Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN (KEJANG DEMAM)

OLEH :

LAUDY SATRIA HAKIM LAKSANA

462017027

STASE PEDIATRIC

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA, 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KASUS KEJANG DEMAM

A. Pengertian
Kejang merupakan suatu gejala yang timbul dari efek langsung maupun tidak
langsung dari penyakit sistem saraf pusat (SSP). Kejang demam yaitu salah satu
gangguan pada sistem neurologik yang paling sering dijumpai pada masa anak-anak,
seringkali demam terjadi disebabkan oleh infeksi yang mengenai jaringan
ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis media akut dan bronkitis. Tidak hanya demam
tinggi, kejang juga bisa terjadi karena adanya penyakit radang selaput otak, tumor,
trauma, atau benjolan dikepala, dan gangguan cairan elektrolit pada tubuh (Riyadi &
Sukarmin, 2013). Kejang demam bisa dikatan bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38℃). Kejang demam dapat terjadi 2 – 4%
pada anak berusia 6 bulan – 5 tahun (Amid & Hardhi, NANDA NIC – NOC 2015).
Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu: (Wulandari & Erawati,
2016)
1. Kejang demam sederhana
Kejang yang berlangsung singkat, pada umumnya kejang akan berhenti
kurang dari 15 menit. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
2. Kejang demam kompleks
Kejang yang berlangsung lama, seringkali terjadi dalam waktu lebih
dari 15 menit. Kejang berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
B. Etiologi
Penyebab kejang demam menurut Ridha (2014) yaitu:
1. Faktor genetika
Salah satu penyebab terjadinya kejang demam adalah faktor keturunan, sebanyak
25-50% anak yang mengalami kejang demam pada umumnya mereka memiliki
anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam.
2. Infeksi
a. Bakteri : adanya penyakit pada traktus respiratorius, faringitis, tonsilitis, dan
otitis media.
b. Virus : disebabkan oleh virus varicella (cacar), morbili (campak), dengue
(virus demam berdarah).
3. Demam
Kejang demam seringkali timbul dalam 24 pertama pada waktu sakit dengan
demam tinggi.
4. Gangguan metabolisme
Seperti uremia, hipoglikemia, kadar gula darah kurang dari 30 mg% pada
neonates cukup bulan dan kurang dari 20 mg% pada bayi dengan badan lahir
rendah atau hiperglikemia.
5. Trauma
Kejang berkembang pada minggu pertama setelah terjadi cidera kepala.
6. Gangguan sirkulasi
7. Penyakit degeneratif susunan saraf
C. Patofisiologi (pathway)

D. Tanda dan Gejala


Menurut Wulandari & Erawati (2016) tanda dan gejala kejang demam yaitu:
1. Kejang terjadi secara singkat, dapat berhenti sendiri, kejang seringkali terjadi
pada anak-anak.
2. Kejang pada umumnya diawali dengan kejang tonik kemudian klonik yang
berlangsung dalam waktu 10 s.d 15 menit.
3. Takikardi: pada bayi dengan frekuensi di atas 150 – 200 per menit.
4. Kejang timbul dalam waktu 24 jam setelah suhu badan naik yang diakibatkan
oleh infeksi pada sistem saraf pusat.
5. Kejang dapat menimbulkan bendungan sistem vena:
- Hepatomegali
- Peningkatan tekanan vena jugularis
E. Komplikasi
Komplikasi kejang demam menurut Wulandari & Erawati (2016) adalah
1. Kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai demam tinggi.
2. Epilepsi
Kerusakan pada bagian medail lobus temporalis setelah terjadi kejang yang
berlangsung lama, dan mengakibatkan epilepsi secara spontan di kemudian hari.
3. Kelainan anatomi di otak
Kejang yang berlangsung lama akan menyebabkan kelainan pada otak, ini
seringkali lebih banyak terjadi pada anak berusia 4 bulan sampai 5 tahun.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Encephalograft (EEG)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya epilepsi,
tetapi hasil EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga terjadinya
epilepsi atau kejang demam yang berulang di kemudian hari.
2. Pemeriksaan laboratorium dapat berupa pemeriksaan darah tepi secara lengkap,
cairan elektrolit, dan pemeriksaan gula darah meskipun tidak menunjukkan
kelaian yang berarti.
3. Indikasi lumbal fungsi pada kejang demam yaitu untuk menegakkan atau
menghilangkan kemungkinan terjadinya meningitis. Indikasi lumbal fungsi
meliputi:
- Bayi kurang dari 12 bulan harus dilakukan lumbal fungsi karena gejala
meningitis yang tidak jelas.
- Bayi antara 12 bulan – 1 tahun dianjurkan melakukan lumbal fungsi.
4. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan atau MRI, pemeriksaan ini tidak dianjurkan
pada anak tanpa adanya kelainan neurologist karena hampir semuanya
menunjukkan hasil normal. CT scan atau MRI di anjurkan pada kasus kejang
fokal untuk mencari lesi organik di otak.
G. Pengkajian
 Pengkajian secara umum
a. Identifikasi pasien dan penanggung jawab.
b. Identifikasi riwayat penyakit
c. Melakukan pemeriksaan fisik dari keaadan umum, kesadaran, kepala, mata,
hidung, mulut, gigi, lidah, telinga, leher, dada, abdomen, serta ekstremitas
atas dan bawah.
d. Melakukan pemeriksaan TTV.
H. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Hipertermi b.d proses penyakit atau infeksi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
mengabsorbsi makanan
3. Resiko aspirasi b.d penurunan tingkat kesadaran, penurunan refleks menelan
4. Resiko kejang b.d peningkatan suhu tubuh
5. Resiko cidera fisik b.d kejang
6. Resiko keterlambatan perkembangan b.d kejang berulang
7. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d kerusakan sel neuron otak
I. Intervensi Keperawatan
Daftar Pustaka

Amin Huda dan Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. ISBN : 978-602-72002-2-7.
Yogyakarta.

Wulandari, D & Meira Erawati. (2016). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.

Riyadi, S., dan Sukarmin. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta : Graha
Ilmu.

Ridha, Nabil. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Anda mungkin juga menyukai