PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam merupakan salah satu bentuk pertahanan tubuh terhadap masalah
yang terjadi dalam tubuh. Demam pada umumnya tidak berbahaya, tetapi bila
demam tinggi dapat menyebabkan masalah serius pada anak. Masalah yang
sering terjadi pada kenaikan suhu tubuh diatas 38ºC yaitu kejang demam
(Ngastiyah, 2012).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang
demam di Ruang Anak RSUD Sadikin Kota Pariaman.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mendeskripsikan hasil pengkajian pada anak dengan kejang
demam di Ruang Anak RSUD Sadikin Kota Pariaman.
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosa keperawatan pada anak
dengan kejang demam di Ruang Anak RSUD Sadikin Kota Pariaman.
c. Mampu mendeskripsikan rencana keperawatan pada anak dengan
kejang demam di Ruang Anak RSUD Sadikin Kota Pariaman.
d. Mampu mendeskripsikan tindakan keperawatan pada anak dengan
kejang demam di Ruang Anak RSUD Sadikin Kota Pariaman.
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada anak dengan
kasus kejang demam di Ruang Anak RSUD Sadikin Kota Pariaman.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi
(kenaikkan suhu tubuh diatas 38⁰C) karena terjadi kelainan ektrakranial.
Kejang demam atau febrile convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikkan suhu tubuh yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Lestari,2016). Jadi dapat disimpulkan, kejang demam adalah gangguan
yang terjadi akibat dari peningkatan suhu tubuh anak yang dapat
menyebabkan kejang yang diakibatkan karena proses ekstrakranium.
2. Penyebab
Hingga kini belum diketahui pasti penyebab kejang demam. Demam
sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia,
dan infeksi saluran kemih (Lestari, 2016).
Menurut Ridha (2014), mengatakan bahwa faktor resiko terjadinya
kejang demam diantaranya :
a. Faktor-faktor prinatal
b. Malformasi otak congenital
c. Faktor genetika
d. Demam
e. Gangguan metabolisme
f. Trauma
g. Neoplasma
h. Gangguan Sirkulasi
7
3. Klasifikasi
Pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone :
a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
b. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan
g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh
kriteria tersebut (modifikasi livingstone) digolongkan pada kejang demam
kompleks (Ngastiyah, 2012).`
Widagno (2012), mengatakan berdasarkan atas studi epidemiologi,
kejang demam dibagi 3 jenis, yaitu :
a. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion), biasanya terdapat
pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai kenaikan suhu tubuh
yang mencapai ≥ 39⁰C. Kejang bersifat umum dan tonik-klonik,
umumnya berlangsung beberapa detik/menit dan jarang sampai 15 menit.
Pada akhir kejang kemudian diakhiri dengan suatu keadaan singkat
seperti mengantuk (drowsiness), dan bangkitan kejang terjadi hanya
sekali dalam 24 jam, anak tidak mempunyai kelainan neurologik pada
pemeriksaan fisis dan riwayat perkembangan normal, demam bukan
disebabkan karena meningitis atau penyakit lain dari otak.
b. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile convulsion)
biasanya kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24
jam dan terdapat kejang fokal atau temuan fokal dalam masa pasca
bangkitan. Umur klien, status neurologik dan sifat demam adalah sama
dengan kejang demam sederhana.
c. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure) biasanya sifat dan umur
demam adalah sama pada kejang demam sederhana dan sebelumnya anak
mempunyai kelainan neurologi atau penyakit akut. Faktor resiko untuk timbulnya
epilepsi merupakan gambaran kompleks waktu bangkitan. Kejang bermula pda
umur < 12 bulan dengan kejang kompleks terutama bila kesadaran pasca iktal
meragukan maka pemeriksaan CSS sangat diperlukan untuk memastikan
kemungkinan adanya meningitis.
4. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natriun
(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-). Akibatnya konsentrasi ion K+
dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang diluar sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel,
maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari
neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan
potensial membran ini dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan kenaikkan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%. Oleh
karena itu kenaikkan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya
lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel maupun ke membran sel disekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan
terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggiu
rendahnyaambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatkanya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang (Lestari, 2016 & Ngastiyah,
2012).
5. Manifestasi
Dewanto (2009), mengatakan gambaran klinis yang dapat dijumpai pada
klien dengan kejang demam diantaranya :
a. Suhu tubuh mencapai >38⁰C
b. Anak sering hilang kesadaran saat kejang
c. mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh anak
berguncang (gejala kejang bergantung pada jenis kejang)
d. Kulit pucat dan membiru
e. Akral dingin
7. Penatalaksanaan
Ngastiyah (2012), Dalam penanggulangan kejang demam ada beberapa
faktor yang perlu dikerjakan yaitu:
a. Penatalaksanaan Medis
1) Memberantas kejang secepat mungkin
Bila klien datang dalam keadaan status konvulsivus (kejang), obat
pilihan utama yang diberikan adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis yang diberikan pada klien kejang disesuaikan dengan
berat badan, kurang dari 10 kg 0,5-0,75 mg/kgBB dengan minimal
dalam spuit 7,5 mg dan untuk BB diatas 20 kg 0,5 mg/KgBB.
Biasanya dosis rata-rata yang dipakai 0,3 mg /kgBB/kali dengan
maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun, dan 10 mg
pada anak yang lebih besar.
Setelah disuntikan pertama secara intravena ditunggu 15 menit,
bila masih kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama
juga melalui intravena. Setelah 15 menit pemberian suntikan kedua
masih kejang, diberikan suntikan ketiga denagn dosis yang sama juga
akan tetapi pemberiannya secara intramuskular, diharapkan kejang
akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital
atau paraldehid 4 % secara intravena. Efek samping dari pemberian
diazepan adalah mengantuk, hipotensi, penekanan pusat pernapasan.
Pemberian diazepan melalui intravena pada anak yang kejang
seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah dan efektif
adalah melalui rektum. Dosis yang diberikan sesuai dengan berat
badan ialah berat badan dengan kurang dari 10 kg dosis yang
diberikan sebesar 5 mg, berat lebih dari 10 kg diberikan 10 mg.
Obat pilihan pertama untuk menanggulangi kejang atau status
konvulsivus yang dipilih oleh para ahli adalah difenilhidantion karena
tidak mengganggu kesadaran dan tidak menekan pusat pernapasan,
tetapi dapat mengganggu frekuensi irama jantung.
2) Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan pengobatan
penunjang yaitu semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya
miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan
napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen. Fungsi vital seperti
kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung
diawasi secara ketat. Untuk cairan intravena sebaiknya diberikan
dengan dipantau untuk kelainan metabolik dan elektrolit. Obat untuk
hibernasi adalah klorpromazi 2-. Untuk mencegah edema otak
diberikan kortikorsteroid dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis atau sebaiknya glukokortikoid misalnya dexametason
0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
3) Memberikan pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul pengobatan rumat. Daya kerja
diazepan sangat singkat yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah
disuntikan, oleh karena itu harus diberikan obat antiepileptik dengan
daya kerja lebih lama. Lanjutan pengobatan rumat tergantung daripada
keadaan klien. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu
pengobatan profilaksis intermiten dan pengobatan profilaksis jangka
panjang.
4) Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang
diprovokasi oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius bagian
atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat perlu
untuk mengobati penyakit tersebut. Secara akademis klien kejang
demam yang datang untuk pertama kali sebaliknya
dilakukan pungsi lumbal untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya faktor infeksi didalam otak misalnya meningitis.
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Pengobatan fase akut
a) Airway
(1) Baringkan klien ditempat yang rata, kepala dimiringkan
dan pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau
bila ada guedel lebih baik.
(2) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar klien, lepaskan
pakaian yang mengganggu pernapasan
(3) berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
b) Breathing
(1) Isap lendir sampai bersih
c) Circulation
(1) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.
(2) Setelah klien bangun dan sadar berikan minum hangat (
berbeda dengan klien tetanus yang jika kejang tetap sadar).
Jika dengan tindakan ini kejang tidak segera berhenti, hubungi
dokter apakah perlu pemberian obat penenang.
2) Pencegahan kejang berulang
a) Segera berikan diazepam intravena, dosis rata-rata
0,3mg/kgBB atau diazepam rektal. Jika kejang tidak berhenti
tunggu 15 menit dapat diulang dengan dengan dosis dan cara
yang sama.
b) Bila diazepan tidak tersedia, langung dipakai fenobarbital
dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan
pengobatan rumat.
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Kejang Demam
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,
umur, tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua,
pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua. Wong (2009),
mengatakan kebanyakan serangan kejang demam terjadi setelah usia 6
bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan peningkatan frekuensi
serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, klien
mengalami kejang dan bahkan pada klien dengan kejang demam
kompleks biasanya mengalami penurunan kesadaran.
b) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas,
nafsu makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya
tergantung pada jenis kejang demam yang dialami anak.
c) Riwayat kesehatan
(1) Riwayat perkembangan anak : biasanya pada klien dengan
kejang demam kompleks mengalami gangguan keterlambatan
perkembangan dan intelegensi pada anak serta mengalami
kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).
(2) Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat imunisasi
tidak lengkap rentan tertular penyakit infeksi atau virus seperti
virus influenza.
(3) Riwayat nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan
karena mual dan muntahnya
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum biasnaya anak rewel dan kesadaran compos mentis
2) TTV :
Suhu : biasanya >38,0⁰C
Respirasi: pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit
Pada usia 12 bulan - <5 tahun : biasanya >40
kali/menit Nadi : biasanya >100 x/i
3) BB
Biasanya pada nak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan
berar badan yang berarti
4) Kepala
Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
5) Mata
Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik, konjungtiva
anemis.
6) Mulut dan lidah
Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah
tampak kotor
7) Telinga
Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar dengan
katus mata, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang
bersifat sementara, nyeri tekan mastoid.
8) Hidung
Biasanya penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung,
bentuk simetris, mukosa hidung berwarna merah muda.
9) Leher
Biasanya terjadi pembesaran KGB
10) Dada
a) Thoraks
(1) Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan
(2) Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama
(3) Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas tambahan
seperti ronchi.
b) Jantung
Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut
jantung I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis di SIC V teraba
P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri
(pinggang jantung), SIC V kiri agak ke mideal linea
midclavicularis kiri.
Batas bawah kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV
kanan, dilinea parasternalis kanan, batas atasnya di ruang
intercosta II kanan linea parasternalis kanan.
A: BJ II lebih lemah dari BJ I
11) Abdomen
biasanya lemas dan datar, kembung
12) Anus
biasanya tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
13) Ekstermitas :
a) Atas : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2
detik, akral dingin.
b) Bawah : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2
detik, akral dingin.
c. Penilaian tingkat kesadaran
1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai
GCS: 11 - 10.
4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai
GCS: ≤ 3.
d. Penilaian kekuatan otot
Tabel 2.1
Penilaian Kekuatan Otot
Respon Skala
Kekuatan otot tidak ada 0
Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Terangkat sedikit < 450, tidak mampu melawan gravitasi 3
Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu 4
melawan tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi
Kekuatan otot normal 5
(Sumber: Wijaya dan Yessi. 2013)
e. Pemeriksaan
penunjang Menurut
Dewi (2011) :
a) EEG(Electroencephalogram)
Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak
menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah
belakang dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks.
b) Lumbal Pungsi
Fungsi lumbar merupakan pemeriksaan cairan yang ada di otak dan
kanal tulang belakang (cairan serebrospinal) untuk meneliti
kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang
demam pertama pada bayi (usia<12 bulan) karena gejala dan tanda
meningitis pada bayi mungkin sangat minimal atau tidak tampak.
Pada anak dengan usia > 18 bulan, fungsi lumbal dilakukan jika
tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang
menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan pada Kasus Kejang Demam
No NANDA NOC NIC
1 Hipertermia a. Termoregulasi Perawatan demam
Batasan Kriteria hasil : 1. Pantau suhu dan
tanda-tanda vital
karakteristik 1) Merasa merinding
lainya
saat dingin
a. Apnea 2. Monitor warna kulit
2) Berkeringat saat
b. Bayi tidak dan suhu
panas
dapat 3. Monitor asupan dan
3) Tingkat pernapasan
mempertahanka keluaran, sadari
4) Melaporkan
n menyusu perubahan kehilangan
kenyamanan suhu
c. Gelisah cairan yang tak di
5) Perubahan warna
d. Hipotensi rasakan
kulit
e. Kulit 4. Beri obat atau cairan
6) Sakit kepala
kemerahan IV
f. Kulit terasa 5. Tutup klien dengan
hangat selimut atau pakaian
g. Latergi ringan
h. Kejang
i. Koma 6. Dorong konsumsi
j. Stupor cairan
k. Takikardia 7. Fasilitasi istirahat,
l. Takipnea terapkan pembatasan
m. Vasodilatasi aktivitas jika di
perlukan
Faktor yang 8. Berikan oksigen yang
berhubungan sesuai
a. Peningkatan 9. Tingkatkan sirkulasi
laju udara
metabolisme 10. Mandikan klien
b. Penyakit dengan spon hangat
c. Sepsis dengan hati-hati.
Pengaturan suhu
1. monitor suhu paling
tidak setiap 2 jam
sesuai kebutuhan
2. monitor dan laporkan
adanya tanda gejala
hipotermia dan
hipertermia
3. tingkatka intake cairan
dan nutrisi adekuat
4. berikan pengobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan.
Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat apa
yang di perlukan, dan
kelola menurut resep
dan/atau protokol
2. Monitor efektivitas
cara pemberian obat
yang sesuai.
Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan klien
ke satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi klien
selama kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat obat-
obatan anti epilepsi
dengan benar.
Monitoring peningkatan
intrakranial
1. Monitor tekanan
perfusi serebral
2. Monitor jumlah, nilai
dan karakteristik
pengeluaran cairan
serebrispinal (CSF)
3. Monitor intake dan
output
4. Monitor suhu dan
jumlah leukosit
5. Periksa klien terkait
ada tidaknya gejala
kaku kuduk
6. Berikan antibiotik
7. Letakkan kepala dan
leher klien dalam
posisi netral, hindari
fleksi pinggang yang
berlebihan
8. Sesuaikan kepala
tempat tidur untuk
mengoptimalkan
perfusi serebral
9. Berikan agen
farmakologis untuk
mempertahankan TIK
dalam jangkauan
tertentu.
Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
status pernapasan
dengan cepat
2. Monitor kualitas dari
nadi
3. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan abnormal
(misalnya, cheyne-
stokes, kussmaul,
biot,apneustic,ataksia
dan bernapas
berlebihan)
5. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
6. Monitor adanya
cushling triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
7. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.
Tindakan keperawatan:
1) Memonitortingkat,
irama, kedalaman, dan
respirasi
2) Memonitor
gerakandada
3) Monitor bunyi
pernafasan
4) Auskultasi bunyi
paru
5) Memonitordyspneadan
halyang meningkatkan
dan memperburuk
5. Ketidakefektifan a. Cardiopulmonaly terapi oksigen)
perfusi jaringan status (Status 1) Monitor kemampuan
perifer kardiopulmonal) klien dalam
mentoleransi kebutuhan
Kriteria hasil : oksigen saat makan
1) Tekanan darah 2) Observasi cara
sistolik masuknya oksigen yang
2) Tekanan darah menyebabkan
diastolik hipoventilalsi
3) Nadi perifer 3) Monitor perubahan
4) Saturasi oksigen warna kulit klien
5) Indeks kardio 4) Monitor posisi klien
6) Sianosis untuk membantu
7) Edema perifer masuknya oksigen
8) Kedalaman pernafasan 5) Monitor keefektifan
terapi oksigen
6) Memonitor penggunaan
oksigen saat klien
b. Status pernafasan beraktivitas
1) Menilai pernafasan
2) Irama pernafasan menajemen sensasi
3) Kedalaman pernafasan perifer
4) Volume tidal 1) Memonitor perbedaan
5) Saturasi oksigen terhadap rasa
6) sianosis tajam,tumpul,panas
7) Clubbing of finger atau dingin
8) Gasping 2) Monitor adanya mati
(terengah- engah) rasa,rasa geli.
3) Diskusikan tentang
adanya kehilangan
c. Vital sign sensasi atau perubahan
1) Rentang nadi radial sensasi
2) Rentang pernafasan 4) Minta keluarga untuk
3) Tekanan darah sistolik memantau perubahan
4) Tekanan darah diastol warna kulit setap hari
5) Tekanan nadi
6) Kedalaman saat
inspirasi
manajemen nutrisi
1. Kaji adanya alergi
makanan
2. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan
3. nutrisi yang
dibutuhkan klien.
4. Anjurkan klien untuk
meningkatkan intake
Fe
5. Anjurkan klien untuk
meningkatkan protein
dan vitamin C
6. Berikan substansi gula
7. Yakinkan diet yang
dimakan mengandung
tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
8. Berikan makanan yang
terpilih ( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
9. Monitor jumlah nutrisi
dan kandungan kalori
10. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
11. Kaji kemampuan
klien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan klien
ke satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi klien
selama kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat obat-
obatan anti epilepsi
dengan benar.
Pencegahan jatuh
1. Identifikasi perilaku
dan faktor yang
mempengaruhi resiko
jatuh
2. Sediakan pengawasan
ketat dan /atau alat
pengikatan
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada klien yaitu tindakan keperawatan
yang dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan pada. Tindakan keperawatan
tersebut meliputi tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah
tindakan berdasarkan kesimpulan perawat sendiri. Tindakan kolaborasi adalah tindakan
yang bekerjasama dengan dokter, ahli gizi, dan lain-lain. Bekerjasama dengan dokter
misalnya tindakan medis apa yang akan dilakukan pada klien, seperti pemberian obat.
Bekerjasama dengan ahli gizi misalnya menentukan diet klien.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan yaitu melihat respon klien setelah dilakukan tindakan
keperawatan pada klien kanker ovarium dengan cara melakukan identifikasi sejauh
mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi
keperawatan memiliki pengetahuan dan kemampuan memahami respon klien serta
menggambarkan kesimpulan tujuan yang dicapai dalam menghubungkan tindakan
keperawatan pada kriteria hasil. Ada 2 jenis evaluasi yaitu :
a. Evaluasi formatif
Menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat melakukan tindakan keperawatan
dengan respon segera.
b. Evaluasi sumatif
Merupakan hasil observasi dan analisis status klien kanker ovarium berdasarkan
tujuan yang direncanakan. Evaluasi juga sebagai alat ukur apakah tujuan sudah
tercapai, tercapai sebagian atau tidak tercapai.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Nama : An. W
Umur : 1 tahun 20 bulan
No.MR : 01.29.37
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Tj. Sabar
Diagnosa medis : KDK
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Klien dibawa keluarga ke IGD RSUD dr. Sadikin pada tanggal 11-11-2021
dengan keluhan klien mengalami kejang disertai demam 2x SMRS dengan durasi
kurang lebih 10 menit. Kejang ditandai dengan mata klien melihat ke atas.
Kemudian klien dipindahkan ke ruang rawat anak RSUD dr. Sadikin dengan
terpasang IVFD RL mikro 40 tpm ditangan kanan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 12-11-2021, ibu mengatakan anak
demam, ibu mengatakan anaknya tidak mau makan namun sering haus, anak
batuk sejak 2 hari yang lalu. Ibu mengatakan cemas akan kondisi anaknya saat
ini. Ibu mengatakan ini kejang pertama kali anaknya saat usia 12 bulan, Ibu
mengatakan tidak tahu berapa suhu anak saat kejang. Ibu mengatakan anak kejang
2 kali (±10 menit) pada saat kejang badan anak kaku dan tidak sadar, lalu saat
kejang berhenti anak sadar kembali. Ibu mengatakan anak rewel dan gelisah, ibu
mengatakan tidak memahami tentang penyakit anaknya secara medis, ibu
mengatakan saat dirawat anak tidak ada kejang lagi.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Ibu mengatakan anaknya belum pernah dirawat dirumah sakit dan
mengalami kejang demam sebelumnya. Ibu mengatakan tidak ada anggota
keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama dengan klien.
3. Pemeriksaan fisik
KU : sedang
Kesadaran : E4M6V5 (CM)
Nadi : 112 x/i,
Pernapasan : 35x/i
Suhu : 38⁰C,
BB : 10 kg,
TB : 75 cm.
Kepala dan leher : Bentuk kepala normal, lingkar kepala 45cm, mata simetris ki-ka,
mata cekung, mukosa bibir kering, pemb KGB (-), pemb JVP (-)
Dada : pergerakan dada simetris ki-ka, fremitus ki-ka sama, vesikuler
dan sonor. Ictus cordis terlihat, ictus cordis teraba, reguler dan
pekak.
Abdomen : pembesaran abdomen (-), tympani, BU (+).
Genetalia : klien terpasang pampers.
Ektermitas : akral teraba hangat, CRT <2”, terpasang IFVD di tangan kanan.
4. Data penunjang
Hb : 11,9 gr/dl
Leuko : 19.780/mm3
Trombo : 180.000/mm3
Ht : 36%
5. Terapi
IVFD RL 40 tpm mikro
Ceftriaxone 500 mg/12 j
Inj PCT 150 mg/8 j
Inj ranitidine 10 mg/12 j
Inj dexametason ½ amp/12 j
Inj diazepam 2 mg bolus k/p
Diazepam pulvis 3x2 mg k/p (T>380C)
Diit MLRS
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi b/d peningkatan laju metabolisme
2. Kekurangan volume cairan b/d kegagalan mekanisme regulasi
3. Defesiensi pengetahuan b/d kurang informasi
NO. DATA PENYEBAB MASALAH
1. DS: Peningkatan laju hipertermi
1. ibu klien mengatakan demam anaknya metabolisme
naik turun
2. Ibu mengatakan anaknya batuk
3. Ibu mengatakan anak rewel dan gelisah
DO:
1. Anak tampak gelisah
2. Nadi: 112 x/ menit
3. Suhu: 380C, pernafasan 35 x/menit
4. Leukosit 19.870/mm3
Pengaturan suhu
1. monitor suhu paling tidak setiap 2 jam sesuai kebutuhan
2. monitor dan laporkan adanya tanda gejala hipotermia dan
hipertermia
3. tingkatka intake cairan dan nutrisi adekuat
4. berikan pengobatan antipiretik sesuai kebutuhan.
Manajemen pengobatan
Manajemen muntah
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Ed.12. Jakarta: EGC
Christian,W.,dkk. Pengalaman Perawat dalam Penanganan pada Anak dengan
Kejang Demam di Ruangan IGD RSUD Karangayar.2015. Stikes Kusuma Husada.
Surakarta
Christopher, F, L, et al, 2012. Seizures in Children. Emedicine health.
http://www.emedicinehealth.com/seizures_in_children/article_em.htm.
Darmandi, dkk. (2012). Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Kejang Demam, Lampung. .
Dewanto, G. dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata laksana Penyakit Saraf.
Jakarta: EGC. hlm 92-93.
Dewi, R. 2011.Waspadai Penyakit pada Anak.Jakarta : Indeks Penerbit
Gunawan, P.I., dkk. 2012. Faktor Resiko Kejang Demam Berulang pada Anak.
Imaduddin, K., dkk, 2013. Gambaran Elektrolit Gula Darah Klien Kejang Demam yang di
Rawat di Bangsal Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari 2010-2012.
Kakalang, J.P, dkk, 2016. Profil Kejang Demam di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Prof.
Dr. R. D. Kondou Manado periode Januari 2014-Juni 2016.
http://download.portalgaruda.org .
Kurnia, P & Anggraeni, L.D, Rustika, 2014. Analisis Perbedaan faktor – faktor pada Kejang
Demam Pertama dengan Kejang Demam Berulang pada Balita di RSPI Puri Indah
Jakarta.
Lestari, T, 2016.Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika
Maling, dkk, (2016). Pengaruh Kompres Tepid Sponge Hangat Terhadap Penurunan Suhu
Tubuh pada Anak Umur 1-10 Tahun dengan Hipertermia di RSUD Tugurejo
Semarang.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
NANDA. 2015. Diagnosa Keperawatan Defenisi & Klasifikasi 2012-2014. (Budi Anna Keliat dkk,
penerjemah). Jakarta: EGC
Ngastiyah. 2012. Perawatan anak sakit. Jakarta : EGC
Nugroho, W.W., dkk, 2014. Penyakit-penyakit yang Menyertai Kejadian Kejang Demam Anak
di RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Nurindah,D, dkk (2014). Hubungan Antara Kadar Tumor Necrosis Factor Alpha Plasma
Dengan Kejang Demam Sederhana Pada Anak. http://id.portalgaruda.org.
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika Price, Sylvia
A.,& Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Poses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Purnasiswi, S, dkk, 2008. Faktor Resiko Kejadian Kejang Demam pada Anak di Instalasi
Rawat Inap Rs. Bethesda Yogyakarta, Vol.03 No. 02 Mei 2008.
http://id.portalgaruda.org.
Sarah, R.E. (2016). Manajemen Kejang Demam Sederhana dengan Riwayat Kejang Demam
pada Balita Usia 13 Bulan.Lampung.
Setiawati, Tia. (2009). Pengaruh Tepid Sponge. Jakarta : Fakultas Ilmu Kedokteran
Universitas Indonesia.
Suprapti. (2008). Perbedaan Pengaruh Kompres Hangat dengan Kompres Dingin Terhadap
Penurunan Suhu Tubuh pada Klien Anak karena Infeksi di BP RSUD Djojonegoro
Temanggung
Suriadi & Yuliani, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto
Wastoro Dadiyanto, M. Heru Muryawan, Anindita S, Buku ajar IKA. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2011;13
Widagdo, 2012. Tata Laksana Masalah Penyakit Anak dengan Kejang Demam.
Jakarta : CV Agung Seto
Wijaya, Andra.S & Yessi,M.P. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa Teori Dan Contoh Askep). Yogyakarta: Nuha Medika
Wong, D, L. Eaton, M, H. Wilson, D. Winkelstein, M, L. Schwartz. 2009. Buku Ajar
Keperawatan pediatrik. Jakarta. EGC
MAKALAH KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM
DI RUANG ANAK RSUD DR. SADIKIN KOTA PARIAMAN
OLEH
KUNTUM KHAIRANI SYAHRIL, A.Md.Kep
NIRA. 13770500622
TAHUN 2022
KOTA PARIAMAN
Lembar Pengesahan
Makalah Asuhan Keperawatan ini disusun sebagai bahan pelengkap capaian SKP perpanjangan
STR Keperawatan tahun 2017-2022
Ketua Sekretaris