Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM ( KD )

DIRUANG IGD RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA

Di Susun Oleh :

SRI WAHYUNINGSIH

NIM : P180747

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIYATA HUSADA

SAMARINDA

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam merupakan salah satu bentuk pertahanan tubuh terhadap masalah yang terjadi dalam
tubuh. Demam pada umumnya tidak berbahaya, tetapi bila demam tinggi dapat menyebabkan masalah

serius pada anak. Masalah yang sering terjadi pada kenaikan suhu tubuh diatas 38ºC yaitu kejang
demam (Ngastiyah, 2012).

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan dengan demam.
Keadaaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering dijumpai pada masa kanak-

kanak dan menyerang sekitar 4% anak (Wong, 2009). Kejang demam terjadi pada kenaikan suhu tubuh
yang biasanya disebabkan oleh proses ekstrakranium sering terjadi pada anak, terutama pada

penggolongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun (Ridha, 2014).


Christopher (2012), menyebutkan 2 sampai 5 % dari seluruh anak di dunia yang berumur ≤5 tahun

pernah mengalami kejang demam, lebih dari 90% terjadi ketika anak berusia <5 tahun. Insiden tertinggi

kejang demam terjadi pada usia dua tahun pertama (Vestergaard, 2006). Hasil penelitian prospektif

Sillanpa, dkk (2008), menyebutkan di Finlandia diperoleh insidens rate kejang demam 6,9% pada anak
usia 4 tahun.

Penelitian Gunawan, dkk (2012), menyebutkan hampir 1,5 juta kejadian kejang demam terjadi tiap

tahunnya di USA, dan sebagian besar terjadi dalam rentang usia 6 hingga 36 bulan dengan puncak pada

usia 18 bulan. Angka kejadian kejang demam bervariasi diberbagai negara. Daerah Eropa Barat dan

Amerika tercatat 2 sampai 4% angka kejadian kejang demam pertahunnya. Sedangkan di India sebesar 5
sampai 10 % dan di Jepang 8,8%. Hampir 80% kasus Kejang demam adalah kejang demam sederhana
(kejang<15 menit, fokal atau klonik dan akan berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang pada

waktu 24 jam). Sedangkan 20% kasus merupakan kejang demam komplek.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi kejang demam?

2. Bagaimana etiologi terjadinya kejang demam?


3. Bagaimana manifestasi klinis dari kejang demam?
4. Bagaimana patofisiologi terjadinya kejang demam?

5. Apa komplikasi dari kejang demam?


6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari kejang demam?

7. Bagaimana penatalaksanaan klien anak dengan kejang demam?


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu 38°C) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Biasanya kejang terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5

tahun, bila anak usia kurang 6 bulan atau lebih 5 tahun mengalami kejang didahului oleh demam,
kemungkinan lainya, misalnya mengalami epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Anak yang

mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk kejang demam.
Kejang disertai demam pada bayi usia kurang lebih 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam (Garna

& Nataprawira, 2005).


Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas

38°C). Kondisi yang menyebabkan kejang demam antara lain : infeksi yang mengenai jaringan
ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).

Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak.

Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang

disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan
bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden terjadinya kejang demam terutama pada

golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 8 3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun

pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki dari pada

perempuaan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih

cepat dibandingkan laki-laki (Judha & Rahil, 2011).


Kejang demam terjadi jarang sebelum umur 9 bulan dan sesudah umur 5 tahun. Kejang demam
sering terjadi sekitar usia 14 sampai 18 bulan. Kejadian kejang demam menunjkan fenomena

kecenderungan faktor genetik. Resiko kejang demam meningkat jika ada riwayat kejang demam pada
keluarga (orang tua & saudara kandung) (Behrman, Robert , Kliegman, Arvin, 2000).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kejang demam adalah bangkitan kejang

yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering dijumpai pada anak usia di bawah umur 5

tahun.
Dari pengertian diatas maka penulis menyimpulkan bahwa yang di maksud kejang demam adalah
perubahan potensial listrik cerebral yang berlebihan akibat kenaikan suhu dimana suhu rectal diatas

38°C sehingga mengakibatkan renjatan kejang yang biasanya terjadi pada anak dengan usia 3 bulan
sampai 5 tahun.Kejang demam adalah suatu kondisi saat tubuh anak sudah tidak dapat menahan

serangan demam pada suhu tertentu (Widjaja, 200 1).


Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu badan ini disebabkan

oleh kelainan ekstrakranial (Lumbantobing, 1995). Dari pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan
bahwa kejang demam adalah kondisi tubuh anak yang tidak dapat menahan demam pada peningkatan

suhu tubuh yang disebabkan oleh karena proses ekstrakranial.

B. Etiologi

Menurut Randle-Short (1994) kejang demam dapat disebabkan oleh:


1. Demam tinggi. Demam dapat disebabkan oleh karena tonsilitis, faringitis, otitis media,

gastroentritis, bronkitis, bronchopneumonia, morbili, varisela, demam berdarah, dan lain-lain.


2. Efek produk toksik dari mikroorganisme (kuman dan otak) terhadap otak.

3. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.


4. Perubahan cairan dan elektrolit.

5. Faktor predispisisi kejang deman, antara lain:


a. Riwayat keluarga dengan kejang biasanya positif, mencapai 60% kasus. Diturunkan secara

dominan, tapi gejala yang muncul tidak lengkap.


b. Angka kejadian adanya latar belakang kelainan masa pre-natal dan perinatal tinggi.

c. Angka kejadian adanya kelainan neurologis minor sebelumnya juga tinggi, tapi kelainan

neurologis berat biasanya jarang terjadi.

C. Manifestasi Klinis

Menurut Arif Mansjoer (2000), kejang demam umumnya berlangsung singkat, yaitu berupa serangan

kejang klonik atau tonik-klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik

ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului dengan

kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.


Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung lebih dari
15 menit. Seringkali kejang berhenti dengan sendirinya. Setelah kejang berhenti, anak tidak memberikan

reaksi apapun untuk sementara waktu, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan
sadar kembali tanpa ada defisit neurologis. Kejang dapat diikuti dengan hemiparesis sementara. (Todd’s

hemiparesis) yang berlangsung selama beberapa jam hingga beberapa hari. Kejang unilateral yang lama

dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering

terjadi pada kelang demam yang pertama.


D. Klasifikasi Kejang Demam

Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dantungkai dapat
diklasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu : kejang parsial sederhana dan kejang parsial kompleks.
1. Kejang parsial sederhana

Kesadaran tidak terganggu dapat mencakup satu atau dua hal sebagai berikut;a.
a. Tanda-tanda motoris; kedutan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh;umumnya gerakan

setiap kejang samaa.


b. Tanda atau gejala otonomik; muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.

c. Gejala sematosensoris atau sensoris khusus; mendengar musik, merasa seakanjatuh dari udara,
parestesia.a.

d. Gejala psikik; dejavu, rasa takut, visi panoramik.


2. Kejang parsial kompleks

Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsialsimpleks.


Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik;mengecap0ecapkan bibir,

mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulangpada tangan, dan gerakan tangan lainnya.

Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku.(Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden, 2002)

E. Komplikasi

Komplikasi pada kejang demam anak menurut Garna & Nataprawira (2005)

1. Epilepsi

Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan yang

bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang yang terjadi pada epilepsi kejang akibat lepasnya
muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat.
2. Kerusakan jaringan otak

Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan
glutamat yang mengikat resptor M Metyl D Asparate (MMDA) yang mengakibatkan ion kalsium

dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible.

3. Retardasi mental

Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus.


4. Aspirasi
Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas.

5. Asfiksia
Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secra spontan atau teratur.
F. Pemeriksaan Penunjang

Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi:


1. Darah
a. Glukosa darah:hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N<200mq/dl)

b. BUN:peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat
dari pemberian obat.

c. Elektrolit:Kalium, natrium.Ketidakseimbngan elektrolit merupakan predisposisi kejang


d. Kalium (N 3,80-5,00 meq/dl)

e. Natrium (N 135-144 meq/dl)


2. Cairan cerebo spinal:mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,pendarahan penyebab

kejang
3. X Ray:untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi

4. Tansiluminasi: suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbaik (di bawah 2 tahun) di
kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala EEG: teknik untuk menekan aktivitas

listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang,hasil biasanya

normal.

5. CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark hematoma,cerebral oedema,trauma,abses,tumor


dengan atau tanpa kontras.

G. Penatalaksanaan

Menurut, Judha & Rahil (2011), menyatakan bahwa dalam penanggulangan kejang demam ada 4

faktor yang perlu dikerjakan yaitu : Pemberantasan kejang secepat mungkin, apabila seorang anak
datang dalam keadaan kejang, maka :
1. Segera diberikan diazepam dan pengobatan penunjang

2. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala
sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk

menjamin kebutuhan oksigen, pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan

oksigen.

3. Pengobatan rumat
Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis per hari pertama, kedua diteruskan
4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya.

4. Mencari dan mengobati penyebab


Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian

antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang
lama pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium, kalsium, natrium dan faal

hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, ensefalografi.


H. Diagnosa Keperawatan

1. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan menumpuknya sekret pada jalan nafas.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (terganggunya sistem termoregulasi).
3. Risiko terjadinya kejang berulang berhubungan dengan adanya peningkatan suhutubuh.

4. Risiko cedera berhubungan dengan adanya kejang


5. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang berhubungan dengankurangnya

informasi.
DAFTAR PUSTAKA

Behram, klieman & Nelson. 2000. ”Ilmu kesehatan anak”. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta Kedokteran jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius

Wilson,Hockenberry.” Wong’s, nursing care of infants and children jilid 2”.Canada: Evolve
Marlyn E. Doenges,dkk.2000.”Rencana Asuhan Keperawatan”. Jakarta : EGC

Hadinegoro Sri Rejeki.2011.”Panduan Imunisasi Anak Edisi1”. Jakarta : IKD


dr T.H Rampengan,Dsak.1997.”Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak Cetakan Ke III”.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai