Anda di halaman 1dari 18

Laporan Kasus

Kejang Demam Sederhana

Disusun oleh :
dr. Ismaniah

Pendamping :

dr. Siti Ningsih

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSD IDAMAN BANJARBARU
Tahun
2022
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI i

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 5

BAB III LAPORAN KASUS................................................................. 21

BAB IV PEMBAHASAN...................................................................... 27

BAB V PENUTUP.................................................................................. 29

DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I

PENDAHULUAN

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. 1 Kejang demam adalah

kejang yang berhubungan dengan demam (suhu diatas 39 oC per rektal) tanpa adanya infeksi

susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada

riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.1

Sekitar 2 % - 5 % kasus kejang demam terjadi pada anak.Kejadian ini terjadi pada

rentang usia 1 bulan hingga 5 tahun dimana insiden kejadiannya paling banyak terjadi pada usia

14 - 18 bulan.4 Insidensi dan prevalensi kejadian kejang demam di tiap – tiap negara berbeda.

Insidensi kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa berkisar 2 % - 5 %. Bila dibandingkan

dengan Amerika Serikat dan Eropa, insidensi kejang demam di Asia meningkat dua kali lipat. Di

Jepang angka insidensi kejang demam cukup tinggi yaitu berkisar 8,3 – 9 %, bahkan di Guam

insiden kejang demam mencapai 14 %.

Manifestasi kejang demam dibagi menjadi kejang demam simpleks dan kompleks.

Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) yaitu kejang demam yang berlangsung

singkat kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berupa umum tonik

atau klonik tanpa gerakan fokal. Kejang demam tidak berulang dalam 24 jam, kejang jenis ini

merupakan 80% dari seluruh kejang demam. Kejang demam komplek (complex febrile

seizure) yaitu kejang dengan salah satu ciri kejang lama lebih dari 15 menit, kejang fokal atau

parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari satu

kali 24 jam.2

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. 3 Kejang demam adalah kejang yang
berhubungan dengan demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat
atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa
demam sebelumnya.1
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu
kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan
demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.4 Anak yang
pernah kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.3,4
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak termasuk kejang
demam.3,4 Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa
demam.1 Definisi ini menyingkirkan kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis,
ensefalitis atau ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat.4 Bila anak berumur
kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan
lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. 1

2.2. Epidemiologi

Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa
Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-kira 20% kasus merupakan kejang demam kompleks.
Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam sedikit
lebih sering pada laki-laki.4 Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan samapi 5
tahun.1Menurut IDAI, kejadian kejang demam pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun hampir 2 - 5%.1

2.3 Klasifikasi
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua :
a. Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile Seizure)

4
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti
sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang
dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80 % diantara seluruh kejang demam.
b. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini :
1.) Kejang lama > 15 menit
2.) Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
3.) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.5

2.4 Faktor Resiko

Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor
riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem masa
neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama,
kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3
kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia dibawah 18 bulan,
cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam dan riwayat keluarga epilepsi. 2
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan neurodevelopmental,
kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga, lamanya demam saat awitan kejang dan
lebih dari satu kali kejang demam kompleks. 2,

2.5 Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat
proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri
dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl -). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel
5
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial
yang disebut potensial membran sel dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran
ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
b. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya.
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.6

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi
otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi
pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi,
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC
sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 oC atau
lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi
pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat
suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat biasanya tidak berbahaya dan
tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai gejala apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme
anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebkan oleh meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron
otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
6
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari, sehingga
terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.6

2.6 Manifestasi Klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu
badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya
tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi
dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk
tonik – klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot
menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi
otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi
atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya),
gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.3,5
Kejang umumnya berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun
untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa
kelainan saraf. Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (> 15 menit) sangat berbahaya dan
dapat menimbulkan kerusakan permanen dari otak.5

2.8 Diagnosis

a. Anamnesis
1. Adanya kejang , jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi,
interval, pasca kejang, penyebab demam diluar susunan saraf pusat.
2. Riwayat perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga.
3. Singkirkan penyebab kejang lainnya.

7
B.Pemeriksaan fisik : kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsal meningeal, tanda peningkatan
tekanan intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.6

C.Pemeriksaan Penunjang:
1.) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula
darah.2
1.) Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-
6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan
diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi
lumbal dianjurkan pada ; bayi kurng dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan, bayi
antara 12-18 bulan dianjurkan, bayi > 19 bulan tidak rutin. Bila yakin bukan
meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal. 2
2.) Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat
dilakukan pada keadaan kejang demam tidak khas misalnya kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.2
4. Pencitraan
Foto X- ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan)
atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan
hanya atas indikasi seperti ; kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis),
paresis nervus VI, papil edema.2

8
2.9 Penatalaksanaan

A.Penatalaksanaan saat kejang


Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah
berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang
adalah diazepam intravena adalah 0,3 -0,5 mg/kg perlahan –lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit
atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat yang praktis dan dapat diberikan
oleh orang tua atau dirumah adalah diazepam rektal. Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan
lebih dari 10 kg. Atau Diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis
7,5 mg untuk anak diatas usia 3 tahun.2

Bila setelah pemberian Diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan

cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian Diazepam

rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan Diazepam

intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara

intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50

mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis

awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.

Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang

demam sederhana atau kompleks dan faktor resikonya.6

B.Pemberian obat pada saat demam


1.Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang
demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis
Paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5
kali. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat
menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam
asetilsalisilat tidak dianjurkan.1,2,4

9
2.Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan resiko berulangnya kejang pada 30% -60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal
dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan
ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus. Fenobarbital, karbamazepin dan
fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam.

C.Pemberian Obat Rumat


1.Indikasi Pemberian obat Rumat
Pengobatan rumat diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) ;
- Kejang lama > 15 menit
- Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrocephalus.
- Kejang fokal
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila ; kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam,
kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan, kejang demam ≥ 4 kali per tahun.2

2.Jenis Antikonvulsan untuk Pengobatan Rumat


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkaN
risiko berulangnya kejang. Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping, maka pengobatan rumat hanya diberikan
terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini
adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun asam
valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15-40 mg/kg/hari dalam
2-3 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg per hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumat diberikan
selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.2

10
III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Tn. A T

Nomor RM : 32 89 88

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 3 tahun 2 bulan

Alamat : Banjarbaru - Kalimantan Selatan

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis dengan keluarga dan pasien pada tanggal 17 maret 2022.

a. Keluhan Utama

Post kejang

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Anak dibawa orang tuanya ke IGD Post kejang ±30 menit post kejang. Ortu mengatakan

anak kejang ± 15-20 menit saat dirumah. Kejang seluruh badan, mata anak melirik keatas, dan

kluar buih dari mulut anak. Setelah kejang berhenti anak langsung dibawa ort uke IGD.

Sesampai di IGD anak dalam keadaan sadar dan tidak kejang lagi. Ortu mengatakan badan anak

nya mulai hangat sejak tadi siang, batuk disangkal hanya saja sebelumnya anak pilek sejak 1 hari

sebelumnya. BAB Cair (-)muntah(-).

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kejang (+) terakhir kejang 2 bulan yg lalu.

11
d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa.

III.PEMERIKSAAN FISIK

06. Tanda vital

Kesadaran : GCS E4V5M6

Berat Badan : 11,8 kg

Frekuensi nadi : 157 x/m

Suhu : 37,3 °C

Respirasi : 28 kali/menit

SpO2 : 100 % room air

b. Kulit : pucat pada kuku-kuku ekstrimitas (-), ikterik (-)

c. Kepala/leher

Kepala : Mesosefali, Pembesaran KGB leher (-)

Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik(-)

Telinga : Wound (-).

Hidung : epistaksis (-), secret berlebih tidak ada, pernafasan cuping hidung (-

Mulut : wound (-).

d. Leher : pembesaran KGB tidak ada.

e. Toraks :

Ins : bentuk simetris, scar (-), wound (-).

Pal : FV D=S

Per : sonor all regio pulmo


12
Auskultasi : Suara napas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-),

f. Jantung : S1 S2 tunggal, regular. Murmur (-)

g. Abdomen :

Ins : distensi (-)

Aus : BU (+)Normal

Perkusi : timpani.

Palpasi : nyeri tekan (-) supel. Crt < 2 detik

k Ekstremitas

- Superior dextra : jejas (-), pitting edema (-), parese (-), akral hangat

- Superior sinistra : jejas (-), pitting edema (-), parese (-), akral hangat

- Inferior dextra : jejas (-), pitting edema (-), parese (-), akral hangat

- Inferior sinistra : jejas (-) pitting edema (-), parese (-), akral hangat

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Laboratorium (17/03/2022)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI

Hemoglobin 10.8 12.0 – 18.00 g/dL

Lekosit 11.320 4.000 – 10.000 mm3

Hematokrit 31.6 36 – 55 Vol%

Trombosit 288.000 100.000 – 400.000 mm3

KIMIA DARAH

13
V. DIAGNOSIS

Kejang Demam Sederhana

VI. TATALAKSANA

Terapi yang diberikan di IGD

- IVFD RL 10 tpm

- Inj. Santagesik 120mg/8 jam

- Stesolid rectal 10mg (KP)

VII. FOLLOW UP

Tangg
S O A P
al/
Jam
17-03-2022/ Post kejang KU : TSS KDS - Obs KU dan TTV
19.41 demam GCS : E4V5M6 - IVFD RL 10 tpm
IGD HR : 157 x/menit - Inj santagesik 120mg/8j
RR : 28 x/menit
Temp : 38.1
Spo2: 100%

17-03-2022/ Demam KU : TSS KDS - Obs KU dan TTV


20.20 GCS : E4V5M6 - IVFD RL 10 tpm
IGD HR : 121x/menit - Inj santagesik 120mg/8j
RR : 24 x/menit
Temp : 38.1
Spo2: 100%

14
18-03-2022/ Demam KU : TSS KDS - Obs KU dan TTV
11.52 naik GCS : E4V5M6 - IVFD RL 10 tpm
Merak turun, bab HR : 115x/menit - Inj santagesik 120mg/8j
cair (+) RR : 20 x/menit
Temp : 36,8
Spo2: 97%

19-03-2022/ Demam KU : TSS KDS - Obs KU dan TTV


06.06 naik GCS : E4V5M6 - IVFD RL 10 tpm
Merak turun, bab HR : 120 x/menit - Inj santagesik 120mg/8j
cair RR : 24 x/menit - Lacto-B 1sacch
berampas Temp : 37.0
Spo2: 98%

20-03-2022 Demam KU : TSS KDS - Obs KU dan TTV


06.00/ (-) GCS : E4V5M6 - IVFD RL 10 tpm
Merak Bab cair HR : 107 x/menit - Inj santagesik 120mg/8j
sudah RR : 20 x/menit
lembek Temp : 37.0
Spo2: 100%

21-03-202/ Demam(-) KU : TSS - KDS - Obs KU dan TTV


06.00 Bab sudh lembek GCS : E4V5M6 - IVFD RL 10 tpm
Merak Kejang (-) HR : 120 x/menit - Inj santagesik 120mg/8j
RR : 26 x/menit
Temp : 36,8
Spo2: 98%

15
BAB V

PEMBAHASAN

Telah dilaporkan sebuah kasus pasien anak perempuan usia 3 tahun 2 bulan dengan diagnosis

Kejang Demam Sederhana, dirawat diruang Merak RSD Idaman Kota Banjarbaru.

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di

atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. 1 Kejang demam adalah kejang yang

berhubungan dengan demam (suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat

atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat kejang tanpa

demam sebelumnya.

Berdasarkan Autoanamnesis dengn pasien, didapat kan keluhan yaitu anak post kejang dengan

adanya Riwayat kejang serta adanya pilek beberapa Bab hitam disertai nyeri perut hari yang lalu..

Pasien diruangan mendapatkan terapi IVFD RL 10 Tpm, Inj sntagesik 120mg/8j, danlacto-B

untuk kesehatan pencernaan nya. Os pulang dengan keadaan bebas demam serta tidak ada kejang

berulang dan BAB yang Kembali nomal. Os di izinkan pulang dan disarankan untuk konrol ke poli

anak.

16
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus post kejang pada An A T yang berusia 3 tahun 2 bulan. Pasien

masuk ke IGD RSUD Idaman Banjarbaru pada tanggal 17 Maret 2022 pukul 18.20. Dari

anamnesis didapatkan keluhan pasien Anak dibawa orang tuanya ke IGD Post kejang ±30 menit

post kejang. Ortu mengatakan anak kejang ± 15-20 menit saat dirumah. Kejang seluruh badan,

mata anak melirik keatas, dan kluar buih dari mulut anak. Setelah kejang berhenti anak langsung

dibawa ort uke IGD. Sesampai di IGD anak dalam keadaan sadar dan tidak kejang lagi. Ortu

mengatakan badan anak nya mulai hangat sejak tadi siang, batuk disangkal hanya saja

sebelumnya anak pilek sejak 1 hari sebelumnya. BAB Cair (-)muntah(-). Riwayat kejang 2 bln

yg lalu.

Pasien diterapi IVFD RL 10 Tpm, Inj sntagesik 120mg/8j, danlacto-B untuk kesehatan

pencernaan nya. Os pulang dengan keadaan bebas demam serta tidak ada kejang berulang dan

BAB yang Kembali nomal. Os di izinkan pulang dan disarankan untuk konrol ke poli anak.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrem RE, Kliegman RM,. 1992. Nelson Texbook of Pediatrics. WB Sauders.Philadelpia.

2. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan Anak 2. FKUI. Jakarta.

3. Arif Mansjoer., d.k.k,. 2000. Kejang Demam di Kapita Selekta Kedokteran. Media

Aesculapius FKUI. Jakarta.

4. Hardiono D. Pusponegoro, Dwi Putro Widodo dan Sofwan Ismail. 2006. Konsensus

Penatalaksanaan Kejang Demam. Badan Penerbit IDAI. Jakarta

5. Hardiono D. Pusponegoro, dkk,.2005. Kejang Demam di Standar Pelayanan Medis Kesehatan

Anak. Badan penerbit IDAI. Jakarta

6. Kesepakatan UKK Neurologi IDAI, Saraf Anak PERDOSSI. Kejang demam. Jakarta : 2004.

Anda mungkin juga menyukai