Anda di halaman 1dari 32

CEREBRO VASKULER ACCIDENT (CVA) INFARK

LAPORAN PENDAHULUAN

Oleh:
Septa Dwifarin
NIM 182310101013

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2021
KONSEP TEORI

.1.1 Definisi

Otak mengontrol banyak hal yang berlangsung di dalam tubuh. Kerusakan otak
dapat mempengaruhi pergerakan, perasaan, perilaku, kemampuan
berbicara/berbahasa dan kemampuan berpikir seseorang. Otak adalah organ
manusia yang mengontrok banyak hal dalam tubuh. Otak manusia juga mengalami
gangguan atau kerusakan, gangguan yang berhubungan dengan otak ialah stroke
(Shazari & Betta, 2016).
Stoke iskemik adalah keadaan apabila pembulu darah mengalami penumbatan,
bisa disebabkan oleh peradangan atau infeksi sehingga menghambat aliran darah
menuju otak. Penyempitan pembulu darah juga bisa diakibatkan oleh obat-obatan
seperti kokain dan amfetamin. Terhentinya aliran darah secara tiba-tiba dapat
menyebakan oarang tersebut kehilangan kesadaran (yueniwati, 2015).
Stroke iskemik dapat mengakibatkan gangguan beberapa bagian dari otak,
sedangkan bagian otak lainnya bekerja dengan normal. Dampak dari stroke adalah
kecacatan bahkan kematian tergantung pada lokasi mana yang terjadi gangguan
suplai darah ke otak. Suplai darah yang berkurang menyebabkan kematian sel
neuron, (Shazari & Betta, 2016).

2
1.2 Epidemiologi

Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang memiliki tingkat morbiditas


dan mortalitas yang cukup tinggi di dunia, menyebabkan sekitar 5,8 juta orang
meninggal akibat stroke. WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis
yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (global) dengan gejala - gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian. Ada
2 jenis stroke yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Di negara barat dari
seluruh penderita stroke yang terdata, 80% merupakan jenis stroke iskemik
sementara sisanya merupakan jenis stroke hemoragik. Menurut Kemenkes RI
(2017),
Di Indonesia sendiri pada tahun 2018 tercatat terdapat 2.565.601 kasus pasien
yang terserang stoke dimana Kalimantan Timur menyumbang kasus stroke
terbanyak yakni sebesar 14,7% dari seluruh kejadian. Kelompok umur yang paling
banyak mengalami stroke sendiri adalah masyarakat dengan rnetang umur 55-65
tahun yakni dengan prevalensi 33,3% dari seluruh jumlah kasus (Infodatin, 2019).

1.3 Etiologi

Menurut buku yang dirancang oleh Dosen Keperawatan Medikal-Bedah


Indonesia (2016), Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat
disebabkan oleh Iskemia atau perdarahan yang mengakibatkan penurunan aliran
darah ke area otak, Hemoragi Serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan
pendarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak), Oklusi Fokal
pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke
bagian otak yang mengalami oklusi. Stroke iskemik paling sering disebabkan oleh
emboli ekstrakranial atau trombosis intrakranial. Menurut Brunner & Suddarth
(2014), terjadinya emboli disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:

3
1. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal
dari “plaque athersclerotique” yang ber-ulserasi atau dari trombus yang
melekat pada intim arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
2. Embolisasi akibat gangguan sistemik seperti embolia septik (dari abses paru
atau bronkiektasis), metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru,
embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
3. Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari
rightsided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85
persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark
miokard.

1.4 Patofisiologi

Menurut Price (2006), infark iskemik cerebri sangat erat hubungannya dengan
aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-
macam manifestasi klinis dengan cara :
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah

4
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan
aterm
3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau
menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak diantaranya:


1. Keadaan pembuluh darah.
2. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah
ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi
menurun.
3. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak
yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar
pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi
otak.
4. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena
lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.

Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus,


emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum
(Hypoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis
sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal
dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana
aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosi dan
hypertensi pembuluh darah. Pembengkakan otak dikenal dengan istilah medis
edema serebral, yaitu kondisi yang bisa meningkatkan risiko kerusakan pada
organ otak. Serangan stroke iskemik terjadi karena adanya penyumbatan
pembuluh darah pada otak mengakibatkan otak tidak mendapat pasokan darah
yang mengandung oksigen, dan menyebabkan sel otak mati. Saat sel otak
mengalami kematian, risiko terjadi pembengkakan pada organ tersebut menjadi

5
semakin besar. Begitu juga dengan stroke hemoragik yang dapat menjadi
penyebab otak membengkak.

1.5 Manifestasi Klinik

Menurut Smeltzer & Bare (2008) dalam Maryani (2015), stroke


menyebabkan berbagai deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak
tertentu tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori).

1. Gejala stroke sementara (sembuh dalam beberapa menit/jam)


• Sakit kepala secara tiba-tiba, pusing, bingung
• Penglihatan kabur atau kehilangnya ketajaman penglihatan pada
satu atau kedua mata
• Kehilangan keseimbangan, lemah
• Rasa kebal atau kesemutan pada sisi tubuh
2. Gejala stroke ringan
• Mengalami beberapa atau semua gejala stroke sementara
• Kelemahan/kelumpuhan tangan/kaki
• Bicara tidak jelas
3. Gejala stroke berat (sembuh/mengalami perbaikan dalam beberapa
bulan/tahun, atau tidak bisa sembuh sama sekali)
• Mengalami beberapa atau semua gejala stroke sementara dan
ringan
• Koma jangka pendek (kehilangan kesadaran)
• Kelemahan/kelumpuhan tangan/kaki
• Bicara tidak jelas/hilangnya kemampuan bicara
• Sukar menelan
• Kehilangan kontrol terhadap pengeluaran air seni dan feses
• Kahilangan daya ingat dan konsentrasi
6
• Terjadi perubahan perilaku misalnya : bicara tidak menentu, mudah
marah, tingkah laku seperti anak kecil, dan lain-lain.
Untuk lebih mudahnya, kita bisa menggunakan pengenalan gejala awal stroke
yaitu melalui 'SeGeRa ke RS' (SEnyum, GErak, bicaRA, KEbas, Rabun, dan
Sakit kepala) dan FAST (Face, Arm, Speech, dan Time).

SeGeRa ke RS meliputi,
Senyum : Sedikit miring/ berot
Gerak : Gerakan otot menurun/melemah
Bicara : Pelo, cedal
Kebas : Sering mengalami kebas
Rabun : Pandangan mulai rabun

1.6 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Putra (2010), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah


sebagai berikut :

1. CT Scan merupakan pemeriksaan untuk memperlihatkan edema,


hematoma, iskemia, dan adanya infark.
2. Scan resonasi magnetik (MRI) lebih sensitif dari CT Scan dalam
mendeteksi infark serebri dini dan infark batang otak
3. Ekokardiografi untuk mendeteksi adanya sumber emboli dari jantung. Pada
pasien, ekokardiografi transtorakal sudah memadai. Ekokardiografi
transesofageal memberikan hasil yang lebih mendetail, terutama kondisi
atrium kiri dan arkus aorta, serta lebih sensitif untuk mendeteksi trombus
mural atau vegetasi katup.
4. Pemantauan Holter dapat dipakai untuk mendeteksi fibrilasi atrium
intermiten.
5. Pungsi Lumbal untuk menunjukkan adanya tekanan normal, tekanan
meningkat, dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya
perdarahan.

7
6. Sinar X Tengkorak untuk menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal.
1.7 Penatalaksanaan
1. Terapi Farmakologi

Tabel.1 prinsip terapi stroke iskemik


No. Golongan Jenis Pengobatan Efek Samping
Terapi
1 Antithrombus Trombolitik: Trombolitik dapat
Recombinant Tissue menyebabkan
Plasminogen Activator (rt-PA) perdarahan. Efek
diberikan pada fase akut, yaitu samping lainnya
kurang dari 3 jam setelah timbul
gejala, dosis 0,9-90 mg/kgBB, adalah mual, muntah,
10% dari dosis diberikan IV dan reaksi alergi.
bolus selama 1 menit dan
Efek samping aspirin
sisanya dilanjutkan dengan drip
dapat berupa rasa
selama 1 jam. Trombolisis
tidak enak di perut,
dilakukan pada
mual, dan

8
masa golden period yaitu 3 perdarahan saluran
hingga 4,5 jam sejak cerna. Obat ini dapat
onset/kejadian stroke. mengganggu
Antiplatelet: hemostasis pada
Aspirin 160-325 mg/hari, tindakan operasi dan
clopidogrel (plavix) 75 mg/hari. bila diberikan
Kombinasi aspirin dan
clopidogrel terbukti mampu bersama heparin atau
mencegah stroke infark. antikoagulan oral
dapat meningkatkan
perdarahan.
Efek samping
clopidogrel yaitu
supresi sumsum
tulang belakang yaitu
neutropenia dan
thrombotic
thrombocytopenia
purpura pada
beberapa kasus.

2 Neuroprotektif Citicholin dapatdiberikan Efek samping citicholin


24x250 mg/hari secara IV dapat berupa reaksi
hipersensitif seperti ruam
kemudian dilanjutkan dengan kulit, insomnia, sakit
2x500-1000 mg/oral. kepala, pusing, kejang,
mual, anoreksia, nilai
fungsi hati abnormal,
diplopia, perubahan
tekanan darah sementara
dan malaise.

9
3 Faktor Sistemik Tekanan darah harus diatur -
supaya tetap tinggi untuk
mempertahankan CBF.
Tekanan darah dikontrol
sesudah 7-10 hari dengan target
TDS 160-10 dan TDD 90-100.
Kadar gula darah harus diatur
sekitar 100-200gr%.
Hiperlipidemia juga harus
dikontrol.

Selain pengobatan secara konvensional, terdapat pula pengobatan


alternatif lainnya yaitu dengan menggunakan enzim yang terdapat dalam
cacing tanah. Cacing tanah telah digunakan sebagai terapi untuk berbagai
penyakit kronik di daerah Asia, misalnya Cina, Jepang dan Indonesia sejak
ribuan tahun lalu. Penelitian mengenai penggunaan cacing tanah sebagai
obat sudah dimulai sejak 500 tahun yang lalu (Shazari & Betta, 2016).

2. Terapi Non Farmakologi


• Endarterektomi
Pembedahan untuk pasien dengan penyempitan pembuluh
darah dan dilakukan dengan mengeluarkan embolus (benda
asing) dan thrombus (bekuan darah).
• Edukasi Pasien: edukasi pasien meliputi penjelasan mengenai
penyakit stroke iskemik terhadap pasien, bagaimana perjalanan
penyakitnya dan kondisi pasien saat ini

10
3. Rehabilitasi /ROM
Waktu yang dirasa tepat untuk segera memulai terapi pasca
stroke adalah 24-48 jam setelah serangan, asalkan kondisi penderitanya
sudah stabil. Dalam periode tersebut, penyedia layanan kesehatan akan
membantu pasien terapi pasca stroke bergerak di tempat tidur.
Fungsinya adalah memperkuat anggota gerak tubuh pasien, sehingga
membantu pasien stroke untuk mampu merawat diri sendiri dan kembali
melakukan aktivitas secara mandiri. Untuk mencegah peningkatan TIK,
dengan meninggikan kepala 30º- 45º menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan, pemberian dexamethason. Pasien di tempatkan pada
posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala tempat tidur agak
ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang.

11
1.1.6 Pathway

Penyakit yang mendasari stroke


(alkohol, hiperkolesteroid, merokok, stress, depresi, kegemukan)

Aterosklerosis
2 Kepekatan darah Pembentukan
(elastisitas pembuluh meningkat thrombus
3
darah menurun)

Obstruksi
thrombus di otak

Penurunan darah ke otak

Hipoksia cerebri

Infark jaringan otak

Kerusakan pusat gerakan Kelemahan pada Perubahan


motori di lobus frontalis nervus persepsi
hemisphare/hemiplagia V,VII,IX,X sensori

12
Gangguan Mobilitas
Penurunan kemampuan otot
mobilitas fisik menurun
mengunyah/menelan

Tirah
baring
Gangguan efek Keseimbangan
menelan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh

Risiko kerusakan Defisit perawatan


integritas kulit diri

13
BAB II

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan


suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi
data dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga
kesehatan) kemudian data dianalisis sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan.
a. Identitas klien
Identitas klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, status, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor
registrasi, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis
b. Riwayat Kesehatan yang terdiri dari :
1. Diagnosa Medik
Sesuai diagnosa yang ditegakkan oleh dokter dengan penjelasan dari
singkatan-singkatan atau istilah medis terkait Stroke Iskemik.
2. Keluhan Utama
Merupakan keluhan paling mengganggu yang dirasakan klien sehingga
klien datang ke rumah sakit. Keluhan utama yang dialami oleh penderita
Stroke Iskemik adalah sakit kepala.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan kronologis peristiwa terkait penyakit klien yang sekarang
dialami sejak klien mengalami keluhan pertama kalinya sampai klien
memutuskan ke rumah sakit. Kronologis kejadian yang harus diceritakan
meliputi waktu kejadian, cara/proses, tempat, suasana, manifestasi
klinis, riwayat pengobatan, persepsi tentang penyebab dan penyakit.
Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak
sadarkan diri, kelumpuhan separuh badan dan gangguan fungsi otak.

14
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Riwayat penyakit yang pernah dialami pasien sebelumnya. Biasanya
pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
pengunaan obat-obat antikoagulan, aspirin dan kegemukan/obesitas.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji ada atau tidaknya keluarga yang menderita penyakit yang sama.
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit
seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.
c. Pengkajian pola fungsi kesehatan
1. Pola presepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien mendeskripsikan bagaimana pola kesehatan dan kesejahteraan
klien. Pada saat klien sakit, klien mudah bekerja sama untuk proses
penyembuhan.
2. Pola nutrisi dan metabolik
Berisi tentang pola makan klien, berat badan, intake dan output makanan.
Pada klien Stroke Iskemik biasanya mengalami penurunan asupan.
3. Pola eliminasi
Berisi tentang karakteristik urin dan feses yang dikeluarkan.
Karakteristik tersebut meliputi frekuensi, jumlah, warna, bau, berat jenis.
Pada klien Stroke Iskemik jarang terjadi gangguan eliminasi baik
BAK maupun BAB
4. Pola aktivitas dan latihan
Klien dengan Stroke Iskemik kondisi pasien lemah.
5. Pola istirahat dan tidur
Klien dengan Stroke Iskemik kemungkinan kecil untuk terganggu pada
saat tidur.
6. Pola persepsi sensor dan kognitif
Saat pengkajian berlangsung klien dengan Stroke Iskemik mengalami
penurunan kesadaran dan sulit diajak komunikasi.
7. Pola persepsi diri
15
Menjelaskan tentang gambaran diri, harga diri, ideal diri, dan peran
masing-masing individu. Pada klien dengan Stroke Iskemik terjadi
gangguan pada pola persepsi.
8. Pola seksualitas dan reproduksi
Klien dengan Stroke Iskemik tidak mengalami gangguan pada
seksualitas dan reproduksi.
9. Pola peran dan hubungan
Klien dengan Stroke Iskemik tidak mengalami gangguan pada pola peran
dan hubungan.
10. Pola manajemen koping stres
Manajemen koping setiap individu berbeda beda tergantung dari
berbagai faktor. Pada klien dengan Stroke Iskemik mengalami gangguan
pada pola manajemen koping stres .
11. Sistem nilai dan kepercayaan
Sistem nilai dan kepercayaan pada penderita Stroke Iskemik ini
berkaitan dengan klien percaya bahwa ia dapat sembuh dan ia mampu
melakukan semua tindakan untuk kesembuhan dirinya meskipun terjadi
perubahan dari sebelumnya.
d. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Pada klien dengan Stroke Iskemik, klien tampak lemah dan tingkat
kesadaran composmentis.
2. Pemeriksaan tanda tanda vital
Pada klien dengan Stroke Iskemik juga sama dengan klien lainnya
pemeriksaan TTV meliputi pemeriksaan nadi, tekanan darah, pola
pernapasan, dan suhu tubuh.
3. Pemeriksaan Head to Toe
a. Kepala
Inspeksi : simetris, rambut putih, kulit kepala bersih.
Palpasi : tidak ada massa
b. Mata
16
Inspeksi : simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokor +/+, 2mm/2mm
Palpasi : tidak ada masalah
c. Hidung
Inspeksi : simetris, tidak ada secret, fungsi penciuman baik.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
d. Mulut & lidah
Inspeksi : mulut asimetris dextra, lidah merah, mukosa lembab
Palpasi : tidak ada masalah
e. Leher
Inspeksi : simetris, tidak ada jejas.
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening.
f. Thorax/ paru
Inspeksi : simetris, retraksi dinding dada (+), tidak ada jejas.
Palpasi : fremitus simetris, pergerakan dada simetris, tidak ada
massa. Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
g. Jantung
Inspeksi : cekung (-), cembung (-)
Palpasi : ictus cordis di ICS V
Perkusi : batas jantung
Atas : ICS II, linea sternalis kanan dan kiri
Pinggang : ICS III, linea sternalis kiri Bawah
: ICS V, MCL linea kiri

Auskultasi : heart rate regular, bising (-), gallop (-)

h. Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi abdomen (-), tidak ada jejas.
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-)
17
Perkusi : tympani
Auskultasi : bising usus 8x/i, (normal= 6-12x/i)
i. Muskuloskeletal

1) Kekuatan otot : 5555 1111

5555 1111
2) Akral hangat.

4. Pemeriksaan Sistem Neurologis


a. Tingkat Kesadaran
1. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.

• CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh


• APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak
lesu dan mengantuk

• DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal


• aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
• SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mau tidur →
diransang

• bangun lalu tidur kembali


• KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
2. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) a.
Respon membuka mata ( E = Eye )
• Spontan (4)
• Dengan perintah (3)
• Dengan nyeri (2)
• Tidak berespon (1)
b. Respon Verbal ( V= Verbal )
• Berorientasi (5)
18
• Bicara membingungkan (4)
• Kata-kata tidak tepat (3)
• Suara tidak dapat dimengerti (2)
• Tidak ada respons (1)
c. Respon Motorik (M= Motorik )
• Dengan perintah (6)
• Melokalisasi nyeri (5)
• Menarik area yang nyeri (4)
• Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
• Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
• Tidak berespon (1)

Keterangan :

1. Dekortikasi
Ekstremitas kiri bawah kaku dan
terkedang (ekstensi), sedangkan kiri
atas kaku dan terketul(fleksi).
2. Deserebrasi
Gerakan ekstensi sendi siku dan
pronasi

b. Pemeriksaan Nervus Cranialis


1. Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta
klien mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun,
tembakau, kopi dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung
bagian kiri dan kanan.
2. Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual,
tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran,
ulangi untuk satunya. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri,
pemeriksa di kanan, klien memandang hidung pemeriksa yang

19
memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut,
informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat
benda tersebut.
3. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan
Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N
III).
• Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya),
menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari
arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan
keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
• Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek
kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek
kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia,
nistagmus.
• Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri
dan kanan tanpa menengok.
4. Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada
kelopak mata atas dan bawah.
• Refleks kornea langsung maka gerakan
mengedip ipsilateral.
• Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip
kontralateral. Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla
dan mandibula dengan mata klien tertutup, perhatikan
apakah klien merasakan adanya sentuhan.
5. Test nervus VII (Facialis)
• Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah,
terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan
larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh

20
menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi
yang sehat.
• Otonom, lakrimasi dan salivasi
• Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta
klien untuk : tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata
sementara pemeriksa berusaha membukanya.
6. Test nervus VIII (Acustikus) Fungsi sensoris :
• Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan
jari bergantian kanan-kiri.
• Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta
berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
7. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
Nervus IX mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior
lidah, tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan
M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi
M. Salivarius inferior. N X, mempersarafi organ viseral dan
thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx,
tonsil dan palatum lunak.
8. Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian
palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan
pemeriksa berusaha menahan test otot trapezius.
9. Nervus XII (Hypoglosus)
• Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
• Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi) Keluarkan
lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan
minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.

21
c. Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan, observasi cara berjalan,
kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan, tubuh – kaki
1. Periksa tonus otot dan kekuatan
Kekuatan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot: Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap: tidak ada gerakan pada sendi
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan
pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi
kekuatannya berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan
maksimal
d. Pemeriksaan Reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien
biasanya dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak
memungkinkan. Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala

0 – 4.
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
a. Reflek Fisiologis
• Reflek Tendon
a. Reflek patella

22
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi
kurang lebih dari 30 derajat. Tendon patela(ditengahtengah
patela dan Tuberositas tibiae) dipukul dengan reflek hamer.
Respon berupa kontraksi otot guardrisep femoris yaitu
ekstensi dari lutut.
b. Reflek bisep

Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90.


Supinasi dan lengan bawah ditopang diatas meja, jari
pemeriksa ditempat kan pada tendon bisep (diatas lipatan
siku) kemudian dipukul dengan reflek hamer. Normal jika
ada kontraksi otot bisep, sedikit meningkat bila ada fleksi
sebagian ada pronasi,hiperaktif maka akan tejadi
penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.

23
c. Reflek trisep

Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul


dengan dengan reflek hamer(tendon bisep berada pada
jarak 1-2 cm diatas olekronon )respon yang normal adalah
kontraksi otot trisep, sedikit meningkat bila ada ekstensi
ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila ekstensi siku
tersebut menyebar keatas sampai ke otot–otot bahu.
d. Reflek achiles

Posisi kaki adalah dorsofleksi untuk memudah kan


pemeriksaan reflek ini kaki yang diperiksa
diletakan/disilangkan diatas tungkai bawah kontral lateral.
Tendon achiles dipukul dengan reflek hamer,respon normal
berupa gerakan plantar fleksi kaki.

24
• Reflek Superfisial
a. Reflek Kulit Perut

b. Reflek Kremaster

c. Reflek kornea

d. Reflek Bulbokavernosus

e. Reflek Plantar

25
b. Reflek Patologis
Babinski

Merupakan reflek yang paling penting, ia hanya dijumpai


pada penyakit traktus kortikospital. Untuk melakukan tes ini,
goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki bagian lateral
telapak kaki dari tumit ke arah jari kelingking dan kemudian
melintasi bagian jantung kaki. Respon babinski timbul jika
ibu jari kaki melakukan dorsofleksi dan jari-jari lain
menyebar,klau normalnya adalah fleksi plantar pada semua
jari kaki.
Cara lain untuk membangkitkan rangsangan babinski: a.
Cara chaddock

26
Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian
lateral maleolus hasil positif bila gerakan dorsoekstensi
dari ibu jari dan gerakan abduksi dari jarijari lainnya.
b. Cara Gordon

Memencet ( mencubit) otot betis


c. Cara oppenheim

Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior arah


mengurut kebawah (distal)
d. Cara Gonda

Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian


melepaskannya.

27
5. Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan : a. Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu
tidak dapat menempel pada dada: Kaku kuduk positif (+)
b. Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan
lain di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian
kepala klien di fleksikan kedada secara pasif:
Brudzinsky I positif (+)
c. Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi
panggul dan lutut.
d. Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai
bawah pada sendi lutut normal, Kerniq + apabila ekstensi lutut pasif
dan akan menyebabkan rasa sakit.
e. Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang Mischiadicus.

28
2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis atas respon pasien, keluarga,
atau komunitas terhadap kesehatan dan proses kehidupan aktual atau potensial.
Diagnosa keperawatan merupakan dasar atas pemilihan intervensi keperawatan
untuk mencapai hasil yang mana perawat bertanggung jawab dan bertanggung
gugat. Berikut adalah diagnosa keperawatan klien Stroke Iskemik menurut
NANDA (2018):

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan b.d interupsi aliran darah otak


2. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan neuromuscular : hemiparise
3. Hambatan komunikasi verbal b.d penurunan neuromuscular
4. Defisit perawatan diri b.d kerusakan neuromuskuler
5. Risiko kerusakan integritas kulit b.d faktor mekanik
6. Kurang pengetahuan b.d kurang mengakses informasi kesehatan

2.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan (perencanaan) merupakan kegiatan keperawatan yang
mencakup peletakan pusat tujuan pada pasien, menetapkan hasil yang akan dicapai,
dan memilih intervensi agar tujuan tercapai. Pada tahap intervensi adalah pemberian
kesempatan pada perawat, pasien dan keluarga atau orang terdekat pasien untuk
merumuskan suatu rencana tindakan keperawatan agar masalah yang dialami pasien
dapat teratasi. Intervensi adalah peruntuk tertulis yang memberikan gambaran tepat
tentang rencana keperawatan yang akan dilakukan terhadap pasien berdasarkan
diagnosa keperawatan, sesuai kebutuhan.

29
2.4 Implementasi Keperawatan
Proses pelaksaan dari intervensi keperawatan yang sebelumnya telah di
rancang. Pengimplementasiannya sesuai dengan komponene-komponene yangtelah
dirancang di bagian intervensi
2.5 Evaluasi Keperawatan
Proses menilai kembali respon pasien terhadap intervensi keperawatan yang
telah diberikan. Menilai apakah intervensi tersebut mampu memberikan dampak yang
positif sehingga pasien mulai mengalami peningkatan status kesehatan. Setelah
dilakukan penilaian maka akan diputusan intervensi tersbut akan dilanjutkan, di ganti
ataupun dihentikan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2014). Medical Surgical Nursing (Keperawatan Medikal


Bedah). Jakarta : EGC.

Dosen Keperawatan Medikal-Bedah Indonesia. 2016. Rencana Asuhan Keperawatan


Medikal-Bedah: Diagnosis Nanda-I 2015-2017 Intervensi NIC Hasil NOC.
Jakarta: EGC

Husna, dkk. 2015. Correlation Between Leukocyte Count When Admitted In Emergency
Room (Er) With Clinically Acute Ischemic Stroke Patients.

Kemenkes RI. (2017). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016.

Kementerian Kesehatan RI. Pusat data dan informasi situasi kesehatan jantung 2014
Tersedia

Mutiarasari, D. 2019. Ischemic Stroke: Symptoms, Risk Factors, And Prevention.


Jurnal ilmiah kedokteran. Vol 6(1): 5-8

Munir, N. W. & M. Ahmad. 2019. Analisis Gambaran Kolaborasi Petugas Kesehatan


Dalam Penurunan Berat Badan Pasien Stroke Iskemik. Journal Of Islamic
Nursing. Vol 4(1): 2-6

NANDA. 2018. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and


Classification 2018-2020. Eleventh Edisition. New York: Thieme Medical
Publishers Inc. Terjemahan oleh B. A. Keliat, H. S. Mediani, dan T. Tahlil.
2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.
Edisi Sebelas. Jakarta: EGC

Nugraha, D. P., E. Bebasari., Y. Wardani. 2018. Profil Pasien Stroke di RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau. JIK. Jilid 12 (1): 52-56

31
Putra, S. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Tn. I Dengan Stroke Non Hemoragik Di
Irna Non Bedah Neurologi Rsup. Dr. M. Djamil Padang
Price, S. A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

Shazari, P. A & B. Kurniawan. 2016. Manfaat Enzim Protease Fibrinolitik Cacing


Tanah (Lumbricus Rubellus) terhadap Pasien Stroke Iskemik. MAJORITY. Vol
5 (5): 1-5

Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Dalam Maryani, Y. 2015. Asuhan
Keperawatan Pada Ny. R Dengan Stroke Iskemik Di Ruang Dahlia RSUD
Adnaan WD Payakumbuh Tahun 2015. Sumatera Barat: Mahasiswa Program
Studi Profesi Ners Fakultas Kesehatan & MIPA UMSB

Usman, F. S. et al. 2019. New Paradigm in Ischemic Stroke Management with


Neurointervention Approach. JNEVI Journal of Neurovascular
Intervention.

Nugraha, P.H.P. et al. 2018. Perbedaan Skor Functional Independence Measure (FIM)
pada Pasien Rawat Inap dengan Stroke Iskemik dan Stroke Hemoragik di
Rumah Sakit di Kota Bengkulu Tahun 2018. Sriwijaya Journal Of Medicine.
Vol 1(3): 164-176

Subiyono., Z. Rofiq., A.Hariono. 2018. Hypno-NLP Dalam Proses Belajar Mengajar


(Pemanfaatan Potensi Otak Kanan Alam Bawah Sadar Dan Gelombang Otak).
Sleman: deepublish

32

Anda mungkin juga menyukai