Anda di halaman 1dari 33

KONSEP DAN MODEL-MODEL TRIASE BENCANA BERFIKIR KRITIS

DAN SISTEMATIS DAN PENILAIAN SISTEMATIS SEBELUM, SAAT,


DAN SETELAH BENCANA PADA KORBAN, SUVIVOR, POPULASI
RENTAN, DAN BERBASIS KOMUNITAS

(Guna memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Bencana)

Oleh :

YUSMIATI
NIM : 220101093

Dosen Pembimbing
Ns. Linda Andriani, S.Kep. M.Kep

STIKES PIALA SAKTI


PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN (PROGSUS)
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan Tugas Keperawatan Bencana dengan
tepat pada waktunya. Dengan dibuatnya Tugas Keperawatan Bencana ini, maka
dengan ini kami menyampaikan terima kasih kepada Dosen Pengampu mata
kuliah keperawatan bencana dan seluruh teman-teman mahasiswa Stikes Piala
Sakti Program Studi Si Keperawatan.
Kami sudah berusaha dengan sebaik-baiknya supaya tugas ini dapat terselesaikan
dengan baik meskipun mungkin masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
memohon bimbingan, pengarahan, saran dan kerja sama dari berbagai pihak.

Pariaman, 8 November 2023

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DARTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah....................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep dan Model-model Triage Bencana.......................................3
2.2 Berpikir Kritis dan Sistematis..........................................................16
2.3 Penilaian sistematis sebelum, saat dan sesudah bencana.................23
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................26
3.2 Saran................................................................................................28

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Triase adalah penilaian, pemilihan dan pengelompokan penderita yang mendapat
penanganan medis dan evakuasi pada kondisi kejadian masal atau kejadian
bencana. Penanganan medis yang diberikan berdasarkan prioritas sesuai dengan
keadaan penderita. Tujuan Triage adalah untuk memudahkan penolong untuk
memberikan pertolongan dalam kondisi korban masalah atau bencana dan
diharapkan banyak penderita yang memiliki kesempatan untuk bertahan hidup.
Saat ini kemampuan berpikir kritis sangat penting dalam kehidupan sehari- hari,
karena untuk mengembangkan kemampuan berpikir lainnya, seperti kemampuan
untuk membuat keputusan dan menyelesaikan masalah. Banyak sekali fenomena
dalam kehidupan sehari-hari yang perlu dikritisi. Kemampuan berpikir kritis
merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan
berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama
menjadi tujuan pokok dalam pendiidikan sejak lama. Penelitian dan berbagai
pendapat tentang hal itu, telah menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh tahun
terakhir ini (Ns. Kalpana Kartika, S.Kep., 2021).

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian triage.
2. Macam-macam triage bencana.
3. Berpikir kritis dan sistematis.
4. Penilaian sistematis sebelum bencana.
5. Penilaian sistematis saat bencana.
6. Penilaian sistematis setelah bencana.

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan sejarah triage.
2. Untuk mengetahui macam triage bencana.
3. Untuk mengetahui cara berpikir kritis dan sistematis.

4
4. Untuk mengetahui penilaian sistematis sebelum bencana.
5. Untuk mengetahui penilaian sistematis saat bencana.
6. Untuk mengetahui penilaian sistematis setelah bencana.

5
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep dan Model-model Triage Bencana


2.1.1 Triage
Triage berasal dari bahasa Prancis yaitu “Trier” yang berarti
membagi kedalam tiga kelompok (Department of Emergency Medicine
Singapore General Hospital (DEM SGH), 2005). Sistem ini di
kembangkan dari medan pertempuran dan digunakan bila terjadi bencana.
Dimedan Pertempuran, triage digunakan untuk menentukan prioritas
penanganan pada korban Perang Dunia I. Klarifikasi ini digunakan oleh
militer perang, untuk mengidentifikasi dan melakukan penanganan pada
tentara koban perang yang mengalami luka ringan dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan penanganan dapat kembali ke medan perang.
Triage juga diterapkan dalam lingkup bencana atau musibah
massal. Tujuan Triage pada musibah Massal adalah bahwa dengan sumber
daya yang minimal dapat menyelamatkan korban sebanyak mungkin. Pada
musibah massal dengan korban puluhan atau mungkin ratusan di mana
penolong baik jumlah, kemampuan, sarana, dan prasarana belum
mncukupi, maka dianjurkan menggunakan teknik Simple Triage and rapid
Treatment (START).
Triage mulai digunakan di unit gawat darurat pada akhir tahun
1950 dan awal tahun 1960. Penggunaan triage di unit gawat darurat
disebabkan oleh peningkatan jumlah kunjungan ke unit gawat darurat yang
dapat mengarah pada lamanya waktu tunggu penderita dan keterlambatan
di dalam penanganan kasus- kasus kegawatan (Emnina, n.d.).

2.1.1.1 Definisi Triage


Triage adalah suatu proses penggolongan pasien berdasarkan tipe
dan tingkat kegawatan kondisinya (Zimmerman dan Herr, 2006). Triage
juga diartikan sebagai suatu tindakkan pengelompokan penderita
berdasarkan pada beratnya cedera yang diprioritaskan ada tidaknya

6
gangguan pada airway (A), breathing (B), dan Circulation (C) dengan
mempertimbangkan sarana, sumber daya manusia, dan probabilitas hidup
penderita.

2.1.1.2 Tujuan Triage


a. Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa.
b. Memprioritaskan pasien menurut kondisi keakutannya,
c. Menempatkan pasien sesuai dengan keakutannya berdasarkan pada
pengkajian yang tepat dan akurat,
d. Menggali data yang lengkap tentang keadaan pasien.

2.1.1.3 Prinsip Triage


a. Triage harus dilakukan dengan segera dan singkat.
b. Kemampuan untuk menilai dan merespon dengan cepat
kemungkinan yang dapat menyelamatakan pasien dari kondisi sakit
atau cedera yang mngancam nyawa dalam departemen gawat
darurat.
c. Pengkajian harus dilakukan secara adekuat dan akurat.
d. Keakuratan dan ketepaten data merupakan kunci dalam proses
pengkajian.
e. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian.
f. Keselamatan dan keefektifan perawatan pasien dapat
direncanakan jika terdapat data dan informasi yang akurat dan
adekuat.
g. Intervensi yang dilakukan berdasarkan kondisi keakutan pasien.
h. Tanggung jawab yang paling utama dari proses triage yang
dilakukan perawat adalah keakuratan dalam mngkaji pasien dan
memberikan perawatan sesuai dengan prioritas pasien. Hal ini
termasuk intervensi terapeutik dan prosedur diagnostik.
i. Tercapainya kepuasan pasien
1. Perawat triage harus menjalankan triage secara simultan,
cepat, dan langsung sesuai keluhan pasien.

7
2. Menghindari keterlambatan dalam proses perawatan pada
kondisi yang kritis.
3. Memberikan dukungan emosional pada pasien dan keluarga.
j. Penempatan pasien yang benar pada tempat yang benar saat
waktu yang benar dengan penyedia pelayanan yang benar.

2.1.1.4 Klasifikasi Triage


Sistem klasifikasi mengidentifikasi tiap pasien yang memerlukan
berbagai level prawatan. Prioritas didasarkan pada pengetahuan, data yang
tersedia, dan situasi terbaru yang ada. Huruf atau angka yang sering
digunakan antara lain sebagai berikut,
1. Prioritas 1 atau emergency
2. Prioritas 2 atau urgent
3. Prioritas 3 atau non urgent
Banyak tipe dari klasifikasi triage yang digunakan pada pre-
hospital ataupun hospital.

2.1.1.5 Triage Pre-hospital


Triage pada musibah massal/ bencana dilakukan dengan tujuan
bahwa dengan sumber daya yang minimal dapat menyelamatkan korban
sebanyak mungkin. Pada musibah massal, jumlah korban puluhan atau
mungkin ratusan, dimana penolong sangat belum mencukupi baik sarana
maupun penolongnya sehingga dianjurkan menggunakan teknik START
(Dr. I .Khambali, S.T., n.d.).
Hal pertama yang dapat dilakukan pada saat ditempat kejadian
bencana adalah berusaha untuk tenang, lihat sekeliling dan menyeluruh
pada lokasi kejadian. Pengamatan visual memberikan kesan pertama
mengenai jenis musibah, perkiraan jumlah korban, dan beratnya cidera
korban. Pengamatan visual juga memberikan perkiraan mengenai jumlah
dan tipe bantuan yang diperlukan untuk mengatasi situasi yang terjadi.
Laporan secara singkat pada call center dengan bahasa yang jelas
mengenai hasil pengkajian, meliputi hal-hal sebagai berikut.

8
a. Lokasi kejadian.
b. Tipe insiden yang terjadi.
c. Adanya ancaman atau bahaya yang mungkin terjadi.
d. Perkiraan jumlah pasien.
e. Tipe bantuan yang harus diberikan.

2.1.2 Metode Simple Triage and Rapid Treatment (START)


Metode START dikembangkan untuk penolong pertama yang
bertujuan memilah pasien pada korban musibah massal/bencana dengan
waktu detik atau kurang berdasarkan tiga pemeriksaan primer seperti
berikut ini :
a. Respirasi
b. Perfusi (mengecek nadi radialis)
c. Status mental
Hal yang penting untuk diperhatikan adalah tidak melakukan
tindakan terapi pada korban yang akan dilakukan triage. Tugas utama
penolong triage adalah untuk memeriksa pasien secepat mungkin dan
memilah data memprioritaskan pasien berdasarkan berat ringannya cedera.
Penolong tidak boleh berhenti saat melakukan pengkajian kecuali untuk
mengamankan jalan tapas dan menghentikan perdarahan yang terjadi.
Selain melakukan triage (penilaian korban, penolong lain akan melakukan
follow up dan perawatan Jika diperlukan di lokasi.
Apabila penolong lain sudah datang ke lokasi kejadian, maka
korban akan dilakukan re-triase (dengan pemeriksaan yang lebih lengkap
untuk mengenali kegawatan yang mungkin terjadi), evaluasi lebih lanjut,
resusitasi stabilisasi, dan transportasi. Re-triage dilakukan dengan
menggunakan pemasangan label Metag Sistem yang sudah mencantumkan
identitas dan hasil pemeriksaan terhadap korban.
Pasien diberi label sehingga akan mudah dikenali oleh penolong
lain saat tiba di tempat kejadian. Metode pemasangan label mungkin
berbeda di setiap pusat kesehatan, dapat berupa pita atau kertas berwarna
untuk melabeli korban.

9
Pasien dapat diklasifikasikan menjadi berikut ini:
a. Korban kritis/immediate diberi label merah/kegawatan yang
mengancam nyawa (prioritas 1). Untuk mendeskripsikan pasien
dengan luka parah diperlukan transportasi segera ke rumah sakit.
Kriteria pada pengajian adalah sebagai berikut.
1. Respirasi > 30 menit.
2. Tidak ada nadi radialis
3. Tidak sadar/ penurunan kesadaran
b. Delay/tertunda diberi label kuning/kegawatan yang tidak
mengancam nyawa dalam waktu dekat (prioritas 2). Untuk
mendeskripsikan cedera yang tidak mengancam nyawa dan dapat
mengganggu pada periode tertentu untuk penatalaksanaan dan
transportasi dengan kriteria sebagai berikut.
1. Respirasi <30 menit
2. Nadi teraba
3. Status mental normal
c. Korban terluka yang masih dapat berjalan diberi label hijau/tidak
terdapat kegawatan/penanganan dapat ditunda (prioritas 3/minor).
Penolong pertama di tempat kejadian akan memberikan instruksi
verbal untuk pergi ke lokasi yang aman dan mengkaji korban dari
trauma, serta mengirim ke rumah sakit.
d. Meninggal diberi label hitam/tidak memerlukan penanganan (Dead).

Tahapan metode START adalah sebagai berikut.


a. Langkah pertama
Langkah pertama pada START adalah dengan aba-aba
(loud speaker memerintahkan pada korban yang dapat berdiri dan
berjalan bergerak ke lokasi tertentu yang lebih aman. Jika pasien
dapat berdiri dan berjalan, maka bisa disimpulkan bahwa
sementara tidak terdapat gangguan yang mengancam jiwa pada
korban korban tersebut. Jika korban mengeluh nyeri atau menolak
untuk berjalan jangan dipaksa untuk berpindah tempat. Pasien yang

1
dapat berjalan dikategorikan sebagai minor/prioritas 3.

1
b. Langkah kedua
Pasien yang tidak berdiri dan bergerak adalah yang menjadi
prioritas pengkajian berikutnya. Bergerak dari tempat berdiri
penolong secara sistematis dari korban satu ke korban yang lain.
Lakukan pengkajian secara singkat (kurang dari 1 menit setiap
pasien) dan berikan label yang sesuai pada korban tersebut. Ingat
tugas penolong adalah untuk menemukan pasien dengan label
merah/immediete yang membutuhkan pertolongan segera, periksa
setiap korban, koreksi gangguan airway dan breathing yang
mengancam nyawa dan berikan label merah pada korban tersebut.

2.1.2.1 Evaluasi penderita berdasarkan RPM


START tergantung pada tiga pemeriksaan meliputi RPM-
respiration perfusion and mental status, masing-masing pasien harus di
evaluasi secara cepat dan sistematis, di mulai dengan pemeriksaan
respirasi (breathing).
a. Airway-breathing
Jika pasien bernafas, maka di perlukan pemeriksaan respirasi
rate. Pasien dengan pernafasan lebih dari 30 kali per menit,
diberikan label merah (immediate). Jika pasien bernafas dan laju
pernafasan kurang dari 30 kali per menit, pemeriksaan dilanjutkan
dengan pemeriksaan sirkulasi dan mental status pasien untuk
dilakukan pemeriksaan secara lengkap dalam waktu 30 detik, jika
pasien tidak bernafas secara cepat bersihkan mulut pasien dari
kemungkinan benda asing, gunakan tehnik head tilt chin lift untuk
membuka jalan nafas, peralatan bantu jalan nafas (airway)
sederhana seperti orofaring airway dapat dapat di gunakan. Selama
mengamankan jalan nafas harus dilindungi servikal terutama pada
pasien yang multipel trauma, bukan jalan nafas, jika pasien dapat
bernafas, pasangkan pasien dengan label (immediate) merah . Pasien
yang membutuhkan jalan nafas dipertahankan dan di pasangkan
dengan label merah. Jika pasien tidak brnafas dan tidak mulai

1
bernafas ketika dilakukan pembebasan jalan nafas dengan airway
manuver sederhana, maka pasien di beri label hitam (dead.)
b. Circulation
Langkah kedua pada start yaitu dengan menilai sirkulasi
dari pasien. Metode terbaik pada pemeriksaan sirkulasi yaitu
dengan meraba pergelangan tangan dan merasakan pulsasi dari
arteri radialis. Pengecekan di lakukan dalam 5-10 detik. Jika
pulsasi arteri radialis tidak terjumpai maka pasien di beri label
merah (immediate). Jika pulsasi arteri radialis di jumpai, maka di
anjutkan dengan pemeriksaan akhir dengan menilai status mental
pasien, pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara lain yaitu dengan
blanch test (menilai capillary refill time) jika di dapatkan hasil
lebih dari 2 detik pasien di beri label merah.
c. Mental status
Akhir dari pemeriksaan adalah dengan menilai status
mental pasien observasi ini dilakukan pada pasien dengan
pernafasan dan sirkulasi yang adekuat tes mental status yaitu
dengan meminta pasien untuk mengikuti perintah yang sederhana
seperti: buka matamu, tutup matamu, genggam tangan saya pasien
yang bisa mengikuti printah yang sederhana diberikan label kuning
(delayed) sedaangkan pasien yang tidak responsial terhadap
perintah sederhana de berikan label merah (immediate) sistem
START ini didesain untuk membantu penolong menemukan pasien
dengan cidera paling berat, ketika penolong lain telah tiba di lokasi
maka pasien akan dilakukan triage ulang untuk pemeriksaan leih
lanjut stabilisasi dan transfortasi. Harap diingat bahwa hanya
pasien dengan cedera dapat mengalami perubahan tanda-tanda
vital.
Pada saat jumlah penolong memungkinkan untuk dilakukan
pemeriksaan yang lebih akurat, maka pengkajian terhadap pasien
dapat dilakukan dengan teliti, tindakan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan kartu metag (Medical Emergency Triage tag)

1
dimana selain pasien diberikan label berdasarkan skala prioritas
penanganan tanggal dan jam, identitas baik korban maupun
penolong juga tercantum pemeriksaan lebih lengkap dengan tanda
vital dan pengobatan yang telah diberikan.
Cara penulisan METAG (medical emergency triage tag) Depan:
1. Jam dan tanggal kejadian
2. Nama dan jenis kelamin
3. Alamat rumah
4. Alamat kantor
5. Data yang berhubungan dengan medis dan observasi
6. Nama dan tanda tangan personel
Triage belakang:
1. Jenis cedera
2. Data mengenai tanda vital (respirasi, nadi, dan tekanan darah )
3. Pemberian obat intravena dan jam pemberian
4. Pemberian obat intramuskular dan jam pemberian

1
2.1.2.2 Gambar START TRIAGE

1
2.1.3 SALT TRIAGE untuk insiden korban masal (mass casualty incident)
Lerner et al. Dalam Neal, D.J. (2009) menilai sistem triase yang
saat ini digunakan dan menggambarkan kekuatan dan kelemahan dari
sistem ini. Penelitian ini mengembangkan pedoman triase yang digunakan
untuk semua bahaya dan dapat diterapkan pada orang dewasa dan anak-
anak. SALT Triage singkatan (sort – assess – lifesaving – interventions –
treatment/transport). SALT terdiri dari dua langkah ketika menangani
korban. Hal ini termasuk triase awal korban menggunakan perintah suara,
perawatan awal yang cepat, penilaian masing-masing korban dan prioritas,
dan inisiasi pengobatan dan transportasi. Pendekatan Triase SALT
memiliki beberapa karakteristik tambahan. Pertama, SALT
mengidentifikasi kategori expectant (hamil) yang fleksibel dan dapat
diubah berdasarkan faktor-faktor tertentu. Kedua, SALT Triage awalnya
mengkategorikan luka, tapi memberikan evaluasi sekunder untuk
mengidentifikasi korban langsung.

2.1.3.1 Tahapan SALT TRIAGE


a. Step 1 : SORT SALT
Dimulai dengan menyortir pasien secara global melalui
penilaian korban secara individu. Pasien yang bisa berjalan diminta
untuk berjalan ke suatu area tertentu dan dikaji pada prioritas terakhir
untuk penilaian individu. Penilaian kedua dilakukan pada korban yang
diminta untuk tetap mengikuti perintah atau di kaji kemampuan
gerakan secara terarah / gerakan bertujuan. Pada korban yang tetap
diam tidak bergerak dari tempatnya dan dengan kondisi yang
mengancam nyawa yang jelas harus dinilai pertama karena pada
korban tersebut yang paling membutuhkan intervensi untuk
penyelamatan nyawa.
b. Step 2 : ASSES
Prioritas pertama selama penilaian individu adalah untuk
memberikan intervensi menyelamatkan nyawa. Termasuk
mengendalikan perdarahan utama; membuka jalan napas pasien,

1
dekompresi dada pasien dengan pneumotoraks, dan menyediakan
penangkal untuk eksposur kimia. Intervensi ini diidentifikasi karena
injury tersebut dapat dilakukan dengan cepat dan dapat memiliki
dampak yang signifikan pada kelangsungan hidup pasien. Intervensi
live saving yang harus diselesaikan sebelum menetapkan kategori
triase dan hanya boleh dilakukan dalam praktek lingkup responder dan
jika peralatan sudah tersedia. Setelah intervensi menyelamatkan nyawa
disediakan, pasien diprioritaskan untuk pengobatan berdasarkan ke
salah satu dari lima warna-kode kategori. Pasien yang mengalami luka
ringan yang self-limited jika tidak diobati dan dapat mentolerir
penundaan dalam perawatan tanpa meningkatkan risiko kematian
harus diprioritaskan sebagai minimal dan harus ditunjuk dengan warna
hijau. Pasien yang tidak bernapas bahkan setelah intervensi live saving
yang diprioritaskan sebagai mati dan harus diberi warna hitam. Pasien
yang tidak mematuhi perintah, atau tidak memiliki pulsa perifer, atau
dalam gangguan pernapasan, atau perdarahan besar yang tidak
terkendali harus diprioritaskan immediate dan harus ditunjuk dengan
warna merah. Penyedia harus mempertimbangkan apakah pasien ini
memiliki cedera yang mungkin tidak sesuai dengan kehidupan yang
diberikan sumber daya yang tersedia, jika ada, maka provider harus
triase pasien sebagai expectant /hamil dan harus ditunjuk dengan
warna abu-abu. Para pasien yang tersisa harus diprioritaskan sebagai
delayed dan harus ditunjuk dengan warna kuning.

1
2.1.3.2 Gambar SALT TRIAGE

2.1.4 Jumpstart
Anak-anak memiliki nilai rentang normal yang berbeda dari yang
pernapasan tergantung pada usia mereka, sehingga metode START
berdasarkan tingkat pernapasan 30 tidak akan sesuai untuk anak-anak.
Selain itu, anak-anak lebih cenderung memiliki masalah pernapasan utama
sebagai lawan masalah kardiovaskular dan anak-anak yang tidak bernapas
mungkin hanya memerlukan pernapasan buatan untuk diresusitasi. Selain
6 itu, anak-anak mungkin tidak mudah dibagi sesuai dengan yang dapat
berjalan kaki ke lokasi yang ditunjuk karena perkembangan, keterampilan,

1
kesediaan mereka untuk meninggalkan orangtua terluka dan
kecenderungan orang tua untuk membawa anak. Hal ini digunakan secara
luas di Amerika Serikat dan Kanada dan merupakan modifikasi sistem
START.. Alat ini digunakan untuk anak-anak usia 1 dan 8 tahun. Mungkin
tidak mudah untuk menentukan usia anak sehingga korban tampak masih
anak- anak maka menggunakan JUMPSTART dan jika korban terlihat
seperti orang dewasa muda menggunakan START. Modifikasi dan
penilaian tambahan akan diperlukan untuk anak- anak kurang dari usia 1
tahun, denganketerlambatan perkembangan, cacat kronis atau cedera
terjadi sebelum kejadian. (Jumpstart, 2008 dalam Stein, L., 2008).

2.1.4.1 Gambar Jumpstart

1
2.2 Berfikir kritis dan Sistematis
2.2.1 Pengertian berpikir kritis
Berpikir kritis adalah proses mental untuk menganalisis atau
mengevaluasi informasi. Informasi tersebut didapatkan dari hasil
pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi. Dalam keperawatan
berpikir kritis adalah suatu kemampuan bagaimana perawat mampu
berpikir dengan sistematis dan menerapkan standart intelektual untuk
menganalissi proses berpikir. Berpikir kritis dalam keperawatan adalah
suatu komponen penting dalam mempertanggungjawabkan
profesionalisme dan kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Berpikir
kritis merupakan pengujian rasional terhadap ide, pengaruh, asumsi,
prinsip, argumen, kesimpulan, isu, pernyataan, keyakinan, dan aktivitas
(Bandman dan Bandman, 1998).
Berpikir bukan suatu proses yang statis, tetapi selalu berubah
secara konstan dan dinamis dalam setiap hari atau setiap waktu. Tindakan
keperawatan membutuhkan proses berpikir, oleh karena itu sangat penting
bagi perawat untuk mengerti berpikir secara umum. Pemikir kritis dalam
praktik keperawatan adalah seorang yang mempunyai keterampilan
pengetahuan untuk menganalisis, menerapkan standar, mencari informasi,
menggunakan alasan rasional, memprediksi dan melakukan transformasi
pengetahuan. Pemikir kritis dalam keperawatan menghasilkan kebiasaan-
kebiasaan baik dalam berpikir, yaitu : yakin, kontekstual, perspektif,
kreatif, fleksibel, integritas intelektual, intuisi, berpikir terbuka, refleksi,
inquistiviness, dan perseverance.
Menurut Wilkinson (1992), karakteristik berpikir kritis dalam
keperawatan pada prinsipnya merupakan suatu kesatuan dari berpikir
(thinking, merasakan (feeling), dan melakukan (doing). Mengingat profesi
perawat merupakan profesi yang langsung berhadapan dengan nyawa
manusia, maka dalam menjalankan aktifitasnya, perawat menggunakan
perpaduan antara thinking, feeling, dan doing secara komperhensif dan
bersinergi. Perawat menerapkan keterampilan berpikir dengan
menggunakan pengetahuan dari berbagai subjek dan lingkungannya,

2
mengenai perubahan yang berasal dari stresor lingkungan, dan membuat
keputusan penting.

2.2.2 Karakteristik berpikir kritis


Berikut ini adalah karakteristik dari proses berpikir kritis dan
penjabarannya.
a. Konseptualisasi
Konseptualisasi artinya proses intelektual membentuk suatu
konsep. Sedangkan konsep adalah fenomena atau pandangan mental
tentang realitas, pikiran-pikiran tentang kejadian, objek, atribut, dan
sejenisnya. Dengan demikian konseptualisasi merupakan pikiran
abstrak yang digeneralisasi secara otomatis menjadi simbol-simbol
dan disimpan dalam otak.
b. Rasional dan beralasan (reasonable)
Artinya argumen yang diberikan selalu berdasarkan analisis
dan mempunyai dasar kuat dari fakta fenomena nyata.
c. Reflektif
Artinya bahwa seorang pemikir kritis tidak menggunakan
asumsi atau persepsi dalam berpikir atau mengambil keputusan tetapi
akan menyediakan waktu untuk mengumpulkan data dan
menganalisisnya berdasarkan disiplin ilmu, fakta dan kejadian.
d. Bagian dari suatu sikap
Yaitu pemahaman dari suatu sikap yang harus diambil pemikir
kritis akan selalu menguji apakah sesuatu yang dihadapi itu lebih baik
atau lebih buruk dibanding yang lain.
e. Kemandirian berpikir
Seorang pemikir kritis selalu berpikir dalam dirinya tidak pasif
menerima pemikiran dan keyakinan orang lain menganalisis semua
isu, memutuskan secara benar dan dapat dipercaya.
f. Berpikir kritis adalah berpikir kreatif
Secara tradisional, profesi keperawatan dan pendidikan
keperawatan termasuk kurang kreatif. Namun, saat ini telah ada

2
perubahan untuk membuat seorang perawat berpikir kreatif, yaitu
selalu menggunakan keterampilan intelektialnya untuk mencipta
berdasarkan suatu pemikiran yang baru dan dihasilkan dari sintesis
beberapa konsep.
g. Berpikir adil dan terbuka
Yaitu mencoba untuk berubah dari pemikiran yang salah dan
kurang menguntungkan menjadi benar dan lebih baik.
h. Pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan
Berpikir kritis digunakan untuk mengevaluasi suatu
argumentasi dan kesimpulan, mencipta suatu pemikiran baru dan
alternatif solusi tindakan yang akan diambil.

2.2.3 Model berpikir kritis


a. Total recall/kemampuan mengingat
Kemampuan mengingat kembali fakta dimana dan bagaimana
menemukan pengalaman dalam memorinya ketika dibutuhkan. Fakta-
fakta keperawatan didapatkan berasal dari berbagai sumber, baik di
kelas, buku, informasi dari klien atau sumber lainnya. Misalnya, data-
data tentang klien dapat ditemukan dalam pengumpulan data. Selain
itu, dapat dikatakan juga sebagai sebagai kemampuan untuk
mengakses pengetahuan, karena pengetahuan menjadikan sesuatu
dapat dipelajari dan disimpan dalam pikiran. Setiap orang mempunyai
berbagai kelompok pengetahuan yang berfariasi di pikirannya.
Total recall sangat tergantung pada kemampuan memori otak.
Memori adalah suatu proses yang kompleks, yaitu proses untuk
mengingat kembali hal-hal yang berhubungan dengan fakta dari
beberapa pengalamannya. Kemampuan mengkaji pengetahuan sangat
penting, karena dengan pengetahuan itu seseorang belajar dan
mengaplikasikannya dengan wawasan yang luas. Seorang perawat
pemula yang pengetahuan dan wawasannya tentang keperawatan
sangat sedikit akan mengalami masalah dalam pengaplikasian
ilmunya. Sebagai contoh, perawat telah sering melakukan intervensi

2
keperawatan pemberian obat intravena. Demi kepentingan evaluasi
dan peningkatan aktivitasnya di kemudian hari, perawat tersebut
mencoba mengingat kembali apa dan bagaimana pemberian obat
intravena yang pernah dilakukan. Selanjutnya, mereka akan coba
membangdingkan dengan standar, mencari kesenjangan yang terjadi,
serta coba menjawab mengapa kesenjangan itu terjadi.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa total recall adalah
mengingat fakta-fakta dimana dan mengapa serta menemukan sesuatu
yang diperlukan dan fakta dalam keperawatan yang diperoleh dari
berbagai sumber termasuk klien dan keluarganya.
b. Habits/kebiasaan
Pola pikir yang dilang-ulang akan menjadi suatu kebiasaan
baru (second nature) yang secara spontan dapat dilakukan. Hasil dari
kebiasaan tersebut menjadi cara baru dalam melakukan suatu
pekerjaan. Orang sering mengartikan bahwa suatu kebiasaan dilakukan
itu dilakukan tanpa berpikir. Hal itu sebenarnya bukan perilaku
kebiasaan, tetapi hanya proses berpikir untuk menjadi kebiasaan.
Proses berpikir dalam suatu kebiasaan sudah tersusun secara sistematis
dan dapat berjala mendekati otomatis tanpa banyak waktu untuk
mempertimbangkan penggunaan cara-cara baru dalam melakukan
suatu aktifitas tertentu. Sebagai contoh, kebiasaan perawat mencuci
tangan adalah suatu kebiasaan yang sangat berguna dalam profesi
keperawatan, yang selanjutnya akan menjadi kebiasaan yang menetap.
c. Inquiry/penyelidikan
Adalah suatu penemuan fakta melalui pembuktian dengan
pengujian terhadap suatu isu penting atau pertanyaan yang
membutuhkan suatu jawaban. Penyelidikan merupakan buah pikiran
utama yang digunakan dalam memperoleh suatu kesimpulan.
Walaupun kesimpulan dapat diperoleh tanpa harus menggunakan
penyelidikan, tetapi penggunaan penyelidikan akan menghasilkan
suatu kesimpulan yang lebih baik dan akurat. Tahap penyelidikan
dalam praktik perawatan sangat penting, dimana perawat harus

2
mampu berpikir dengan membandingakan dan menganalisis antara
informasi yang telah ditemukan dengan pengetahuan atau ilmu yang
pernah dipelajari.
Penyelidikan dalam praktek keperawatan sangat penting,
terutama pada tahap pengkajian, meliputi :
1. Mencari atau mendapatkan informasi suatu hal.
2. Membuat rangkuman sementara dari informasi yang didapat.
3. Mengenali beberapa kesenjangan atas rangkuman yang dibuat.
4. Mengumpulkan informasi tambahan yang berhubungan dengan
informasi pertama.
5. Membandingkan antara informasi baru dengan apa yang lebih
dulu diketahuinya.
6. Mencoba menjawab beberapa pertanyaan dan analisis yang bias.
7. Mempertimbangkan satu atau lebih alternatif kesimpulan.
8. Memvalidasi keaslian alternatif kesimpulan dengan lebih banyak
informasi.
d. New ideas and creativity/ide-ide baru dan kreativitas
Adalah ide-ide dan kreativitas yang menekankan bentuk
berpikir yang sangat khusus. Berpikir kreatif (creative thinking) adalah
kebalikan dari kebiasaan (habits). Pemikir kreatif sangat menghargai
adanya kesalahan dan perbedaan terhadap nilai-nilai yang
dipelajarinya. Ide-ide baru dan kreativitas dasar perlu dikembangkan
dalam keperawatan, karena keperawatan emmiliki banyak standar
yang dapat menjamin pekerjaan lebih baik, tetapi tidak selalu dapat
dilakukan. Oleh karena itu, perawat harus lebih banyak belajar,
sehingga memperoleh informasi baru yang berkualitas untuk
melakukan praktek keperawatan. Sebagai contoh adalah bagaimana
perawat menggunakan ide-ide dan kreativitasnya dalam menyiasati
kurangnya peralatan dalam memberikan asuhan keperawatan.
e. Knowing how you think/tahu bagaimana kamu berpikir
Adalah kemampuan pengetahuan kita tentang bagaimana kita
berpikir. Model ”tahu bagaimana kamu berpikir ini” dapat membantu

2
perawat bekerja secara kolaborasi dengan profesi kesehatan lain. Suatu
hal yang sangat penting dari tahu bagaimana kamu berpikir ini adalah
mereka bekerja dengan refleksi, bagaimana yang telah perawat dan
klien pikirkan dalam bekerja sama sewaktu menjalankan asuhan
keperawatan. Misalnya, pada saat melakukan perawatan luka, perawat
harus selalu berpikir dan menjawab tentang apa dan mengapa
perawatan luka dilakukan, dan bagaimana keterlibatan nurani perawat
dan berempati saat melakukan tindakan itu.
2.3.4 Fungsi berpikir kritis
Kemampuan berpikir kritis dalam asuhan keperawatan mempunyai
peranan yang sangat penting. Berikut ini merupakan fungsi atau manfaat
berpikir kritis dalam keperawatan.
a. Penggunaan proses berpikir kritis dalam aktivitas keperawatan
sehari-hari.
b. Membedakan sejumlah penggunaan dan isu-isu dalam keperawatan.
c. Mengidentifikasi dan merumuskan masalah keperawatan.
d. Menganalisis pengertian hubungan dari masing-masing indikasi,
penyebab dan tujuan, serta tingkat hubungan.
e. Menganalisis argumen dan isu-isu dalam kesimpulan dan
tindakan yang dilakukan.
f. Mengaji asumsi-asumsi yang berkembang dalam keperawatan.
g. Melaporkan data dan petunjuk-petunjuk yang akurat dalam
keperwatan.
h. Membuat dan mengecek dasar analisis dan validasi data
keperawatan.
i. Merumuskan dan menjelaskan keyakinan tentang aktivitas
keperawatan.
j. Digunakan dalam memberikan penjelasan, kerja sama, pembenaran,
keyakinan, dan kesimpulan serta tindakan keperawatan yang
dilakukan.
k. Memberikan alasan-alasan yang relevan terhadap
keyakinan dan kesimpulan yang dilakukan.

2
l. Merumuskan dan menjelaskan nilai-nilai keputusan dalam
keperawatan.
m. Mencari alasan-alasan, kriteria, prinsip-prinsip, dan aktivitas nilai-
nilai keputusan.
n. Mengevaluasi penampilan kinerja perawat dan kesimpulan
asuhan keperawatan.
2.3.5 Berpikir sistematik
Berpikir sistemik (Systemic Thinking) adalah sebuah cara untuk
memahami sistem yang kompleks dengan menganalisis bagian-bagian
sistem tersebut untuk kemudian mengetahui pola hubungan yang terdapat
didalam setiap unsur atau elemen penyusun sistem tersebut. Pada
prinsipnya berpikir sistemik mengkombinasikan dua kemampuan berpikir,
yaitu kemampuan berpikir analis dan berfikir sintesis.
Ada beberapa istilah yang sering kita jumpai yang memiliki
kemiripan dengan berpikir sistemik (systemic thinking), yaitu Systematic
thinking (berpikir sistematik), Systemic thinking (berpikir sistemik), dan
Systems thinking (berpikir serba-sistem). Jika dikaji, maka semua istilah
itu berakar dari kata yang sama yaitu “sistem” dan “berpikir”, namun
menunjukkan konotasi yang berbeda, karena itu memiliki tujuan yang
berbeda pula.
Konsep sistem setidaknya menyangkut pengertian adanya elemen
atau unsur yang membentuk kesatuan, lalu ada atribut yang mengikat
mereka, yaitu tujuan bersama. Karena itu, setiap elemen berhubungan satu
sama lain (relasi) berdasarkan suatu aturan main yang disepakati bersama.
Kesatuan antar elemen (sistem) itu memiliki batas (boundary) yang
memisahkan dan membedakannya dari sistem lain di sekitarnya.
Berpikir sistematik (sistematic thinking), artinya memikirkan
segala sesuatu berdasarkan kerangka metode tertentu, ada urutan dan
proses pengambilan keputusan. Di sini diperlukan ketaatan dan
kedisiplinan terhadap proses dan metoda yang hendak dipakai. Metoda
berpikir yang berbeda akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda,
namun semuanya dapat dipertanggungjawabkan karena sesuai dengan

2
proses yang diakui luas.

2.3 Penilaian sistematis sebelum, saat dan sesudah bencana pada


korban, survivor, populasi rentan, dan berbasis komunitas
2.3.1 Sebelum bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
a. Dalam situasi tidak terjadi bencana
Situasi Tidak Terjadi Bencana Situasi tidak ada potensi
bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang berdasarkan analisis
kerawanan bencana pada periode waktu tertentu tidak menghadapi
ancaman bencana yang nyata. Penyelenggaraan penanggulangan
bencana dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi :
1. Perencanaan penanggulangan bencana
2. Pengurangan risiko bencana
3. Pencegahan
4. Pemaduan dalam perencanaan pembangunan
5. Persyaratan analisis risiko bencana
6. Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang
7. Pendidikan dan pelatihan
8. Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
b. Situasi terdapat potensi bencana pada situasi ini perlu adanya
kegiatan- kegiatan kesiap siagaan, peringatan dini dan mitigasi
bencana dalam penanggulangan bencana.
1. Kesiapsiagaan
 Mencakup penyusunan rencana pengembangan
sistem peringatan, pemeliharaan persediaan dan
pelatihan personil.
 Mungkin juga merangkul langkah-langkah
pencarian dan penyelamatan serta rencana evakuasi
untuk daerah yang mungkin menghadapi risiko dari
bencana berulang.
 Langkah kesiapan tersebut dilakukan sebelum

2
peristiwa bencana terjadi dan ditunjukan untuk
meminimalkan korban jiwa, gangguan layanan, dan
kerusakan saat bencana terjadi.
2. Peringatan dini
Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada
semua pihak, khususnya mereka yang potensi terkena
bancana akan kemunginan datangnya suatu bencana di
daerahnya masing- masing. Peringatan didasarkan berbagai
informasi teknis dan ilmiah yang dimiliki, diolah atau
diterima dari pihak berwenang mengenai kemungkinan
datangnya suatu bencana.
3. Mitigasi Bencana
 Mencakup semua langkah yang diambil untuk
mengurangi skala bencana di masa mendatang, baik
efek maupun kondisi rentan terhadap bahaya itu
sendiri.
 Oleh karena itu kegiatan mitigasi lebih difokuskan
pada bahaya itu sendiri atau unsur-unsur yang
terkena ancaman tersebut. Misalnya saja
pembangunan rumah tahan gempa, pembuatan
irigasi air pada daerah yang kekeringan.

2.3.2 Saat Bencana (Tanggap darurat)


Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap
darurat meliputi :
a. Penyelamatan dan evakuasi korban dengan menggunakan triage.
b. Penentuan status keadaan darurat bencana.

2
c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
d. Pemenuhan kebutuhan dasar.
e. Perlindungan terhadap kelompok rentan (lansia, wanita hamil dan
menyusui, anak-anak, penderita penyakit kronis, orang-orang
dengan keterbatasan fisik/cacat, penderita gangguan mental).
f. Pemulihan dengan segara sarana dan prasarana vital

2.3.3 Pasca Bencana (Recovery)


Penanggulangan pasca bencana meliputi dua tindakan utama yaitu
rehabilitas dan rekontruksi.
a. Rehabilitasi
Upaya yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah
perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca
bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat
pada wilayah pascabencana.
Kegiatan yang dilakukan meliputi :
1. Perbaikan lingkungan daerah bencana.
2. Perbaikan prasarana dan sarana umum.
3. Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat.
4. Pemulihan sosial psikologis.
5. Pelayanan kesehatan (terlebih untuk populasi rentan).
6. Rekonsiliasi dan resolusi konflik.
7. Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya.
8. Pemulihan keamanan dan ketertiban.
9. Pemulihan fungsi pemerintahan.
10. Pemulihan fungsi pelayanan public
b. Rekontruksi
Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk
membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat
bencana secara lebih baik dan sempurna. Oleh sebab itu

2
pembangunannya harus dilakukan melalui suatu perencanaan yang
didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor terkait.
Kegiatan yang dilakukan meliputi :
1. Pembangunan kembali prasarana dan sarana.
2. Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat.
3. Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya
masyarakat.
4. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan
peralatan yang leb,,mih baik dan tahan bencana.
5. Partisipasi dan peran serta lembaga dan
organisasi kemasyarakatan, dunia usaha
dan masyarakat.
6. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya.
7. Peningkatan fungsi pelayanan public.
8. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

3
BAB III
PENUTU P

3.1 Kesimpulan
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya
cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat
serta transportasi. Tindakan ini merupakan proses yang berkesinambungan
sepanjang pengelolaan musibah massal. Proses triase inisial harus
dilakukan oleh petugas pertama yang tiba ditempat kejadian dan tindakan
ini harus dinilai ulang terus menerus karena status triase pasien dapat
berubah. Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode
triase yang dianjurkan bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau
sistim triase Penuntun Lapangan START (Simple Triage And Rapid
Transportation).
Keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir
pada level yang kompleks dan menggunakan proses analisis dan evaluasi.
Berpikir kritis mengandung aktivitas mental dalam hal memecahkan
masalah, menganalisis asumsi, memberi rasional, mengevaluasi,
melakukan penyelidikan, dan mengambil keputusan.
Berpikir sistematis artinya memikirkan segala sesuatu berdasarkan
kerangka metode tertentu, ada urutan dan proses pengambilan keputusan.
Di sini diperlukan ketaatan dan kedisiplinan terhadap proses dan metoda
yang hendak dipakai. Metoda berpikir yang berbeda akan menghasilkan
kesimpulan yang berbeda, namun semuanya dapat dipertanggungjawabkan
karena sesuai dengan proses yang diakui luas.
Penilaian sistematis dibagi menjadi tiga bagian yaitu : sebelum
terjadi bencana, saat terjadi atau fase gawat darurat, dan setelah terjadi
bencana atau masa pemulihan.

3
3.2 Saran
Pembuatan makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan, karena
keterbatasan sumber yang kami peroleh. Sehingga isi dari makalah ini
masih bersifat umum, oleh karena itu kami harapkan agar pembaca bisa
mecari sumber yang lain guna membandingkan dengan pembahasan yang
kami buat, guna mengoreksi bila terjadi kelasahan dalam pembuatan
makalah ini.

3
DAFTAR PUSTAKA

Dr. I .Khambali, S.T., M. (n.d.). No Title. https://www.google.com/books?


hl=en&lr=&id=7i1LDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR3&dq=jurnal+Ko
nsep+dan+model+model+Triase+bencana&ots=xoLKi1qo_&sig=xb
O8H7peoBQ4Zp_2IXf1gUvHwW4
Emnina, E. S. M. N. (n.d.). No Title. https://www.google.com/books?
hl=en&lr=&id=RStMEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA17&dq=jurnal+
Konsep+dan+model+model+Triase+bencana&ots=qdlMLRRkJ9&si
g=O3olqExfdbK6pR718rpG7mToajI Ns. Kalpana Kartika, S.Kep.,
M. S. (2021). No Title. https://www.google.com/books?
hl=en&lr=&id=xdonEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=jurnal+Ko
nsep+dan+model+model+Triase+bencana&ots=8-
0ftxSc3I&sig=X0io754B97Vyhunq6QDZp1D_Qxo

Anda mungkin juga menyukai