MAKALAH
KONSEP TRIAGE
1
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG ……………………………………………………
1.2. TUJUAN …………………………………………………………………
BAB II KONSEP DASAR TEORI
2.1. SEJARAH TRIAGE …………………………………………………………
2.2. PENGERTIAN ………………………………………………………………
2.3. TUJUAN TRIAGE …………………………………………………………
2.4. PRINSIP DAN TIPE TRIAGE ……………………………………………
2.5. KLASIFIKASI DAN PENENTUAN PRIORITAS ………………………
2.6. PROSES TRIAGE ……………………………………………………….
2.7. DOKUMENTASI TRIAGE …………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA
2
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Setelah pembelajaran Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami:
1. Sejarah Triage
2. Pengertian
3. Tujuan Triage
4. Prinsip Dan Tipe Triage
5. Tipe Triage Di Rumah Sakit
6. Klasifikasi Dan Penentuan Prioritas
7. Pembagian Triage
8. Pendekatan Manajemen pada Triase di Instalasi Gawat Darurat
9. Triase Rumah Sakit
10. Proses Triage
11. Alur Dalam Proses Triage
12. Dokumentasi Triage
3
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
2.4. Prinsip Dan Tipe Triage
“Time Saving is Life Saving (waktu keselamatan adalah keselamatan hidup), The Right
Patient, to The Right Place at The Right Time, with The Right Care Provider.
1. Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang mengancam
kehidupan atau injuri adalah hal yang terpenting di departemen kegawatdaruratan.
2. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
Ketelitian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses interview.
3. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan bila terdapat
informasi yang adekuat serta data yang akurat.
4. Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara akurat seorang pasien
dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal tersebut termasuk intervensi
terapeutik, prosedur diagnostic dan tugas terhadap suatu tempat yang diterima untuk suatu
pengobatan.
5. Tercapainya kepuasan pasien
a. Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas saat menetapkan hasil
secara serempak dengan pasien
b. Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan yang dapat
menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada seseorang yang sakit dengan keadaan
kritis.
c. Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga atau temannya.
Menurut Brooker, 2008. Dalam prinsip triase diberlakukan system prioritas, prioritas
adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai penanganan
yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi pasien
berdasarkan:
1) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
2) Dapat mati dalam hitungan jam
3) Trauma ringan
4) Sudah meninggal
Pada umumnya penilaian korban dalam triage dapat dilakukan dengan :
1. Menilai tanda vital dan kondisi umum korban
6
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
2. Menilai kebutuhan medis
3. Menilai kemungkinan bertahan hidup
4. Menilai bantuan yang memungkinkan
5. Memprioritaskan penanganan definitive
6. Tag warna
7
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam system triage adalah kondisi klien yang
meliputi :
1. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang memerlukan
penanganan dengan cepat dan tepat.
2. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan penanganan
cepat dan tepat seperti kegawatan.
3. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan ABC
(Airway / jalan nafas, Breathing / Pernafasan, Circulation / Sirkulasi), jika tidak ditolong
segera maka dapat meninggal atau cacat (Wijaya, 2010)
Berdasarkan prioritas keperawatan dapat dibagi menjadi 4 klasifikasi :
Tabel 1. Klasifikasi Triage
KLASIFIKASI KETERANGAN
Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa / adanya gangguan
ABC dan perlu tindakan segera, misalnya cardiac arrest,
penurunan kesadaran, trauma mayor dengan perdarahan
hebat
Gawat tidak darurat (P2) Keadaan mengancam nyawa tetapi tidak memerlukan
tindakan darurat. Setelah dilakukan resusitasi maka
ditindaklanjuti oleh dokter spesialis. Misalnya : pasien
kanker tahap lanjut, fraktur, sickle cell dan lainnya
Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi
memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar, tidak ada
gangguan ABC dan dapat langsung diberikan terapi
definitive. Untuk tindak lanjut dapat ke poliklinik,
misalnya laserasi, fraktur minor / tertutup, otitis media
dan lainnya
Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan
tindakan gawat. Gejala dan tanda klinis ringan /
asimptomatis. Misalnya penyakit kulit, batuk, flu, dan
sebagainya.
8
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
KLASIFIKASI KETERANGAN
Prioritas I (MERAH) Mengancam jiwa atau fungsi vital, perlu
resusitasi dan tindakan bedah segera,
mempunyai kesempatan hidup yang besar.
Penanganan dan pemindahan bersifat segera
yaitu gangguan pada jalan nafas, pernafasan
dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan
nafas, tension pneumothorak, syok
hemoragik, luka terpotong pada tangan dan
kaki, combutio (luka bakar tingkat II dan III
> 25 %
Prioritas II (KUNING) Potensial mengancam nyawa atau fungsi
vital bila tidak segera ditangani dalam
jangka waktu singkat. Penanganan dan
pemindahan bersifat jangan terlambat.
Contoh : patah tulang besar, combutio (luka
bakar) tingkat II dan III < 25 %, trauma
thorak / abdomen, laserasi luas, trauma bola
mata.
Prioritas III (HIJAU) Perlu penanganan seperti pelayanan biasa,
tidak perlu segera. Penanganan dan
pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka
superficial, luka-luka ringan.
Prioritas 0 (HITAM) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka
sangat parah. Hanya perlu terapi suportif.
Contoh henti jantung kritis, trauma kepala
kritis.
Beberapa petunjuk tertentu yang harus diketahui oleh perawat triage yang mengindikasikan
kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut meliputi :
1. Nyeri hebat
2. Perdarahan aktif
3. Stupor / mengantuk
4. Disorientasi
5. Gangguan emosi
6. Dispnea saat istirahat
7. Diaforesis yang ekstern
8. Sianosis
9. Tanda vital diluar batas normal (Iyer, 2004).
10
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
gawat darurat (false emergency). Dasar dari cara triase ini adalah menanggulangi pasien yang dapat
meninggal bila tidak dilakukan resusitasi segera. Single patient triage dapat juga dibagi dalam
kategori berikut:
1. Resusitasi adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat dan mengancam nyawa
serta harus mendapat penanganan resusitasi segera.
2. Emergent adalah pasien yang datang dengan keadaan gawat darurat karena dapat
mengakibatkan kerusakan organ permanen dan pasien harus ditangani dalam waktu maksimal
10 menit.
3. Urgent adalah pasien yang datang dengan keadaan darurat tidak gawat yang harus ditangani
dalam waktu maksimal 30 menit.
4. Non-urgent adalah pasien yang datang dalam kondisi tidak gawat tidak darurat dengan
keluhan yang ringan-sedang, tetapi mempunyai kemungkinan atau dengan riwayat penyakit
serius yang harus mendapat penanganan dalam waktu 60 menit.
5. False emergency adalah pasien yang datang dalam kondisi tidak gawat tidak darurat dengan
keluhan ringan dan tidak ada kemungkinan menderita penyakit atau mempunyai riwayat
penyakit yang serius.
2.7.2. Routine Multiple Casualty Triage
1. Simple triage and rapid treatment (START)
Dalam Hospital Preparedness for Emergencies & Disasters (2007) dinyatakan bahwa sistem
ini ideal untuk Incident korban massal tetapi tidak terjadi functional collapse rumah sakit. Ini
memungkinkan paramedik untuk memilah pasien mana yang perlu dievakuasi lebih dulu ke
rumah sakit. Prinsip dari START adalah untuk mengatasi ancaman nyawa, jalan nafas yang
tersumbat dan perdarahan masif arteri. START dapat dengan cepat dan akurat tidak boleh
lebih dari 60 detik perpasien dan mengklasifikasi pasien ke dalam kelompok terapi:
a. Hijau: pasien sadar dan dapat jalan dipisahkan dari pasien lain, walking wounded dan pasien
histeris.
b. Kuning/delayed: semua pasien yang tidak termasuk golongan merah maupun hijau.
c. Merah/immediate (10%-20% dari semua kasus): semua pasien yang ada gangguan air way,
breathing, circulation, disability and exposure. Termasuk pasien-pasien yang bernafas setelah
air way dibebaskan, pernafasan > 30 kali permenit, capillary refill > 2 detik.
d. Hitam: meninggal dunia
2. Triase bila jumlah pasien sangat banyak
11
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
SAVE (secondary Assessment of Victim Endpoint). Sistem ini dapat mentriase dan
menstratifikasi korban bencana. Ini sangat membantu bila dilakukan dilapangan dimana
jumlah pasien banyak, sarana minimum dan jauh dari fasilitas rumah sakit definitive (Depkes,
2007a). Kategori triase dalam SAVE dibagi menjadi tiga kategori sebagai berikut:
a. Korban yang akan mati tanpa melihat jumlah perawatan yang diterimanya.
b. Korban yang akan selamat tanpa melihat langkah perawatan apa yang diberikan.
c. Korban yang akan sangat beruntung dari intervensi di lapangan yang sangat terbatas
13
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
Informasi dan komunikasi sangat diperlukan dalam proses triase masuk/rujuknya pasien
ke dan dari Instalasi Gawat Darurat terutama saat terjadi krisis dan bencana massal.
Depkes RI (2007b), mengemukakan bahwa perencanaan kesiapan informasi internal
rumah sakit menyangkut pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi korban yang
masuk/datang ke rumah sakit, sarana dan prasarana yang dibutuhkan dan ketersediaan
tenaga dan lain-lain.
Pelayanan kegawatan medik di Inggris diorganisasi secara triase tidak langsung dan
triase langsung. Triase tidak langsung pertama tama penderita/penolong kontak dengan
telepon 999 dan kemudian penelpon mendapat nasehat kemana mencari pertolongan.
Triase langsung, penderita dapat masuk pada saat yang baik ke pelayanan gawat darurat
medik dan kemudian dinilai keadaan penderita sebelum dibawa ke tempat pelayanan
yang tepat (Soenarjo, 2004).
Salah satu bentuk informasi dan komunikasi yang kini gencar dilakukan adalah
telenursing. Telenursing yang sudah berlaku di Indonesia adalah prinsip call center di
berbagai rumah sakit dan pusat perawatan yang menerima pengaduan dan layanan
melalui telepon, melakukan teletriage bila pasien mengalami kondisi kegawatdaruratan
(Canadian Nursing Informatics Association, 2006).
4. Alur Pelaksanaan Triase
a. True emergency dan False Emergency (Pusponegoro, 2011)
1) True emergency merupakan pelayanan medik gawat darurat yang memberikan
pertolongan pertama mengenai diagnosis dan upaya penyelamatan jiwa,
mengurangi kecacatan dan kesakitan penderita dalam keadaan sebelum dirujuk.
2) False Emergency merupakan pasien yang tidak memerlukan pemeriksaan dan
perawatan segera, dapat menunggu sesuai antrian sambil tetap dilakukan
observasi longgar oleh petugas.
5. Exercises
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1996 tentang tenaga kesehatan dalam pasal
10 (1) setiap tenaga kesehatan memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan di
bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya. (2) Penyelenggara dan/atau pimpinan sarana
kesehatan bertanggung jawab atas pemberian kesempatan kepada tenaga kesehatan yang
ditempatkan dan/atau bekerja pada sarana kesehatan yang bersangkutan untuk meningkatkan
keterampilan atau pengetahuan melalui pelatihan di bidang kesehatan. Undang-undang
Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit dalam pasal 5 dijelaskan bahwa rumah sakit
14
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
mempunyai fungsi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
16
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
di Unit Gawat Darurat (kasus, efisiensi operasional, review pemanfaatan, efektivitas hasil dan
biaya).
Tabel . Kategori Skala Triase Australia berdasarkan waktu tunggu maksimal.
AUSTRALIAN TRIAGE SCALE ACUITY PERFORMANCE
CATEGORY (Maximum Waiting Time) INDICATOR
THRESHOLD
ATS 1 Immediate 100%
ATS 2 10 minutes 80%
ATS 3 30 minutes 75%
ATS 4 60 minutes 70%
ATS 5 120 minutes 70%
17
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
e. Prioritas 5 (label putih) merupakan pasien-pasien yang tidak memerlukan sumber daya.
Pasien ini hanya memerlukan pemeriksaan fisik dan anamnesis tanpa pemeriksaan
penunjang. Pengobatan pada pasien dengan prioritas 5 umumnya per oral atau rawat
luka sederhana. Contoh prioritas 5 antara lain, common cold, acne, eksoriasi, dan lain-
lain. (Hadi, 2014)
20
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
11. Keluhan utama
12. Riwayat keluhan saat ini
13. Data subjektif dan data objektif
14. Periode menstruasi terakhir
15. Imunisasi tetanus terakhir
16. Pemeriksaan diagnostic
17. Administrasi pengobatan
18. Tanda tangan registered nurse
Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter serta dokumentasi
pengkajian dan intervensi keperawatan daripada dalam tulisan rencana perawatan formal (dalam
bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena itu, dokumentasi oleh perawat pada saat instruksi tersebut
ditulis dan diimplementasikan secara berurutan, serta pada saat terjadi perubahan status pasien atau
informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter secara bersamaan akan membentuk
“landasan” perawatan yang mencerminkan ketaatan pada standar perawatan sebagai pedoman.
Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu melakukan dan
mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu, sesuai dengan standar yang
disetujui. Perawat harus mengevaluasi secara continue perawatan pasien berdasarkan hasil yang
dapat diobservasi untuk menentukan perkembangan pasien kea rah hasil dan tujuan dan harus
mendokumentasikan respon pasien terhadap intervensi pengobatan dan perkembangannya. Standar
Joint Commision (1996) menyatakan bahwa rekam medis menerima pasien yang sifatnya gawat
darurat, mendesak, dan segera harus mencantumkan kesimpulan pada saat terminasi pengobatan,
termasuk disposisi akhir, kondisi pada saat pemulangan, dan instruksi perawatan tindak lanjut.
21
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
DAFTAR PUSTAKA
Aslian, Yan. 2009. Faktor-faktor yang Memperngaruhi Respon Time pada Penanganan Pasien
Instalasi Gawat Darurat RSUP Persahabatan [versi
elektronik].http://rsuppersahabatan.com/elibrary_rsupp/index.php?
k_index=katalog&k_sub_index=9&id_ebuku=161
Astuti Rahmawati Puji, 2009. Hubungan Beban Kerja Perawat IGD dengan Waktu Tanggap
Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat menurut Persepsi Paien di Instalasi Gawat
Darurat Badan Pelayanan Kesehatan RSU Kabupaten Magelang. Tesis.
Australian Council on Health Standart (ACHS). 2000. Clinical Indicator-A Users Manual:
Emergency Medicine Indicator. Sydney: NSW.
Australian College of Emergency Medicine. 2013. The Australian Triage Scale. Carlton Vic.:
Publisher.
22
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
Australia Government-Department of Health and ageing: Emergency Triage Education Kit. 2009.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Sistem Penanggulagan Gawat Darurat (SPGD).
Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007a). Hospital Preparedness for Emergencies &
Disasters. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Standar Pelayanan Minimal (SPM). Jakarta.
Duckitt RW, Thomas RB, Walker J, Cheek E, Bewick V, Venn R, Forni LG. 2007. Worthing
Physiological Scoring System: derivation and validation of a physiological early-warning
system for medical admissions. An observational, population-based single-centre study.
British Journal of Anesthesia 98 (6): 769-774.
Firmanda, Dodi. 2012. Clinical Pathways dalam Mutu Layanan Rumah Sakit [versi elektronik].
Ketua Komite Medik RSUP Fatmawati Jakarta. http://www.scribd.com /doc/95268923
/Dody-Firmanda-2012-Penjelasan-tentang-Clinical-Pathways-Algoritma-dan-Standing-
Orders
Fitz Gerald, G., Jelinek, G., Scott, D. & Gerdtz, M.F. 2010. Emergency department triage revisited.
Emergency Medicine Journal, 27, 86-92.
Gerdtz, MF., Chu, M., Collins, M., Considine, J., Crellin, D., Sands, N., Stewart, C. & Pollock,
W.E. 2009. Factors influencing consistency of triage using the Australasian Triage Scale:
Implications for guideline development. Emergency Medicine Australasia, 21, 277–285.
Handoko, T.H. (2003). Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Edisi 2. Yogyakarta:
BPFE UGM.
23
YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA
AKPER RSPAD GATOT SOEBROTO
Hendrik, Pranowo, Sulistyo, et.al., 2006. Pengaruh Waktu Penatalaksanaan Kegawatdaruratan
Medis terhadap Mutu Pelayanan di Instalasi Gawat darurat RSUD Bantul. Cermin Dunia
Kedokteran No. 152.
Kathleen, Kelvie,. 2008. Triage Consulting [versi elektronik]. Retrive on Desember 2015.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Th. 2009. Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Rumah Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Martafari, C.A., 2009. Analisis Kelayanan Pengembangan Ruang Rawat Inap VIP di RSU Meuraxa
Banda Aceh Tahun 2007-2008. Tesis. Pacasarjana Universitas Sumatra Utara.
Pusponegoro, A,. 2011. The Silent Disaster, bencana, dan korban massal, Jakarta: CV. Sagung Seto.
Siregar, Charles. JP., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan I, Penerbit EGC,
Jakarta.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Cetakan ke-7, Penerbit Alfabeta,
Bandung.
Teo J. 2005. Triage Course manual. Department of Emergency Medicine. 3rd Ed. Singapore
General Hospital.
Tri Yunanto Arliono, 2012. Kesesuaian penentuan kategori kegawatan antara Singapore Patient
Acuity Categorisation Scale (PACS) dengan Intervention-Calling Score The Worthing
Physiological Scoring System (WPSS) di Triage Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Saiful Anwar Malang. Tesis.
Triwibowo, Cecep. 2012. Perizinan dan Akreditasi Rumah Sakit Sebuah Kajian Hukum Kesehatan.
Cetakan ke-1, Penerbit Nuha Medika.
24