Disusun oleh :
dr. Ismaniah
Pendamping :
Halaman
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI i
BAB IV PEMBAHASAN...................................................................... 27
BAB V PENUTUP.................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA
i
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. 1 Kejang demam adalah
kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39 oC per rektal) tanpa adanya infeksi
susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada
Sekitar 2 % - 5 % kasus kejang demam terjadi pada anak.Kejadian ini terjadi pada
rentang usia 1 bulan hingga 5 tahun dimana insiden kejadiannya paling banyak terjadi pada usia
14 - 18 bulan.4 Insidensi dan prevalensi kejadian kejang demam di tiap – tiap negara berbeda.
Insidensi kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa berkisar 2 % - 5 %. Bila dibandingkan
dengan Amerika Serikat dan Eropa, insidensi kejang demam di Asia meningkat dua kali lipat. Di
Jepang angka insidensi kejang demam cukup tinggi yaitu berkisar 8,3 – 9 %, bahkan di Guam
Manifestasi kejang demam dibagi menjadi kejang demam simpleks dan kompleks.
Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) yaitu kejang demam yang berlangsung
singkat kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berupa umum tonik
atau klonik tanpa gerakan fokal. Kejang demam tidak berulang dalam 24 jam, kejang jenis ini
merupakan 80% dari seluruh kejang demam. Kejang demam komplek (complex febrile
seizure) yaitu kejang dengan salah satu ciri kejang lama lebih dari 15 menit, kejang fokal atau
parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari satu
kali 24 jam.2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. 3 Kejang demam adalah kejang yang
berhubungan dengan demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat
atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa
demam sebelumnya.1
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu
kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan
demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.4 Anak yang
pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.3,4
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang
demam.3,4 Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa
demam.1 Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat.4 Bila anak berumur
kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan
lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 1
2.2. Epidemiologi
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa
Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks.
Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit
lebih sering pada laki-laki.4 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5
tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.1
2.3 Klasifikasi
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)
4
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti
sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang
dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor
riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem masa
neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama,
kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3
kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan,
cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi. 2
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan neurodevelopmental,
kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan
lebih dari satu kali kejang demam kompleks. 2,
2.5 Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat
proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri
dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl -). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel
5
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial
yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran
ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.6
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi
otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi
pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi,
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 oC atau
lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat
suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme
anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron
otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
6
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari, sehingga
terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.6
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu
badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya
tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi
dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk
tonik – klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot
menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi
otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi
atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),
gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.3,5
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun
untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa
kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan
dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.5
2.8 Diagnosis
a. Anamnesis
1. Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi,
interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.
2. Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga.
3. Singkirkan penyebab kejang lainnya.
7
B.Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda peningkatan
tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6
C.Pemeriksaan Penunjang:
1.) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula
darah.2
1.) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-
6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi
lumbal dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan, bayi
antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan
meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 2
2.) Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat
dilakukan pada keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.2
4. Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan)
atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan
hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis),
paresis nervus VI, papil edema.2
8
2.9 Penatalaksanaan
Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan
cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam
rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis
awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.
Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang
9
2.Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal
dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan
ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan
fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
10
III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Tn. A T
Nomor RM : 32 89 88
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Post kejang
Anak dibawa orang tuanya ke IGD Post kejang ±30 menit post kejang. Ortu mengatakan
anak kejang ± 15-20 menit saat dirumah. Kejang seluruh badan, mata anak melirik keatas, dan
kluar buih dari mulut anak. Setelah kejang berhenti anak langsung dibawa ort uke IGD.
Sesampai di IGD anak dalam keadaan sadar dan tidak kejang lagi. Ortu mengatakan badan anak
nya mulai hangat sejak tadi siang, batuk disangkal hanya saja sebelumnya anak pilek sejak 1 hari
11
d. Riwayat Penyakit Keluarga
III.PEMERIKSAAN FISIK
Suhu : 37,3 °C
Respirasi : 28 kali/menit
c. Kepala/leher
Hidung : epistaksis (-), secret berlebih tidak ada, pernafasan cuping hidung (-
e. Toraks :
Pal : FV D=S
g. Abdomen :
Aus : BU (+)Normal
Perkusi : timpani.
k Ekstremitas
- Superior dextra : jejas (-), pitting edema (-), parese (-), akral hangat
- Superior sinistra : jejas (-), pitting edema (-), parese (-), akral hangat
- Inferior dextra : jejas (-), pitting edema (-), parese (-), akral hangat
- Inferior sinistra : jejas (-) pitting edema (-), parese (-), akral hangat
KIMIA DARAH
13
V. DIAGNOSIS
VI. TATALAKSANA
- IVFD RL 10 tpm
VII. FOLLOW UP
Tangg
S O A P
al/
Jam
17-03-2022/ Post kejang KU : TSS KDS - Obs KU dan TTV
19.41 demam GCS : E4V5M6 - IVFD RL 10 tpm
IGD HR : 157 x/menit - Inj santagesik 120mg/8j
RR : 28 x/menit
Temp : 38.1
Spo2: 100%
14
18-03-2022/ Demam KU : TSS KDS - Obs KU dan TTV
11.52 naik GCS : E4V5M6 - IVFD RL 10 tpm
Merak turun, bab HR : 115x/menit - Inj santagesik 120mg/8j
cair (+) RR : 20 x/menit
Temp : 36,8
Spo2: 97%
15
BAB V
PEMBAHASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus pasien anak perempuan usia 3 tahun 2 bulan dengan diagnosis
Kejang Demam Sederhana, dirawat diruang Merak RSD Idaman Kota Banjarbaru.
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. 1 Kejang demam adalah kejang yang
berhubungan dengan demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat
atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa
demam sebelumnya.
Berdasarkan Autoanamnesis dengn pasien, didapat kan keluhan yaitu anak post kejang dengan
adanya Riwayat kejang serta adanya pilek beberapa Bab hitam disertai nyeri perut hari yang lalu..
Pasien diruangan mendapatkan terapi IVFD RL 10 Tpm, Inj sntagesik 120mg/8j, danlacto-B
untuk kesehatan pencernaan nya. Os pulang dengan keadaan bebas demam serta tidak ada kejang
berulang dan BAB yang Kembali nomal. Os di izinkan pulang dan disarankan untuk konrol ke poli
anak.
16
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus post kejang pada An A T yang berusia 3 tahun 2 bulan. Pasien
masuk ke IGD RSUD Idaman Banjarbaru pada tanggal 17 Maret 2022 pukul 18.20. Dari
anamnesis didapatkan keluhan pasien Anak dibawa orang tuanya ke IGD Post kejang ±30 menit
post kejang. Ortu mengatakan anak kejang ± 15-20 menit saat dirumah. Kejang seluruh badan,
mata anak melirik keatas, dan kluar buih dari mulut anak. Setelah kejang berhenti anak langsung
dibawa ort uke IGD. Sesampai di IGD anak dalam keadaan sadar dan tidak kejang lagi. Ortu
mengatakan badan anak nya mulai hangat sejak tadi siang, batuk disangkal hanya saja
sebelumnya anak pilek sejak 1 hari sebelumnya. BAB Cair (-)muntah(-). Riwayat kejang 2 bln
yg lalu.
Pasien diterapi IVFD RL 10 Tpm, Inj sntagesik 120mg/8j, danlacto-B untuk kesehatan
pencernaan nya. Os pulang dengan keadaan bebas demam serta tidak ada kejang berulang dan
BAB yang Kembali nomal. Os di izinkan pulang dan disarankan untuk konrol ke poli anak.
17
DAFTAR PUSTAKA
2. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI. Jakarta.
3. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media
4. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus
6. Kesepakatan UKK Neurologi IDAI, Saraf Anak PERDOSSI. Kejang demam. Jakarta : 2004.