Anda di halaman 1dari 18

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM SEDERHANA


(KDS)

Disusun Oleh :

Nama : Ulfa Avita


NIM : 200114055
Prodi : S1 Keperawatan Tk. 2
Dosen Pembimbing : Ns. Yulia Agustina, M.Kep

STIKES ABDI NUSANTARA JAKARTA PRODI S1 KEPERAWATAN


TAHUN 2022/2023

1
DAFTAR ISI

COVER

MAKALAH i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................2

BAB I............................................................................................................................................3

A. Latar Belakang...................................................................................................................3

B. Tujuan.................................................................................................................................4

C. Waktu dan Tempat Pengambilan Kasus.............................................................................4

D. Sistematika Penulisan.........................................................................................................4

BAB II...........................................................................................................................................5

A.Pengertian.......................................................................................................................5

B. Klasifikasi......................................................................................................................5

C. Etiologi...........................................................................................................................6

D. Faktor resiko..................................................................................................................6

E. Patofisiologi...................................................................................................................7

F.Pathway...........................................................................................................................9

G.Tanda dan Gejala klinis.................................................................................................10

H.Pemeriksaan penunjang.................................................................................................10

I. Pengkajian keperawatan (SDKI, SLKI, SIKI) ..............................................................12

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................18

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena adanya kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal diatas 38°C) akibat suatu proses ekstrakranium tanpa adanya infeksi
intrakranial atau penyebab lain (UKK Neurologi IDAI, 2006).
Menurut The International League Against yang dikutip oleh Veisani, et al. 2014,
kejadian kejang demam pada bayi atau anak – anak pasti disertai suhu lebih dari 38°C
tanpa bukti adanya ketidakseimbangan elektrolit akut dan infeksi Central Nervous
System (CNS). Kejang demam mempengaruhi 2-5% anak–anak di dunia. Anak–anak
jarang mendapatkan kejang demam
pertamanya sebelum umur 6 bulan atau setelah 3 tahun. Insidensi kejang demam di
beberapa negara berbeda-beda. India 5-10%, Jepang 8,8%, Guam 14% dan di Indonesia
pada tahun 2005-2006 mencapai 2-4%. Data yang didapatkan dari beberapa negara
sangat terbatas, kemungkinan dikarenakan sulitnya membedakan kejang demam
sederhana dengan kejang yang diakibatkan oleh infeksi akut (Waruiru, 2014 ; Fadila,
2014).
Kejang demam dapat menyebabkan banyak gangguan seperti gangguan tingkah laku,
penurunan intelegensi dan peningkatan metabolisme tubuh. Berbagai gangguan ini jika
terjadi terus menerus dan berlangsung dalam waktu yang lama dapat mengakibatkan
kekurangan glukosa, oksigen dan berkurangnya aliran darah ke otak. Akibatnya kerja sel
akan terganggu dan
dapat menyebabkan kerusakan neuron serta retardasi mental (Pasaribu, 2013).
Tiga puluh persen kasus kejang demam akan terulang lagi pada penyakit demam
selanjutnya dan jika sudah terdapat kelainan struktural otak dapat meningkatkan risiko
terjadinya epilepsy.
Menurut World Health Organization (WHO, 2012), epilepsi adalah gangguan kronik
pada otak yang ditandai dengan adanya kejang berulang dan terkadang disertai dengan
hilangnya kesadaran.
Penelitian tentang hubungan riwayat kejang demam dengan epilepsi sudah pernah
dilakukan oleh Shawn McClelland et al pada tahun 2011 dengan analisis prospektif yang
mendukung gagasan bahwa kejang demam dapat mengakibatkan terjadinya epilepsi.
3
Gagasan ini juga didukung oleh Studi Praktik Umum Nasional Epilepsi (NGPSE) dalam
penelitian MacDonald (1999) dengan menggunakan kovariat Cox propotional hazards
model dilaporkan bahwa jumlah kasus kejang demam berkaitan dengan peningkatan
risiko terjadinya epilepsi serta penelitian Budiarto dengan rancangan kasus kontrol yang
melibatkan 100 penderita epilepsi dan 200 kelompok kontrol. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa kejang demam bermakna secara statistik sebagai faktor risiko
epilepsi (OR=5,941, p<0,05). Penelitian Kim (2013) mengemukakan bahwa dari 183
pasien kejang demam kompleks, 22 pasien berkembang menjadi epilepsi (OR=3,63,
p=0,031).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa di harapakan  mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien
KDS (Kejang Demam Sederhana)

2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan definisi atau pengertian KDS
b. Mampu menyebutkan etiologi KDS
c. Mampu menjelaskan patofiolog KD
d. Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada pasien KDS
e. Mampu menjelaskan factor resiko KDS
f. Mampu menjelaskan klasifikasi KDS
g. Mampu menjelaskan penatalaksanaan KDS

C. Waktu dan Tempat Pengambilan Kasus


Praktik klinik maternitas 1 ini dilakukan pada tanggal 25 – 6 Juli 2022 di RSUD
kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

D. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh mengenai laporan
pendahuluan praktik kerja industri ini, penulis menyusun secara sistematis dalam
bab-bab dengan rincian sebagai berikut:
BAB 1 Pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan, waktu, dan tempat
pengambilan kasus, dan sistematika penulisan.
4
BAB II Tinjaun teori.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
38oC. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3
bulan-5 tahun.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu mencapai >380C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial
maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6
bulan sampai dengan 5 tahun.
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi
bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik
yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak.
Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia
3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang
dari 18 bulan. Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong,
2018)

B. Klasifikasi
1. Kejang Demam Sederhana
Menurut Nabiel (2014) klasifikasi kejang demam sederhana antara lain :
a. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsy
b. Sebelumnya tidak ada riwayat cidera otak oleh penyakit apapun
c. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun
d. Lamanya kejang berlangsung < 20 menit
e. Kejang tidak bersifat tonik klonik
f. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
g. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau abnormalitas
perkembangan

2. Kejang demam kompleks


Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial
5
simpleks. Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik mengecap-
ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencokel yang berulang-ulang pada
tangan dan gerakan tangan lainnya.

C. Etiologi
1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak congenital
3. Faktor genetika
4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
5. Demam
6. Gangguan metabolisme
7. Trauma
8. Neoplasma, toksin
9. Gangguan sirkulasi
10. Penyakit degeneratif susunan saraf.
11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.

D. Faktor Resiko
Faktor resiko yang mempengaruhi kejang antara lain :
1. Umur
3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam, insiden
tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4 tahun, jarang terjadi pada
anak di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5 tahun. Serangan pertama biasanya
terjadi dalam 2 tahun pertama kemudian menurun dengan bertambahnya umur.

2. Jenis Kelamin
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan
dengan perbandingan 2:1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral
yang lebih cepat pada perempuan dibandingkan laki-laki.

3. Suhu Badan
Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi suhu
tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang kejang. Ambang kejang
berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3℃-41,4℃. Adanya
6
perbedaan ambang kejang ini menerangkan mengapa pada seorang anak baru
timbul kejang setelah suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada
anak lain kejang sudah timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi. Dari
pernyataan ini dapar disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan lebih
sering pada anak dengan nilai ambang kejang yang rendah.

4. Faktor Keturunan
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam.
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Kejang
demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan demam
atau pada waktu demam tinggi.
Faktor-faktor lain diantaranya :
1) Riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung
2) Perkembangan terlambat
3) Problem pada masa neonatus
4) Anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau
lebih. Risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, secepatnya anak mendapat
kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.

E. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi
ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan
di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial
membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan
energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan
sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
7
a. Perubahankonsentrasi ion di ruangekstraselular
b. Rangsangan yang dating mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel maupun ke membrane sel sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama
(lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energy untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi
artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme
otak meningkat.

8
F. Pathway

Toksik ,trauma Penyakit infeksi ekstracranial dll

Merangsang hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh

HIPERTERMI

Pengeluaran mediator kimia epinefrin dan prostaglandin

Merangsang peningkatan potensi aksi pada neuron

Merangsang perpindah ion K+ dan ion N+


secara cepat dari luar sel menuju ke dalam sel

Meningkatkan fase depolarisasi neuron dengan


cepat

KEJANG

Spasme otot Spasme Bronkus


ekstermitas
Penurunan kesadaran

Kekakuan otot
Resiko tinggi pernafas
cedra

Pola nafas tidak efektif

(Mansjoer,2012)

9
G. Tanda dan gejala Klinis Kejang Demam
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :

a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit


b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :

a. Kejang lama > 15 menit


b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG
abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi
atau kejang demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG
tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan
laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber
infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi
pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur
kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a.  Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200
mq/dl)

10
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c.  Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal   : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
5.  Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi    : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.

I. Penaktalaksanaan
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang
diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20
menit.
b. Turunkan panas
Anti piretika : paracetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,
walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada
kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis
atau bila kejang demam berlangsung lama. 
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5
11
mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a.  Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri
diazepam dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
–  Fero barbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
–  Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
–  Klonazepam : (indikasi khusus)

J. Pengkajian Keperawatan
1.  Anamnesa
a. Aktivitas atau Istirahat
1) Keletihan, kelemahan umum
2) Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
b. Sirkulasi
1) Iktal :Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
2) Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunannan di
dan pernafasan
c. Intergritas Ego
1) Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan
atau penanganan
2) Peka rangsangan :pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya
3) Perubahan dalam berhubungan
d. Eliminasi
1) Inkontinensia epirodik
2) Makanan atau cairan
3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang
12
e. Neurosensori
1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat
trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
3) Posiktal : Kelamaan, nyeriotot, area paratise atau paralisis
f. Kenyamanan
1) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
2) Nyeri abnormal proksimal  selama fase iktal
g. Pernafasan
1) Faseiktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan
sekresi mulus
2) Fase posektal : Apnea
h. Keamanan
1) Riwayat terjatuh
2) Adanya alergi
i. Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan sosialnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas
1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot
2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot
b. Integritas Ego
1) Pelebaran rentang respon emosional
c. Eleminasi
Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter
Posiktal :otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia
d. Makanan atau cairan
1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)
2) Hyperplasia ginginal
e. Neurosensori (karakteristik kejang)
1) Fase prodomal :Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon efektifitas
yang tidak menentu yang mengarah pada fase area.
2) Kejang umum
Tonik – klonik : kekakuan dan posturmen jejak, mengenag peningkatan
13
keadaan, pupil dilatasi, inkontineusia urine
3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah
kalau mental dan anesia
4) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan
5) Kejang parsial
Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir 15
menit tidak ada penurunan kesadaran gerakan ersifat konvulsif
f. Kenyamanan
1) Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati
2) Perubahan pada tonus otot
3) Tingkah laku distraksi atau gelisah 
g. Keamanan
1) Trauma padajaringanlunak
2) Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh

K. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kekakuan otot pernafasan
3. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas

L. Intervensi Keperawatan

No Dx Tujuan dan kriteria Intervensi Keperawatan


hasil
1. Hipertermi Setelah dilakukan Intervensi Utama : Manajemen
Hipertermia
berhubungan asuhan keperawatan
dengan selama…x24 jam Observasi
proses diharapkan tidak
1. Identifikasi penyebab hipertermia
penyakit terjadi hipertermi atau (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan
panas, penggunaan inkubator)
peningkatan suhu
2. Monitor suhu tubuh
tubuh dengan kriteria 3. Monitor kadar elektrolit
4. Monitor haluaran urine
hasil:
5. Monitor komplikasi akibat
a. Suhu tubuh hipertermia
membaik

14
b. Kulit merah
Terapeutik
menurun
c. Kejang menurun 1. Sediakan lingkungan yang dingin
d. Takikardi menurun 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
e. Takipnea menurun 4. Berikan cairan oral
f. Kulit terasa hangat 5. Ganti layanan setiap hari atau lebih
sering jika mengalami hiperhidrosis
menurun (keringat berlebih)
6. Lakukan pendinginan eksternal (mis.
Selimut hipotermia ataukompres
dingin pada dahi, leher, abdomen,
aksila)
7. Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
8. Berikan oksigen jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena,jika perlu
2. Pola nafas Setelah diberikan Manajemenn jalan nafas
tidak efektif asuhan keperawatan Observasi
berhubungan selama …x24 jam -Monitor pola nafas (frekuensi,
dengan diharapkan pola nafas kedalaman, usaha nafas )
kekakuan kembali efektif dengan -Monitor bunyi nafas tambahan ( mis.
otot kriteria hasil: Gurgling, mengi, wheezing, rongkhi
pernafasan a. Tekanan ekspirasi kering )
meningkat -Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
b. Tekanan inspirasi
Terapeutik
meningkat
-Pertahankan kepatenan jalan napas
c. Dispnea menurun
dengan head-tilt dan chin-lift ( jaw-thrust
d. Penggunaan otot
jika curiga trauma servikal )
bantu menurun
-Lakukan penghisapan lender kurang dari
e. Frekuensi napas
15 detik
membaik
-Lakukan hiperoksigenasi sebelum
f. Kedalaman napas

15
membaik penghisapan endotrakeal
-Keluarkan benda padat pada forest
McGill

Edukasi
-Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari,
jika konraindikasi

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
3. Kegagalan Setelah dilakukan Intervensi Utama:
Pencegahan cedera
mekanisme tindakan keperawatan
Observasi
pertahanan selama 3 x 24 jam 1. Identifikasi area lingkungan yang
tubuh diharapkan masalah berpotensi menyebabkan cedera
2. Identifikasi obat yang berpotensi
tidak menjadi aktual menyebabkan cedera
dengan kriteria hasil: 3. Identifikasi kesesuaian alas kaki atau
stoking elastic pada ekstremitas
a. Toleransi aktivitas
bawah
meningkat
b. Kejadian cedera Terapeutik
menurun 1. Sediakan pencahayaan yang
c. Luka/lecet memadai
menurun 2. Gunakan lampu tidur selama jam
d. Ketegangan otot tidur
menurun 3. Sosialisasikan pasien dan keluarga
e. Fraktur menurun dengan lingkungan ruang rawat ( mis.
f. Gangguan penggunaan telepon, tempat tidur,
mobilitas menurun penerangan ruangan dan lokasi kamar
mandi)
4. Gunakan alas lantai jika berisiko
mengalami cedera serius
5. Sediakan alas kaki anti slip
6. Sediakan pispot atau urinal untuk
eliminasi di tempat tidur, jika perlu
7. Pastikan bel atau panggilan telepon
mudah dijangkau
8. Pastikan barang-barang pribadi
mudah dijangkau
9. Pertahankan posisi tempat tidur
diposisi terendah saat digunakan
10. Pastikan roda tempat tidur atau kursi

16
roda dalam kondisi terkunci
11. Gunakan pengaman tempat tidur
sesuai dengan kebijakan fasilitas
pelayanan kesehatan
12. Pertimbangkan penggunaan alarm
elektronik pribadi atau alarm sensor
pada tempat tidur atau kursi
13. Diskusikan mengenai latihandan
terapi fisik yang diperlukan
14. Diskusikan mengenai alat bantu
mobilitas yang sesuai (mis. tongkat
atau alat bantu jalan)
15. Diskusikan bersama anggota
keluarga yang dapat mendampingi
pasien
16. Tingkatkan frekuensi observasi dan
pengawasan pasien, sesuai kebutuhan
Edukasi
1. Jelaskan alas an intervensi
pencegahan jatuh ke pasien dan
keluarga
1. Anjurkan berganti posisi secara
perlahan dan duduk selama beberapa
menit sebelum berdiri

M. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai dengan apa yang direncanakan. Implementasi berisi
tanggal dan jam tindakan, tindakan apa yang telah dilakukan dan juga di respon
pasien.

N. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik dan terncana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lain. Mengevaluasi tindakan-
tindakan yang telah diimplementasikan terhadap pasien meliputi data subjektif,
objektif, assessment, dan planning.
1) Tannda-tanda vital dalam rentang normal
2) Suhu tubuh pasien dalam kisaran normal
3) Tidak ada kejang berulang

17
4) Tida terdapat sianosis

DAFTAR PUSTAKA

Carolin, Elizabeth J. 2012.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC.

Carpenito, L.J.,2015, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis. Jakarta:EGC

Herdman,Heather dan Shigemi Kamitsuru.2015.Diagnosa Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi.Jakarta:EGC

Hidayat, Azis Alimul 2015.Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I Edisi:1. Jakarta:Salemba


medika.

PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

PPNI.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat PPNI.

PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat PPNI.

18

Anda mungkin juga menyukai