Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

STROKE DENGAN GANGGUAN RESPIRASI

DISUSUN OLEH:

EMI MUNIARSIH
RIKA NOFRIDA
SUPARNI

PROGRAM STUDI DIV NERS JURUSAN KEPERAWATAN SINGKAWANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN PONTIANAK

TAHUN 2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 (dalam buku
Purwani, 2017) menunjukan bahwa stroke menduduki urutan ke-2 penyebab
kematian setelah penyakit jantung. Pada tahun 2015, sebanyak 6,24 jt orang di
dunia meninggal akibat penyakit stroke. Sebesar 53,34 menderita stroke hemoragik
dan sisanya sebesar 46,66 mengalami stroke iskemik. Hasil Riset Kesehatan Dasar
(2018) di Indonesia penyebab terjadinya stroke antara lain karena kerusakan pada
otak yang muncul mendadak, progresif, dan cepat akibat gangguan tersebut secara
mendadak menimbulkan gejala antara lain kelumpuhan seisi wajah atau anggota
badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo), perubahan kesadaran, ganguan
penglihatan, gangguan oksigenasi, dan lain-lain.
Prevalensi stroke menurut diagnosis dokter pada penduduk di Indonesia
berjumlah 10,9% penderita stroke yang tertimbang berjumlah 713,782 pravelensi
stroke di Indonesia di tahun 2018 angka tertinggi penderita stroke berada di
Yogyakarta berjumlah 14,6%. Prevalensi stroke di Indonesia telah meningkatkan
dari tahun 2007 ke 2013, yaitu 8,31/1.000 menjadi 12,1/1.000 penduduk (Depkes.
RI, 2013). Penelitian epidemiologi oleh Universitas Indonesia menunjukan bahwa
19,9% kejadian stroke adalah stroke berulang (Soertidewi & Misbah, 2007) yang
berarti bahwa 1 dari 5 pasien stroke mengalami stroke berulang. Seseorang yang
sembuh dari serangan stroke yang pertama mempunyai resiko secara signifikan
untuk mengalami serangan stroke yang kedua di kemudian hari (Go et al, 2014)
seperempat (25%) dari seluruh kejadian stroke adalah stroke berulang, dimana
mempunyai resiko kematian lebih tinggi daripada serangan stroke pertama (Furie et
al, 2011). Beberapa penelitian tentang kekambuhan stroke didapatkan hasil bahwa
serangan stroke kedua 5% terjadi dalam minggu pertama sedangkan menurut meta-
analisis dengan 13 studi stroke berulang, risiko stroke berulang adalah 1,15-15%
dalam waktu 1 bulan, 7,0%-20,6% dalam 1 tahun, 16,2%-35,3% dalam waktu 5
tahun dan 14%-51,3% dalam waktu 10 tahun.
Stroke merupakan penyakit cerebrovaskuler (penyakit pembuluh darah di
otak,terutama arteri otak, arteri di otak mengantarkan darah yang memasok oksigen
penting ke jaringan otak) yang terjadi secara tiba-tiba dan menyebabkan kerusakan
neurologis. Kerusakan neurologis tersebut dapat disebabkan oleh adanya sumbatan
total atau parsial pada satu atau lebih pembuluh darah serebral sehingga
menghambat aliran darah ke otak. Hambatan tersebut dapat terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah atau penyumbatan pembuluh darah oleh gumpalan (clot).
Penghambatan aliran darah menyebabkan kerusakan terhadap jaringan otak karena
berkurangnya pasokan oksigen. Stroke merupakan penyebab kematian dan
kecacatan utama di banyak negara (Ikawati, 2018). Jenis stroke jika dilihat dari
penyebabnya dibagi menjadi dua, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Stroke iskemik terjadi jika pasokan darah berhenti akibat gumpalan darah dan
stroke hemoragik terjadi jika pembuluh darah yang memasok darah ke otak pecah.
Stroke adalah kondisi kesehatan yang serius yang membutuhkan penanganan cepat.
Otak dapat berfungsi dengan baik jika pasokan oksigen yang disediakan darah
mengalir dengan baik. Jika pasokan darah terhambat,otak akan rusak,bahkan
seseorang yang terkena stroke bisa meninggal (Anies, 2018).
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh
(Haswita, Sulistyowati, 2017). Proses oksigenasi merupakan dimulai dari
pengambilan oksigen di atmosfer, kemudian oksigen masuk melalui organ
pernapasan bagian atas seperti hidung atau mulut, faring, laring, dan selanjutnya ke
organ pernapasan bagian bawah seperti trakea, bronkus utama, bronkus sekunder,
bronkus tersier (segmental), terminal bronkiolus, dan selanjutnya masuk ke alveoli
(Tarwoto, Wartonah, 2015). Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses
kehidupan. Pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh sangat ditentukan oleh
adekuatnya sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler, dan sistem hematologi
(Tarwoto, Wartonah, 2015 & Sutanto, Fitriana, 2017). Bila ada gangguan pada
salah satu organ sistem respirasi dan kardiovaskuler, maka kebutuhan oksigen akan
mengalami gangguan (Haswita, Sulistyowati, 2017). Kekurangan oksigen bisa
menyebabkan hal yang sangat berarti bagi tubuh, salah satunya adalah kematian.
Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan
oksigen tersebut, agar terpenuhi dengan baik. (Haswita, Sulistyowati 2017).
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah konsep teori Stroke dengan gangguan sistem respirasi?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum:
Secara umum tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
mengetahui konsep teori tentang Stroke dengan gangguan sistem respirasi.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui konsep Stroke
b. Mengetahui teori stroke dengan gangguan sistem respirasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP STROKE
1. Pengertian
Stroke adalah suatu manifestasi neurologik yang terjadi mendadak
dalam waktu yang singkat karena adanya gangguan peredaran darah di otak
yang menyebabkan kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
World Health Organization (WHO) menetapkan stroke sebagai suatu
sindrom klinis yang berkembang cepat dengan gejala berupa gangguan
fungsional otak secara fokal atau global yang dapat menimbulkan kelainan
yang menetap lebih dari 24 jam atau kematian, tanpa penyebab lain kecuali
gangguan vaskuler.
Stroke adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang timbul secara mendadak dan akut dalam
beberapa detik atau secara tepat dalam beberapa jam yang berlangsung lebih
dari 24 jam dengan gejala atau tanda tanda sesuai daerah yang terganggu
(Irfan, 2012). Stroke atau serangan otak adalah suatu bentuk kerusakan
neurologis yang disebabkan oleh sumbatan atau interupsi sirkulasi
darah normal ke otak. Dua tipe stroke yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Stroke hemoragik lebih jauh dibagi menjadi
hemoragik intrasrebral dan hemoragik subaraknoid (Weaver &
Terry, 2013).
Stroke hemoragik merupakan perdarahan yang terjadi apabila lesi
vascular intraserebrum mengalami rupture. Perdarahan ini 73% terjadi di
ruang Intraserebral. Perdarahan terjadi di daerah pons atau serebelum
memiliki prognosis yang buruk karena cepatnya timbul tekanan pada
struktur–struktur vital batang otak. Sehingga mempengaruhi kinerja saraf
yang mengatur pernafasan (Price & Wilson, 2015).
2. Klasifikasi
a. Berdasarkan penyebabnya, stroke dapat dibagi menjadi dua jenis
yaitu:
1) Stroke Iskemik
Hampir 85% stroke di sebabkan oleh, sumbatan bekuan
darah, penyempitan sebuah arteri atau beberapa arteri yang
mengarah ke otak, atau embolus (kotoran) yang terlepas dari
jantung atau arteri ekstrakranial (arteri yang berada di luar
tengkorak). Ini di sebut sebagai infark otak atau stroke
iskemik.Pada orang berusia lanjut lebih dari 65 tahun,
penyumbatan atau penyempitan dapat disebabkan oleh
aterosklerosis (mengerasnya arteri).
Hal inilah yang terjadi pada hampir dua pertiga insan
stroke iskemik. Emboli cenderung terjadi pada orang yang
mengidap penyakit jantung (misalnya denyut jantung yang
cepat tidak teratur, penyakit katub jantung dan sebagainya)
secara rata-rata seperempat dari stroke iskemik di sebabkan
oleh
emboli, biasanya dari jantung (stroke kardioembolik) bekuan
darah dari jantung umumnya terbentuk akibat denyut jantung
yang tidak teratur (misalnya fibrilasi atrium), kelainan katup
jantung (termasuk katub buatan dan kerusakan katub akibat
penyakit rematik jantung), infeksi di dalam jantung (di kenal
sebagai endocarditis) dan pembedahan jantung. Penyebab lain
seperti gangguan darah, peradangan dan infeksi merupakan
penyebab sekitar 5-10% kasus stroke iskemik, dan menjadi
penyebab tersering pada orang berusia muda.namun, penyebab
pasti dari sebagian stroke iskemik tetap tidak di ketahui
meskipun telah dilakukan pemeriksaan yang mendalam.
Sebagian stroke iskemik terjadi di hemisfer otak,
meskipun sebagian terjadi di serebelum (otak kecil) atau batang
otak. Beberapa stroke iskemik di hemisfer tampaknya bersifat
ringan (Sekitar 20% dari semua stroke iskemik) stroke ini
asimptomatik (tidak bergejala, hal ini terjadi ada sekitar
sepertiga pasien usia lanjut) atau hanya menimbulkan
kecanggungan, kelemahan ringan atau masalah daya ingat.
Namun stroke ringan ganda dan berulang dapat menimbulkan
cacat berat, penurunan kognitif dan dimensia (Irfan, 2012).
Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun
tidur atau dipagi hari (Wijaya & Putri, 2013).
2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik di sebabkan oleh perdarahan ke dalam
jaringan otak (disebut hemoragia intraserebrum atau hematom
intraserebrum) atau ke dalam ruang subaraknoid yaitu ruang
sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang
menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid). Ini adalah
jenis stroke yang paling mematikan, tetapi relative hanya
menyusun sebgian kecil dari stroke total, 10-15% untuk
perdarahan intraserebrum dan 5% untuk perdarahan
subaraknoid(Irfan, 2012). Biasanya kejadianya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat
(Wijaya & Putri, 2013).
b. Berdasarkan defisit neurologis dibagi menjadi empat jenis yaitu:
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang
menyebabkan timbulnya defisit neurologis akut yang
berlangsung kurang kurang dari 24 jam. Stroke ini tidak akan
meninggalkan gejala sisa sehingga pasien tidak terlihat pernah
mengalami serangan stroke. Akan tetapi adanya TIA
merupakan suatu peringatan akan serangan stroke selanjutnya
sehingga tidak boleh di abaikan begitu saja. (Irfan, 2012).
2) Reversible Ischemic Neurological Deficid (RIND)
Kondisi RIND hampir sama dengan TIA, hanya saja
berlangsung lebih lama, maksimal 1 minggu (7 hari). RIND
juga tidak meninggalkan gejala sisa. (Irfan, 2012).
3) Complete Stroke
Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang
menyebabkan deficit neurologis akut yang berlangsung lebih
dari 24 jam. Stroke ini akan meninggalkan gejala sisa. (Irfan,
2012).

4) Stroke in Evolution (Progressive Stroke)


Stroke ini merupakan jenis yang terberat dan sulit di
tentukan prognosanya.Hal ini disebabkan kondisi pasien yang
cenderung labil, berubah-ubah, dan dapat mengarah ke kondisi
yang lebih buruk. (Irfan, 2012)
c. Berdasarkan klinisnya, stroke dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Lacunar Syndromes (LACS)
Terjadi penyumbatan tunggal pada lubang arteri sehingga
menyebabkan area terbatas akibat infark yang disebut dengan
lacune. Istilah lacune adalah salah satu yang patologis dan akan
tetapi terdapat beberapa kasus di literature yang memiliki
kolerasi patologi dengan klinikoradiologikal. Mayoritas lacune
terjadi di area seperti nucleus lentiform dan gejala klinisnya
tidak di ketahui.Terkadang terjadi kemunduran kognitif pada
pasien. Lacunar yang lain juga dapat mengenai kapsula interna
dan pons di mana akan mempengaruhi traktus asendens dan
desendens yang menyebabkan defisit klinis yang luas. Bila di
ketahui lebih awal tentang dasar pola neuovaskuler, lesi tersebut
dapat di kurangi sehingga mempunyai tingkat kognitif dan
fungsi visual yang lebih tinggi. Jadi LACS memiliki defisit
maksimal dari gangguan pembuluh darah tunggal, tanpa
gsnggusn visual, tidak ada gangguan pada level fungsi kortikal
yang lebih tinggi serta tidak ada tanda gangguan pada batang
otak (Irfan M. , 2012).
2) Posterior Circulation Syndromes (POCS)
Menyebabkan kelumpuhan bagian saraf cranial ipsilateral
(tunggal maupun majemuk) dengan kontralateral defisit snsorik
meupun motoric.Terjadi pula defisit motorik-motorik
bilateral.Gangguan gerak bola mata (horizontal maupun
vertical), gangguan cerebellar tanpa defisit traktus bagian
ipsilateral, terjadi hemianopia atau kebutaan kortikal.POCS
merupakan gangguan fungsi pada tingkatan kortikal yang
lebih tinggi atau sepanjang yang dapat di kategorikan sebagai
POCS(Irfan M. , 2012).

3. Etiologi stroke
Penyebab Stroke Hemoragik disebabkan oleh beberapa factor yaitu
hipertensi, obesitas, dan kolesterol (Price &Wilson, 2015).
a. Hipertensi
Hipertensi didefenisikan sebagai peningkatan tekanan darah
sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolic sedikitnya 90
mmHg dalam jangka waktu yang lama.
b. Obesitas
Obesitas atau kegemukan merupakan seseorang yang memiliki
berat badan berlebih dengan IMT lebih besar daripada 27,8 kg/m².
c. Kolesterol
Peningkatan kadar kolesterol berhubungan dalam menyebabkan
stroke hemoragik dikarenakan perkembangan plak aterosklerotik aorta
pada pasien stoke hemoragik.
PaO2 adalah tekanan oksigen dalam darah. Kadar PaO2 yang
rendah menggambarkan hipoksemia dan pasien tidak mampu bernafas
secara adekuat. PaO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan perlunya
mendapatkan terapi oksigen tambahan. Kadar normal PaO2 dalam
darah adalah 80-100 mmHg. Kadar PaO2 60-80 mmHg disebut
dengan hipoksemia ringan. Kadar PaO2 40-60 mmHg disebut dengan
hipoksemia sedang dan kadarPaO2 (<40 mmHg) disebut dengan
hipoksemia berat (Price & Wilson, 2015).
B. Gangguan Ventilasi Spontan pada Stroke
1. Definisi
Gangguan ventilasi spontan adalah penurunan cadangan energi yang
mengakibatkan individu tidak mampu bernafas secara adekuat (Tim Pokja,
2016).
2. Etiologi gangguan ventilasi spontan
Diawali dengan peningkatan tekanan darah sistole. Mengakibatkan
terjadinya aneurisma. Aneurisma merupakan pecahnya pembuluh
darah.Pecahnya pembuluh darah ini menekan medulla oblongata. Medulla
oblongata merupakan pusat sistem pernafasan. Medulla oblongata terdapat
saraf fernikus yang mengatur inspirasi dengan kontraksi diafragma (Hudak
& Gallo, 2012). Tertekannya saraf fernikus akibat perdarahan maka impuls
menurun. Impuls menurun merupakan manifestasi dari kelelahan otot
diafragma (Price & Wilson, 2015).
3. Faktor yang mempengaruhi gangguan ventilasi spontan
Faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan ventilasi spontan
yaitu usia dan lingkungan (Potter & Perry, 2015).
a. Usia
Usia mempengaruhi sistem pernafasan. Sistem pernafasan
mengalami perubahan sepanjang proses penuaan. Otot-otot pernafasan
menjadi melemah. Hal ini mengakibatkan ventilasi menurun seiring
peningkatan usia. Hal ini mengakibatkan paru-paru tidak mampu
mengembang sepenuhnya, sehingga menyebabkan kadar oksigen lebih
rendah.
b. Perluasan daerah perdarahan stroke hemoragik
Akibat dari pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
keluarnya darah ke jaringan parenkim otak ruang cairan
serebrospinalis di otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut
menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur
otak. Peningkatan tekanan intrakranial akan menimbulkan herniasi
jaringan otak dan menekan batang otak (Raisa, 2014). Akibat dari
tertekannya batang otak ini mengkaibatkan terganggunya system
pernafasan pada saraf fernikus yang mengatur kontraksi diafragma
(Hudak & Gallo, 2012).
4. Patofisiologi gangguan ventilasi spontan
Stroke hemoragik ditandai dengan terjadinya perdarahan ke dalam
ruang jaringan otak atau dibagian intraserebral akibat hipertensi.Akibat
perdarahan ini terjadi penekanan pada medulla oblongata. Dimana medulla
oblongata merupakan pusat sistem pernafasan. Akibat perdarahan ini terjadi
penekanan pada saraf pernafasan. Saraf pernafasan yangterganggu yaitu
saraf fernikus. Saraf fernikus ini merangsang inspirasi dengan kontraksi
diafragma. Akibat dari terganggunya saraf fernikus, terjadi penurunan
impuls yang dimanifestasikan menjadi kelelahan otot diafragma. Kelelahan
otot pernafasan ini dipengaruhi oleh usia (Potter & Perry, 2015). Faktor yang
mempengaruhi kelelahan otot ini memiliki manifestasi klinis yaitu
penggunaan otot bantu nafas yang meningkat karena terganggunya saraf
fernikus sehingga terjadi penurunan impuls pada otot diafragma yang
dimanifestasikan menjadi kelelahan otot pernafasan. Manifestasi klinis
selanjutnya yaitu adanya difusi alveoli vascular yang dimana terjadi
peningkatan PCO2, penurunan volume tidal, penurunan PO2 dan penurunan
SaO2 (Tim Pokja, 2016).
5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari gangguan ventilasi spontan yaitu dyspnea,
penggunaan otot bantu nafas meningkat, volume tidal menurun, PCO2
meningkat, PO2 menurun, SaO2 menurun (Tim Pokja, 2016).
a. Dyspnea
Dyspnea merupakan perasaan sulit bernafasatau sesak nafas
dengan bantuan otot bantu pernafasan tambahan, pernafasan cuping
hidung, tachypnea dan hiperventilasi (Price & Wilson, 2015).
b. Penggunan otot bantu pernafasan bertambah
Otot-otot pernafasan merupakan sumber kekuatan untuk
memompa nafas. Diafragma merupakan otot utama yang ikut berperan
dalam peningkatan volume paru-paru. Terjadinya gangguan pada saraf
fernikus yang merangsang inspirasi pada diafragma, maka
penggunaan otot bantu pernafasan meningkat. Otot tambahan yang
membantu untuk bernafas yaitu sternokleidomastoideus, scalenus,
trapezius, dan pectoralis mayor (Price & Wilson, 2015).
c. Volume tidal menurun
Volume tidal merupakan jumlah udara yang diinspirasi atau
diekspirasi pada setiap kali bernafas. Volume tidal normal adalah
500ml (Price & Wilson, 2015).
d. PCO2 meningkat
Akibat adanya penekanan pada medulla oblongata, pusat
kemoreseptor merespon dengan cara meningkatkan kadar PCO2
(tekanan parsial karbon dioksida) dalam darah. Kadar PCO2 dalam
darah normalnya 35-45 mmHg (Price &Wilson, 2015).
e. PO2 menurun
PaO2 adalah tekanan oksigen dalam darah. Kadar PaO2 yang
rendah menggambarkan hipoksemia dan pasien tidak mampu bernafas
secara adekuat. PaO2 dibawah 60 mmHg mengindikasikan perlunya
mendapatkan terapi oksigen tambahan. Kadar normal PaO2 dalam
darah adalah 80-100 mmHg. Kadar PaO2 60-80 mmHg disebut
dengan hipoksemia ringan. Kadar PaO2 40-60 mmHg disebut dengan
hipoksemia sedang dan kadarPaO2 (< 40 mmHg) disebut dengan
hipoksemia berat (Price & Wilson, 2015).
f. SaO2 menurun
SaO2 atau saturasi oksigen merupakan presentasi hemoglobin
yang berikatan dengan oksigen dalam arteri. Saturasi oksigen
dikatakan normal antara 97-100% (Price & Wilson, 2015).
C. Asuhan Keperawatan pada Pasien Stroke dengan Gangguan Ventilasi Spontan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan menilai informasi yang dihasilkan dari
pengkajian skrining untuk menentukan normal atau abnormal yang nantinya
akan dipertimbangkan dalam kaitannya dengan diagnosis yang berfokus
masalah atau resiko (NANDA, 2015). Fokus pengkajian yang dikaji pada
pasien stroke adalah (Somantri, 2012):
a. Biodata
Data Biografi : nama, alamat, umur, pekerjaan, tanggal masuk
rumah sakit, nama penanggung jawab dan catatan kedatangan.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama: keluhan utama merupakan faktor utama yang
mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat kerumah
sakit. Keluhan utama pada pasien stroke yaitu dyspnea.
2) Riwayat penyakit sekarang: pasien stroke diawali dengan
penurunan kesadaran dan gangguan pernafasan
c. Data fisiologis, respirasi, nutrisi/cairan, eliminasi, aktivitas/istirahat,
neurosensori, reproduksi, perilaku dan lingkungan. Pada klien dengan
gangguan ventilasi spontan dalam kategori fisiologis dan subkategori
respirasi, perawat harus mengkaji data mayor dan minor (Tim Pokja,
2016) yaitu:
1) Tanda dan gejala mayor
a) Subyektif: dyspnea
b) Obyektif: penggunaan otot bantu nafas meningkat,
volume tidal menurun, PCO2 meningkat, PO2 menurun
dan SaO2 menurun
2) Tanda dan gejala minor
Obyektif: gelisah dan takikardia
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian tentang respons klien
terhadap masalah kesehatan yang sedang dialami klien baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan memiliki
tujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga, dan
komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja,
2016). Diagnosa dalam masalah keperawatan ini adalah gangguan ventilasi
spontan. Gangguan ventilasi spontan terdapat di kategori fisiologis dan
masuk di sub kategori respirasi. Gangguan ventilasi spontan merupakan
penurunan cadangan energy yang mengakibatkan individu tidak mampu
bernafas secara adekuat.
Penyebab terjadinya gangguan ventilasi spontan diakibatkan karena
adanya gangguan metabolisme dan kelelahan otot pernafasan. Tanda dan
gejala mayor dari gangguan ventilasi spontan secara subyektif yaitu dyspnea,
dan secara obyektif yaitu penggunaan otot bantu nafas meningkat, volume
tidal menurun, PCO2 meningkat, PO2 menurun dan SaO2 menurun. Untuk
tanda dan gejala minor dari gangguan ventilasi spontan secara obyektif yaitu
takikardia dan gelisah. Kondisi klinis yang terkait dengan gangguan ventilasi
spontan yaitu penyakit paru obstruktif (PPOK), asma, cedera kepala, gagal
nafas, bedah jantung, Adult respiratory distress syndrome (ARDS),
persistent pulmonary hypertension of newborn (PPHN), prematuritas dan
infeksi saluran nafas (Tim Pokja, 2016).
3. Perencanaan
a. Masalah keperawatan: gangguan ventilasi spontan
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) setelah merumuskan
diagnosa dilanjutkan dengan intervensi dan aktivitas keperawatan
untuk mengurangi menghilangkan serta mencegah masalah
keperawatan klien. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan
yang meliputi penentuan prioritas diagnose keperawatan, menetapkan
sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi serta merumuskan
intervensi serta aktivitas keperawatan. Berikut ini adalah intervensi
untuk klien dengan gangguanventilasi spontan
b. Tujuan keperawatan yaitu setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 kali 24 jam dengan Nursing Outcome Classification (NOC)
(Moorhead et al., 2016):
1) Respiratory status: ventilation
Status pernafasan ventilasi adalah volume udara yang
bergerak masuk dan keluar dari hidung atau mulut pada proses
bernapas (Djojodibroto, 2014). Kriteria hasil dari status
pernafasan ventilasi antara lain:
a) Frekuensi pernafasan
Frekuensi pernafasan merupakan jumlah udara
yang keluar masuk ke paru-paru setiap kali bernafas.
Frekuensi pernafasan manusia setiap menitnya antara 15-
18 kali/menit. Cepat atau lambatnya frekuensi pernafasan
dipengaruhi oleh 2 faktor. Pertama adalah usia, semakin
bertambahnya usia semakin rendah frekuensi
pernafasan. Kedua adalah lingkungan yang mengganggu
mengakibatkan terjadinya peningkatan frekuensi dan
kedalaman pernafasan.
b) Kedalaman inspirasi
Kedalaman inspirasi dikaji dengan mengamati
derajat penyimpangan atau gerakan dinding dada
c) Suara perkusi nafas
Pengetukan dada (perkusi) akan menghasilkan
vibrasi pada dinding dada dan organ paru dibawahnya
yang akan dipantulkan dan diterima oleh pendengaran
pemeriksa. Nada dan kerasnya bunyi tergantung pada
kuatnya perkusi dan sifat organ dibawah lokasi perkusi.
Perkusi di atas organ yang padat atau organ yang
berisi cairan akan menimbulkan bunyi dengan amplitude
rendah dan frekuensi tinggi disebut dengan suara pekak
(dull, stony dull). Perkusi di atas organ yang berisi udara
menimbulkan bunyi resonasi, hiper-resonansi dan
timpani. Cara melakukan perkusi adalah permukaan
palmar jari tengah diletakkan pada dinding dada di atas
sela iga kemudian diketuk dengan cari tengah dengan jari
tengah
tangan yang lain (Djojodibroto, 2014).
d) Volume tidal
Volume tidal adalah volume udara dalam
pernapasan biasa (normal). Volume rata-rata dalam
pernafasan normal adalah 500 cc (Price & Wilson, 2015).
2) Respon Ventilasi Mekanik: Dewasa
Pertukaran alveolar dan perfusi jaringan secara efektif
yang didukung oleh ventilasi secara mekanik (Moorheadet al.,
2016). Dengan pemberian intervensi keperawatan diharapkan
status ventilasi dapat ditingkatkan dengan kriteria hasil:
a) Saturasi oksigen (SaO2)
SaO2 atau saturasi oksigen merupakan presentasi
hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam arteri.
Saturasi oksigen dikatakan normal antara 97-100%
(Price & Wilson, 2015).
b) Tekanan parsial oksigen (PaO2)
PaO2 adalah tekanan oksigen dalam darah. Kadar
PaO2 yang rendah menggambarkan hipoksemia dan
pasien tidak mampu bernafas secara adekuat. PaO2
dibawah 60 mmHg mengindikasikan perlunya
mendapatkan terapi oksigen tambahan(Price & Wilson,
2015).
c) Tingkat pernafasan
d) Irama pernafasan
c. Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi gangguan ventilasi
spontan
berdasarkan Nursing Interventions Classification (NIC) (Bulechek,
Butcher, Dochterman, & Wagner, 2016). Rencana tindakan yang
diberikan pada gangguan ventilasi spontan antara lain:

1) Airway Management
a) Monitor pola pernapasan
Pada keadaan normal pernafasan teratur (reguler)
dengan frekuensi diantara 12-20 kali per menit.
Pergerakan napas terlihat pada dada dan perut. Secara
umum pada laki-laki pergerakan dada yang dominan
adalah pergerakan perut (abdominal atau diaphragmatic
breathing), sedangkan pada perempuan yang dominan
adalah pergerakan dada (costal breathing). Perubahan
pola pernapasan dapat berupa perubahan frekuensi,
perubahan dalamnya inspirasi, perubahan irama, durasi
inspirasi dengan durasi ekspirasi, dan perubahan
pergerakan dada atau perut (Djojodibroto, 2014). Catat
pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot dada.
b) Monitor Pernafasan
Monitor pernafasan adalah sekumpulan data dan
analisis keadaan pasien untuk memastikan kepatenan
jalan nafas
c) Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan
bernapas. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan,
penggunaan otot-otot bantu napas
d) Monitor pola nafas: bradipnea, takipnea, hiperventilasi.
Bradipnea adalah penurunan frekuensi.Takipnea
atau polipnea adalah bernafas dengan cepat, biasanya
menunjukkan adanya penurunan keteregangan paru atau
rongga dada. Pernapasan kussmaul yaitu pernapasan yang
cepat dan dalam (Djojodibroto, 2014). Hiperventilasi
yaitu suatu kondisi ventilasi yang berlebih yang
dibutuhkan untuk mengeliminasi karbondioksida normal
di vena, yang diproduksi melalui metabolisme seluler
e) Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui
hasilnya.

2) Manajemen ventilasi mekanik: invansif


Membantu pasien yang menerima bantuan pernafasan
buatan melalui alat yang diinsersikan ke dalam trakea
(Bulechek et al., 2016).
a) Monitor kondisi yang mengindikasikan perlunya
dukungan ventilasi seperti kelelahan otot pernafasan
b) Monitor efek perubahan ventilator pada pernafasan
(SaO2, PaO2, PCO2, dan volume tidal)
c) Monitor tekanan ventilator, sinkronisasi pasien/ventilator
dan suara nafas pasien.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat
melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan
sebelumnya. Berdasarkan terminology NIC, implementasi terdiri atas
melakukan dan mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus yang
digunakan untuk melaksanakan intervensi (Kozier, Erb, Berman, & Snyder,
2010).
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tindakan akhir dalam proses
keperawatan (Tarwoto & Wartonah, 2015). Evaluasi dapat berupa evaluasi
struktur, proses dan hasil.Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu
menghasilkan umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan
evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan
informasi efektivitas pengambilan keputusan (Deswani, 2011). Evaluasi
asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subyektif,
obyektif, assessment, planing) (Dinarti, Aryani, Nurhaeni, Chairani, &
Tutiany, 2013).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Stroke adalah suatu manifestasi neurologik yang terjadi mendadak dalam
waktu yang singkat karena adanya gangguan peredaran darah di otak yang
menyebabkan kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang
menderita kelumpuhan atau kematian. Gangguan ventilasi spontan adalah
penurunan cadangan energi yang mengakibatkan individu tidak mampu bernafas
secara adekuat (Tim Pokja, 2016). Penyebab terjadinya gangguan ventilasi spontan
diakibatkan karena adanya gangguan metabolisme dan kelelahan otot pernafasan.
Tanda dan gejala mayor dari gangguan ventilasi spontan secara subyektif yaitu
dyspnea, dan secara obyektif yaitu penggunaan otot bantu nafas meningkat, volume
tidal menurun, PCO2 meningkat, PO2 menurun dan SaO2 menurun. Untuk tanda
dan gejala minor dari gangguan ventilasi spontan secara obyektif yaitu takikardia
dan gelisah.
Asuhan keperawatan dilakukan secara menyeluruh dari mulai pengkajian
sampai evaluasi.
B. Saran
Lebih memperbanyak refernsi terutama referensi kasus, untuk lebih
memperdalam pengetahuan dan ketrampilan dalam menangani kasus stroke dengan
gangguan respirasi.
DAFTAR PUSTAKA

Burkman, K. (2010). The Stroke Recovery Book. USA: Addicus Book.


Dewanto, G., Suwono, W. J., & Turana, Y. (2009). Diagnosis& Tata Laksana
Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.
Ditchfield, J. A. (2008). The Assessment Of Functional Communication Patients
With Acquired Communication Problems: The Development Of The DERBY
Functional Communication.Nottingham: University of Nottingham.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2012). Rencana Asuhan
Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Etikasari, D. A. (2015). Asuhan Keperawatan pada Tn.S dengan Gangguan Sistem
Persyarafan : Stroke Non Hemoragik di Ruang Cempaka II RSUD Pandan
Arang Boyolali.
Farida, I., & Amalia, N. (2009). mengantisipasi stroke: petunjuk mudah, lengkap,
dan praktis sehari-hari. Yogjakarta: Buku Biru.
Fingiyah, S. F. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Hambatan
Komunikasi Verbal Pada Sistem Persyarafan Stroke Non Hemoragik.
Gunawan, D. (2008). Buku Artikulaisi. Universitas Pendidikan Indonesia.
Handika, M. D. (2016). Asuhsan Keperawatan Pada Ny. R dengan Stroke Non
Hemoragik (SNH) di Ruang Matahari Rumah Sakit Umum Daerah Kajen
Kabupaten Pekalongan.
Hartono, A. (2010). Patofisiologi: Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi &
Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Indarwati, L., Sari, W., & Dewi, C. S. (2008). Care Yourself, Stroke. Penebar
Plus: Depok.
LeMone, Priscilla dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Respirasi. Jakarta: EGC
Morton, Gonce Patricia dkk. 2011. Keperawatan Kritis Pendekatan Asuhan
Holistik Volume 1 Edisi 8. Jakarta: EGC
Mubarak, Wahit Iqbal dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar Buku 2.
Jakarta: Salemba Medika
Oktavianus. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Sistem Neurobehavior. Graha
Ilmu: Yogyakarta.
Riyadi, Sujono dkk. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia Aktivitas Istirahat
Diagnosis NANDA. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Suddarth, Brunner. 2018. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC
Williams, Lippincott dkk. 2011. Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi
Keperawatan Edisi 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai