Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal diatas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada

anak-anak, terutama pada golongan umur 3 bulan sampai 5 tahun.

Dari penelitian didapatkan bahwa sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami

kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Hampir 1,5 juta kejadian

kejang demam terjadi tiap tahunnya di USA, dan sebagian besar terjadi dalam

rentang usia 6 hingga 36 bulan, dengan puncak pada usia 18 bulan. Angka

kejadian KD bervariasi di berbagai negara. Daerah Eropa Barat dan Amerika

tercatat 2-4% angka kejadian KD per tahunnya. Sedangkan di India sebesar 5-

10% dan di Jepang 8,8%. Kejadian kejang demam di Asia lebih tinggi kira-kira

20% kasus merupakan kejang demamkomplek (Dermawan 2012).

Faktor pemicu kejang demam yang utama adalah demam itu sendiri.

Demam yang dapat menimbulkan kejang bisa karena infeksi apa saja. Infeksi

saluran pernapasan atas paling sering dikaitkan dengan kejang demam. Penyebab

lain yaitu gastroenteritis, infeksi saluran kemih, otitis media akut, infeksi virus,

danimunisasi.

Umumnya kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu kejang

demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah
kejang yang terjadi dalam waktu kurang dari 15 menitdan umumnya akan

berhenti sendiri. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam

sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Sedangkan kejang

demam kompleks adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang

berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang, anak tidak sadar.

Kejang demam kompleks terjadi pada 8% kejangdemam.

Secara umum, 2 hingga 5 persen bayi dan anak yang sehat secara neurologis

telah mengalami, setidaknya satu (biasanya sampel) kejang. Dua hingga tujuh

persen anak-anak dengan kejang demam akan mendapatkan epilepsi di masa

depan. Studi yang dilakukan di berbagai negara mengenai kejang demam berbeda

dalam hal faktor ras, genetik, dan geografis. Sebagai contoh, beberapa

penyelidikan telah menyebutkan bahwa riwayat keluarga positif, jenis kejang,

suhu, dan usia kejadian adalah faktor risiko dari kejadian kejang. Beberapa yang

lain telah menyebutkan masalah pertumbuhan, pemeriksaan neurologis yang

abnormal, dan serangan berulang sebagai faktor yang terlibat dalam meningkatkan

kejadian epilepsi. Faktor-faktor ini, jika bertepatan, kadang-kadang menyebabkan

kemungkinan 50 persen peningkatan epilepsi dan kejang demam berulang. Karena

kecemasan sebagai konsekuensi dari serangan kejang demam dan efeknya

termasuk disartria, keterbelakangan mental, cerebral palsy, epilepsi, dan efek

samping dari obat yang diambil untuk prevalensi dan pengobatan penyakit, beban

sosial dan ekonomi yang besar dibebankan pada keluarga dan masyarakat

(Eskandarifar A 2017).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari

yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus. Demam

terjadi pada oral temperature >37,2°C. Demam biasanya disebabkan oleh infeksi

(bakteri, virus, jamur, atau parasit).

Kejang demam adalah jenis kejang yang paling umum ditemukan pada

anak-anak. Prevalensinya di beberapa bagian dunia telah dilaporkan setinggi 10

persen. Di Indonesia, kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan

hingga 5 tahun. Penelitian di Jepang mendapatkan angka yang lebih tinggi yaitu

7% (Tsuboi, 1986) dan 9,7%. Prastiya Indra Gunawan (2012) mengemukakan

bahwa kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak

perempuan dengan perbandingan2:1.

Kejang demam berhubungan dengan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38 oC

yang tidak disebabkan oleh infeksi sistem saraf pusat (SSP), tanpa adanya riwayat

kejang neonatal atau kejang tanpa sebab sebelumnya, dan tidak memenuhi kriteria

kejang simptomatik lainnya. Secara umum terdapat dua jenis kejang demam, yaitu

Kejang demam dipicu oleh proses infeksi ekstrakranium. Infeksi ini

menyebabkan naiknya suhu tubuh yang berlebihan (hiperpireksia) sehingga

timbul kejang. Kejang demam dikelompokkan menjadi kejang demam sederhana

dan kompleks berdasarkan manifestasi klinisnya yaitu lama kejang, frekuensi

kejang, dan sifat kejang. Klasifikasi ini berpengaruh pada pengobatan dan menjadi

salah satu faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudianhari.


Kejang Demam adalah kejang pada anak sekitar usia 6 bulan sampai 5

tahun yang terjadi saat demam yang tidak terkait dengan kelainan intrakranial,

gangguan metabolik, atau riwayat kejang tanpa demam. Kejang demam lebih

sering terjadi pada anak laki daripada anak perempuan dengan rasio 2:1. Genetik

memiliki pengaruh yang kuat dalam terjadinya kejang demam, hal ini terlihat dari

insiden kejang demam pada orang tua penderita kejang demam sebanyak 8-22%

dan saudara kandung anatar 9-17% (Irawan 2013)


11. ETIOLOGI

Penyebab pasti kejang demam masih belum diketahui, meskipun beberapa

studi menunjukkan kemungkinan hubungan dengan faktor lingkungan dan

genetik. Demam adalah respons normal terhadap infeksi, dan pelepasan sitokin

dalam kadar tinggi selama demam dapat mengubah aktivitas otak normal, memicu

kejang. Seperti yang ditunjukkan oleh penelitian sebelumnya, faktor-faktor risiko

untuk FS adalah jenis kelamin laki-laki, riwayat keluarga dengan FS, suhu puncak

tubuh yang meningkat, penyebab demam tertentu, komplikasi prenatal dan natal,

kalsium serum rendah, natrium atau gula darah, mikrositik hipokromikanemia, dan

defisiensi besi dan seng.

Studi lain menunjukkan bahwa kejang demam berhubungan dengan

pewarisan poligenetik, bahkan jika pola pewarisan autosom dominan dari "sifat

kerentanan kejang demam" telah diidentifikasi di beberapa keluarga. Akhirnya,

mutasi pada gen yang mengkode saluran natrium dan reseptor asam -

aminobutyric A dapat berperan dalam perkembangan kejang demam.

. Infeksi yang paling sering dikaitkan dengan kejang demam pada anak-

anak adalah cacar air, influenza, infeksi telinga tengah, infeksi saluran napas atas

dan bawah (seperti tonsilitis, pneumonia, bronkitis dan sinusitis), infeksi gigi, dan

gastroenteritis (terutama yang disebabkan oleh rotavirus) (Laino 2018)


111. EPIDEMIOLOGY

Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6

bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun

pernah menderita kejang demam. Kejang demam sangat tergantung kepada umur,

85% kejang pertama sebelum umur 4 tahun, terbanyak diantara 17-23 bulan.

Hanya sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum umur 5-6 bulan

atau setelah berumur 5-8 tahun. Biasanya setelah berumur 6 tahun pasien tidak

kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih dapat megalami

sampai umur lebih dari 5-6 tahun.


1V. PATOFISIOLOGI

Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi

pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses

ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologist yang paling sering

dijumpai pada anak, terutama pada anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir

3% dari anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam.

Hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi dikaitkan faktor resiko

yang penting adalah demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan

atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Faktor

resiko lainnya adalah riwayat keluarga kejang demam, problem pada masa

neonatus, kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33%

anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% akan

mengalami 3X recurrent atau lebih.

Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam

adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane

sel neuron dapat dilalui dngan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui

oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya

konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan

diluar sel terdapat keadaan sebaliknya). Karena perbedaan jenis dan konsentrasi

didalam dan diluar sel, maka disebut potensial membrane.


Untuk menjaga keseimbangan potensail membaran diperlukan energi dan bantuan

enzim Na-K- ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Pada keadaan demam

kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan

kebutuhan oksigen meningkat 20%. Kenaikan suhu tubuh tertentu dapat

mempengaruhi keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang

singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium dari membrane tadi, dengan

akibat lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini demikan besar

sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membrane sel tetangganya dengan

bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang . Tiap anak memiliki ambang

kejang yang berbeda, pada anak yang ambang kejangnya rendah, kejang telah

terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi,

kejang baru terjadi pada suhu 40 oC atau lebih. Kejang demam yang berlansung

singkat tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang

yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,

meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi kontraksi otot skelet yang akhirnya

menyebabkan hipoksemia, hiperkapnea, asidosis lactate,hipotensi. Kerusakan pada

daerah mesial lobus temporalis setelah kejang berlangsung lama yang dapat

menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsy spontan. Jadi

kejang demam yang berlangsung lama dapat mnenyebabkan kelainan anatomis

diotak sehinggga terjadiepilepsy (Purwanti2008)

Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,

berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,

klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang

berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa

detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan
saraf.

Peningkatan temperatur dalam otak berpengaruh terhadap perubahan

letupan aktivitas neuronal. Perubahan temperatur tersebut menghasilkan sitokin

yang merupakan pirogen endogen, jumlah sitokin akan meningkat seiring kejadian

demam dan respons inflamasi akut. Respons terhadap demam biasanya

dihubungkan dengan interleukin-1 (IL-1) yang merupakan pirogen endogen atau

lipopolisakarida (LPS) dinding bakteri gram negatif sebagai pirogen eksogen. LPS

menstimulus makrofag yang akan memproduksi pro- dan anti-inflamasi sitokin

tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), IL-6, interleukin-1 receptor antagonist (IL-

1ra), dan prostaglandin E2 (PGE2). Reaksi sitokin ini mungkin melalui sel

endotelial circumventricular akan menstimulus enzim cyclooxygenase-2 (COX-2)

yang akan mengkatalis konversi asam arakidonat menjadi PGE2 yang kemudian

menstimulus pusat termoregulasi di hipotalamus, sehingga terjadi kenaikan suhu

tubuh. Demam juga akan meningkatkan sintesis sitokin di hipokampus. Pirogen

endogen, yakni interleukin 1ß, akan meningkatkan eksitabilitas neuronal

(glutamatergic) dan menghambat GABA- ergic, peningkatan eksitabilitas neuronal

ini yang menimbulkan kejang (Arief RF 2015)

V. FAKTOR RISIKO

Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Fuad dkk, 2010 bahwa faktor-

faktor yang berperan dalam risiko kejang demam yaitu:

a. Faktordemam

Anak dengan demam lebih 39 oC mempunyai risiko untuk mengalami

demam 4,5 kali lebih besar dibanding anak yang mengalami demam kurang 39 oC

dan anak dengan lama demam kurang dari dua jam untuk terjadinya bangkitan

kejang demam 2,4 kali lebih besar dibanding anak yang mengalami demam lebih

dari dua jam.


Secara klinis umumnya tidak sulit untuk menegakkan diagnosis kejang

demam, dengan adanya gejala kejang pada suhu badan yang tinggi serta tidak

didapatkan gejala neurologis lain dan anak segera sadar setelah kejang berlalu.

b. Usia

Anak dengan kejang usia kurang dari dua tahun mempunyai risiko

bangkitan kejang demam 3,4 kali lebih besar dibanding yang lebih dari dua tahun.

Resiko kejadian demam pada anak terhadap penyakit serius tergantung

pada usia anak. Pada neonatus yang terkena demam mempunyai resiko yang lebih

besar terkena penyakit serius dibandingkan dengan anak dengan umur yang lebih

tua. Hal ini dikarenakan infeksi pada neonatus yang berbeda dari infeksi pada

anak pada umumnya dan kemampuan sistem imun neonatus yang belum mampu

mengatasiinfeksi.

c. Riwayatkeluarga

Persentase adanya riwayat kejang pada keluarga terdekat (first degree

relative) yaitu kedua orang tua ataupun saudara kandung. Anak dengan riwayat

kejang dalam keluarga terdekat (first degree relative) mempunyai risiko untuk

menderita bangkitan kejang demam 4,5 kali lebih besar dibanding yang tidak. 11

Kejang demam dengan riwayat keluarga yang positif berisiko lebih tinggi.

Keluarga yang memiliki riwayat menderita kejang demam 25-40% dapat

diturunkan. Beberapa hasil dilaporkan bahwa kejang demam pada saudara

kandung berkisar dari 9% menjadi 22%. Studi pengelompokan keluarga

menunjukkan dua kali lipat lebih berisiko pada anak yang kedua orangtuanya

menderita dari pada salah satu dari orangtuanya

Faktor risiko berulangnya kejang demam, adalah riwayat kejang demam

dalam keluarga, usia kurang dari 18 bulan, temperatur suhu saat kejang makin
rendah temperatur saat kejang makin sering berulang dan lamanya demam.

Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari adalah adanya gangguan

perkembangan neurologis, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam

keluarga, dan lamanya demam.

Faktor risiko untuk kekambuhan FS termasuk kerabat tingkat pertama

dengan FS, usia di bawah 18 bulan saat kejang, suhu tinggi, dan durasi demam

yang lama setelah kejang.

Riwayat kejang demam pada keluarga, problem disaat neonatus,

perkembangan terlambat, anak dalam perawatan khusus, kadar natrium serum

yang rendah, dan temperatur tubuh yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya

kejang demam. Bila ada 2 atau lebih faktor risiko, kemungkinan terjadinya kejang

demam sekitar 30%.


VI. KLASIFIKASI

Kejang demam diklasifikasikan sebagai sederhana atau kompleks. Kejang

demam sederhana didefinisikan sebagai umum, berlangsung kurang dari 15 menit,

terdiri dari aktivitas tonik dan klonik umum tanpa komponen fokus, dan tanpa

kekambuhan dalam 24 jam atau dalam penyakit demam yang sama. Kejang

demam kompleks atau rumit didefinisikan sebagai satu atau lebih pada point

berikut: (1) onset parsial; (2) durasi lebih dari 15 menit; (3) kejang demam

berulang dalam waktu 24 jam dari episode pertama; dan (4) hubungan dengan

kelainan neurologis postictal,.

Kejang demam dibagi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang

demam kompleks. Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan

lamanya lebih dari 15 menit, kejang fokal / parsial atau fokal / persial menjadi

umum dan berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan kejang

demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, umumnya berhenti

sendiri, bentuk kejang umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang

demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang demam.

VII. DIAGNOSIS

 Anammesis

a. Adanya kejang., jenis kejang, kesadaran, lama kejang

b. Suhu sebelum atau saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan

anak pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan syaraf pusat

(gejala infeksi saluran nafus akut/ISPA, infeksi saluran kemih ISK, otitis

media akut).

c. Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam

keluarga
d. Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnyadiare/muntah yang

mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan

hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia)

(Pudjiandi, 2009)

 Pemeriksaan fisik

a. Kesadaran : apakah terdapat penurunan kesadaran, suhu tubuh : apakah

terdapat demam

b. Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique,

Laseque

c. Pemeriksaan nervus cranial

d. Tanda peningkatan tekanan intrakranial : Ubun-Ubun Besar (UUB)

membonjol, papil edema

e. Tanda infeksi di luar SSP : ISPA, OMA, ISK

f. Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflek fisiologis, reflek patologis

 Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan secara rutin pada kejang demam

tetapin dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab

demam, atau keadaaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai

demam Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan atas indikasi darah

perifer, elektrolit dan gula darah (level of evidence 2, derajat rekomendasi

B)

Pungsi Lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau

menyingkirkan kemungkinan meningitis, Berdasarkan bukti-bukti

terbaru,saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin

pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana
dengan keadaan umum baik。Indikasi pungsi lumbal (level of evidence

2, derajat rekomendasi B):

a. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal

b. Terdapat kecurigaan adanya infcksi SSP berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan klinis.

c. Dipertimbangkan pada anak dengan disertai demam yang sebelumnya

telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat

menguburkan tanda dan gejala meningitis.

 Elektroensefalografi

Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, KECUALI

apabila bangkitan bersifat lokal.

Keterangan:

EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus

kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.

Pencitraaan

Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin

dilakukan pada anak dengan kecjang demam sederhana (level of eidence 2,

derajat rekomendasi B).Pemeriksaan tersebut dilakukan bila terdapat

indikasi, scperti kelainan neurologis fokal yang menetap, misalnya hemiparesis

atau paresis nervus kranialis.


VIII. Algoritma

IX. Tata Laksana Saat Kejang (Handryastuti, 2016)

Pada umumnya berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu

pasien datang, kejang sudah berhenti.Jika pada saat pasien datang dalam kejang,

obat yang paling cepat untuk kejang adalah diazepam intravena. Dosis diaezepam

intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg / menit

atau dalam waktu 3 0 5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg. Secara umum

penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang pada umumnya.

Obat yang praktis yang dapat diberikan olech orang tua di numah adalah

diazepam rektal. Dosis Diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam

rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk

berat badan lebih dan 12 kg. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang

belum berhenti, dapat diulangi lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan
interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap

kejang.di anjurkan ke rumah sakit. Di Rumah Sakit dapat diberikan diazepam

intravena.

Jika kejang terus berlanjut, lihat algoritma tata laksana status epileptikus,

Bila kejang telah berhenti pemberian obat selanjutnya tergantung dari indikasi

terapi antikonvulsan profilaksis.

Pemberian obat pada saat demam (Handryastuti, 2016)

 Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko

terjadinya kejang demam (level of evidence I,derajat rekomendasi A),meskipun

demikian dokter neurologi anak Indonesi sepakat bahwa antipiretik tetap dapat

diberikan. Dosis paracetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/Kg/kali diberikan tiap

4-6 jam. Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.(Handryastuti, 2016)

 Antikonvulsan Pemberian obat antikonvulsan intermitten Yang dimaksud dengan

obat antikonvulsan intermitten adalah antikonvulsan yang diberikan hanya pada

saat demam. meskipundemikian tidakterakterik antipiretik bukti. Dosis

parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/Kgkali diberikan tiap 4-6 jam.

Dosis Ibuprofen 5-10 mgkgkali, 3-4 kali schari. (Handryastuti, 2016)

 Antikonvulsan

Pemberian obat antikonvulsan intermitten

Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermitten adalah antikonvulsan yang

diberikan hanya pada saat demam.

Profilaksis intermitten diberikan pada kejang demam dengan salah satu factor resiko
dibawah ini:

- Kelainan neurologis berat, misalnya palsiselebral

- Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun

- Usia <6 bulan

- Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39℃

- Jika pada episode kejang sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan cepat

- Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan

cepat.

Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0.3 mg/kg/kali peroral atau rektal

0.5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan < 12 Kg dan 10 mg untuk berat badan ≥12

Kg), sebanyak 3 kali sehari dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali.

Diazepam intermitten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan

pada orang tua buhwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia,

iritabilitas, serta sedasi.

Pemberian obat antikonvulsan rumah( Handryastuti, 2016) Berdasarkan

bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat

menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, makan pengobatan rumat hanya

diberikan pada kasus selektif dan dalam jangka pendek.

Indikasi pengobatan rumat:

- kejang fokal 2

- kejang lama > 15 menit

- Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,

misalnya palsiselebral, hidrosefalus, hemiparesis.


Keterangan:

- Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya keterlambatan perkembangan,

bukan merupakan indikasi pengobatan rumat.

- Kejang fokal atau fokal menjaudi umum menunjukkan bahwa anak memiliki

fokus organik yang bersifat fokal.

- Pada anak dengan kelainan saraf dapat diberikan etukasi untuk pemberian

terapi profilaksis intermitten terlebih dahulu , jika tidak berhasil atau orang

tua khawatir dapat diberikan terapi antikonvulsan rumat.

Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumat (Handryastuti, 2016)

Pemberian obat fenobabital atau asam valproat setiap hari efektif dalam

menurunkan risiko berulangnya kejang.

Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan

kesulitan belajar pada 40-50% kasus obat pilihan saat ini adalah asam valproat.Pada

sebagian kecil kasus terutama yang berumur <2 tahun asam valproat dapat

menyebabkan gangguan fungsi hati.Dosis asam valproat adalah 15-40 mgkghari

dibagi dalam 2 dosis dan fenobarbital 3-4mg/kg/hari dalam 1 sampai 2 dosis.

Lama pengobatan rumat(Handryastuti,2016)

Pengobatan diberikan selama 1 tahun,penghentian pengobatan rumat untuk

kejang demam tidak membutuhkan tapering off,namun dilakukan pada saat anak

tidak sedang demam.


X. Edukasi pada orang tua

Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua.Pada

saat kejang sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya telah

meninggal。Kecemasan ini harus dikurangi dengan cara yang diantaranya:

- Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.

- Memberitahukan cara penanganan kejang

- Memberikan infomasi mengenai kemungkinan kejang kembali

- Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus

diingat adanya cfek samping obat (Pusponegoro2006.

Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang:

- Tetap tenang dan tidak panik

- Kendorkan pakaian yang ketat terutama disckitar leher

- Bila tidak sadar,posisikan anak terlentang dengan kepala miring

Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung Walaupun

kemungkinan lidah tergigit,jangan memasukkan sesuatu kedalam mulut.

- Ukur suhu,observasi dan catat lama dan bentuk kejang

- Tetap bersama pasien selama kejang

- Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.

- Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit /lebih.
DAFTAR PUSTAKA

Arief RF. Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta : RSI CempakaPutih.

2015; 42(9): 658-661.

Fuadi, Bahtera T, Wijayahadi N. Faktor Risiko Bangkitan Kejangdemam.

Sari Pediatri. 2010; 12(3): 142-148.

GunawanPI,SaharsoD.FaktorRisikoKejangDemamBerulangpadaAnak.

Media Medika Indonesiana. 2012; 46(2): 76-79.

Handryastuti, Setio, dkk.2016, UKK Neurologi,IDAI : Departemen IKA FKUI-RSCM.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2006. ReKonsesnsus Penatalaksanaan kejang Demam. Jakarta ;

IDAI

Irawan, Melissa. Gambaran Deskriptif Penderita Anak dengan Kejang

Demam Sederhana di Rumah Sakit PHC Surabaya tahun 2013

[skripsi]. Surabaya : Prodi Pendidikan Dokter Universitas Katolik

Widya Mandala; 2014.26(4): 221- 226.

Ismet. Kejang Demam. J Kesehatan Melayu. 2017; 1(1):41-44..

Kastiano RFD. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Sikap Orang Tua

Dalam Penatalaksanaan Kejang Demam Pada Balita Usia 1-5 Tahun

Di Rumah Sakit Cito Karawang Tahun2016.

Laino D, Mencaroni E, Esposito S. Management of Pediatric FebrileSeizure.

International Journal of Environmental Research and Public Health.

2018; 15(2232): 1-6.

Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati

ED, Yuliarti K. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter


Anak Indonesia. Edisi II. IDAI ; 2011.

Purwanti, Okti Sri & Maliya, Arina. Kegawatdaruratan Kejangdemam.Berita Ilmu

Keperawatan. 2008; 1(2): 97-100.

Pusponegoro HD., Widoso DP., Ismael S., 2006, Konsensus Penatalaksanaan

Kejang Demam, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Penerbit IDAI:

Jakarta.

Wardhani, AK. Kejang Demam Sederhana pada Anak Usia SatuTahun. Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung. 2013; 1(1): 57-63.

Anda mungkin juga menyukai