BANGSAL NEURO
“STROKE ISKEMIK, HAP dengan SEPSIS DAN STRESS
ULCER ”
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)
DI RUMAH SAKIT OTAK DR. Drs. MUHAMMAD HATTA
Periode 28 Desember – 20 Februari 2021
Oleh:
KELOMPOK I
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
Neuro mengenai penyakit Stroke Iskemik dan Stress Ulcer yang dilakukan di
Rumah Sakit Otak DR. Drs. M. Hatta Bukittinggi pada tanggal 08 Februari 2021 -
20 Februari 2021. Laporan ini dibuat untuk melengkapi tugas-tugas bagi mahasiswa
ditulis berdasarkan teori serta hasil pengamatan selama melakukan Praktek Kerja
serta masukan dari berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan
laporan studi kasus ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik
dalam segi penyusunan maupun tata bahasanya sehingga penulis berharap saran,
kritikan dan masukannya demi kesempurnaan laporan studi kasus ini. Semoga
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
berlangsung selama 24 jam dan diperkirakan berasal dari pembuluh darah. Stroke
dapat dibedakan menjadi stroke hemoragik dan stroke non hemoragik (stroke
- Stroke Iskemik yaitu suatu keadaan dimana terjadinya sumbatan trombotik atau
sistemik
- Stroke Hemoragik yaitu suatu keadaan pecahnya pembuluh darah dalam otak
yang memicu pendarahan disekitar organ tersebut sehingga aliran darah pada
sebagian besar kasus stroke trombolitik, dan embolus dari pembuluh besar atau
jantung merupakan penyebab yang paling sering stroke embolik (Price dan Wilson,
2003).
1. Trombosis
a. Atersklerosis (terbanyak)
2. Embolisme
kardiomiopati iskemik.
3.Vasokonstriksi
dalam kebanyakan masalah stroke iskemik. Emboli dapat muncul dari arteri
intra dan extra kranial. Dua puluh persen stroke emboli muncul dari jantung.
- Pada arterosklerosis karotid, plak dapat rusak karena paparan kolagen, agregasi
sekitar atau terjadi pelepasan dan bergerak kearah distal, pada akhirnya akan
- Dalam masalah embolisme kardiogen, aliran darah yang berhenti dalam atrium
- Hasil akhir, baik pembentukan trombus dan embolisme adalah hambatan arteri,
penurunan aliran darah serebral, dan penyebab iskemik dan akhirnya infark
Faktor resiko untuk terjadinya stroke iskemik dibagi menjadi faktor resiko
Usia
Ras
Jenis Kelamin
Etnis
Genetik/keturunan
Hipertensi
Diabetes Melitus
Penyakit jantung
Hiperkolesterolemia
Transient Ischemic Attack (TIA)
Stenosis karotis
Hiperhomosisteinemia
Gejala klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke otak mungkin
dibawah ini :
- Lesi dapat terjadi di daerah antara serebri anterior dan media atau
lengan)
bersangkutan terganggu
lobus frontalis)
bilateral)
- Ataksia
- Disfagia
- Disartri
- Koma
-Hemiparesis kontralateral
anterior otak (distribusi arteria karotis interna) atau di sirkulasi posterior (distribusi
sirkulasi di bagian anterior sirkulus wilisi. Gejala-gejala ini adalah kebutaan satu
mata (Amaurosis fugaks) dan afasia. Gejala khas gangguan di bagian posterior
b. EKG
c. Doppler carotis
d. Transcranial Doppler
f. Lab: hematologi rutin, gula darah sewaktu, fungsi ginjal (ureum , kreatinin),
elektrolit .
g. Throax foto
h. Urinalisa
i. Echocardiografi (TTE/TEE)
k. DSA serebral
2.1.8 Penatalaksanaan
penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar dilakukan
setelah awitan apabila TDS > 220 mmHg atau TDD > 120
mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi
TDS <180 mmHg dan TDD < 105 mmHg selama 24 jam setelah
amlodipin .
d. Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa
pada jam pertama dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
- Neurorestorasi / Neurorehabilitasi
aterosklerosis.
golongan statin.
Rekomendasi Bukti*
kg) selama
tertentu 1 jam
dalam pada
onset pasien-pasien
3 jam
Pencegahan sekunder
Nonkardioembolik Terapi antiplatelet IA
Dislipidemia Statin IA
Lipid normal Statin IIa B
yang berguna dan efektif; II—bukti yang masih diperdebatkan kegunaannya; IIa—
bobot bukti dalam mendukung penanganan; IIb— kegunaan masih belum
bukti: A— uji klinik secara acak banyak; B—percobaan acak tunggal atau studi
cacat, namun pemberian t-PA tidak pernah dilakukan dalam 24 jam karena dapat
meningkatkan risiko pendarahan pada beberapa pasien. Hal ini sangat jelas bahwa
sekunder untuk stroke iskemik dan harus digunakan pada stroke nonkardioembolik.
Tiga obat yang kini digunakan, yaitu aspirin, clopidogrel, dan dipiridamole dengan
line yang disetujui oleh American College of Chest Physicians (ACCP). Pada
Stress ulcer merupakan ulser pada lambung dan atau duodenum yang biasanya
muncul dalam konteks trauma atau penyakit sistemik atau SSP yang hebat
Stress ulcer adalah suatu lesi inflamasi superfisial dari mukosa gaster
3. Insufisiensi vaskuar
4. Radiasi
5. Kemoterapi
7. Ideopatik
Patofisiologi dari lesi gaster terkait stress masih belum dipahami sepenuhnya.
nya ulkus. Asam disekresikan oleh sel parietal pada mukosa gaster dibawah
pengaturan beberapa agen biologis seperti histamin, gastrin serta rangsangan nervus
vagus. Mukosa dilindungi oleh lapisan mukus jel, yang dipengaruhi oleh
prostaglandin, nitrik oxide, protein trefoil, dan rangsangan nervus vagus. Lapisan
mukus ini membentuk suatu lapisan yang memisahkan epitel gaster dengan asam
lambung. Adanya agen iritan pada kondisi tertentu dapat merusak lapisan pelindung
ini dimana jika hal ini terjadi maka asam lambung dapat masuk kembali ke dalam
Dua hal yang diduga memegang peranan penting pada kerusakan pelindung
mukosa adalah sekresi asam serta gangguan mekanisme pertahanan. Pada gastritis
stres terjadi kondisi jumlah asam lambung yang bervariasi bisa normal, rendah atau
tinggi. Oleh karena itu hipersekresi asam bukanlah satu-satunya faktor penyebab.
Setelah suatu acute brain injury, stress ulcer dapat terjadi akibat hiperaktifitas
vagal yang menghasilkan peningkatan sekresi asam lambung dan iskemik mukosa.
kerentanan mukosa.
Kejadian yang menyebabkan suatu situasi stressful berat bagi tubuh – operasi
major, perdarahan, luka bakar – dapat membuat lesi pada mukosa gaster. Iskemia
Gilman, 2008)
ulcer.
mucosal disease*
Type Risk factor
platelet count <50,000 mm3, INR >1.5, or PTT >2× control value
region
5. Partial hepatectomy
6. Head injury with Glasgow coma score of ≤10 or inability to obey simple
commands
admission
microbiologic cultures/suspected
2.2.5 Penatalaksanaan (Perdossi, 2011)
a. Pasien dipuasakan
adekuat.
c. Pada perdarahan yang banyak (lebih dari 30% dari volume sirkulasi),
d. Pasang pipa nasogastrik dan lakukan irigasi dengan air es tiap 6 jam
3. Pencegahan
panoprazole.
sehat
dimana alveoli (mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung
jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan
infeksi karena bakteri, virus, jamur atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi
karena bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, atau secara tak langsung
Gejala khas yang berhubungan dengan pneumonia sering kali disertai batuk
berdahak, sputum kehijauan atau kuning, demam tinggi yang disertai dengan
menggigil. Disertai nafas yang pendek, nyeri dada seperti pada pleuritis , nyeri
tajam atau seperti ditusuk, demam,dan sesak nafas. Alat diagnosa meliputi sinar-x
penyakit yang umumnya terjadi pada semua kelompok umur, dan menunjukan
penyebab kematian pada orang tua dan orang dengan penyakit kronik. Tersedia
vaksin tertentu untuk pencegahan terhadap jenis pnuemonia. Prognosis untuk tiap
orang berbeda tergantung dari jenis pneumonia, pengobatan yang tepat, ada
tidaknya komplikasi dan kesehatan orang tersebut. Orang dengan pneumonia, batuk
dapat disertai dengan adanya darah, sakit kepala, atau mengeluarkan banyak
keringat dan kulit lembab. Gejala lain berupa hilang nafsu makan, kelelahan, kulit
menjadi pucat, mual, muntah, nyeri sendi atau otot. Tidak jarang bentuk penyebab
dan berkeringat pada malam hari. Pada orang tua manifestasi dari pneumonia
mungkin tidak khas. Bayi dengan pneumonia lebih banyak gejala,tetapi pada
pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi
pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal.
terhadap obat. Secara umum aerobic enteric gram negatif bacillus diperkirakan
sampai sepertiga dari semua kuman patogen yang bertanggung jawab terhadap
diketahui disebabkan antara lain data nasional tidak ada dan data yang ada hanya
berasal dari beberapa rumah sakit swasta dan pemerintah serta angkanya sangat
dari dahak, darah, cara invasif misalnya bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi
pneumonia antara 27 % hingga 50%. Ini berarti 25 % hingga 50% dari penderita
HAP meninggal karena HAP dan sisaya 50% hingga 75% pasien penderita HAP
perawatan di rumah sakit hingga 7 sampai 9 hari, sehingga meningkatkan pula biaya
Faktor resiko dari HAP umumnya adalah pasien dengan umur lebih dari 70
Merupakan infeksi yang paling sering terjadi pada pasien yang berada di
ICU dan jumlahnya hampir 25% dari semua pasien infeksi nosokomial yang ada
di ICU, dengan tingkat insiden berkisar antara 6 % hingga 52%. Insiden ini
ventilasi, dan pasien yang terpasang mekanikal ventilasi 6 sampai 21 kali lebih
beresiko menderita HAP dari pada pasien yang tidak terpasang mekanikal ventilasi.
efektif, dan dapat menyebabkan infeksi. Perkembangan HAP pada pasien dengan
sampai 10 kali lebih tinggi daripada kelompok pasien dengan mekanik ventilasi
Pada kejadian infeksi saluran pernapasan, setidaknya harus ada satu dari tiga
pertahanan host, atau tingginya jumlah organisme patogen yang ada disekitar.
bagian bawah. Ada tiga rute masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas
neurologis dan usia lanjut. Tidak semua jalan efektif untuk masuknya
bakteri dalam jumlah besar berhasil masuk ke dalam saluran napas bagian
pneumonia. Interaksi antara faktor pejamu (endogen) dan faktor risiko dari
merupakan flora normal sebanyak < 5%. Kolonisasi di saluran napas bagian
meningkat 75% pada pasien yang kritis. Kejadian aspirasi meningkat ketika
2. Inhalasi
3. Hematogenik
operasi yang lama, sepsis, syok hemoragik, infeksi berat di luar paru
a. Pembedahan
sering terjadi.
alimentasi enteral.
dengan prosedur
isolasi
Faktor risiko kuman MDR penyebab HAP dan VAP (ATS/IDSA 2004)
sakit tersebut.
- sekret purulen
- leukositosis
saturasi O2 > 90 %
mmHg)
ml/4 jam
1. Terapi Antibiotik
dosis dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang
pada pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran
ada hasil kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan
respons klinis.
memburuk
yang memuaskan.
Tabel 2. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP pada pasien
tanpa faktor risiko patogen MDR, onset dini dan semua derajat penyakit (mengacu
Tabel 3. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP untuk semua
derajat penyakit pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen
atau
(ESBL) atau
atau
Aminoglikosida
ditambah
Tabel 4. Dosis antibiotik intravena awal secara empirik untuk HAP dan VAP pada
pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu pada
ATS/IDSA 2004)
Antibiotik Dosis
jam
laktamase
mikrobiologi
5. Enternal Feeding
terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, air, mineral, dan vitamin, yang secara
a. Kriteria Pasien
hidup pasien.
akan menjaga barier usus dan mengurangi tingkat infeksi dan kematian
mengurangi infeksi.
- ‘Predigested’ feeds:
Jenis ini terdiri dari nitrogen sebagai peptida pendek atau asam amino
1. Tube Complication
intraperotoneal.
2. Infeksi
seharusnya tidak tumpah atau keluar dari tube dan peralatan tidak
Reflux dapat sering terjadi pada enteral feding, terutama pada pasien
tetap dalam posisi tersebut untuk kira kira selama 30 menit untuk
yang tidak sadar yang perlu diposisikan datar. Reflux lebih seperti
2.4 Sepsis
atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses
inflamasi. Berbagai definisi sepsis telah diajukan, namun definisi yang saat ini
College of Chest Physician dan Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992
(Chen et.al,2009).
2.4.2 Etiologi
kultur darah ditemukan bakteri dan jamur 20-40% kasus dari sepsis. Bakteri gram
negatif dan gram positif merupakan 70% dari penyebab infeksi sepsis berat dan
sisanya jamur atau gabungan beberapa mikroorganisme. Pada pasien yang kultur
tandatanda penyakit yang mendasarinya dan infeksi primer. Tingkat di mana tanda
dan gejala berkembang mungkin berbeda dari pasien dan pasien lainnya, dan gejala
pada setiap pasien sangat bervariasi. Sebagai contoh, beberapa pasien dengan sepsis
adalah normo-atau hipotermia, tidak ada demam paling sering terjadi pada
neonatus, pada pasien lansia, dan pada orang dengan uremia atau alkoholisme
(Munford, 2008).
Pasien dalam fase awal sepsis sering mengalami cemas, demam, takikardi,
dan takipnea (Dasenbrook & Merlo, 2008). Tanda-tanda dari sepsis sangat
bervariasi. Berdasarkan studi, demam (70%), syok (40%), hipotermia (4%), ruam
meningococcemia),danartritis(8%).
Diagnosis sepsis sering terlewat, khususnya pada pasien usia lanjut yang
tanda-tanda klasik sering tidak muncul. Gejala ringan, takikardia dan takipnea
lanjut yang dapat dikaitkan dengan hipotensi, penurunan output urin, peningkatan
mengidentifikasi jenis dan lokasi infeksi dan juga menentukan tingkat keparahan
dimulai lakukan penilaian awal dari pasien yang sakit perhatikan jalan nafas (perlu
sirkulasi (denyut jantung, tekanan darah, tekanan vena jugularis, perfusi kulit), dan
inisiasi cepat resusita. Kemudian dilakukan anamnesis riwayat penyakit dan juga
Sistem pernapasan adalah sumber yang paling umum infeksi pada pasien
masalah tenggorokan dan nyeri telinga harus dicari. Kedua, adanya pneumonia dan
temuan takipnea atau hipoksia telah terbukti merupakan alat prediksi kematian pada
pasien dengan sepsis. Pemeriksaan fisik juga harus mencakup evaluasi rinci untuk
infeksi fokal, misalnya tonsilitis eksudatif, nyeri pada sinus, injeksi membran
Sistem pencernaan adalah yang kedua paling umum sumber sepsis. Sebuah
riwayat nyeri perut, termasuk deskripsi, lokasi, waktu, dan faktor pemberat harus
dicari. Riwayat lebih lanjut, termasuk adanya mual, muntah, dan diare harus dicatat.
Pemeriksaan fisik yang cermat, mencari tanda-tanda iritasi peritoneal, nyeri perut,
dan bising usus , sangat penting dalam mengidentifikasi sumber sepsis perut.
Perhatian khusus harus diberikan temuan fisik memberi kesan sumber umum
infeksi atau penyakit tanda Murphy menunjukkan kolesistitis, nyeri pada titik
McBurney menunjukkan usus buntu, nyeri kuadran kiri bawah menunjukkan
prostatitis.
penyakit neurologis primer atau hasil dari penurunan perfusi otak dari keadaan
shock.
Riwayat seksual untuk menilai resiko penyakit menular seksual. Alat kelamin juga
harus diperiksa untuk melihat apakah ada bisul, discharge, dan lesi penis atau vulva.
konsisten dengan prostatitis. Nyeri adneksa pada wanita berpotensi abses tuba-
ovarium.
pembengkakan, dan sendi terasa hangat, terutama jika ada berbagai penurunan
arthrocentesis. Pasien harus benar-benar terbuka dan kulit diperiksa untuk melihat
selulitis, abses, infeksi luka, atau trauma. Luka yang mendalam, benda asing sulit
Neisseria meningitidis atau DIC. Ruam seluruh tubuh merupakan eksotoksin dari
et.al, 2010).
Pada pasien sepsis juga dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
prosedur radiografi dan radioisotop lain sesuai dengan dugaan sumber infeksi
2.4.5 Penatalaksanaan
menjadi :
1. Nonfarmakologi Mempertahankan oksigenasi ke jaringan dengan
infeksi fokal.
sumber infeksi.
resusitasi cairan.
memberikan bikarbonat.
mortalitas.
TINJAUAN KASUS
Umur : 38 tahun
Tanggal Keluar :-
No. RM : 0013xxxx
3.2 Anamnesa
Seorang pasien dewasa berinisial Tn. M rujukan dari RS Yarsi Bukit Tinggi
datang masuk IGD pada pukul 20.25 WIB tanggal 08 Februari 2021 dengan keluhan
Pasien tidak dapat berbicara dikarenakan kondisi lemah anggota gerak yang
dialami pasien
Pasien tidak dapat menelan dikarenakan kondisi pasien yang dipakai selang
a. Pemeriksaan Fisik
Suhu : 36 ºC
Berat Badan :-
Tinggi Badan :-
b. Umum
Extremitas : Hangat
3.4 Pemeriksaan penunjang
- Ureum : 64 (10-50mg/dl)
- HDL : 51 (>65mg/dl)
3.5 Diagnosa
3.6 Penatalaksanaan
- Inj. Diazepam
- Betahistin 3x6mg
- O2 3L/menit
- Simvastatin 1x20mg
- Amlodipin 1x10mg
3.6.3 Terapi atau tindakan yang diberikan di Rawat Inap RS Otak Bukit
Tinggi
- O2 3L/menit
- Simvastatin 1x20mg
- Amlodipin 1x10mg
- O2 3L/menit
- Simvastatin 1x20mg
- Amlodipin 1x5mg
ICU 09- S Pasien dengan syok sepsis lapor dengan dr. Ardiles ,jika TD <
Februari- 90 mmHg
2021 pukul O -
13.50 WIB A -
(Dokter) P Norephineprin 1 ampul dalam 50cc Nacl 0,9% kecepatan awal
3,7
ICU 09- S Penurunan kesadaran
Februari- O GDP 268mg/dl
2021 pukul A -
14.10 WIB P Siringe pump insulin 50 iu dalam 50cc kecepatan 0,5 cc,tapi
(Dokter) besok pagi cek ulang gula darah
ICU 09- S -
Februari- O GCS : E1M1V1
2021 pukul Pat apnoe
14.45 WIB TD : 91/46 mmHg
(Perawat) RR : 9 x i
HR : 111x i
A -
P Pantau
Beri O2
Bagging
S -
ICU 09- O TD : 81/32 mmHg
Februari- RR : apnoe
2021 pukul HR : 90x i
14.50 WIB A -
(Perawat) P Pendampingan jelang ajal
ICU 09- S Pasien dilaporkan apnoe
Februari- O TD : tidak teratur
2021 pukul Nadi : asystole
14.55 WIB RR: apnoe
(Perawat) Pupil dilatasi maksimal
A -
P Pemenuhan kebutuhan jelang ajal
RJP dan Bagging
ICU 09- S Pasien dinyatakan meninggal dunia dihadapan petugas dan
Februari- keluarga
2021 pukul O -
15.00 WIB A -
(Perawat) P -
BAB IV
DISKUSI
Dipirimidol
Menghambat ambilan dan
metabolisme adenosisn oleh eritrosit
dan sel endotel pembuluh darah,
dengan demikian meningkatkan
kadarnya dalam plasma. Adenosin
menghambat fungsi trombosit dengan
merangsang adenilat siklase dan
merupakan vasodilator. Dipirimidol
juga memperbesar efek antiagresi
platelet prostasiklin. Efek samping
yang paling sering yaitu sakit kepala.
Bila
digunakan untuk pasien angina
pectoris, dipiridamol kadang-kadang
memperberat gejala karena terjadinya
fenomena coronary steal.
PO: 3x1g/10ml
Mekanisme sitoprotektif, adalah membentuk 3x1,5g/15ml
kompleks ulser adheren dengan eksudat 3x3g/30ml
3. Golongan obat protein seperti albumin dan fibrinogen pada 4x1,5g/15ml
Sitoprotektif sisi ulser dan melindunginya dari serangan 4x3g/30ml
Sucralfat asam, membentuk barrier viskos pada Dosis Rekomendasi ASHP:
permukaan mukosa dilambung dan 1g, 4x perhari Po(Pada saat
duodenum , serta menghambat aktivitas perut kosong).
pepsin dan membentuk ikatan garam dengan Dosis maksimum:
empedu. 8g/hari.
HAP (Hospital Antibiotik Beta laktam mekanisme menganggu sintesis
Acquired Beta Laktam: dinding sel bakteri, dengan menghambat Sefalosforin
Pneumonia. Blaktam/ penghambat B langkah terakhir dalam sintesis antipseudomonal: 1-2gr
laktamase peptidoglikan, yaitu heteropolimer yang setiap 8-12 jam.
Sefalosforin antipseidominal, memberikan stabilitas mekanik pada dinding Sefepim: 2 gr setiap 8 jam.
sefepim, seftasidim. sel bakteri. Seftasidim: 1gr setiap 8 ja,.
6 Omepraz Mual, Jika pasien mengalami mual dan muntah, 08/02/21 Pasien tidak mengalami efek
ole muntah, anjurkan kepada pasien untuk minum air – samping ini
hangat 09/02/21
7 Paraceta Ruam kulit Jika pasien mengalami ruam anjurkan 08/02/21 Pasien tidak mengalami efek
mol pemberian bedak salisil talk – samping ini
09/02/21
Mual, muntah Jika pasien mengalami mual dan muntah,
anjurkan kepada pasien untuk minum air
hangat
8 Levoflox Diare Jika pasien mengalami diare, anjurkan kepada 08/02/21 Pasien tidak mengalami efek
acin pasien untuk meminum teh pahit – samping ini
09/02/21
Mual, muntah Jika pasien mengalami mual dan muntah,
anjurkan kepada pasien untuk minum air
hangat
Sakit kepala Jika pasien mengalami sakit kepala, anjurkan
pusing kepada pasien untuk beristirahat
Seorang pasien berinisial Tn. M rujukan dari RS Yarsi Bukit Tinggi datang
masuk IGD pada pukul 20.25 WIB tanggal 08 Februari 2021 dengan keluhan utama
lemah anggota gerak sebelah kiri 3 hari SMRS. Kondisi awal pasien tidak dapat
berbicara dikarenakan lemah anggota gerak yang dialami pasien, pasien juga tidak
dapat menelan dimana pasien mengeluhkan sakit pada lambung, buang air besar
dan buang air kecil pasien masih normal. Pada saat di RS Yarsi pasien memiliki
keluhan berupa lemah anggota gerak sebelah kiri, mual muntah, nyeri kepala hebat,
nerves palsy, vertigo sentral dan Hemiparesis sinistra serta Hipertensi lalu pasien
mendapat terapi berupa IVFD NS/12 jam, Inj. Mannitol 125cc/6jam, Inj. Citicoline
Tinggi nyeri yang dialami pasien sudah mulai berkurang namun kesadaran pasien
semakin memburuk dan lemah anggota gerak sebelah kiri tidak kunjung membaik,
maka pada tanggal 08 Februari 2021 pukul 20.26 WIB dengan keluhan yang
hamper sama namun, sakit kepala sudah (-), mual (-), muntah (-), namun tidak dapat
berbicara dan sulit menelan atau keadaan pasien menggunakan selang NGT.
Diketahui pemeriksaan fisik dilakukan pada pasien yaitu KU: sedang, TD:
kelainan pada jantung dan kepala, serta bising usus (+) dan ekstremitas hangat. Pada
saat di IGD RS Otak Bukit Tinggi terapi yang diberikan berupa O2 3L/menit, IVFD
NaCl 0,9%/12jam, Inj. Ranitidine 50mg/12jam IV, Inj. Citicolin 500mg/12jam IV,
Terapi yang diberikan kepada pasien pada saat di ICU adalah O2 3L/menit,
pada saat pasien di ICU diketahui pasien sudah didiagnosa stroke iskemik,
hemiparesis sinistra, HAP dengan sepsis serta stress ulcer. Pasien diberikan obat
simvastatin untuk menurunkan KGD random pasien yang tinggi yaitu 226mg/dl dan
KGD nukther 268mg/dl, kemudian pasien juga diberikan obat amlodipine untuk
mengurangi tekanan darah pasien, serta diberikan obat ranitidine dan omeprazole
untuk mengatasi gangguan lambung yang dialami pasien. Pasien diberikan terapi
oksigen untuk stabilisasi jalan nafas agar pasien tidak mengalami hipoksia, pasien
juga diberikan NaCl 0,9% sebagai sumber cairan elektrolit tubuh pasien dan
menjaga perfusi serebral dan menjaga euvolemia. Euvolemia adalah status volume
normal cairan tubuh yang menghasilkan pengisian ruang jantung secara adekuat
oksigen tubuh.
Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu atau
(stroke hemoragik). Stroke adalah penurunan sistem saraf pusat utama secara tiba
tiba yang berlangsung selama 24 jam dan diperkirakan berasal dari pembuluh darah.
Serangan iskemia sementara atau transient ischemia attacks (TIAs) adalah iskemia
sistem saraf utama menurun selama kurang dari 24 jam dan biasanya kurang 30
menit. Tujuan dari penatalaksanaan terapi stroke adalah untuk mengurangi luka
sistem saraf yang sedang berlangsung dan menurunkan kematian dan cacat jangka
diberikan aspirin 160mg-325mg dengan onset 48 jam. Namun pada pasien dikasus
ini tidak diberikan karena onsetnya sudah lebih dari 3 jam yaitu 3 hari. Pasien juga
diberikan injeksi ranitidine serta injeksi omeprazole sebagai terapi profilaksis stress
ulcer namun dikondisi ini pasien juga mengalami stress ulcer pada saat di RS Yarsi
Bukit Tinggi. Keadaan stress pada pasien dapat memicu sekresi asam lambung yang
20mg (1x) saat di IGD, rawat inap dan juga ICU. Simvastatin diberikan sebagai
terapi profilaksis sekunder stroke iskemik untuk mencegah agregasi platelet yang
adalah 1x20mg.
hebat sehingga pasien diberikan obat paracetamol 3x1000mg untuk mengatasi nyeri
tersebut. Paracetamol tetap diberikan kepada pasien meskipun suhu pasien tidak
pasien tidak sadar dapat diamati dari peningkatan darah denyut nadi dan laju
pernafasan.
Pasien juga mengalami hipertensi pada saat diawal masuk RS Otak bukit
tinggi dimana tekanan darah pasien sebesar 160/100mmHg, maka dari itu diberikan
Pemberian obat antihipertensi ini untuk menurunkan tekanan darah sehingga tidak
memperparah keadaan stroke yang sudah dialami pasien. Semakin tinggi tekanan
darah, semakin besar risiko stroke karena saat tekanan darah sedang tinggi, akan
menekan pembuluh darah dan memaksa jantung bekerja lebih keras, menyebabkan
pejamu terhadap infeksi dimana patogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi
darah turun drastis serta kerusakan pada banyak organ. Kedua hal ini dapat
kesadaran disertai dengan suhu yang meningkata serta tekanan yang menurun
secara drastic dalam waktu 6 jam. Pada saat pasien dipindahkan ke ICU pukul 07.15
WIB pasien mengalami peningkatan suhu yaitu 38,3ºC hal ini diduga disebabkan
infeksi atau sepsis yang dialami pasien, TD pasien masih 150/76mmHg, denyut
kemudian laju pernafasan pasien sudah mencapai 48x/menit dan hal ini sudah
melebihi batas normal yaitu 16-20x/menit dapat disebut sebagai tachypnea. Pada
pukul 09.00 WIB denyut nadi pasien sudah mencapai 159x/menit dan laju
pernafasan 32x/menit sementara itu keadaan pasien masih koma, nafas seperti
mengorok, pasien masih mengalami demam serta cairan lambung pasien keluar
berwarna hitam, serta tekanan darah pasien sudah menurun yaitu 113/71mmHg.
Pada pukul 13.50 pasien dilaporkan mengalami syok sepsis dan diberikan
bahkan pasien mengalami penurunan tekanan darah secara konsisten yang diduga
disebabkan oleh sepsis yang sudah menginfeksi berbagai organ. Norepinefrin, yang
saat ini menjadi standar tatalaksana syok sepsis, sangat efektif dalam menaikkan
tekanan darah arteri dan dapat dititrasi untuk mencapai mean arterial pressure
dengan kondisi mengalami hipotensi vasopress, maka dari itu hal ini sesuai dengan
Pada kasus ini pasien juga menggunakan alat syringe pump yang berguna
Untuk menjaga pemberian medikasi intravena sesuai kebutuhan klien dan Untuk
memberikan medikasi dengan dosis kecil dan waktu pemberian yang lama. Konsep
a. concentrate
obat dalam sediaan (ampul atau vial) yang dapat dilihat di kemasan obat.
b. Pengenceran
syringe. Misal:
c. Dosis
Dosis obat pada tiap individu dapat berbeda bergantung pada berbagai
Ada beberapa alat yang menggunakan 2 angka di belakang koma atau hanya
dengan kenaikan dosis tiap beberapa menit. Adapun rumus untuk penentuan
speed adalah:
e. Contoh Soal:
a. Konsentrasi
1 SYRINGE = 0 – 50 cc
4.000meq
b. Dosis
c. Speed
DAFTAR PUSTAKA
[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2004. Surveillance Summaries.
AHA/ASA Guideline. Guideline for the early management of adults with ischemic
System Pharmacists
American Thoracic Society (ATS) and The Infection Diseases Society of America
fromhttp://www.ashp.org/doclibrary/bestpractices /orgstpharmcare.aspx
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu
Cohen SN. 2000. The subacute stroke patient: preventing recurrent stroke. In Cohen
SN.
Dasenbrook, E., and Merlo, C., 2008. Critical Care. In: Le, T., Hong, P.C., and
Baudendistel, T.E., ed. First Aid for The Internal Medicine Boards. 2nd ed.
Goodman and Gilman, 2008, Manual Farmakologi dan Terapi, Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Khairunnisa N. 2014. Hemiparese sinistra, parese nervus vii, ix, x, xii e.c stroke
LaRosa, S.P., 2010. Sepsis. In: Gordon, S., ed. Current Clinical Medicine. 2nd ed.
2012. Kumar and Clark’s Clinical Medicine. 8th ed. Spanyol: Saunders
Elsevier.
Munford, R.S., 2008. Severe Sepsis and Septic Shock. In: Fauci et al., ed. Harrison,s
Shapiro, N.I., Zimmer, G.D., and Barkin, A.Z., 2010. Sepsis Syndromes. In: Marx
et al., ed. Rosen’s Emergency Medicine Concepts and Clinical Practice. 7th
Sukandar, Elin Yulinah., R. Andrajati., J.I. Sigit., I.K. Adnyana., A.P. Setiadi dan