Oleh:
2014901235
FAKULTAS KESEHATAN
2020
A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Kejang merupakan perubahan fungsi pada otak secara mendadak
dan sangat singkat atau sementara yang dapat disebabkan oleh aktivitas
otak yang abnormal serta adanya pelepasan listrik selebral yang sangat
berlebihan. Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu
badan tinggi (kenaikkan suhu tubuh diatas 38⁰C) karena terjadi
kelainan ektrakranial. Kejang demam atau febrile convulsion adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikkan suhu tubuh yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium (Lestari, 2016 dalam Journal
Putri, 2017).
Kejang demam merupakan gangguan kejang yang paling lazim
pada masa anak, dengan prognosis yang sangat baik secara seragam.
Namun, kejang demam dapat mendadakan penyakit infeksi akut serius
yang mendasari seperti sepsis atau meningitis bakteria sehingga setiap
anak harus diperiksa secara cermat dan tepat diamati penyebab demam
yang menyertai. Kejang demam terjadi tergantung umur 9 bulan dan
sesudah umur 5 tahun. Puncak umur mulainya adalah sekitar 14-18 bulan,
dan insiden mendekati 3-4% anak kecil. Ada riwayat kejang demam
keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua, menunjukan
kecenderungan genetik. (Saunders, 2014).
2. Klasifikasi
Widagno (2012), mengatakan berdasarkan atas studi epidemiologi,
kejang demam dibagi 3 jenis, yaitu :
a. Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion), biasanya
terdapat pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun, disertai
kenaikan suhu tubuh yang mencapai ≥ 39⁰C. Kejang bersifat
umum dan tonik-klonik, umumnya berlangsung beberapa detik atau
menit dan jarang sampai 15 menit. Pada akhir kejang kemudian
diakhiri dengan suatu keadaan singkat seperti mengantuk
(drowsiness), dan bangkitan kejang terjadi hanya sekali dalam 24
jam, anak tidak mempunyai kelainan neurologik pada pemeriksaan
fisis dan riwayat perkembangan normal, demam bukan disebabkan
karena meningitis atau penyakit lain dari otak.
b. Kejang demam kompleks (complex or complicated febrile
convulsion), biasanya kejang terjadi selama ≥ 15 menit atau kejang
berulang dalam 24 jam dan terdapat kejang fokal atau temuan
fokal dalam masa pasca bangkitan. Umur pasien, status neurologik
dan sifat demam adalah sama dengan kejang demam sederhana.
c. Kejang demam simtomatik (symptomatic febrile seizure) biasanya
sifat dan umur demam adalah sama pada kejang demam
sederhana dan sebelumnya anak mempunyai kelainan neurologi
atau penyakit akut. Faktor resiko untuk timbulnya epilepsy
merupakan gambaran kompleks waktu bangkitan. Kejang bermula
pada umur < 12 bulan dengan kejang kompleks terutama bila
kesadaran pasca iktal meragukan maka pemeriksaan CSS sangat
diperlukan untuk memastikan kemungkinan adanya meningitis.
3. Etiologi
Hingga kini belum diketahui pasti penyebab kejang demam.
Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis
media, pneumonia, dan infeksi saluran kemih (Lestari, 2016). Tetapi
menurut Kelompok Staf Medis (KSM) Ilmu Kesehatan Anak (2018)
mengatakan bhawa faktor resiko terjadinya kejang demam, diantaranya:
a. Faktor Resiko Kejang Demam Pertama.
Riwayat kejang demam pada keluarga, problem disaat
neonatus, perkembangan terlambat, anak dalam perawatan khusus,
kadar natrium serum yang rendah, dan temperature tubuh yang tinggi
merupakan faktor risiko terjadinya kejang demam. Bila ada 2 atau
lebih faktor risiko, kemungkinan terjadinya kejang demam sekitar
30%.
b. Faktor Resiko Kejang Demam Berulang.
Kemungkinan berulangnya kejang demam tergantung faktor risiko:
adanya riwayat kejang demam dalam keluarga, usia kurang dari 12
bulan, temperatur yang rendah saat kejang dan cepatnya kejang
setelah demam. Bila seluruh faktor risiko ada, kemungkinan 80 %
terjadi kejang demam berulang. Jika hanya terdapat satu faktor risiko
hanya 10 – 20 % kemungkinan terjadinya kejang demam berulang.
c. Faktor Risiko Menyadi Epilepsi
Risiko epilepsi lebih tinggi dilaporkan pada anak – anak dengan
kelainan perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama,
adanya riwayat orang tua atau saudara kandung dengan epelepsi, dan
kejang demam kompleks. Anak yang tanpa faktor risiko,
kemungkinan terjadinya epilepsi sekitar 2% , bila hanya satu faktor
risiko 3% akan menjadi epilepsy, dan kejadian epilepsi sekitar 13 %
jika terdapat 2 atau 3 faktor resiko.
4. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membrane yang
terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu
ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natriun
(Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-). Akibatnya
konsentrasi ion K+dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
rendah, sedang diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial
membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase
yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran
ini dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi
atau aliran listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit
atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikkan suhu 1⁰C akan mengakibatkan
kenaikkan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 %
dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%. Oleh
karena itu kenaikkan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun ke membran sel disekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter”
dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda
dan tergantung tinggi rendahnyaambang kejang seseorang anak akan
menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
5. Manifestasi Klinis
Dewanto (2009), mengatakan gambaran klinis yang dapat
dijumpai pada pasien dengan kejang demam diantaranya :
a. Suhu tubuh mencapai >38⁰C
b. Anak sering hilang kesadaran saat kejang
c. Mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku, bagian tubuh
anak berguncang (gejala kejang bergantung pada jenis kejang)
d. Kulit pucat dan membiru
e. Akral dingin
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak terlalu membantu dalam
penatalaksanaan anak dengan kejang demam, kecuali bila terdapat
tanda dan gejala yang khas. Pemeriksaan laboratorium misalnya
pemeriksaan darah lengkap, kadar gula darah, elektrolit serum
(terutama pada anak yang mengalami dehidrasi), serum kalsium,
fosfor, magnesium, kadar Blood Urea Nitrogen (BUN), dan
urinalisis. Pada anak dengan diare yang disertai muntah terutama bila
adanya tanda-tanda dehidrasi, maka pemeriksaan elektrolit serum
harus dilakukan. Pemeriksaan lain yang mungkin dapat membantu
adalah kadar antikonvulsan dalam darah pada anak yang mendapat
pengobatan untuk gangguan kejang serta pemeriksaan kadar guladarah
bila terdapat penurunan kesadaran berkepanjangan setelah kejang
yang disertai muntah dan ketosis, atau bila akan dilakukan
pemeriksaan cairan serebrospinal.
b. Lumbal pungsi
Pada tahun 1990, Royal College of Physician dan British Pediatric
Association menyimpulkan bahwa lumbal fungsi diindikasikan bila
ada tandaklinis meningitis, kejang demam kompleks (karena lebih
banyak berhubungandengan meningitis), anak yang terlalu mengantuk
atau terangsang, atau yang menderita penyakit sistemik. Lumbal
pungsi mungkin dilakukan untuk anak-anak yang berumur kurang dari
18 bulan, dan pasti dilakukan untuk anak-anak yang berumur 12
bulan. Kemudian American Academy of pediatric (AAP)
menganjurkan dilakukannya lumbal pungsi pada anak dengan kejang
demam yang berumur kurang dari 12 bulan karena tanda dan gejala
klinik meningitis pada usia ini mungkin minimal bahkan dapat tidak
ada gejala. AAP juga menganjurkan dilakukannya lumbal pungsi pada
anak dengan kejang demam yang berumur 12-18 bulan, dan tidak
menganjurkan dilakukannya lumbal pungsi pada anak berumur lebih
dari 18 bulan karena tanda dan gejala klinik meningitis lebih terlihat
pada usia ini. Pada bayi dan anak-anak dengan kejang demam yang
telah mendapat terapi antibiotik, lumbal pungsi merupakan indikasi
penting karena pengobatan antibiotik sebelumnya dapat menutupi
gejala meningitis. Cairan serebro-spinal anak dengan kejang demam
abnormal pada keadaan :
1) Tanda meningitis
2) Kejang demam kompleks
3) Diperiksa 48 jam sebelum kejang demam
4) Kejang demam di bagian gawat darurat
5) Kejang yang berlangsung lama
6) Kejang demam pertama saat usia anak lebih dari 3 tahun
d. EEG
Peranan Elektroencephalography (EEG) dalam penatalaksanaan
kejang demam masih terbatas, namun dapat menunjukkan kelainan
pada kasus kejang karena epilepsi. EEG mungkin dapat berguna pada
kasus dimana tidak jelaskejang demamnya. EEG yang dilakukan pada
hari yang sama dengan hari terjadinya kejang demam memberikan
hasil abnormal pada 88% kasus, biasanya dengan aktivitas gelombang
posterior bilateral yang lambat. Abnormalitas EEG yang sama
terdapat juga pada 1-3 anak selama 6 hari pertama setelah kejang
demam, dan biasanya menghilang pada hari ke 7-10. Pada 676 anak
dengan kejang demam, EEG telah dilakukan dari 7-20 hari setelah
sakit, ketika pasien tidak demam. Abnormal EEG ditemukan sebanyak
22%. Gelombang abnormal yang paling sering dijumpai adalah
“ spike wave”, cukup sering dijumpai “spike-sharp wave”, dan yang
jarang dijumpai “slow spikewave” dan “polyspikes wave”. EEG serial
setelah beberapa tahun pada anak-anak dengan kejang demamsering
abnormal. Abnormalitas yang sering terlihat adalah perlambatan
bilateral. “Spike wave” secara umum berubah saat istirahat,
hiperventilasi, atau setelahstimulasi fotik, spike fokal atau “spike-
sharp wave” dan gelombang spike paroksismal hipnagogik. Jadi,
abnormalitas EEG yang tampak pada kejang demam dapat terlihat saat
kejang dan setelah kejang, dan dapat berlangsung sampai beberapa
tahun setelahnya. Abnormalitas EEG ini tidak ada hubungannya
dengan peningkatan risiko berulangnya kejang demam selanjutnya,
namun berkaitan erat dengan risiko terjadinya epilepsi di kemudian
hari. EEG tidak dapat memprediksi terjadinya bangkitan epilepsi pada
anak dengan kejang demam sederhana, kejang demam kompleks, dan
kejang demam dengan penyakit neurologis yang mendasari. Oleh
karena itu EEG tidak menjadi bagian dari diagnosa rutin pada anak
dengan kejang demam sederhana maupun kompleks.
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Farmakologi.
1) Pemberian Obat Saat Demam
a) Antipiretik
Antipiretik tidak terbukti mengurangi risiko kejang
demam, namun para ahli di Indonesia sepakat bahwa
antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis paracetamol adalah
10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak
boleh lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali,
3-4 kali sehari. Meskipun jarang, acetylsalicylic acid dapat
menyebabkan sindrom Reye, terutama pada anak kurang dari
18 bulan, sehingga tidak dianjurkan.
b) Antikonvulsan
Diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam
menurunkan risiko berulang-nya kejang pada 30-60% kasus,
juga dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB tiap 8 jam
pada suhu >38,5oC. Dosis tersebut dapat menyebabkan ataksia,
iritabel, dan sedasi cukup berat pada 25-39% kasus.
Phenobarbital, carbamazepine, dan phenytoin saat demam
tidak berguna untuk mencegah kejang demam.
2) Pemberian Obat Rumatan
Obat rumatan diberikan hanya jika kejang demam
menunjukkan salah satu ciri sebagai berikut:
a) Kejang lama dengan durasi >15 menit.
b) Ada kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi
mental, dan hidrosefalus.
c) Kejang fokal.
b. Penatalaksanaan Non-Farmakologi
1) Memberikan Edukasi Kepada Orang Tua
Kejang demam merupakan hal yang sangat menakutkan orang
tua dan tak jarang orang tua menganggap anaknya akan
meninggal. Pertama, orang tua perlu diyakinkan dan diberi
penjelasan tentang risiko rekurensi serta petunjuk dalam keadaan
akut. Lembaran tertulis dapat membantu komunikasi antara orang
tua dan keluarga; penjelasan terutama pada:
a) Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai
prognosis baik.
b) Memberitahukan cara penanganan kejang.
c) Memberi informasi mengenai risiko berulang.
d) Pemberian obat untuk mencegah rekurensi efektif, tetapi harus
diingat risiko efek samping obat.
Beberapa hal yang harus dikerjakan saat kejang:
8. Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya
terjadi hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang
terjadi. Mula – mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu
timbul spastisitas. Kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsy. Ada
beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan kejang
demam :
a. Kejang demam beulang
Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada
lebih dari 1 episode demam.
b. Pneumonia aspirasi
Pneumonia aspirasi merupakan peradangan yang mengenai parenkim
paru,distal dari bronkus terminalis yang mencakup bronkiolus
respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh
aspirasi benda asing baik yang berasal dari dalam tubuh maupun
diluar tubuh penderita.
c. Asfiksia
Asfiksia merupakan kelahiran bayi dimana pada saat semua tubuh
bayi terlahir, bayi tidak dapat bernafas spontan pada menit pertama
dan ditandai dengan gejala-gejala yang lain.
d. Retardasi mental
Retardasi mental adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi
kecerdasan yang berada di bawah rata-rata yang disertai dengan
kurangnya kemampuan menyesuaikan diri (perilaku maladaptive),
yang dimulai tampak pada awal kelahiran.
e. Kerusakan neuron otak
Kerusakan neuron otak adalah kejang yang berlangsung lama
(>15mnt) biasanya disertai dengan apnea meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot yang akhirnya menyebabkan
hipoksemia, hiperkapnia, sidosis laktat karena metabolisme
anaerobic, serta suhu tubuh yang makin meningkat sejalan dengan
meningkatnya aktivitas otot sehingga meningkatnya metabolisme
otak.
f. Epilepsy
Epilepsy terjadi karena kerusakan pada daerah mediallobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama.
g. Hemiparesis
Hemiparesis yaitu kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan,
tungkai, serta wajah pada salah satu sisi tubuh.
9. Pencegahan
Pencegahan ada 4 yaitu :
a. Pencegahan Primodial
Pencegahan primodial yaitu upaya pencegahan munculnya faktor
predisposisi terhadap kasus kejang demam pada seorang anak dimana
belum tampak adanya faktor yang menjadi resiko kejang demam.
b. Pencegahan Primer
Pencegahan Primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum seorang
anak mengalami kejang demam.
c. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan yang dilakukan ketika
anak sudah mengalami kejang demam.
d. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya kecacatan, kematian,
serta usaha rehabilitasi.
B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal
lahir,umur, tempat lahir, asal sukubangsa, agama, nama orang tua,
pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua. Wong
(2009),mengatakan kebanyakan serangan kejang demam terjadi
setelah usia6 bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan
peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia
kurang dari 18 bulan.
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C,
pasien mengalami kejang dan bahkan pada pasien dengan
kejang demam kompleks biasanya mengalami penurunan
kesadaran.
b) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa
panas, nafsu makan anaknya berkurang, lama terjadinya kejang
biasanya tergantung pada jenis kejang demam yang dialami
anak.
c) Riwayat kesehatan
(1) Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien dengan
kejang demam kompleks mengalami gangguan
keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada anak
serta mengalami kelemahan pada anggota gerak
(hemifarise).
(2) Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat
imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit infeksi atau
virus seperti virus influenza.
3) Riwayat nutrisi : Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan
nafsu makan karena mual dan muntahnya.
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum biasnaya anak rewel dan kesadaran compos mentis
2) TTV : Suhu ( biasanya >38,0⁰C)
Respirasi : pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit
Pada usia 12 bulan - <5 tahun : biasanya >40 kali/menit
Nadi : biasanya >100 x/i
3) BB
Biasanya pada anak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan
berar badan yangberarti
4) Kepala
Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
5) Mata
Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik, konjungtiva
anemis.
6) Mulut dan lidah
Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah
tampak kotor
7) Telinga
Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar dengan
katus mata, keluarcairan, terjadi gangguan pendengaran yang bersifat
sementara, nyeri tekan mastoid.
8) Hidung
Biasanya penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung,
bentuk simetris, mukosa hidung berwarna merah muda.
9) Leher
Biasanya terjadi pembesaran KGB
10) Dada
a. Thoraks
1) Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada
penggunaan otot bantu pernapasan
2) Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama
3) Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas tambahan seperti
ronchi.
b. Jantung
Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis di SIC V teraba
P : Batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri
(pinggang jantung), SIC V kiri agak ke mideal linea
midclavicularis kiri. Batas bawah kanan jantung disekitar
ruang intercostals III-IV kanan, dilinea parasternalis kanan,
batas atasnya di ruang intercosta II kanan linea parasternalis
kanan.
A : BJ II lebih lemah dari BJ I
11) Abdomen
Biasanya lemas dan datar, kembung
12) Anus
Biasanya tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
13) Ekstermitas :
a. Atas : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik,
akral dingin.
b. Bawah : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2
detik, akral dingin.
c. Penilaian tingkat kesadaran
1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai
GCS: 13 - 12.
3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal,
nilai GCS: 11 - 10.
4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun,
respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan)
tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal, nilai
GCS: 9 – 7.
5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap,
tetapi ada respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea
maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil
terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3.
Respon Skor
Kekuatan otot tidak ada 0
Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Terangkat sedikit < 450, tidak mampu melawan gravitasi 3
Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu 4
melawan tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi
Kekuatan otot normal 5
(Sumber: Wijaya dan Yessi. 2013)
3) Neuroimaging
Yang termasuk pemeriksaan neuroimaging antara lain
adalah CTScan, dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak
dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk
pertama kalinya. Pemeriksaan tersebut dianjurkan bila anak
menujukkan kelainan saraf yang jelas,misalnya ada
kelumpuhan, gangguan keseimbangan, sakit kepala yang
berlebihan, ukuran lingkar kepala yang tidak normal.
4) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ini harus ditujukan untuk
mencari sumber demam, bukan sekedar pemeriksaan rutin.
Pemeriksaannya meliputi pemeriksaaan darah rutin, kadar
elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium, atau gula darah.
5. Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan 1. Sediakan lingkungan yang 1. Lingkungan yang aman dapat
berhubungan keperawatan diharapkan masalah aman untuk pasien mencegah resiko cedera pada pasien
proses penyakit tidak menjadi aktual dengan 2. Identifikasi kebutuhan dan 2. Membantu dalam pemberian
kriteria hasil: keamanan pasien intervensi lanjut
a. Tidak terjadi kejang 3. Hindarkan lingkungan yang 3. Dapat mencegah risiko cedera pada
b. Tidak terjadi cedra berbahaya pasien
4. Pasang side rail tempat tidur
4. Tindakan pencegahan resiko cedera
5. Sediakan tempat tidur yang awal pada tempat tidur pasien
nyaman dan bersih 5. Membuat pasien lebih nyaman
6. Batasi pengunjung dengan keaadaan lingkungan yang
bersih
7. Berikan penerangan yang 6. Membuka sirkulasi udara agar
cukup pasien tidak merasa teganggu dan
tidak nyaman
7. Penerangan yang cukup membantu
8. Anjurkan keluarga untuk pasien melihat benda-benda
menemani pasien disekitarnya yang dapat mencegah
terjadinya resiko cedera pada pasien
9. Kontrol lingkungan dari 8. Keluarga adalah orang terpenting
kebisingan yang dapat memberikan support dan
10. Edukasi tentang penyakit kenyamanan kepada pasien untuk
kepada keluarga. segera sembuh
9. Memberikan lingkungan nyaman
kepada pasien agar dapat beristirahat
10. Menambah informasi kepada
keluarga untuk membimbing
anaknya agar penyakitnya tidak
kambuh lagi dan apabila kambuh
sudah mengetahui cara
penanganannya
6. Resiko gangguan Setelah diberikan asuhan 1. Promosi perkembangan anak 1. Untuk meningkatkan dan
perkembangan keperawatan selama 3x24 jam memfasilitsi pengasuh/orang tua
2. Edukasi nutrisi anak
diharapkan status perkembangan dalam mengoptimalkan
membaik 3. Pencegahan infeksi perkembangan motorik kasar,
Dengan kreteria hasil : motorik halus, bahasa, kognitif,
4. Skrining kesehata
4. Keterampilan/perilaku dan emosional anak.
sesuasi usia meningkat 2. Untuk meningkatkan kemampuan
5. Kemampuan merawat diri pemenuhan nutrisi dalam
meningkat menunjang perkembangan dan
6. Respon sosial meningkat. pertumbuhan anak.
3. Untuk menurunkan resiko
terserang organisme patogenik
yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan
anak.
4. Untuk mendeteksi dini resiko
masalah kesehatan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik,dan
prosedur lainnya.
4. Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan tahap pada proses keperawatan,
dimana semua rencana yang telah ditetapkan didalam rencan keperawatan
kemudian diimplementasikan pada pasien secara nyata, semua rencana
sesuai dengan diagnosa sudah dapat dilakukan.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, dimana
ini dilakukan untuk menilai seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil tercapai. Melalui evaluasi
penulis dimungkinkan untuk memonitoring hal-hal yang terjadi selama
tahap proses keperawatan sebelumnya.
WOC Kejang Demam
Kejang
Parsial Umum
Sederhana Atonik
Stress
DAFTAR PUSTAKA
Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT. Sagung
Seto: Jakarta.
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 23-12-2020 pukul 12.00 wita. Pengkajian
dilakukan dengan teknik wawancara, diskusi dan dokumentasi.
1. Data Umum
DATA PASIEN DATA ORANG TUA
Nomor RM : 191020 Nama Ibu : Ny. M
Nama : An. NA Usia Ibu : 29 thn
Tempat, Tanggal Lahir : Klungkung, 10-10-2019 Pekerjaan Ibu : Pedagang
Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan Ibu : D1
Alamat : Kamasan, Klungkung Nama Ayah : Tn. S
Tanggal Masuk RS : 23-12-2020 Usia Ayah : 30 thn
Tanggal Pengkajian : 23-12-2020 jam: 12.00 Pekerjaan Ayah : Wiraswata
Diagnosa Medis : KDS (Kejang Demam Pendidikan Ayah : D1
Sederhana) Alamat : Kamasan, Klungkung
Suku : Bali/Indonesia
Agama : Hindu
Sumber Informasi
Nama : Ny.M
Usia : 29 thn
Pendidikan : D1
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Kamasan, Klungkung
Hubungan dengan anak : Ibu
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama Saat MRS
Ibu pasien mengatakan anaknya demam sejak 2 hari yang lalu dan
mengalami kejang.
b. Keluhan Utama saat pengkajian
Ibu mengatakan anaknya masih demam, S: 38,70 C, N: 90x/mnt, RR:
20x/mnt, badan pasien teraba panas, pasien terlihat rewel.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien diantar ke RS oleh keluarganya pada tanggal 23 Desember 2020
pukul 11.00 wita dengan kesadaran composmentis, GCS E4V5M6,
orang tua mengatakan anaknya demam sejak 2 hari yang lalu. 1 hari
sebelum di bawa ke RS anak mengalami kejang sebanyak 1 kali
dengan frekuensi kurang lebih 2 menit. Saat dilakukan pengkajian,
diperoleh hasil: S: 38OC, N: 90x/mnt, RR: 20x/mnt, badan pasien
teraba panas, pasien terlihat rewel, orang tua mengatakan merasa
khawatir dengan kondisi anaknya. Oleh dokter anak mengalami
diagnosa medis KDS (Kejang Demam Sedang).
d. Riwayat Sebelumnya
Riwayat Kelahiran
1. Prenatal
Usia Ibu saat hamil 28 tahun
Persepsi terhadap kehamilan Kehamilan direncanakan
Antenatal Care Ya, jumlah kunjungan kurang lebih 3 kali
Kenaikan BB selama kehamilan 6,5kg
Konsumsi obat selama Tidak pernah
kehamilan
(obat yang bersifat tertogenik)
Riwayat Injury selama Tidak
kehamilan
Komplikasi selama kehamilan Tidak
Riwayat hospitalisasi Tidak
Pemeriksaan penunjang Tidak
kehamilan
Riwayat obstetric sebelumnya
No. NamaAnak Proses Penolong Jenis Berat Penyulit
Persalinan Persalinan Kelamin Badan
Lahir
1 An. NA Normal Dokter Laki-laki 3,5kg -
2. Intranatal
Riayat kelahiran Spontan
Usia kelahiran Cukup bulan
Penolong persalinan Dokter
Lama Persalinan 12 jam
Komplikasi Persalinan Tidak ada
3. Postnatal
Pertumbuhan bayi saat lahir BBL: 3600 gram, PB: 50 cm, LK: 37 cm
LILA: 23 cm
APGAR score 10
Usiagestasi / (Balard score) 37 minggu
Kebutuhan alat bantu tidak
Kelainan congenital Tidak
Trauma Lahir Tidak
Pengeluaran mekonium Tidak √Ya, Jika ya:
< 24 jam √> 24 jam
Riwayat Penyakit Terdahulu
1. Penyakit yang pernah dialami Tidak
Penatalaksanaan yang dilakukan …………………………………………….....
2. Riwayat hospitalisasi Tidak
3. Riwayat Operasi Tidak
4. Riwayat penggunaan obat Tidak
5. Riwayat injury/kecelakaan Tidak
6. Riwayat alergi Tidak
Riwayat Imunisasi
(√ ) BCG ( √) Hepatitis B ( √) DPT I ( √) Campak
(√ ) Polio I (√ ) Hepatitis B II ( √) DPT II ( ) MMR
(√ ) Polio II (√ ) Hepatitis B III (√ ) DPT III ( ) HIB
( √) Polio III ( ) Varicela ( ) Typhus ( ) Influenza
Riwayat Penyakit Keluarga
Asma Hipertensi Penyakit jantung Diabetes mellitus TBC
Orang tua pasien mengatakan di keluarga belum pernah menderita penyakit keluarga.
Genogram
Keterangan:
Efek hospitalisasi : Perasaan : Ibu pasien mengatakan takut dan khawatir terhadap
kondsi anaknya. orang tua pasien tampak cemas dan gelisah
Harapan : cepat sembuh dan pulang ke rumah
Takut : orang tua mengatakan takut anaknya demam dan kejangnya muncul lagi
Kecemasan : anak tampak rewel
Lainnya : orang tua tampak gelisah karena melihat kondisi anaknya yang rewel dirawat inap
di rumah sakit.
Kegiatan beribadah :
Ibu pasien mengatakan saat anaknya sakit mereka hanya bisa melakukan ibadah di atas
tempat tidur pasien
PENGKAJIAN LINGKUNGAN
Suasana ruang perawatan : ( √) Tenang ( ) Bising
Penerangan ; (√ ) Terang ( ) Redup
o
Suhu lingkungan : 30 C
Bermain dan rekreasi : (√ ) TidakPerlu, ( ) Perlu : jelaskan
3. Pemeriksaan Fisik
PEMERIKSAAN FISIK
Berat badan : 10 kg
Tinggi badan : 80 cm
Lingkar Kepala : 47 cm
Lingkar lengan : 15 cm
Nadi : 90x/mnt
Suhu : 38,7o C
Respirasi : 20 x/mnt
KEPALA
Bentuk : (√ ) Normosefali ( ) Mikrosefali ( ) Hidrosefali Warna rambut: hitam
dan lurus
Ubun-ubun : ( ) Cekung ( ) Cembung (√ ) Datar
Caputsuksedenum : (√ ) tidak ( ) ya
Sefal hematom : (√ ) tidak ( ) ya
Lain-lain :
ABDOMEN :
Inspeksi : bentuk : (√ ) datar () tidak datar lingkar perut :
ikut gerak nafas : (√) ya ( ) tidak
Kelainan pada abdomen : (√ ) tidak ( ) ya, jelaskan
Auskultasi : Bising Usus : 14x/menit
Perkusi : (√) timpani ( ) hipertimpani ( ) pekak
Palpasi : Nyeri tekan : (√ ) tidak ( ) ya,
Distensi : (√) Tidak ( ) Ya
Massa : (√) tidak ( ) ya
Asites : (√) tidak ( ) ya
Limpa : (√) tidak teraba ( ) teraba
Hepar : (√) tidak teraba ( ) teraba
EKSTREMITAS : Akral : (√ ) Hangat ( ) Dingin, Pergerakan : (√ ) Aktif ( )
Pasif ,
Kelainan : (√) Tidak ( ) Ya, jelaskan
Edema : (√) tidak ( ) ya, jelaskan
Capillary refill time : kurang dari 2 detik
Kekuatan otot 555 555
555 555
Makan
Nafsu makan :( √ ) Baik, ( ) Tidak
Jenis Makanan : (√ ) Bubur, ( ) Nasi, ( ) ASI ( ) Susu Formula ( ) Lain-lain,
jelaskan
Jumlah 3x/hari
Frekuensi : 3 porsi/hari
Kesulitan makan : (√) Tidak, ( ) Ya, jelaskan:
Kebiasaan makan : ( ) Mandiri, (√ ) Dibantu
Keluhan : Mual : (√) Tidak, ( ) Ya Muntah : (√)Tidak, ( )Ya
Minum
Jenis minuman : air putih minum, dan sufor menggunakan dot
Jumlah: kurang lebih 800cc/hari
Kesulitan saat minum (√) Tidak, ( ) Ya, Jelaskan:
BAB
Konsistensi : Lembek (√) Cair ( )
Terdapat darah : (√ ) Tidak ( ) Ya
Terdapat Lendir : (√ ) Tidak ( ) Ya
Warna, Jelaskan wana kuning
Frekuensi : 1/ hari
Keluhan saat BAB : (√ ) Tidak ( ) Ya, jelaskan
Penggunaan alat bantu untuk BAB : (√ ) Tdak ( ) Ya, Jelaskan
Keluhan Istirahat Tidur
Lama tidur kurang lebih 10jam/hari Kesulitan Tidur : (√ )Tidak, ( ) Ya , jelaskan
Tidur siang : ( )Tidak, (√ )Ya
Keluhan Mobilisasi
(√) Normal/mandiri, ( ) Dibantu, ( ) Menggunakanalat bantu, jelaskan
HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Pemeriksaan darah lengkap
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 11.0 g/dL 10,8-14,2
Lekosit 12.30 Ribu/uL 3,5-10
Limfosit % 18,0-48,3
15,5
MID 7,1 %
Neutrofil 77 % 39,3-73,7
Trombosit 3,2 Ribu/uL 145-450
Hematokrit 33,5 % 35-55
Eritrosit 4,4 Juta/uL 3,5-5.5
MCV 75,9 Fl 81,1-96
MCH 24,9 Pg 27,0-31,2
MCHC 32,8 % 31,5-35,0
RDW-CV 14,3 % 11,5-24,5
4. Pengkajian Nyeri
Lokasi Nyeri :-
Lama Nyeri : -
SKALA NYERI
SKALA FLACC (untuk anak usia 1-3 tahun)
Penilaian Deskripsi Skor
F (Wajah) Tidak ada ekspresi khusus, senyum 0
Menyeringai, mengerutkan dahi, 0
tampak tidak tertarik
Dagu gemetar, gigi gemertak (sering) 0
L (Kaki) Normal, rileks 0
Gelisah, tegang 0
Menendang, kaki tertekuk 0
A (Aktivitas) Berbaring tenang, posisi normal, 0
gerakan mudah
Menggeliat, tidak bisa diam, tegang 0
Kaku, kejang 0
C (Menangis) Tidak menangis 0
Merintih, merengek, kadang 0
mengeluh
Terus menangis, berteriak, sering 0
mengeluh
C (Consolability Rileks 0
Dapat ditenangkan dengan sentuhan, 0
pelukan dan bujukan
Sulit dibujuk 0
Total Skor 0
Skala Nyeri : 0
5. Pengkajian resiko tekan
Skor Braden
No Parameter Skor
1. PERSEPSI SENSORI 4
Kemampuan untuk merespon ketidaknyamanan
tekanan
Tidak berespon = 1
Sangat terbatas = 2
Sedikit terbatas = 3
Tidak ada gangguan = 4
2 KELEMBABAN 4
Seberapa sering kulit terpapar kelembaban
Kelembaban konstan = 1
Sering lembab = 2
Kadang lembab = 3
Jarang lembab = 4
3 AKTIVITAS 3
Tingkat aktivitas fisik
Tergeletak di tempat tidur = 1
Tidak bisa berjalan = 2
Berjalan pada jarak terbatas = 3
Berjalan di sekitar ruangan = 4
4 MOBILITAS 4
Kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi
tubuh
Tidak bisa bergerak = 1
Sangat terbatas = 2
Sedikit terbatas = 3
Tidak ada batasan = 4
5 NUTRISI 3
Pola asupan makanan
Sangat buruk = 1
Kurang adekuat = 2
Adekuat = 3
Sangat baik = 4
6 FRIKSI 3
Masalah = 1
Potensi masalah = 2
Tidak ada masalah = 3
Total skor 21
Kategori :
>18 : tidak beresiko mengalami luka tekan.
15-18 : beresiko ringan untuk mengalami luka tekan.
13-14 : beresiko sedang untuk mengalami luka tekan.
10-12 : beresiko tinggi untuk mengalami luka tekan.
≤9 : beresiko sangat tinggi untuk mengalami luka tekan
a. Analisa Data
Data Subyektif Data Obyektif Masalah
- orang tua mengatakan - Suhu tubuh pasien 38,7oC Hipertermia
anaknya demam sejak 2 - Badan pasien teraba panas
hari yang lalu. - Pasien tampak rewel
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan Orang
tua mengatakan anaknya demam sejak 2 hari yang lalu. Suhu tubuh pasien
38,7oC, badan pasien teraba panas, pasien tampak rewel.
b. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ditandai orang tua pasien
mengatakan khawatir dengan kondisi anaknya, orang tua mengatakan takut
anaknya demam dan kejangnya muncul lagi, orang tua pasien tampak cemas
dan gelisah melihat kondisi anaknya yang rewel dirawat inap di rumah sakit,
orang tua pasien tampak bertanya-tanya mengeni kondisi pasien.
C. PERENCANAAN
1. Prioritas masalah berdasarkan tingkat kegawatan :
a. Hipertermia
b. Ansietas
2. Rencana Keperawatan
No Hari/Tgl/Jam Diagnosa Rencana Tujuan Rencana Tindakan Rasional
1 Rabu, 23 Hipertermia Setelah diberikan 1. Monitor tanda-tanda 1. Untuk mengetahui keadaan
Desember 2020 berhubungan asuhan keperawatan vital (suhu, respirasi, umum pasien, perubahan
Pukul 13.00 wita dengan proses selama 3x24 jam nadi dan tekanan suhu tubuh melebihin dari
penyakit ditandai
diharapkan darah). batas normal dapat
dengan Orang tua
termoregulasi mengindikasikan bahwa
mengatakan
membaik dengan terjadi proses infeksi didalam
anaknya demam
kreteria hasil : tubuh pasien.
sejak 2 hari yang
lalu. Suhu tubuh
1. Suhu tubuh
pasien 38,7oC, dalam rentang 2. Beri kompres hangat 2. Pemeberian kompres hangat
badan pasien normal (36,5 oC pada daerah tertentu komprs hangat pada
teraba panas, -37,5oC) seperti (aksila, pembuluh darah besar
pasien tampak 2. Kulit pasien tidak abdomen, dan dahi). merupakan upaya
rewel teraba hangat memberikan rangsangan pada
3. Pasien tidak area preoptik hipotalamus
rewel. agar menurunkan suhu tubuh.
Sinyal hangat yang dibawa
dibawa oleh darah ini menuju
hipotalamus akan
merangsang area preoptik
mengakibatkan mengeluarkan
sinyal oleh sistem efektor.
Sinyal ini akan menyebabkan
terjadinya pengeluaran panas
tubuh lebih banyak melalui
dua mekanisme yaitu dilatasi
pembuluh darah perifer dan
berkeringat (Potter&Perry,
2005).
3. Beri cairan per-oral 3. Untuk mencegah terjadinya
sesuai dengan dehidrasi, karena ketika suhu
kebutuhan cariran tubuh meningkat akan terjadi
pasien. penguapan caira tubuh secara
berlebih.
4. Anjurkan pasien 4. Dengan pakaian yang
menggunakan pakaian berbahan tipis dapat
yang longgar dan meningkatkan proses
tipis. penguapan suhu tubuh.
5. Anjurkan tirah baring. 5. Aktivitas yang berlebih dapat
meningkatkan laju
metabolisme yang dapat
meningkatkan produksi
6. Beri edukasi ke panas.
pasien dan 6. Kurangnya pemaham pasien
keluarganya terkait penyakitnya
mengenai pengertian, mangakibatkan pasien kurang
penanganan, dan efektif dalam menjalankan
terapi yang diberikan pengobatan.
tentang penyakitnya.
7. Kolaborasi dalam
pemberian antipiretik
jika perlu. 7. Pemberin antipiretik pada
pasien dapat membantu
dalam menurunkan panas.
2 Rabu, 23 Ansietas Setelah diberikan 1. monitor tanda-tanda 1. Mengetahui tingkat kecemasan
Desember 2020 berhubungan asuhan keperawatan ansietas (verbal dan non dari pasien melalui reaksi verba
Pukul 13.00 wita dengan krisis selama 3x24 jam verbal). maupun non verbal.
situasi ditandai diharapkan tingkat
dengan orang tua ansietas berkurang 2. Gunakan pendekatan 2. Dengan pendekatan yang tenang
mengatakan dengan kriteria hasil: yang tenang dan dan meyakinkan dapat
khawatir dengan 4. Orang tua pasien meyakinkan. menumbuhkan hubungan saling
kondisi anaknya, mampu percaya terhadap keluarga
orang tua mengidentifikasi 3. Informasikan secara pasien, pasien dengan perawat.
D. PELAKSANAAN
Pukul 16.00 Dx 1
Wita S:
1. Mengukur tanda-tanda vital - Ibu pasien mengatakan
suhu, nadi, respirasi, serta anaknya tidak teraba panas.
tekanan darah). - Ibu pasien mengatakan
anakanya baru terbangun dari
tidurnya.
O:
- Pasien tidak teraba panas.
- Suhu : 36,60C
- Nadi : 80x/mnt
- RR : 22x/mnt
- Pasien tampak baru bangun
Pukul 22. 00 Dx 1 dari tidurnya.
wita
1. Mengukur tanda-tanda vital S:
suhu, nadi, respirasi, serta - Ibu pasien mengatakan
anakanya tidak teraba panas.
tekanan darah).
- Ibu pasien mengatakan
anaknya tidak terlalu rewel.
O:
- Suhu : 36,50C
- Nadi : 80x/mnt
- Respirasi: 22x/mnt
- Pasien tidak tampak
S:
2. Memberikan cairan per oral - Ibu pasien mengatakan
sesuai dengan kebutuhan anaknya mampu menghabiskan
air sesuai dengan anjuran yang
cairan tubuh pasien.
diberikan.
O:
- Pasien tampak menghabiskan
air yang diberikan.
3. Jumat, Dx 1 1. Mengukur tanda-tanda vital S:
25/12/2020 suhu, nadi, respirasi, serta - Ibu paisen mengatakan
Pukul 05.00 anaknya tidak teraba panas.
tekanan darah).
wita
O:
- Pasien tidak teraba panas
- Suhu : 36.50C
- Nadi: 82x/mnt
- RR : 22x/mnt
2. Menganjurkan pasien untuk S:
melakukan tirah baring. - Ibu pasien mengatakan
anaknya tidak rewel.
- Ibu pasien mengatakan
anaknya masih terlelap tidur
O:
- Pasien tampak tertidur lelap.
- Pasien tidak tampak rewel
Pukul 13.00 Dx 1
1. Mengukur tanda-tanda vital S:
wita
suhu, nadi, respirasi, serta - Ibu pasien mengatakan
tekanan darah) anaknya tidak teraba panas.
- Ibu pasien mengatakan
anaknya tidak rewel
O:
- Suhu : 36,50C
- Nadi : 80x/mnt
- RR : 22x/mnt
- Pasien tidak tampak rewel
2. Memberikan cairan per oral
S:
sesuai dengan kebutuhan
- Ibu pasien mengatakan
cairan pasien.
anaknya mampu menghabiskan
air sesuasi dengan anjuran
yang diberikan.
O:
- Pasien tampak menghabiskan
air sesuai dengan ajuran yang
1. Mengidentifikasi tanda-
diberikan.
Dx 2 tanda ansietas (verbal dan
S:
non verbal)
- Ibu pasien mengatakan sudah
tidak khawatir dengan kondisi
anaknya.
- Ibu pasien mengatakan
anaknya sudah mulai
membaik.
O:
- Ibu tidak tampak khawatir dan
gelisah.
Pukul 18.00 Dx 1 - Ibu tampak tenang.
wita 1. Mengukur tanda-tanda vital S:
suhu, nadi, respirasi, serta - Ibu pasien mengatakan
tekanan darah) anakanya tidak demam lagi.
- Ibu pasien mengatakan
nakanya tidak teraba panas.
- Ibu pasien mengatakan
anaknya tidak rewel.
O:
- Suhu : 36,50 C
- Nadi : 82x/mnt
- RR : 22x/mnt
- Pasien tidak tampak rewel
- Pasien tidak teraba panas.
Dx 2
1. Mengidentifikasi tanda- S:
tanda ansietas (verbal dan - Ibu pasien tidak kawatir lagi
non verbal) dengan kondisi anaknya.
O:
- Ibu pasien tampak tidak gelisa.
E. EVALUASI AKHIR
No Hari/Tgl/waktu Diagnosa Evaluasi Paraf
Keperawatan
1. Sabtu, 26 Dx 1 S: (Sherly)
Desember 2020
- Ibu pasien mengatakan
Pukul 12.00 wita
anaknya tidak demam
lagi.
- Ibu pasien mengatakan
anakanya tidak rewel
lagi.
O:
- Suhu : 36,50C
- Pasien tidak teraba
hangat.
A: tujuan 1,2 dan 3 teratasi
P : pertahankan kondisi pasien
dengan intervesi (1) anjurkan
pasien mengonsumsi cairan per
oral sesuai dengan kebutuhan
cairan tubuh psien, (2) anjurkan
pasien untuk beristirahat yang
cukup (3) berikan kompres
hangat jika perlu.
2 Sabtu, 26 Dx 2 S:
Desember 2020
- Ibu pasien tidak kawatir
Pukul 12.00 wita lagi dengan kondisi
anaknya
- Ibu pasien mengatakan
selalu menjampingi pasien
- Ibu pasien mengatakan
sudah memahami kondisi
pasien saat ini
O:
- Ibu pasien tampak tidak
gelisah
- Ibu pasien tampak
kooperatif saat diberikan
penjelasan terkait kondisi
anaknya.
- Tampak terjadi
komunikasi dua arah
antara perawat dan
keluarga pasien saat
memberikan informasi
terkait kondisi pasien.
A: tuju 1,2 dan 3 tercapai.
P : pertahankan kondisi pasien
dengan intervensi (1)
memberikan penyuluhan
mengenai cara menangani anak
dengan kejang demam sederhana
di rumah secara mandiri, (2)
berikan cara mengatasi demam
pada anak.
F. CATATAN PERKEMBANGAN
No Hari/Tgl/Waktu Dx Evaluasi Paraf
Keperawatan
1 Kamis, Dx 1 S: (Sherly)
24/12/2020 - Ibu Pasien mengatakan
Pukul 13.00 wita anaknya kembali demam.
- Ibu pasien mengatakan
anaknya teraba hangat.
O:
- Pasen teraba hangat
- Suhu : 37, 80C
- Pasen tampak rewel
A: tujuan 1,2, dan 3 belum tercapai
P : lanjutkan Intervensi 1,2,3,4,5,6
dan 7.
Kamis, Dx 2 S:
24/12/2020 - Ibu pasien mengatakan
Pukul 13.00 wita sudah memahami
penjelasan perawat
mengenai kondisi kesehtan
anaknya.
O:
- Ibu pasien tampak
kooperatif saat diberikan
penjelasan terkait kondisi
anaknya.
A : tujuan 3 belum tercapai.
2 Jumat, Dx 1 S: (Sherly)
25/12/2020 - Ibu pasien mengatakan
Pukul 13.00 wita anaknya tidak teraba panas.
- Ibu pasien mengatakan
anaknya tidak rewel.
O:
- Suhu : 36,50C
- Pasien tidak tampak rewel
- Pasien tidak teraba hangat.
A: tujuan 1,2 dan 3 teratasi
P : pertahankan kondisi pasien
dengan intervensi (1) monitor
tanda-tanda vital (suhu, nadi,
respirasi), (2) anjurkan pasien tirah
baring, (3) berikan pasien cairan
peroral sesuasi dengan kebutuhan
cairan tubuh pasien, (4) anjurkan
pasien menggunakan pakaian yang
tipis dan longgar, (5) anjurkan
keluarga mendampingi pasie,
berika kompres hangat jika perlu.
S:
- Ibu pasien mengatakan
sudah tidak terlalu khawatir
dengan kondisi anaknya.
O:
- Ibu pasien tampak tenang.
A : tujuan 1, 2, dan 3 tercapai
P : Pertahankan kondisi pasien
dengan intervensi (1) identifikasi
tanda-tanda ansietas (2) gunakan
pendekatan dengan tenang dan
meyakinkan, (3) berikan informasi
yang faktual mengenai kondisi
pasien.
3 Sabtu, Dx 1 S:
26 /12/2020 - Ibu pasien mengatakan
Pukul 12.00 wita anaknya tidak demam lagi.
- Ibu pasien mengatakan
anakanya tidak rewel lagi.
O:
- Suhu : 36,50C
- Pasien tidak teraba hangat.
A: tujuan 1,2 dan 3 teratasi
P : pertahankan kondisi pasien
dengan intervesi (1) anjurkan
pasien mengonsumsi cairan per
oral sesuai dengan kebutuhan
cairan tubuh psien, (2) anjurkan
pasien untuk beristirahat yang
cukup (3) berikan kompres hangat
jika perlu.
Sabtu, Dx 2 S:
26 /12/2020 - Ibu pasien tidak kawatir lagi
Pukul 12.00 wita dengan kondisi anaknya
- Ibu pasien mengatakan selalu
menjampingi pasien
- Ibu pasien mengatakan sudah
memahami kondisi pasien
saat ini
O:
- Ibu pasien tampak tidak
gelisah
- Ibu pasien tampak kooperatif
saat diberikan penjelasan
terkait kondisi anaknya.
- Tampak terjadi komunikasi
dua arah antara perawat dan
keluarga pasien saat
memberikan informasi terkait
kondisi pasien.
A: tuju 1,2 dan 3 tercapai.
P : pertahankan kondisi pasien
dengan intervensi (1) memberikan
penyuluhan mengenai cara
menangani anak dengan kejang
demam sederhana di rumah secara
mandiri, (2) berikan cara mengatasi
demam pada anak.