LAPORAN PENDAHULUAN
Oleh:
Septa Dwifarin
NIM 182310101013
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
KONSEP TEORI
.1.1 Definisi
Otak mengontrol banyak hal yang berlangsung di dalam tubuh. Kerusakan otak
dapat mempengaruhi pergerakan, perasaan, perilaku, kemampuan
berbicara/berbahasa dan kemampuan berpikir seseorang. Otak adalah organ
manusia yang mengontrok banyak hal dalam tubuh. Otak manusia juga mengalami
gangguan atau kerusakan, gangguan yang berhubungan dengan otak ialah stroke
(Shazari & Betta, 2016).
Stoke iskemik adalah keadaan apabila pembulu darah mengalami penumbatan,
bisa disebabkan oleh peradangan atau infeksi sehingga menghambat aliran darah
menuju otak. Penyempitan pembulu darah juga bisa diakibatkan oleh obat-obatan
seperti kokain dan amfetamin. Terhentinya aliran darah secara tiba-tiba dapat
menyebakan oarang tersebut kehilangan kesadaran (yueniwati, 2015).
Stroke iskemik dapat mengakibatkan gangguan beberapa bagian dari otak,
sedangkan bagian otak lainnya bekerja dengan normal. Dampak dari stroke adalah
kecacatan bahkan kematian tergantung pada lokasi mana yang terjadi gangguan
suplai darah ke otak. Suplai darah yang berkurang menyebabkan kematian sel
neuron, (Shazari & Betta, 2016).
2
1.2 Epidemiologi
1.3 Etiologi
3
1. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal
dari “plaque athersclerotique” yang ber-ulserasi atau dari trombus yang
melekat pada intim arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
2. Embolisasi akibat gangguan sistemik seperti embolia septik (dari abses paru
atau bronkiektasis), metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru,
embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
3. Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari
rightsided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85
persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark
miokard.
1.4 Patofisiologi
Menurut Price (2006), infark iskemik cerebri sangat erat hubungannya dengan
aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-
macam manifestasi klinis dengan cara :
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah
4
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan
aterm
3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau
menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek
5
semakin besar. Begitu juga dengan stroke hemoragik yang dapat menjadi
penyebab otak membengkak.
SeGeRa ke RS meliputi,
Senyum : Sedikit miring/ berot
Gerak : Gerakan otot menurun/melemah
Bicara : Pelo, cedal
Kebas : Sering mengalami kebas
Rabun : Pandangan mulai rabun
7
6. Sinar X Tengkorak untuk menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal.
1.7 Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologi
8
masa golden period yaitu 3 perdarahan saluran
hingga 4,5 jam sejak cerna. Obat ini dapat
onset/kejadian stroke. mengganggu
Antiplatelet: hemostasis pada
Aspirin 160-325 mg/hari, tindakan operasi dan
clopidogrel (plavix) 75 mg/hari. bila diberikan
Kombinasi aspirin dan
clopidogrel terbukti mampu bersama heparin atau
mencegah stroke infark. antikoagulan oral
dapat meningkatkan
perdarahan.
Efek samping
clopidogrel yaitu
supresi sumsum
tulang belakang yaitu
neutropenia dan
thrombotic
thrombocytopenia
purpura pada
beberapa kasus.
9
3 Faktor Sistemik Tekanan darah harus diatur -
supaya tetap tinggi untuk
mempertahankan CBF.
Tekanan darah dikontrol
sesudah 7-10 hari dengan target
TDS 160-10 dan TDD 90-100.
Kadar gula darah harus diatur
sekitar 100-200gr%.
Hiperlipidemia juga harus
dikontrol.
10
3. Rehabilitasi /ROM
Waktu yang dirasa tepat untuk segera memulai terapi pasca
stroke adalah 24-48 jam setelah serangan, asalkan kondisi penderitanya
sudah stabil. Dalam periode tersebut, penyedia layanan kesehatan akan
membantu pasien terapi pasca stroke bergerak di tempat tidur.
Fungsinya adalah memperkuat anggota gerak tubuh pasien, sehingga
membantu pasien stroke untuk mampu merawat diri sendiri dan kembali
melakukan aktivitas secara mandiri. Untuk mencegah peningkatan TIK,
dengan meninggikan kepala 30º- 45º menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan, pemberian dexamethason. Pasien di tempatkan pada
posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak
ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang.
11
1.1.6 Pathway
Aterosklerosis
2 Kepekatan darah Pembentukan
(elastisitas pembuluh meningkat thrombus
3
darah menurun)
Obstruksi
thrombus di otak
Hipoksia cerebri
12
Gangguan Mobilitas
Penurunan kemampuan otot
mobilitas fisik menurun
mengunyah/menelan
Tirah
baring
Gangguan efek Keseimbangan
menelan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
13
BAB II
2.1 Pengkajian
14
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Riwayat penyakit yang pernah dialami pasien sebelumnya. Biasanya
pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
pengunaan obat-obat antikoagulan, aspirin dan kegemukan/obesitas.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji ada atau tidaknya keluarga yang menderita penyakit yang sama.
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit
seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.
c. Pengkajian pola fungsi kesehatan
1. Pola presepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien mendeskripsikan bagaimana pola kesehatan dan kesejahteraan
klien. Pada saat klien sakit, klien mudah bekerja sama untuk proses
penyembuhan.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Berisi tentang pola makan klien, berat badan, intake dan output makanan.
Pada klien Stroke Iskemik biasanya mengalami penurunan asupan.
3. Pola eliminasi
Berisi tentang karakteristik urin dan feses yang dikeluarkan.
Karakteristik tersebut meliputi frekuensi, jumlah, warna, bau, berat jenis.
Pada klien Stroke Iskemik jarang terjadi gangguan eliminasi baik
BAK maupun BAB
4. Pola aktivitas dan latihan
Klien dengan Stroke Iskemik kondisi pasien lemah.
5. Pola istirahat dan tidur
Klien dengan Stroke Iskemik kemungkinan kecil untuk terganggu pada
saat tidur.
6. Pola persepsi sensor dan kognitif
Saat pengkajian berlangsung klien dengan Stroke Iskemik mengalami
penurunan kesadaran dan sulit diajak komunikasi.
7. Pola persepsi diri
15
Menjelaskan tentang gambaran diri, harga diri, ideal diri, dan peran
masing-masing individu. Pada klien dengan Stroke Iskemik terjadi
gangguan pada pola persepsi.
8. Pola seksualitas dan reproduksi
Klien dengan Stroke Iskemik tidak mengalami gangguan pada
seksualitas dan reproduksi.
9. Pola peran dan hubungan
Klien dengan Stroke Iskemik tidak mengalami gangguan pada pola peran
dan hubungan.
10. Pola manajemen koping stres
Manajemen koping setiap individu berbeda beda tergantung dari
berbagai faktor. Pada klien dengan Stroke Iskemik mengalami gangguan
pada pola manajemen koping stres .
11. Sistem nilai dan kepercayaan
Sistem nilai dan kepercayaan pada penderita Stroke Iskemik ini
berkaitan dengan klien percaya bahwa ia dapat sembuh dan ia mampu
melakukan semua tindakan untuk kesembuhan dirinya meskipun terjadi
perubahan dari sebelumnya.
d. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Pada klien dengan Stroke Iskemik, klien tampak lemah dan tingkat
kesadaran composmentis.
2. Pemeriksaan tanda tanda vital
Pada klien dengan Stroke Iskemik juga sama dengan klien lainnya
pemeriksaan TTV meliputi pemeriksaan nadi, tekanan darah, pola
pernapasan, dan suhu tubuh.
3. Pemeriksaan Head to Toe
a. Kepala
Inspeksi : simetris, rambut putih, kulit kepala bersih.
Palpasi : tidak ada massa
b. Mata
16
Inspeksi : simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokor +/+, 2mm/2mm
Palpasi : tidak ada masalah
c. Hidung
Inspeksi : simetris, tidak ada secret, fungsi penciuman baik.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
d. Mulut & lidah
Inspeksi : mulut asimetris dextra, lidah merah, mukosa lembab
Palpasi : tidak ada masalah
e. Leher
Inspeksi : simetris, tidak ada jejas.
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening.
f. Thorax/ paru
Inspeksi : simetris, retraksi dinding dada (+), tidak ada jejas.
Palpasi : fremitus simetris, pergerakan dada simetris, tidak ada
massa. Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
g. Jantung
Inspeksi : cekung (-), cembung (-)
Palpasi : ictus cordis di ICS V
Perkusi : batas jantung
Atas : ICS II, linea sternalis kanan dan kiri
Pinggang : ICS III, linea sternalis kiri Bawah
: ICS V, MCL linea kiri
h. Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi abdomen (-), tidak ada jejas.
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-)
17
Perkusi : tympani
Auskultasi : bising usus 8x/i, (normal= 6-12x/i)
i. Muskuloskeletal
5555 1111
2) Akral hangat.
Keterangan :
1. Dekortikasi
Ekstremitas kiri bawah kaku dan
terkedang (ekstensi), sedangkan kiri
atas kaku dan terketul(fleksi).
2. Deserebrasi
Gerakan ekstensi sendi siku dan
pronasi
19
memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut,
informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat
benda tersebut.
3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan
Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N
III).
• Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya),
menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari
arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan
keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
• Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek
kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek
kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia,
nistagmus.
• Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri
dan kanan tanpa menengok.
4. Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada
kelopak mata atas dan bawah.
• Refleks kornea langsung maka gerakan
mengedip ipsilateral.
• Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip
kontralateral. Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla
dan mandibula dengan mata klien tertutup, perhatikan
apakah klien merasakan adanya sentuhan.
5. Test nervus VII (Facialis)
• Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah,
terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan
larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh
20
menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi
yang sehat.
• Otonom, lakrimasi dan salivasi
• Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta
klien untuk : tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata
sementara pemeriksa berusaha membukanya.
6. Test nervus VIII (Acustikus) Fungsi sensoris :
• Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan
jari bergantian kanan-kiri.
• Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta
berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
Nervus IX mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior
lidah, tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan
M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi
M. Salivarius inferior. N X, mempersarafi organ viseral dan
thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx,
tonsil dan palatum lunak.
8. Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian
palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan
pemeriksa berusaha menahan test otot trapezius.
9. Nervus XII (Hypoglosus)
• Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
• Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi) Keluarkan
lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan
minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
21
c. Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan, observasi cara berjalan,
kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan, tubuh – kaki
1. Periksa tonus otot dan kekuatan
Kekuatan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot: Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap: tidak ada gerakan pada sendi
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan
pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi
kekuatannya berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan
maksimal
d. Pemeriksaan Reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien
biasanya dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak
memungkinkan. Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala
0 – 4.
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
a. Reflek Fisiologis
• Reflek Tendon
a. Reflek patella
22
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi
kurang lebih dari 30 derajat. Tendon patela(ditengahtengah
patela dan Tuberositas tibiae) dipukul dengan reflek hamer.
Respon berupa kontraksi otot guardrisep femoris yaitu
ekstensi dari lutut.
b. Reflek bisep
23
c. Reflek trisep
24
• Reflek Superfisial
a. Reflek Kulit Perut
b. Reflek Kremaster
c. Reflek kornea
d. Reflek Bulbokavernosus
e. Reflek Plantar
25
b. Reflek Patologis
Babinski
26
Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian
lateral maleolus hasil positif bila gerakan dorsoekstensi
dari ibu jari dan gerakan abduksi dari jarijari lainnya.
b. Cara Gordon
27
5. Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan : a. Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu
tidak dapat menempel pada dada: Kaku kuduk positif (+)
b. Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan
lain di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian
kepala klien di fleksikan kedada secara pasif:
Brudzinsky I positif (+)
c. Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi
panggul dan lutut.
d. Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai
bawah pada sendi lutut normal, Kerniq + apabila ekstensi lutut pasif
dan akan menyebabkan rasa sakit.
e. Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang Mischiadicus.
28
2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis atas respon pasien, keluarga,
atau komunitas terhadap kesehatan dan proses kehidupan aktual atau potensial.
Diagnosa keperawatan merupakan dasar atas pemilihan intervensi keperawatan
untuk mencapai hasil yang mana perawat bertanggung jawab dan bertanggung
gugat. Berikut adalah diagnosa keperawatan klien Stroke Iskemik menurut
NANDA (2018):
29
2.4 Implementasi Keperawatan
Proses pelaksaan dari intervensi keperawatan yang sebelumnya telah di
rancang. Pengimplementasiannya sesuai dengan komponene-komponene yangtelah
dirancang di bagian intervensi
2.5 Evaluasi Keperawatan
Proses menilai kembali respon pasien terhadap intervensi keperawatan yang
telah diberikan. Menilai apakah intervensi tersebut mampu memberikan dampak yang
positif sehingga pasien mulai mengalami peningkatan status kesehatan. Setelah
dilakukan penilaian maka akan diputusan intervensi tersbut akan dilanjutkan, di ganti
ataupun dihentikan.
30
DAFTAR PUSTAKA
Husna, dkk. 2015. Correlation Between Leukocyte Count When Admitted In Emergency
Room (Er) With Clinically Acute Ischemic Stroke Patients.
Kementerian Kesehatan RI. Pusat data dan informasi situasi kesehatan jantung 2014
Tersedia
Nugraha, D. P., E. Bebasari., Y. Wardani. 2018. Profil Pasien Stroke di RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau. JIK. Jilid 12 (1): 52-56
31
Putra, S. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Tn. I Dengan Stroke Non Hemoragik Di
Irna Non Bedah Neurologi Rsup. Dr. M. Djamil Padang
Price, S. A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Dalam Maryani, Y. 2015. Asuhan
Keperawatan Pada Ny. R Dengan Stroke Iskemik Di Ruang Dahlia RSUD
Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2015. Sumatera Barat: Mahasiswa Program
Studi Profesi Ners Fakultas Kesehatan & MIPA UMSB
Nugraha, P.H.P. et al. 2018. Perbedaan Skor Functional Independence Measure (FIM)
pada Pasien Rawat Inap dengan Stroke Iskemik dan Stroke Hemoragik di
Rumah Sakit di Kota Bengkulu Tahun 2018. Sriwijaya Journal Of Medicine.
Vol 1(3): 164-176
32