Anda di halaman 1dari 49

CASE REPORT STUDY

BANGSAL NEUROLOGI
“STROKE NON HEMORAGIK DAN DISLIPIDEMIA”
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)
DI RUMAH SAKIT OTAK DR. Drs. MUHAMMAD HATTA
Periode 30 Agustus – 23 Oktober 2021

Oleh:

KELOMPOK IV

FAJAR MASRIQI, S.Farm 2030122022

MEGA LUBERTIN T., S.Farm 2030122035

PUTRI YULINA, S.Farm 2030122047

RAHMAT YUDIA PUTRA, S.Farm 2030122052

PROGR AM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum warrahmatullahi wabbarakatuh

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Study Bangsal

Neurologi mengenai penyakit stroke non hemoragik dan hiperlipidemia yang

dilakukan di Rumah Sakit Otak DR. Drs. M. Hatta Bukittinggi. Laporan ini dibuat

untuk melengkapi tugas-tugas bagi mahasiswa Profesi Apoteker Universitas

Perintis Indonesia Yayasan Perintis Padang dan ditulis berdasarkan teori serta

hasil pengamatan selama melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA).

Penulis juga mengucapkan terima kasih atas bantuan, bimbingan, arahan,

serta masukan dari berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan

laporan studi kasus ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik

dalam segi penyusunan maupun tata bahasanya sehingga penulis berharap saran,

kritikan dan masukannya demi kesempurnaan laporan studi kasus ini.Semoga

laporan studi kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bukittinggi, Oktober 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit stroke masih menjadi salah satu masalah utama kesehatan, bukan

hanya di Indonesia namun di dunia. Beberapa faktor risiko yang paling penting

adalah hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes mellitus, obesitas, dan penyakit

jantung. Salah satu upaya untuk menurunkan tingkat kejadian stroke dengan

melakukan pencegahan sejak dini pada pasien stroke sangatlah penting, baik

sebelum maupun sesudah terjadi serangan. Pencegahan penyakit stroke terdiri dari

pencegahan primer dan sekunder, sehingga masyarakat dapat terhindar dari stroke

dan yang dalam perawatan stroke mendapatkan penanganan cepat dan tepat sesuai

standar pelayanan stroke.1

Menurut World Health Organization, stroke adalah suatu keadaan dimana

ditemukan tanda klinis yang berkembang cepat berupa defisit neurologic fokal

dan global, yang dapat memberat dan berlangsung lama selama 24 jam atau lebih

dan atau dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas

selain vascular. Selain itu, penyakit stroke juga merupakan faktor penyebab

demensia dan depresi. Stroke dibagi menjadi 2, yaitu stroke hemoragik dan stroke

non hemoragik. Diperkirakan stroke non hemoragik (iskemik) mencapai 85% dari

jumlah stroke yang terjadi.2

Klasifikasi penyakit stroke terdiri dari beberapa kategori, diantaranya

berdasarkan kelainan patologis, secara garis besar stroke dibagi menjadi dua tipe

yaitu ischemic stroke disebut juga infark atau non hemorrhagic disebabkan oleh

gumpalan atau penyumbatan dalam arteri yang menuju ke otak yang sebelumnya

sudah mengalami proses aterosklerosis. Ischemic stroke terdiri dari tiga macam

yaitu embolic stroke, thrombotic stroke dan hipoperfusi stroke. Tipe kedua adalah

2
hemorrhagic stroke merupakan kerusakan atau pecahnya pembuluh darah di otak,

perdarahan dapat disebabkan lamanya tekanan darah tinggi dan aneurisma otak.

Ada dua jenis stroke hemorrhagic yaitu subarachnoid dan intraserebral.3

Tujuan utama penatalaksanaan pasien stroke meliputi tiga hal, yaitu

mengurangi kerusakan neurologik lebih lanjut, menurunkan angka kematian dan

ketidakmampuan gerak pasien (immobility) dan kerusakan neurologik serta

mencegah serangan berulang (kambuh). Kebanyakan pasien stroke menerima obat

polifarmasi karena sebagian besar pasien stroke mengalami komplikasi.2

Stroke iskemik disebabkan karena adanya kelainan profil lipid darah yang

utama yaitu kenaikan kadar kolesterol total, trigliserida, Low Density Lipoprotein

(LDL) serta penurunan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Keempat profil

lipid tersebut memiliki peranan penting, karena peningkatan trigliserida berakibat

buruk pada pembuluh darah, peningkatan kolesterol berakibat penyumbatan pada

pembuluh darah, peningkatan LDL berakibat pada penyempitan pembuluh darah

serta penurunan HDL menyebabkan HDL tidak dapat membersihkan pembuluh

darah dari berbagai endapan yang disebabkan oleh ketiga profil lipid lainnya.

Tingginya kadar LDL tidak hanya sebagai faktor risiko penyebab stroke iskemik,

tetapi juga berpengaruh pada keluaran setelah serangan stroke, selain hipertensi,

hiperglikemia, hipertemia, usia lanjut dan keparahan stroke. 4

Pada kasus yang terjadi di Rumah Sakit tempat melaksanakan Praktek

Kerja Profesi Apoteker, terdapat pasien yang didiagnosa dokter mengalami Stroke

Non Hemoragik atau Stroke Iskemik dengan Dislipidemia.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stroke

2.1.1 Definisi Sroke

Stroke adalah penurunan sistem syaraf utama secara tiba-tiba yang

berlangsung selama 24 jam dan diperkirakan berasal dari pembuluh darah.

Serangan iskemia sementara atau transient ischemia attacks (TIAs) adalah

iskemia sistem syaraf utama menurun selama kurang dari 24 jam dan

biasanya kurang dari 30 menit.5

Stroke terjadi apabila pembuluh darah otak mengalami

penyumbatan atau pecah yang mengakibatkan sebagian otak tidak

mendapatkan pasokan darah yang membawa oksigen yang diperlukan

sehingga mengalami kematian sel/jaringan.

2.1.2 Klasifikasi Stroke

Berdasarkan etiologinya, stroke diklasifikasikan sebagaistroke

iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi

arteri serebral; trombotik atau aterosklerotik, embolik dan oklusi

mikroartik, “lacunar stroke”. Stroke hemoragik terutama disebabkan oleh

pecahnya pembuluh darah atau aneurisma spontan atau sekunder akibat

trauma.6

2.1.3 Etiologi Stroke Iskemik

Stroke iskemik disebabkan oleh pembentukan trombus lokal atau

oleh fenomena embolik, mengakibatkan oklusi arteri serebral.

Aterosklerosis pembuluh darah serebral merupakan penyebab utama

4
stroke iskemik. Emboli dapat timbul baik dari arteri intrakranial atau

ekstrakranial (termasuk lengkung aorta) atau seperti halnya pada 20% dari

semua stroke iskemik. Emboli kardiogenik diduga terjadi jika pasien

mengalami fibrilasi atrium secara 5 bersamaan, penya kit jantung valvular,

atau kondisi jantung lainnya yang dapat menyebabkan pembentukan

gumpalan. Membedakan antara emboli jantung dan penyebab lain stroke

iskemik penting dalam menentukan farmakoterapi jangka panjang pada

pasien tertentu.7

2.1.4 Faktor Resiko

Kelompok faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi merupakan

kelompok faktor risiko yang ditentukan secara genetik atau berhubungan

dengan fungsi tubuh yang normal sehingga tidak dapat dimodifikasi. Yang

termasuk kelompok ini antara lain usia, jenis kelamin, ras, riwayat stroke

dalam keluarga, serta riwayat serangan transient ischemic attack atau

stroke sebelumnya. Kelompok faktor risiko yang dapat dimodifikasi

merupakan akibat dari gaya hidup seseorang dan dapat dimodifikasi, yang

meliputi hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, penyakit jantung,

merokok, alkohol, obesitas, dan penggunaan kontrasepsi oral

2.1.5 Patofisiologi Stroke Iskemik8

Pada aterosklerosis karotid, akumulasi lipid dan progresif sel-sel

inflamasi di dalam arteri yang terkena, dikombinasikan dengan hipertrofi

sel otot polos arteri dan menghasilkan plak. Akhirnya, stres dapat

menyebabkan pecahnya plak, paparan kolagen, agregasi trombosit, dan

pembentukan gumpalan. Jika gumpalan tetap berada didalam pembuluh

5
darah, maka dapat menyebabkan penyumbatan lokal atau emboli masuk

kedalam aliran darah yang akhirnya bermuara di pembuluh darah otak.

Dikasus emboli jantung, stasis darah di atrium atauventrikel jantung

mengarah pada pembentukan gumpalan lokal yang bisamenjadi lepas dan

melakukan perjalanan langsung melalui aorta kesirkulasi otak. Hasil akhir

dari pembentukan kedua thrombus dan emboli adalah oklusi arteri,

mengurangi aliran darah otak dan menyebabkan iskemia distal ke oklusi.

Aliran darah otak normal rata-rata 50 mL / 100 g per menit, danini

dipertahankan melalui berbagai tekanan darah (arteri rata-rata tekanan 50

hingga 150 mmHg) dengan proses yang disebut autoregulasi otak.

Pembuluh darah otak melebar dan menyempit sebagai respons terhadap

perubahan tekanan darah, tetapi proses ini dapat terganggu oleh

aterosklerosis dan cedera akut seperti stroke. Saat aliran darah otak lokal

berkurang dibawah 20 mL / 100 g per menit, terjadi iskemia dan ketika

pengurangan lebih lanjut di bawah 12 mL / 100 g per menit bertahan.

Kerusakan permanen pada otak terjadi dan ini disebut infark. Jaringan

yang iskemik tetapi mempertahankan integritas membran disebut sebagai

penumbra iskemik karena biasanya mengelilingi infarkinti. Penumbra ini

berpotensi diselamatkan melalui terapi intervensi.

Pengurangan dalam pemberian nutrisi ke sel iskemik akhirnya

menyebabkan penipisan fosfat berenergi tinggi misalnya adenosin

triphosphate (ATP) diperlukan untuk pemeliharaan membran integritas.

Selanjutnya, kalium ekstraselular terakumulasi, disaat yang sama natrium

dan air disaring secara intraseluler, menyebabkan pembengkakan sel dan

6
akhirnya lisis. Ketidakseimbangan elektrolit juga menyebabkan

depolarisasi sel dan masuknya kalsium ke dalam sel. Peningkatan kalsium

intraseluler menghasilkan aktivasi lipase, protease, endonuklease dan

pelepasan asam lemak bebas dari fosfolipid membran. Depolarisasi neuron

menyebabkan rangsangan pelepasan asam amino, seperti glutamat dan

aspartat yang menyebabkan kerusakan total pada neuron saat dilepaskan

secara berlebihan. Akumulasi asam lemak bebas, termasuk asam

arakidonat, menghasilkan pembentukan prostaglandin, leukotrien, dan

radikal bebas. Pada iskemia, besarnya produksi radikal bebas melebihi

sistem pengikatan normal. Hal ini meninggalkan molekul-molekul reaktif

untuk menyerang membran sel dan berkontribusi pada asidosis intraseluler

pemasangan. Semua peristiwa ini terjadi dalam 2 hingga 3 jam sejak awal

iskemia dan berkontribusi pada kematian sel.

Target selanjutnya untuk intervensi dalam proses patofisiologis

terlibat setelah iskemia serebral termasuk teraktivasi sel inflamasi, mulai

dari 2 jam setelah timbulnya iskemia dan berlangsung selama beberapa

hari. Juga, inisiasi apoptosis (kematian sel yang diprogram), diperkirakan

terjadi berjam-jam setelah akut dan dapat mengganggu pemulihan serta

perbaikan jaringan otak.

2.1.6 Manifestasi Klinis

Pasien tidak dapat memberikan informasi yang dapat dipercaya,

karena penurunan kemampuan kognitif atau bahasanya. Informasi ini di

dapatkan dari anggota keluarga dan saksi lain. Pasien mengalami

kelemahan pada satu sisi tubuh, ketidakmampuan berbicara, kehilangan

7
penglihatan, vertigo atau jatuh. Stroke iskemia biasanya tidak

menyakitkan, tapi sakit kepala dapat terjadi dan lebih parah pada stroke

pendarahan. Pasien biasanya memiliki berbagai pertanda disfungsi sistem

syaraf pada pemeriksaan fisik. Penurunan spesifik bergantung pada daerah

otak yang berpengaruh. Penurunan hemi- atau monoparesis dan

hemisensori biasa terjadi. Pasien dengan pengaruh sirkulasi posterior dapat

mengalami vertigo dan diplipia. Stroke sirkulasi anterior biasanya terjadi

dalam aphasia. Pasien juga dapat mengalami dysarthria, kerusakan daerah

penglihatan dan perubahan tingkat kesadaran.

2.1.7 Diagnosis

 Tes laboratorium untuk keadaan hiperkoagulabilitas harus dilakukan

hanya ketika penyebab stroke tidak dapat ditentukan berdasarkan adanya

faktor risiko yang diketahui. Protein C, protein S dan antitrombin III

paling baik diukur pada kondisi stabil dari pada pada tahap akut. Antibodi

antifosfolipid memiliki hasil yang lebih tinggi tetapi harus dicadangkan

untuk pasien berusia kurang dari 50 tahun danpenderita yang memiliki

beberapa kejadian trombotik vena atau arteri atau livedo reticularis.

 Computerized tomography (CT) adalah metode pencitraan yang paling

berguna segera dalam mengidentifikasi/membedakan pendarahan otak dari

infark. Namun, selama beberapa jam pertama setelah stroke iskemik, CT

dapat menunjukkan hanya perubahan halus atau sering tidak sama sekali.

Pemindaian kepala tomografi terkomputasi (CT) akan mengungkapkan

area hiperintensitas (putih) di area perdarahan dan akan menjadi normal

atau hipointense (gelap) di area infark. Area infark mungkin tidak terlihat

8
pada CT scan selama 24 jam (dan jarang lebih lama). Skala penilaian

stroke yang digunakan bersama dengan CT dapat membantu

menyelesaikan ketidakpastian akibat pemindaian yang tidak meyakinkan.

Di sisi lain, magnetic resonance imaging (MRI) adalah metode investigasi

yang lebih disukai untuk stroke iskemik dan TIA. Kerugian MRI termasuk

kurangnya ketersediaan penyebaran luas dan waktu yang diperlukan untuk

memproses gambar, terutama karena fakta bahwa perawatan dalam

therapeutic window akut yang tersedia saat ini sangat penting untuk hasil

pasien yang baik. Angiografi MR atau CT menunjukkan pembuluh darah

otak dan dapat menambahkan informasi lebih lanjut seperti aneurisme,

penyempitan segmental atau penyumbatan lengkap pembuluh darah.

 Pencitraan resonansi magnetic kepala akan mengungkapkan area iskemia

dengan resolusi lebih tinggi dan lebih awal dari CT scan. Pencitraan

dengan pembobotan difusi akan mengungkapkan infark yang berkembang

dalam beberapa menit

 Study Dopler karotis akan menentukan apakah ada stenosis derajat tinggi

diarteri karotis. Ultrasonografi Doppler pembuluh carotid dan vertebra di

leher menambah informasi lebih lanjut dan sangat berguna dalam

merekomendasikan pasien untuk prosedur endovaskular endaterektomi

atau perawatan trombolisis intravascular. Satu analisis menemukan bahwa

keberhasilan trombolisis langsung dan jangka panjang berkolerasi dengan

tempat oklusi sebagaimana ditentukan oleh ultrasonografi Doppler.

 Doppler transkranial dapat menentukan adanya sklerosis intrakranial

(misalnya stenosis arteri serebral tengah)

9
 Elektrokardiogram akan menentukan apakah terdapat atrial fibrilasi

 Elektrokardiogram transthoracic dapat mendeteksi kelainan gerakan

katup atau dinding yang merupakan sumber emboli ke otak

 Elektrokardiogram transesofagus adalah tes yang lebih sensitif untuk

trombus atrium kiri. Ini juga efektif dalam memeriksa lengkungan

aortauntukatheroma, sumber potensial emboli lainnya.6,8

2.1.8 Terapi

2.1.8.1 Tujuan Terapi 7

Mengurangi luka system syaraf yang sedang berlangsung dan

menurunkan kematian dan cacat jangka panjang. Mencegah komplikasi

sekunder untuk imobilitas dan disfungsi system syaraf. Mencegah

kekambuhan stroke.

2.1.8.2 Pendekatan Umum

Memastikan dukungan pernafasan dan pemeriksan stroke secara

cepat dengan CT-scan

 Pasien stroke iskemia menunjukkan dalam beberapa jam terjadinya

gejala seharusnya dievaluasi untuk terapi perfus

 Peningkatan tekanan darah seharusnya mengingatkan tidak

terobatinya periode akut (7 hari pertama) setelah stroke iskemia

karena resiko penurunan aliran darah ke otak dan gejala yang lebih

buruk. Tekanan seharusnya diturunkan jika meningkat hingga

220/120 atau terdapat pembedahan aortic, infark miokard akut,

edema pulmonary, atau ensefalopati hipersensitif. Jika tekanan

10
darah diobati dalam fase akut, senyawa parenteral kerja cepat

(labetalol, nikardipin, nitrofusid) lebih baik digunakan.

 Pasien pendarahan stroke seharusnya diperiksa untuk mengetahui

apakah mereka perlu dioperasi melalui endovaskuler atau 10

pendekatan kraniotomi.

 Setelah fase hiperakut lewat, perhatian ditujukan pada pencegahan

penurunan bertahap, minimalisir komplikasi dan merancang

strategi pencegahan sekunder yang tepat.

2.1.8.3 Terapi Non Farmakologi

a. Terapi Akut

Intervensi pada pasien stroke iskemik akut yaitu dilakukan bedah.

Dalam beberapa kasus edema iskemik cerebral karena infark yang besar,

dilakukan kraniektomi untuk mengurangi beberapa tekanan yang

meningkat. Dalam kasus pembengkakan yang signifikan yang terkait

dengan infark cerebral dekompresi bedah bisa menyelamatkan nyawa

pasien.

Pada fase pendarahan subarachnoid oleh rusaknya ancurisme

intracranial atau cacat arteriovenosus, operasi untuk memotong atau

memindahkan pembuluh darah penting dilakukan untuk mengurangi

kematian dan pendarahan. Pada pasien hematomas intraserebral, insersi

pada saluran pembuluh darah dengan pemantauan tekanan intrakranial

umum dilakukan. Operasi dekompresi hematoma masih diperdebatkan

sebagai penyelamat terakhir dalam kondisi terancamnya hidup.

11
b. Terapi Pemeliharaan

Terapi non farmakologi juga diperlukan pada pasien pasca stroke

pendekatan interdisiplinier untuk penanganan stroke yang mencakup

rehabilitasi awal sangat efek dalam pengurangan stroke berulang pada

pasien tertentu selain itu modifikasi gaya hidup dan faktor resiko juga

penting untuk menghindari adanya kekambuan stroke, misalnya pada

pasien yang merokok, konsumsi alkohol, dll harus dihentikan.

2.1.8.4 Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi stroke iskemik berdasarkan Dewan Stroke dari

American Stroke Association yaitu rekomendasi grade A adalah tPA

intravena dalam waktu 3 jam setelah onset dan aspirin dalam waktu 48 jam

setelah onset. Reperfusi dini (<3 jam sejak onset) dengan t-PA intravena

telah terbukti mengurangi kecacatan utama yang disebabkan oleh iskemik

stroke. Perhatian harus dilakukan saat menggunakan terapi ini, dan

kepatuhan terhadap protokol yang ketat sangat penting untuk mencapai

hasil yang positif. Inti dari protokol pengobatan dapat diringkas sebagai

aktivasi tim stroke, timbulnya gejala dalam waktu 3 jam, CT scan untuk

menyingkirkan perdarahan, memenuhi inklusi dan eksklusi kriteria,

berikan t-PA 0,9 mg / kg selama 1 jam, dengan 10% diberikan sebagai

bolus awal selama 1 menit, hindari antitrombotik (antikoagulan atau

antiplatelet) selama 24 jam, dan monitor pasien dekat untuk respon dan

perdarahan. Terapi aspirin dini juga telah terbukti mengurangi jangka

panjang kematian dan kecacatan tetapi tidak boleh diberikan dalam waktu

24 jam dari administrasi t-PA karena dapat meningkatkan risiko

12
perdarahan pada pasien tersebut. Asosiasi Jantung Amerika / Asosiasi

Stroke Amerika (AHA / ASA) pedoman membahas semua farmakoterapi

yang digunakan di pencegahan sekunder stroke iskemik dan diperbarui

setiap 3 tahun. Jelas bahwa terapi antiplatelet adalah hal terpenting terapi

antitrombotik untuk pencegahan sekunder iskemik stroke dan harus

digunakan pada stroke nonkardiembolik. Ketiganya agen yang saat ini

digunakan, aspirin, clopidogrel, dan pelepasan yang diperpanjang

dipyridamole plus aspirin (ERDP-ASA), dianggap sebagai lini pertama

agen antiplatelet oleh American College of Chest Physicians (ACCP).

Pada pasien dengan fibrilasi atrium dan dugaan jantung sumber emboli,

warfarin adalah agen antitrombotik pertama pilihan. Farmakoterapi lain

yang direkomendasikan untuk pencegahan sekunder stroke termasuk

penurunan tekanan darah dan terapi statin. Rekomendasi terkini mengenai

pengobatan akut dan pencegahan sekunder stroke diberikan pada tabel 1.

13
Tabel 1. Farmakoterapi Stroke Iskemik

Terapi aspirin terlebih dahulu dapat mengurangi mortalitas jangka

lama dan cacat, namun pemberian t-PA tidak pernah dilakukan dalam 24

jam karena dapat meningkatkan risiko pendarahan pada beberapa pasien.

Hal ini sangat jelas bahwa terapi antiplatelet merupakan landasan terapi

antitrombotik untuk pencegahan sekunder untuk stroke iskemik dan harus

digunakan pada stroke nonkardioembolik. Tiga obat yang kini digunakan,

yaitu aspirin, clopidogrel, dan dipiridamole dengan pelepasan diperlambat

disertai aspirin (ASA (American Stroke Association)), merupakan

antiplatelet first line yang disetujui oleh American College of Chest

Physicians (ACCP). Pada pasien dengan fibrilasi atrium dan emboli,

warfarin merupakan antitrombotik pilihan pertama. Farmakoterapi lain

14
yang direkomendasikan untuk stroke adalah penurun tekanan darah dan

statin.8

2.2 Hiperlipidemia

2.2.1 Definisi

Hiperlipidemia adalah kelainan metabolisme lemak darah yang ditandai

oleh kenaikan kadar kolesterol (hiperkolesterolemia), trigliserida,

(hipertrigliseridemia), atau kombinasi keduanya dalam plasma. Hiperlipidemia

atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi lipid dalam

darah. Kenaikan kadar lemak dalam darah dapat terjadi secara primer karena

kenaikan sintesis atau karena penurunan degradasinya, yang dapat terjadi karena

kelainan genetik atau sekunder akibat adanya kelainan lain yang mendasarinya.9

2.2.2 Klasifikasi Hiperlipidemia

Klasifikasi hiperlipidemia berdasarkan etiologinya dibedakan menjadi tiga

yaitu, dislipidemia primer yang disebabkan karena kelainan genetik spesifik

dan dislipidemia sekunder yaitu, dislipidemia yang terjadi karena penyakit lain

yang menyebabkan kelainan metabolism lemak dan lipoprotein, serta

hiperlipidemia idiopatik, yaitu hiperlipidemia yang belum dapat diketahui

secara pasti penyebabnya.

1. Dislipidemia Primer

Dislipidemia primer diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi Fredrickson,

yang

berdasarkan pada elektroforesis atau ultrasentrifugasi lipoprotein.

1) Tipe I, yaitu kenaikan kolesterol dengan kadar trigliserida yang tinggi

2) Tipe II, yaitu kenaikan kolesterol dengan kadar trigliserida yang normal

15
3) Tipe III, yaitu kenaikan kolesterol dan trigliserida

4) Tipe IV, kenaikan trigliserida, munculnya aterom dan kenaikan asam urat

5) Tipe V, kenaikan trigleserida saja.10

2. Dislipidemia Sekunder

Dislipidemia sekunder didapat memiliki bentuk yang mirip dengan

dislipidemia primer. Dislipidemia sekunder dapat meingkatkan resiko

aterosklerosis dini, pancreatitis, atau berbagai komplikasi lainnya. Penyebab

tersering dari dislipidemia sekunder ini adalah diabetes mellitus, penggunaan obat

diuretik, beta bloker, dan esterogen jangka panjang. Dislipidemia sekunder dapat

juga disebabkan oleh penyakit hipotiroidisme, gagal ginjal, nefrotik sindrom,

16
ikterik obstruktif, cushing syndrome, anoreksia nervosa, konsumsi alcohol, serta

dapat pula disebabkan oleh penyakit endokrin yang langka atau penyakit

gangguan metabolisme lainnya.10

2.2.3 Tanda dan Gejala Hiperlipidemia

Hiperlipidemia biasanya tidak terdeteksi dini sehingga baru ditemukan

ketika evaluasi atau pemeriksaan penyakit aterosklerosis atau penyakit

kardiovaskuler. Tanda dan gejalanya yaitu xantoma, xanthelasma, nyeri dada,

nyeri perut, hepatosplenomegali, kadar kolesterol atau trigliserida tinggi, serangan

jantung, obesitas, intoleransi glukosa, lesi menyerupai jerawat pada sekujur tubuh,

plak ateromatosus pada pembuluh darah arteri, arkus senilis, dan xantomata.10

2.2.4 Patofisiologi

Secara umum, hiperlipidemia terjadi berdasarkan beberapa mekanisme:

1. Penurunan ekskresi trigliserida kaya lipoprotein dan inhibisi

lipoprotein lipase dan trigliserida lipase.

2. Faktor-faktor lainnya seperti resistensi insulin, defisiensi carnitine, dan

hipertiroidisme yang dapat menyebabkan kelainan metabolisme lemak.

3. Pada sindrom nefrotik, penurunan kadar protein albumin dalam

sirkulasi menyebabkan kenaikan sintesis lipoprotein untuk

mempertahankan tekanan onkotik plasma.

Kolesterol LDL normalnya bersirkulasi di dalam tubuh sekitar dua

setengah hari, kemudian berikatan dengan reseptor LDL di sel-sel hati, untuk

kemudian di endositosis. LDL dalam tubuh hilang, dan sintesis kolesterol oleh

liver di supresi oleh mekanisme HMG-CoA reduktase. Pada kondisi

hiperkolesterolemia familial, fungsi reseptor LDL terganggu atau bahkan hilang,

17
sehingga LDL bersirkulasi di darah lebih lama yaitu empat setengah hari. Hal ini

menyebabkan kenaikan kadar LDL darah, namun lipoprotein lainnya tetap

normal. Pada mutasi dari ApoB, terjadi penurunan ikatan partikel LDL dengan

reseptor, sehingga terjadi kenaikan kadar LDL.10

2.2.5 Diagnosis Hiperlipidemia

Diagnosis hiperlipidemia berdasarkan kriteria The National Cholesterol

Education Panel Third Adult Treatment Panel (NCEP ATP III), adalah sebagai

berikut :

2.2.6 Terapi Hiperlipidemia

1. Terapi non medikamentosa

Dalam kasus hyperlipidemia parah, jumlah lemak yang direkomendasikan

terbatas antara 10%-15% dari total energi yang dibutuhkan. Untuk kasus

hipertrigliseridemia yang tidak parah, pembatasan konsumsi lemak jenuh dan

lemak-trans, serta olahraga aerobik dapat menurunkan kadar plasma trigliserida.

The National Cholesterol Education Program (NCEP) merekomendasikan 55%-

60% prosentase karbohidrat dan 15%-20% protein dalam diet sehari-hari. Asam

lemak omega-3, contohnya eicosapentaenoic dan docosahexaenoic acid adalah

sumber lemak tak jenuh yang direkomendasikan. Konsumsi asam lemak omega-3

18
disertai dengan mengurangi konsumsi lemak jenuh dan olahraga dapat

menurunkan kadar trigliserida darah hingga 20%.11

2. Terapi Medikamentosa

1. Golongan Statin

Golongan Statin dapat menghambat reduktase 3-hydroxy-3-methylglutaryl

coenzyme (HMG-CoA), menghambat HMG-CoA menjadi mevalnoat,

mengurangi katabolisme LDL. Bila digunakan sebagai terapi golongan Statin

paling banyak digunakan.

Terapi kombinasi antara Statin dengan BARs ( Bile Acis Resins) rasional

karena jumlah LDL dapat meningkat, menyebabkan kolesterol LDL menurun

lebih tinggi. Terapi kombinasi Statin dengan Ezetimibe juga rasional karena

Ezetimibe dapat menghambat penyerapan kolesterol di usus. Efek samping pada

penggunaan golongan Statin terjadi konstipasi 10%, peningkatan kreatinin kinase,

dan miopati.

Obat-obat yang digunakan untuk dislipidemia golongan statin dapat dilihat

pada tabel berikut :

Bahan aktif Bentuk sediaan Kekuatan

Simvastatin Tablet 5mg, 10mg, 20mg,

Atovarstatin Tablet 10mg, 20mg, 40mg

Lovastatin Tablet 10mg, 20mg, 40mg

Pravastatin Tablet 10mg, 20mg, 40mg,

80mg

Fluvastatin Kapsul, tablet 20mg, 40mg, 80mg

extended release

19
Intensitas kerja obat golongan statin :

 Intensitas Rendah dapat menurunkan kadar LDL <30%

Contoh obat : Simvastatin 10 mg

 Intensitas Menengah dapat menurunkan kadar LDL 30-50%

Contoh obat : atovarstatin 10-20mg, rosuvastatin 5-10mg

 Intensitas kerja Tinggi dapat menurunkan LDL >50%

Contoh obat : atovastatin 40-80 mg, rosuvastatin 20-40mg

Berikut uraian dari masing-masing obat Dislipidemia Golongan Statin

a. Simvastatin

Simvastatin merupakan senyawa yang diisolasi dari jamur

Penicillium citrinum, senyawa ini memiliki struktur yang mirip dengan

HMG-CoA reduktase. Mekanisme kerja Simvastatin yaitu dengan cara

menghambat HMG-CoA reduktase secara kompetitif pada proses sintesis

kolesterol di hati. Simvastatin akan menghambat HMG-CoA reduktase

mengubah asetil-CoA menjadi asam mevalonat (Witztum, 1996).

Simvastatin menginduksi suatu peningkatan reseptor LDL dengan afinitas

tinggi. Efek tersebut meningkatkan kecepatan ekstraksi LDL oleh hati,

sehingga mengurangi simpanan LDL plasma.

Simvastatin merupakan pro drug dalam bentuk lakton yang harus

dihidrolisis terlebih dulu menjadi bentuk aktifnya yaitu asam β-hidroksi di

hati, lebih dari 95% hasil hidrolisisnya akan berikatan dengan protein

plasma. Konsentrasi obat bebas di dalam sirkulasi sistemik sangat rendah

yaitu kurang dari 5%, dan memiliki waktu paruh 2 jam.

20
Sebagian besar obat akan dieksresi melalui hati. Indikasi

Simvastatin yaitu untuk mengurangi kadar kolesterol total dan LDL pada

penderita hiperkolesterolemia primer maupun sekunder. Dosis awal

pemberian obat adalah 10 mg pada malam hari, bila perlu dinaikkan

dengan interval 4 minggu sampai maksimal 40 mg, pasien harus

melakukan diet pengurangan kolesterol dan selama memulai pengobatan

dengan Simvastatin, jika hanya memerlukan pengurangan kolesterol LDL

dapat diberikan dosis dengan kekuatan 10 mg sekali sehari pada malam

hari.

Efek samping dari pemakaian Simvastatin adalah miopati,

gangguan psikis (depresi, ketakutan, kecenderungan bunuh diri) dan

kerusakan hati (sirosis), sakit kepala, konstipasi, gangguan penglihatan,

anemia.

b. Atorvastatin

Atorvastatin digunakan sebagai terapi diet tambahan untuk

menurunkan tingginya level kolesterol total, kolesterol LDL, dan

trigliserida pada pasien dengan hiperkolesterolimia primer, kombinasi

hiperlipidemia, bila respon terhadap diet dan cara non farmakologi lain

tidak dapat dilakukan. Mekanisme kerja Atorvastatin yaitu dapat

menghambat konversi enzim HMG-CoA reduktase sampai menjadi asam

mevalonat sehingga menghambat pembentukan kolesterol endogen.

c. Lovastatin

Lovastatin merupakan obat yang menurunkan kadar kolesterol total

dan LDL pada pasien dengan hiperkolesterolemia primer yang tidak dapat

21
diatasi dengan diet atau tindakan nonfarmakologi lain serta menurunkan

kadar kolesterol pada pasien hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia.

Kontraindikasi Lovastatin yaitu pada wanita hamil, menyusui, pasien

dengan penyakit hati aktif atau peningkatan serum transaminase yang tidak

dapat dijelaskan sebabnya (MIMS, 2017). Dosis awal Lovastatin yaitu 20

mg/hari, diberikan bersamaan makan malam. Dapat ditingkatkan sampai

maksimal 80 mg 2x/hari dengan interval 4 minggu.

d. Pravastatin

Pravastatin merupakan obat hiperkolesterolimia primer pada pasien

dengan kadar kolesterol 6,5 mmol/l atau lebih besar yang tidak cukup

memberikan respon terhadap diet memperlambat progesifitas

arterosklerosis koroner dan menurunkan kejadian jantung pada pasien

dengan hiperkolesterolemia yang mengalami arterosklerosis arteri koroner.

Serta menurunkan resiko infark miokard dan menurunkan resiko intervensi

revakularisasi miokar dan mortalitas. Dosis awal obat Pravastatin yaitu 10

mg/hari dosis maksimum 20 mg/hari sebelum tidur malam.

e. Fluvastatin

Fluvastatin merupakan obat hiperkolesterolemia primer pada

pasien dengan kadar kolesterol 6,5 mmol/l atau lebih besar yang tidak

cukup memberikan respon terhadap diet tambahan pada diet dalam

menunda progresi aterosklerosis koroner pada hiperkolesterolemia primer

dan penyakit jantung koroner yang menyertainya. Dosis awal Fluvastatin

20 mg/hari sore hari, dosis lazim 20- 40 mg/hari. Dapat disesuaikan

dengan interval 4 minggu sampai 40 mg 2x/hari.

22
2. Golongan Fibrate

Derivat asam fibrat seperti gemfibrozil, benzafibrat dan fenofibrat

adalah pilihan terapi untuk trigliseridemia. Fibrat dapat menurunkan

trigliserida plasma hingga 50%, dan meningkatkan kadar HDL-C plasma

hingga 20%. Mekanisme kerja fibrat adalah memodulasi aktivitas reseptor

aktivasi peroksisom proliferator di hati, sehingga menurunkan sekresi

VLDL oleh hati dan meningkatkan lipolysis trigliserida di plasma. Fibrat

juga mereduksi jumlah LDL dan meningkatkan HDL menjadi 10%-15%.

3. Bile Acid Resins BARs

Cholestyramine, colestipol, colesevelam dapat bekerja dengan cara

mengikat asam empedu di dalam usus dan meningkatkan LDL. BARs

digunakan untuk mengobati hiperkolesterolemia primer. Dosis harian

Cholestyramine yaitu 4 mg – 24 mg, Colestipol 5 mg – 30 mg, dan

Colesevalam 3,8 mg - 4,5 mg. penggunaan dosis tinggi Cholestyramine

atau Colestipol dapat menurunkan konsentrasi LDL sebesar 18%-25%.

Pada dosis maksimum obat ini sering menimbulkan rasa tidak nyaman

pada abdomen (Dipiro et al, 2015).

Efek samping BARs yaitu konstipasi, kembung, obstruksi GI, dan

mengurangi bioavailabilitas obat seperti warfarin, asam nikotinat,

asetaminofen, loperamid, hydrochortison. Interaksi obat dapat dihindari

dengan selang waktu 6 jam atau lebih antara BARs dengan penggunaan

obat lain.

23
4 Ezetimibe

Ezetimibe merupakan obat penurun lipid yang dapat menghambat

kolesterol tanpa mempengaruhi absorbsi nutrisi yang larut dalam lemak

dan merupakan pilihan yang tepat untuk meningkatkan efektivitas terapi

yang dikombinasi dengan Statin. Dosis yang direkomendasikan adalah 10

mg/hari diberikan dengan atau tanpa makanan. Ezetimibe bila digunakan

tanpa kombinasi akan menyebabkan penurunan kolesterol LDL 18%. Bila

dikombinasi dengan Statin maka dapat menurunkan LDL lebih besar

(12%- 20%). Ezetimibe 10 mg dapat dikombinasi dengan Simvastatin

dengan kekuatan 10 mg, 20 mg, 40 mg, atau 80 mg. Efek samping

Ezetimibe yaitu dapat mengalami gangguan gastrointestinal (GI) 4%, sakit

kepala, kelelahan, miopati, hepatitis.

5. Niacin

Penggunaan niacin secara rutin dapat menurunkan kadar

trigliserida plasma hingga 45%, meningkatkan HDL-C plasma hingga

25% dan menurunkan LDL-C hingga 20%. Namun, penggunaan niacin

sering menimbulkan efek samping yaitu gatal gatal, cutaneous flushing,

dan light headedness. Efek samping ini dapat diminimalkan dengan cara

memulai terapi dari dosis rendah kemudian ditingkatkan secara bertahap

ke dosis target. Efek samping lain mungkin muncul tetapi jarang seperti

meningkatnya enzim hati, meningkatnya asam urat, gastrointestinal

distress dan intoleransi glukosa.11

BAB III

24
TINJAUAN KASUS
3.1 Identitas Pasien

Nama : Mardianto

Umur : 47 Tahun

Jenis Kelamin : Laki laki

Alamat : Jl.xxx

Tanggal masuk : 24 September 2021

Tanggal keluar : 28 September 2021

No. Rekam Medik : 1424xx

Dokter yang merawat : dr. Ayuna, SP.N

3.2 Anamnesa

Seorang pasien laki-laki berinisial M dibawa oleh keluarganya ke Rumah

Sakit Otak DR.DRS.M. Hatta Bukittinggi dengan keluhan utama lemah anggota

gerak kanan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, bicara pelo (+), menelan

(+) sakit kepala (-), muntah (-), batuk (-), sesak (-).

3.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang

- Lemah anggota gerak ± 1 Minggu Sebelum Masuk Rumah sakit

- Bicara pelo (+)

3.2.2 Riwayat Penyakit Dahulu

3.2.3 Riwayat Penyakit Keluarga

25
3.2.4 Riwayat Pengobatan

Pasien sebelum masuk kerumah sakit pasien telah melakukan pengobatan

tradisional

3.3 Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik di Rumah Sakit pada tanggal 24 September 2021 :

a. Pemeriksaan fisik

Kondisi Umum : Sedang

GCS : E : 4; M : 6; V: 5

Kesadaran : Compos Mentis

Frekuensi Nadi : 80x/ menit

Frekuensi Nafas : 20x / menit

Saturasi Oksigen : 98 %

Suhu : 36 oC

Tekanan Darah : 120/80mmHg

b. Pemeriksaan Umum

Kepala : Tidak ditemukan kelainan (normal)

Rambut : Warna : Hitam

Mudah dicabut : Tidak

Muka : Tidak ditemukan kelainan (normal)

Mata : Sklera anemis (-)

Telinga : Tidak ditemukan kelainan (normal)

Hidung : Tidak ditemukan kelainan (normal)

Mulut : Tidak ditemukan kelainan (normal)

Gigi : Tidak ditemukan kelainan (normal)

26
Lidah :Tidak ditemukan kelainan (normal)

Tenggorokan :Tidak ditemukan kelainan (normal)

Dada : Tidak ditemukan kelainan (normal)

Toraks : Tidak ditemukan kelainan (normal)

Respirasi : Tidak ditemukan kelainan (normal)

3.4 Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan Darah Lengkap

Pemeriksaan Darah Lengkap Hasil Normal

WBC 9,18 103 /µL 3,50-9,50 103 / µL

RBC 5,11 3,80-5,80 106/µL

HCT 47,2 35 % - 50%

HGB 15,5 11,5 – 17,5 g/dl

PLT 278 150 – 450

27
- Pemeriksaan Kimia Klinik
Tanggal
Nilai Normal
Jenis Pemeriksaan Pemeriksaan
24-9-21 25-9-21
Gula darah random 149 - < 200 mg/dl
Nukhter - 88 < 70 – 100 mg/dl
2 jam pp - 133 < 200 mg/dl
Ureum 21 - 10 -50 mg/dl
Kreatinin 0,8 - 0,5 – 1,5 mg/dl
Asam urat - 7,3 L= 3 – 7 g/dl
Natrium 140 - 136 – 145 mmol/l
Kalium 3,6 - 3,5 – 5,1 mmol/l
Klorida 102 - 97 – 111 mmol/l
Total kolesterol - 181 < 220 mg/dl
HDL kolesterol - 43 > 65 mg/dl
LDL kolesterol - 90 < 150 mg/dl
Trigliserida - 202 < 150 mg/dl
Total Protein - - 6,6 – 8,7 g/dl
Albumin - - 3,8 – 5,0 g/dl
Globulin - - 1,3 -2,7 g/dl

3.5 Diagnosa

Diagnosa Utama : SNH

3.6 PENATALAKSANAAN

3.6.1 Terapi/Tindakan yang diberikan di IGD

- IVFD NaCL 0,9%/ 12 jam

- O2 2-3 L/ menit

- Injeksi Ranitidin 2x 1 ampul IV

- Injeksi Citicolin 2x 500 mg IV

- Simvastatin 1x 20 mg

3.6.2 Terapi/Tindakan yang diberikan di Rawat Inap Neuro oleh DPJP

- IVFD NaCL 0,9%/ 12 jam

28
- O2 2-3 L/ menit

- Injeksi Ranitidin 2x 1 ampul IV

- Injeksi Citicolin 2x 500 mg IV

- Simvastatin 1x 20 mg

3.7 Pemantauan

- Hari ke-1 (24 September 2021) di Rawat Inap Neuro oleh DPJP

S : Lemah anggota gerak sebelah kanan, bicara pelo (+)

O : GCS =15, T= 360 C, TD= 120/80 mmHg, pernafasan 20x/menit

A : SNH

P : Monitor TTV

- IVFD Nacl 0,9%

- O2 3 L/menit

- Besok cek labor lengkap

- Hari ke-2 (25 September 2021) di Rawat Inap Neuro oleh DPJP

S : Lemah anggota gerak kanan, bicara pelo (+)

O : GCS =15, kesadaran CM, TD = 120/80 mmHg, T=36,80C

A : SNH

P : Pantau TTV, terapi diteruskan

- Hari ke-3 (26September 2021) di Rawat Inap Neuro oleh DPJP

S : Anggota gerak kanan lemah, bicara pelo (+)

O : GCS =15, kesadaran CM, TD = 110/70 mmHg, T = 36,70C

A : SNH

P : Pantau TTV, terapi diteruskan

- Hari ke-4 (27 September 2021) di Rawat Inap Neuro oleh DPJP

29
S : Lemah ½ tubuh

O : E=4, V=5, M=6, hemiparesis, TD= 110/80 mmHg, T= 36,60C

A : SNH

P : Aspilet 1x80mg

CPG 1x 75mg

Simvastatin stop

Fenofibrat 1x 300mg

Kontrol rehab, terapi teruskan

Hari ke-5 (28 September 2021) di Rawat Inap Neuro oleh DPJP

S : Lemah ½ tubuh

O : E=4, V=5, M=6, hemiparesis, TD= 100/80 mmHg, T=36,60C

A : SNH

P : Terapi teruskan, boleh pulang

30
BAB IV
DISKUSI
4.1. Drug Related Problem
Check
No Drug Therapy Problem Keterangan/Rekomendasi
list
1. Terapi Obat Yang Tidak Diperlukan

Terapi yang diberikan sudah tepat dengan kondisi


Terdapat terapi tanpa medis pasien.
indikasi medis - IVFD Nacl 0,9 % untuk kebutuhan cairan dan
elektrolit
- Fenofibrat untuk mengatasi peningkatan kadar
trigliserida serum
- Aspilet sebagai antiplatelet pengencer darah
- untuk mencegah pembekuan darah pasien
- Citicolin untuk mencegah kerusakan otak
( neuroproteksi) dan membantu pembentukan
membran sel diotak (neurorepair)
- Ranitidin untuk mengatasi gejala nyeri
lambung atau uluh hati akibat peningkatan
asam lambung
- Clopidogrel untuk pengencer darah
Pasien tidak mendapatkan terapi tambahan yang
Pasien mendapatkan tidak diperlukan
terapi tambahan yang -
tidak di perlukan
Pasien masih dapat menjalani terapi non
Pasien masih farmakologi seperti menjaga asupan makan,
memungkinkan rendah lemak
-
menjalani terapi non
farmakologi
Tidak terdapat duplikasi terapi, semua terapi
Terdapat duplikasi terapi - pengobatan telah disesuaikan dengan kondisi
pasien
Selama pemantauan efek samping obat, pasien
Pasien mendapatkan tidak merasakan adanya efek samping sehingga
penanganan terhadap tidak ada permasalahan dalam penggunaan obat.

efek samping yang -


seharusnya dapat di
cegah
2. Kesalahan Obat

31
Bentuk sedian sudah disesuaikan dengan kondisi
Bentuk sediaan tidak pasien.
tepat - Infus NACL 0,9 % diberikan dalam bentuk
IVFD agar cepat mencukupi cairan dalam tubuh.
- Ranitidin diberikan dalam bentuk injeksi agar
cepat mencegah nyeri lambung pada pasien
-
- Injeksi Citicolin diberikan dalam bentuk injeksi
agar cepat dapat meminimalisir terjadinya
kerusakan otak.
- Aspilet, Clopidogrel, Fenofibrat, diberikan
melalui peroral karena pasien dalam kondisi sadar
dan bisa menelan obat.
Tidak terdapat kontraindikasi antar obat dan
Terdapat kontraindikasi - kondisi pasien

Kondisi pasien dapat disembuhkan dengan obat


Kondisi pasien tidak karena semakin hari keadaan pasien makin
dapat disembuhkan oleh - membaik.

obat
Tidak ada obat yang tidak diindikasikan untuk
Obat tidak diindikasi pasien, semua obat sudah diindikasikan untuk
untuk kondisi pasien kondisi pasien
- IVFD Nacl 0,9 % untuk kebutuhan cairan dan
elektrolit
- Fenofibrat untuk mengatasi kadar trigliserida
serum
- - Aspilet sebagai antiplatelet
- Citicolin untuk mencegah kerusakan otak
( neuroproteksi) dan membantu pembentukan
membran sel diotak (neurorepair)
- Ranitidin untuk mengatasi gejala nyeri
lambung atau uluh hati akibat peningkatan
asam lambung
- Clopidogrel untuk pengencer darah
Obat yang diberikan sudah efektif dalam proses
Terdapat obat lain yang pengobatan pasien, dimana terapi obat yang
- diberikan telah sesuai dengan kondisi pasien yang
efektif
dapat dilihat pada follow up harian pasien
3. Dosis Tidak Tepat
Dosis terlalu rendah - Tidak ditemukan dosis terlalu rendah dan
- terlalu tinggi
Dosis terlalu tinggi - Aspilet 1x 80 mg (po) (tepat)
- Fenofibrat 1 x 300 mg (po) (tepat)
- Clopidogrel x 75 mg (po) (tepat)

32
- Nacl 0,9% infus/12 jam (IV) (tepat)
- Ranitidin 2x 50 mg (IV) (tepat)
- Citicolin 2x 500 mg (IV) (tepat)
Frekuensi obat yang diberikan telah tepat
Frekuensi penggunaan - Aspilet 1x 80 mg (po) (tepat)
tidak tepat - Fenofibrat 1 x 300 mg (po) (tepat)
- - Clopidogrel x 75 mg (po) (tepat)
- Nacl 0,9% infus/12 jam (IV) (tepat)
- Ranitidin 2x 50 mg (IV) (tepat)
- Citicolin 2x 500 mg (IV) (tepat)
Durasi penggunaan sudah tepat
Durasi penggunaan tidak - Aspilet 1 x sehari pada jam 8 pagi
tepat - Fenofibrat 1 x sehari pada jam 8 malam
- Clopidogrel 1 x sehari pada jam 8 malam
- - Nacl 0,9% diberikan /12 jam (IV)
- Ranitidin 2x sehari secara IV jam 8 pagi dan 8
malam
- Citicolin 2x sehari secara IV jam 8 pagi dan
jam 8 malam
Penyimpanan obat sudah tepat, dimana obat
Penyimpanan tidak tepat disimpan didalam tempat obat pasien yang telah
-
disediakan dengan memperhatikan suhu dan
kelembaban tempat penyimpanan obat pasien.
4. Reaksi Yang Tidak Diinginkan
Tidak ada obat yang tidak aman untuk pasien,
Obat tidak aman untuk pemberian terapi pada pasien sudah disesuaikan
-
pasien dengan dosis yang tepat untuk kondisi pasien

Tidak terjadi reaksi alergi, dari rekam medis dan


Terjadi reaksi alergi wawancara pasien tidak memiliki riwayat alergi
-
terhadap obat maupun makanan sehingga obat
aman digunakan untuk pasien
Penggunaan secara bersamaan Clopidogrel dan
Terjadi interaksi obat Aspilet dapat meningkatkan resiko perdarahan.
Perlu pemantauan tanda-tanda perdarahan
(memar, gusi berdarah) dan LED.
-
Selama penggunaan obat ini, pasien tidak
merasakan adanya permasalahan atau tidak
terlihat tanda-tanda perdarahan sehingga tidak
ada permasalahan dalam penggunaan obat ini
Tidak terdapat dosis yang dinaikan ataupun
Dosis obat dinaikan atau diturunkan, semua dosis sudah di sesuaikan
-
diturunkan terlalu cepat dengan kondisi pasien

- Selama pemberian terapi tidak muncul efek yang


Muncul efek yang tidak tidak diinginkan

33
diinginkan
Administrasi obat yang diberikan telah tepat
Administrasi obat yang - Injeksi IVFD NACL 0,9 % 1 kolf / 12 jam
tidak tepat diberikan dalam bentuk injeksi agar cepat
mencukupi cairan dalam tubuh.
- Injeksi Ranitidin diberikan dalam bentuk injeksi
agar mencegah nyeri lambung pada pasien
- Injeksi Citicolin diberikan dalam bentuk injeksi
- agar dapat meminimalisir terjadinya kerusakan
otak
- Fenofibrat untuk mengatasi kadar trigliserida
serum
- Aspilet sebagai antiplatelet pengencer darah
untuk mencegah pembekuan darah pasien
- Clopidogrel sebagai pengencer darah
5. Ketidaksesuaian Kepatuhan Pasien
Tidak ada obat yang tidak tersedia, semua obat
Obat tidak tersedia - yang dibutuhkan oleh pasien tersedia di apotek
rumah sakit
Pasien mampu menyediakan obat karena
Pasien tidak mampu ditanggung oleh BPJS
-
menyediakan obat
Pasien mampu mengkonsumsi obat dengan baik,
Pasien tidak bisa karena pasien masih dalam kesadaran yang
menelan obat atau - normal.

menggunakan obat
Instruksi penggunaan obat sudah dijelaskan
Pasien tidak mengerti kepada keluarga pasien
intruksi penggunanan -
obat
Pasien patuh dalam menggunakan obat, obat-
Pasien tidak patuh atau obatan untuk pasien rawat inap disiapkan dalam
memilih untuk tidak - bentuk UDD untuk satu kali pakaian, sehingga
ketidak patuhan pasien dapat teratasi.
menggunakan obat
6. Pasien Membutuhkan Terapi Tambahan
Tidak ada kondisi yang tidak mendapatkan terapi,
Terdapat kondisi yang semua kondisi pasien sudah mendapatkan terapi
-
tidak diterapi yang sesuai dengan kondisi pasien.

34
Pasien tidak membutuhkan obat lain yang
Pasien membutuhkan sinergis
-
obat lain yang sinergis
Pasien telah mendapatkan terapi profilaksis
Pasien membutuhkan
-
terapi profilaksis

4.2 Rencana Asuhan Kefarmasian


4.2.1 Efek Terapi
Nilai yang Frekuensi
No Tujuan Terapi Rekomendasi Parameter
diinginkan Pemantauan
Mengembalikan
Cairan
keseimbangan IVFD NACL Cairan tubuh
1. tubuh Per 12 Jam
elektrolit pada 0,9 % terpenuhi
terpenuhi
tubuh
Mengatasi Dicek setelah
Keadaan Tidak terjadi
peningkatan Ranitidine 2 x minum obat
2. umum gangguan pada
asam lambung 50 mg secara
pasien saluran cerna
dan stress ulcer berkala
Keadaan
umum
Mencegah Keadaaan umum Setiap
Citicoline 2x pasien dan
3. perburukan pada normal dan kesadaran berkala
500 mg tingkat
saraf otak Compos Mentis setiap hari
kesadaran
pasien
Menurunkan
Kadar
kadar Kadar Kolesterol, Secara
Fenofibrat 1 x Kolesterol,
4. Trigliserida dan Trigliserida, LDL, berkala dan
300 mg Trigliserida,
meningkatkan HDL Normal bertahap
LDL, HDL
kadar HDL
Kondisi Mengurangi Perhari
Sebagai Clopidogrel 1
5. umum kecacatan dan secara
antiplatelet x 75 mg
pasien mencegah komplikasi berkala
Mencegah Kondisi Mengurangi Perhari
Aspilet 1 x 80
6. perburukan pada umum kecacatan dan secara
mg
stroke pasien mencegah komplikasi berkala

35
4.2.2 Follow Up Pemakaian Obat
Waktu Pemberian
Aturan Rute 26-9-2021 27-9-2021 28-9-2021
Nama Obat pakai 24-9-2021 25-9-2021

6 12 18 24 6 12 18 24 6 12 18 24 6 12 18 24 6 12 18 24

NaCl 0,9% 12/jam iv √ √ √ √ √ √ √ √

Inj Ranitidine 2x50 mg iv √ √ √ √ √ √ √ √ √

Inj Citicoline 2x500 mg iv √ √ √ √ √ √ √ √ √

Simvastatin 1x 20 mg Po √ √ √ √ -

Aspilet 1x 80 mg Po √ √ √ √

Fenofibrat 1x 300 mg Po √ √

Clopidogrel 1x 75 mg Po √ √

36
4.2.3 Hasil Pemantauan Efek Terapi

Rekomendasi Nilai yang Frekuensi Hasil pemeriksaan


Parameter
Terapi diinginkan pemantauan 24-9-21 25-9-21 26-9-21 27-9-21 28-9-21

Cairan tubuh Secara


IVFD NaCL Tidak Cairan tubuh Cairan tubuh Cairan tubuh Cairan tubuh Cairan tubuh
dan nutrisi berkala setiap
0,9% dehidrasi terpenuhi terpenuhi terpenuhi terpenuhi terpenuhi
terpenuhi hari
Tidak terjadi
Secara Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi
Injeksi Tidak terjadi gangguan
Stress Ulcer berkala setiap gangguan pada gangguan pada gangguan pada gangguan pada
Ranitidin stress ulcer pada saluran
hari saluran cerna saluran cerna saluran cerna saluran cerna
cerna
Keadaan umum Pasien
pasien dan memiliki Secara Ku = Sedang Ku = Sedang Ku = Sedang Ku = Sedang Ku = Sedang
Injeksi tingkat tingkat berkala setiap
Citicolin kesadaran kesadaran hari GCS = 15 GCS = 15 GCS = 15 GCS = 15 GCS = 15
pasien normal

Fenofibrat Total Nilai Secara - Nilai - - -


Kolesterol, Kolesterol bertahap tiap Kolesterol total
LDL, total < 220 6-8 minggu 181 mg/dl,
Trigliserida, mg/dl, HDL > pemakaian HDL 43 mg/dl,
HDL 65 mg/dl, LDL 90 mg/dl,

37
LDL < 150
mg/dl, TG < TG 202 mg/dl
150 mg/dl

Mencegah
Perhari
perburukan
secara
stroke, Kondisi
Aspilet berkala KU = Sedang KU = Sedang KU = Sedang KU = Sedang KU = Sedang
mengurangi umum pasien
minimal tiga
kecacatan dan
kali
komplikasi

Mencegah
Perhari
perburukan
secara
stroke, Kondisi
Clopidogrel berkala KU = Sedang KU = Sedang KU = Sedang KU = Sedang KU = Sedang
mengurangi umum pasien
minimal tiga
kecacatan dan
kali
komplikasi

38
4.2.4 Pemantauan Efek Samping Obat
No Nama Obat Manifestasi ESO Regimen Cara Mengatasi ESO Evaluasi
Dosis Tgl Uraian
Detak jantung cepat. Efek samping tidak selalu Pasien tidak
demam. gatal-gatal terjadi. Timbulnya efek samping mengalami efek
24-28
IVFD NACl atau ruam, suara tergantung kondisi individual. samping ini
1 /12 jam September
0,9 % serak, iritasi, nyeri Adanya reaksi hipersensitif
2021
sendi, kaku, atau seperti ruam kulit, gatal
bengkak, dada sesak pemakaiannya dapat dihentikan

Mual dan muntah, Istirahat yang cukup, jika pasien Pasien tidak
Sakit kepala, 24-28
Injeksi 2 x 50 mg mengalami efek samping mengalami efek
2 Insomnia, Vertigo, anjurkan kepada pasien untuk September samping ini
Ranitidin IV
2021
Ruam, Konstipasi. melaporkan kepada dokter
Diare.
Insomnia, sakit Istirahat yang cukup, jika pasien Pasien tidak
kepala, diare, mual, 24-28
Injeksi 2 x 500 mengalami efek samping mengalami efek
3 penglihatan September
Citicolin mg IV anjurkan kepada pasien untuk samping ini
terganggu dan sakit 2021
melaporkan kepada dokter
dibagian dada
4 Fenofibrat Gangguan saluran 1 x 300 Jika pasien mengalami 24 -28 Pasien tidak
cerna seperti nyeri mg PO efeksamping anjurkan pasien September mengalami efek
lambung, anoreksia,

39
mual, ruam pada untuk segera melapor ke dokter 2021 samping ini
kulit, vertigo, letih
Pantau tanda-tanda perdarahan Pasientidak
Mual, muntah, nyeri seperti memar pada kulit, gusi 24- 28 mengalami efek
5 Aspilet ulcerrasi, pendarahan 1 x 80 mg berdarah. Apabila terjadi efek September samping
saluran cerna, PO
samping segera melapor ke 2021
trombositopenia dokter

Dispepsia, nyeri Pasien tidak


perut, perdarahan Pantau efek samping dan tanda- mengalami efek
saluran cerna, tanda perdarahan seperti memar 24 -28 samping
intrakranial, mual, 1 x 75 mg
6 Clopidogrel pada kulit, gusi berdarah. September
muntah PO
Apabila terjadi efek samping 2021
trombositopenia, segera melapor ke dokter
gangguan darah ruam
kulit

40
4.3 Pembahasan

Seorang pasien berisinial M dibawa oleh keluarga ke Rumah Sakit Otak

DR.DRS.M.HATTA dengan keluhan utama lemah anggota gerak sebelah kanan

onset ± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, bicara pelo BAB dan BAK

(normal). Kemudian pasien di pindahkan ke bangsal neurologi dan dilakukan

pemeriksaan secara fisik, Hasil pemeriksaan fisik di rumah sakit pada tanggal 24

September 2021 didapatkan kondisi umum : Sedang, GCS : E4 M6 V5, kesadaran

: Compos Mentis, frekuensi nadi: 80 kali/menit, Frekuensi Nafas: 20 kali/menit,

Suhu : 36 0C, Tekanan Darah : 120/80 mmHg, saturasi : 98%. Hasil pemeriksaan

labor tanggal 25 september 2021 didapatkan kadar gula darah nuktear 88 mg/dl ,

gula darah 2 jam PP 133 mg/dl, asam urat 7,3 g/dl, total kolesterol 181 mg/dl,

HDL 43 mg/dl, LDL 90 mg/dl, Trigliserida 202 mg/dl. Pasien tidak memiliki

riwayat penyakit stroke iskemik dan riwayat keluarga tidak memiliki riwayat

penyakit stroke.

Pasien di diagnosa utama oleh dokter stroke non hemoragik (SNH) atau

stroke iskemik dengan diagnosa sekunder dislipidemia yang diperoleh dari hasil

pemerikasaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan penunjang. Pasien

terdiagnosa SNH dari hasil pemeriksaan fisik pasien anggota gerak sebelah kanan

lemah dan bicara pelo. Salah satu pemeriksaan penunjang yang membantu

menegakkan diagnosa yaitu pemeruksaan head CT (Computerized Temography).

CT Scan merupakan metoda pencitraan dalam mengidentifikasi atau membedakan

pendarahan otak dari infark. Shingga CT Scan sering digunakan untuk

mengidentifikasi penyakit stroke.

41
Stroke adalah penurunan sistem saraf utama secara tiba-tiba yang

berlangsung selama 24 jam dan diperkirakan berasal dari pembuluh darah. Stroke

diklasifikasikan stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stoke iskemik disebabkan

oleh oklusi mikroartik. Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh

darah atau aneurisma spontan atau sekunder akibat trauma. Stroke iskemik

disebabkan oleh pembentukan trombus lokal atau oleh fenomena emboli,

mengakibatkan oklusi arteri cerebral. Arterosklerosis pembuluh darah cerebral

merupakan penyebab utama stroke iskemik.

Pada aterosklerosis carotid, akumulasi lipid dan progresif sel-sel inflamasi

didalam arteri yang terkena, dikombinasikan dengan hipertrofi sel otot polos

arteri dan manghasilkan plak. Akhirnya, stress dapat menyebabkan pecahnya

plak, paparan kolagen, agregasi trombosit dan pembentukan gumpalan. Jika

gumpalan tetap berada didalam pembuluh darah, maka dapat menyebabkan

penyumbatan lokal atau emboli masuk kedalam aliran darah yang akhirnya

bermuara di pembuluh darah otak. Aliran darah otak normal rata-rata 50 ml / 100

g permenit dan ini dipertahankan melalui berbagai tekanan darah (arteri rata-rata

tekanan 50 hingga 150 mmHg) dengan proses yang disebut autoregulasi otak.

Pembuluh darah otak melebar dan menyempit sebagai respons terhadap

perubahan tekanan darah, tetapi proses ini dapat terganggu oleh aterosklerosis

dan cedera akut seperti stroke. Saat aliran darah otak local berkurang dibawah 20

ml/100 g per menit, terjadi iskemia dan ketika pengurangan lebih lanjut dibawah

12 ml/100 g per menit bertahan. Kerusakan permanen pada otak terjadi dan ini

disebut infark. Jaringan yang iskemik tetap mempertahankan integritas

membrane disebut sebagai penumbra iskemik karena biasanya mengelilingi

42
infark inti. Penumbra ini berpotensi diselamatkan melalui terapi intervensi.

Menurut The Stroke Council Of American Stroke Association telah membuat garis

pedoman yang ditujuakan untuk manajemen stroke iskemik akut. Secara umum 2 obat yang

sangat direkomendasikan (grade A rekommendation) adalah t-PA (tissue- Plasminogen

Activator) IV dalam onset 3 jam dan aspirin dalam onset 48 jam ( Dipiro, 2008). Pada

Stadium Hiperakut, pemberian t-PA direkomendasikan secepat mungkin dalam rentang

waktu 3 jam (AHA/ ASA, Class I, Level Of evidance A) atau 4,5 jam tetapi onset stroke

pasien telah berlangsung 1 minggu sebelum masuk rumah sakit sehingga pemberian t-PA

sudah tidak berguna lagi (Perdossi, 2011).

Terapi yang diberikan pada pasien IVFD NACl 0.9 %/ 12 Jam, inj

ranitidin 2 x 50 mg, inj Citicolin 2 x 500 mg, Aspilet 1x 80 mg, Clopidogrel 1x

75 mg, Fenofibrat 1x 300 mg. Pasien stroke biasanya mengalami stress ulcer, hal

ini bisa disebakan karena kondisi psikologis yang tertekan ataupun karena efek

samping dari obat terhadap saluran cerna. Injeksi Ranitidin untuk mengatasi

gejala nyeri lambung atau nyeri ulu hati akibat peningkatan asam lambung.

Injeksi Citicolin untuk mencegah kerusakan otak (neuroproteksi) dan membantu

pembentukan membran sel di otak (neurorepair). Oleh karena fungsi citicoline

sebagai neuroproteksi dan neurorepair, obat tersebut seringkali diberikan pada

penderita stroke. IVFD NaCl 0,9 % diindikasi untuk pencegahan vasospasme

dan menjaga keseimbangan elektrolit. Pasien mendapatkan terapi antiplatelet

Clopidogrel 75 mg sekali sehari 1 tablet, antiplatelet ini digunakan untuk

mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan atau fungsi

beberapa faktor bekuan darah misalnya menghambat pembentukan fibrin.

Clopidogrel merupakan prodrug dengan onset lambat, dosis umumnya 75 mg

43
perhari dengan atau tanpa loading dose. Aspilet merupakan obat golongan

antiplatelet dengan mekanisme kerja menghambat enzim COX secara ireversible

sehingga dapat menurunkan produksi dari prostaglandin dan Tromboksan A2

yang dapat menurunkan agregasi platelet.

Kombinasi aspilet dan clopidogrel untuk menurunkan resiko kejadian

stroke berulang, tetapi penggunaan kombinasi aspilet dan clopidogrel dapat

meningkatkan resiko terjadinya pendarahan dibandingkan dengan penggunaan

aspirin dan clopidogrel saja. Peningkatan resiko yang dimaksud adalah semua

resiko pendarahan, terutama saluran cerna. Penggunaan kombinasi ini, harus

dipertimbangkan terhadap keuntungan dan resiko serta diperlukan pemantauan

lebih lanjut apabila adanya pendarahan atau tanda-tanda pendarahan seperti gusi

berdarah dan terjadinya memar di kulit.

Pasien diberikan Fenofibarat karena kadar trigliserida psien tinggi 202

mg/dl sedangkan HDL 43 mg/dl. Fenofibrat sebagai agonis dari peroksisom

proliferator activated receptor alfa (PPAR LJ alfa). Hal ini akan menyebabkan

peningkatan lipolisis, meningkatkan eliminasi lipoprotein yang akan trigliserida

dan penuruna produksi penghambat lipoprotein lipase. Fenofibrat juga

merangsang oksidasi asam lemak serta menurunkan ketersediaan asam lemak

bebas untuk sintesis trigliserida.

44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
 Berdasarkan kasus di atas dapat disimpulkan bahwa dari data anamnesa,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan labor, diagnosa utama Stroke Non

Hemoragik (SNH) atau Stroke Iskemik dan Dislipidemia.

 Tujuan terapi SNH sudah tepat dimana dilihat dari pemantauan terapi

pasien M setiap hari sudah berangsur membaik.

 Terapi obat yang dipilih pada kondisi SNH pasien sudah tepat dan tidak

terdapatnya DRP pada kasus ini.

5.2 Saran

Disarankan untuk rutin kontrol dan cek labor, menjaga pola hidup sehat

seperti mengurangi konsumsi makanan tinggi lemak, tinggi garam, berhenti

merokok, olahraga ringan dan istirahat yang cukup.

45
BAB VI
EDUKASI

1. Menjelaskan pada keluarga pasien cara pemakaian obat dan aturan


pemakaiannya serta obat diminum secara teratur.
2. Bila lupa minum obat, minum sesegera mungkin, tetapi bila dekat waktu dosis
berikutnya, kembali kejadwal semula dosis jangan di double.
3. Pola makan diatur serta mengurangi makanannya yang mengandung lemak dan
garam tinggi.
4. Kontrol dan cek darah rutin serta LED ( laju endap darah )
5. Istirahat yang cukup
6. Olahraga ringan
7. Berhenti merokok
8. Lakukan kontrol kembali setelah obat habis
9. Banyak berdoa dan beribadah

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Mutiarasari Diah, 2019. Ischemic Stroke: Symptoms, Risk Factors, And

Prevention. Jurnal Medika Tadulaku Volume 6 Nomor 1. Palu: Universitas

Tadulako

2. Handayani D, & Dominica D. 2018. Gambaran Drug Related Problems (Drp’s)

Pada Penatalaksanaan Pasien Stroke Hemoragik Dan Stroke Non Hemoragik

di RSUD Dr M Yunus Bengkulu. Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian

Indonesia Vol. 5 No. 1. Universitas Bengkulu

3. Yayan A. Israr. 2008. Stroke. Pekanbaru: Fakultas Kesehatan Universitas Riau.

4. Furie KL, Kasner SE, Adams RJ, Albers GW, Bush RL, Fagan SC, Turan TN.

2011. AHA Guidelines For The Prevention Of Stroke in Patients with Stroke

or Transient Ischemic Attack: 227.

5. Sukandar, Prof. Dr. Elin Yulinah, dkk. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta.:ISFI

6. Wittenauer Rachel, Lily Smith. 2012. Background Paper 6.6 Ischaemic and

Haemorrhagic Stroke

7. Dipiro. JT. 2015. Pharmacotherapy Handbook 9th Edition. New York: Mc

Graw Hill

8. Dipiro. JT. 2009. Pharmacotherapy Handbook 7th Edition. New York: Mc

Graw Hill

9. Brown and Goldstein. 1987. Harrison’s Principles of Internal Medicine 2, 11th

Ed.: The Hyperlipidemia and Other Disorders of Lipid Metabolism. New

York: McGraw-Hill International Edition

47
10. Harikumar, K.S. A. Althaf, B. Kishore Kumar, M. Ramunaik, dan C. Suvarna.

2013. International Journal of Novel Trends in Pharmaceutical Science: A

review on Hyperlipidemic.. 3 (4): 69-80

11. Yuan, George, et al. 2007. Review: Hypertriglyceridemia: Its Etiology, Effect,

and Treatment. Canadian Medical Association Journal 176 (8): 1113-1120

48

Anda mungkin juga menyukai