Anda di halaman 1dari 24

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA

AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO

MAKALAH
KONSEP TRIAGE

Untuk kalangan sendiri

YAYASAN WAHANA KARYA BHAKTI HUSADA


AKADEMI KEPERAWATAN RSPAD
GATOT SOEBROTO
JAKARTA
2018

1
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG ……………………………………………………
1.2. TUJUAN …………………………………………………………………
BAB II KONSEP DASAR TEORI
2.1. SEJARAH TRIAGE …………………………………………………………
2.2. PENGERTIAN ………………………………………………………………
2.3. TUJUAN TRIAGE …………………………………………………………
2.4. PRINSIP DAN TIPE TRIAGE ……………………………………………
2.5. KLASIFIKASI DAN PENENTUAN PRIORITAS ………………………
2.6. PROSES TRIAGE ……………………………………………………….
2.7. DOKUMENTASI TRIAGE …………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA

2
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kita tak asing lagi dengan istilah triase. Triase merupakan pintu masuk paling awal sebagai garda
utama memilah korban gawat darurat berdasarkan skala prioritasnya sehingga pasien tersebut
mendapat penanganan yang tepat. Hal tersebut sangat penting untuk pasien agar para klinisi di
rumah sakit pada khususnya tidak saling lempar-melempar pasien termasuk di dalamnya kebutuhan
terapi setiap korban didasarkan pada penilaian kondisi ABC (Airways, Breathing,Circulation).
Triase juga berlaku untuk pemilahan penderita di lapangan atau pada keadaan bencana. Triase juga
berguna untuk menentukan rumah sakit rujukan mana yang sesuai dengan kondisi penderita.
Konsep Triage pertama kali diperkenalkan pada waktu perang dunia I oleh tim dokter dari Prancis
sewaktu menolong korban perang di lini depan. Sewaktu masa perang dimana jumlah korban lebih
dari faslitas dan tenaga medis yang tersedia harus dilakukan pemisahan antara para korban (Triage)
demi mendapatkan hasil yang optimal.

1.2 Tujuan
Setelah pembelajaran Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami:
1. Sejarah Triage
2. Pengertian
3. Tujuan Triage
4. Prinsip Dan Tipe Triage
5. Tipe Triage Di Rumah Sakit
6. Klasifikasi Dan Penentuan Prioritas
7. Pembagian Triage
8. Pendekatan Manajemen pada Triase di Instalasi Gawat Darurat
9. Triase Rumah Sakit
10. Proses Triage
11. Alur Dalam Proses Triage
12. Dokumentasi Triage

3
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Triage


Penggunaan istilah triage ini sudah lama berkembang. Konsep awal triage modern yang
berkembang meniru konsep pada jaman Napoleon dimana Baron Dominique Jean Larrey (1766 –
1842), seorang dokter bedah yang merawat tentara Napoleon, mengembangkan dan melaksanakan
sebuah system perawatan dalam kondisi yang paling mendesak pada tentara yang datang tanpa
memperhatikan urutan kedatangan mereka. System tersebut memberikan perawatan awal pada luka
ketika berada di medan perang kemudian tentara diangkut ke rumah sakit/tempat perawatan yang
berlokasi di garis belakang. Sebelum Larrey menuangkan konsepnya, semua orang yang terluka
tetap berada di medan perang hingga perang usai baru kemudian diberikan perawatan.
Pada tahun 1846, John Wilson memberikan kontribusi lanjutan bagi filosofi triase. Dia
mencatat bahwa, untuk penyelamatan hidup melalui tindakan pembedahan akan efektif bila
dilakukan pada pasien yang lebih memerlukan.
Pada perang dunia I, pasien akan dipisahkan di pusat pengumpulan korban secara langsung
akan dibawa ke tempat dengan fasilitas yang sesuai. Pada perang dunia II diperkenalkan pendekatan
triage dimana korban dirawat pertama kali dilapangan oleh dokter dan kemudian dikeluarkan dari
garis perang untuk perawatan yang lebih baik. Pengelompokan pasien dengan tujuan untuk
membedakan prioritas penanganan dalam medan perang pada perang dunia I, maksud awalnya
adalah untuk menangani luka yang minimal pada tentara sehingga dapat segera kembali ke medan
perang.
Penggunaan awal kata “trier” mengacu pada penampisan screening di medan perang. Kini
istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan
terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta
fasilitas yang paling efisien terhadap hamper 100 juta orang yang memerlukan pertolongan di unit
gawat darurat (UGD) setiap tahunnya. Berbagai system triage mulai dikembangkan pada akhir
tahun 1950-an seiring jumlah kunjungan UGD yang telah melampaui kemampuan sumber daya
yang ada untuk melakukan penanganan segera. Tujuan triage adalah memilih atau menggolongkan
semua pasien yang datang ke UGD dan menetapkan prioritas penanganan.
2.2. Pengertian
1. Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara yang
memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling
4
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang memerlukan
pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).
2. Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat
kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas penanganan dan
sumber daya yang ada.
3. Triage adalah suatu system pembagian/klasifikasi prioritas klien berdasarkan berat ringannya
kondisi klien/kegawatdaruratannya yang memerlukan tindakan segera. Dalam triage, perawat
dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan
intervensi secepatnya yaitu ≤ 10 menit.
4. Triase berasal dari bahasa Perancis trier dan bahasa inggris triage dan diturunkan dalam
bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah pasien berdasar
beratnya cidera/penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat. Kini istilah
tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep pengkajian yang cepat dan
berfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia,
peralatan serta fasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang yang memerlukan
perawatan di UGD setiap tahunnya (Pusponegoro, 2010).

2.3. Tujuan Triage


Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi mengancam nyawa. Tujuan triage
selanjutnya adalah untuk menetapkan tingkat atau drajat kegawatan yang memerlukan pertolongan
kedaruratan.
Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
1. Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
2. Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan
3. Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses penanggulangan /
pengobatan gawat darurat
4. Sistem Triage dipengaruhi oleh :
5. Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan
6. Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien
7. Denah bangunan fisik unit gawat darurat
8. Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan medis

5
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
2.4. Prinsip Dan Tipe Triage
“Time Saving is Life Saving (waktu keselamatan adalah keselamatan hidup), The Right
Patient, to The Right Place at The Right Time, with The Right Care Provider.
1. Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang mengancam
kehidupan atau injuri adalah hal yang terpenting di departemen kegawatdaruratan.
2. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
Ketelitian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses interview.
3. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan bila terdapat
informasi yang adekuat serta data yang akurat.
4. Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara akurat seorang pasien
dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal tersebut termasuk intervensi
terapeutik, prosedur diagnostic dan tugas terhadap suatu tempat yang diterima untuk suatu
pengobatan.
5. Tercapainya kepuasan pasien
a. Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas saat menetapkan hasil
secara serempak dengan pasien
b. Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan yang dapat
menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada seseorang yang sakit dengan keadaan
kritis.
c. Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga atau temannya.
Menurut Brooker, 2008. Dalam prinsip triase diberlakukan system prioritas, prioritas
adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai penanganan
yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien
berdasarkan:
1) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
2) Dapat mati dalam hitungan jam
3) Trauma ringan
4) Sudah meninggal
Pada umumnya penilaian korban dalam triage dapat dilakukan dengan :
1. Menilai tanda vital dan kondisi umum korban
6
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
2. Menilai kebutuhan medis
3. Menilai kemungkinan bertahan hidup
4. Menilai bantuan yang memungkinkan
5. Memprioritaskan penanganan definitive
6. Tag warna

2.5. Tipe Triage Di Rumah Sakit


1. Tipe 1 : Traffic Director or Non Nurse
a. Hampir sebagian besar berdasarkan system triage
b. Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah
c. Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa sakitnya
d. Tidak ada dokumentasi
e. Tidak menggunakan protocol
2. Tipe 2 : Cek Triage Cepat
a. Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat beregistrasi atau dokter
b. Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama
c. Evaluasi terbatas
d. Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera mendapat
perawatan pertama
3. Tipe 3 : Comprehensive Triage
a. Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan berpengalaman
b. 4 sampai  5 sistem kategori
c. Sesuai protocol

2.6. Klasifikasi Dan Penentuan Prioritas


Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan pada keluhan utama,
riwayat medis, dan data objektif yang mencakup keadaan umum pasien serta hasil pengkajian fisik
yang terfokus. Menurut Comprehensive Speciality Standart, ENA tahun 1999, penentuan triase
didasarkan pada kebutuhan fisik, tumbuh kembang dan psikososial selain pada factor-faktor yang
mempengaruhi akses pelayanan kesehatan serta alur pasien lewat system pelayanan kedaruratan.
Hal-hal yang harus dipertimbangkan mencakup setiap gejala ringan yang cenderung berulang atau
meningkat keparahannya.

7
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam system triage adalah kondisi klien yang
meliputi :
1. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang memerlukan
penanganan dengan cepat dan tepat.
2. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan penanganan
cepat dan tepat seperti kegawatan.
3. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan ABC
(Airway /  jalan nafas, Breathing / Pernafasan, Circulation / Sirkulasi), jika tidak ditolong
segera maka dapat meninggal atau cacat (Wijaya, 2010)
Berdasarkan prioritas keperawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :
Tabel 1. Klasifikasi Triage
KLASIFIKASI KETERANGAN
Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa / adanya gangguan
ABC dan perlu tindakan segera, misalnya cardiac arrest,
penurunan kesadaran, trauma mayor dengan perdarahan
hebat
Gawat tidak darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan
tindakan darurat. Setelah dilakukan resusitasi maka
ditindaklanjuti oleh dokter spesialis. Misalnya : pasien
kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan lainnya
Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi
memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar, tidak ada
gangguan ABC dan dapat langsung diberikan terapi
definitive. Untuk tindak lanjut dapat ke poliklinik,
misalnya laserasi, fraktur minor /  tertutup, otitis media
dan lainnya
Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan
tindakan gawat. Gejala dan tanda klinis ringan /
asimptomatis. Misalnya penyakit kulit, batuk, flu, dan
sebagainya.

Tabel 2. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)

8
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
KLASIFIKASI KETERANGAN
Prioritas I (MERAH) Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu
resusitasi dan tindakan bedah segera,
mempunyai kesempatan hidup yang besar.
Penanganan dan pemindahan bersifat segera
yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan
dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan
nafas, tension pneumothorak, syok
hemoragik, luka terpotong pada tangan dan
kaki, combutio (luka bakar tingkat II dan III
> 25 %
Prioritas II (KUNING) Potensial mengancam nyawa atau fungsi
vital bila tidak segera ditangani dalam
jangka waktu singkat. Penanganan dan
pemindahan bersifat jangan terlambat.
Contoh : patah tulang besar, combutio (luka
bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma
thorak / abdomen, laserasi luas, trauma bola
mata.
Prioritas III (HIJAU) Perlu penanganan seperti pelayanan biasa,
tidak perlu segera. Penanganan dan
pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka
superficial, luka-luka ringan.
Prioritas 0 (HITAM) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka
sangat parah. Hanya perlu terapi suportif.
Contoh henti jantung kritis, trauma kepala
kritis.

Tabel 3. Klasifikasi berdasarkan Tingkat Keakutan (Iyer, 2004).


TINGKAT KEAKUTAN KETERANGAN
Kelas I Pemeriksaan fisik rutin (misalnya memar minor) dapat
9
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
menunggu lama tanpa bahaya
Kelas II Nonurgen / tidak mendesak (misalnya ruam, gejala flu)
dapat menunggu lama tanpa bahaya
Kelas III Semi-urgen / semi mendesak (misalnya otitis media)
dapat menunggu sampai 2 jam sebelum pengobatan
Kelas IV Urgen / mendesak (misalnya fraktur panggul, laserasi
berat, asma); dapat menunggu selama 1 jam
Kelas V Gawat darurat (misalnya henti jantung, syok); tidak boleh
ada keterlambatan pengobatan ; situasi yang mengancam
hidup

Beberapa petunjuk tertentu yang harus diketahui oleh perawat triage yang mengindikasikan
kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut meliputi :
1. Nyeri hebat
2. Perdarahan aktif
3. Stupor / mengantuk
4. Disorientasi
5. Gangguan emosi
6. Dispnea saat istirahat
7. Diaforesis yang ekstern
8. Sianosis
9. Tanda vital diluar batas normal (Iyer, 2004).

2.7. Pembagian Triase


Berbagai sistem triase mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-an seiring jumlah
kunjungan IGD yang telah melampaui kemampuan sumber daya yang ada untuk melakukan
penanganan segera. Tujuan triase adalah memilih atau menggolongkan semua pasien yang datang
ke IGD dan menetapkan prioritas penanganan Triase terbagi atas Single Patient Triage dan Routine
Multiple Casualty Triage.

2.7.1. Single Patient Triage


Menurut Pusponegoro (2011), triase tipe ini dilakukan terhadap satu pasien pada fase pra-
rumah sakit maupun pada fase rumah sakit di Instalasi Gawat Darurat dalam day to day emergency
dimana pasien dikategorikan ke dalam pasien gawat darurat (true emergency) dan pasien bukan

10
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
gawat darurat (false emergency). Dasar dari cara triase ini adalah menanggulangi pasien yang dapat
meninggal bila tidak dilakukan resusitasi segera. Single patient triage dapat juga dibagi dalam
kategori berikut:
1. Resusitasi adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat dan mengancam nyawa
serta harus mendapat penanganan resusitasi segera.
2. Emergent adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat karena dapat
mengakibatkan kerusakan organ permanen dan pasien harus ditangani dalam waktu maksimal
10 menit.
3. Urgent adalah pasien yang datang dengan keadaan darurat tidak gawat yang harus ditangani
dalam waktu maksimal 30 menit.
4. Non-urgent adalah pasien yang datang dalam kondisi tidak gawat tidak darurat dengan
keluhan yang ringan-sedang, tetapi mempunyai kemungkinan atau dengan riwayat penyakit
serius yang harus mendapat penanganan dalam waktu 60 menit.
5. False emergency adalah pasien yang datang dalam kondisi tidak gawat tidak darurat dengan
keluhan ringan dan tidak ada kemungkinan menderita penyakit atau mempunyai riwayat
penyakit yang serius.
2.7.2. Routine Multiple Casualty Triage
1. Simple triage and rapid treatment (START)
Dalam Hospital Preparedness for Emergencies & Disasters (2007) dinyatakan bahwa sistem
ini ideal untuk Incident korban massal tetapi tidak terjadi functional collapse rumah sakit. Ini
memungkinkan paramedik untuk memilah pasien mana yang perlu dievakuasi lebih dulu ke
rumah sakit. Prinsip dari START adalah untuk mengatasi ancaman nyawa, jalan nafas yang
tersumbat dan perdarahan masif arteri. START dapat dengan cepat dan akurat tidak boleh
lebih dari 60 detik perpasien dan mengklasifikasi pasien ke dalam kelompok terapi:
a. Hijau: pasien sadar dan dapat jalan dipisahkan dari pasien lain, walking wounded dan pasien
histeris.
b. Kuning/delayed: semua pasien yang tidak termasuk golongan merah maupun hijau.
c. Merah/immediate (10%-20% dari semua kasus): semua pasien yang ada gangguan air way,
breathing, circulation, disability and exposure. Termasuk pasien-pasien yang bernafas setelah
air way dibebaskan, pernafasan > 30 kali permenit, capillary refill > 2 detik.
d. Hitam: meninggal dunia
2. Triase bila jumlah pasien sangat banyak

11
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
SAVE (secondary Assessment of Victim Endpoint). Sistem ini dapat mentriase dan
menstratifikasi korban bencana. Ini sangat membantu bila dilakukan dilapangan dimana
jumlah pasien banyak, sarana minimum dan jauh dari fasilitas rumah sakit definitive (Depkes,
2007a). Kategori triase dalam SAVE dibagi menjadi tiga kategori sebagai berikut:
a. Korban yang akan mati tanpa melihat jumlah perawatan yang diterimanya.
b. Korban yang akan selamat tanpa melihat langkah perawatan apa yang diberikan.
c. Korban yang akan sangat beruntung dari intervensi di lapangan yang sangat terbatas

2.8. Pendekatan Manajemen pada Triase di Instalasi Gawat Darurat


2.8.1. Pengorganisasian Triase di Instalasi Gawat Darurat
Pengorganisasian merupakan proses penyusunan pembagian kerja ke dalam unit-unit kerja
dan fungsi-fungsinya beserta penempatannya dengan cara yang tepat mengenai orang-
orangnya (staffing) yang harus menduduki fungsi-fungsi itu berikut penentuannya dengan
tepat tentang hubungan wewenang dan tanggung jawabnya (Handoko, 2003).
2.8.2. Kebijakan dan Standar Prosedur Operasional
Lumenta (2012) menyatakan bahwa kebijakan adalah rangkaian konsep dan ketentuan pokok
yang menjadi garis besar dan dasar bagi rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, serta
konsistensi dengan tujuan organisasi, sedangkan standar prosedur operasional adalah suatu
perangkat instruksi atau langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses
kerja rutin tertentu. SPO membantu mengurangi kesalahan dan pelayanan dibawah standar
dengan memberikan langkah-langkah yang sudah diuji dan disetujui dalam melaksanakan
berbagai kegiatan. Standar prosedur operasional disusun dengan tujuan agar berbagai proses
kerja rutin terlaksana dengan efisien, efektif, konsisten dan aman, dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku. Standar prosedur
operasional disusun didasarkan atas kebijakan yang berlaku (Lumenta, 2012).

2.8.3. Sumber Daya


1. Sumber Daya Manusia
Menurut Handoko (2003), sumber daya manusia merupakan titik kunci untuk mencapai
keberhasilan suatu tujuan organisasi. Oleh karena itu perencanaan dan kebutuhan sumber
daya manusia perlu dikaji secara mendalam. Perencanaan sumber daya manusia merupakan
12
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
suatu proses untuk menentukan jumlah, jenis tenaga kerja yang dibutuhkan organisasi, pada
waktu dan tempat yang tepat, dengan harapan tenaga kerja tersebut mampu melaksanakan
tugas-tugas sesuai dengan harapan organisasi. Triase di Instalasi Gawat Darurat dapat
dilakukan oleh dokter maupun perawat yang bersertifikasi gawat darurat.
2. Sarana dan Pendukung Triase
Sarana tempat layanan triase di Instalasi Gawat Darurat harus tersedia dan memiliki kapasitas
yang memadai dengan kondisi bangunan kokoh saat terjadi bencana. Oleh karena itu desain
dan konstruksi bangunan daerah rawan gempa harus kuat dan lebih khusus di bandingkan
bangunan daerah yang tidak rawan gempa (Depkes RI, 2007b).
Selain itu diperlukan lokasi pemisahan khusus untuk pasien infeksius dan non-infeksius serta
area dekontaminasi sebelum pasien memasuki ruang tindakan ataupun pengobatan. Namun
pada pelaksanaannya area triase dilakukan pada daerah yang lebih fleksibel mengikuti jumlah
dan kapasitas Instalasi Gawat Darurat terutama saat bencana terjadi. Hal lain yang harus
difikirkan petugas triase adalah daya tampung dan fasilitas rumah sakit yang ditetapkan tidak
hanya berdasarkan jumlah tempat tidur yang tersedia, tetapi juga berdasarkan kapasitasnya
untuk merawat korban. Dalam suatu kejadian bencana massal permasalahan yang muncul
dalam penanganan korban adalah kapasitas perawatan bedah dan unit perawatan intensif.
Standar tempat penerimaan korban di rumah sakit dimana triase dilakukan (Depkes RI,
2007b) adalah:
a. Akses langsung dengan tempat dimana ambulans menurunkan korban
b. Merupakan tempat tertutup
c. Dilengkapi dengan penerangan yang cukup
d. Akses yang mudah ketempat perawatan utama seperti Instalasi Gawat Darurat, Kamar
Operasi dan Unit Perawatan Intensif.
3. Sistem Transportasi, Informasi dan Komunikasi
a. Transportasi
Kesiapan transportasi sebagai alat pengangkutan baik berupa barang maupun korban
dan petugas kesehatan sangat dibutuhkan dalam menjalankan proses triase. Keperluan
alat transportasi ini mengharuskan sektor kesehatan berkoordinasi dengan rumah sakit
lain guna kepentingan proses pengangkutan dan rujukan serta lembaga lain untuk
dukungan penyediaannya.
b. Informasi dan Komunikasi

13
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
Informasi dan komunikasi sangat diperlukan dalam proses triase masuk/rujuknya pasien
ke dan dari Instalasi Gawat Darurat terutama saat terjadi krisis dan bencana massal.
Depkes RI (2007b), mengemukakan bahwa perencanaan kesiapan informasi internal
rumah sakit menyangkut pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi korban yang
masuk/datang ke rumah sakit, sarana dan prasarana yang dibutuhkan dan ketersediaan
tenaga dan lain-lain.
Pelayanan kegawatan medik di Inggris diorganisasi secara triase tidak langsung dan
triase langsung. Triase tidak langsung pertama tama penderita/penolong kontak dengan
telepon 999 dan kemudian penelpon mendapat nasehat kemana mencari pertolongan.
Triase langsung, penderita dapat masuk pada saat yang baik ke pelayanan gawat darurat
medik dan kemudian dinilai keadaan penderita sebelum dibawa ke tempat pelayanan
yang tepat (Soenarjo, 2004).
Salah satu bentuk informasi dan komunikasi yang kini gencar dilakukan adalah
telenursing. Telenursing yang sudah berlaku di Indonesia adalah prinsip call center di
berbagai rumah sakit dan pusat perawatan yang menerima pengaduan dan layanan
melalui telepon, melakukan teletriage bila pasien mengalami kondisi kegawatdaruratan
(Canadian Nursing Informatics Association, 2006).
4. Alur Pelaksanaan Triase
a. True emergency dan False Emergency (Pusponegoro, 2011)
1) True emergency merupakan pelayanan medik gawat darurat yang memberikan
pertolongan pertama mengenai diagnosis dan upaya penyelamatan jiwa,
mengurangi kecacatan dan kesakitan penderita dalam keadaan sebelum dirujuk.
2) False Emergency merupakan pasien yang tidak memerlukan pemeriksaan dan
perawatan segera, dapat menunggu sesuai antrian sambil tetap dilakukan
observasi longgar oleh petugas.
5. Exercises
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1996 tentang tenaga kesehatan dalam pasal
10 (1) setiap tenaga kesehatan memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan di
bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya. (2) Penyelenggara dan/atau pimpinan sarana
kesehatan bertanggung jawab atas pemberian kesempatan kepada tenaga kesehatan yang
ditempatkan dan/atau bekerja pada sarana kesehatan yang bersangkutan untuk meningkatkan
keterampilan atau pengetahuan melalui pelatihan di bidang kesehatan. Undang-undang
Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit dalam pasal 5 dijelaskan bahwa rumah sakit
14
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
mempunyai fungsi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

2.9. Triase Rumah Sakit


Sistem triase IGD memiliki banyak variasi dan modifikasi yang sesuai dengan kondisi masing-
masing rumah sakit. Beberapa sistem triase yang digunakan di rumah sakit adalah sebagai berikut:
1. Patient Acuity Category Scale (PACS)
Sistem PACS berasal dari singapura dan diadopsi oleh rumah sakit yang bekerja sama atau
berafiliasi dengan Singapore General Hospital. (Hadi, 2014).
PACS terdiri dari 4 skala prioritas yaitu:
a. PAC 1 merupakan kategori pasien-pasien yang sedang mengalami kolaps
kardiovaskular atau dalam kondisi yang mengancam nyawa. Pertolongan pada kategori
ini tidak boleh delay, contohnya antara lain major trauma, STEMI, Cardiac arrest, dan
lain-lain.
b. PAC 2 merupakan kategori pasien-pasien sakit berat, tidur dibrankar atau bed, dan
distress berat, tetapi keadaan hemodinamik stabil pada pemeriksaan awal. Pasien pada
kategori ini mendapatkan prioritas pertolongan kedua dan pengawasan ketat karena
cenderung kolaps bila tidak mendapat pertolongan. Contohnya anatara lain stroke,
fraktur terbuka tulang panjang, serangan asma dan lain-lain.
c. PAC 3 merupakan kategori pasien-pasien dengan sakit akut, moderate, mampu berjalan,
dan tidak beresiko kolaps. Pertolongan secara efektif di IGD biasa cukup
menghilangkan atau memperbaiki keluhan penyakit pasien. Contohnya antara lain
vulnus, demam, cedera ringan-sedang, dan lain-lain.
d. PAC 4 merupakan kategori pasien-pasien non emergency. Pasien ini dirawat di poli.
Pasien tidak membutuhkan pengobatan segera dan tidak menderita penyakit yang
beresiko mengancam jiwa. Contohnya antara lain acne, dislipidemia, dan lain-lain.
2. Worthing Physiology Score System (WPSS)
Worthing Physiological Scoring System (WPSS) adalah suatu sistem skoring prognostik
sederhana yang mengindentifikasi penanda fisiologis pada tahap awal untuk melakukan
tindakan secepatnya, yang dituangkan dalam bentuk intervention-calling score. Skor tersebut
didapatkan dari pengukuran tanda vital yang mencakup tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi pernapasan, temperatur, saturasi oksigen, dan tingkat kesadaran berdasar AVPU
(alert, verbal, pain, unresponsive) (Duckitt, et al., 2007). Intervention-calling score WPSS
15
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
mempunyai keterbatasan pada pasien trauma oleh karena pada pasien trauma walaupun
mengalami kondisi yang berat yang berkaitan dengan traumanya namun dalam keadaan akut
seringkali masih memiliki cadangan fisiologis yang masih baik.
The Worthing Physiological Scoring System (WPSS) melakukan penilaian tanda vital dengan
sederhana dalam identifikasi pasien, serta memberikan kategori triage yang obyektif. Selain
itu WPSS memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
a. Penilaian cepat dan akurat terhadap pasien gawat.
b. Mengubah parameter klinis yang terukur kedalam suatu nilai skor.
c. Peralatan (tensimeter, termometer, dan pulse oxymetri) yang dibutuhkan minimal, tidak
menyakiti, serta mudah digunakan.
d. Penilaian yang dilakukan akan seragam antar staf.

Tabel. The Worthing Physiology Score System (WPSS)


Phyciologic Marker Score 0 Score 1 Score 2 Score 3
Ventilatory frequency ≤ 19 20 - 21 ≥ 22
Pulse ≤ 101 ≥ 102
Systolic blood pressure ≤ 100 ≤ 99
Temperature ≥ 35.3 < 35.3
Oxygen saturation on air 96 to 100 96 to < 96 96 to < 94 < 92
AVPU Alert Other
TOTAL SCORE INTERVENTION
Total Score 0 - 1 NORMAL
Total Score 2 - 4 ALERT
Total Score ≥ 5 URGENT
AVPU, Alert, Voice, Pain and Unconsciousness score

3. Australia Triage Scale


Australian Triage Scale (ATS) merupakan skala yang digunakan untuk mengukur urgensi
klinis sehingga paten terlihat pada waktu yang tepat, sesuai dengan urgensi klinisnya.
(Emergency Triage Education Kit. 2009). Australian Triage Scale (ATS) dirancang untuk
digunakan di rumah sakit berbasis layanan darurat di seluruh Australia dan Selandia Baru. Ini
adalah skala untuk penilaian kegawatan klinis. Meskipun terutama alat klinis untuk
memastikan bahwa pasien terlihat secara tepat waktu, sepadan dengan urgensi klinis mereka,
ATS juga digunakan untuk menilai kasus. Skala ini disebut triase kode dengan berbagai
ukuran hasil (lama perawatan, masuk ICU, angka kematian) dan konsumsi sumber daya
(waktu staf, biaya). Ini memberikan kesempatan bagi analisis dari sejumlah parameter kinerja

16
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
di Unit Gawat Darurat (kasus, efisiensi operasional, review pemanfaatan, efektivitas hasil dan
biaya).
Tabel . Kategori Skala Triase Australia berdasarkan waktu tunggu maksimal.
AUSTRALIAN TRIAGE SCALE ACUITY PERFORMANCE
CATEGORY (Maximum Waiting Time) INDICATOR
THRESHOLD
ATS 1 Immediate 100%
ATS 2 10 minutes 80%
ATS 3 30 minutes 75%
ATS 4 60 minutes 70%
ATS 5 120 minutes 70%

4. Emergency Severity Index (ESI)


Sistem ESI dikembangkan di Amerika Serikat dan Kanada oleh perhimpunan perawat
emergensi. Emergency Severity Index diadopsi secara luas di Eropa, Australia, Asia, dan
rumah sakit-rumah sakit di indonesia. Emergency Severity Index (ESI) memiliki 5 skala
prioritas yaitu:
a. Prioritas 1 (label biru) merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang mengancam jiwa
(impending life/limb threatening problem) sehingga membutuhkan tindakan
penyelematan jiwa yang segera. Parameter prioritas 1 adalah semua gangguan
signifikan pada ABCD. Contoh prioritas 1 antara lain, cardiac arrest, status epilptikus,
koma hipoglikemik dan lain-lain.
b. Prioritas 2 (label merah) merupakan pasien-pasien dengan kondisi yang berpotensi
mengancam jiwa atau organ sehingga membutuhkan pertolongan yang sifatnya segera
dan tidak dapat ditunda. Parameter prioritas 2 adalah pasien-pasien haemodinamik atau
ABCD stabil dengan penurunan kesadaran tapi tidak sampai koma (GCS 8-12). Contoh
prioritas 2 antara lain, serangan asma, abdomen akut, luka sengatan listrik dan lain-lain.
c. Prioritas 3 (label kuning) merupakan pasien-pasien yang membutuhkan evaluasi yang
mendalam dan pemeriksaan klinis yang menyeluruh. Contoh prioritas 3 antara lain,
sepsis yang memerlukan pemeriksaan laboratorium, radiologis dan EKG, demam tifoid
dengan komplikasi dan lain-lain.
d. Prioritas 4 (label kuning) merupakan pasien-pasien yang memerlukan satu macam
sumber daya perawatan IGD. Contoh prioritas 4 antara lain pasien BPH yang
memerlukan kateter urine, vulnus laceratum yang membutuhkan hecting sederhana dan
lain-lain.

17
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
e. Prioritas 5 (label putih) merupakan pasien-pasien yang tidak memerlukan sumber daya.
Pasien ini hanya memerlukan pemeriksaan fisik dan anamnesis tanpa pemeriksaan
penunjang. Pengobatan pada pasien dengan prioritas 5 umumnya per oral atau rawat
luka sederhana. Contoh prioritas 5 antara lain, common cold, acne, eksoriasi, dan lain-
lain. (Hadi, 2014)

2.10. Proses Triage


Proses triage dimulai ketika pasien masuk ke pintu UGD. Perawat triage harus mulai
memperkenalkan diri, kemudian menanyakan riwayat singkat dan melakukan pengkajian, misalnya
terlihat sekilas kearah pasien yang berada di brankar sebelumm mengarahkan ke ruang perawatan
yang tepat.
Pengumpulan data subjektif dan objektif harus dilakukan dengan cepat, tidak lebih dari 5
menit karena pengkajian ini tidak termasuk pengkajian perawat utama. Perawat triage bertanggung
jawab untuk menempatkan pasien di area pengobatan yang tepat, misalnya bagian trauma dengan
peralatan khusus, bagian jantung dengan monitor jantung dan tekanan darah, dll. Tanpa memikirkan
dimana pasien pertama kali ditempatkan setelah triage, setiap pasien tersebut harus dikaji ulang oleh
perawat utama sedikitnya sekali setiap 60 menit.
Untuk pasien yang dikategorikan sebagai pasien yang mendesak atau gawat darurat,
pengkajian dilakukan setiap 15 menit/lebih bila perlu. Setiap pengkajian ulang harus
didokumentasikan dalam rekam medis. Informasi baru dapat mengubah kategorisasi keakutan dan
lokasi pasien di area pengobatan. Misalnya kebutuhan untuk memindahkan pasien yang awalnya
berada di area pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika pasien tampak mual atau
mengalami sesak nafas, sinkope, atau diaphoresis (Iyer, 2004).
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda-tanda objektif bahwa ia mengalami
gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka pasien ditangani terlebih dahulu.
Pengkajian awal hanya didasarkan atas data objektif dan data subjektif sekunder dari pihak
keluarga. Setelah keadaan pasien membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data
subjektif yang berasal langsung dari pasien (data primer)

2.11. Alur Dalam Proses Triage


1. Pasien datang diterima petugas / paramedic UGD
2. Diruang triase dilakukan anamneses dan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk
menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.
18
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
3. Bila jumlah penderita / korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan di
luar ruang triase (di depan gedung IGD)
4. Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna :
a. Segera – Immediate (MERAH). Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang
kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Misalnya : Tension pneumothorax,
distress pernafasan (RR<30x/menit), perdarahan internal, dsb
b. Tunda – Delayed (KUNING). Pasien memerlukan tindakan definitive tetapi tidak ada
ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi terkontrol, fraktur tertutup pada
ekstremitas dengan perdarahan terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan tubuh, dsb.
c. Minimal (HIJAU). Pasien mendapat cidera minimal, dapat berjalan dan menolong diri
sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya : laserasi minor, memar dan lecet, luka
bakar superfisial.
d. Expextant (HITAM). Pasien mengalami cidera mematikan dan akan meninggal meski
mendapat pertolongan. Misalnya : luka bakar derajat 3 hampir diseluruh tubuh,
kerusakan organ vital, dsb.
e. Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan warna : merah,
kuning, hijau, hitam.
f. Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan pengobatan diruang
tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut, penderita/korban
dapat dipindahkan ke ruang operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.
g. Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut
dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien dengan
kategori triase merah selesai ditangani.
h. Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah
memungkinkan untuk dipulangkan, maka penderita/korban dapat diperbolehkan untuk
pulang.
i. Penderita kategori triase hitam (meninggal) dapat langsung dipindahkan ke kamar
jenazah (Rowles, 2007).

2.12. Dokumentasi Triage


Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan
hukum. Sedangkan pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau merekam peristiwa dan
objek maupun aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang dianggap berharga dan penting.
19
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan standar nasional berperan
sebagai alat manajemen resiko bagi perawat UGD. Hal tersebut memungkinkan peninjau yang
objektif menyimpulkan bahwa perawat sudah melakukan pemantauan dengan tepat dan
mengkomunikasikan perkembangan pasien kepada tim kesehatan. Pencatatan, baik dengan
computer, catatan naratif, atau lembar alur harus menunjukkan bahwa perawat gawat darurat telah
melakukan pengkajian dan komunikasi, perencanaan dan kolaborasi, implementasi dan evaluasi
perawatan yang diberikan, dan melaporkan data penting pada dokter selama situasi serius. Lebih
jauh lagi, catatan tersebut harus menunjukkan bahwa perawat gadar bertindak sebagai advokat
pasien ketika terjadi penyimpangan standar perawatan yang mengancam keselamatan pasien
(Anonimous, 2002).
Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi :
1. Waktu dan datangnya alat transportasi
2. Keluhan utama
3. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5. Penempatan di area pengobatan yang tepat (missal : cardiac versus trauma, perawatan minor
vs perawatan kritis)
6. Permulaan intervensi (missal : balutan steril, es, pemakaian bidai, prosedur diagnostic seperti
pemeriksaan sinar X, EKG, GDA, dll

KOMPONEN DOKUMENTASI TRIAGE


1. Tanda dan waktu tiba
2. Umur pasien
3. Waktu pengkajian
4. Riwayat alergi
5. Riwayat pengobatan
6. Tingkat kegawatan pasien
7. Tanda-tanda vital
8. Pertolongan pertama yang diberikan
9. Pengkajian ulang
10. Pengkajian nyeri

20
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
11. Keluhan utama
12. Riwayat keluhan saat ini
13. Data subjektif dan data objektif
14. Periode menstruasi terakhir
15. Imunisasi tetanus terakhir
16. Pemeriksaan diagnostic
17. Administrasi pengobatan
18. Tanda tangan registered nurse

Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter serta dokumentasi
pengkajian dan intervensi keperawatan daripada dalam tulisan rencana perawatan formal (dalam
bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena itu, dokumentasi oleh perawat pada saat instruksi tersebut
ditulis dan diimplementasikan secara berurutan, serta pada saat terjadi perubahan status pasien atau
informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter secara bersamaan akan membentuk
“landasan” perawatan yang mencerminkan ketaatan pada standar perawatan sebagai pedoman.
Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu melakukan dan
mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu, sesuai dengan standar yang
disetujui. Perawat harus mengevaluasi secara continue perawatan pasien berdasarkan hasil yang
dapat diobservasi untuk menentukan perkembangan pasien kea rah hasil dan tujuan dan harus
mendokumentasikan respon pasien terhadap intervensi pengobatan dan perkembangannya. Standar
Joint Commision (1996) menyatakan bahwa rekam medis menerima pasien yang sifatnya gawat
darurat, mendesak, dan segera harus mencantumkan kesimpulan pada saat terminasi pengobatan,
termasuk disposisi akhir, kondisi pada saat pemulangan, dan instruksi perawatan tindak lanjut.

Proses dokumentasi triage menggunakan system SOAPIE, sebagai berikut :


1.      S : data subjektif
2.      O : data objektif
3.      A : analisa data yang mendasari penentuan diagnosa keperawatan
4.      P : rencana keperawatan
5.      I : implementasi, termasuk didalamnya tes diagnostic
6.     E : evaluasi / pengkajian kembali keadaan / respon pasien terhadap pengobatan dan perawatan
yang diberikan (ENA, 2005)

21
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO

DAFTAR PUSTAKA

Aslian, Yan. 2009. Faktor-faktor yang Memperngaruhi Respon Time pada Penanganan Pasien
Instalasi Gawat Darurat RSUP Persahabatan [versi
elektronik].http://rsuppersahabatan.com/elibrary_rsupp/index.php?
k_index=katalog&k_sub_index=9&id_ebuku=161

Astuti Rahmawati Puji, 2009. Hubungan Beban Kerja Perawat IGD dengan Waktu Tanggap
Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat menurut Persepsi Paien di Instalasi Gawat
Darurat Badan Pelayanan Kesehatan RSU Kabupaten Magelang. Tesis.

Australian Council on Health Standart (ACHS). 2000. Clinical Indicator-A Users Manual:
Emergency Medicine Indicator. Sydney: NSW.

Australian College of Emergency Medicine. 2013. The Australian Triage Scale. Carlton Vic.:
Publisher.

22
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO

Australia Government-Department of Health and ageing: Emergency Triage Education Kit. 2009.

Canadian Nursing Informatics Assosiation. (2006). Satgger, Bragley-Thompson quotes. Diakses 20


Febuari 2016 dalam http://www.cnia.ca/about.htm

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Sistem Penanggulagan Gawat Darurat (SPGD).
Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007a). Hospital Preparedness for Emergencies &
Disasters. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007b). Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis


Kesehatan Akibat Bencana. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44


Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Standar Pelayanan Minimal (SPM). Jakarta.

Duckitt RW, Thomas RB, Walker J, Cheek E, Bewick V, Venn R, Forni LG. 2007. Worthing
Physiological Scoring System: derivation and validation of a physiological early-warning
system for medical admissions. An observational, population-based single-centre study.
British Journal of Anesthesia 98 (6): 769-774.

Firmanda, Dodi. 2012. Clinical Pathways dalam Mutu Layanan Rumah Sakit [versi elektronik].
Ketua Komite Medik RSUP Fatmawati Jakarta. http://www.scribd.com /doc/95268923
/Dody-Firmanda-2012-Penjelasan-tentang-Clinical-Pathways-Algoritma-dan-Standing-
Orders

Fitz Gerald, G., Jelinek, G., Scott, D. & Gerdtz, M.F. 2010. Emergency department triage revisited.
Emergency Medicine Journal, 27, 86-92.

Gerdtz, MF., Chu, M., Collins, M., Considine, J., Crellin, D., Sands, N., Stewart, C. & Pollock,
W.E. 2009. Factors influencing consistency of triage using the Australasian Triage Scale:
Implications for guideline development. Emergency Medicine Australasia, 21, 277–285.

Hamid-Reza Khankeh, Davoud Khorasani-Zavareh, Farah Azizi-Naghdloo, Mohammad-Ali


Hoseini, Mahdi Rahgozar (2013). Triage effect on wait time of receiving treatment
services and patients satisfaction in the emergency department: Example from Iran. Iran
Journal Nurs Midwifery Res, 18, 79-83.

Handoko, T.H. (2003). Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Edisi 2. Yogyakarta:
BPFE UGM.

23
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
Hendrik, Pranowo, Sulistyo, et.al., 2006. Pengaruh Waktu Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
Medis terhadap Mutu Pelayanan di Instalasi Gawat darurat RSUD Bantul. Cermin Dunia
Kedokteran No. 152.

Kathleen, Kelvie,. 2008. Triage Consulting [versi elektronik]. Retrive on Desember 2015.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Th. 2009. Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Rumah Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Lumenta. 2012. Pedoman Penyusunan SOP Untuk Rumah Sakit [versi


elektronik].http://www.scribd.com/doc/39154631/Pedoman-Penyusunan-SOP

Martafari, C.A., 2009. Analisis Kelayanan Pengembangan Ruang Rawat Inap VIP di RSU Meuraxa
Banda Aceh Tahun 2007-2008. Tesis. Pacasarjana Universitas Sumatra Utara.

Pusponegoro, A,. 2011. The Silent Disaster, bencana, dan korban massal, Jakarta: CV. Sagung Seto.

Samsul Hadi. 2014 dikutip dalam: https://bloggersitus.wordpress.com/2014/05/19/singapore-


patient-acuity-category-scale-pacs-dan-emergency-severity-index-esi/, diakses 29 Februari
2016.

Siregar, Charles. JP., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan I, Penerbit EGC,
Jakarta.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Cetakan ke-7, Penerbit Alfabeta,
Bandung.

Sutawijaya, R. B. 2009. Gawat Darurat. Yogyakarta: Aulia Publishing.

Teo J. 2005. Triage Course manual. Department of Emergency Medicine. 3rd Ed. Singapore
General Hospital.
Tri Yunanto Arliono, 2012. Kesesuaian penentuan kategori kegawatan antara Singapore Patient
Acuity Categorisation Scale (PACS) dengan Intervention-Calling Score The Worthing
Physiological Scoring System (WPSS) di Triage Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Saiful Anwar Malang. Tesis.

Triwibowo, Cecep. 2012. Perizinan dan Akreditasi Rumah Sakit Sebuah Kajian Hukum Kesehatan.
Cetakan ke-1, Penerbit Nuha Medika.

Uma Sekaran. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

24

Anda mungkin juga menyukai