Anda di halaman 1dari 20

Case Report Session

Kejang Demam Kompleks

Disusun Oleh:
dr. Riri Permata Sari

Pembimbing :
dr. Heny Lestari

PROGRAM INTEENSIP DOKTER INDONESIA


DINAS KESEHATAN KABUPATEN AGAM
PUSKESMAS LUBUK BASUNG 2022
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai
5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 380C, dengan metode pengukuran
suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial. Kejang demam diklasifikasikan
menjadi kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.1,2
Insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18 bulan. Kejang demam
dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks.
Pada kejang demam sederhana kejang bersifat umum, singkat, dan hanya sekali dalam 24 jam
Kejang demam kompleks adalah kejang fokal, kejang yang lama yaitu lebih dari 15 menit, atau
berulang dalam 24 jam..
Faktor-faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam yaitu faktor demam, usia,
riwayat keluarga, riwayat prenatal (usia saat ibu hamil), riwayat perinatal (asfiksia, usia
kehamilan dan bayi berat lahir rendah).
Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka kematian hanya
0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna, sebagian
berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7%. Walaupun prognosis kejang demam
baik,bangkitan kejang demam cukup mengkhawatirkan bagi orang tuanya. Kejang demam juga
dapat mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian
tingkat akademik.
Pemberian antipiretik tanpa disertai pemberian antikonvulsan atau diazepam dosis
rendah tidak efektif untuk mencegah timbulnya kejang demam berulang. Jenis obat yang sering
digunakan adalah diazepam, fenobarbital, asam valproat dan fenitoin.
2. Batasan Penulisan
Penulisan case report ini dibatasi mengenai kejang demam, mencakup definisi,
epidemiologi, etiologi dan faktor risiko, klasifikasi, manfestasi klinis, diagnosis, tatalaksana,
prognosis dan komplikasi.
3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan case report ini adalah membahas mengenai kejang demam,
mencakup definisi, epidemiologi, etiologi, faktor risiko, klasifikasi, manfestasi klinis,
diagnosis, tatalaksana, prognosis dan komplikasi.
4. Metode Penulisan
Metode penulisan case report ini adalah berdasarkan tinjauan kepustakaan dari
berbagai literatur
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun
yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 380C ,dengan metode pengukuran suhu apa
pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.Kejang demam bukan merupakan akibat
dari infeksi sistem saraf pusat ataupun ketidakseimbangan metabolik apapun, dan tidak ada
riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.1,2
2. Klasifikasi
a. Kejang demam sederhana
Merupakan kejang umum, biasanya tonik klonik, serangannya berhubungan dengan demam,
berlangsung maksimum 15 menit, dan tidak berulang dalam 24 jam. Tidak ada efek jangka
panjang dari mengalami kejang demam simpleks baik satu kali ataupun lebih. Sebagian besar
kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5 menit dan berhenti sendiri.1,2,3
b. Kejang demam kompleks
Merupakan kejang demam dengan salah satu dari ciri berikut: kejang lama (berlangsung lebih
dari 15 menit); kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial;
kejang berulang dalam 24 jam.1,2,3
3. Epidemiologi
Kejang demam sering terjadi pada usia 6 bulan hingga 5 tahun dengan puncak insiden
pada usia 18 bulan. Sebanyak 2% - 5% bayi dan anak yang sehat secara neurologis akan
mengalami sekurang-kurangnya satu kali episode kejang demam, biasanya merupakan kejang
demam simpleks.1,2 Anak berumur antara 1 - 6 bulan masih dapat mengalami kejang demam,
namun jarang sekali.Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf pusat. Bayi yang berusia
kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi kejang demam melainkan termasuk ke
dalam kejang neonatus. Kejang demam sangat bergantung pada umur, 85% kejang pertama
sebelum usia 4 tahun, terbanyak antara usia 17-23 bulan. Kejang demam sederhana merupakan
80% dari seluruh kejang demam.20-30% kejang demam sederhana berpotensi menjadi kejang
demam kompleks. Di Asia, prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat dibandingkan
di Eropa dan Amerika. Di Jepang, kejang demam terjadi sekitar 8,3% - 9,9%. Demam yang
terjadi paling banyak disebabkan oleh infeksi saluran napas atas. Kejang yang paling sering
terjadi adalah kejang yang bersifat umum dan jenisnya didominasi oleh kejang tonik-klonik.
4,5,6

4. Etiologi dan Faktor Risiko


Faktor risiko kejang demam pada anak adalah:7
a. Demam, yang dapat disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran
pencernaan, infeksi telinga, hidung, dan tenggorok (THT), infeksi saluran kemih,
roseola infantum/infeksi virus akut lainnya, dan pascaimunisasi.
b. Usia, yaitu usia 6 bulan-6 tahun dengan puncak tertinggi pada usia 17-23 bulan. Kejang
demam sebelum usia 5-6 bulan mungkin disebabkan oleh infeksi SSP. Kejang demam
di atas umur 6 tahun, perlu dipertimbangkan febrile seizure plus (FS+)
c. Gen. Risiko akan meningkat 2-3x bila saudara kandung mengalami kejang demam.
Risiko akan meningkat 5% bila orang tua mengalami kejang demam.
d. faktor resiko intrauterine juga mempengaruhi kejang demam karena kurangnya berat
lahir dan kehamilan kurang bulan.
5. Patogenesis Kejang Demam pada Anak
Otak memerlukan energi untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel yang
diperoleh dari proses metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme yang terpenting adalah
glukosa melalui proses oksidasi. Proses tersebut akan menghasilkan CO2 dan air.8
Sel dilapisi oleh suatu membran yang bersifat lipoid pada permukaan dalam dan ionik
pada permukaan luar. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah
oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya, konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
ion Na+ rendah sedangkan kondisi di luar sel neuron pada kondisi sebaliknya. Perbedaan jenis
dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel menyebabkan adanya perbedaan potensial yang
disebut sebagai potensial membran sel neuron. Oleh karena itu, untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada
permukaan sel.8
Keseimbangan potensial membran ini dapat berubah pada beberapa kondisi. Penyebab
pertama adalah adanya perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Selain itu, perubahan
juga dapat terjadi akibat rangsangan mendadak yang datang, misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik, dan sebagainya. Penyebab lainnya adalah perubahan patofisiologi dari membran
sendiri karena penyakit atau keturunan8
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan meningkatkan metabolisme basal 10-
15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu, dapat
terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam waktu singkat, ion kalium
maupun ion natrium akan berdifusi melalui membran sel sehingga lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik sangat besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran
tetangganya dengan bantuan neurotransmiter dan kejang terjadi.8
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Kejang pada seorang anak
ditentukan oleh tinggi rendahnya ambang kejang tersebut. Kejang demam berulang lebih sering
terjadi pada anak ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu
diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita mengalami kejang.8
2.6. Manifestasi Klinis
Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik
bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak memberikan
reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beeberapa menit atau detik terbangun dan sadar kembali
tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti dengan hemiparesis sementara (Hemiparesis
Todd) yang berlangung beberapa jam hingga beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat
diikuti oleh heiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering
pada kejang demam pertama.9
7. Diagnosis
Setiap anak dengan kejang demam membutuhkan penggalian riwayat yang lengkap dan
pemeriksaan umum dan neurologis yang menyeluruh. Kejang demam sering terjadi sebagai
akibat dari otitis media, infeksi roseola dan Human Herpes Virus, Shigella, ataupun infeksi
lainnya.2,4
a. Anamnesis
 Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang
 Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak pasca
kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala ISPA, ISK,
OMA, dll)
 Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam keluarga
 Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang menyebabkan
gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia, asupan kurang yang
dapat menyebabkan hipoglikemia)3
b. Pemeriksaan Fisik
 Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran
 Suhu tubuh: apakah terdapat demam
 Tanda ransang meningeal: Kaku kuduk, Brudzinski I dan II, Kernig, Laseque
 Pemeriksaan nervus kranial
 Tanda peningkatan tekanan intrakranial: UUB menonjol, papil edema
 Tanda infeksi diluar SSP: ISPA, OMA, ISK, dll
 Pemeriksaan neurologis: tonus, motorik, reflek fisiologis, reflek patologis3

c. Pemeriksaan Penunjang
 Lumbal Pungsi
Lumbal pungsi direkomendasikan untuk anak usia <12 bulan. Kemungkinan meningitis harus
dipikirkan sebagai diagnosis banding karena kejang merupakan tanda mayor dari meningitis
pada 13-15% anak. Usia 12-18 bulan masih dianjurkan lumbal pungsi karena gejala klinis
meningitis masih belum jelas, sedangkan pada anak diatas usia 18 bulan dapat dilakukan
pemeriksaan rangsang meningeal untuk mendiagnosis apakah kejang disertai dengan
meningitis atau tidak. Pertimbangkan lumbal pungsi pada anak yang tidak diketahui status
imunisasi HiB atau Streptococcus pneumonia.
Indikasi lumbal pungsi:
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah mendapat
antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala
meningitis.1,2,4
 EEG
Elektroensefalografi tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali bila terdapat kejang
fokal untuk menentukan ada atau tidaknya fokus kejang di otak yang membutuhkan evaluasi
lebih lanjut. EEG tidak dapat memprediksi rekurensi dari kejang demam ataupun epilepsi
bahkan jika ditemukan hasil yang abnormal. EEG dilakukan atau diulangi dua minggu atau
lebih setelah kejang demam. EEG dilakukan pada kasus yang dicurigai adanya epilepsi dan
digunakan untuk menentukan tipe epilepsi, bukan memprediksi rekurensinya.1,2,4
 Laboratorium Darah
Laboratorium darah (elektrolit serum, kalsium, fosfor, magnesium, dan hitung darah lengkap)
tidak direkomendasikan untuk anak dengan kejang demam simpleks pertama. Pemeriksaan
laboratorium dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam karena
bakteri merupakan penyebab terbanyak yang menimbulkan kejang demam. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula
darah Evaluasi gula darah harus dilakukan pada anak dengan prolonged postictal obtundation
atau anak dengan intake per oral yang sedikit. Pada anak dengan klinis dehidrasi, pemeriksaan
seum elektrolit harus dilakukan.Rendahnya kadar natrium berhubungan dengan tingginya
rekurensi kejang demam dalam 24 jam pertama.1,2,8
 Neuroimaging
CT ataupun MRI tidak direkomendasikan untuk anak dengan kejang demam simpleks pertama.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan bila terdapat indikasi seperti anak dengan evaluasi neurologi
yang abnormal, hemiparesis, atau paresis nervus kranialis. Sekitar 11% anak dengan status
epileptikus febris, biasanya mengalami edema hipokampus unilateral akut, yang kemudian
dapat menjadi atrofi hipokampus.1,2
8. Diagnosis Banding
Infeksi SSP dapat disingkirkan melalui pemeriksaan klinis dan pemeriksaan cairan
serebrospinal. Kejang demam yang berlangsung lama kadang menimbulkan hemiparesis
hingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Anak dengan demam tinggi
dapat mengalami delirium, menggigil, pucat dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam.
Malaria juga dijadikan salah satu diagnose banding.8,9
2.9 Tatalaksana
a. Tatalaksana saat kejang
Apabila anak kejang, maka yang pertama dilakukan adalah tetap tenang dan tidak panik.
Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher. Bila anak tidak sadar, posisikan anak
miring. Bila terdapat muntah, bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah tergigit, jangan memasukkan
sesuatu kedalam mulut. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah
(prehospital) adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat
badan lebih dari 12 kg. Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada
waktu pasien datang, kejang sudah berhenti. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang
belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5
menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah
sakit.1,2
Apabila saat pasien datang ke rumah sakit dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5
mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 10 mg. Algoritma tatalaksana kejang ditunjukkan oleh gambar 2.1.1
b. Tatalaksana saat Demam
 Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang
demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa antipiretik
tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan
tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.1,2
 Antikonvulsan Intermieten
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang
diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan
salah satu faktor risiko di bawah ini:
• Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
• Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
• Usia <6 bulan
• Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
• Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan cepat
Gambar 2.1 AlgoritmaTatalaksana Kejang akut dan status epileptikus9

Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5 mg/kg/kali
(5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari,
dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam
pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan
dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.1,2
 Antikonvulsan rumatan
Pemberian antikonvulsan rumatan hanya diberikan pada kasus selektif dan dalam jangka
pendek. Indikasi pengobatan rumat:
1. Kejang fokal
2. Kejang lama >15 menit
3. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya palsi
serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko
berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada
sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi
dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan selama
1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off,
namun dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.1,2
Terapi tersebut dapat dapat mengurangi, tapi tidak menghilangkan kemungkinan rekurensi
kejang demam. Defisiensi besi berhubungan dengan peningkatan risiko kejang demam,
sehingga skrining keadaan tersebut serta memberikan tatalaksana sebaiknya dilakukan.1,2
c. Indikasi rawat3
 Kejang demam kompleks
 Hiperpireksia
 Usia dibawah 6 bulan
 Kejang demam pertama kali
 Terdapat kelainan neurologis
10. Prognosis dan Komplikasi
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai
komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis
umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat
terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi
melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada anak yang mengalami kejang lama.
Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi kejang
lama.1

Gambar 2.2 Faktor Risiko Rekurensi Kejang Demam2

Kejang demam akan berulang kembali pada sekitar 30% anak yang mengalami episode
pertama kejang demam, 50% setelah dua atu lebih episode kejang demam, dan pada 50% anak
dengan onset kejang demam dibawah usia 1 tahun. Gambar 2.2 menunjukkan faktor risiko
rekurensi kejang demam, dimana jika tidak memiliki faktor risiko sama sekali risiko berulang
sekitar 12%, dengan satu faktor risiko 25-50%, dua faktor risiko 50-59%, tiga atau lebih faktor
risiko 73-100%.1,2
Walaupun sekitar 15% anak dengan epilepsi pernah mengalami kejang demam, hanya
sekitar 2-7% anak yang mengalami kejang demam yang berkembang menjadi epilepsi
dikemudian hari. Faktor risiko kejadian epilepsi dikemudian hari ditunjukkan oleh gambar 2.3.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%,
kombinasi dari faktor risiko tersebut akan meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-
49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada
kejang demam.1,2
Gambar 2.3 Faktor risiko kejadian epilepsi setelah kejang demam2
Hampir setiap tipe epilepsi dapat didahului oleh kejang demam, dan beberapa sindroma
epilepsi secara khas diawali dengan kejang demam, yaitu generalized epilepsy with febrile
seizures plus (GEFS+); Dravet syndrome; dan pada kebanyakan pasien, epilepsi lobus
temporal sekunder akibat sklerosis mesial temporal. 2
GEFS+ merupakan sindroma autosomal dominan dengan fenotip yang sangat
bervariasi. Onset biasanya pada masa kanak-kanak awal dan remisi biasanya pada pertengahan
masa kank-kanak. GEFS+ ditandai dengan kejang demam multipel, dan beberapa kejang
selanjutnya yang merupakan kejang umum tanpa demam, termasuk kejang tonik klonik umum,
kejang absen, kejang myoklonik, kejang atonik, atau kejang mioklonik astatik, dengan berbagai
derajat keparahan.2
Sindroma Dravet merupakan fenotip epilepsi-terkait kejang demam yang paling berat.
Onsetnya dikarakteristikkan dengan kejang klonik unilateral dengan ataupun tanpa demam
berulang setiap 1 atau 2 bulan. Kejang awalnya diinduksi oleh demam, namun berbeda dengan
kejang demam biasanya dimana kejang ini lebih lama, lebih sering, dan juga fokal. Kejang
kemudian mulai terjadi dengan suhu demam yang lebih rendah, dan kemudian terjadi tanpa
demam. Sindrom ini biasanya disebabkan oleh mutasi de novo, terkadang diwariskan secara
autosomal dominan namun sangat jarang. Gen yang mengalami mutasi sama dengan gen pada
GEFS+. Kebanyakan pasien dengan kejang demam prolonged dan pasien dengan ensefalopati
vaksin kemudian akan mengalami mutasi Sindrom Dravet.2
BAB 3
LAPORAN KASUS

Identitas
Nama : An AA
Umur : 8 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Ibu : Ny. RG
Alamat : Bawan
Anamnesis (alloanamnesis dari ibu kandung)
Seorang pasien laki-laki usia 8 bulan masuk ke IGD Puskesmas Lubuk Basung tanggal
7 April 2023 dengan :
Keluhan utama : Kejang >30 yang lalu sebelum masuk ke rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
 Demam sejak 1 hari sebelum masuk IGD , tinggi, terus-menerus, tidak menggigil,
tidak berkeringat banyak.
 Tidak mau makan sejak 1 hari sebelum masuk IGD
 Kejang >30 menit sebelum masuk IGD dengan frekuensi 2 kali, kejang pertama durasi
2 -3 menit, jarak antar kejang 5 menit, kejang seluruh tubuh, anak sadar setelah kejang,
kejang kedua terjadi di IGD dengan durasi 2 menit , kejang seluruh tubuh , mata melilit
ke atas .
 Mual muntah tidak ada, diare tidak ada
 Batuk , flu tidak ada
 Sesak napas tidak ada
 Tidak ada riwayat keluar cairan dari telinga.
 Tidak ada riwayat trauma kepala.
 Tidak ada riwayat keluar cairan dari telinga.
 BAK jumlah dan warna biasa
 BAB warna dan konsistensi biasa
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Tidak ada riwayat kejang dengan ataupun tanpa demam sebelumnya.
 Tidak ada riwayat kelainan neurologis
Riwayat Penyakit Keluarga:
 Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat kejang dengan atau tanpa demam
sebelumnya.
Riwayat Kelahiran :
lahir spontan cukup bulan ditolong bidan , berat lahir 3500gram panjang 45cm,
langsung menangis
Riwayat Makanan dan Minuman :
Bayi Asi : diberikan
Susu formula : 6-8 bulan diberikan
Buah biskuit : belum diberikan
Bubur susu : belum diberikan
Nasi tim : 6 bulan - sekarang
Nasi keluarga : belum diberikan
Anak makanan utama : belum diberikan
Daging : belum diberikan
Ikan : belum diberikan
Telur : belum diberikan
Sayur : belum diberikan
Buah : belum diberikan
Kesan : Kualitas dan kuantitas makan cukup
Riwayat Imunisasi:
 BCG : umur 2 bulan, scar (+)
 DPT : umur 2,3,4 bulan
 Polio : umur 2,3,4 bulan
 HiB : umur 2,3,4bulan
 Hepatitis B : umur 1 bulan
 Campak : tidak imunisasi
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Riwayat Tumbuh Kembang :
 Ketawa : 1 bulan
 Miring : 2 bulan
 Tengkurap : 6 bulan
 Duduk : bisa
 Merangkak : bisa
 Berdiri : belum bisa
 Lari : belum bisa
 Bicara : belum bisa
 Gigi pertama : 7 bulan
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan normal

Riwayat Perumahan dan Lingkungan


Rumah tempat tinggal : Permanen
Sumber air minum : air galon, air PDAM
Buang air besar : jamban di dalam rumah
Pekarangan : cukup luas
Sampah : Dibuang di penampungan sampah
Kesan : Sanitasi dan hygiene cukup baik
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Sadar
Tekanan darah : - mmHg
Nadi : 121 x/ menit
Nafas : 34 x/ menit
Suhu : 38,80C
Tinggi Badan : 71 cm
Berat Badan : 8 kg
Gizi : Gizi baik
Kulit : Teraba hangat, turgor kembali cepat
KGB : Tidak terdapat pembesaran KGB
Kepala : Bentuk simetris, normocephal, lingkar kepala 45cm (-2SD sampai dengan
2SD)
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Pupil isokor d 2mm/2mm
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Nafas cuping hidung tidak ada, tidak ada kelainan deformitas
Tenggorokan : Tonsil T2-T2, faring tidak hiperemis, detritus tidak ada
Mulut : Mukosa bibir dan mulut basah
Leher : Kaku Kuduk tidak ada, Deviasi trakea tidak ada, JVP 5-2 cmH2O. =
Thorax
Paru
Inspeksi : Normochest, retraksi tidak ada.
Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Suara Nafas bronkoVesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : teraba iktus cordis di 1jari medial linea mid clavicula sinistra RIC V
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Irama teratur, S1 S2 regular, bising tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Distensi tidak ada
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, nyeri lepas tidak ada
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus positif normal
Punggung : Tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin : tidak ada kelainan,
Ekstremitas : Akral hangat, CRT< 2 detik
Diagnosis Kerja
Kejang demam kompleks
Diagnosis Banding
Epilepsi
Meningoensepalitis
Tatalaksana :
- Oksigen 1-2lpm
- IVFD rl mikro 33 tpm
- Diazepam 5mg
- Dumin supp 100 mg
- Anjuran rujuk
Edukasi
 Kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
 Memberitahukan cara penanganan kejang dan apa yang harus dikerjakan bila
anak kejang
 Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
 Memberitahukan bahwa pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya
kejang memang efektif, tetapi harus diingat adanya efek samping obat.
Rencana pemeriksaan :
- Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, gula darah
DAFTAR PUSTAKA

1. Ismael S, Pusponegoro HD, Widodo DP, Mangunatmadja I, Handryastuti S, penyunting.


Rekomendasi penatalaksanaan kejang demam. Jakarta: IDAI 2016.h1-14
2. Mikati MA, Hani AJ. Febrile Seizure. Dalam Kliegman RM, Behrman RE, Stanton BF, St
Gemme VW, Schor NF, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-20.
Philadelphia: Elsevier, 2016. h2829-31.
3. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Indris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED,
penyunting. Pedoman Pelayanan Medis jilid I. Jakarta: IDAI, 2010. h150-153
4. Seinfeld DOS, John MP. Recent research on febrile seizure: a review. J Neurol
Neurophysiol 4(165). 2014. h1-10
5. Wardhani AK. Kejang demam sederhana pada anak usia satu tahun. Medula 1(1). 2013.
h57-64
6. Fuadi, Tjipta B, Noor W. Faktor resiko bangkitan kejang demam pada anak.Sari Pediatri
vol 12 no 3. 2010. h142-149
7. Bahtera T, Susilo W, Soemantri AGH. Faktor genetic sebagai resiko kejang demam. Sari
Pediatri vol 10 no.6. 2009. h78-384
8. Hassan R, Alatas H. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007
9. Soetomenggolo TS, Ismael S. Buku ajar neurologi anak. Jakarta: IDAI, 1999. h:244-52
10. Ismael S, Pusponegoro HD, Widodo DP, Mangunatmadja I, Handryastuti S, penyunting
Rekomendasi penatalaksanaan kejang demam. Jakarta: IDAI 2016. H4
11. Deliana M. Tatalaksana kejang demam pada anak. Sari Pediatric vol 4 no 2. 2009. h-59-
62

Anda mungkin juga menyukai