Anda di halaman 1dari 11

BAB 8

FASILITAS DISTRIBUSI BERDASARKAN KONTRAK

Oleh :

1. PUTRI YULINA (2030122046)


2. PUJI RAHMA SARI (2030122047)
3. QATRUN NADA FEBRI SARLY (2030122049)
4. QORI ANNISA AKBAR (2030122050)
5. RAHMAT HIDAYAT (2030122051)
6. RAHMAT YUDIA PUTRA (2030122052)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
PADANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Dibuat Oleh: RAHMAT YUDIA PUTRA (2030122052)
Obat harus memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan untuk dapat
memberikan manfaat. Obat dikatakan bermutu apabila obat tersebut memenuhi
spesifi kasi mutu obat, dimana mutu obat dinilai dari kemampuan obat tersebut
memenuhi spesifi kasi yaitu identitas obat, kemurnian, potensi, keseragaman,
bioavalibilitas dan stabilitas. Dalam menjamin mutu obat selalu terjaga mulai dari
tahapan produksi hingga obat tersebut diterima oleh pasien, maka perlu ditetapkan
adanya jaminan mutu obat yang merupakan aktivitas manajemen yang dibutuhkan
untuk memastikan bahwa obat yang diterima pasien aman, efektif dan dapat
diterima. Kewajiban adanya jaminan mutu pada jalur distribusi obat di Indonesia
telah ditetapkan pada peraturan badan pengawas obat dan makanan nomor 6 tahun
2020 tentang perubahan atas peraturan badan pengawas obat dan makanan nomor
9 tahun 2019 tentang pedoman teknis cara distribusi obat yang baik.
Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) merupakan pedoman yang
digunakan dalam distribusi/ penyaluran obat dan/ atau bahan obat yang bertujuan
memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan
tujuan penggunaannya. Pedoman CDOB dibuat menyesuaikan dengan keadaan
yang terdapat di Indonesia, sehingga pedoman CDOB selalu mengalami
perbaruan mengikuti perkembangan keadaan. Perubahan yang terjadi pada
pedoman CDOB 2019 menjadi CDOB 2020 terkait struktur bab dan aneks, serta
penambahan poin-poin baru yang menyesuaikan dengan keadaan yang terdapat di
Indonesia terkhususnya di era digitalisasi. Pedoman CDOB dibuat menyesuaikan
dengan keadaan yang terdapat di Indonesia, sehingga pedoman CDOB selalu
mengalami perbaruan mengikuti perkembangan keadaan. Pedoman CDOB
terakhir yaitu peraturan badan pengawas obat dan makanan nomor 9 tahun 2019
mengalami perubahan menjadi peraturan badan pengawas obat dan makanan
nomor 6 tahun 2020, dengan perubahan pada struktural bab dan aneks, pada
CDOB 2019 terdapat 3 aneks tambahan, namun pada CDOB 2020 aneks masuk
sebagai BAB baru, selain itu pada BAB yang sudah ada terjadi perubahan dan
penambahan poin terutama terkait penjelasan lebih lanjut dan lebih rinci, serta
penyesuaian dengan kondisi saat ini yang serba digital.
Pada Bab VIII didalam peraturan badan pengawas obat dan makanan
nomor 6 tahun 2020 diatur tentang fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak.
Kontrak merupakan ikatan perjanjian terikat secara legal antara pemberi dan
penerima kontrak dalam periode waktu tertentu. Keputusan untuk membuat
kontrak dengan pihak ketiga harus berdasarkan analisis mendalam yang
berpengaruh terhadap keseluruhan rantai pasokan termasuk biaya, kinerja,
pelayanan dan pengawasan kontrak tersebut. Cakupan kegiatan kontrak terutama
yang terkait dengan keamanan, khasiat dan mutu obat meliputi kontrak antar
fasilitas distribusi, kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa
antara lain transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan
sebagainya. Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan
penerima kontrak, dan setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB.
BAB II
ISI PEDOMAN CDOB
Dibuat Oleh: Qatrun Nada Febri Sarly (2030122049)
BAB VIII
A. UMUM
8.1 Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan
penerima kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan CDOB.
8.2 Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan,
khasiat dan mutu obat da/atau bahan obat, antara lain:
a. Kontrak pemanfaatan fasilitas penyimpanan berupa gudang/ruang
difasilitas distribusi;
b. Kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa
antara lain transportasi, pengendalian hama, pergudangan,
kebersihan dan sebagainya.
8.3 Kontrak terkait dengan pemanfaatan fasilitas penyimpanan harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Pemberi kontrak harus memperoleh surat persetujuan perubahan
fasilitas dari Badan POM terkait lokasi gudang/ruang yang disewa;
b. Penerima kontrak harus melaporkan kepada Badan POM
perubahan denah bangunan atas fasilitas penyimpanan yang
dikontrakkan; dan
c. Pengelolaan di gudang/ruang penerima kontrak harus memenuhi
persyaratan CDOB.
8.4 Untuk fasilitas distribusi yang menerima kontrak fasilitas
penyimpanan dari industri farmasi harus memenuhi persyaratan dalam
peraturan ini dan persyaratan Cara Produksi Obat yang Baik.
B. PEMBERI KONTRAK
8.5 Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk kegiatan yang
dikontrakkan.
8.6 Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi yang
diperlukan oleh penerima kontrak. Pemberi kontrak harus melakukan
pengawasan terhadap penerima kontrak dalam melaksanakan tugas
yang dikontrakkan sesuai dengan prinsip dan pedoman CDOB.
8.7 Pemberi kontrak harus memberikan informasi tertulis yang harus
dilaksanakan oleh penerima kontrak.
8.8 Informasi tertulis meliputi antara lain tugas dan kewajiban penerima
kontrak, serta Prosedur tertulis. Pemberi kontrak harus memastikan
Personel penerima kontrak mempunyai uraian tugas yang sesuai.

Dibuat Oleh: Qori Annisa Akbar (2030122050)


Fasilitas distribusi berdasarkan kontrak merupakan kontrak yang
dilakukan sesama fasilitas distribusi yang mana terdapat penerima kontrak dan
pemberi kontrak.Tujuannya untuk menyalurkan obat sesuai dengan kesepakatan
dalam kontrak.
CDOB sendiri adalah cara distribusipenyaluran obat dan/atau bahan obat
yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran
sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Aspek CDOB sendiri meiputi :
manajemen mutu; organisasi, manajemen, dan personalia; bangunan dan
peralatan; operasional; inspeksi diri; keluhan, Obat, dan/atau Bahan Obat
kembalian, diduga palsu dan penarikan kembali; transportasi; fasilitas distribusi
berdasarkan kontrak; dokumentasi; ketentuan khusus Bahan Obat; ketentuan
khusus produk rantai dingin; dan ketentuan khusus narkotika, psikotropika, dan
prekursor farmasi.
Undang-undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 62
(1) Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik harus dilakukan sesuai dengan
kewenangan yang didasarkan pada Kompetensi yang dimilikinya. Dalam
penjelasan pasal tersebut yang mempunyai kewenangan dalam pekerjaan
kefarmasian adalah seorang Apoteker.
Undang-undang diatas kemudian diperkuat oleh Peraturan Pemerintah
No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Pelaksanaan Pekerjaan
Kefarmasian yang meliputi : Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan
Farmasi, Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi, Pekerjaan
Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi, dan Pekerjaan
Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi, serta dijelaskan setiap sarana atau
fasilitas harus memiliki Apoteker Penanggung Jawab.
Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan
Farmasi atau Kegiatan Distribusi Obat, merupakan suatu kegiatan diantara
kegiatan produksi dan kegiatan pelayanan sediaan farmasi kepada masyarakat.
Kegiatan teknis dalam fasilitas distribusi ini (Pedagang Besar Farmasi) mengacu
pada peraturan dan perundang-undangan sebagai berikut :
1. Peraturan Menteri Kesehatan Repulik Indonesia Nomor
1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Repulik
Indonesia Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar
Farmasi
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun
2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan
Repulik Indonesia Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang
Besar Farmasi.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2018 tetang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik Sektor Kesehatan 5. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019mtentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik.
Kontrak antar fasilitas distribusi adalah kontrak antara fasilitas distribusi
dengan fasilitas distribusi lain untuk menyalurkan obat dan/atau bahan obat sesuai
dengan yang disepakati dalam kontrak, misalnya PBF A menunjuk PBF B untuk
menyalurkan obat dan/atau bahan obat tertentu dengan kondisi-kondisi yang
disepakati (misalnya wilayah, harga) (Juklak CDOB, 2015).
Kontrak antar fasilitas distribusi tidak diperlukan untuk penyaluran obat
dan/atau bahan obat antara fasilitas distribusi dengan cabangnya.
Kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa dalam hal
pergudangan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
 Lokasi gudang harus mempunyai izin gudang dan tercantum dalam
perizinan fasilitas distribusi pemberi kontrak.
 Gudang harus memenuhi persyaratan CDOB
 Personil gudang harus mendapatkan pelatihan tentang CDOB;
Contoh lain kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia
jasa antara lain penyimpanan dokumen, penyimpanan data elektronik.(Juklak
CDOB, 2015).
C. PENERIMA KONTRAK
Penerima kontrak harus memiliki tempat, Personel yang kompeten, peralatan,
pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan tugas yang dikontrakkan oleh
pemberi kontrak. Fasilitas distribusi yang menerima kontrak, harus memenuhi
persyaratan CDOB. Penerima kontrak tidak diperbolehkan untuk mengalihkan
pekerjaan yang dipercayakan oleh pemberi kontrak kepada pihak ketiga sebelum
dilakukannya evaluasi, dan mendapatkan persetujuan dari pemberi kontrak serta
dilakukannya audit ke pihak ketiga tersebut. Penerima kontrak harus menghindari
aktivitas lain yang dapat mempengaruhi mutu obat dan/atau bahan obat. Penerima
kontrak harus melaporkan kejadian apapun yang dapat mempengaruhi mutu obat
dan/atau bahan obat kepada pemberi kontrak sesuai dengan persyaratan kontrak.
D. KONTRAK
Di dalam persyaratan kontrak yang berhubungan dengan transportasi harus
mencakup, antara lain:
a. Penanganan kehilangan/kerusakan produk obat selama pengiriman dan
dalam kondisi tidak terduga (force major)
b. Kewajiban penerima kontrak untuk mengembalikan obat dan/atau bahan
obat kepada pemberi kontrak jika terjadi kerusakan selama pengiriman
dengan menyertakan berita acara kerusakan.
c. Kehilangan selama pengiriman oleh penerima kontrak, penerima kontrak
wajib melaporkan kepada pihak kepolisian dan pemberi kontrak
d. Pemberi dan penerima kontrak harus melakukan investigasi terhadap
kejadian kehilangan atau kerusakan produk obat sampai dengan
ditemukannya akar permasalahan dan melaporkan kepada Badan POM
perkembangan investigasi sampai dinyatakan selesai
e. Pemberi kontrak harus menyelenggarakan pelatihan CDOB yang
berhubungan dengan penanganan obat/bahan obat dalam pengiriman.
f. Penerima kontrak memiliki mekanisme untuk dapat melakukan
penelusuran keberadaan obat/bahan obat selama pengiriman.
Di dalam persyaratan kontrak yang berhubungan dengan penyimpanan harus
mencakup, antara lain:
a. Penanganan kehilangan/kerusakan produk obat selama penyimpanan dan
dalam kondisi tidak terduga (force major)
b. Kehilangan selama penyimpanan oleh penerima kontrak, penerima
kontrak wajib melaporkan kepada pihak kepolisian dan pemberi kontrak
c. Pemberi dan penerima kontrak harus melakukan investigasi terhadap
kejadian kehilangan atau kerusakan produk obat yang disimpan sampai
dengan ditemukannya akar permasalahan dan melaporkan kepada Badan
POM perkembangan investigasi sampai dinyatakan selesai
d. Pemberi kontrak harus menyelenggarakan pelatihan CDOB yang
berhubungan dengan penanganan obat/bahan obat dalam penyimpanan.
Pemberi kontrak berhak melakukan audit terhadap penerima kontrak setiap
saat. Penerima kontrak harus memahami bahwa seluruh kegiatan yang masuk
dalam cakupan kontrak, menjadi bagian yang dapat diperiksa oleh Badan POM.
Dokumen kontrak harus dapat ditunjukkan kepada petugas yang berwenang pada
saat pemeriksaan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

Dibuat Oleh: Rahmat Hidayat (2030122051)


3.1 KESIMPULAN
Obat atau Bahan obat harus memenuhi kriteria Aman, Bermutu dan
Berkhasiat. Industri melakukan Produksi sesuai CPOB, PBF melakukan
Distribusi sesuai CDOB, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan melakukan Pelayanan
Kefarmasian sesuai standar pelayanan yang berlaku. Pada akhirnya semua tahapan
ini akan menjamin ketersediaan dan keterjangkauan dengan tetap menjamin
semua proses harus mematuhi peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Bahwa untuk menjamin keamanan, khasiat, dan mutu obat beredar, perlu
menerapkan pedoman cara distribusi obat yang baik dalam setiap aspek dan
rangkaian distribusi obat sehingga perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas
Obat dan Makanan tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik
(CDOB).
Pada pertimbangan CDOB 2020 dikatakan "Bahwa beberapa ketentuan
mengenai distribusi obat sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum serta
perkembangan teknologi di bidang distribusi obat sehingga perlu diubah.
Perubahan Perka BPOM 6/2020 (pedoman teknis CDOB 2020)
menggantikan Perka BPOM 9/2019 (pedoman teknis CDOB 2019). Dimana
dikatakan di pedoman teknis CDOB 2019 sudah tidak sesuai dengan kebutuhan
hukum dan perkembangan teknologi sehingga perlu diubah dalam bentuk
pedoman teknis CDOB 2020.
Di perka BPOM 6/2020 bab VIII adanya penambahan cakupan kontrak
kerjasama dengan fasilitas distribusi yaitu kontrak harus ada memuat prosedur
investigasi, dan wajib melakukan investigasi terhadap kerusakan dan kehilangan,
serta adanya pelatihan CDOB yang diselenggarakan pemberi kontrak, dimana
investigasi ini harus clear untuk mencegah keluarnya obat dari rantai distribusi
resmi.
Secara garis besar perubahan ini mencakup perubahan substansi, struktur
bab, dan perubahan redaksional.Sehingga Petunjuk teknis CDOB 2020 ini
memiliki nilai sebagai suatu peraturan, dan telah melewati tahapan legal drafting
pada umumnya yaitu pembuatan kajian, proses penyusunan rancangan, proses
penetapan, dan terakhit proses sosialisasi kepada profesi terkait.
3.2 SARAN
1. Semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat dan/atau bahan obat
bertanggungjawab untuk memastikan mutu obat dan/atau bahan obat dan
mempertahankan integritas rantai distribusi selama proses distribusi.
2. Semua pihak yang terlibat dalam proses distribusi harus menerapkan
prinsip kehati-hatian (due diligence) dengan mematuhi prinsip CDOB,
misalnya dalam prosedur yang terkait dengan kemampuan telusur dan
identifikasi risiko.
3. Harus ada kerja sama antara semua pihak termasuk pemerintah, bea dan
cukai, lembaga penegak hukum, pihak yang berwenang, industri farmasi,
fasilitas distribusi dan pihak yang bertanggung jawab untuk penyediaan
obat, memastikan mutu dan keamanan obat serta mencegah paparan obat
palsu terhadap pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Badan POM RI. 2015. Petunjuk Pelaksanaan Cara Distribusi Obat yang Baik.
Jakarta : Badan POM RI
Badan POM Republik Indonesia. 2020. Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan BPOM
Nomor 9 th 2019 Tentang Pedoman Teknis CDOB. Jakarta : BPOM RI

Anda mungkin juga menyukai