Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE

OLEH
KELOMPOK 2

MARTINA, S.Kep NS0620046


NUR AMALIA SARI, S.Kep NS0620052
JERMINAELEFINA LETSOIN, S.Kep NS0620043
ZAMZANI, S.Kep NS0620073
RISNAWATI, S.Kep NS0620060

CI Lahan CI Institusi

(H. Wais, S.Kep.,Ns) (Faisal Asdar, S.Kep.,Ns.,M.Biomed)

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
NANI HASANUDDIN MAKASSAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP MEDIS
1. Defenisi Stroke
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit
neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf
otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan
infark serebrum (Nurarif & Hardhi, 2015).
Stroke atau serangan otak adalah suatu bentuk kerusakan neurologis
yang disebabkan oleh sumbatan atau interupsi sirkulasi darah normal ke
otak.Dua tipe stroke yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke
hemoragik lebih jauh dibagi menjadi hemoragik intrasrebral dan hemoragik
subaraknoid (Weaver & Terry, 2013)
Stroke adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang timbul secara mendadak dan akut dalam
beberapa detik atau secara tepat dalam beberapa jam yang berlangsung lebih
dari 24 jam dengan gejala atau tanda tanda sesuai daerah yang terganggu
(Irfan, 2012).
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering
menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara,
proses berfikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai
akibat gangguan fungsi otak (Mutaqin, 2011).

2. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, stroke dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :
a. Stroke Iskemik
Hampir 85% stroke di sebabkan oleh, sumbatan bekuan darah,
penyempitan sebuah arteri atau beberapa arteri yang mengarah ke otak,
atau embolus (kotoran) yang terlepas dari jantung atau arteri ekstrakranial
(arteri yang berada di luar tengkorak). Ini di sebut sebagai infark otak atau
stroke iskemik. Pada orang berusia lanjut lebih dari 65 tahun, 4
penyumbatan atau penyempitan dapat disebabkan oleh aterosklerosis
(mengerasnya arteri). Hal inilah yang terjadi pada hampir dua pertiga insan
stroke iskemik. Emboli cenderungterjadi pada orang yang mengidap
penyakit jantung (misalnya denyut jantung yang cepat tidak teratur,
penyakit katub jantung dan sebagainya) secara rata-rata seperempat dari
stroke iskemik di sebabkan oleh emboli, biasanya dari jantung (stroke
kardioembolik) bekuan darah dari jantung umumnya terbentuk akibat
denyut jantung yang tidak teratur (misalnya fibrilasi atrium), kelainan
katup jantung (termasuk katub buatan dan kerusakan katub akibat penyakit
rematik jantung), infeksi di dalam jantung (di kenal sebagai endocarditis)
dan pembedahan jantung. Penyebab lain seperti gangguan darah,
peradangan dan infeksi merupakan penyebab sekitar 5-10% kasus stroke
iskemik, dan menjadi penyebab tersering pada orang berusia muda.namun,
penyebab pasti dari sebagian stroke iskemik tetap tidak di ketahui
meskipun telah dilakukan pemeriksaan yang mendalam. Sebagian stroke
iskemik terjadi di hemisfer otak, meskipun sebagian terjadi di serebelum
(otak kecil) atau batang otak. Beberapa stroke iskemik di hemisfer
tampaknya bersifat ringan (Sekitar 20% dari semua stroke iskemik) stroke
ini asimptomatik (tidak bergejala, hal ini terjadi ada sekitar 5 sepertiga
pasien usia lanjut) atau hanya menimbulkan kecanggungan, kelemahan
ringan atau masalah daya ingat. Namun stroke ringan ganda dan berulang
dapat menimbulkan cacat berat, penurunan kognitif dan dimensia(Irfan,
2012). Biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau dipagi hari ( Wijaya & Putri, 2013).
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik di sebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak
(disebut hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau ke
dalam ruang subaraknoid yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan
lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid). Ini
adalah jenis stroke yang paling mematikan, tetapi relative hanya menyusun
sebgian kecil dari stroke total, 10-15% untuk perdarahan intraserebrum
dan 5% untuk perdarahan subaraknoid(Irfan, 2012). Biasanya kejadianya
saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat ( Wijaya & Putri, 2013).

C. Etiologi
Stroke iskemik biasanya disebabkan adanya gumpalan
yangmenyumbat pembuluh darah dan menimbulkan hilangnya suplai darah
keotak.Gumpalan dapat berkembang dari akumulasi lemak atau plak
aterosklerotik di dalam pembuluh darah. Faktor resikonya antara
lainhipertensi, obesitas, merokok, peningkatan kadar lipid darah,diabetes
dan riwayat penyakit jantung dan vaskular dalam keluarga.
Stroke hemoragik enam hingga tujuh persen terjadi akibat adanya
perdarahan subaraknoid (subarachnoid hemorrhage), yang mana perdarahan
masuk ke ruang subaraknoid yang biasanya berasal dari pecarnya
aneurisma otak atau AVM (malformasi arteriovenosa). Hipertensi,
merokok, alkohol, dan stimulan adalah faktor resiko dari penyakit
ini.Perdarahan subaraknoid bisa berakibat pada koma atau kematian.Pada
aneurisma otak, dinding pembuluh darah melemah yang bisa terjadi
kongenital atau akibat cedera otak yang meregangkan dan merobek lapisan
tengah dinding arteri(Terry & Weaver, 2013).

D. Faktor Resiko
Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan seseorang beresiko
terhadapstroke.Faktor risiko ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang
tidak dapat dikendalikan dan yang dapat dikendalikan.Faktor yang dapat
dikendalikan yaitu faktor yang tidak 12 dimodifikasi.Sedangkan, faktor
yang dapat diubah sesuai dengan perilaku masing-masing individu.
1. Faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan
 Usia
 Jenis kelamin
 Ras dan etnis
 Riwayat stroke dalam keluarga
2. Faktor resiko yang dapat dikendalikan
 Tekanan darah tinggi
 Kadar kolestrol
 Obesitas
 Life style
 Stress
 Penyakit kardiovaskuler
 Diabetes mellitus
 Merokok
 Alkoholik

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke bergantung pada arteri serebral yang terkena,
fungsi otak dikendalikan atau diperantarai oleh bagian otak yang terkena,
keparahan kerusakan serta ukuran daerah otak yang terkena selain
bergantung pula pada derajat sirkulasi kolateral .
Menurut Oktavianus (2014) manifestasi klinis stroke sebagai berikut :
1. Stroke iskemik
Tanda dan gejala yang sering muncul yaitu:
a. Transient ischemic attack (TIA)
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan
hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Serangan bisa muncul lagi
dalam wujud sama, memperberat atau malah menetap.

b. Reversible Ischemic
Neurogic Difisit(RIND) Gejala timbul lebih dari 24 jam.
c. Progressing stroke atau stroke inevolution
Gejala makin lama makin berat (progresif) disebabkan gangguan aliran
darah makin lama makin berat
d. Sudah menetap atau permanen
2. Stroke hemoragik
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak
yang terkena.
a. Lobus parietal, fungsinya yaitu untuk sensasi somatik, kesadaran
menempatkan posisi.
b. Lobus temporal, fungsinya yaitu untuk mempengaruhi indra dan
memori
c. Lobus oksipital, fungsinya yaitu untuk penglihatan
d. Lobus frontal, fungsinya untuk mempengaruhi mental, emosi,
fungsi fisik, intelektual. Stroke dapat mempengaruhi fungsi tubuh.
Adapun beberapa gangguanyang dialami pasien yaitu :
a. Pengaruh teradap status mental: tidak sadar, confuse
b. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguansentuhan dan
sensasi, gangguan penglihatan, hemiplegi (lumpuh tubuh sebelah).
c. Pengaruh terhadap komunikasi: afasia (kehilangan bahasa), disartria
(bicara tidak jelas). Pasien stroke hemoragik dapat mengalami trias
TIK yang mengindikasikan adanya peningkatan volume di dalam
kepala.Trias TIK yaitu muntah proyektil, pusing dan pupil edem.

F. Patofisiologi
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan
oksigen. Jika aliran darah kesetiap bagian otak terhambat karena trombus
dan embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak.
Kekurangan selama 1 menit dapat mengarah pada gejala yang dapat
menyebabkan nekrosisi mikroskopik neuron-neuron. Area nekrotik
kemudian disebur infark. Kekurangan oksigen pada awalnya mungkin
akibat iskemia mum (karena henti jantung atau hipotensi) atau hipoksia
karena akibat proses anemia dan kesukaran untuk bernafas. Stroke karena
embolus dapat mengakibatkan akibat dari bekuan darah, udara, palque,
ateroma fragmen lemak. Jika etiologi stroke adalah hemorrhagi maka faktor
pencetus adalah hipertensi. Abnormalitas vaskuler, aneurisma serabut dapat
terjadi ruptur dan dapat menyebabkan hemorrhagi (Wijaya & Putri, 2013)
Pada stroke trombosis atau metabolik maka otak mengalami iskemia
dan infark sulit ditentukan. Ada peluang dominan stroke akan meluas
setelah serangan pertama sehingga dapat terjadi edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan kematian pada area yang
luas.Prognosisnya tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya
saat terkena (Wijaya & Putri, 2013).
Akibat penurunan CBF regional suatu daerah otak terisolasi dari
jangkauan aliran darah, yang mengangkut O2 dan glukose yang sangat
diperlukan untuk metabolisme oksidatif serebral. Daerah yang terisolasi itu
tidak berfungsi lagi dan karena itu timbullah manifestasi defisit neurologik
yang biasanya berupa hemiparalisis, hemihipestesia, hemiparestesia yang
bisa juga disertai defisit fungsi luhur seperti afasia (Mardjono & Sidharta,
2014).
Apabila arteri serebri media tersumbat didekat percabangan kortikal
utamanya (pada cabang arteri) dapat menimbulkan afasia berat bila yang
terkena hemisfer serebri dominan bahasa (Mutaqin, 2011).
Lesi (infark, perdarahan, dan tumor) pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area wernicke) menyebabkan afasia reseptif, yaitu
klien tidak dapat memahami bahasa lisan dan tertulis, kelainan ini dicurigai
bila klien tidak bisa memahami setiap perintah dan pertanyaan yang
diajukan. Lesi pada area fasikulus arkuatus yang menghubungkan area
wernicke dengan area broca mengakibatkan afasia konduktif, yaitu klien
tidak dapat mengulangi kalimat-kalimat dan sulit menyebutkan nama-nama
benda tetapi dapat mengikuti perintah. Lesi pada bagian posterior girus
frontalis inferoior (broca) disebut dengan afasiaeksprektif, yaitu klien
mampu mengerti terhadap apa yang dia dengar tetapi tidak dapat menjawab
dengan tepat, bicaranya tidak lancar (Mutaqin, 2011).
G. Pathway
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memastikan jenis serangan
stroke,letak sumbatan atau penyempitan pembuluh darah, letak perdarahan,
serta luas jaringan otak yang mengalami kerusakan.
1. CT-Scan : mendeteksi abnormalitas struktur (Yasmara, 2016). Pada
stroke nonhemoragi akan terlihat adanya infark (Ariani, 2013).
2. Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) : menggunakan
gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi infark akibat dari hemoragik (Muttaqin, 2012).
Menunjukan darah yang mengalami infark, hemoragi, malformasi
arterior vena (MAV), pemeriksaan ini lebih canggih dibandingkan Ct
scan (Ariani, 2013).
3. Pemeriksaan ultrasonografi karotis dan dopler transkranial : untuk
mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
(Muttaqin, 2012)
4. Pemeriksaan lumbal pungsi : pemeriksaan likuor merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari
pertama.
5. Pemeriksaan EKG : Dapat membantu mengidentifikasi penyebab
kardiak jika stroke emboli dicurigai terjadi (Hartono, 2010)
6. Pemeriksaan darah : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
7. EEG (electro enchepalografi) : pemeriksaan ini bertujuan untuk
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak (Muttaqin, 2012)
8. Angiografi serebral : memperjelas gangguan atau kerusakan pada
diskulasi serebral dan merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk
mengetahui aliran darah serebral secara keseluruhan (Yasmara, 2016).
9. Sinar X tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pienal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi
karotis interna terdapat pada thrombosis serebral; klasifikasi parsial
dinding aneurisma pada perdarahan sub arakhnoid (Batticaca, 2012)
10. Pemeriksaan foto thorax : Dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu
tanda hipertensi kronis pada penderita stroke, menggambarkan
perubahan kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari masa yang
meluas (Doengoes, 2000) (Wijaya & Putri, 2013).

I. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial.
c. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena
trombositmemainkan peran sangat penting dalam pembentukan
trombus dan ambolisasi. Antiagresi trombosis seperti aspirin
digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi trombosis
yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam
sistem kardiovaskuler (Mutaqin, 2011)
2. Non Farmakologis
Berikut ini beberapa jenis terapi yang dapat dijalankan terkait
proses pemulihan kondisi pasca stroke :
a. Terapi Wicara
Terapi wicara membantu penderita untuk mengunyah,
berbicara, maupun mengerti kembali kata – kata (Farida & Amalia,
2009).
b. Fisioterapi
Kegunaan metode fisioterapi yang digunakan untuk
menangani kondisi stroke stadium akut bertujuan untuk :
1) Mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat tirah baring yang
lama
2) Menghambat spastisitas, pola sinergis ketika ada peningkatan
tonus
3) Mengurangi oedem pada anggota gerak atas dan bawah sisi sakit
4) Merangsang timbulnya tonus ke arah normal, pola gerak dan
koordinasi gerak
5) Meningkatkan kemampuanaktivitas fungsional .
c. Akupuntur
Akupuntur merupakan metode penyembuhan dengan cara
memasukkan jarum dititik-titk tertentu pada tubuh penderita stroke.
Akupuntur dapat mempersingkat waktu penyembuhan dan
pemulihan gerak motorik serta ketrampilan sehari-hari.

B. Konsep Tindakan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakansuatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai
sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan
pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain
gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak
responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat- obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi
oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukungpengkajian dari riwayat
penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh
dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi
yang memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada
keluhankeluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk
mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang
menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan
tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran
compos mends, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada
kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan
dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan
darah biasanyaterjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus
dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah
satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas
pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum
adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi
otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02
kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
akan buruk. Selain itu,perlu juga dikaji tandatanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami
masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan
pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons terhadap
lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem
persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat
perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien
sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk
pemantauan pemberian asuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap
lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung
dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage
yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak
begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area
Wernicke) didapatkan disfasiareseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan
disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria
(kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk
melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat
ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir
rambutnya.
h. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
saraf kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II : Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-
spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area
spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
4) Saraf V : Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan
satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
5) Saraf VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
6) Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
8) Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
9) Saraf XII : Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
i. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi
berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :
a. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan saraf kranialis
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot.
d. Gangguan integritas kulit berhubungan denganfaktor mekanis
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
serebral
3. Intervensi Keperawatan
N
DIAGNOSA TUJUAN / KRITERIA HASIL INTERVENSI
O
1 (D.0063) Gangguan menelan (L.06052) Setelah dilakukan (I.11351) Dukungan perawatan diri :
b.d gangguan saraf kranialis intervensi keperawatan selama 1 x Makan/Minum
24 jam maka status menelan Observasi
membaik dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi diet yang dianjurkan
• Mempertahankan makanan 2. Monitor kemampuan menelan
dimulut meningkat Terapeutik
• Reflek menelan meningkat 3. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
• Kemampuan mengunyah selama makan
meningkat 4. Atur posisi yang nyaman untuk makan/minum
• Frekuensi tersendak menurun 5. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
• Muntah menurun perlu
6. Sediakan sedotan untuk minum
7. Sediakan makanan/minuman yang disukai
Edukasi
8. Jelaskan posisi makanan pada pasien yang
mengalami gangguan penglihatan dengan
(D.0019) Defisit nutrisi b.d menggunakan arah jarum jam
ketidakmampuan mencerna Kolaborasi
2 makanan 9. Kolaborasi pemberian obat (mis. Analgesik,
(L.03119) Setelah dilakukan antiemetik), sesuai indikasi
intervensi keperawatan selama 1 x
24 jam maka status nutrisi membaik (I.03119) Manajemen Nutrisi
dengan kriteria hasil : Observasi
• Frekuensi makan membaik 1. Identifikasi status nutrisi
• Porsi makanan yang dihabiskan 2. Identifikasi alergi makanan dan intoleransi
meningkat makanan
3. Monitor asupan makanan
4. Monitor hasil pemeriksaan laboratoium
Terapeutik
5. Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
(D.0054) Gangguan mobilitas 6. Berikan makanan tinggi serat
fisik b.d penurunan kekuatan Edukasi
otot 7. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
3
Kolaborasi
(L.05042) Setelah dilakukan 8. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
intervensi keperawatan selama 1 x makan
24 jam maka mobilitas fisik 9. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
meningkat dengan kriteria hasil : menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
• Pergerakan ektremitas yang dibutuhkan
meningkat
• Kekuatan otot meningkat (I.05173) Dukungan Mobilisasi
• Rentang gerak (ROM) Observasi
meningkat 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
• Kelemahan fisik menurun lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
pergerakan
3. Monitor kondisi umum selama melakukan
(D.0192) Gangguan mobilisasi
integritaskulit/jaringan Terapeutik
b.dfaktor mekanis 4. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
bantu (mis. Pagar tempat tidur)
4
5. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
(L.14125) Setelah dilakukan 6. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
intervensi keperawatan selama 1 x 7. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
24 jam maka integritas kulit dan 8. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
jaringan meningkat dengan kriteria dilakukan (mis. Duduk, di tempat tidur,
hasil : duduk disisi tempat tidur, pindah dari tempat
• Kerusakan jaringan menurun tidur ke kursi)
• Kerusakan lapisan kulit
menurun
(D.0119)
• Nyeri menurun (I.11353) Perawatan Intergritas kulit
Gangguankomunikasiverbalb.d.
Observasi
penurunan sirkulasi serebral
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas
5 kulit (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan
status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
Terapeutik
2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
3. Lakukan pemijatan pada penonjolan tulang,
jika perlu
(L.13118) Setelah dilakukan
intervensi keperawatan selama 1 x 4. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada
24 jam maka komunikasi verbal kulit kering
meningkat dengan kriteria hasil : Edukasi
• Kemampuan berbicara 5. Ajarkan menggunakan pelembab (mis.
meningkat Lotion, serum)
• Kemampuan mendengar
meningkat (I.13492) Promosi komunikasi defisif bicara
• Respon perilaku membaik Observasi
• Pemahaman komunikasi 1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas,
membaik volume, dan diksi bicara
2. Monitor proses kognotif, anatomis, dan
fisiologis yang berkaitan dengan bicara (mis.
Memori, pendengaran, bahasa)
Terapeutik
3. Gunakan metode komunikasi alternatif (mis.
Menulis, mata berkedip, papan komunikasi
dengan gambar dan huruf, isyarat tangan dan
komputer)
4. Berikan dukungan psikologis
Edukasi
5. Anjurkan berbicara perlahan
Kolaborasi
6. Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
3. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telahdisusun pada tahap perencanaan dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan klien secaraoptimal.Padatahap
iniperawatmenerapkanpengetahuanintelektual,kemampuanhubunganantarm
anusia(komunikasi)dankemampuantekniskeperawatan,
penemuanperubahanpadapertahanan daya tahan tubuh, pencegahan
komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh,pemantapan hubungan klien
dengan lingkungan, implementasi pesan tim medis
sertamengupayakanrasaaman,nyamandankeselamatanklien.

4. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana
mengenai kesehatan kliendengan tujuan yang telah ditetapkan dan
dilakukan secara berkesinambungan denganmelibatkankliendantenaga
kesehatan lainnya.Penilaiandalamkeperawatanbertujuanuntukmengatasi
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari
proseskeperawatan
FORMAT PENGKAJIAN DI RUANG IGD

Nama :Tn.M No.RM : 2

Jenis Kelamin :Laki-laki Umur : 73 tahun

Tgl masuk :24/09/2021 Jam :13.10 WITA

Jenis pelayanan : Bedah Non Bedah Kebidanan Anak

Alasan Datang : Penyakit Trauma/Ruda Paksa

Cara Masuk :Sendiri Rujukan

Pendidikan: S1 Pekerjaan :Pensiunan

Pre Hospital

Keadaan Pre Hospital : APVU: TD: Nadi:

Pernafasan: Suhu: Spo2

Tindakan Pre Hospital :

CPR O2 infus NGT Nasopharingal Tube ETT

Suction Krikotiroidoktomi BVM Bidai Catheter Urine Bebat Tekan

Heacting Obat Lain

PENGKAJIAN TRIAGE

Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran

Anamnese : Pasien masuk RS dengan keadaan tidak sadarkan diri dari rumah secara tiba-tiba,
tampak pucat, CRT >2detik, suara napas gurgling, TD : 160/90 mmHg, N:54x/i, P:14, S:36 C, akral
dingin.

Riwayat Penyakit Dahulu : Jantung, Prostat dan tahun lalu pernah menderita Covid19

Riwayat Alergi : Tidak Ada :

A. Airway
 Tidak Paten
 Gargling
Dagnosa Keperawatan :
 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Tindakan Keperawatan :
1. Bersihkan Jalan Napas
2. Suction/Penghisapan
3. Melakukan jaw thrust
4. Melakukan oro/nasofaringeal airway

B. Breathing
 Irama nafas: -Tidak teratur
 Suara nafas: -Ronchi
 Pola nafas : - Dyspnea
 Penggunaan otot bantu:-
 Jenis nafas : -Pernafasan perut dan dada
 Frekuensi Nafas : 14x/menit

Diagnosa Keperawatan:
 Pola Nafas Tidak Efektif

Tindakan Keperawatan
 Obsevasi frekuensi, irama, kedalaman, pernafasan
 Observasi tanda-tanda distres pernafasan : penggunaan otot bantu; retraksi
intercosta; nafas cuping hidung
 Kolaborasi : berikan O2 10 liter via NRM

C. Circulation

Akral : -Dingin

Sianosis : -Ya CRT>2detik

TTV :Tekanan Darah : 144/60mmHg

Nadi : -Teraba : 88x/menit

Irama : Reguler
Kekuatan : -Kuat -Lemah

Perdarahan : ya -Lokasi Perdarahan: muntah melalui mulut

Adanya riwayat kehilangan cairan dalam jumlah besar :


 Diare - muntah -
 Kelembaban kulit : Lembab
 Turgor : -Baik
 Luas Lukabakar : tidak ada

Resiko Dekubitus : Tidak

Diagnosa keperawatan : -Gangguan Perfusi jaringan perifer

Tindakan keperawatan :
 Mengkaji nadi
 Menilai akral
 Mengukur TD
 Monitor perubahan turgor,membrane mukosa,dan capillary refill time
 Kolaborasi
 Memasang infus IV,cairan sebanyak : 500 cc

Tingkat kegawatan : Merah Kuning Hijau Hitam

Jam : 13.30 Wita

D. Disability

Tingkat kesadaran :
 Somnolen

Nilai GCS : E :2 V:3 M: 2 : 7

Pupil
 Miosis
 Diameter 2mm

Respon cahaya
 (+) Isikor

Penilaian ekstremitas :
 Sensorik : ya
 Motorik : tidak

Diagnosa Keperawatan
 Penurunan kesadaran

Tindakan keperawatan
 Mengobservasi perubahan tingkat kesadaran
 Mengkaji pupil:isikor,diameter,dan respon cahaya
 Meninggikan kepala 15-30 derajat,jika tidak ada kontra

E. Exposure

Pengkajian Nyeri

Apakah ada nyeri :


 Tidak

Perjalanan nyeri :
 tidak

Deskripsi / karakter
 frekuensi
 jarang
 hilang timbul
 terus menerus
 lamanya :
 faktor yang memperkuat / memperingan
 gejala penyerta
 luka
 ya
 tidak
 deformitas
 ya
 tidak
 contusion
 ya
 tidak
 abrasi
 ya
 tidak
 Penetrasi
 ya
 tidak
 Laserasi
 ya
 tidak
 Edema
 ya
 tidak
 Kedalaman luka :
 Resiko decubitus
 ya
 tidak
 Diagnosa keperawatan
 nyeri
 kerusakan mobilitas fisik
 kerusakan integritas jaringan
 Tindakan keperawatan
 mengkaji karakteristik nyeri PQRST
 perawatan luka
 mengajarkan teknik relaksasi
 membatasi aktifitas yang meningkatkan nyeri
 mengobservasi tanda-tanda adanya syndrome kompratmen (nyeri lokal
daerah cedera,pucat),penurunan mobilitas,penurunan tekanan nadi,nyeri
saat bergerak,perubahan sensori/baal dan kesemutan
 melakukan pembalutan
 melakukan pembidaian
 kolaborasi : analgetik
 lainnya :

F. Fahrenhealt

Suhu Axila : 36ºC

Berat Badan : 60 Kg

Diagnosa Keperawatan : -Hipertermi

-Hipotermi

Pemeriksaan Penunjang :

EKG : Gangguan Irama jantung


Laboratorium : -s

Radiologi : Kardiomegalis
Diagnosa Medis : Hemoragik Stroke

Terapi :

Nama Obat Tehnik Pemberian Dosis Indikasi

Infus Rl Intravena 500/20 tpm Kekurangan


cairan/pemberian obat

Menetralkan asam
Ranitidin Intravena 1 ampul lambung

Mecobalamin Intramuskular 1 ampul

Citocolin Intravena 1 ampul


DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
2. Pola Nafas Tidak Efektif
3. Gangguan Perfusi jaringan perifer
4. Penurunan kesadaran

Diagnosa Keperawatan Waktu Implementasi Waktu Evaluasi


Bersihan jalan nafas tidak 13.30 1. Membersihkan Jalan Napas 13.40 S: -
efektif berhubungan Hasil : Jalan nafas bersih dari muntah dan O : -Tidak terdengarsuara gurgling
sekresi tertahan darah -Jalan Napas paten
2. Melakukan jaw thrust A : Masalah bersihan jalan nafas teratasi
Hasil: Telah dilakukan jaw thrust P : Pertahankan intervensi
3. Melakukan oro/nasofaringeal airway
Hasil :Terpasang OPA
4. Melakukan Suction/Penghisapan
Hasil : Jalan nafas paten

Pola nafas tidak efektik 13.40 1. Mengobsevasi frekuensi, irama, 14.00 S:-
berhubungan dengan kedalaman, pernafasan O : -Frekuensi Nafas : 16x/menit
gangguan neurologis Hasil : Frekuensi : 14x/i -Irama : Teratur
Irama : Tidak teratur A: Masalah Pola nafas teratasi
2. Mengobservasi tanda-tanda distres P : Pertahankan intervensi
pernafasan : penggunaan otot bantu;
retraksi intercosta; nafas cuping hidung
Hasil : menggunakan otot bantu nafas
3. Mengkolaborasi : berikan O2 Hasil :
Telah diberikan O2 10 liter via NRM

Gangguan perfusi 14.00 1. Mengkaji nadi 14.10 S: -


jaringan perifer Hasil :Frekuensi :66x/i O :TTV : TD: 140/60mmHg
Irama : reguler N : 70x/i
Kekuatan : kuat P : 16x/i
2. Menilai akral S: 36,6ºC
Hasil : kaki dan tangan terabah dingin CRT :<2dtk
3. Mengukur TD A: Gangguan perfusi jaringan perifer teratasi
Hasil : TD : 156/92 mmHg P: Pertahankan Intervensi
4. Monitor perubahan turgor,membrane
mukosa,dan capillary refill time
Hasil :>2dtk

Penurunan Kesadaran 14.10 1. Mengobservasi perubahan tingkat 14.20 S: -


kesadaran O : Kesadaran menurun
Hasil : GCS: 9 (Samnolen) GCS: 9
2. Mengkaji pupil:isikor,diameter,dan Kekuatan otot menurun
respon cahaya A:Penurunan kesadaran belum teratasi
Hasil : Pupil isokor P : Pertahankan intervensi
3. Meninggikan kepala 15-30 derajat,jika
tidak ada kontra
Hasil : Kepala ekstensi
DAFTARPUSTAKA

Ariani,T.A.2012.SistemNeurobehaviour.Jakarta:SalembaMedika.
Muttaqin, A. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta:Salemba Medika
Nurarif&Hardhi.2015.AplikasiAsuhanKeperawatanBerdasarkanDiagnosaMedis&
NandaNic-Noc Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional.
Yogyakarta : MediactionJogja.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Defenisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1 Persatuan Perawat Nasional
Indonesia(PPNI). Jakarta : Dewan pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Defenisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1 Cetakan II Persatuan
Perawat Nasional Indonesia(PPNI). Jakarta : Dewan pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Defenisi dan Kreteria Hasil Keperawatan Edisi 1 Cetakan II Persatuan
Perawat Nasional Indonesia(PPNI). Jakarta : Dewan pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Yasmara, D., Nursiswati & Arafat, R., 2016. Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal BedahDiagnosisNanda-I2015-
2017IntervensiNICHasilNOC.Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai