Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN MASALAH


KEJANG DEMAM SIMPLEKS DI RUANG IRNA 3A
RS KOTA MATARAM

OLEH :
ROHLIANA SAFITRI
NIM : 083 STYJ22

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP PROFESI
MATARAM
2022
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Febrile Seizure atau kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38℃). Kondisi yang dapat menyebabkan kejang
demam antara lain: infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsillitis, otitis
media akut atau bronchitis (Riyadi & Sukarmin, 2013:53 dalam Maulana, 2018).
Kejang demam lebih familiar dengan istilah “step” di telinga masyarakat,
merupakan kejadian kejang yang disebabkan oleh peningkatan suhu tubuh di atas normal
(demam). Suatu keadaan yang hampir selalu membuat panik keluarga penderita.
Masyarakat awam menggambarkan “step” dengan gejala kekakuan otot tubuh mendadak,
kejang – kejang, wajah membiru, mata melirik – lirik ke satu arah terus menerus, dan
kesadaran menurun disertai suhu tubuh yang tinggi.
Kejang yang berlangsung lama biasanya disertai apneu (henti nafas) yang dapat
mengakibatkan terjadinya hipoksia (berkurangnya kadar oksigen jaringan) sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan
sel neuron otak. Apabila anak sering kejang, akan semakin banyak sel otak yang rusak
dan mempunyai risiko menyebabkan keterlambatan perkembangan, retardasi mental,
kelumpuhan dan juga 2-10% dapat berkembang menjadi epilepsi (Mahmoud
Mohammadi, 2010 dalam Maulana, 2018).
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep penyakit kejang demam ?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada kejang demam ?
1.3 Tujuan
1. Untuk megetahui konsep penyakit kejang demam
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada kejang demam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Penyakit Kejang Demam
1. Definisi
Kejang demam (Kejang tonik-klonik demam) adalah bangkitan kejang
yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh mencapai >38℃. Kejang demam dapat
terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi
pada 2 – 4 % populasi anak berumur 6 bulan sampai 5 taun. Paling sering pada
anak usia 17 – 23 bulan (Nurarif, 2015 :163 dalam Maulana, 2018).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari, 38° C) akibat suatu proses ekstra kranial, biasanya
terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun. Setiap kejang kemungkinan dapat
menimbulkan epilepsi dan trauma pada otak, sehingga mencemaskan orang tua.
Pengobatan dengan antikonvulsan setiap hari yaitu dengan fenobarbital atau asam
valproat mengurangi kejadian kejang demam berulang. Obat pencegahan kejang
tanpa demam (epilepsi) tidak pernah dilaporkan. Pengobatan intermittent dengan
diazepam pada permulaan pada kejang demam pertama memberikan hasil yang
lebih baik. Antipiretik bermanfaat, tetapi tidak dapat mencegah kejang demam
namun tidak dapat mencegah berulangnya kejang demam (Vebriasa et al., 2016
dalam Kharisma, 2021).
Kejang demam merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada
anak. Kejang demam umumnya terjadi pada anak yang berusia 6 bulan sampai 5
tahun. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai
pada anakanak, terutama pada golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun. Kejang
demam dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks. Setelah kejang demam pertama, 33% anak akan 8 9 mengalami
satu kali rekurensi (kekambuhan), dan 9% anak mengalami rekurensi 3 kali atau
lebih. Beberapa penelitian mengatakan rekurensi dari kejang demam akan
meningkat jika terdapat faktor risiko seperti kejang demam pertama pada usia
kurang dari 12 bulan, terdapat riwayat keluarga dengan kejang demam, dan jika
kejang pertama pada suhu <40◦c atau terdapat kejang demam kompleks (Pediatric,
2016 dalam Kharisma, 2021).
2. Etiologi
Penyebab kejang demam Menurut Maiti & Bidinger (2018) yaitu: Faktor-faktor
periental, malformasi otak konginetal
a. Faktor Genetika Faktor keturunan dari salah satu penyebab terjadinya
kejang demam, 25-50% anak yang mengalami kejang demam memiliki
anggota keluarga yang pernah mengalami kejang demam.
b. Penyakit infeksi
1) Bakteri : penyakit pada traktus respiratorius, pharyngitis, tonsillitis,
otitis media.
2) Virus : varicella (cacar), morbili (campak), dengue (virus penyebab
demam berdarah)
c. Demam
Kejang demam cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit
dengan demam tinggi, demam pada anak paling sering disebabkan oleh :
1) ISPA
2) Otitis media
3) Pneumonia
4) Gastroenteritis
5) ISK
d. Gangguan metabolisme
Gangguan metabolisme seperti uremia, hipoglikemia, kadar gula darah
kurang dari 30 mg% pada neonates cukup bulan dan kurang dari 20 mg%
pada bayi dengan berat badan lahir rendah atau hiperglikemia
e. Trauma
Kejang berkembang pada minggu pertama setelah kejadian cedera kepala
f. Neoplasma, toksin
Neoplasma dapat menyebabkan kejang pada usia berapa pun, namun
mereka merupakan penyebab yang sangat penting dari kejang pada usia
pertengahan dan kemudian ketika insiden penyakit neoplastik meningkat
g. Gangguan sirkulasi
h. Penyakit degenerative susunan saraf.
3. Klasifikasi
Klasifikasi kejang demam dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Kejang demam sederhana
Kejang demam yang berlangsung singkat kurang dari 15 menit, dan
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk tonik dan klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.
b. Kejang demam kompleks
Kejang lebih dari 15 menit, kejang fokal atau persial, kejang berulang atau
lebih dari 1 kali dalam 24 jam (Dervis, 2017 dalam Khairunisa, 2021).
Widagno (2012) dalam Putri (2017), mengatakan berdasarkan atas studi
epidemiologi, kejang demam dibagi 3 jenis, yaitu :
a. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion), biasanya terdapat
pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai kenaikan suhu tubuh yang
mencapai ≥ 39⁰C. Kejang bersifat umum dan tonik-klonik, umumnya
berlangsung beberapa detik/menit dan jarang sampai 15 menit. Pada akhir
kejang kemudian diakhiri dengan suatu keadaan singkat seperti mengantuk
(drowsiness), dan bangkitan kejang terjadi hanya sekali dalam 24 jam, anak
tidak mempunyai kelainan neurologik pada pemeriksaan fisis dan riwayat
perkembangan normal, demam bukan disebabkan karena meningitis atau
penyakit lain dari otak.
b. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile convulsion)
biasanya kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang berulang dalam 24
jam dan terdapat kejang fokal atau temuan fokal dalam masa pasca
bangkitan. Umur pasien, status neurologik dan sifat demam adalah sama
dengan kejang demam sederhana.
c. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure) biasanya sifat dan
umur demam adalah sama pada kejang demam sederhana dan sebelumnya
anak mempunyai kelainan neurologi atau penyakit akut. Faktor resiko
untuk timbulnya epilepsi merupakan gambaran kompleks waktu bangkitan.
Kejang bermula pda umur < 12 bulan dengan kejang kompleks terutama
bila kesadaran pasca iktal meragukan maka pemeriksaan CSS sangat
diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya meningitis.
4. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah ion kalium (K+ ) dan sangat sulit
dilalui oleh ion Natriun (Na+ ) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI- ).
Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
rendah, sedang diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan
jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K
ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini
dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan kenaikkan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa hanya 15%. Oleh karena itu kenaikkan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
keseluruh sel maupun ke membran sel disekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang
berbeda dan tergantung tinggiu rendahnyaambang kejang seseorang anak akan
menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya
dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama
( lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatkanya kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi
artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme
otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang (Lestari, 2016 &
Ngastiyah, 2012 dalam Putri, 2017).
5. Pathway
6. Manifestasi klinis
Dewanto (2009) dalam Putri (2017), mengatakan gambaran klinis
yang dapat dijumpai pada pasien dengan kejang demam diantaranya
:
a. Suhu tubuh mencapai >38⁰C
b. Anak sering hilang kesadaran saat kejang
c. mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian
tubuh anak berguncang (gejala kejang bergantung pada
jenis kejang)
d. Kulit pucat dan membiru
e. Akral dingin
7. Komplikasi
a. Kejang Demam Berulang
Faktor risiko terjadinya kejang demam berulang adalah:
1) Riwayat keluarga dengan kejang demam (derajat
pertama)
2) Durasi yang terjadi antara demam dan kejang kurang
dari 1 jam
3) Usia < 18 bulan
4) Temperatur yang rendah yang membangkitkan
bangkitan kejang
b. Epilepsi
Faktor risiko kejang demam yang berkembang menjadi
epilepsi adalah:
1) Kejang demam kompleks
2) Riwayat keluarga dengan epilepsi
3) Durasi demam kurang dari 1 jam sebelum terjadinya
bangkitan kejang
4) Gangguan pertumbuhan neurologis (contoh:
cerebral palsy, hidrosefalus)
c. Paralisis Todd
Paralisis Todd adalah hemiparesis sementara setelah
terjadinya kejang demam. Jarang terjadi dan perlu
dikonsultasikan ke bagian neurologi. Epilepsi Parsial
Kompleks Dan Mesial Temporal Sclerosis (MTS). Pada
pasien epilepsi parsial kompleks yang berhubungan dengan
MTS ditemukan adanya riwayat kejang demam
berkepanjangan.
d. Gangguan Tingkah Laku Dan Kognitif
Meskipun gangguan kognitif, motorik dan adaptif pada
bulan pertama dan tahun pertama setelah kejang demam
ditemukan tidak bermakna, tetapi banyak faktor independen
yang berpengaruh seperti status sosial-ekonomi yang buruk,
kebiasaan menonton televisi, kurangnya asupan ASI dan
kejang demam kompleks (Alomedika, 2018 dalam
Kharisma, 2021).
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk penyakit kejang demam adalah :
a. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk
penyebab demam atau kejang, pemeriksaan dapat meliputi
darah perifer lengkap, 19 gula darah, elektrolit, urinalisi, dan
biakan darah, urin atau feses.
b. Pemeriksaan cairan serebrosphinal dilakukan untuk
menegakkan atau kemungkinan terjadinya meningitis. Pada
bayi kecil sering kali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi
klinisnya tidak jelas. Jika yakin bukam meningitis secara
klinis tidak perlu dilakukan fungsi lumbal, fungsi lumbal
dilakukan pada :
1) Bayi usia kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan
2) Bayi berusia 12-18 bulan dianjurkan
3) Bayi lebih usia dari 18 bulan tidak perlu dilakukan
c. Pemeriksaan elektroenselografi (EEG) tidak
direkomendasikan, pemeriksaan ini dapat dilakukan pada
kejang demam yang tidak khas, misalnya kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, kejang demam
fokal. d. Pemeriksaan CT Scan dilakukan jiak ada indikasi :
1) Kelainan neurologis fokal yang menetap atau
kemungkinan adanya lesi structural di otak
2) Terdapat tanda tekanan intracranial (kesadaran
menurun, muntah berulang, ubun-ubun menonjol,
edema pupil) (Yulianti, 2017 dalam Khairunnisa,
2021).

9. Penatalaksanaan
Menurut Maiti & Bidinger (2018). Pengobatan medis saat terjadi
kejang
a. Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat
efektif dalam menghentikan kejang, dengan dosis
pemberian:
1) 5 mg untuk anak < 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk
anak > 3 tahun
2) 4 mg untuk BB < 10 kg dan 10 mg untuk anak
dengan BB > 10 kg 0,5 – 0,7 mg/kgBB/kali
b. Diazepam intravena juga dapat diberikan dengan dosis
sebesar 0,2 – 0,5 mg/kgBB. Pemberian secara perlahan –
lahan dengan kecepatan 0,5 – 1 mg/menit untuk
menghindari depresi pernafasan, bila kejang berhenti
sebelum obat habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat
diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila anak masih
kejang, Diazepam tidak dianjurkan diberikan per IM karena
tidak diabsorbsi dengan baik.
c. Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak
15 mg/kgBB perlahan – lahan, kejang yang berlanjut dapat
diberikan pentobarbital 50 mg IM dan pasang ventilator bila
perlu. b Setelah kejang berhenti Bila kejang berhenti dan
tidak berlanjut, pengobatan cukup dilanjutkan dengan
pengobatan intermetten yang diberikan pada anak demam
untuk mencegah terjadinya kejang demam. Obat yang
diberikan berupa:
1) Antipirentik Parasetamol atau asetaminofen 10 – 15
mg/kgBB/kali diberikan 4 kali atau tiap 6 jam.
Berikan dosis rendah dan pertimbangan 21 efek
samping berupa hiperhidrosis.
2) Ibuprofen 10 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali
3) Antikonvulsan
4) Berikan diazepam oral dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB
setiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko
berulang 5) Diazepam rektal dosis 0,5
mg/kgBB/hari sebanyak 3 kali perhari Bila kejang
berulang Berikan pengobatan rumatan dengan
fenobarbital atau asamn valproat dengan dosis asam
valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dibagi 2 – 3 dosis,
sedangkan fenobarbital 3 – 5 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 2 dosis.
d. Pengobatan keperawatan saat terjadi kejang demam
menurut adalah:
1) Saat terjadi serangan mendadak yang harus
diperhatikan pertama kali adalah ABC (Airway,
Breathing, Circulation)
2) Setelah ABC aman, Baringkan pasien ditempat yang
rata untuk mencegah terjadinya perpindahan posisi
tubuh kearah danger
3) kepala dimiringkan dan pasang sundip lidah yang
sudah di bungkus kasa
4) singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien
yang bisa menyebabkan bahaya
5) lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
6) bila suhu tinggi berikan kompres hangat
7) setelah pasien sadar dan terbangun berikan minum
air hangat 22
8) jangan diberikan selimut tebal karena uap panas
akan sulit dilepaskan (Nayiro, 2017 dalam
Khairunisa, 2021).
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Kejang Demam
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal
lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang
tua, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua. Wong (2009),
mengatakan kebanyakan serangan kejang demam terjadi setelah
usia 6 bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan peningkatan
frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18
bulan.
b. Keluhan utama
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C,
pasien mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan
kejang demam kompleks biasanya mengalami penurunan
kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang Biasanya orang tua klien
mengatakan badan anaknya terasa panas, nafsu makan anaknya
berkurang, lama terjadinya kejang biasanya tergantung pada
jenis kejang demam yang dialami anak.
d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien
dengan kejang demam kompleks mengalami gangguan
keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada anak
serta mengalami kelemahan pada anggota gerak
(hemifarise).
2) Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat
imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit infeksi
atau virus seperti virus influenza.
3) Riwayat nutrisi Saat sakit, biasanya anak mengalami
penurunan nafsu makan karena mual dan muntahnya
e. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum biasnaya anak rewel dan kesadaran compos
mentis 17 Poltekkes Kemenkes Padang
1) TTV :
Suhu : biasanya >38,0⁰C Respirasi: pada usia 2- <
12 bulan : biasanya > 49 kali/menit Pada usia 12
bulan - 40 kali/menit Nadi : biasanya >100 x/i
2) BB
Biasanya pada nak dengan kejang demam tidak
terjadi penurunan berar badan yang berarti
3) Kepala Biasanya tampak simetris dan tidak ada
kelainan yang tampak
4) Mata Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak
ikhterik, konjungtiva anemis.
5) Mulut dan lidah Biasanya mukosa bibir tampak
kering, tonsil hiperemis, lidah tampak kotor
6) Telinga Biasanya bentuk simetris kiri-kanan,
normalnya pili sejajar dengan katus mata, keluar
cairan, terjadi gangguan pendengaran yang bersifat
sementara, nyeri tekan mastoid.
7) Hidung Biasanya penciuman baik, tidak ada
pernafasan cuping hidung, bentuk simetris, mukosa
hidung berwarna merah muda.
8) Leher Biasanya terjadi pembesaran KGB
9) Dada
a) Thoraks
(1) Inspeksi, biasanya gerakan dada
simetris, tidak ada penggunaan otot
bantu pernapasan
(2) Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan
sama
(3) Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi
napas tambahan seperti ronchi.
b) Jantung
Biasanya terjadi penurunan atau
peningkatan denyut jantung I: Ictus cordis
tidak terlihat
P: Ictus cordis di SIC V teraba
P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea
parastrenalis kiri (pinggang jantung), SIC V
kiri agak ke mideal linea midclavicularis
kiri. Batas bawah kanan jantung disekitar
ruang intercostals III-IV kanan, dilinea
parasternalis kanan, batas atasnya di ruang
intercosta II kanan linea parasternalis kanan.
A: BJ II lebih lemah dari BJ I
11) Abdomen
biasanya lemas dan datar, kembung
12) Anus
biasanya tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
13) Ekstermitas :
a) Atas : biasanya tonus otot mengalami
kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
b) Bawah : biasanya tonus otot mengalami
kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
f. Penilaian tingkat kesadaran
1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal,
sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak
acuh, nilai GCS: 13 - 12.
3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat,
waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi,
kadang berhayal, nilai GCS: 11 - 10.
4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran
menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah
tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur
lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 –
4.
6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak
ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada
respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤
3.
2. Kemungkinan diagnosa keperawatan yang akan muncul
a. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan peningkatan sirkulasi otak
c. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi
d. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
e. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan
gangguan kejang

3. Intervensi keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1. (D.0130) Setelah dilakukan tindakan Observasi :
Hiperter keperawatan 3x24 jam 1. Identifikasi penyebab hipertermia
mia diharapkan suhu tubuh (mis. Dehidrasi, terpapar
membaik dengan kriteria lingkungan panas, penggunaan
hasil : incubator)
1. Keluhan menggigil 2. Monitor suhu tubuh
menurun 3. Monitor kadar elektrolit
2. Kulit merah menurun 4. Monitor komplikasi akibat
3. Kejang menurun hipertermia
4. Pucat menurun Terapeutik :
5. Hipoksia menurun 1. Sediakan lingkungan yang dingin
6. Suhu tubuh membaik 2. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan
tubh
Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
2. (D.0017) Setelah dilakukan tindakan Observasi :
Risiko asuhan keperawatan 3x24 1. Identifikasi penyebab
perfusi jam diharapkan peningkatan TIK
serebral ketidakefektifan aliran 2. Monitor peningkatan TD
tidak darah serebral meningkat 3. Monitor pelebaran tekanan nadi
efektif dengan kriteria hasil : 4. Monitor iregularitas irama napas
1. Tingkat kesadaran 5. Monitor penurunan tingkat
meningkat kesadaran
2. Kognitif meningkat 6. Monitor tekanan perfusi serebral
3. Gelisah mnurun Terapeutik :
4. Demam menurun 1. Pertahankan sterilisasi system
pemantauan
2. Pertahankan posisi kepala dan
leher netral
3. Atur interval pemantauan sesuai
kondisi pasien
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
3. (D.0136) Setelah dilakukan tindakan Observasi :
Risiko asuhan keperawatan 1. Identifikasi kebutuhan keselmatan
cedera selama 3x24 jam 2. Monitor perubahan keselamatan
diharapkan risiko cedera lingkungan
menurun dengan kriteria Terapeutik :
hasil : 1. Hilangkan bahaya keselamatan
1. Nafsu makan lingkungan
meningkat 2. Gunakan perangkat pelindung
2. Kejadian cedera 3. Sediakan alat bantu keamanan
menurun lingkungan
3. Ketegangan otot Edukasi :
menurun 1. Ajarkan individu, keluarga dan
4. Gangguan mobilitas kelompok risiko tinggi bahaya
menurun lingkungan
5. Gangguan kognitif
menurjn
6. Pola istirahat tidur
membaik

4. Implementasi/Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatf dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses


keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose
keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil
dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor
“kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa data,
perencanaan, dan pelaksanaan tindakan. Tujuan dan intervensi
dievaluasi adalah untuk menentukan apakah tujuan tersebut, dapat
dicapai secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Putri, dhesi regina. (2012). ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.R DAN AN.A
DENGAN KEJANG DEMAM DI RUANG IBU DAN ANAK RUMAH SAKIT
TINGKAT III Dr. REKSODIWIRYO PADANG. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Tulis Ilmiah Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh gelar Ahli
Madya Keperawatan Disusun Oleh, K. (2021). Asuhan Keperawatan Anak Pada
an. a Dengan Diagnosa Kejang Demam Di Ruang Baitunnisa 1 Rumah Sakit
Islam Sultan Agung Semarang.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN MASALAH
KEJANG DEMAM SIMPLEKS DI RUANG RAWAT INAP 3A
RS KOTA MATARAM
I. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : An. A
2. Usia : 3 tahun 2 bulan 5 hari
3. Jenis kelamin : perempuan
4. A g a m a : islam
5. Pendidikan :-
6. Alamat : Dusun Jerneng, Terong Tawah Kec. Labuapi
7. Tgl masuk : 21-11-2022
8. Tgl pengkajian : 22-11-2022
9. Diagnosa medik : Kejang Demam Simplek
10. Rencana terapi : Rawat inap
B. Identitas Orang tua
1. Ayah
a. N a m a : Ulidal Habib
b. U s i a : 34 tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan/sumber penghasilan : Wiraswasta
e. A g a m a : islam
f. Alamat : Dusun Jerneng, Terong Tawah Kec. Labuapi
2. Ibu
a. N a m a : Fida
b. U s i a : 32 tahun
c. Pendidikan : SD
d. Pekerjaan/Sumber penghasilan: IRT
e. Agama : Islam
f. Alamat : Dusun Jerneng, Terong Tawah Kec. Labuapi
C. Identitas Saudara Kandung

No Usia Hubungan Status Kesehatan


Nama
1. Furqon 5 tahun Saudara kandung Sehat

II. Keluhan Utama/Alasan Masuk Rumah Sakit : Kejang

III. Riwayat Kesehatan

A. Riwayat Kesehatan Sekarang (Riwayat anak sampai Anak di Rawat / Masuk


RS) :
Pasien dibawa ke IGD RS Kota Mataram pada tanggal 21-11-2022 pukul
18.50 dengan keluhan kejang, keluarga pasien mengatakan anaknya
mengalami kejang 15 menit sebelum dibawa ke RS kejang sekitar 1 menit,
kaku seluruh badan dan mata mendengklik ke atas. Hasil pengkajian di IGD
didapatkan S : 39,8◦C, N :138x/menit, RR: 35x/menit, pasien mendapatkan
terapi infus D5% ½ NS 1000 cc/24 jam, PCT 120 mg, Ampicilin 4x250 mg,
PCT 4x130 mg, Santagesik 100 mg, Diazepam 2 mg kemudian pasien
dipindahkan ke ruang rawat inap 3A.

Pada saat pengkajian keluarga pasien mengatakan anaknya masih demam


tetapi sudah tidak mengalami kejang, hasil pemeriksaan didapatkan S :38,6◦C,
RR :22x/menit, Nadi : 105x/menit.

B. Riwayat Kesehatan Lalu (khusus untuk anak usia 0 – 5 tahun)


1. Prenatal care
a. Pemeriksaan kehamilan/ANC: 2 kali selama kehamilan
b. Keluhan selama hamil : mual, pusing
c. Riwayat Minum Obat/Therapi: -
d. Kenaikan BB selama hamil : 10-12 Kg
e. Imunisasi TT : -
f. Golongan darah ibu : B Golongan darah ayah :-
2. Natal
a. Tempat melahirkan : Poskesdes
b. Jenis persalinan : Normal
c. Penolong persalinan : Bidan
d. Cara untuk memudahkan persalinan : tidak ada
e. Komplikasi waktu lahir : tidak ada
3. Post natal
a. Kondisi bayi : menagis spontan
b. Apakah anak mengalami (Untuk semua Usia) : tidak ada
* Penyakit yang pernah dialami : tidak ada
* Kecelakaan yang pernah dialami: tidak ada
* Pernah alergi: tidak ada
C. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang mengalami
penyakit seperti yang dialami pasien saat ini
1. Genogram
: perempuan
: pasien
: laki-laki meninggal
: laki-laki
: perempuan meninggal

: garis pernikahan

: garis keturunan

IV. Riwayat Imunisasi

Waktu Pemberian Reaksi setelah Pemberian


NO Jenis Imunisasi
(Mgg/bln) (Ada/Tidak)
1. BCG 1 bulan Demam
2. DPT (I,II,III) 3 bulan Demam
3. Polio (I,II,III,IV) 4 bulan Demam
4. Campak 9 bulan Demam
Hepatitis Segera setelah bayi Menagis spontan
5.
lahir
V. Riwayat Tumbuh Kembang

A. Pertumbuhan Fisik
1. Berat badan
Sebelum Sakit : 10,1 kg
Saat Sakit : 10,1 kg
2. Tinggi badan
Sebelum Sakit : 90 cm
Saat Sakit : 90 cm
3. Waktu tumbuh gigi, Usia : 10 bulan
4. Tanggal gigi, Usia : - bulan/tahun
B. Perkembangan Anak tiap tahap terkait :
1. Motorik Kasar Anak
Sebelum Sakit : keluarga pasien mengatakan anaknya aktif bermain
Saat Sakit : keluarga pasien mengatakan anaknya hanya bermain
ketika dia bosan di tempat tidur dan sesekali berjalan-
jalan
2. Motorik Halus Anak
Sebelum Sakit : keluarga pasien mengatakan anaknya sudah bisa
mencoret-coret di kertas, menyusun barang
Saat Sakit : keluarga pasien mengatakan anaknya hanya menontok
kartun di hp
3. Bahasa Anak
Sebelum Sakit : keluarga pasien mengatakan anaknya sudah bisa diajak
mengobrol dan ia merupakan anak yang aktif
Saat Sakit : keluarga pasien mengatakan anaknya masih sering
mengobrol dan hanya sesekali rewel ketika ia bosan
4. Sosial Anak
Sebelum Sakit : keluarga pasien mengatakan anaknya aktif bermain
bersama teman-temannya di lingkungan rumah
Saat Sakit : keluarga pasien mengatakan anaknya hanya mengajak
berjalan-jalan diarea rumah sakit saja
VI. Riwayat Nutrisi
A. Pemberian ASI
1. Pertama kali disusui: saat baru lahir
2. Cara pemberian : langsung
3. Lama pemberian : 15-20 menit
B. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
Usia Jenis Nutrisi Lama Pemberian
1. 0 – 6 Bulan Bubur 2x sehari
2. 6 – 12 Bulan Makanan lunak dan makanan 3x sehari
yang sedikit kasar
3. Saat ini Semua jenis makanan 3x sehari
VII. Riwayat Psikososial
¤ anak tinggal di : rumah kedua orang tua
¤ Lingkungan berada di : lingkungan berneng, kec.labuapi
¤ Apakah rumah dekat dengan : rumah pasien berada di dekat sungai
¤ Apakah ada tangga yang bisa berbahaya : keluarga pasien mengatakan tidak ada
* Apakah anak punya ruang bermain : keluarga pasien mengatakan tidak ada
¤ Hubungan antar anggota keluarga : keluarga pasien mengatakan memiliki
hubungan yang baik antar keluarga
¤ Pengasuh anak, siapa : keluarga pasien mengatakan tidak ada
VIII. Riwayat Spiritual
¤ Support sistem dalam keluarga : pasien mendapatkan support penuh dari
keluarganya
¤ Kegiatan keagamaan : pasien belum bisa melakukan kegiatan
keagamaan secara mandiri
IX. Reaksi Hospitalisasi
A. Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
1. Mengapa ibu membawa anaknya ke RS
Keluarga pasien mengatakan karena dia merasa khawatir dengan keadaan
anaknya
2. Apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak
Keluarga pasien mengatakan bahwa dokter menjelaskan tentang kondisi
anaknya
3. Bagaimana perasaan orang tua saat ini
Keluarga pasien mengatakan bahwa ia khawatir dan merasa sangat hancur
ketika anaknya harus dirawat di rumah sakit
4. Apakah orang tua akan selalu berkunjung
Keluarga pasien mengatakan bahwa ia akan selalu menjaga anaknya
selama berada di rumah sakit
5. Siapa yang akan tinggal dengan anak
Keluarga pasien mengatakan bahwa ibunya yang selalu tinggal bersama
anaknya selama di rumah sakit karena bapaknya harus pergi bekerja pada
pagi hingga sore hari
X. Aktivitas sehari-hari (di Uraikan dalam bentuk Narasi)
A. Nutrisi
Ibu pasien mengatakan bahwa memberikan anaknya full ASI dan mulai
memberikan MP-ASI pada usia 6 bulan berupa bubur lunak dan mulai
memberikan makanan yang teksturnya keras seiring dengan pertumbuhan
anak. Pada saat ini anak sudah bisa memakan semua jenis makanan seperti
nasi, sayur, snack, dll.
B. Cairan
Ibu pasien mengatakan anaknya sering minum air putih dan sesekali
meminum minuman kemasan
C. Eliminasi (BAB&BAK)
Ibu pasien mengatakan anaknya tidak memiliki masalah pencernaan ,
anaknya BAK 3-5 kali sehari memakian pempers dan BAB 2-3 kali sehari
dengan konsistensi pandat campur lunak dan berbau khas.
D. Istirahat tidur
Ibu pasien mengatakan anaknya selama berada di rumah sakit jarang rewel
dan anaknya bisa tidur walaupun kadang-kadang terbangun karena bosan
berada di tempat tidur dan mengajak untuk berjalan-jalan disekitar rumah
sakit
E. Olah Raga
Ibu pasien mengatakan anaknya selama dirumah tidak pernah olahraga
anaknya hanya bermain disekiat lingkungan rumah, selama dirumah sakit
anaknya juga tidak pernah melakukan kegiatan olahraga.
F. Personal Hygiene
Ibu pasien mengatakan anaknya belum bisa melakukan personal hygiene
secara mandiri, anaknya masih membutuhkan bantuan saat melakukan
personal hygiene seperti saat BAB/BAK.
G. Aktifitas/Mobilitas Fisik
Ibu pasien mnegatakan bahwa anaknya merupakan seorang yang aktif
bermain, berlari, berjalan, dan tidak terlalu rewel walaupun sedang sakit.
H. Rekreasi dan Bermain
Ibu pasien mengatakan anaknya hanya bermain di lingkungan rumah sakit
dengan cara berjalan-jalan.
XI. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan umum klien
GCS : E : 4, V: 5, M : 6 = Compos mentis
B. Tanda-tanda vital
=Suhu : 38,6 ◦C
=Nadi : 105x/menit
= Respirasi : 22x/menit
C. Antropometri
= Tinggi Badan : 90 cm
= Berat Badan : 10,1 kg
= Lingkar lengan atas : 12 cm
= Lingkar kepala : 20 cm
= Lingkar dada : 50 cm
= Lingkar perut : 45 cm
C. Sistem Pernapasan
Bentuk dada simetris, tidak ada tarikan dinding dada, tidak ada lesi, tidak ada
nyeri tekan tidak ada pembesaran organ jantung dan paru-paru, tidak terdapat
suara nafas tambahan.
D. Sistem Kardio Vaskuler
Bentuk dada simetris, tampak tidak ada tarikan dinding dada, tidak ada lesi,
tidak ada nyeri tekan tidak ada pembesaran organ jantung dan paru-paru, tidak
terdapat suara nafas tambahan
F. Sistem Pencernaan
Tidak ada lesi dan nyeri tekan pada abdomen, terdapat bising usus hiperaktif
10-18 kali/menit, tidak ada pembesaran organ hati, kantung empedu, limpa,
pankreas, usus halus, ginjal, usus besar
G. Sistem Indra
Mata : bentuk simetris, konjungtiva anemis, reflek cahaya positif
Hidung : bentuk simetris, tidak ada penumpukan secret
Telinga : bentuk simetris, tampak besih, tidak ada lesi, tidak ada penumpukan
serumen
Mulut : bibir kering, pucat, mukosa lembab
H. Sistem Saraf
Tidak terdapat masalah dengan system saraf, persepsi sensorik dan aktivitas
motoric pasien masih bekerja dengan baik
I. Sistem Muskulo Skeletal
Pasien masih bisa beraktivitas seperti biasa seperti berjalan, duduk, makan
menggunakan tangan.
J. Sistem Integumen
Kulit tampak bersih dengan warna kecoklatan dan sedikit kering
K. Sistem Endokrin
Tidak ditemukan masalah pada system endokrin
L. Sistem Perkemihan
Pasien masih bisa melakukan eliminasi secara normal
M. Sistem Reproduksi
Pasien belum menacapai umur pubertas sehingga sistem reproduksi belum
bekerja secara maksimal
XI. Diit yang diberikan
1. Pasien diberikan diet L. TKTP ( Lunak Tinggi Kalori Tinggi Protein )
E : 1400 kkal
P : 28 gr
L : 30 gr
KH : 210 gr
XII. Test Diagnostik
No Tanggal Jenis pemeriksaan Hasil Rentang normal
1. 21/11/2022 Hematologi lengkap
- Hemoglobin - L 8,9 g/dL - 14,0 – 17,5
- Jumlah eritrosit - 4,35 10^6/ uL - 4,50 – 5,90
- Hematocrit - L 30,6 - 40,0 – 52,0
- Jumlah trombosit - 361 10 ^3/ul - 150-450
MCV,MCH, MCHC
- MCV - L 70,3 fL - 80,0 - 96,0
- MCH - L 20,5 pg - 26,0 – 32,0
- MCHC - L 29,1 g/dL - 32,0 – 36,0
- RDW-CV - H 17,3 - 11,5 – 14,5
- Jumlah lekosit - 5,70 10^3/ul - 4,50 – 11,50
Hitung jenis
- Basofil - 0,4 - 0,0 – 2,0
- Eosinofil - L 0,5 - 1,0 – 3,0
- Neutrofil - 59,2 - 50,0 – 70,0
- Limfosit - 38,0 - 18,0 – 42,0
- Monosit - L 1,9 - 2,0 – 11,0
- Basofil - 0,002 10^3/ul - 0,00 – 0,10
- Eosinofil - 0,003 10^3/ul - 0,00 – 0,40
- Neutrofil - 3,4 10^3/ul - 2,3 – 6,1
- Lymphosit - 2,17 10^3/ul - 0,80 – 4,80
- Monosit - 0,11 10^3/ul - 0,45 – 1,30
- Ratio N/L - 1,57 - <3,13

XIII. Terapi saat ini


No Hari/tanggal Nama obat Kegunaan
1. 21/11/2022 D5% ½ NS 1000 cc/24 jam D5% : untuk rehidrasi, suplai energy
parenteral dan basic solution
NS : untuk menggantikan cairan tubuh
yang hilang, mengoreksi
ketidakseimbangan elektrolit, dan
menjaga tubh agar tetap terhidrasi dengan
baik
2. PCT 4x130 mg Obat untuk meredakan nyeri ringan
hingga sedang
3. Ampicillin 4x250 mg Mengatasi infeksi bakteri pada berbagai
bagian tubuh, seperti saluran pernafasan,
saluran pencernaan,saluran kemih, telinga
dan jantung
4. Diazepam 2 mg (k/p) Mengatasi gangguan kecemasan,
meredakan kejang, kaku otot, atau
sebagai obat penenang sebelum operasi
5. Santagesik (k/p) jika suhu Mengatasi nyeri akut atau kronik
38,5
1. 22/11/2022 D5% ½ NS 1000 cc/24 jam D5% : untuk rehidrasi, suplai energy
parenteral dan basic solution
NS : untuk menggantikan cairan tubuh
yang hilang, mengoreksi
ketidakseimbangan elektrolit, dan
menjaga tubh agar tetap terhidrasi dengan
baik
2. PCT 4x130 mg Obat untuk meredakan nyeri ringan
hingga sedang
3. Ampicillin 4x250 mg Mengatasi infeksi bakteri pada berbagai
bagian tubuh, seperti saluran pernafasan,
saluran pencernaan,saluran kemih, telinga
dan jantung
4. Diazepam 2 mg (k/p) Mengatasi gangguan kecemasan,
meredakan kejang, kaku otot, atau
sebagai obat penenang sebelum operasi
5. Santagesik (k/p) jika suhu Mengatasi nyeri akut atau kronik
38,5
1. 23/11/2022 D5% ½ NS 1000 cc/24 jam D5% : untuk rehidrasi, suplai energy
parenteral dan basic solution
NS : untuk menggantikan cairan tubuh
yang hilang, mengoreksi
ketidakseimbangan elektrolit, dan
menjaga tubh agar tetap terhidrasi dengan
baik
2. PCT 4x130 mg Obat untuk meredakan nyeri ringan
hingga sedang
3. Ampicillin 4x250 mg Mengatasi infeksi bakteri pada berbagai
bagian tubuh, seperti saluran pernafasan,
saluran pencernaan,saluran kemih, telinga
dan jantung
4. Diazepam 2 mg (k/p) Mengatasi gangguan kecemasan,
meredakan kejang, kaku otot, atau
sebagai obat penenang sebelum operasi
5. Santagesik (k/p) jika suhu Mengatasi nyeri akut atau kronik
38,5
1. 24/11/2022 D5% ¼ 1000 cc/24 jam D5% : untuk rehidrasi, suplai energy
parenteral dan basic solution
2. Ampicillin 4x250 mg Mengatasi infeksi bakteri pada berbagai
bagian tubuh, seperti saluran pernafasan,
saluran pencernaan,saluran kemih, telinga
dan jantung

I. ANALISA DATA

N SIGN/SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM


O
1. Data subyektif Proses inflamasi Hipertermia
1. Keluarga pasien mengatakan Inflamasi
anaknya masih demam
Data obyektif Suhu tubuh meningkat
1. Pasien tampak lemas
Suhu : 38,6◦C Pireksia
Nadi : 105x/menit
2. Kulit merah Hipertermia
3. Kulit terasa hangat
2. Data subyektif : Kejang demam kompleks Deficit nutrisi
1. Keluarga pasien mengatakan Kesadaran menurun
anaknya banyak makan
seperti sayur, buah dan juga Reflek menelan menurun
snack
Data obyektif Deficit nutrisi
1. Pasien tampak lemah
2. Bisng usus hiperaktif 10-18
kali/menit
3. BB : 10,1 kg
TB : 90 cm
IMT : 2,3

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (mis.infeksi) ditandai
dengan pasien tampak lemah, , kulit merah dan terasa hangan
2. Deficit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme
ditandai dengan penurunan Berat badan
III. INTERVENSI KEPERAWATAN
No SDKI SLKI SIKI
2. (D.0130) Setelah dilakukan tindakan Observasi :
Hipertermia keperawatan 3x24 jam 5. Identifikasi penyebab hipertermia
diharapkan suhu tubuh (mis. Dehidrasi, terpapar
membaik dengan kriteria lingkungan panas, penggunaan
hasil : incubator)
7. Keluhan menggigil 6. Monitor suhu tubuh
menurun 7. Monitor kadar elektrolit
8. Kulit merah menurun 8. Monitor komplikasi akibat
9. Kejang menurun hipertermia
10. Pucat menurun Terapeutik :
11. Hipoksia menurun 4. Sediakan lingkungan yang dingin
12. Suhu tubuh membaik 5. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
6. Basahi dan kipasi permukaan
tubh
Edukasi :
2. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
4. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
3. (D.0019) Setelah dilakukan asuhan Observasi :
deficit keperawatan selama 3x24 1. Identifikasi status nutrisi
nutrisi jam diharapkan deficit 2. Identifikasi makanan yang
nutrisi teratasi dengan disukai
kriteria hasil : 3. Identifikasi alergi dan intoleransi
1. Porsi makan yang makanan
dihabiskan meningkat 4. Monitor asupan makanan
2. Membrane mukosa
membaik Terapeutik :
3. Nafsu makan membaik 1. Sajikan makanan secara
4. Frekuensi makan menarik dengan suhu yang
membaik sesuai
5. IMT membaik 2. Berikan makanan tinggi kalori
6. Berat badan membaik dan protein
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
IV. Implementasi keperawatan

Hr/Tgl Dx Implementasi Respon


Hasil
22/11/2022 1 Observasi : Observasi
1. Identifikasi penyebab hipertermia :
(mis. Dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan 1. penyebab hipertermia
incubator) dehidrasi
2. Monitor suhu tubuh 2. suhu : 38,6 ◦C
3. Monitor kadar elektrolit 3. kadar eketrolit tidak
4. Monitor komplikasi akibat seimbang
hipertermia 4. tidak terdapat
Terapeutik : komplikasi dari
hipertermia
1. Sediakan lingkungan yang dingin Terapeutik :
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan 1. pasien tidur di dalam
tubuh ruangan yang kondusif
2. pasien menggunakan
baju longgar
Kolaborasi : 3. pasien dikipasi pada
permukaan tubuh
1. Kolaborasi pemberian cairan dan Kolaborasi :
elektrolit intravena, jika perlu
1. pasien diberikan infus
D5% ½ NS 1000 cc/24
jam

22/11/2022 2 Observasi : Observasi


1. Identifikasi status nutrisi :
2. Identifikasi makanan yang disukai
3. Identifikasi alergi dan intoleransi 1. Status gizi pasien
makanan kurang
4. Monitor asupan makanan 2. Pasien menyukai
makanan yag berasa
seperti coklat,
strawberry, vanilla
Terapeutik : 3. Pasien tidak memiliki
alergi terhadap
1. Sajikan makanan secara menarik makanan
dengan suhu yang sesuai 4. Pasien mendapatkan
2. Berikan makanan tinggi kalori diit dari rumah sakit
dan protein dan sering memakan
Kolaborasi : kerupuk maupun roti
Terapeutik :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan 1. Makanan disajikan
jenis nutrient yang dibutuhkan, oleh instalasi gizi
jika perlu dengan suhu yang
sesuai
2. Pasien diberikan diit
makanan tinggi kalori
tinggi protein
Kolaborasi :
1. Pasien mendapatkan
diit makanan lunak
tinggi protein tinggi
kalori, asupan
diberikan sebanyak
90%
23/11/2022 1 Observasi : Observasi
1. Identifikasi penyebab hipertermia :
(mis. Dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan 1. penyebab hipertermia
incubator) dehidrasi
2. Monitor suhu tubuh 2. suhu : 37,6 ◦C
3. Monitor kadar elektrolit 3. kadar eketrolit tidak
4. Monitor komplikasi akibat seimbang
hipertermia 4. tidak terdapat
Terapeutik : komplikasi dari
hipertermia
1. Sediakan lingkungan yang dingin Terapeutik :
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan 1. pasien tidur di dalam
tubuh ruangan yang kondusif
2. pasien menggunakan
baju longgar
Kolaborasi : 3. pasien dikipasi pada
permukaan tubuh
1. Kolaborasi pemberian cairan dan Kolaborasi :
elektrolit intravena, jika perlu
1. pasien diberikan infus
D5% ½ NS 1000 cc/24
jam
23/11/2022 2 Observasi : Observasi
1. Identifikasi status nutrisi :
2. Identifikasi makanan yang disukai
3. Identifikasi alergi dan intoleransi 1. Status gizi pasien
makanan kurang
4. Monitor asupan makanan 2. Pasien menyukai
makanan yag berasa
seperti coklat,
strawberry, vanilla
Terapeutik : 3. Pasien tidak memiliki
3. Sajikan makanan secara menarik alergi terhadap
dengan suhu yang sesuai makanan
4. Berikan makanan tinggi kalori 4. Pasien mendapatkan
dan protein diit dari rumah sakit
Kolaborasi : dan sering memakan
kerupuk maupun roti
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk Terapeutik :
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, 1. Makanan disajikan
jika perlu oleh instalasi gizi
dengan suhu yang
sesuai
2. Pasien diberikan diit
makanan tinggi kalori
tinggi protein
Kolaborasi :
1. Pasien mendapatkan
diit makanan lunak
tinggi protein tinggi
kalori, asupan
diberikan sebanyak
90%

V. Evalusi keperawatan
Hr/Tgl Dx Evaluasi
24/11/2022 (D.0130) Hipertermia S : ibu pasien mengatakan anaknya sudah
tidak demam lagi
O : pasien tampak segar,
S : 36,1, N : 105x/menit
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
24/11/2022 (D.0019) deficit nutrisi S : ibu pasien mengatakan nafsu makan
anaknya sudah membaik
O : anak menghabiskan makanan yang
diberikan, mukosa lembab. BB : 10,5 kg,
IMT : 3,2
A : masalah teratasi sebagian
P : itervensi dilanjutkan dengan KIE
keluarga mengenai pemantauan nutrisi anak

Anda mungkin juga menyukai