Anda di halaman 1dari 35

Nama : Nadia Dwi Ningtiyas

NIM : 4002180015
Prodi : Ilmu Keperawatan SMT 6

LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE

1. Definisi Penyakit
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering
menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara,
proses berfikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai
akibat gangguan fungsi otak (Mutaqin, 2011).
Stroke adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang timbul secara mendadak dan akut dalam
beberapa detik atau secara tepat dalam beberapa jam yang berlangsung lebih
dari 24 jam dengan gejala atau tanda tanda sesuai daerah yang terganggu
(Irfan, 2012).
Stroke adalah penyakit serebrovaskular (pembuluh darah otak) yang
ditandai dengan gangguan fungsi otak karena adanya kerusakan atau kematian
jaringan otak akibat berkurang atau tersumbatnya aliran darah dan oksigen ke
otak. Aliran darah ke otak dapat berkurang karena pembuluh darah otak
mengalami penyempitan, penyumbatan, atau perdarahan karena pecahnya
pembuluh darah tersebut (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008)
Stroke atau serangan otak adalah suatu bentuk kerusakan neurologis yang
disebabkan oleh sumbatan atau interupsi sirkulasi darah normal ke otak.Dua
tipe stroke yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke hemoragik lebih
jauh dibagi menjadi hemoragik intrasrebral dan hemoragik subaraknoid
(Weaver & Terry, 2013).

2. Klasifikasi
a. Berdasarkan penyebabnya, stroke dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1) Stroke Iskemik
Hampir 85% stroke di sebabkan oleh, sumbatan bekuan darah,
penyempitan sebuah arteri atau beberapa arteri yang mengarah ke otak,
atau embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri
ekstrakranial (arteri yang berada di luar tengkorak). Ini di sebut
sebagai infark otak atau stroke iskemik.Pada orang berusia lanjut lebih
dari 65 tahun, penyumbatan atau penyempitan dapat disebabkan oleh
aterosklerosis (mengerasnya arteri).
Hal inilah yang terjadi pada hampir dua pertiga insan stroke iskemik.
Emboli cenderung terjadi pada orang yang mengidap penyakit jantung
(misalnya denyut jantung yang cepat tidak teratur, penyakit katub
jantung dan sebagainya) secara rata-rata seperempat dari stroke
iskemik di sebabkan oleh emboli, biasanya dari jantung (stroke
kardioembolik) bekuan darah dari jantung umumnya terbentuk akibat
denyut jantung yang tidak teratur (misalnya fibrilasi atrium), kelainan
katup jantung (termasuk katub buatan dan kerusakan katub akibat
penyakit rematik jantung), infeksi di dalam jantung (di kenal sebagai
endocarditis) dan pembedahan jantung.
Penyebab lain seperti gangguan darah, peradangan dan infeksi
merupakan penyebab sekitar 5-10% kasus stroke iskemik, dan menjadi
penyebab tersering pada orang berusia muda.namun, penyebab pasti
dari sebagian stroke iskemik tetap tidak di ketahui meskipun telah
dilakukan pemeriksaan yang mendalam.
Sebagian stroke iskemik terjadi di hemisfer otak, meskipun sebagian
terjadi di serebelum (otak kecil) atau batang otak. Beberapa stroke
iskemik di hemisfer tampaknya bersifat ringan (Sekitar 20% dari
semua stroke iskemik) stroke ini asimptomatik (tidak bergejala, hal ini
terjadi ada sekitar sepertiga pasien usia lanjut) atau hanya
menimbulkan kecanggungan, kelemahan ringan atau masalah daya
ingat. Namun stroke ringan ganda dan berulang dapat menimbulkan
cacat berat, penurunan kognitif dan dimensia(Irfan, 2012). Biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari
( Wijaya & Putri, 2013).
2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik di sebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak
(disebut hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau
ke dalam ruang subaraknoid yaitu ruang sempit antara permukaan otak
dan lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia
subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan, tetapi
relative hanya menyusun sebgian kecil dari stroke total, 10-15% untuk
perdarahan intraserebrum dan 5% untuk perdarahan subaraknoid(Irfan,
2012). Biasanya kejadianya saat melakukan aktivitas atau saat aktif,
namun bisa juga terjadi saat istirahat ( Wijaya & Putri, 2013).
b. Berdasarkan defisit neurologis dibagi menjadi empat jenis yaitu :
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan
timbulnya defisit neurologis akut yang berlangsung kurang kurang dari
24 jam. Stroke ini tidak akan meninggalkan gejala sisa sehingga pasien
tidak terlihat pernah mengalami serangan stroke. Akan tetapi adanya
TIA merupakan suatu peringatan akan serangan stroke selanjutnya
sehingga tidak boleh di abaikan begitu saja. (Irfan, 2012)
2) Reversible Ischemic Neurological Deficid (RIND)
Kondisi RIND hampir sama dengan TIA, hanya saja berlangsung lebih
lama, maksimal 1 minggu (7 hari). RIND juga tidak meninggalkan
gejala sisa. (Irfan, 2012)
3) Complete Stroke
Merupakan gangguan pembuluh darah otak yang menyebabkan deficit
neurologis akut yang berlangsung lebih dari 24 jam. Stroke ini akan
meninggalkan gejala sisa. (Irfan, 2012)
4) Stroke in Evolution (Progressive Stroke)
Stroke ini merupakan jenis yang terberat dan sulit di tentukan
prognosanya.Hal ini disebabkan kondisi pasien yang cenderung labil,
berubah-ubah, dan dapat mengarah ke kondisi yang lebih buruk. (Irfan,
2012)
c. Berdasarkan klinisnya, stroke dibagi menjadi 2, yaitu :
1) Lacunar Syndromes (LACS)
Terjadi penyumbatan tunggal pada lubang arteri sehingga
menyebabkan area terbatas akibat infark yang disebut dengan lacune.
Istilah lacune adalah salah satu yang patologis dan akan tetapi terdapat
beberapa kasus di literature yang memiliki kolerasi patologi dengan
klinikoradiologikal. Mayoritas lacune terjadi di area seperti nucleus
lentiform dan gejala klinisnya tidak di ketahui.Terkadang terjadi
kemunduran kognitif pada pasien.
Lacunar yang lain juga dapat mengenai kapsula interna dan pons di
mana akan mempengaruhi traktus asendens dan desendens yang
menyebabkan defisit klinis yang luas. Bila di ketahui lebih awal
tentang dasar pola neuovaskuler, lesi tersebut dapat di kurangi
sehingga mempunyai tingkat kognitif dan fungsi visual yang lebih
tinggi. Jadi LACS memiliki defisit maksimal dari gangguan pembuluh
darah tunggal, tanpa gsnggusn visual, tidak ada gangguan pada level
fungsi kortikal yang lebih tinggi serta tidak ada tanda gangguan pada
batang otak(Irfan M. , 2012).
2) Posterior Circulation Syndromes (POCS)
Menyebabkan kelumpuhan bagian saraf cranial ipsilateral (tunggal
maupun majemuk) dengan kontralateral defisit snsorik meupun
motoric.Terjadi pula defisit motorik-motorik bilateral.Gangguan gerak
bola mata (horizontal maupun vertical), gangguan cerebellar tanpa
defisit traktus bagian ipsilateral, terjadi hemianopia atau kebutaan
kortikal. POCS merupakan gangguan fungsi pada tingkatan kortikal
yang lebih tinggi atau sepanjang yang dapat di kategorikan sebagai
POCS (Irfan M. , 2012).

3. Etiologi
Stroke iskemik biasanya disebabkan adanya gumpalan yangmenyumbat
pembuluh darah dan menimbulkan hilangnya suplai darah keotak.Gumpalan
dapat berkembang dari akumulasi lemak atau plak aterosklerotik di dalam
pembuluh darah. Faktor resikonya antara lain hipertensi, obesitas, merokok,
peningkatan kadar lipid darah,diabetes dan riwayat penyakit jantung dan
vaskular dalam keluarga.
Stroke hemoragik enam hingga tujuh persen terjadi akibat adanya
perdarahan subaraknoid (subarachnoid hemorrhage), yang mana perdarahan
masuk ke ruang subaraknoid yang biasanya berasal dari pecarnya aneurisma
otak atau AVM (malformasi arteriovenosa). Hipertensi, merokok, alkohol, dan
stimulan adalah faktor resiko dari penyakit ini.Perdarahan subaraknoid bisa
berakibat pada koma atau kematian.Pada aneurisma otak, dinding pembuluh
darah melemah yang bisa terjadi kongenital atau akibat cedera otak yang
meregangkan dan merobek lapisan tengah dinding arteri(Terry & Weaver,
2013).
4. Faktor Resiko
Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan seseorang beresiko terhadap
stroke.Faktor risiko ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang tidak dapat
dikendalikan dan yang dapat dikendalikan.Faktor yang dapat dikendalikan
yaitu faktor yang tidak dimodifikasi. Sedangkan, faktor yang dapat diubah
sesuai dengan perilaku masing-masing individu.(Farida & Amalia , 2009)
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan
1) Usia
Lebih tua umur lebih mungkin terjadinya stroke (Irfan, 2012).
Resiko semakin meningkat setelah usia 55 tahun. Usia terbanyak
terkena serangan stroke adalah usia 65 tahun ke atas (Indrawati,
Sari, & Dewi, 2008). Namun stroke tidak hanya diderita oleh orang
lanjut usia saja, melainkan golongan remaja akhir dan dewasa juga
beresiko terkena stroke. Stroke juga dapat terjadi pada usia muda,
bahkan anak anak. Anak-anak biasanya sangat senang bermain dan
dapat beresiko jatuh serta mengalami benturan dikepala.Apabila
terjadi benturan di kepala, maka ini dapat mengakibatkan
stroke.Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya stroke hemoragik
yaitu stroke yang diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah
otak(Farida & Amalia, 2009).
2) Jenis kelamin
Stroke menyerang laki-laki 19% lebih banyak dibandingkan
perempuan (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008). Hal ini dikarenakan
perempuan memiliki hormon esterogen yang berperan dalam
mempertahankan kekebalan tubuh sampai menopause dan sebagai
proteksi atau pelindung pada proses ateroskerosis. Namunsetelah
perempuan tersebut mengalami menopouse , besar risiko terkena
stroke antara laki-laki dan perempuan menjadi sama(Farida &
Amalia, 2009).
3) Ras dan Etnis
Stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan kematian pada
ras kulit hitam, Asia dan Kepulauan Pasifik, serta Hispanik
dibandingkan kulit putih (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008).Menurut
Price dan Wilson (2006) bahwa orang Amerika keturunan Afrika
memiliki angka resiko yang lebih tinggi daripada orang Kaukasia.
Dengan kata lain, orang berkulit hitam lebih beresiko terkena
stroke. Orang kulit hitam lebih banyak terkena hipertensi daripada
orang berkulit putih karena berkaitan dengan konsumsi
garam(Farida & Amalia, 2009)
4) Riwayat Stroke dalam Keluarga
Dari sekian banyak kasus stroke yang terjadi, sebagian besar
penderita stroke memiliki faktor riwayat stroke dalam keluarganya.
Keturunan dari penderita stroke diketahui menyebabkan perubahan
penanda aterosklerosis awal, yaitu proses terjadinya timbunan zat
lemak dibawah lapisan dinding pembuluh darah yang dapat
memicu terjadinya stroke. Beberapa penelitian lain yang telah
dilakukan mengesankan bahwa riwayat stroke dalam keluarga
mencerminkan suatu hubungan antara faktor genetis dengan tidak
berfungsinya lapisan dinding pembuluh darah dalam arteri
koronaria(Farida & Amalia, 2009).
b. Faktor Risiko yang dapat dikendalikan
1) Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi merupakan faktor risiko baik untuk orangtua maupun
dewasa muda (Irfan, 2012). Hipertensi mempercepat terjadinya
aterosklerosis, yaitu dengan cara menyebabkan perlukaan secara
mekanis pada sel endotel (dinding pembuluh darah) di tempat yang
mengalami tekanan tinggi (Farida & Amalia, 2009). Jika proses
tekanan berlangsung lama, dapat menyebabkan kelemahan pada
dinding pembuluh darah sehingga menjadi rapuh dan mudah pecah
(Indarwati , Sari, & Dewi, 2008).
2) Kadar Kolestrol
Hiperkolestrolemia dapat menyebabkan aterosklerosis.
Aterosklerosis berperan dalam menyebabkan penyakit jantung
koroner dan stroke itu sendiri (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008).
Karena kolestrol tidak dapat langsung larut dalam darah dan
cenderung menempel di pembuluh darah, akibatnya kolestrol
membentuk bekuan dan plak yang menyumbat arteri dan akhirnya
memutuskan aliran darah ke jantung (menyebabkan serangan
jantung) dan ke otak (menyebabkan stroke)(Farida & Amalia,
2009).
3) Obesitas
Makan berlebihan dapat menyebabkan kegemukan
(obesitas).Obesitas lebih cepat terjadi dengan pola hidup pasif
(kurang gerak dan olahraga).Jika makanan yang dimakan banyak
mengandung lemak jahat (seperti kolestrol), maka ini dapat
menyebabkan penimbunan lemak disepanjang pembuluh
darah.Penyempitan pembuluh darah ini menyebabkan aliran darah
kurang lancar dan memicu terjadinya aterosklerosis atau
penyumbatan dalam pembuluh darah yang pada akhirnya beresiko
terserang stroke. Penyumbatan tersebut biasanya diakibatkan oleh
plak-plak yang menempel pada dinding pembuluh darah(Farida &
Amalia, 2009)
4) Life style
Life style atau gaya hidup seringkali dikaitkan sebagai pemicu
berbagai penyakit yang menyerang, baik pada usia produktif
maupun usia lanjut. Salah satu contoh life style yaitu berkaitan
dengan pola makan.Generasi muda biasanya sering menerapkan
pola makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi
makanan siap saji yang serat lemak dan kolesterol namun rendah
sehat. Kemudian, seringnya mengonsumsi makanan yang digoreng
atau makanan dengan kadar gula tinggi dan berbagai jenis makanan
yang ditambah zat pewarna/penyedap/pemanis dan lain-lain. Faktor
gaya hidup lain yang dapat beresiko terkena stroke yaitu sedentary
life style atau kebiasaan hidup santai dan malas berolah raga. Hal
ini dapat mengakibatkan kurangnya kemampuan metabolisme
tubuh dalam pembakaran zat-zat makanan yang dikonsumsi.
Sehingga, beresiko membentuk terjadinya tumpukan kadar lemak
dan kolestrol dalam darah yang beresiko membentuk
ateroskelorosis (plak) yang dapat menyumbat pembuluh darah
yang dapat berakibat pada munculnya serangan jantung dan
stroke(Farida & Amalia, 2009)

5) Stres
Pada umumnya, stroke diawali oleh stres. Karena, orang yang stres
umumnya mudah marah,mudah tersinggung, susah tidur dan
tekanan darahnya tidak stabil. Marah menyebabkan pencarian
listrik yang sangat tinggi dalam urat syaraf. Marah yang berlebihan
akan melemahkan bahkan mematikan fungsi sensoris dan motorik
serta dapat mematikan sel otak. Stres juga dapat meningkatkan
kekentalan darah yang akan berakibatkan pada tidak stabilnya
tekanan darah. Jika darah tersebut menuju pembuluh darah halus
diotak untuk memasok oksigen ke otak , dan pembuluh darah tidak
lentur dan tersumbat, maka hal ini dapat mengakibatkan resiko
terkena serangan stroke. (Farida & Amalia , 2009)
6) Penyakit Kardiovaskuler
Beberapa penyakit jantung, antara lain fibrilasi atrial (salah satu
jenis gangguan irama jantung), penyakit jantung koroner, penyakit
jantung rematik, dan orang yang melakukan pemasangan katub
jantung buatan akan meningkatkan risiko stroke (Indarwati , Sari,
& Dewi, 2008). Pada fibrilasi atrium menyebabkan penurunan
CO², sehingga perfusi darah keotakmenurun, maka otak akan
kekurangan oksigen yang akhirnya dapat terjadi stroke (Wijaya &
Putri, 2013)
7) Diabetes mellitus
Seseorang yang mengidap diabetes mempunyai risiko serangan
stroke iskemik 2 kali lipat dibandingkan mereka yang tidak
diabetes (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008). Pada penyakit DM akan
mengalami vaskuler, sehingga terjadi mikrovaskularisasi dan
terjadi aterosklerosis, terjadinya aterosklerosis dapat menyebabkan
emboli yang kemudian menyumbat dan terjadi iskemia, iskemia
menyababkan perfusi otak menurun dan pada akhirnya terjadi
stroke (Wijaya & Putri, 2013).
8) Merokok
Perokok lebih rentan mengalami stroke dibandingkan bukan
perokok. Nikotin dalam rokok membuat jantung bekerja keras
karena frekuensi denyut jantung dan tekanan darah meningkat
(Indarwati , Sari, & Dewi, 2008). Pada perokok akan timbul plaque
pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga memungkinkan
penumpukan arterosklerosis dan kemudian berakibat pada stroke
(Wijaya & Putri, 2013).
9) Alkoholik
Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan aliran
darah ke otak dan kardiak aritmia serta kelainan motilitas
pembuluh darah sehingga terjadi emboli serebral (Wijaya & Putri,
2013)
5. Patofisiologi
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan
oksigen. Jika aliran darah kesetiap bagian otak terhambat karena trombus dan
embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak.
Kekurangan selama 1 menit dapat mengarah pada gejalan yang dapat
menyebabkan nekrosisi mikroskopik neuron-neuron. Area nekrotik kemudian
disebur infark. Kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat iskemia
mum (karena henti jantung atau hipotensi) atau hipoksia karena akibat proses
anemia dan kesukaran untuk bernafas. Stroke karena embolus dapat
mengakibatkan akibat dari bekuan darah, udara, palque, ateroma fragmen
lemak. Jika etiologi stroke adalah hemorrhagi maka faktor pencetus adalah
hipertensi. Abnormalitas vaskuler, aneurisma serabut dapat terjadi ruptur dan
dapat menyebabkan hemorrhagi (Wijaya & Putri, 2013).
Pada stroke trombosis atau metabolik maka otak mengalami iskemia dan
infark sulit ditentukan. Ada peluang dominan stroke akan meluas setelah
serangan pertama sehingga dapat terjadi edema serebral dan peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) dan kematian pada area yang luas.Prognosisnya
tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya saat terkena (Wijaya &
Putri, 2013). Bila terjadi kerusakan pada otak kiri, maka akan terjadi gangguan
dalam hal fungsi berbicara, berbahasa, dan matematika (Farida & Amalia,
2009).
Akibat penurunan CBF regional suatu daerah otak terisolasi dari
jangkauan aliran darah, yang mengangkut O2 dan glukose yang sangat
diperlukan untuk metabolisme oksidatif serebral. Daerah yang terisolasi itu
tidak berfungsi lagi dan karena itu timbullah manifestasi defisit neurologik
yang biasanya berupa hemiparalisis, hemihipestesia, hemiparestesia yang bisa
juga disertai defisit fungsi luhur seperti afasia (Mardjono & Sidharta, 2014).
Apabila arteri serebri media tersumbat didekat percabangan kortikal
utamanya (pada cabang arteri) dapat menimbulkan afasia berat bila yang
terkena hemisfer serebri dominan bahasa (Mutaqin, 2011). Lesi (infark,
perdarahan, dan tumor) pada bagian posterior dari girus temporalis superior
(area wernicke) menyebabkan afasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan dan tertulis, kelainan ini dicurigai bila klien tidak
bisa memahami setiap perintah dan pertanyaan yang diajukan. Lesi pada area
fasikulus arkuatus yang menghubungkan area wernicke dengan area broca
mengakibatkan afasia konduktif, yaitu klien tidak dapat mengulangi kalimat-
kalimat dan sulit menyebutkan nama-nama benda tetapi dapat mengikuti
perintah. Lesi pada bagian posterior girus frontalis inferoior (broca) disebut
dengan afasia eksprektif, yaitu klien mampu mengerti terhadap apa yang dia
dengar tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat, bicaranya tidak lancar
(Mutaqin, 2011).
6. Pathways

7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke bergantung pada arteri serebral yang terkena, fungsi
otak dikendalikan atau diperantarai oleh bagian otak yang terkena, keparahan
kerusakan serta ukuran daerah otak yang terkena selain bergantung pula pada
derajat sirkulasi kolateral (Hartono, 2009).
Menurut Oktavianus (2014) manifestasi klinis stroke sebagai berikut :
a. Stroke iskemik
Tanda dan gejala yang sering muncul yaitu:
1) Transient ischemic attack (TIA)
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan
hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Serangan bisa muncul lagi
dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.
2) Reversible Ischemic Neurogic Difisit (RIND)
Gejala timbul lebih dari 24 jam.
3) Progressing stroke atau stroke inevolution
Gejala makin lama makin berat (progresif) disebabkan gangguan aliran
darah makin lama makin berat
4) Sudah menetap atau permanen
b. Stroke hemoragik
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang
terkena.
1) Lobus parietal, fungsinya yaitu untuk sensasi somatik, kesadaran
menempatkan posisi.
2) Lobus temporal, fungsinya yaitu untuk mempengaruhi indra dan memori
3) Lobus oksipital, fungsinya yaitu untuk penglihatan
4) Lobus frontal, fungsinya untuk mempengaruhi mental, emosi, fungsi fisik,
intelektual.
Stroke dapat mempengaruhi fungsi tubuh. Adapun beberapa gangguan yang dialami
pasien yaitu :
a. Pengaruh teradap status mental: tidak sadar, confuse
b. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguansentuhan dan
sensasi, gangguan penglihatan, hemiplegi (lumpuh tubuh sebelah).
c. Pengaruh terhadap komunikasi: afasia (kehilangan bahasa), disartria (bicara tidak
jelas).
Pasien stroke hemoragik dapat mengalami trias TIK yang mengindikasikan adanya
peningkatan volume di dalam kepala.Trias TIK yaitu muntah proyektil, pusing dan
pupil edem.
8. Komplikasi
Komplikasi stroke menurut Setyanegara (2008) :
a. Komplikasi Dini ( 0- 48 jam pertama)
1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan
akhirnya akan menimbulkan kematian.
2) Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium
awal.
b. Komplikasi Jangka Pendek (1-14 hari/7-14 hari pertama)
1) Pneumonia: akibat immobilisasi lama.
2) Infark miokard
3) Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada
saat penderita mulai mobilisasi.
4) Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.
c. Komplikasi Jangka Panjang
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskuler lain: penyakit vaskuler
perifer. Komplikasi yang terjadi pada pasien stroke, yaitu:
1) Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi.
2) Penurunan darah serebral
3) Embolisme serebral

9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memastikan jenis serangan stroke,
letak sumbatan atau penyempitan pembuluh darah, letak perdarahan, serta luas
jaringan otak yang mengalami kerusakan (Indarwati , Sari, & Dewi, 2008)
a. CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark
(Wijaya & Putri, 2013)
b. Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI menunjukkan daerah yang mengalami infark atau
hemoragik (Oktavianus, 2014). MRI mem7punyai banyak keunggulan
dibanding CT dalam mengevaluasi stroke, MRI lebih sensitif dalam
mendeteksi infark, terutama yang berlokasi dibatang otak dan serebelum
(Farida & Amalia, 2009)
c. Pemeriksaan magnetic resonance angiography (MRA) Merupakan metode
non-infasif yang memperlihatkan arteri karotis dan sirkulasi serebral serta
dapat menunjukan adanya oklusi(Hartono, 2010)
d. Pemeriksaan ultrasonografi karotis dan dopler transkranial Mengukur aliran
darah serebral dan mendeteksi penurunan aliran darah stenosis didalam
arteri karotis dan arteri vetebrobasilaris selain menunjukan
luasnya sirkulasi kolateral. Kedua pemeriksaan ini dapat digunakan untuk
mengkaji perburukkan penyakit vaskular dan mengevaluasi efek terapi yang
ditimbulkan pada vasospasme, seperti yang terjadi pada perdarahan
subaraknoid. Angiografi serebral merupakan prosedur invasif yang
menggunakan media kontras untuk menunjukan pembuluh darah serebral,
kepatenan, dan lokasi stenosis, oklusi atau aneurisma.Pemeriksaan aliran
darah serebral membantu menentukan derajat vasopasme(Hartono, 2010).
e. Pemeriksaan lumbal pungsi
Pemeriksaan fungsi lumbal menunjukkan adanya tekanan (Oktavianus, 2014).
Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA, sedangkan tekanan
yang meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya
perdarahan subarachnoid atau intrakranial (Wijaya & Putri, 2013).
f. Pemeriksaan EKG
Dapat membantu mengidentifikasi penyebab kardiak jika stroke emboli
dicurigai terjadi (Hartono, 2010)
g. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, fungsi ginjal, kadar
glukosa, lipid, kolestrol, dan trigliserida dilakukan untuk membantu
menegakan diagnose(Hartono, 2010).
h. EEG (Electro Enchepalografi)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik (Wijaya & Putri, 2014)
i. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan,
obtruksi arteri, oklusi/ruptur (Wijaya & Putri, 2013)
j. Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan
dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trobus serebral.
Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada perdarahan sub arachnoid (Wijaya
& Putri, 2013).
k. Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel
kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke,
menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari
masa yang meluas (Doengoes, 2000) (Wijaya & Putri, 2013).

10. Penatalaksanaan
Penanganan stroke ditentukan oleh penyebab stroke dan dapat berupa terapi
farmasi, radiologi intervensional, atau pun pembedahan. Untuk stroke iskemik,
terapi bertujuan untuk meningkatkan perfusi darah keotak, membantu lisis bekuan
darah dan mencegah trombosis lanjutan, melindungi jaringan otak yang
masih aktif, dan mencegah cedera sekunder lain. Pada stroke hemoragik, tujuan
terapi adalah mencegah kerusakan sekunder dengan mengendalikan tekanan
intrakranial dan vasospasme, serta mencegah perdarahan lebih lanjut (Hartono,
2010).
a. Farmakologis
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial.
3) Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombositmemainkan
peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan ambolisasi.
Antiagresi trombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi trombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4) Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskuler (Mutaqin, 2011)
b. Non Farmakologis
Berikut ini beberapa jenis terapi yang dapat dijalankan terkait proses
pemulihan kondisi pasca stroke :
1) Terapi Wicara
Terapi wicara membantu penderita untuk mengunyah, berbicara, maupun
mengerti kembali kata – kata (Farida & Amalia, 2009).
2) Fisioterapi
Kegunaan metode fisioterapi yang digunakan untuk menangani
kondisi stroke stadium akut bertujuan untuk :
 Mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat tirah baring yang lama
 Menghambat spastisitas, pola sinergis ketika ada
peningkatan tonus
 Mengurangi oedem pada anggota gerak atas dan bawah sisi sakit
 Merangsang timbulnya tonus ke arah normal, pola gerak dan
koordinasi gerak
 Meningkatkan kemampuanaktivitas fungsional (Farida & Amalia,
2009).
3) Akupuntur
Akupuntur merupakan metode penyembuhan dengan cara memasukkan
jarum dititik-titk tertentupada tubuh penderita stroke. Akupuntur dapat
mempersingkat waktu penyembuhan dan pemulihan gerak motorik serta
ketrampilan sehari-hari (Farida & Amalia, 2009).
4) Terapi Ozon
Terapi ozon bermanfaat untuk melancarkan peredaran darah ke otak,
membuka dan mencegah penyempitan pembuluh darah otak, mencegah
kerusakan sel-sel otak akibat kekurangan oksigen, merehabilitasi pasien
pasca serangan stroke agar fungsi organ tubuh yang terganggu dapat pulih
kembali, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, serta mengendalikan
kadar kolestrol dan tekanan darah (Farida & Amalia, 2009)
5) Terapi Sonolisis (Sonolysis Theraphy)
Terapi ini bertujuan untuk memecahkan sumbatan pada pembuluh darah
agar menjadi partikel-partikel kecil yang sangat halus sehingga tidak
menjadi resiko untuk timbulnya sumbatan-sumbatan baru ditempat lain.
Terapi sonolisis ini dilakukan dengan teknik ultrasound dan tanpa
menggunakan obat-obatan (Wiwit, 2010).
6) Hidroterapi
Kolam hidroterapi digunakan untuk merehabilitasi gangguan saraf motorik
pasien pascastroke. Kolam hidroterapi berisi air hangat yang membuat
tubuh bisa bergerak lancar, memperlancar peredaran darah dengan
melebarnya pembuluh darah, dan memberikan ketenangan.kolam
hidroterapi memungkinkan pasien untuk berlatih menggerakan anggota
tubuh tanpa resiko cedera akibat terjatuh (Farida & Amalia, 2009).
7) Senam Ergonomik
Senam ini berfungsi untuk melatih otot-otot yang kaku dengan gerakan-
gerakan yang ringan dan tidak menimbulkan rasa sakit bagi penderitanya.
Senam ergonomik diawali dengan menarik napas menggunakan
pernapasan dada. Hal ini bertujuan supaya paru-paru dapat lebih banyak
menghimpun udara. Ketika napas, oksigen dialirkan keotak yang
memerlukan oksigen dalam jumlah yang banyak supaya dapat berfungsi
dengan baik. Dengan demikian, senam ergonomik dapat dikatakan
membantu penderita stroke karena kondisi stroke merupakan terganggunya
suplai oksigen ke otak (Farida & Amalia, 2009).
8) Yoga (Terapi Meditasi)
Yoga menurunkan resiko terkena stroke dengan meningkatkan suplai darah
keotak bila yoga dilakukan secara teratur. Aktivitas yang dilakukan dalam
yoga khusus penderita stroke yaitu latihan peregangan seluruh bagian
tubuh, memijit organ-organ internal, kelenjar, sistem peredaran darah dan
sistem pembuangan, demikian pernyataan Rahmat Darmawan, seorang
master of energy yang juga praktisi yoga (Farida & Amalia, 2009)
9) Terapi Musik
Penelitian mengungkapkan bahwa dengan mendengarkan musik setiap
hari, penderita akan mengalami peningkatan pada ingatan verbalnya dan
memiliki mood yang lebih baikdibandingkan dengan penderita stroke yang
tidak mendengarkan musik. Selain itu, mendengarkan musik pada tahap
awal pascastroke dapat meningkatkan pemulihan daya kognitif dan
mencegah munculnya perasaan negatif (Wiwit, 2010)
10) Terapi Bekam
Dalam konsep bekam, darah kotor yaitu darah yang tidak berfungsi lagi,
sehingga tidak diperlukan tubuh dan harus dibuang. Bekam juga dapat
menurunkan tekanan darah berkurang setelah dibekam. Dengan terhindar
dari penggumpalan darah dan tekanan darah tinggi dapat mencegah dan
mengobati stroke (Farida & Amalia, 2009).
11) Terapi Nutrisi
Beberapa zat gizi yang membantu dalam proses terapi nutrisi terkait stroke,
diantaranya, yaitu :
 Vitamin A. Vitamin A berperan sebagai antioksidan yang dapat
mencegah terbentuknya tumpukan (plak) kolestrol dalam pembuluh
darah, misalnya wortel. Penelitian Harvard menunjukkan adanya
penurunan risiko terkena stroke hingga 68% pada orang yang
mengonsumsi lima porsi wortel dalam seminggu.
 Asam folat. Asam folat dapat menurunkan risiko penyempitan
pembuluh darah otak. Asam folat terkandung dalam jenis sayuran,
seperti bayam, salada, dan pada buah papaya.
 Isoflavon. Penelitian di Hong Kong, yang dipublikasikan dalam
European Heart Journal, melaporkan bahwa isoflavon meningkatkan
fungsi pembuluh darah nadi (arteri) pada pasien stroke.
 Vitamin C. Vitamin C dan bioflavonoid yang banyak terdapat pada
nanas dapat membantu mengencerkan darah, sehingga mengurangi
hipertensi. Dengan jauh dari resiko hipertensi, maka risiko stroke
menurun (Farida & Amalia, 2009). Hasil penelitian yang dilakukan
oleh Mustaqimah, Sari, & Jainah (2016) selama 10 hari terhadap 15
responden yang menderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas
Pekauman didapatkan hasil pengukuran tekanan darah sesudah
konsumsi mix jus seledri dan jus nanas terjadi penurunan tekanan
darah.
12) Aromaterapi
Aroma terapi pada pasien stroke berfungsi untuk memperlancar sirkulasi
darah, getah bening, memperkuat fungsi saraf dan menambah kekuatan
otot. Teknik yang digunakan dalam aroma terapi dapat digunakan untuk
pemijatan ataupun digunakan untuk berendam dengan cara meneteskan
minyak esensial kedalam air hangat (Farida & Amalia, 2009). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Setywan, Widiyanto, & Ayu A
(2016)Sesudah pemberian slow stroke back massage dan aromaterapi
mawar pada pasien hipertensi di RSUD H. Soewondo Kendal rata-rata
tekanan darah 143/92 mmHg. Ada pengaruh yang signifikan pemberian
slow stroke backmassage dan aromatherapi mawar untuk menurunkan
tekanan darah pada pasien hipertensi di RSUD H. Soewondo Kendal ρ
value tekanan darah sistolik 0,001 dan ρ value tekanan darah diastolik
0,003 (a < 0,05)
13) Terapi Herbal
Terapi herbal membantu meningkatkan fleskibilitas pembuluh darah dan
menstimulasi sirkulasi darah (Farida & Amalia, 2009). Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Agita Devi, Ndapajaki, & Riscai Putri (2018)
menjelaskan bahwa terdapat pengaruh obat herbal ekstrak wortel dan
jambu biji terhadap penderita hipertensi lansia.
14) Hipnoterapi (Hypnotherapy)
Dengan hipnoterapi, penderita stroke memahami apa yang sebenarnya
dibutuhkan untuk mencapai kesembuhan sugesti yang diberikan dirancang
supaya pasien mau menjalankan tahapan dalam proses penyembuhan dan
merasa nyaman tanpa paksaan (Farida & Amalia, 2009).
15) Psikoterapi
Mengalami gangguan diotak karena serangan stroke dapat menyebabkan
penderita mengalami gangguan emosional, seperti depresi. Hal ini
disebabkan oleh ketidaksiapan penderita menghadapi penurunan
produktivitas setalah terserang stroke, yang dilihat dari ketidakmampuan
secara fisik melakukan berbagai aktivitas seperti saat masih sehat.
Psikoterapi dapat diterapkan dengan mengajak penderita melakukan hal
yang menyenangkan (Farida & Amalia, 2009). Penelitian yang dilakukan
oleh Apriani Idris dkk (2018)menunjukkan bahwa motivational
interviewing memiliki pengaruh terhadap penurunan depresi. Hal ini dapat
dilihat dari aspek penerimaan, ekspresi dan kemampuan responden dalam
menjelaskan apa saja yang telah dilakukan serta afirmasi responden setelah
beberapa kali mendapatkan motivasi dan kunjungan.
c. Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan :
 Endoseterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis dileher
 Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA
 Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut

 Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma (Mutaqin,


2011).
d. Pemeriksaan Saraf Kranial
1) Saraf 1 (olfaktorius)
Teknik pemeriksaan dimulai dengan mata klien ditutup dan pada saat yang
sama satu lubang hidung ditutup, klien diminta membedakan zat aromatis
lemah seperti vanili, cologne dan cengkeh (Mutaqin, 2011).
2) Saraf II (optikus)
Pemeriksaan saraf optikus meliputi tes ketajaman penglihatan, tes lapang
pandang dan tes fundus (Mutaqin, 2011).
3) Saraf III (okulomotor), IV (troklearis), VI (abdusen)
Pemeriksaan saraf okulomotor, troklearis dan abdusen
meliputi pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil, observasi bentuk dan ukuran
pupil, perbandingan pupil kanan dan kiri, pemeriksaan refleks pupil,
pemeriksaan gerakan bolamata volunter dan involunter (Mutaqin, 2011).
4) Saraf V (trigeminus)
Pemeriksaan fungsi saraf trigeminus meliputi pemeriksaan fungsi motorik
saraf trigeminus, pemeriksaan fungsi saraf sensorik trigeminus dan
pemeriksaan refleks trigeminal (Mutaqin, 2011).
5) Saraf VII
Teknik pemeriksaan saraf fasialis adalah dengan menginspeksi adanya
asimetri wajah, kemudian lakukan tes kekuatan otot dengan meminta klien
memandang keatas dan mengerutkan dahi, selanjutnya klien disuruh
menutup kedua matanya dengan kuat dan bandingkan seberapa dalam bulu
mata terbenam dan kemudian mencoba memaksa kedua mata klien untuk
terbuka (Mutaqin, 2011).
6) Saraf VIII (vestibulokoklearis/saraf akustikus)
Perawat dapat memeriksa fungsi vestibular dimulai dengan mengkaji
adanya keluhan pusing, gangguan pendengaran. Pemeriksaan vestibular
dapat dengan pemeriksaan pendengaran dengan garputala (Mutaqin, 2011)
7) Saraf IX dan X (glosofaringeus dan vagus)
Langkah pertama evaluasi saraf glosofaringeus dan vagus adalah
pemeriksaan palatum mole. Palatum mole harus simetris dan tidak boleh
miring kesatu sisi. Kalau klien mengucapkan “ah”, palatum mole harus
terangkat secara simetris. Reflek menelan diperiksa dengan
memperhatikan reaksi wajah klien waktu minum segelas air (Mutaqin,
2011).
8) Saraf XI (asesorius)
Fungsi saraf asesorius dapat dinilai dengan memperhatikan adanya atrofi
sternokleidomastoideus dan trapezius dan dengan menilai kekuatan otot
tersebut. Untuk menguji kekuatan otot sternokleidomastoideus, klien
diminta untuk memutar kepala ke arah satu bahu dan berusaha melawan
usaha pemeriksa untuk menggerakkan kepala ke arah bahu yang
berlawanan. Kekuatan otot sternokleidomastoideus pada sisi yang
berlawanan dapat dievaluasi dengan mengulang tes ini pada sisi yang
berlawanan (Mutaqin, 2011).
9) Saraf XII (hipoglosus)
Pada pemeriksaan klien disuruh menjulurkan lidahnya yang mana yang
akan berdeviasi kearah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat lesi upper
atau lower motor neuron unilateral. Lessi upper motor neuron dari saraf
hipoglosus biasanya bilateral dan menyebabkan imobil dan kecil.
Kombinasi lesi upper motor neuron bilateral dari saraf IX,X, XII disebut
kelumpuhan pseudobulber. Lesi lower motor neuron dari saraf XII
menyebabkan fasikulasi atrofi dan kelumpuhan serta disartria jika lesinya
bilateral (Mutaqin, 2011).
11. Data fokus pengkajian
a. Wawancara
1) Identitas Klien
 Umur
Stroke dapat menyerang semua umur, tetapi lebih sering dijumpai
pada populasi usia tua. Setelah berumur 55 tahun, risikonya berlipat
ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun. Pada stroke hemoragik
dengan perdarahan intraserebral lebih sering ditemukan pada usia 45-
60 tahun, sedangkan stroke hemoragik dengan perdarahan
subarachnoid lebih sering ditemukan pada usia 20-40 tahun.
 Jenis Kelamin
Laki-laki lebih cenderung terkena stroke lebih tinggi dibandingkan
wanita, dengan perbandingan 1,3 : 1, kecuali pada usia lanjut laki-laki
dan wanita hampir tidak berbeda. Laki-laki yang berumur 45 tahun
bila bertahan hidup sampai 85 tahun kemungkinan terkena stroke
25%, sedangkan risiko bagi wanita hanya 20%. Pada laki-laki
cenderung terkena stroke iskemik sedangkan wanita lebih sering
menderita stroke hemoragic subarachnoid dan kematiannya 2 kali
lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
 Pekerjaan
Stroke dapat menyerang jeis pekerjaan lainnya dan beberapa ahli
menyebutkan bahwa stroke cenderung diderita oleh golongan dengan
sosial ekonomi yang tinggi karena berhubungan dengan pola hidup,
pola makan, istirahat dan aktivitas. Hasil penelitian menunjukkan
sebagian besar (50%) berpendidikan sarjana, yang memiliki
kecenderungan adanya perubahan gaya dan pola hidup yang dapat
memicu terjadinya stroke
2) Keluhan Utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri
kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran (Gefani, 2017).
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak pada
saat pasien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain (Rahmayanti, 2019).
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung,
anemia, trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat
antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. Selain itu,
pada riwayat penyakit dahulu juga ditemukan riwayat tinggi kolesterol,
merokok, riwayat pemakaian kontrasepsi yang disertai hipertensi dan
meningkatnya kadar estrogen, dan Riwayat konsumsi alcohol (Khaira,
2018).

5) Riwayat Penyakit Keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu (Khaira, 2018).
6) Pola Fungsi Kesehatan (Wati, 2019)
 Pola Persepsi dan Tata Laksana Kesehatan
Berkaitan dengan fungsi peran yang tergambar dari penyesuaian atau
pencerminan diri yang tidak adekuat terhadap peran baru setelah stroke
serta masih menerapkan pola tidak sehat yang dapat memicu serangan
stroke berulang. Pengkajian perilaku adaptasi interdependen pada
pasien paska stroke antara lain identifikasi sistem dukungan sosial
pasien baik dari keluarga, teman, maupun masyarakat
 Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pasien stroke sering mengalami disfagia yang menyebabkan gangguan
intake dan pola nutrisi. Respons adaptasi tidak efektif yang sering
ditunjukkan pasien antara lain mual, muntah, penurunan asupan nutrisi
dan perubahan pola nutrisi. Stimulus fokal yang sering menyebabkan
respons adaptasi tidak efektif pada pola nutrisi pasien stroke yaitu
disfagia dan penurunan kemampuan mencerna makanan. Stimulus
konstekstual yaitu kelumpuhan saraf kranial, faktor usia dan kurangnya
pengetahuan tentang cara pemberian makanan pada pasien stroke yang
mengalami disfagia. Stimulus residual yaitu faktor budaya serta
pemahaman pasien dan keluarga tentang manfaat nutrisi bagi tubuh.
 Pola Eliminasi
Pengkajian eliminasi meliputi BAB dan BAK, konsistensi feses,
jumlah dan warna urin, inkontinensia urin, inkontinensia bowel, dan
konstipasi. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten
dengan teknik steril. Inkontinensia urin yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
 Pola Aktivitas dan Latihan
Sulit beraktivitas, kehilangan sensasi penglihatan, gangguan tonus
otot, gangguan tingkat kesadaran.
 Pola Tidur dan Istirahat
Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
 Pola Hubungan dan Peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
 Pola Persepsi Dan Konsep Diri
Konsep diri merupakan pandangan individu tentang dirinya yang
terbentuk dari persepsi internal dan persepsi berdasarkan reaksi orang
lain terhadap dirinya. Konsep diri terbagai menjadi dua aspek yaitu
fisik diri dan personal diri. Fisik diri adalah pandangan individu
tentang kondisi fisiknya yang meliputi atribut fisik, fungsi tubuh,
seksual, status sehat dan sakit, dan gambaran diri. Personal diri adalah
pandangan individu tentang karakteristik diri, ekspresi, nilai yang
meliputi konsistensi diri, ideal diri, dan moral etika spiritual diri
 Pola Sensori dan Kognitif
Sinkop atau pingsan, vertigo, sakit kepala, penglihatan berkurang atau
ganda, hilang rasa sensorik kontralateral, afasia motorik, reaksi pupil
tidak sama
 Pola Penanggulangan Stress
Dalam hubungannya dengan kejadian stroke, keadaan stress dapat
memproduksi hormone kortisol dan adrenalin yang berkonstribusi
pada proses aterosklerosis. Hal ini disebabkan oleh kedua hormon tadi
meningkat jumlah trombosit dan produksi kolestrol. Kortisol dan
adrenalin juga dapat merusak sel yang melapisi arteri, sehingga lebih
mudah bagi jaringan lemak untuk tertimbun di dalam dinding arteri
 Pola Tata Niai dan Kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang
tidak stabil, kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh
7) Pemeriksaan Fisik (Amanda, 2018)
 Keadaan Umum
a) Tingkat kesadaran menurun karena terjadinya perdarahan yang
menyebabkan kerusakan otak kemudian menekan batang otak.
Evaluasi tingkat kesadaran secara sederhana dapat dibagi atas :
b) Compos mentis : kesadaran baik
c) Apatis : perhatian kurang
d) Samnolen : kesadaran mengantuk
e) Stupor : kantuk yang dalam pasien dibangunkan dengan
rangsangan nyeri yang kuat
f) Soparokomatus : keadaan tidak ada respon verbal
g) Tidak ada respon sama sekali
 Tanda-Tanda Vital
a) Tekanan darah : pasien stroke hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
mmHg
b) Nadi : pasien stroke nadi terhitung normal
c) Pernapasan : pasien stroke mengalami nafas cepat dan terdapat
gangguan pada bersihan jalan napas
d) Suhu tubuh : pada pasien stroke tidak ada masalah suhu pada
pasien dengan stroke hemoragik
 Pemeriksaan Head To Toe
a) Pemeriksaan Kepala
Kepala : Pada umumnya bentuk kepala pada pasien stroke
normocephalic
Rambut : Pada umumnya tidak ada kelainan pada rambut pasien
Wajah : Biasanya pada wajah klien stroke terlihat miring kesalah
satu sisi.
b) Pemeriksaan Integumen
Kulit : Biasanya pada klien yang kekurangan O2 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan
jelek.
Kuku : Biasanya pada pasien stroke hemoragik ini capilarry refill
timenya < 3 detik bila ditangani secara cepat dan baik
c) Pemeriksaan Dada
Pada inspeksi biasanya didapatkan klien batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan
peningkatan frekuensi pernafasan. Pada auskultasi biasanya
terdengar bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada klien dengan
peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk menurun yang
sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat kesdaran compos
mentis, pada pengkajian inspeksi biasanya pernafasan tidak ada
kelainan. Palpasi thoraks didapatkan fremitus kiri dan kanan, dan
pada ausklutasi tidak didapatkan bunyi nafas tambahan
d) Pemeriksaan Abdomen
Biasanya pada klien stroke didapatkan distensi pada abdomen,
dapatkan penurunan peristaltik usus, dan kadang-kadang perut
klien terasa kembung.
e) Pemeriksaan Genitalia
Biasanya klien stroke dapat mengalami inkontinensia urinarius
sementara karena konfusi dan ketidakmampuan mengungkapkan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal
karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang- kadang
kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril,
inkontenesia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
f) Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya
normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) :
biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan
pada bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek,
biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku,
tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada
pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek
bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek hoffman tromer
biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek (reflek
Hoffman tromer (+)).
Ekstremitas Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky
I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki
digores biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)).
Pada saat dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak
beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut
dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi
(reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)).
Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi
saat di ketukkan (reflek patella (+)).
g) Pemeriksaan Neurologis
 Pemeriksaan Nervus Cranialis
1. Nervus I (Olfaktorius). Biasanya pada klien stroke tidak
ada kelainan pada fungsi penciuman
2. Nervus II (Optikus). Disfungsi persepsi visual karena
gangguan jaras sensori primer diantara mata 76dan
korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
biasanya sering terlihat pada klien hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke
bagian tubuh.
3. Nervus III (Okulomotoris), IV(Troklearis), dan VI
(Abdusen).
Pemeriksaan ini diperiksa secara bersamaan, karena saraf
ini bekerjasama dalam mengatur otot-otot ekstraokular.
Jika akibat stroke menyebabkan paralisis, pada satu sisi
okularis biasanya didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit.
4. Nervus V (Trigeminus). Pada beberapa keadaan stroke
menyebabkan paralisis saraf trigeminus, penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi pterigoideus internus dan eksternus.
5. Nervus VII (Fasialis). Pada keadaan stroke biasanya
persepsi pengecapan dalam batas normal, namun wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik kebagian sisi yang
sehat.
6. Nervus VIII (Vestibulokoklearis/Akustikus). Biasanya
tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7. Nervus IX (Glosofaringeus) dan X (Vagus). Secara
anatomi dan fisisologi berhubungan erat karena
glosofaringeus mempunyai bagian sensori yang
mengantarkan rangsangan pengecapan, mempersyarafi
sinus karotikus dan korpus karotikus, dan mengatur
sensasi faring. Bagian dari faring dipersarafi oleh saraf
vagus. Biasanya pada klien stroke mengalami penurunan
kemampuan menelan dan kesulitan membuka mulut.
8. Nervus XI (Aksesoris). Biasanya tidak ada atrofi otot
sternokleisomastoideus dan trapezius
9. Nervus XII (hipoglosus). Biasanya lidah simetris,
terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi serta indra
pengecapan normal.
 Pemeriksaan Motorik
Biasanya didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparise
atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
Juga biasanya mengalami gangguan keseimbangan dan
koordinasi karena hemiplegia dan hemiparese.
 Pemeriksaan Refleks
Pada pemerikasaan refleks patologis. Biasanya pada fase akut
reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli
dengan reflek patologis.
h) Pemeriksaan Pada Penderita Koma
 Gerakan penduler tungkai
Pasien tetap duduk di tepi tempat tidur dengan tungkai
tergantung, kemudian kaki diangkat ke depan dan dilepas.
Pada waktu dilepas akan ada Gerakan penduler yang maikn
lama makin kecil dan biasanya berhenti 6 atau 7 gerakan.
Beda pada rigiditas ekstrapiramidal akan ada pengurangan
waktu, tetapi tidak teratur atau tersendat-sendat.
 Menjatuhkan tangan
Tangan pasien diangkat kemudian dijatuhkan. Pada kenaikan
tonus (hipertoni) terdapat penundaan jatuhnya lengan ke
bawah. Sementara pada hipotomisitas jatuhnya cepat.
 Tes menjatuhkan kepala
Pasien berbaring tanpa bantal, pasien dalam keadaan
relaksasi, mata terpejam.
Tangan pemeriksa yang satu dilektakkan di bawah kepala
pasien, tangan yang lain mengangkat kepala dan menjatuhkan
kepala lambat. Pada kaku kuduk (nuchal rigidity) karena
iritasi meningeal terdapat hambatan dan nyeri pada fleksi
leher.
12. Analisa data
No Analisa data Etiologi Masalah
1 DO : NSTEMI Nyeri Akut
     Klien tampak meringis

Klien tampak gelisah dan
Kebutuhan O2
cemas
meningkat
Skala nyeri 6

DS :
Metabolisme anaerob
Klien mengatakan nyeri
pada dada, Pundak dan ↓
punggung, nyerinya berasa
seperti ditusuk-tusuk Produksi asam laktat
meningkat

Merangsang
nosiseptor

Angina pektoris
2 DO : NSTEMI Ketidakefektifan pola
Klien terlihat sesak dan ↓ nafas
sulit bernafas Kontraksi miokard
menurun
RR : 38x permenit

Vasokontriksi
DS :
pembuluh darah
Klien mengatakan

merasakan sesak, sulit
Tekanan darah naik
untuk tidur ↓
Cardiac output

Penurunan perfusi
jaringan

Suplai O2 ke paru

Kebutuhan O2
meningkat

Kompensasi RR
meningkat

Takipnea
3 DO : Kontraksi miokard Penurunan curah
TD : 153/90 mmHg menurun jantung
N : 70x permenit ↓
RR :
Vasokontriksi
DS : pembuluh darah
Klien mengatakan sesak ↓
nafas Tekanan darah naik
Klien melakukan aktifitas ↓
berlebihan
Sulit tidur karena sesak Cardiac output
4 DO : Kontraksi miokard Intoleransi aktivitas
Klien terlihat lemah menurun
Aktivitas klien dibantu ↓
oleh keluarga
Vasokontriksi
DS : pembuluh darah
Klien mengatakan sulit ↓
untuk melakukan ADL Tekanan darah naik
sendiri ↓
Cardiac output

Penurunan
kemampuan tubuh
untuk menyediakan
energi

Kelemahan/fatigue

13. Diagnosa Keperawatan


Menurut NANDA (2020) diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Stroke
Hemoragik adalah sebagai berikut
a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler,kelemahan anggota gerak
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan infark
jaringan otak, vasospasme serebral, edema serebral
c. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan
napas, reflek batuk yang tidak adekuat
d. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
e. Nyeri akut berhubungan dengan agent cidera biologis (peningkatan TIK).
f. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisologis:
penurunan sirkulasi ke otak, gangguan sistem saraf pusat ditandai dengan
mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot menurun, rentang
gerak (ROM) menurun, dan nyeri saat bergerak, gerakan terbatas
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan (tonus otot menelan menurun)

14. Perencanaan

N DP Tujuan Intervensi Rasional


o
1 Nyeri akut NOC label : Pain NIC Label : Pain NIC Label : Pain
berhubungan dengan Control Management Management
agent cidera biologis 1. Klien 1. Kaji secara 1. Untuk
(peningkatan TIK). komprehensif
melaporkan nyeri mengetahui
berkurang terhadap nyeri tingkat nyeri
2. Klien dapat termasuk lokasi, pasien
mengenal karakteristik, 2. Untuk
durasi, frekuensi,
lamanya (onset) mengetahui
kualitas,
nyeri intensitas nyeri tingkat
3. Klien dapat dan faktor ketidaknyamanan
menggambarkan presipitasi dirasakan oleh
faktor penyebab 2. Observasi pasien
4. Klien dapat reaksi 3. Untuk
menggunakan ketidaknyaman mengalihkan
secara nonverbal
teknik non perhatian pasien
3. Gunakan
farmakologis strategi dari
5. Klien komunikasi rasa nyeri
menggunakan terapeutik untuk 4. Untuk
analgesic sesuai mengungkapkan mengetahui
instruksi pengalaman nyer apakah nyeri yang
Pain Level dan penerimaan dirasakan
klien
1. Klien klien berpengaruh
terhadap respon
melaporkan nyeri Nyeri terhadap
berkurang 4. Tentukan yang lainnya
2. Klien tidak pengaruh 5. Untuk
tampak mengeluh pengalaman nyeri mengurangi factor
dan menangis terhadap kualitas yang dapat
3. Ekspresi wajah hidup( napsu memperburuk
makan,
klien tidak nyeri yang
tidur,
menunjukkan aktivitas,mood, dirasakan klien
Nyeri hubungan sosial) 6. Untuk
4. Klien tidak 5. Tentukan faktor mengetahui
gelisah yang dapat apakah
memperburuk terjadi
nyeri Lakukan pengurangan rasa
evaluasi dengan
nyeri atau nyeri
klien dan tim
kesehatan yang
lain tentang dirasakan klien
ukuran bertambah.
pengontrolan 7. Untuk
nyeri mengurangi
yang telah tingkat
dilakukan
ketidaknyamanan
6. Berikan
informasi tentang yang dirasakan
nyeri termasuk klien.
penyebab nyeri, 8. Agar nyeri
berapa lama yang
nyeri akan hilang, dirasakan klien
antisipasi terhadap tidak
ketidaknyamanan
dari prosedur bertambah.
7. Control 9. Agar klien
lingkungan yang mampu
dapat menggunakan
Mempengaruhi teknik
respon nonfarmakologi
ketidaknyamanan
dalam
klien( suhu
ruangan, cahaya memanagement
dan suara) nyeri yang
8. Hilangkan dirasakan.
faktor presipitasi 10. Pemberian
yang analgetik
dapat dapat mengurangi
meningkatkan
rasa nyeri pasien
pengalaman nyeri
klien( ketakutan,
kurang
pengetahuan)
9. Ajarkan cara
penggunaan terapi
non
farmakologi
(distraksi, guide
imagery,relaksasi)
10. Kolaborasi
pemberian
analgetik
2 Ketidakseimbangan NOC Nutritional NIC Nutrition
nutrisi kurang dari Status : Management
kebutuhan tubuh Nutritional 1. Kaji adanya
berhubungan dengan Status : food and alergi
ketidakmampuan Fluid Intake makanan
mencerna makanan Nutritional Status: 2. Kolaborasi
(tonus otot menelan nutrient Intake dengan ahli
menurun) Weight control gizi untuk
Kriteria Hasil : menentukan
Adanya jumlah kalori
peningkatan berat dan nutrisi
badan sesuai yang
dengan tujuan dibutuhkan
Berat badan ideal pasien.
sesuai dengan 3. Anjurkan
tinggi badan pasien untuk
Mampu meningkatkan
mengidentifikasi intake Fe
kebutuhan nutrisi 4. Anjurkan
Tidak ada tanda- pasien untuk
tanda malnutrisi meningkatkan
Menunjukkan protein dan
peningkatan vitamin C
fungsi 5. Berikan
pengecapan dan substansi gula
menelan 6. Berikan
Tidak terjadi makanan yang
penurunan berat terpilih (sudah
badan yang dikonsultasika
berarti n dengan ahli
gizi)
7. Ajarkan
pasien
bagaimana
membuat
catatan
makanan
harian.
8. Monitor
jumlah nutrisi
dan
kandungan
kalori
9. Berikan
informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi
10. Kaji
kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan
11. Nutrition
Monitoring
BB pasien
dalam batas
normal
12. Monitor
adanya
penurunan
berat badan
13. Jadwalkan
pengobatan
dan
perubahan
pigmentasi
14. Monitor
turgor kulit
15. Monitor
kekeringan,
rambut
kusam, dan
mudah patah
16. Monitor mual
dan muntah
17. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb,
dan kadar Ht
18. Monitor
kalori dan
intake nutrisi
19. Catat adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik
papila lidah
dan cavitas
oral.
3 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan 1. Identifikasi
fisik berhubungan tindakan adanya nyeri
dengan gangguan keperawatan atau keluhan
neuromuskuler,kelema dukungan fisik lainnya.
han anggota gerak mobilisasi 2. Identifikasi
selama 5x24 jam toleransi fisik
kali melakukan
pertemuan, pergerakan.
diharapkan 3. Monitor
mobilitas fisik frekuensi
pasien jantung dan
meningkat dengan tekanan
kriteria hasil : darah
a. Pergerakan sebelum
ekstremitas memulai
meningkat. mobilisasi
b. Kekuatan otot 4. Fasilitasi
cukup meningkat. melakukan
c. Rentang gerak pergerakan.
(ROM) 5. Jelaskan
meningkat. tujuan dan
d. Nyeri prosedur
menurun . mobilisasi.
e. Kekakuan sendi
cukup menurun.
f. Kelemahan fisik
cukup menurun.
g. Kecemasan
menurun.
h. Gerakan
terbatas
cukup menurun.
i. Gerakan tidak
terkoordinasi
cukup menurun
4 Resiko jatuh NOC NIC 1. Untuk
berhubungan dengan · Trauma Fall Prevention mengembang
penurunan tingkat Risk For 1. Mengidentifik kan
kesadaran · Injury risk asi defisit kemampuan
for kognitif atau dalam
Kriteria Hasil : fisik pasien perawatan diri
 Keseimbanga yang dapat sendiri
n: meningkatkan 2. Membantu
kemampuan potensi jatuh dalam
untuk dalam mengantisipas
mempertahan lingkungan i atau
kan tertentu merencanaka
ekuilibrium 2. Mengidentifik n pemenuhan
 Gerakan asi perilaku secara
terkoordinasi dan faktor individual
: kemampuan yang 3. Untuk
otot untuk mempengaruh mendorong
bekerja sama i risiko jatuh klien agar
secara 3. Mengidentifik mampu
volunter asi memenuhi
untuk karakteristik ADL secara
melakukan lingkungan mandiri
gerakan yang yang dapat 4. Meningkatka
bertujuan meningkatkan n harga diri
potensi untuk dan semangat
jatuh terus-menerus
 Perilaku (misalnya,
pencegahan lantai yang
jatuh : licin dan
tindakan tangga
individu atau terbuka)
pemberi 4. Sarankan
asuhan untuk perubahan
meminimalka dalam gaya
n faktor berjalan
resiko yang kepada pasien
dapat memicu 5. Mendorong
jatuh pasien untuk
dilingkungan menggunakan
individu tongkat atau
 Kejadian alat pembantu
jatuh : tidak berjalan
6. Kunci roda
ada kejadian dari kursi
jatuh roda, tempat
 Pengetahuan : tidur, atau
pemahaman brankar
pencegahan selama
jatuh transfer
 Pengetahuan : pasien
keselamatan 7. Tempat
anak fisik artikel mudah
 Pengetahuan : dijangkau dari
keamanan pasien
pribadi 8. Ajarkan
 Pelanggaran pasien
perlindungan bagaimana
tingkat jatuh untuk
kebingungan meminimalka
Akut n cedera
 Tingkat 9. Memantau
Agitas kemampuan
 Komunitas untuk
pengendalian mentransfer
risiko : dari tempat
Kekerasan tidur ke kursi
dan demikian
 Komunitas
pula
tingkat
sebaliknya
kekerasan
10. Gunakan
 Gerakan
teknik yang
Terkoordinasi
tepat untuk
 Kecenderunga
mentransfer
n risiko
pasien ke dan
pelarian untuk
dari kursi
kawin
roda, tempat
 Kejadian
tidur, toilet,
Terjun
dan
 Mengasuh sebagainya
keselamatan 11. Menyediakan
fisik remaja toilet
 Mengasuh : ditinggikan
bayi / balita untuk
keselamatan memudahkan,
fisik transfer
 Perilaku 12. Menyediakan
Keselamatan kursi dari
pribadi ketinggian
 Keparahan yang tepat,
cedera fisik dengan
 Pengendalian sandaran dan
risiko sandaran
 Pengendalian tangan untuk
risiko : memudahkan
penggunaan transfer
alkohol, 13. Menyediakan
narkoba tempat tidur
 Pengendahan kasur dengan
risiko: tepi yang erat
pencahayaan untuk
sinar matahari memudahkan
 Deteksi transfer
Risiko 14. Gunakan rel
 Lingkungan sisi panjang
rumah Aman yang sesuai
 Aman dan tinggi
berkeliaran untuk
 Zat penarikan mencegat
keparahan jatuh dari
tempat tidur,
 Integritas
sesuai
jaringan :
kebutuhan
kulit &
15. Memberikan
membran
pasien
mukosa
tergantung
 ·
dengan sarana
Perilaku
bantuan
kepatuhan
pemanggilan
visi
(misalnya, bel
atau cahaya
panggilan)
ketika
pengasuh
tidak hadir
16. Membantu ke
toilet
seringkali,
interval
dijadwalkan
17. Menandai
ambang pintu
dan tepi
langkah,
sesuai
kebutuhan
18. Hapus dataran
rendah
perabotan
(misalnya,
tumpuan dan
tabel) yang
menimbulkan
bahaya
tersandung
19. Hindari
kekacauan
pada
permukaan
lantai
20. Memberikan
pencahayaan
yang
memadai
untuk
meningkatkan
visibilitas
21. Menyediakan
lampu malam
di samping
tempat tidur
22. Menyediakan
pegangan
tangan terlihat
dan
memegang
tiang
23. Menyediakan
lajur anti
tergelincir,
permukaan
lantai
nontrip/tidak
tersandung
24. Menyediakan
permukaan
nonslip/ anti
tergelincir di
bak mandi
atau pancuran
25. Menyediakan
kokoh, tinja
curam
nonslip/ anti
tergelincir
untuk
memfasilitasi
jangkauan
mudah
26. Pastikan
pasien yang
memakai
sepatu yang
pas,
kencangkan
aman, dan
memiliki sol
tidak mudah
tergelincir
27. Anjurkan
pasien untuk
memakai
kacamata,
sesuai, ketika
keluar dari
tempat tidur
28. Mendidik
anggota
keluarga
tentang faktor
risiko yang
berkontribusi
terhadap jatuh
dan
bagaimana
mereka dapat
menurunkan
resiko
tersebut
29. Sarankan
adaptasi
rumah untuk
meningkatkan
keselamatan
30. Instruksikan
keluarga pada
pentingnya
pegangan
tangan untuk
kamar mandi,
tangga, dan
trotoar
31. Sarankan atas
kaki yang
aman
32. Mengembang
kan cara
untuk pasien
untuk
berpartisipasi
keselamatan
dalam
kegiatan
rekreasi
33. Lembaga
program
latihan rutin
fisik yang
meliputi
berjalan
34. Tanda-tanda
posting untuk
mengingatkan
staf bahwa
pasien yang
berisiko tinggi
untuk jatuh
35. Berkolaborasi
dengan
anggota tim
kesehatan lain
untuk
meminimalka
n efek
samping dari
obat yang
berkontribusi
terhadap jatuh
(misalnya,
hipotensi
ortostatik dan
kiprah goyah)
36. Memberikan
pengawasan
yang ketat dan
/ atau
perangkat
menahan
(misalnya,
bayi kursi
dengan sabuk
pengaman)
ketika
menempatkan
bayi / anak-
anak muda
pada
permukaan
ditinggikan
(misalnya,
meja dan
kursi tinggi)
5 Hambatan komunikasi NOC : NIC : Peningkatan 1. Mengurangi
verbal berhubungan Komunikasi : Komunikasi : kecemasan dan
dengan gangguan Mengekspresikan Kurang Bicara kebingungan saat
fisologis: penurunan Indikator : 1. Monitor berkomunikasi.
sirkulasi ke otak, 1 Menggunakan kecepatan bicara, 2. Agar
gangguan sistem saraf bahasa lisan : tekanan dan komunikasi
pusat ditandai dengan vocal kuantitas pasien bisa di
mengeluh sulit 2. Kejelasan 2. Monitor proses pahami.
menggerakkan berbicara kognitif, 3. Untuk
ekstremitas, kekuatan 3. Menggunakan anatomis, dan menjamin akurasi.
otot menurun, rentang bahasa isyarat fisiologi terkait 4. Memenuhi
gerak (ROM) 4. Menggunakan dengan kebutuhan pasien
menurun, dan nyeri Bahasa non verbal kemampuan saat
saat bergerak, gerakan 5. Mengarahkan biacara berkomunikasi.
terbatas pesan pada 3. Instruksikan 5. Keluarga
penerima yang pasien atau berpartisipasi
tepat keluarga untuk dalam proses.
menggunakan 6. Untuk
6. Dapat
proses kognitif, mengetahui
mengekspresika
anatomis, dan kemampuan
n wajahnya fisiologis terkait bicara.
7. Dapat bicara dalam 7. Mengurangi
normal kemampuan kebingungan saat
8. Dapat berbicara berkomunikasi.
menerima pesan
4. Sediakan
pendengaran,
metode alternative
dan bahasa)
untuk
berkomunikasi
dengan
Berbicara
(misalnya :
menulis, kedipan
mata)
5. Ulangi apa
yang disampaikan
pasien untuk
menjamin akurasi
6. Latih klien
untuk
mengucapkan kata
dan olah vocal
7. Instruksikan
pasien untuk
berbicara penuh

15. Daftar Pustaka


Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

https://www.perawatkitasatu.com/2017/10/risiko-jatuh-nanda-nic-noc.html
http://eprints.ums.ac.id/20755/14/NASKAH_PUBLIKASI_KTI.pdf
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2096/1/KTI%20NUSATIRIN.pdf

Anda mungkin juga menyukai