi
dengan kuat, uterus harus diurut.
a. Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada
fundus uterus. Bila perdarahan berlanjut, pengeluaran plasenta secara
manual harus dilakukan.
b. Pemberian 20 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan RL atau normal
saline terbukti efektif bila diberikan perinfus intravena kurang lebih 10
ml/menit bersama dengan mengurut uterus secara efektif.
c. Bila cara di atas tidak efektif, ergovine 0,2 mg yang díberikan secara IV
dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan beretraksi dengan
baik, untuk mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
Bila penatalaksanaan perdarahan yang telah disebutkan tadi masih belum
berhasil, maka segera lakukan tindakan berikut :
a. Lakukan kompresi uterus bimanual (tindakan ini akan mengatasi
sebagian besar perdarahan).
b. Tranfusi darah. Golongan darah setiap ibu harus sudah diketahui
sebelum persalinan.
c. Lakukan eksplorasi kavum uterus secara manual untuk mencari sisa
plasenta yang tertinggal.
d. Lakukan pemeriksaan inspekulum pada serviks dan vagina.

10
e. Pasang tambahan infus IV kedua dengan menggunakan keteter IV yang
besar, sehingga aksitosin dapat diteruskan sambil membersihkan darah.
f. Kecukupan output jantung pengisian arterial dapat dipantau melalui
produksi kemih.
(Mitayani, 2013)
7. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pada kasus perdarahan postpartum seharusnya dilakukan pemeriksaan
fisik secara keseluruhan dan lebih difokuskan pada :
1) Aktivitas atau istirahat, dengan melaporkan kelelahan berlebihan.
2) Sirkulasi. Kehilangan darah pada kelahiran umumnya 400-500 ml
(kelahiran per vaginam), 600-860 ml (kelahiran seksio caesarea)
meskipun kehilangan darah sering diabaikan. Riwayat anemia
kronis, defek koagulasi kongenital atau insidental, serta idiopatik
trombositopenia purpura.
3) Integritas ego. Cemas, ketakutan, dan khawatir.
(Mitayani, 2013)

Perdarahan postpartum dini/early (terjadi dalam 24 jam pertama


setelah melahiran).
1) Sirkulasi
 Perubahan TD dan nadi (mungkin tidak terjadi sampai kehilangan
darah bermakna).
 Perlambatan pengisian kapiler.
 Pucat, kulit dingin/lembap.
 Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara eksternal (plasenta
tertahan).
 Dapat mengalami perdarahan per vaginam beriebihan, rembesan
dari insisi caesarea atau episiotomi, seperti: rembesan keteter
intravena, injeksi intramuskuler atau keteter urinarius, perdarahan
gusi (tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata).

11
 Hemoragi berat atau gejala syok di luar proporsi jumlah
kehilangan darah (inversi uterus).
2) Eliminasi
Kesulitan berkemih dapat menunjukkan hematoma dari porsi vagina.
3) Nyeri/Ketidaknyamanan
Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri vulva/vagina/
pelvis/punggung berat (hematoma), nyeri uterus lateral, nyeri
panggul (hematoma ke dalam ligamen luas), nyeri tekan abdominal
(atonia uterus, fragmen plasenta tertahan), nyeri abdominal (inversi
uterus).
1) Keamanan
a) Laserasi jalan lahir : darah segar mengalir segera setelah bayi
lahir, uterus berkontraksi dengan baik, robekan terlihat pada labia
mayora/minora dari muara vagina ke perineum, robekan
episiotomi luas, ekstensi episiotomi ke dalam kubah vagina atau
robekan pada serviks.
b) Hematoma: unilateral, penonjolan masa tegang berfluktuasi pada
muara vagina atau meliputi labia mayora, keras, nyeri pada
sentuhan perubahan warna kemerahan atau kebiruan unilateral
kulit perineum atau bokong (hematoma abdominal setelah
kelahiran caesarea mungkin asimptomatik, kecuali pada
perubahan tanda vital).
2) Seksualitas
a) Pembesaran uterus lunak dan menonjol, sulit dipalpasi,
perdarahan merah terang dari vagina (lambat atau tersembunyi),
bekuan-bekuan besar dikeluarkan dari masase uterus (atonia
uterus).
b) Uterus kuat, kontraksi baik atau kontraksi parstial dan agak
menonjol (fragmen-fragmen plasenta yang tertahan).
c) Fundus uterus terinversi mendekat pada kontak atau menonjol
melalui os. eksternal (inversi uterus).

12
d) Kehamilan baru dapat memengaruhi hiperdistensi uterus (gestasi
multipel polihidramnion, makrosomia) abrupsi plasenta, plasenta
previa.
(Mitayani, 2013)

Perdarahan postpartum lambat/date (dari 24 jam setelah melahirkan


sampai hari ke-28 postpartum).
1) Sirkulasi
a) Rembesan kontinu atau rembesan tiba-tiba.
b) Kelihatan pucat, anemis.
2) Nyeri/ketidaknyamanan
a) Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan).
b) Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).
3) Keamanan
a) Lokia berbau busuk (infeksi)
b) Ketuban pecah dinia.
4) Seksualitas
a) Tinggi fundus badan uterus gagal kembali pada ukuran dan fungsi
sebelum kehamilan (subinvolusi).
b) Leukore mungkin ada.
c) Terlepasnya jaringan.
(Mitayani, 2013)

b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Golongan darah menentukan Rh, ABO, dan pencocokan silang.
2) Jumlah darah lengkap menunjukkan penurunan Hb/Ht dan
peningkatan jumlah sel darah putih (perpindahan ke kiri dan
peningkatan laju sedimentasi menunjukkan infeksi).
3) Kultur uterus dan vagina mengesampigkan infeksi postpartumn.
4) Urinalitas : memastikan kerusakan kandung kemih.
5) Profil koagulasi : peningkatan degradasi kadar produk fibrin/produk
split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen masa

13
tromboplastin parsial diaktivasi: masa tromboplastin partial
(APTT/PTT) masa protrombin memanjang pada KID.
6) Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.
(Mitayani, 2013)
c. Diagnosis Keperawatan
1) Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan
vaskular yang berlebihan.
2) Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan hipovolemia.
3) Risiko penurunan curah jantung yang berhubungan dengan gangguan
sirkulasi.
4) Gangguan pola napas yang berhubungan dengan intake O 2 yang
rendah.
5) Nyeri akut yang berhubungan dengan episiotomi dan laserasi.
6) Risiko tinggi terjadinya infeksi yang berhubungan dengan adanya
trauma jalan lahir.
7) Gangguan pola eliminasi urine yang berhubungan dengan
pengeluaran renin.
(Mitayani, 2013)
d. Intervensi Keperawatan
1) Diagnosis 1 : Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan
kehilangan vaskular berlebihan ditandai dengan asidosis, sianosis,
takipnea, dispnea, dan syok hipovolemik.
Tujuan : volume cairan adekuat.
Kriteria hasil : tanda-tanda vital dalam batas normal (Pernapasan :
16-24x/menit, Nadi : 60-80x/menit, Suhu : 36,5-37,5°C, Tekanan
darah : sistolik 90-120 mmHg dan diastolik 60-80 mmHg), pengisian
kapiler cepat (kurang dari 3 detik), sensorium tepat, input dan output
carian seimbang serta berat jenis urine dalam batas normal.
Intervensi
a) Kaji dan catat jumlah, tipe, dan sisi perdarahan. Timbang dan
hitung pembalut. Simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi
oleh dokter.

14
Rasional : Perkirakan kehilangan darah, arterial versus vena, dan
adanya bekuan - bekuan membantu membuat diagnosis banding
serta menentukan kebutuhan penggantian (satu gram peningkatan
berat pembalut sama dengan kurang lebih 1 ml kehilangan darah).
b) Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan
masase, penonjolan uterus dengan satu tangan sambil
menempatkan tangan kedua tepat di atas simfisis pubis.
Rasional : Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam
diagnosis banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat
menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan di atas
simfisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama
masase.
c) Perhatikan hipotensi dan takikardi, perlambatan pengisian kapiler
atau sianosis dasar buku, serta membran mukosa dan bibir.
Rasional : Tanda-tanda menunjukkan hipovolemik dan terjadinya
syok. Perubahan tekanan darah tidak dapat dideteksi sampai
volume cairan telah menurun hingga 30-50%. Sianosis adalah
tanda akhir dari hipoksia.
d) Pantau masukan dan keluaran : perhatikan berat jenis urine.
Rasional : Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi
kehilangan cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukkan
dengan haluran 3-50 ml/jam atau lebih besar.
e) Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, menurunkan ansietas, dan
kebutuhan metabolik.
(Mitayani, 2013)

2) Diagnosis 2 : Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan


hipovolemia, ditandai dengan pengisian kapilari lambat, pucat, kulit
dingin atau lembap, penurunan produksi ASI.
Tujuan: perfusi jaringan kembali normal.

15
Kriteria hasil : TD, nadi darah arteri, Hb/Ht dalam batas normal;
pengisian kapiler cepat; fungsi hormonal normal menunjukkan
dengan suplai ASI adekuat untuk laktasi dan mengalami kembali
menstruasi normal.
Intervensi
a) Perhatikan Hb atau Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah.
Kaji status nutrisi, tinggi, dan berat badan.
Rasional : Nilai bandingan membantu menentukan beratnya
kehilangan darah. Status sebelumnya dari kesehatan yang buruk
meningkatkan luasnya cedera karena kekurangan O2.
b) Pantau tanda vital, catat derajat, dan durasi episode hipovolemik.
Rasional : Luasnya keterlibatan hipofisi dapat dihubungkan
dengan derajat dan durasi hipotensi. Peningkatan frekuensi
pernapasan dapat menunjukkan upaya untuk mengatasi asidosis
metabolik.
c) Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan perilaku.
Rasional : Perubahan sensorium adalah indikator dini hipoksia,
sianosis tanda lanjut, mungkin tidak tampak sampai kadar PO 2
turun di bawah 50 mmHg.
d) Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi, dan lidah serta
perhatikan suhu kulit.
Rasional: Pada kompensasi vasokonstriksi dan pirau organ vital,
sirkulasi pada pembuluh darah perifer menurun yang
mengakibatkan sianosis dan suhu kulit dingin.
e) Kaji payudara setiap hari, perhatikan ada atau tidaknya laktasi dan
perubahan ukuran payudara.
Rasional : Kerusakan hipofisis anterior menurunkan kadar
prolaktin, mengakibatkan tidak adanya produksi ASI, dan
akhirnya menurunkan jaringan kelenjar payudara.
(Mitayani, 2013)
Kolaborasi
1) Pantau kadar pH

16
Rasional : Membantu dalam mendiagnosis derajat hipoksia jaringan
atau asidosis yang diakibatkan oleh terbentuknya asam laktat dari
metabolisme anaerobik.
2) Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor
sirkulasi ke jaringan.
(Mitayani, 2013)
e. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan
mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan
kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk kesehatan lain. Tindakan
kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil
keputusan bersama seperti dokter atau petugas kesehatan lain
(Mitayani, 2013).
f. Evaluasi Keperawatan
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil
dan tujuan yang hendak dicapai (Mitayani, 2013).

17
B. Asuhan Keperawatan pada Ibu Postpartum dengan Infeksi Nifas
(Peurperalis)
1. Definisi
Infeksi bakteri pada traktus genitalia yang terjadi setelah diproduksi,
ditandai dengan peningkatan suhu mencapai 38°C atau lebih selama 2 hari
dalam 10 hari pertama pasca persalinan dengan mengecualikan 24 jam
pertama (Mitayani. 2013).
Ketentuan infeksi mencakup semua yang dimasukkan oleh masuknya
kuman-kuman atau bakteri ke dalam alat-alat genital pada waktu
persalinan dan nifas. Infeksi puerperium dapat dibagi dalam dua golongan
berikut :
a. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan
endometritm.
b. Penyebaran melalui vena, saluran limfe (sistemik, dan melalúi
permukaan endometrium)
(Mitayani. 2013).

2. Etiologi
Melibatkan mikrooragnisme anaerob dan aerob patogen yang berkaitan
dengan flora normal serviks dan jalan yang diambil mungkin juga dari
luar. Bentuknya bisa terdiri dari kuman anaerob, biasanya berbentuk
kokus gram positif, seperti: streptokokus, bakteriode, dan klostridium.
Bisa juga membentuk kuman aerob bakteri gram positif dan E. Coli.
Selain itu, dapat juga diakibatkan oleh: streptokokus hemolitikusaerobikus
dan stafilokokusaureus. Faktor risiko yang dapat menyebabkan risiko
infeksi adalah sebagai berikut :
a. Semua yang dapat menurankan daya tahan tubuh ibu seperti
perdarahan, anemia, gizi buruk, status sosial ekonomi rendah, dan
imunosupresi.
b. Partus lama, terutama dengan ketuban pecah lama.
c. Tindakan bedah vagina yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir.
d. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban, dan bekuan darah

18
(Mitayani, 2013).

3. Manifestasi Klinis
Infeksi dibagi atas dua golongan :
a. Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan
endometritis.
1) Infeksi perineum, vulva, dan serviks.
Tanda dan gejala:
 Rasa sakit dan panas pada tempat infeksi, disuria dengan atau
tanpa distensiurin.
 Jahitan luka mudah lepas, merah, dan bengkak.
 Bila getah radang bisa keluar, biasanya tidak berat, suhu sekitar
38°C, dan nadi kurang dari 100 kali per menit.
 Bila luka terinfeksi tertutup jahitan dan getah radang tidak bisa
keluar, demam bisa meningkat hingga 39-40°C, kadang-kadang
disertai menggigil.
2) Endometritis.
 Kadang-kadang lokia tertahan di dalam rahim oleh darah sisa
plasenta dan selaput ketuban yang disebut lokiametra.
 Pengeluaran lokia bisa banyak/sedikit, kadang-kadang
berbau/tidak, lokia berwarna merah/cokelat.
 Suhu badan meningkat mulai 48 jam postpartum, sering kali
dengan pola gigi gergaji (38,5-40°C), menggigil, nadi biasanya
sesuai dengan kurva suhu tubuh.
 Sakit kepala, sulit tidur, dan anoreksia.
 Nyeri tekan pada uterus, uterus agak membesar dan lembek,
susulan biasanya sangat sangatmenganggu.
 Leukositosis dapat dilakukan antara 10.000-13.000/mm
(Mitayani. 2013).
b. Penyebaran dari tempat-tempat infeksi melalui vena-vena jalan limfe
dan permukaan endometrium.
1) Septikemia dan piemia.

19
 Pada septikemia, dari permulaan ibu sudah sakit dan lemah
sampai 3 hari postpartum suhu meningkat dengan cepat.
Biasanya disertai menggigil suhu 39-40°C. Keadaan umum
cepat memburuk, nadi sekitar 140-160 kali per menit atau lebih,
juga ibu dapat meninggal dalam 6-7 hari postpartum.
 Pada ibu dengan piemia, ciri khasnya adalah suhu tinggi disertai
menggigil yang terjadi berulang-ulang. Suhu meningkat
dengancepat disertai menggigil, kemudian suhu turun dan
lambat laun timbul karena abses paru, pneumonia, dan pleuritis.

2) Peritonitis
 Pada saat terjadi peningkatan suhu, nadi cepat dan kecil, perut
kembung dan nyeri, serta ada defensif muskuler. Muka ibu mula-
mula kemerahan, kemudian menjadi pucat, mata cekung, kulit
muka dingin, dan juga facishipocratica.
 Pada peritonitis yang terdapat di daerah pelvis, gejala tidak
seberat peritonitis umum ibu demam, perut bawah nyeri, tetapi
keadaan umum tetap baik. Bisa jadi pembentukan abses.
3) Selulitis pelvis
Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu diperoleh rasa nyeri
di kiri atau kanan. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan
padat dan nyeri di sebelah uterus. Dalam keadaan ini, suhu yang
mula-mula tinggi menetap menjadi naik turun menggigil. Ibu tampak
sakit, nadi cepat, dan perut nyeri
(Mitayani. 2013).

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Jumlah sel darah putih (SDP): normal atau tinggi dengan pergeseran
diferensial ke kiri.
b. Laju endap darah (LED) dan jumlah sel darah merah (SDM) sangat
meningkat dengan adanya infeksi.

20
c. Hemoglobin/hematokrit (Hb / Ht) menurun pada saat anemia.
d. Kultur (aerobik/anaerobik) dari bahan intrauterus atau intraservikal atau
drainase luka atau perwarnaan gram di uterus mengidentifikasi
organisme penyebab.
e. Urinalisis dan kultur mengesampingkan infeksi saluran kemih.
f. Ultrasonografi menentukan adanya fragmen-fragmen plasenta yang
tertahan melokalisasi abses perineum.
g. Pemeriksaan bimanual: menentukan sifät dan lokal pelvis, massa atau
pembentukan abses, serta keberadaan vena-vena dengan trombosis
(Mitayani, 2013).

5. Diagnosis Banding
Radang saluran pernapasan (bronkitis, pneumonia); pielonefritis; dan
mastitis bakterial (Mitayani, 2013).

6. Penatalaksanan
a. Pencegahan
1) Selama kehamilan, bila ibu anemia harus di tanganiterlebihdahulu.
Berikan diet yang baik.
2) Koitus pada kehamilantuasebaiknya dilarang.
3) Jagakebersihan
vagina.Cegahadanyaperdarahandanpenularanpenyakitdaripetugas.
Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaanjika perlu
atau sesuai indikasi.
4) Selama nifas rawat higiene perlukaan jalan
lahir.Rawatibudengantanda-tandainfeksinifasdiruangisolasi.
b. Penanganan medis
1) Suhu diukur dari mulut sedikitnya empat kali sehari.
2) Berikan terapi antibiotik prokain penisilin 1,2-2,4 juta unit 1 M
penisilin G 500.000 satuan setiap 6 jam atau metisilin 1 gr setiap 6
jam 1 M ditambah dengan ampisilin kapsul 4 x 250 mg per oral.
3) Perhatikan diet ibu: diet tinggi kalori tinggi protein (TKTP).

21
4) Lakukan transfusi darah bila perlu.
5) Hati-hati bila ada abses, jaga supaya pus tidak masuk ke dalam
rongga peritoneum
(Mitayani, 2013).

7. Prognosis
Prognosis baik jika diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Menurut
derajatnya, septikemia merupakan infeksi paling berat dengan mortalitas
tinggi diikuti peritonitis umum (Mitayani. 2013).

8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Pengkajian awal
a) Dimulai sejak kehamilan yang meliputi keadaan prenatal dan
setelah persalinan berlangsung.
 G,P,A,H.
 Usia kehamilan dalam minggu.
 Penyakit kehamilan yang menyertai jika ada.
 Lama proses persalinan.
b) Perawatan dan kemajuan selama 1 jam postpartum.
 HPP.
 Preeklampsia.
 Depresi mental.
 Keadaan umum ibu.
 Kontraksi dan tinggi fundus uterus.
 Warna, jumlah, dan, bau lokia.
 Peritonium.
 Rektum.
 Apakah vesikaurinaria penuh atau tidak.
c) Pada waktu pengkajian status emosi ibu, pengetahuan ibu tentang
self care, perawatan bayi, dan sosial budaya.

22
2) Pengkajian berikutnya, observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi
adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam
tubuh. Pengkajian ini meliputi:
a) Keadaan umum dan tanda-tanda awal.
 Aktivitas/istirahat: malaise; letargi (persalinan lama, stresor
postpartum multipel).
 TTV: nadi lebih dari 100 kali per menit, pernapasan cepat dan
dangkal (berat atau proses sistemik), serta suhu 38°C atau
lebih.
b) Sistem vaskular.
 Perdarahan diobservasi setiap 2 jam selama 8 jam. I jam
pertama kemudian tiap 8 jam berikutnya. Tekanan darah
diawasi setiap 8 jam.
 Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak, dan
merah.
 Hemoroid diobservasi setiap 8 jam terhadap besar dan
kekenyalannya.
c) Sistem reproduksi.
 Payudara :
1. Kajiadanyapembengkakanpadapayudara
2. Kajitanda-tandapeningkatansuhu
3. Evaluasiputinguntuktanda-
tandairitasidanevaluasikerusakanjaringan putting (putting
retak, memerah)
 Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat kali
postpartum, kemudian setiap 8 jam selama 3 hari meliputi
tinggi fundus uterus dan posisinya serta konsistensinya.
 Lokia diobsevasi setiap 8 jam terhadap warna, banyak, dan
bau.
 Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda
infeksi luka jahitan dan apakah ada jahitan yang lepas.
 Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak.

23
d) Traktus urinarius.
Diobservasi setiap 2 jam selama 2 hari pertama, meliputi miksi
lancar/tidak, spontan/tidak.
e) Traktus gastrointestinal.
 Observasi terhadap nafsu makan, anoreksia, mual/muntah,
haus, dan membran mukosa kering.
 Apa ada obstipasi, diare, bising usus mungkin tidak ada bila
terjadi paralisis usus.
 Distensiaa abdomen, nyeri lepas (peritonitis).
f) Nyeri/ketidaknyamanan.
 Nyeri lokal, disuria, dan ketidaknyamanan abdomen.
 Afterpain berat/lama, nyeri abdomen bawah atau uterus serta
nyeri tekan dengan guarding (endometritis).
 Nyeri/kekakuan abdomen unilateral/bilateral.
 Sakit kepala.
g) Status psikologis/psikososial.
 Ansietas jelas (peritonitis).
 Status sosial ekonomi rendah dengan stresor bersamaan
(Mitayani. 2013).

Prioritas Tindakan Keperawatan


· Mengontrol penyebaran infeksi.
· Meningkatkan pemulihan.
· Mendukung proses pembenahan keluarga secara terus-menerus.
Tujuan Pemulangan
· Infeksi teratasi.
· Involusi berlanjut, mengekpresikan rasa nyaman.
· Mendemonstrasikan kedekatan/pertalian dan melakukan perawatan
bayi
(Mitayani, 2013).
b. Diagnosis Keperawatan

24
1) Nyeri atau ketidaknyamanan berhubungan dengan respons tubuh
pada agen tidak efektif, sifat infeksi (miksedema kulit atau jaringan,
eritema).
2) Risiko tinggi komplikasi berhubungan dengan adanya infeksi,
kerusakan kulit dan/atau jaringan yang trauma, vaskularisasi tinggi
pada area yang sakit, prosedur invansif dan/atau peningkatan
pemajanan lingkungan, penyakit kronis.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat, anaoreksia, mual, muntah, pembatasan
medis.
4) Risiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua berhubungan
dengan infeksi pada proses persalinan, penyakit fisik, ancaman yang
dirasakan pada kehidupan sendiri
(Mitayani, 2013).
c. Intervensi Keperawatan
1) Diagnosis 1: Nyeri/ketidaknyamanan berhubungan dengan respons
tubuh pada agen tidak efektif, sifat infeksi (edema kulit atau jaringan
dan eritema), ditandai dengan:
a) Nyeri tekan pada uterus, nyeri, his susulan nyeri perut.
b) Rasa nyeri dan panas pada tempat infeksi, disuria.
Tujuan khusus:
a) Mengidentifikasikan/menggunakan tindakan kenyamanan yang
tepat secara individu.
b) Melaporkan ketidaknyaman hilang/terkontrol.
Intervensi mandiri
a) Kaji lokasi dan sifat ketidaknyamanan atau nyeri.
Rasional: membantu dalam diagnosis banding keterlibatan
jaringan pada proses infeksi.
b) Edukasiibu mengenai kebersihan.
Rasional: meningkatkan kesejahteraan umum dan pemulihan
menghilangkan ketidaknyamanan.

25
c) Intruksi ibu dalam melakukan teknik relaksasi dengan
memberikan aktivitas pengalihan seperti radio, televisi, atau
bacaan.
Rasional: memfokuskan kembali perhatian ibu serta
meningkatkan perilaku yang positif dan kenyamanan.
d) Ajarkan ibuteknik menyusui. Karenanya anjurkan dan berikan
intruksi dalam menggunakan pompa payudara listrik atau manual.
Rasional: mencegah ketidaknyamanan dari pembesaran payudara,
meningkatkan keadekuatan suplai ASI pada ibu menyusui.
Kolaborasi
e) Berikan antibiotik .
Rasional: menurunkan ketidaknyamanan akibat infeksi.
f) Berikan kompres panas lokal dengan menggunakan lampu
pemanas atau rendam duduk sesuai indikasi.
Rasional: kompres panas meningkatkan vasodilatasi,
meningkatkan sirkulasi pada area yang sakit, dan meningkatkan
kenyamanan lokal (Mitayani. 2013).
2) Diagnosis 2 : Risiko tinggi komplikasi berhubungan dengan adanya
infeksi, kerusakan kulit dan/atau jaringan yang trauma, vaskularisasi
tinggi pada area yang sakit, prosedur invansif dan/atau peningkatan
pemajanan, lingkungan penyakit kronis, ditandai dengan:
a) Pengeluaran lokia bisa banyak/sedikit, berbau.
b) Demam tinggi, takikardi, dan sakit kepala.
c) Nyeri tekan pada uterus, uterus agak membesar dan lembek.
Tujuan khusus:
a) Ibu mampu mengungkapkan pemahaman tentang faktor risiko
penyebab secara individual.
b) Ibu mampu berperilaku tepat untuk membatasi penyebaran
infeksi, dengan demikian dapat menurunkan risiko komplikasi.

Intervensi mandiri
a) Meninjau ulang riwayat pranatal, intrapartum, dan postpartum.

26
Rasional: mengidentifikasikan faktor-faktor yang menempatkan
ibu pada kategori risiko tinggi terhadap terjadinya/penyebaran
infeksi postpartum.
b) Mempertahankan kebijakan mencuci tangan dengan ketat untuk
staf, klien, dan pengunjung.
Rasional: membantu mencegah kontaminasi silang
c) Berikan dan instruksikan pada klien mengenai cara pembuangan
linen terkontaminasi, balutan, duk, atau pembalut dengan tepat.
Implementasikan pengadaan isolasi bila ada indikasinya.
Rasional: mencegah penyebaran infeksi.
d) Demonstrasikan masase fundus yang tepat, tinjau ulang
kepentingannya, dan waktu prosedur.
Rasional: meningkatkan kontraktilitas uterus juga meningkatkan
involusi dan jalan untuk fragmen plasenta yang tertahan.
e) Demonstrasikan/anjurkan pembersihan perineum yang benar
setelah berkemih dan defekasi, anjurkan agar sering mengganti
pembalut.
Rasional: pembersihan melepaskan kontaminasi urinarius fekal.
Penggantian pembalut menghilangkan media lembap yang
menguntungkan pertumbuhan bakteri.
f) Pantau suhu, nadi, dan pernapasan. Perhatikan apakah klien
menggigil dan laporkan juga bila ada anoreksia atau malaise.
Rasional: peningkatan tanda vital menyertai infeksi, fluktuasi,
atau perubahan gejala menunjukkan perubahan pada kondisi ibu.
g) Observasi/catat tanda infeksi lain (misalnya: lokia atau drainase
yang berbau busuk, subinvolusi uterus, nyeri tekan uterus yang
hebat atau kemerahan, edema, drainase, atau pemisahan insisi).
Rasional: memungkinkan identifikasi awal dan tindakan
meningkatkan resolusi infeksi.
h) Anjurkan posisi semi fowler.
Rasional: meningkatkan aliran lokia dan drainase uterus/pelvis.
Kolaborasi

27
a) Anjurkan penggunaan pemanasan yang lembap dalam bentuk
rendam duduk, dan untuk pemanasan yang kering dengan
menyinari perineal selama 15 menit 2-3 kali sehari.
Rasional: air meningkatkan pembersihan. Panas merupakan
meditasi pembuluh darah perineum meningkatkan aliran darah
lokal dan meningkatkan pemulihan.
b) Demonstrasikan penggunaan krim antibiotik perineum sesuai
kebutuhan.
Rasional: membasmi organisme infeksius lokal, menurunkan
risiko penyebaran infeksi.
c) Berikan obat-obatan sesuai indikasi. Awalnya diberikan antibiotik
spektrum luas, kemudian setelah uji sensitivitas, diberikan
antibiotik khusus sesuai dengan hasil kultur.
Rasional: menyerang organisme patogen serta membantu
mencegah penyebaran infeksi dari jaringan sekitar dan aliran
darah.
(Mitayani, 2013)

a. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan sesuai dengan yang telah
direncanakan, yang mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis
dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh
hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain
(Mitayani, 2013).
b. Evaluasi Keperawatan
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil
dan tujuan yang hendak dicapai (Mitayani, 2013).

C. Asuhan Keperawatan pada Ibu Postpartum dengan Mastitis


1. Konsep Teori Mastitis

28
Mastitis pada masa pascapartum merupakan suatu infeksi akut pada
jaringan glandular kelenjar payudara. Mastitis terjadi terutama pada ibu
yang menyusui. Mikroorganisme yang paling umum menyebabkan
mastitis adalah Staphylococcus aureus. Kadang kala mastitis disebabkan
oleh Streptococcus beta hemolitik group A. Infeksi tersebut biasanya
didahului oleh terdapatnya fisura atau lecet pada puting atau areola, yang
merupakan tempat masuk mikroorganisme ke dalam sistem duktus.
Kadang kala, duktus laktiferus yang tersumbat terserang, yang
menyediakan media untuk pertumbuhan mikroba. Bayi baru lahir dapat
menjadi sumber infeksi setelah mendapatkan patogen secara oral dari
kulit ibu atau dari seorang pemberi layanan kesehatan. Tangan klien
dapat menjadi sumber infeksi, terutama ketika mastitis disebabkan oleh
mikroorganisme lain. Kadang kala, epidemik mastitis terjadi ketika
mikroorganisme disebarkan oleh staf ruang perawatan bayi ke banyak
bayi baru lahir dan kemudian dari bayi baru lahir ke ibu mereka
(Lowdermilk, Deitra Leonard dkk, 2013).

Prinsip utama penanganan mastitis salah satunya dengan


pengeluaran asi dengan efektif. Hal ini merupakan bagian terapi
terpenting pada ibu yang mengalami mastitis. Antibiotik dan terapi
simtomatik membuat klien merasa lebih baik untuk sementara waktu,
tetapi kondisi tersebut akan memburuk atau berulang walaupun sudah
diberikan antibiotik, kecuali pengeluaran asi diperbaiki yaitu dengan
cara:
 Bantu klien memperbaiki kenyutan bayi pada payudara.

*Bayi yang mengenyut payudara dengan baik

29
*Bayi yang mengenyut payudara dengan buruk
 Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi
menghendaki, tanpa pembatasan.
 Bila perlu peras asi dengan tangan atau dengan pompa atau botol
panas, sampai menyusui dapat dimulai lagi.
Memeras asi dengan tangan :
 Mencuci tangannya secara keseluruhan.
 Duduk atau berdiri dengan nyaman, dan tahan cangkir di dekat
payudaranya.
 Letakkan jempol ibu pada payudara diatas puting susu dan areola,
dan jari telunjuk payudara dibawah puting susu dan areola,
berlawanan dengan ibu jari. Sokonglah payudara dengan jari jari
ibu yang lain (Gambar 3)
 Tekan payudara dibelakang puting susu dan areola diantara jari
dan ibu jari. Ibu harus menekan pada sinus laktiferus dibawah
areola (Gambar 4). Terasa seperti biji atau kacang. Bila ia dapat
merasakannya, ia dapat menekannya.
 Tekan dan lepas, tekan dan lepas.
Hal ini tidak nyeri, bilanyeri teknik yang dilakukan salah.
Awalnya tidak ada asi yang keluar. Asi akan mengalir bila efek
oksitosin aktif.

30
2. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan
Mastitis pada masa pascapartum dapat terjadi setiap saat selama
masa menyusui. Pengamatan pada payudara, yang meliputi
konsistensi, warna, suhu permukaan, dan kondisi puting, merupakan
tindakan yang penting dilakukan untuk identifikasi awal. Perawat juga
mengamati klien tersebut untuk menyakinkan teknik menyusui yang
benar. Pembengkakan payudara dapat mendahului mastitis, walaupun
pembengkakan tidak menyebabkan infeksi. Klien pada umumnya
melaporkan adanya nyeri tekan pada satu payudara yang terasa
hangat, keras, dan merah. Klien merasakan nyeri pada daerah
payudara yang terserang dan dapat mengalami malaise, demam, dan
peningkatan suhu tubuh. Peradangan dapat terjadi merata atau terbatas
pada satu lobus atau daerah lokal payudara, dengan pengerasan, nyeri
tekan, dan eritema. Garis-garis merah dapat terjadi di sepanjang
pembuluh limfatik, dan pembesaran nodus aksilaris yang teraba nyeri
jika ditekan mungkin ditemukan. Biakan atau pewarnaan Gram dapat
diperoleh dari ASI guna mengidentifikasi organisme penyebab.
Mastitis biasanya terjadi unilateral. Tanpa terapi yang efektif, abses
lokal dapat terbentuk (Lowdermilk, Deitra Leonard dkk, 2013).
b. Diagnosis Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan infeksi ditandai
dengan suhu meningkat payudara bengkak, keras, dan nyeri tekan.

31
2) Menyusui tidak efektif yang berhubungan dengan bayi yang tidak
mau menyusui.
3) Kurang pengetahuan tentang perawatan payudara yang
berhubungan dengan kurangnya informasi.
(Mitayani. 2013)

c. Intervensi Keperawatan
1) Nyeri akut yang berhubungan dengan inflamasi dan infeksi ditandai
dengan suhu meningkat payudara bengkak, keras, dan nyeri tekan.
Tujuan: Nyeri teratasi, dengan kriteria suhu menurun, payudara
tidak bengkak lagi, dan nyeri berkurang.
Intervensi :
a. Kaji keluhan nyeri, lokasi, laman, dan intensitas.
Rasional : Membantu dalam menentukan identifikasi derajat
ketidaknyamanan dan dapat diberikan terapi yang tepat.
b. Lakukan kompres hangat.
Rasional : Kompres hangat dapat manyebabkan vasodilatasi,
sehingga aliran darah lancar.
c. Beri penyangga pada payudara dengan kain segitiga.
Rasional : Payudara yang menggantung akan menimbulkan rasa
nyeri.
d. Anjurkan ibu untuk tidak menggunakan penyangga payudara
yang terlalu ketat.
Rasional : Penyangga payudara yang terlalu ketat dapat
menimbulkan rasa sakit.
e. Anjurkan ibu untuk melakukan perawatan payudara.
Rasional : Perawatan yang benar dan konsisten dapat
mengurangi rasa nyeri.
f. Instruksikan ibu untuk mengenal tanda dan gejala infeksi.
Rasional : Tanda dan gejala infeksi dapat dideteksi dan
menanggulangi sedini mungkin.
g. Kolaborasi dalam pemberian antiobiotik dan analgetik.

32
Rasional : Antibiotik untuk inflamasi dan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
h. Kolaborasi dalam melakukan insisi dan biopsi jika ada abses.
Rasional : Untuk mengurangi abses.
(Mitayani. 2013)
2) Menyusui tidak efektif yang berhubungan dengan bayi yang tidak
mau menyusui.
Tujuan : Ibu dapat menyusui bayinya dengan baik.
Intervensi :
a. Jelaskan pada ibu tentang perawatan payudara
Rasional : Perawatan yang tepat dapat mengatasi masalah
menyusui.
b. Anjurkan ibu menyusui.
Rasional : Mencegah penyumbatan puting.
c. Anjurkan ibu mengoleskan ASI atau baby oil sebelum dan
sesudah menyusui pada ujung puting payudara.
Rasional : Mencegah iritasi lanjut pada puting.
d. Kolaborasi dalam melakukan insisi dan biopsi.
Rasional : Insisi dan biopsi berguna untuk mengeluarkan abses.
(Mitayani. 2013)
3) Kurang pengetahuan tentang perawatan payudara yang
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Ibu dapat melakukan perawatan payudara.
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan ibu.
Rasional : Pengetahuan yang rendah perlu intervensi yang tepat.
b. Jelaskan tentang perawatan payudara.
Rasional : Perawatan yang benar dapat mengatasi masalah ibu
dan ibu mampu melakukannya sendiri.
c. Anjurkan ibu untuk melakukan perawatan payudara.
Rasional : Perawatan rutin dapat mengurangi abses dan
mengatasi infeksi.

33
d. Identifikasi sumber informasi lain yang didapat dari ibu.
Contoh: buku dan majalah.
Rasional : Dari majalah dan buku dapat meningkat pengetahuan
ibu.
(Mitayani. 2013)

d. Evaluasi Keperawatan
Kritera hasil asuhan keperawatan pada klien yang mengalami
mastitis adalah sebagai berikut :
· Klien memperlihatkan perawatan payudara dan puting serta
teknik menyusui yang benar.
· Klien menyatakan tanda dan gejala maştitis.
· Klien menyebutkan penurunan nyeri pada payudara yang
terinfeksi.
· Klien menuniukkan tanda-tanda penyembuhan infeksi.
· Klien menyatakan penerimaannya terhadap kondisi.
· Klien menunjukkan perilaku koping yang positif.
(Lowdermilk, Deitra Leonard dkk, 2013)

34
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdarahan postpartum dibagi menjadi dua yaitu perdarahan
postpartum awal (sampai 24 jam setelah kelahiran) dan perdarahan
postpartum lambat (sampai 28 jam setelah kelahiran). Perdarahan
postpartum lambat terjadi akibat tertahannya produk konsepsi, subinvolusi
pada lokasi plasenta tertanam, atau infeksi.
Infeksi puerpelaris adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia yang
terjadi setelah melahirkan yang disebabkan oleh kuman-kuman atau
bakteri ke dalam alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas. Infeksi
puerpelaris dapat di bagi menjadi dua golongan yaitu infeksi yang terbatas
pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium dan penyebaran
melalui vena, saluran limfe (sistemik, dan melalui permukaan
endometrium).
Mastitis adalah suatu kondisi radang payudara dan mungkin akibat
penurunan imunitas dan penurunan daya tahan terhadap infeksi. Mastitis
dapat timbul dari faktor-faktor yang berhubungan dengan kesehatan ibu,
kesehatan bayi atau keduanya. Hal yang disarankan dalam pencegahan
mastitis adalah masih tetap menyusui bayinya, agar dapat mengurangi
pembendungan pada ASI, tetapi jika ada putting susu lecet maka
sebaiknya menggunakan alat bantu untuk menyalurkan ASI pada bayinya.

B. Saran
· Perdarahan postpartum hendaknya ditangani dengan tepat, jika tidak di
tangani dengan tepat akan mengakibatkan syok karena banyak darah
yang keluar.
· Perlu adanya kerjasama yang baik antar tenaga kesehatan dalam
memberikan penyuluhan cara menyusui yang benar, perawatan
payudara, cara manajemen laktasi, kebutuhan gizi ibu nifas dan daya
tahan tubuh dalam masa menyusui khususnya untuk mencegah mastitis.

35
· Ibu postpartum hendaknya melakukan personal hygiene meliputi
kebersihan badan, tangan, kulit/kuku, gigi dan rambut dengan benar,
karena untuk mencegah terjadinya infeksi postpartum

36
DAFTAR PUSTAKA
Hamilton, Persis Mary. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta :
EGC
Kundre, Rina dkk. 2017. “Hubungan Perawatan Luka Perineum dengan Perilaku
Personal Hygiene Ibu Post Partum Di Rumah Sakit Pancaran Kasih Gmim
Manado”. E-Journal Keperawatan (e-Kp) Vol 5
https://media.neliti.com/media/publications/104712-ID-hubungan-
perawatan-luka-perineum-dengan.pdf (diakses 14 Februari 2020)
Lowdermilk, Deitra Leonard dkk. 2013. Keperawatan Maternitas Edisi 8. Jakarta:
Salemba Medika
Nurhafni. 2018. “Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Terhadap Kejadian Mastitis Di
Rs. Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2014”. Jurnal Ilmiah Simantek
Vol 2 No 1
http://sciencemakarioz.org/jurnal/index.php/SIMANTEK/article/download/
(diakses 14 Februari 2020)
Mitayani. 2013. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika
Reeder, Sharon J. 2014. Keperawatan Maternitas : Kesehatan Wanita, Bayi, &
Keluarga, Ed. 18, Vol. 2. Jakarta : EGC
Sherwen, Laurie Nehls dkk., 1995. Maternity Nursing. Printed in the United
States of America
Qonitun, Umu dan Fitri Novitasari. 2018. “Studi Persalinan Kala VI pada Ibu
Bersalin yang Melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) Di Ruang Mina
Rumah Sakit Muhammadiyah Tuban”. Jurnal Kesehatan Vol 11 No 1
http://journal.uin-alauddin.ac.id (diakses 15 Februari 2020)
WHO. 2003. Mastitis : Penyebab dan Penatalaksanaan. Jakarta : Widya Medika

37

Anda mungkin juga menyukai