Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

TN.B DENGAN DIAGNOSA MEDIS PNEUMOTORAX DENGAN


KEBUTUHAN OKSIGENISASI DI RUANG GARDENIA
RSUD dr. DORIS SLYVANUS PALANGKARAYA

Di Susun Oleh:
Nama : Melatia Paska
NIM : 2018.C.10a.0977

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh :

Nama : Melatia Paska

NIM : 2018.C.10a.0977

Program Studi : S1 Keperawatan

Judul : Asuhan Keperawatan pada Tn. E Dengan Kebutuhan Dasar Manusia Oksigenasi
dengan diagnosa Pneumotorax di Ruang Gardenia Rsud Dr, Doris Sylvanus Palangka
Raya.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menempuh Praktik


Praklink Keperawatan 1(PPK1) Pada Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Nia Pristina, S.Kep., Ners Erika Sihombing, S.Kep., Ners

Mengetahui:
Ketua Program Studi S1 Keperawatan,

Meilitha Carolina, Ners., M.Kep

ii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan yang
berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Tn. E dengan Diagnosa
Medis Pneumotorax dan Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia tentang Oksigenasi di Ruang
Gardenia Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna
melengkapi tugas (PPK1).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap Palangka
Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes Eka
Harap Palangka Raya.
3. Ibu Nia Pristina, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini
4. Erika Sihombing, S.Kep., Ners selaku kepala ruang Gardenia RSUD Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya dan pembimbing Klinik yang telah memberikan izin,
informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik manajemen keperawatan di ruang
Gardenia.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan pengabdian
kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini dapat mencapai
sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 12 Mei 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN………………………………………………………… i
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 6
1.2 Rumuan Masalah..................................................................................... 9
1.3 Tujuan...................................................................................................... 9
1.4 Manfaat.................................................................................................... 10
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi................................................................................................ 11
2.1.2 Anatomi fisiologi................................................................................. 11
2.1.3 Etiologi................................................................................................ 13
2.1.4 Klasifikasi............................................................................................ 14
2.1.5 Patofisiologi........................................................................................ 16
2.1.6 Manifestasi klinis (tanda dan gejala)................................................... 19
2.1.7 Komplikasi.......................................................................................... 19
2.1.8 Pemeriksaan penunjang....................................................................... 20
2.1.9 Penatalaksanaan medis........................................................................ 20
2.2 Konsep kebutuhan dasar manusia............................................................ 22
2.3 Manajemen asuhan keperawatan
2.3.1 Pengkajian keperawatan...................................................................... 28
2.3.2 Diagnosa keperawatan......................................................................... 30
2.3.3 Intervensi keperawatan........................................................................ 30
2.3.4 Implementasi keperawatan.................................................................. 32
2.3.5 Evaluasi keperawatan.......................................................................... 32
BAB 3 Asuhan keperawatan
3.1 Pengkajian................................................................................................ 33
3.2 Diagnosa.................................................................................................. 45
3.3 Intervensi................................................................................................. 46
3.4 Implementasi............................................................................................ 51
3.5 Evaluasi.................................................................................................... 51
iv
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan................................................................................................. 54
4.2 Saran ....................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA

v
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumothorax didefinisikan sebagai suat penyakit yang berbahaya seperti penyakit
jantung, paru-paru, stroke dan kanker banyak dialami oleh orang-orang yang berusia lanjut.
Tetapi di era yang modern ini, penyakit-penyakit berbahaya tersebut tidak jarang diderita oleh
usia yang masih produktif. Faktor utama penyebab penyakit yang menyerang usia produktif
tersebut adalah pola hidup yang tidak seimbang, jarang berolahraga, dan adanya peningkatan
konsumsi rokok di kalangan muda. Salah satu penyakit yang sering menyerang adalah
penyakit paru. Sehingga diperlukan suatu bentuk rehabilitasi yang dapat memulihkan kondisi
kesehatan agar dapat melanjutkan hidup menjadi lebih baik.
Salah satu organ vital manusia adalah paru-paru. Banyak penyakit paru-patu yang
menjadi salah satu penyebab utama kematian seseorang, salah satunya adalah pneumothorax.
Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorax dapat terjadi secara
spontan atau karena trauma (British Thoracic Society 2003). Tension pneumothorax
disebabkan karena tekanan positif pada saat udara masuk ke pleura pada saat inspirasi.
Pneumothorax dapat menyebabkan cardiorespiratory distress dan cardiac arrest.
Pneumothorax disebabkan karena robekan pleura atau terbukanya dinding dada. Dapat berupa
pneumothorax yang tertutup dan terbuka atau menegang ( Tension Pneumothorax)
Terdapat beberapa jenis pneumotoraks yang dikelompokkan berdasarkan penyebabnya:
(a) pneumotoraks spontan (primer dan sekunder), (b) pneumotoraks traumatik, (luka tusuk,
peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan bermotor), (c) pneumotoraks juga
bisa merupakan komplikasi dari tindakan medis tertentu (misalnya torakosentesis), (d)
pneumotoraks karena tekanan. Kurang lebih 75% trauma tusuk pneumothorak disertai
hemothorak. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat
mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura
pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O. Pneumothorak
menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun keseluruhan yang menyebabkan
tergesernya isi rongga dada ke sisi lain. Gejala sesak nafas progressif sampai sianosis gejala
syok.
Johnston & Dovnarsky (Appley, 2000) memperkirakan kejadian pneumotoraks berkisar
antara 2,4 – 17,8 per 100.000 per tahun. Beberapa karakteristik pada pneumotoraks antara
lain: laki-laki lebih sering daripada wanita (4: 1), paling sering pada usia 20-30 tahun.
Pneumotoraks merupakan kegawatan paru. Angka kejadian Inggris laki-laki 24 per 100.000
penduduk dan perempuan 9,8 per 100.000 penduduk per tahun. Kasus pneumotoraks lebih
sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Penelitian Khan dkk pada tahun 2009
di Pakistan kasus pneumotoraks laki-laki 63,58% dan perempuan 36,42%, sesuai penelitian
didapatkan kasus pneumotoraks laki-laki 64,10% dan perempuan 35,90% dengan rerata umur
49,13 tahun.
Kejadian cedera dada merupakan salah satu trauma yang sering terjadi, jika tidak
ditangani dengan benar akan menyebabkan kematian kejadian trauma dada terjadi sekitar
seperempat dari jumlah kematian akibat trauma yang terjadi, serta sekitar sepertiga dari
kematian yang terjadi berbagai rumah sakit. Beberapa cedera dada yang dapat terjadi antara
lain, tension pneumothoraks, pneumotoraks terbuka, flail chest, hematotoraks, tamponade
jantung. Kecelakaan kendaraan bermotor paling sering menyebabkan terjadinya trauma pada
toraks. Tingkat morbiditas mortalitas akan meningkat dan menjadi penyebab kematian kedua
didunia pada tahun 2020 menurut WHO (Word Health Organitation). Pneumotoraks
merupakan suatu cedera dada yang umum di temukan pada kejadian trauma diluar rumah
sakit, serta merupakan kegawat daruratan yang harus di berikan penanganan secepat mungkin
untuk menghindari dari kematian. Insiden pneumotoraks tidak diketahui secara pasti
dipopulasi, dikarenakan pada literatur literatur, angka insidennya di masukan pada insiden
cedera dada atau trauma dada. Sebuah penelitian mengatakan 5,4% dari seluruh pasien
menderita trauma, merupakan pasien yang mengalami pneumotoraks. Kurangnya
pengetahuan untuk mengetahui tanda dan gejala dari pneumotoraks terdesak menyebabkan
banyak penderita meninggal setelah atau dalam perjalanan menuju kerumah sakit.
Sebenarnya penanganan pneumotoraks terdesak dapat dilakukan dengan bantuan hidup dasar
tanpa memerlukan tindakan pembedahan, sebelum mengirim pasien ke pusat pelayanan
medis terdekat, sehingga disini diperlukan pengatuhan untuk identifikasi awal dari gejala
pneuomotoraks terdesak, memberikan bantuan hidup dasar, dan mengirimnya ke tempat
pelayanan medis terdekat, untuk mengurangi tingkat mobiditas dan mortalitas.
Menurut data yang diperoleh dari Kementrian Kesehatan Indonesia, di Jawa Timur pada
tahun 2015 jumlah penderita trauma thoraks sebanyak 587 dengan presentase 60%
pneumothoraks, 15% hemathoraks, 25% hematopneumothoraks. Pada bulan Januari sampai
dengan Maret 2016 presentase jumlah penderita pneumothoraks di Jawa Timur mencapai
1.092 jiwa. Berdasarkan data yang diperoleh dari IGD RSUD Dr. Mohammad Saleh Kota
Probolinggo pada tahun 2015 sebanyak 64 kasus trauma thoraks dengan 19 orang mengalami
hemathoraks, 4 orang mengalami hematopneumothoraks dan 41 orang mengalami
pneumothoraks. Pada bulan Januari sampai Maret 2016 terdapat 23 kasus pneumothoraks.
7
Dari pasien pneumothoraks sebanyak 23 orang didapatkan hasil bahwa mereka mengalami
ketidakefektifan pola nafas
Pneumothoraks spontan adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura
yang dapat menyebabkan paru kolaps baik total maupun sebagian tanpa didahului adanya
trauma sebelumnya. Pneumothoraks spontan dibagi menjadi primer dan sekunder
berdasarkan adanya penyakit paru yang mendasari, pneumothoraks spontan primer jika tidak
terdapat latar belakang penyakit paru yang mendasari dan disebut pneumothoraks spontan
sekunder bila terdapat latar belakang penyakit paru yang mendasari Insiden pneumothoraks
sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak diketahui, terjadi spontan dan tiba-tiba.
Pria mempunyai resiko lebih besar terkena pneumothoraks spontan daripada wanita dengan
perbandingan kurang lebih 5 : 1. Pneumothoraks spontan dijumpai pada rentang usia yang
bervariasi. Pneumothoraks familial sering juga menimbulkan pneumothoraks spontan, diduga
berhubungan dengan HLA haplotipe A2, B40 dan alfa-1 antitripsin fenotip M1M2 namun
menurut penelitian, pneumothoraks familial ini justru lebih banyak terjadi pada wanita
daripada pria .
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya pneumothoraks spontan,
diantaranya : usia, jenis kelamin, pneumonia, sarkoidosis, penyakit membran hialin pada
neonatus, abses paru, tumor paru, asma, kistik fibrosis, benda asing, dan adanya bleb atau
bulla paru .
Gejala klinis yang timbul dapat bervariasi, mulai dari yang paling ringan sampai yang
paling berat, tergantung dari masing-masing individu. Penderita mengeluh sesak nafas, nyeri
dada, batuk non produktif, bahkan sampai batuk darah. Oleh karena itu diperlukan terapi
yang bervariasi, mulai dari observasi sampai tindakan bedah.Pengelolaan pneumothoraks
spontan sebenarnya sederhana, tidak selalu membutuhkan multimodalitas, namun jika
pengelolaan yang dilakukan tidak mencukupi/adekuat akan menyebabkan resiko rekuren,
terjadi komplikasi lain, atau bahkan kematian penderita.
Penanganan pada kasus pneumothorax ini adalah dengan tindakan pemasangan Water
Seal Drainage (WSD) untuk tetap mempertahankan tekanan negatif dari cavum pleura
sehingga pengembangan paru sempurna. Pemasangan WSD akan menimbulkan problematika
fisioterapi, yaitu adanya perubahan pada mekanika pernafasan/alat-alat gerak pernafasan, dan
juga akan menyebabkan penurunan toleransi aktivitas. Penanganan fisioterapi untuk
menangani imapirement diatas adalah dengan (1) breathing exercise, yang ditujukan untuk
meningkatkan oksigenasi serta meningkatkan dan mempertahankan kekuatan dan daya tahan
otot pernafasan, (2) deep breathing exercise atau bisa disebut juga Thoracic Expansion
8
Exercise (TEE), (Tracker dan Webber, 1996). TEE adalah latihan nafas dalam yang
menekankan pada fase inspirasi. Inspirasi bisa dengan penahanan nafas selama 3 detik pada
waktu inspirasi sebelum dilakukan ekspirasi. Thoracic Expansion Exercise (TEE) dapat
digabung dengan teknik clapping atau vibrasi. Teknik ini mermanfaaat untuk membantu
proses pembersihan mukus (Webber, 1998). Menurut penelitian yang dilakukan Tucker dan
Jenskins bahwa efek teknik thoracic expansion exercise adalah untuk meningkatkan volume
paru dan memfasilitasi pergerakkan dari sekresi bronchial (Tucker and Jenkins, 1996), (3)
latihan gerak aktif, untuk menjaga mobilitas anggota gerak atas agar tidak terjadi keterbatasan
gerak yang disebabkan karena pemasangan WSD.
Berdasarkan uraian tersebut penulis mempunyai keinginan untuk mengangkat kasus
Pneumothorak.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada Tn. B dengan diagnosa medis Pneumothorak dan
Kebutuhan Dasar Manusia Oksigenasi di ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Intruksional Umum (TIU)
Adapun tujuan umum dari laporan ini adalah:
Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan Asuhan Keperawatan pada Tn. E
dengan diagnosa Pneumothorak dan Kebutuhan Dasar Oksigenasi di ruang Gardenia RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Intruksional Khusus (TIK)
1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar penyakit Pneumothorax
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi )
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan Manajemen Asuhan Keperawatan Pada pasien
Pneumothorak dan kebutuhan dasar oksigenasi
1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn.E di ruang Gardenia RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.5 Mahasiswa mampu menentukan diagnose pada Tn. di ruang Gardenia RSUD dr.
Doris Sylvanus.
1.3.2.6 Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun intervensi pada Tn. E di ruang
Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.7 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Tn. E di ruang
Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
9
1.3.2.8 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Tn. B di ruang Gardenia RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.9 Mahasiswa mampu menyusun dokumentasi keperawatan.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Stikes Eka
Harap Palangka Raya Pneumothorak.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Diharapkan dapat mengedukasi keluarga untuk dapat selalu menjaga kesehatannya
dan sebagai sumber informasi pada keluarga tentang Pneumothorak.
1.4.3 Bagi Institusi
Menjadi sumber refrensi bagi institusi pendidikan maupun rumah sakit.
1.4.4 Bagi IPTEK
Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat peraktis dalam
keperawatan yaitu sebagai panduan perawat dalam pengelolaan kasus pada pasien
dengan pneumothorak.

10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi
Pneumotorax adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorax dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma (British Thoracic Society 2010). Tension pneumothorax
disebabkan karena  tekanan positif pada saat udara masuk ke pleura pada saat inspirasi.
Pneumothorax dapat menyebabkan cardiorespiratory distress dan cardiac arrest.
Pneumothorax ialah didapatkannya udara didalam kavum pleura (Hendra Arif, 2009).
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada
keadaan normal rongga pleura tidak  berisi udara, sehingga paru-paru dapat leluasa
mengembang terhadap rongga dada. Pneumotoraks adalah pengumpulan udara di ruang
pontesial antara pleura antara visceral dan parretal (mansjoer,2000).
Pneumotoraks adalah keluarnya udara dari paru yang cidera kedalam ruang pleura
sering diakibatkan karena robeknya pleura (smeltzer, 2001), Pneumotoraks adalah kolapsnya
sebagian atau seluruh paru yang terjadi sewaktu udara atau gas lain masuk ke ruang pleura
yang mengelilingi paru (corwin, 2000)
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara atau gas dalam rongga pleura,
yaitu, di ruang potensial antara pleura viseral dan parietal paru. Hasilnya adalah kolapsnya
paru-paru pada sisi yang terkena. Udara bisa masuk ruang intrapleural melalui hubungan dari
dinding dada (yaitu trauma) atau melalui parenkim paru-paru di pleura visceral.
2.1.2 Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1.2 Anatomi Fisiologi

11
2.1.2.1 Anatomi Paru-paru
Paru-paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm. Pembentukan
paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Selanjutnya pada Groove ini
terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut Primary Lung Bud.
Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea.
Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung bud.
Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya. Bronchial-tree
terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah
bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Ukuran alveol
bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan
perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic
berhenti.
Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea,
dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan
atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan
external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk
melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam
kapiler pulmunaris. Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen
dan darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah
dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah
meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya
95%. Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus
membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial,
trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.
2.1.2.2 Fisiologi Paru-paru
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat
antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui,
dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar
karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu
sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan
interkostalis eksternus mengangkat iga-iga. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan
gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis
eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga
toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini
12
meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara
saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru
sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi.
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi
membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm). Kekuatan pendorong
untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan
parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu
oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami
penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan
fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran
udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang
jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida
ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir. Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan
keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25
detik dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru
normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru,
udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap,
terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat
mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama
2.1.3 Etiologi
Pneumothorax terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara
melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkus.
Pelebaran /alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bula yang
disebut granulomatus fibrosis. Granulomatus fibrosis adalah salah satu penyebab tersering
terjadinya pneumothorax, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi
empisema. Pneumotoraks dapat diklasifikasi sesuai penyebabnya.
2.1.3.1 Pneumotoraks spontan yaitu setiap pneumotoraks yang tiba-tiba tanpa adanya suatu
penyebab (trauma adapun latrogerik) ada dua jenis yaitu :
a. Pneumotoraks spontan primer suatu pneumotoraks yang terjadi tanpa ada riwayat
penyakit paru yang mendasarinnya sebelumnya, umumnya pada individu sehat,
dewasa muda, tidak berhubungan dengan aktivitas fisik yang berat tetapi justru terjadi
pada saat istirahat sampai sekarang belum di ketahui penyebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, terjadi karena penyakit paru yang mendasari
(tuberculosis paru , PPOK, asma bronchial, pneumonia, tumor paru).
13
2.1.3.2 Pneumotoraks traumatic yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma baik
trauma penetrasi pada dinding dada adalah luka tusuk tembak, akibat tusukan jarum
maupun pada saat dilakukan kanulasi venasentral. Pneumotoraks traumatik di bagi 2
jenis yaitu.
a. Pneumotoraks traumatik bukan iatrogenik adalah pneumotoraks yang terjadi
karena jejas kecelakaan misalnnya : jejas pada dinding dada baik terbuka
maupun tertutup.
b. Pneumotoraks (open pneumotoraks) terjadi karena luka terbuka pada dinding dan
sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar / melalui luka tersebut.
c. Pneumotoraks tension terjadi apabila terdapat gerakan udara satu arah dari paru
ke ruang pleura melalui sebuah lubang kecil d struktur tubuh (corwin, 2000)
2.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan terjadinya yaitu:
2.1.4.1 Artificial           
Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau
pneumothoraks disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau pengecilan
kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan pneumothoraks sengaja
lainnya ialah diagnostik untuk membedakan massa apakah berasal dari pleura atau jaringan
paru. Penyebab-penyebab lain ialah akibat tindakan biopsi paru dan pengeluaran cairan
rongga pleura.
2.1.4.2 Traumatic
Masuknya udara melaui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada trakea
atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau benda asing
tajam yang tertelan. Keganasan dalam mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam
rongga pleura melalui fistula antara saluran nafas proksimal dengan rongga pleura.
2.1.4.3 Barotrauma Pada Paru
Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumothorax dan non-tension pneumathorax.
Tension. Pneumothorax merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam
rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks
mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi
paru yang mengalami tekanan. Non-tension pneumothorax tidak seberat Tension
pnemothorax karena akumulasi udara tidak makin bertambah sehingga tekanan terhadap
organ didalam rongga dada juga tidak meningkat.

14
Akumulasi darah dalam rongga toraks (hemotoraks) dapat menimbulkan masalah yang
mengakibatkan terjadinya hemopneumotoraks.
2.1.4.4 Spontan.
Terjadi secara spontan tanpa didahului kecelakaan atau trauma. Timbul sobekan
subpleura dari bulla sehingga udara dalam rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau
katup. Keadaan ini dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis.
Penyebab lain ialah suatu trauma tertutup terhadap dinding dan fistula bronkopleural akibat
neoplasma atau inflamasi. Pneumotoraks spontan dapat diklasifikasikan menjadi
Pneumotoraks Spontan Primer dan Pneumotoraks Spontan Sekunder. Pneumotoraks Spontan
Primer biasanya disebabkan oleh pecahnya bleb pada paru (sering terjadi pada pria muda
yang tinggi kurus dan pada Marfan syndrome), sedangkan Pneumotoraks Spontan Sekunder
seringkali terjadi akibat Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
1. Berdasarkan lokasinya, yaitu Pneumotoraks parietalis, mediastinalis dan basalis
2. Berdasarkan derajat kolaps, yaitu Pneumotoraks totalis dan partialis.
3. Berdasarkan jenis fistel.
2.1.4.5 Pneumotoraks terbuka
Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronchus yang
merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra pleura sama dengan tekanan
barometer (luar). Tekanan intra pleura disekitar nol (0) sesuai dengan gerakan pernapasan.
Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi positif (+ 2 ekspirasi dan –
2 inspirasi).
2.1.4.6 Pneumotoraks tertutup
Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia luar. Udara yang dulunya ada di
rongga pleura kemungkinan positif oleh karena diresorbsi dan tidak adanya hubungan lagi
dengan dunia luar, maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum
mau berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun
tekanannya sudah negatif  (- 4 ekspirasi dan – 12 inspirasi).
2.1.4.7 Pneumotoraks ventil
Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya fistel
di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus ke percabangannya dan
menuju ke arah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke rongga pleura
dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara didalam rongga pleura
yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka tadi bahkan udara ekspirasi
yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura, apabila ada
15
obstruksi di bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura makin
lama makin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk rongga
pleura pada waktu ekspirasi oleh karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari
rongga pleura, lebih-lebih kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara di bronchus lebih kuat
lagi dari ekspirasi biasa.
2.1.5 Patofisiologi (Patway)
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negative daripada tekanan
intrabronkhial,sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara dari luar
yang tekanannya nol akan masuk ke bronchus sehingga sampai ke alveoli. Saat ekspirasi,
dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari
tekanan dialveolus ataupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar melalui bronchus.
Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas.
Tekanan intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin atau
mengejan, karena pada keadaan ini glotis tertutup. Apabila dibagian perifer dari bronchus
atau alveolus ada bagian yang lemah, bronkhus atau alveolus itu akan pecah atau robek.
Secara singkat proses terjadinya pneumothoraks adalah sebagai berikut:
a. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara masuk kea rah
jaringan peribronkhovaskuler. Apabila alveoli itu melebar, tekanan dalam alveoli akan
meningkat.
b. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah faktor presipitasi
yang memudahkan terjadinya robekan.
c. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan fibrosis di
peribronkovaskular kearah hilus, masuk mediastinum, dan menyebabkan pneumothoraks

16
WOC PNEUMOTHORAX
Tauma

Penyakit Dasar : PPOK,


Idiopatik : Predesposisi TB, Milier, Fibrosis,
Familial ARDs, Asma Bronkiale, Terbuka Tertutup
Bronkitis Kronis,
Emfisema

Socking Wound
Ventil Emergency

Alveoli, Bleb/Bulla/Blister berisi udara pada paru-paru


Ruptur

Inspirasi : Udara masuk Ekspirasi : Udara


ke dalam Cavum Pleura tidak bisa keluar

Udara terakumulasi pada kavum pleura sampai terjadi


tekanan seimbang

Pneumothotrak

17
B1 B6
B2 B4 B5
B3
Nyeri dada Pasokan oksigen ke
Cardiac Tindakan Perdarahan Pasokan oksigen ke
Output invasive seluruh tubuh seluruh tubuh berkurang
turun sekunder berkurang
pneumothoraks
Suplai Suplai oksigen
Takikardi darah ke Pasokan oksigen ke kebutuhan
Mediastinum Pemasangan ginjal sistem pencernaan
bergeser kearah selang WSD menurun menurun
paru yang Penurunan Metabolisme aerob
kolaps perfusi menurun
jaringan Filtrasi menurun
Diskontinuitas Motilitas
jaringan usus menurun Terjadi keletihan,
Deformitas
Oliguri kelemahan
dinding dada

Risiko infeksi anoreksia


Gangguan eleminasi Intoleransi aktivitas
Ekspansi dada dan trauma urin
tidak maksimal pernapasan

Perubahan nutrisi :

Kurang dari kebutuhan


Pola napas tubuh
tidak efektif

18
2.1.6 Manifestasi Klinis (tanda dan gejala)
Berdasarkan anamnesis, gejala yang sering muncul :
a. Sesak napas
b. Nyeri dada
c. Batuk-batuk mengeluarkan sputum
d. Gelisah
e. Tekanan darah menurun
f. Dada terasa sempit
g. Keringat dingin
h. Sianosis
i. Tampak sisi yang terserang menonjol dan tertinggal dalam pernapasan
j. Perkusi hipersonor
k. Pergeseran mediastinum ke sisi sehat
l. Pola napas melemah pada bagian yang terkena
m. Suara amforik
n. Saat diperkusi terdengar hiperosa
o. Nyeri pleura
p. Hipotensi
(Mansjoer, 2000)
Gejala-gejala dapat berdiri sendiri maupun kombinasi dan derajat gangguan bisa mulai
asimtomatik atau menimbulkan gangguan ringan sampai berat, bermula pada saat istirahat
dan berakhir dalam 24 jam (Sudoyo, 2006).
2.1.7 Komplikasi
Tension pneumathoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya
pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru yang sehat juga dapat
terkena dampaknya.
Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat. Kematian menjadi
akhir dari pneumothoraks jika tidak ditangani dengan cepat.
Gambaran ancaman terhadap kehidupan pada pasien ekstrim yaitu pertimbangan
tension pneumothoraks, nafas pendek, hypotensi, tachykardy, trachea berubah.
1. Iga : Fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
2. Pleura, paru-paru, bronkhi : Hemopneumothoraks – emfisema pembedahan.
3. Jantung : Tamponade jantung, rupture jantung, rupturototpapilar,  ruptur klepjantung.
4. Pembuluhdarahbesar:Hematothoraks.
19
5. Esofagus:Mediastinitis.
6. Diafragma : Herniasivisera dan permukaan hati, limpa dan ginjal (Mowschenson, 2009)
2.1.8 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan fisik dengan bantuan sketoskop menunjukkan adanya penurunan suara
2. Gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
3. Pemeriksaan EKG
4. Sinar X dada, menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural, dapat menunjukan
penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
5. Torasentensis ; menyatakan darah / cairan serosanguinosa
6. Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit. Hb : mungkin
menurun, menunjukkan kehilangan darah
7. Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan pendekatan AVPU
8. Pulse Oximeter : pertahankan saturasi > 92 %
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pneumothoraks tergantung dari jenis pneumothoraks antara lain  dengan
melakukan :
1. Tindakan medis
Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intra pleura menghisap udara dan
mengembangkan paru. Tindakan ini terutama ditunjukan pada pneumothoraks tertutup atau
terbuka,sedangkan untuk pneumothoraks ventil tindakan utama yang harus dilakukan
dekompresi tehadap tekanan intra pleura yang tinggi tersebut yaitu dengan membuat
hubungan udara ke luar.
2. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara :
a.  Menusukan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga pleura dengan demikian
tekanan udara yang positif dirongga pleura akan berubah menjadi negatif kerena udara
yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif  karena udara yang keluar
melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar  melalui kontra venil.
- Dapat memakai infus set khususnya niddle
- Jarum abbocath
- Pipa  WSD ( Water Sealed Drainage )

20
Pipa khusus ( thoraks kateter ) steril, dimasukan kerongga pleura dengan perantara
thoakar  atau dengan bantuan klem penjepit ( pean ). Pemasukan pipa plastik( thoraks
kateter ) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan insisi kulit dari sela
iga ke 4 pada baris aksila tengah atau pada garis aksila belakang. Swelain itu data pula
melalui sela iga ke 2 dari garis klavikula tengah. Selanjutnya ujung sela plastik didada dan
pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainya,posisi ujung pipa kaca yang
berada dibotol sebaiknya berada 2 cm dibawahpermukaan air supaya gelembung udara
dapat dengan mudah keluar melalui tekanan tersebut.
Penghisapan terus – menerus ( continous suction ).
Penghisapan dilakukan terus – menerus apabial tekanan intra pleura tetap positif,
penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10 – 20 cm H2O
dengan tujuan agar paru cepat mengembang dan segera teryjadi perlekatan antara
pleura viseralis dan pleura parentalis. Apabila paru telah mengembang maksimal dan
tekanan intrapleura sudah negative lagi, drain drain dapat dicabut, sebelum dicabut
drain ditutup dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap
mengembang penuh, maka drain dicabut.
1. Tindakan bedah
1. Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi, dan dicari lubang yang
menyebabkan pneumothoraks dan dijahit.
2. Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru
tidak dapat mengembang, maka dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.
3. Dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau ada fistel dari
paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan
kembali.
4. Pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua pleura ditempat
fistel.
2. Pengobatan tambahan :
Apabila terdapat proses lai diparu, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya :
- Terhadap proses tuberkolosis paru, diberi obat anti tuberkolosis.
- Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar defekasi, penderita diberi laksan ringan
ringan, dengan tujuan supaya saat defekasi, penderita tidak dapat perlu mengejan terlalu
keras.
- Istirahat total
21
- Penderita dilarang melakukan kerja keras ( mengangkat barang berat ), batuk, bersin terlalu
keras, mengejan.
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Oksigenisasi
2.2.1 Definisi
Oksigen(O2) adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidupseluruh sel – sel tubuh.Secara
normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup oksigen setiap kali bernapas. Masuknya
oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi kardiovaskuler dan keadaan
hematologi (Wartonah & Tarwoto 2003).
Oksigen adalah kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan
metabolisme sel tubuh mempertahankan dan aktivitas berbagai organ atau sel (Carpenito,
2006).
Dalam keadaan biasa manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari (24
jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam mempertahakan kelangsungan
metabolisme sel. Sehingga di perlukan fungsi respirasi yang adekuat. Respirasi juga berarti
gabungan aktifitas mekanisme yang berperan dalam proses suplai O² ke seluruh tubuh dan
pembuangan CO² (hasil pembakaran sel).
2.2.2 Fisiologi
Peristiwa bernapas terdiri dari 2 bagian:
1) Menghirup udara (inpirasi)
Inspirasi adalah terjadinya aliran udara dari sekeliling masuk melalui saluran
pernapasan sampai keparu-paru. Proses inspirasi : volume rongga dada naik/lebih besar,
tekanan rongga dada turun/lebih kecil.
2) Menghembuskan udara (ekspirasi)
Tidak banyak menggunakan tenaga, karena ekspirasi adalah suatu gerakan pasif yaitu
terjadi relaxasi otot-otot pernapasan. Proses ekspirasi : volume rongga dada turun/lebih
kecil, tekanan rongga dada naik/lebih besar.
Proses pemenuhan oksigen di dalam tubuh terdiri dari atas tiga tahapan, yaitu
ventilasi, difusi dan transportasi.
3) Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari
alveoli ke atmosfer. Proses ini di pengaruhi oleh beberapa factor:
1. Adanya kosentrasi oksigen di atmosfer. Semakin tingginya suatu tempat, maka
tekanan udaranya semakin rendah.
22
2. Adanya kondisi jalan nafas yang baik.
3. Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru untuk mengembang di sebut
dengan compliance. Sedangkan recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan CO²
atau kontraksinya paru-paru.
4) Difusi
1. Difusi gas merupakan pertukaran antara O² dari alveoli ke kapiler paru-paru dan CO²
dari kapiler ke alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
2. Luasnya permukaan paru-paru.
3. Tebal membrane respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan interstisial.
Keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan.
4. Pebedaan tekanan dan konsentrasi O². Hal ini dapat terjadi sebagaimana O² dari
alveoli masuk kedalam darah secara berdifusi karena tekanan O² dalam rongga alveoli
lebih tinggi dari pada tekanan O² dalam darah vena vulmonalis.
5. Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan mengikat HB.
5) Transportasi gas
Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O² kapiler ke jaringan tubuh dan CO²
jaringan tubuh ke kapiler. Transfortasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. curah jantung (kardiak output), frekuensi denyut nadi.
2. kondisi pembuluh darah, latihan perbandingan sel darah dengan darah secara
keseluruhan (hematokrit), serta elitrosit dan kadar Hb.

2.2.3 Etiologi
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigen:
1) Faktor Fisiologi
1) Menurunnya kemampuan mengikat O2 seperti pada anemia
2) Menurunnya konsetrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran
pernapasan atas, peningkatan sputumyang berlebihan pada saluran pernapasan.
3) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun yang mengakibatkan terganggunya
O2.
4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi,demam, ibu hamil,luka,dll.
5) Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan,
obesitas, muskuloskletal yang abnormal, penyakit kronik seperti TBC paru.
2) Faktor Perkembangan
1) Bayi prematur, yang disebabkan kurangnya surfaktan.

23
2) Bayi dan balita, adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
3) Anak usia sekolah dan remaja, resiko saluran pernapasan dan merokok.
4) Dewasa muda dan pertengahan, diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, stress
yang mengakibatkan penyakit jantungdan paru-paru.
5) Dewasa tua, adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
3) Faktor Perilaku
1) Nutrisi: misalnya pada obesitas menyebabkan penurunan ekspansi paru, gizi
yang buruk menyebabkan anemia, sehingga daya ikat oksigen menurun, diet
yang tinggi lemak menimbulkan arteriosklerosis.
2) Aktivitas fisik: latihan akan meningkatkan kebutuhan oksigen (meningkatkan
heart rate dan respirasi).
3) Merokok: nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan
koroner.
4) Alkohol dan obat-obatan: menyebabkan asupan nutrisi dan Fe menurun yang
mengakibatkan penurunan hemoglobin.Alkohol menyebabkan depresi pusat
pernapasan.
5) Kecemasan: Menyebabkan metabolisme meningkat.
4) Faktor Lingkungan
1) Tempat kerja (polusi)
2) Suhu lingkungan
3) Ketinggian tempat dari permukaan laut (Konsentrasi oksigen pada dataran
tinggi cenderung lebih rendah, sehingga tubuh berespon untuk meningkatkan
frekuensi dan kedalaman pernafasan untuk memenuhi oksigenasi jaringan).
2.2.4 Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses ventilasi
adalah proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke paru-paru,
apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan
sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan
pengeluaran mukus.
Proses difusi adalah penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan, yang terganggu akan
menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi,
maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup, afterload, preload,

24
dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas (Brunner & Suddarth,
2002).
2.2.5 Menifestasi Klinis
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan oksigenasi.
Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan untuk bernafas, pernafasan
nafas flaring (nafas cuping hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek,
posisi tubuh menunjukan posisi 3 poin, nafas dengan bibir, ekspirasi memanjang,
peningkatan diameter anterior-posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital
menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan
oksigenasi (NANDA, 2011).
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi, hiperkapnea,
kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, AGS abnormal, sianosis, warna kulit
abnormal (pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun,
abnormal frekuensi, irama dan kedalaman nafas (NANDA, 2011).
2.2.6 Komplikasi
1) Hipoksia
2) Hipoksemia
3) Hiperkapnia
4) Gagal napas
5) Gagal Jantung
6) Kematian
2.2.7 Pemeriksaan Diagnaostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan
oksigenasi yaitu:
1) EKG: menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung, mendeteksi transmisi
impuls dan posisi listrik jantung.
2) Pemeriksaan stres latihan, digunakan untuk mengevaluasi respond jantung terhadap stres
fisik. Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang respond miokard terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen dan menentukan keadekuatan aliran darah koroner.
3) Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi ; pemeriksaan fungsi
paru, analisis gas darah (AGD).
4) Foto thorax : deviasi mediastinal adanya tegangan (tension).

25
2.2.8 Penatalaksanaan Medis
Secara umum, langkah awal untuk mengatasi gangguan oksigen adalah dengan terapi
oksigen.
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 teknik:
1) Sistem aliran rendah
Teknik sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan.
Teknik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe pernafasan dengan
patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien
yang memerlukan O2 tetapi masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal,
misalnya klien dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali
permenit (Harahap, 2005). Yang termasuk dalam sistem aliran rendah yaitu.
2) Kateter nasal
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan pemberian O2 stabil, klien
bebas bergerak, makan dan berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai
kateter penghisap. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 45%,
tehnik memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi distensi
lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran lebih dari 6 L/mnt dapat
menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung, kateter mudah tersumbat
(Harahap, 2005).
3) Kanul nasal
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6. Keuntungan Pemberian O2 stabil
dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah memasukkan kanul dibanding
kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien. Kerugian
tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien
bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi selaput
lender (Harahap, 2005).
4) Sungkup muka sederhana
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 5-8. Keuntungan konsentrasi O2 yang
diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system humidifikasi dapat
ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam
pemberian terapi aerosol. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari
40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah (Harahap, 2005).
5) Sungkup muka dengan kantong rebreathing

26
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan Konsentrasi O2 lebih
tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lender. Kerugian Tidak
dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat menyebabkan
penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat (Harahap, 2005).
6) Sungkup muka dengan kantong non rebreathing
Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 8-12. Keuntungan konsentrasi O2 yang
diperoleh dapat mencapai 98%, tidak mengeringkan selaput lendir.  Kerugian kantong O2
bisa terlipat (Harahap, 2005)
7) Sistem aliran tinggi
Suatu teknik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe
pernafasan, sehingga dengan teknik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat
dan teratur. Adapun contoh teknik sistem aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury.
Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke
sungkup kemudian dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta tekanan negatif,
akibat udara luar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara
pada alat ini ± 4–14 L/mnt dan konsentrasi 30 – 55% (Harahap, 2005).
Keuntungan : Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat
dan tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembapan gas dapat
dikontrol serta tidak terjadi penumpukan CO2(Harahap, 2005).Kerugian sistem ini hampir
sama dengan sungkup muka yang lain pada aliran rendah.
2.2.9 Masalah Oksigenisasi
1) Hipoksia
Merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat
defisiensi oksigen.
2) Perubahan Pola Nafas
1. Takipnea, merupakan pernafasan dengan frekuensi lebih dari 24x/ menit karena paru-
paru terjadi emboli.
2. Bradipnea, merupakan pola nafas yang lambat abnormal, ± 10x/ menit.
3. Hiperventilasi, merupakan cara tubuh mengompensasi metabolisme yang terlalu
tinggi dengan pernafasan lebih cepat dan dalam sehingga terjadi jumlah peningkatan
O2 dalam paru-paru.
4. Kussmaul, merupakan pola pernafasan cepat dan dangkal.
5. Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan CO2 dengan cukup, serta
tidak cukupnya jumlah udara yang memasuki alveoli dalam penggunaan O2.
27
6. Dispnea, merupakan sesak dan berat saat pernafasan.
7. Ortopnea, merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau berdiri.
8. Stridor merupakan pernafasan bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran
nafas
3) Obstruksi Jalan Nafas
Merupakan suatu kondisi pada individu dengan pernafasan yang mengalami ancaman,
terkait dengan ketidakmampuan batuk secara efektif. Hal ini dapat disebabkan oleh sekret
yang kental atau berlebihan akibat infeksi, imobilisasi, serta batuk tidak efektif karena
penyakit persarafan.
4) Pertukaran Gas
Merupakan kondisi pada individu yang mengalami penurunan gas baik O2 maupun
CO2 antara alveoli paru-paru dan sistem vaskular.
2.2.10 Penatalaksanaan
1) Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
- Pembersihan jalan nafas
- Latihan batuk efektif
- Suctioning
- Jalan nafas buatan
2) Pola Nafas Tidak Efektif
- Atur posisi pasien ( semi fowler )
- Pemberian oksigen
- Teknik bernafas dan relaksasi
3) Gangguan Pertukaran Gas
- Atur posisi pasien ( posisi fowler )
- Pemberian oksigen
- Suctioning
4) Nyeri Akut
- Berikan tekhnik relaksasi
- Atur posisi pasien (semi fowler)
- Pemberian analgetik
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
2.3.1.1 Identitas klien
2.3.1.2 Keluhan utama
28
Sesak napas, nyeri disisi dada yang sakit
2.3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri da
dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada
gerakan pernapasan. Perlu dikaji apakah ada riwayat trauma tajam/tumpul yang mengenai
rongga dada (tertembus peluru, tertusuk benda tajam, KLL, dll)
2.3.1.4 Riwayat Penyakit Dalam
Apakah klien pernah menderita TB paru dimana sering terjadi pada pneumotoraks
spontan.
2.3.1.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang mungkin menyebabkan
pneumotoraks seperti kanker paru, asma, TB paru, dll.
2.3.1.6 Psikososial
Meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana
prilaku klien pada tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.
2.3.1.7 Pemeriksaan Fisik
1. B1 (Breathing)
 Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu pernapasan.
Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi
yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (lebih cembung disisi yang sakit).
Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum yang purulen. Trakhea dan jantung
terdorong ke sisi yang sehat.
 Palpasi
Taktil fremitus menurun disisi yang sakit. Disamping itu, pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang
antar –iga bisa saja normal atau melebar.
 Perkusi
Suara ketuk pada sisi yang sakit hipersonor sampai timpani. Batas jantung terdorong ke
arah thoraks yang sehat apabila tekanan intrapleura tinggi.
 Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.
2. B2 (Blood)

29
Perawat perlu memonitor dampak pneumothoraks pada status kardiovaskular yang
meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan pengisian kapiler/CRT.
3. B3 (Brain)
Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga pemeriksaan
GCS, apakah compos mentis, samnolen atau koma.
4. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Perawat perlu
memonitor adanya oliguri yang merupakan tanda awal dari syok.
5. B5 (Bowel)
Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu makan
dan penurunan berat badan.
6.  B6 (Bone)
Pada trauma di rusuk dada, sering didapatkan adanya kerusakan otot dan jaringan lunak
dada sehingga meningkatkan risiko infeksi. Klien sering dijumpai mengalami gangguan
dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari disebabkan adanya sesak napas, kelemahan dan
keletihan fisik secara umum.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhububungan dengan ekspansi paru sekunder terhadap
peningkatan tekanan di dalam rongga pleura : pneumothorax. SDKI (D.0005 : Hal
26)
2. Risiko infeksi dan trauma pernapasan berhubungan dengan tindakan invasif
sekunder pemasangan selang WSD. SDKI (0142 : Hal 304)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan akan
ketahanan nyeri. SDKI (D.0056 : Hal 128)
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar pada informasi. SDKI
(D.0111 : Hal 246)
2.3.3 Intervensi Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhububungan dengan ekspansi paru sekunder terhadap
peningkatan tekanan di dalam rongga pleura : pneumothorax.
- Identifikasi faktor penyebab kolaps spontan, trauma keganasan, infeksi komplikasi
mekanik pernapasan.
- Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan
yang terjadi
- Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, atau dalam posisi duduk.
30
- Observasi tanda-tanda vital (Nadi,RR)
- Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 jam
- Memberikan oksigen tambahan nasal kanule 2 lpm
- Bantu ajarkan pasien untuk batuk dan napas dalam yang efektif
- Kolaborasi untuk tindakan dekompresi dengan pemasangan WSD
2. Risiko infeksi dan trauma pernapasan berhubungan dengan tindakan invasif sekunder
pemasangan selang
- Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, laporkan setiap perubahan
yang terjadi.
- Observasi tanda-tanda vital (Nadi,RR)
- Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk
- Perhatikan undulasi pada selang WSD
- Anjurkan pasien untuk memegang selang apabila akan mengubah posisi
- Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
- Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh
- Beri penjelasan pada pasien tentang perawatan WSD
- Bantu dan ajarkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan akan
ketahanan nyeri.
- Tingkatkan tirah baring atau duduk, jaga lingkungan tenang
- Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
- Bantu melakukan rentang gerak sendi pasif/aktif
- Berikan obat sesuai indikasi, sedative, agen anti ansietas
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar pada informasi
- Kaji patologi masalah individu
- Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang
- Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat, contoh nyeri dada
tiba-tiba dyspnea, pernapasan lanjut
- Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, contoh nutrisi baik,istirahat,latihan
2.3.4 Implementasi keperawatan
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah kategori
dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori,
implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari

31
proses keperawatan. Namun demikian, dibanyak lingkungan perawatan kesehatan,
implementasi mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian. (Potter & Perry, 2005)
2.3.5 Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil
yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya
tujuan dan kriteria hasil, klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya,
klien akan masuk kembali dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassesment)
secara umum evaluasi ditunjukan untuk :
1. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
2. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum 3. Mengkaji
penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai. (Asmadi, 2008).
Evaluasi formatif : dilakukan setiap kali selesai melakukan tindakan, mengevaluasi
proses keperawatan yang telah dilakukan, dan biasanya berupa catatan perkembangan.
Evaluasi sumatif : menggunakan rekapan terakhir secara paripurna, menggunakan catatan
naratif, dan pada saat pasien pulang atau pindah.

32
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa : Melatia Paska

Nim : 2018.C.10a.0977

Tempat Praktik : Ruang Gardenia

Tanggal Praktek : Senin 16-21 Juni 2020

Tanggal : 16 Juni 2020

3.1 Pengkajian

3.1.1 Identitas
1) Identitas Pasien
Nama : Tn. E
Umur : 44 Tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status : Menikah 
Pendidikan :SMA
Pekerjaan : Tukang Kayu/membuat rumah
Suku Bangsa : Dayak/ Indonesia
Alamat : Jalan Iskandar
Tanggal Masuk : 28 Mei 2020
Tanggal Pengkajian : 16 Juni 2020
Diagnosa Medis :Pneumotoraks
3.1.2 Status Kesehatan/Perawatan
3.1.2.1 Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak napas pada gerakan pernapasan.
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasakan keluhan sesak napas pada bulan Mei 2020 saat sesak napas tiba-
tiba timbul, pasien hanya beristirahat di rumah saja dan membeli obat yang dijual bebas.
Pada tanggal 25 Mei pasien di rawat di puskesmas sepang karena mendadak mengeluh sesak
napas dan semakin lama semakin berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerakan
pernapasan. Pada tanggal 28 Mei 2020 Karena keluhan sesak napas dirasakan semakin berat,
pasien dibawa keluarga ke RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya, disarankan rawat inap
untuk dilakukan pemasangan selang WSD. Pasien masuk Ruang Gardenia pada pukul 10.00

33
Wib.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pasien mengatakan pada tahun 2019 pasien pernah masuk RSUD Dr.Doris Sylvanus
Palangka Raya karena pernah menderita penyakit TB paru, sudah menjalani pengobatan OAT
selama enam bulan
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan pasien
GENOGRAM KELUARGA

Keterangan:

: Perempuan

: Laki – laki

: Pasien

: Meninggal

: Tinggal serumah

: Garis keturunan

3.1.3 Pemerikasaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum :
Klien tampak nyeri sedang, kesadaran compos menthis, posisi berbaring semi fowler dengan
badan terlentang, pasien tampak sesak.
3.1.3.2 Status Mental :
Tingkat kesadaran pasien compos mentis, ekpresi wajah pasien tampak meringis, bentuk
badan klien simetris, posisi berbaring semi fowler, klien berbicara jelas, suasana hati klien
gelisah, penampilan klien tidak rapi, klien mengetahui waktu pagi, siang dan malam dapat
membedakan antara perawat dan keluarga serta mengetahui dirinya sedang dirawat di rumah
sakit, dan mekanisme pertahanan diri klien adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :
Saat pengkajian TTV klien tanggal 16 Juni 2020 pukul 15:00 WIB, suhu tubuh klien/ S =
36°C tempat pemeriksaan axilla, nadi/N = 92 x/menit dan pernapasan/ RR = 32 x/menit,
tekanan darah TD = 110/70 mmhg
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)

34
Bentuk dada pasien teraba tidak simestris,dada kanan pasien terlihat lebih cembung dari
dada sebelah kiri, pergerakan dada saat bernapas tidak simestris dan dada kanan tertinggal
,klien memiliki kebiasaan merokok = ±1 bungkus/hari, klien mengalami batuk sejak ± 1
bulan yang lalu, tidak ada sputum, tidak sianosis, terdapat nyeri, pasien tampak sesak saat
aktivitas, nafas pasien tersengal-sengal cepatdan dangkal , type pernapasanan klien tampak
menggunakan dada, irama pernapasan tidak teratur dan suara nafas klien vesikuler, ada suara
nafas tambahan Ronchi dan penggunaaan otot bantu napas tambahan.
Keluhan lainnya : ada retraksi otot bantu nafas serta terdapat cairan di kavum pleura
sebanyak 500 cc.
Masalah Keperawatan : Pola Nafas Tidak Efektif
3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Pasien merasakan nyeri di dada kanan,nyeri dirasakan saat bernapas dan gelisah nyeri
sering muncul jika pasien sedang menarik napas, terpasang selang WSD di dada kanan di IC
4-5 dihubungkan dengan selang penyambung ke botol WSD dan adanya luka 1 cm dengan
jahutan mengelilingi selang WSD. tidak ada merasakan keram dikaki, klien tampak tidak
pucat, tidak merasakan pusing, tidak mengalami clubbing finger, tidak sianosis, tidak
merasakan sakit kepala, tidak palpitasi, tidak ada pingsan, capillary refill klien saat ditekan
dan dilepaskan kembali dalam 2 detik, tidak ada terdapat oedema, lingkar perut klien 90 cm,
ictus cordis klien tidak terlihat, vena jugulasir klien tidak mengalami peningkatan, suara
jantung klien (S1-S2) reguler dan tidak ada mengalami kelainan.
Keluhan lainnya : Tidak ada.
Masalah keperawatan : Risiko Infeksi dan trauma pernapasan
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS : E = 4 (membuka mata spontan), V = 5 (komunikasi verbal baik), M = 6
(mengikuti perintah), total nilai GCS = 15 (normal), kesadaran klien tampak normal, pupil
isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri positif, tidak vertigo, tampak gelisah, tidak
aphasia, klien tidak merasakan kesemutan, tidak bingung, tidak dysarthria dan tidak
mengalami kejang.
Keluhan lainnya : Tidak ada
Masalah keperawatan : Tidak ada
Uji Syaraf Kranial :
Nervus Kranial I: (olfaktorius) : Pasien sadar Pembauan baik
Nervus Kranial II : (Optikus) : Pasien sadar penglihatan baik
Nervus Kranial III: (Okulomotoris) : Pasien dapat mengerakan bola mata kekiri dan kekanan
35
Nervus Kranial IV: (Trokhlearis): pasien mampu menggerakan bola mata keatas dan
kebawah
Nervus Kranial V: (Trigeminus) : Pasien mampu mengunyah dengan baik
Nervus Kranial VI: (Abdusen) : Pasien dapat menggerakan mata dengan baik
Nervus Kranial VII: (Facialis) : Ekspresi wajah pasien baik dan simestris
Nervus Kranial VIII : (Akustikus) : Pasien dapat mendengarkan suara detak jam dengan baik
Nervus Kranial IX : (Glosofaringeus) : Pasien mampu membedakan rasa manis dan asam
Nervus Kranial X : (Vagus) : Pasien mampu menelan makanan dengan baik
Nervus Kranial XI : (Asesoris) : Pasien tidak mampu menggerakan bahu
Nervus Kranial XII: (Hipoglosus) : Pasien mampu menggerakan lidah
Uji Koordinasi :
Ekstermitas atas klien dapat menggerakan jari kejari dan jari kehidung. Ekstermitas
bawah klien dapat menggerakan tumit ke jempol kaki, kestabilan tubuh klien tampak baik,
refleks bisep kanan dan kiri klien baik skala 1, trisep kanan dan kiri klien baik skla 1,
brakioradialis kanan dan kiri klien baik skala 1, patella kanan kiri klien baik skla 1, dan
akhiles kanan dan kiri klien baik skla 1, serta reflek babinski kanan dan kiri klien baik skla 1.
Keluhan lainnya : Tidak ada
Masalah keperawatatan : Tidak ada
3.1.3.7 Eliminasi Uri (bladder)
Tidak ada masalah dalam eliminas urin, klien memproduksi urin normal, klien tidak
mengalami masalah atau lancer, tidak menetes, tidak onkotinen, tidak oliguria, tidak nyeri,
tidak retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak hematuria, tidak hematuria, tidak terpasang
kateter dan tidak pernah melakukan cytostomi.
Keluhan lainnya : Tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada.
3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel) :
Bibir klien tampak lembab tidak ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi klien
lengkap tidak ada karies, gusi klien normal tampak kemerahan, lidah klien merah, mokosa
klien tidak ada pembengkakan, tonsil klien tidak ada peradangan, rectum normal, tidak
mengalami haemoroid, klien BAB 1x/hari warna kuning dengan konsistensi lunak, tidak
diare tidak konstipasi, tidak kembung, dan tidak ada terdapat nyeri tekan ataupun benjolan.
Keluhan lainnya : Nafsu makan menurun
3.1.3.9 Masalah keperawatan : Tidak ada Tulang - Otot – Integumen (Bone)

36
Kemampuan pergerakan sendi klien tampak bebas, tidak ada parase, tidak ada paralise,
tidak ada hemiparese, tidak ada krepitasi, terdapat nyeri di bagian dada, tidak ada bengkak,
tidak ada kekakuan, tidak ada flasiditas, tidak ada spastisitas, ukuran otot klien teraba
simetris.
Keluhan lainnya : Pasien mengalami intoleransi aktivitas dan kelemahan umum,
penurunan ketahanan nyeri
Masalah keperawatan : Intoleransi Aktivitas
3.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut
Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan kosametik dan lainnya.
Suhu kulit klien teraba hangat, warna kulit normal, turgor baik, tekstur halus, tidak ada
tampak terdapat lesi, tidak terdapat jaringan parut, tekstur rambut halus, tidak terdapat
distribusi rambut dan betuk kuku simetris.
Keluhan lainnya : tidak ada
Masalah keperawatan : tidak ada
3.1.3.11 Sistem Penginderaan
a. Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan klien normal tidak ada masalah
a. Telinga / Pendengaran :
Pendengaran klien normal dan tidak ada berkurang, tidak berdengung dan tidak tuli.
c. Hidung / Penciuman:
Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat patensi, tidak
terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak terdapat transluminasi, cavum
nasal normal, septum nasal tidak ada masalah, sekresi tidak ada, dan tidak ada polip.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada teraba kelenjar
limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher klien bergerak bebas.
3.1.3.13 Sistem Reproduksi
a. Reproduksi Pria
Bagian reproduksi klien tidak tampak adanya kemerahan, tidak ada gatal-gatal,
gland penis baik/ normal, meatus uretra baik/ normal, tidak ada discharge, srotum
normal, tidak ada hernia, dan tidak ada keluhan lainnya.

37
3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit : Klien mengatakan ‘‘ saya ingin cepat
sembuh dan ingin segera pulang kerumah‘‘
3.4.1.2 Nutrisi dan Metabolisme

Klien tidak ada program diet, klien tidak meras mual, tidak ada muntah, tidak mengalami
kesukaran menelan dan tidak ada merasa haus.
TB : 163 Cm
BB sekarang : 50 Kg
BB Sebelum sakit : 60 Kg
IMT = BB
(TB)²
= 50
(163)²
= 18,8 ( normal)
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah Keperawatan : tidak ada
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekeunsi/hari 1 x sehari 3x sehari
Porsi Setengah porsi 1 porsi
Nafsu makan Kurang baik Baik
Jenis Makanan Nasi,lauk,sayur,buah Nasi,lauk,sayur,buah
Jenis Minuman Air putih Air putih
Jumlah minuman/cc/24 1500-1700 cc 1500-1700 cc
jam
Kebiasaan Makan Pagi,siang,sore Pagi,siang,malam
Keluhan/masalah Tidak selera makan Tidak ada
3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur :
Pasien mengatakan tidur 8 jam/hari dan pasien mengatakan tidak mengalami
gangguan pola tidur.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah Keperawatan : tidak ada
3.1.4.4 Kognitif :
Klien mengatakan “ia tidak senang dengan keadaan yang dialaminya dan ingin cepat
beraktivitas seperti biasanya”
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
38
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran):
Klien mengatakan tidak senang dengan keadaan yang dialaminya saat ini, klien ingin
cepat sembuh dari penyakitnya. Klien adalah seorang ayah, klien orang yang ramah,
klien adalah seorang kepala keluarga”.
Keluhan lainnya : Tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada.
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari

Sebelum sakit klien dapat berktivitas secara bebas, namun sesudah sakit klien tidak dapat
beraktivitas secara bebas akibat setelah beraktifitas pasien merasa sesak,

Keluhan lainnya : tidak ada

Masalah keperawatan : Pola nafas tidak efektif

3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress

Klien mengatakan bila ada masalah ia selalu bercerita dan meminta bantuan kepada
keluarga, dan keluarga selalu menolong Tn. E
Keluhan lainnya : tidak ada
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.3.8 Nilai-Pola Keyakinan :
Klien mengatakan bahwa tidak tindakan medis yang bertentangan dengan keyakinan
yang di anut.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.5 Sosial – Spiritual
3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Klien dapat berkomunikasi dengan baik, dan klien dapat menceritakan keluhan
yang dirasakan kepada perawat.
3.1.5.2 Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa dayak dan bahasa Indonesia.
3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Hubungan klien dengan keluarga baik, dibuktikan dengan kelurga setiap saat
selalu memperhatikan dan mendampingi Tn. E selama diarawat di rumah sakit.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :

39
Klien dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan dan dapat berkomunikasi juga
dengan keluarga serta orang lain.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat :
Menurut klien orang yang terdekat dengannya adalah anak dan istri/ keluarga
3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang : -
3.1.5.7 Kegiatan beribadah :
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien selalu menjalankan shalat 5 waktu dan selama sakit
pasien tidak pernah melakukan shalat.

3.1.4 Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)


3.1.4.1 Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
keluarga pasien mengatakan bahwa sakit yang dideritanya pada saat ini karena
kurang menjaga pola makan dan pola hidupnya. Dan pasien ingin cepat sembuh dan
berkumpul lagi dengan keluarganya.
3.1.4.2 Konsep diri
Gambaran diri : Pasien Menyukai seluruh tubunya.
Identitas diri : Pasien berpendidikan SMA dan sudah menikah.
Peran diri : pasien sebagai anak kedua dari dua bersaudara dalam keluarga.
Ideal diri : pasien berharap agai ia cepat sembuh dan dapat segera pulang agar dapat
kembali berkumpul dengan keluarganya.
Harga diri : Pada saat pasien sadar klien mengatakan dirinya berguna dan berarti.
3.1.4.3 Hubungan sosial
Orang yang berarti :
Istri pasien mengatakan bahwa orang yang paling bearti bagi pasien adalah
Istri serta anak-anaknya.
Hubungan dengan keluarga :
Istri pasien mengatakan pasien memiliki hubungan yang baik dan harmonis
dengan keluarga.
Hubungan dengan orang lain :
Istri pasien mengatakan pasien memiliki hubungan yang baik dan harmonis
dengan orang lain.
Hambatan interaksi sosial
Istri pasien mengatakan interaksi pasien didalam ruangan baik.
3.1.4.4 Spiritual

40
Nilai dan keyakinan :
pasien menganut agama Islam dan mempercayai ajaran yang
ada pada agama tersebut.
Kegiatan Ibadah :
Sebelum masuk rumah sakit pasien mengatakan rajin shalat, dan selama di
rawat dirumah sakit pasien tidak melaksanakan shalat.
3.1.5 DATA PENUNJANG ( RADIOLOGIS. LABORATORIUM, PENUNJANG LAIN)

Pemeriksaan Tanggal 16-06-2020

No Parameter Hasil Nilai Normal


1 Hb 14,1 mg% 11,4 – 15,1 mg%
2 Trombosit 207 X 109/l 150 – 300 X 109/l

3 PH 7,30 7,35-7,45
4 paO2 55 Arterial 80-105
mmHg
Alveolar 90-115
mmHg
5 paCO2 46 Arterial 38-44
mmHg
Alveolar 38-44
mmHg
6 Be +2 -2,5- +2,5
7 HCO3 24 22-26
8 SaO2 94% >95 % atau 100%

9 Leukosit 8000/mm3 4500-1000/mm3

Hasil foto CT SCAN (16 Juni 2020)


Gambaran pneumotoraks kanan, paru kolaps

3.1.6 Penatalaksanaan Medis

Nama obat Rute Indikasi Kontra indikasi


Codein 10 mg Oral Merupakan obat Hipersensitivitas terhadap
tab 0-1-1 meredakan nyeri codeine, opioid lain atau
golongan opioid eksipien lainnya
yang digunakan Depresi pernapasan akut

41
untuk mengobati Gagal hati
rasa nyeri sedang Cedera kepala atau kondisi
sampai berat dimana meningkatnya
tekanan pada intracranial
Ceftriaxone 2x1 gr Injeksi IV Obat antibotik Alergi ceftriaxone atau
golongan antibiotic lain seperti
sefalosporin yang penisilin atau sefalosporin
bekerja dengan lainnya
cara menghambat Kandung empedu
pertumbuhan Penyakit ginjal
bakteri atau Penyakit hati
membunuh bakteri. Penyakit usus seperti colitis
Obat ini juga dapat Sedang hamil.
digunakan untuk
mencegah infeksi
pada luka operasi

ANALISA DATA

N DATA KEMUNGKINAN MASALAH


O PENYEBAB

1 Data Subjektif : pneumothoraks Pola napas tidak efektif


Pasien mengeluh sesak

42
napas, bernapas berat,
susah untuk melakukan mediastinum bergeser kearah
pernapasan dan nyeri paru yang kolaps
dada kanan saat bernfas
Data Objektif :
deformitas dinding dada
- Pasien tampak sesak
napas, keringat dingin,
nyeri dada kanan saat ekspansi dada tidak maksimal
bernapas dan gelisah
- Bentuk dada kanan
lebih cembung
- Gerakan pernapasan pola napas tidak efektif

dada kanan tertinggal


- Penggunaan otot bantu
napas tambahan
- Pola napas cepat dan
dangkal
- TTV :
- TD = 110/70
mmHg
- RR = 28 x/menit
- N= 70 x/menit
- S = 360C
Radiologi : foto thorax
kolaps pada paru kanan

Data subjektif :
Pasien mengatakan Risiko infeksi dan
terpasang selang di dada Tindakan invasif sekunder trauma pernapasan
2
kanan
Data Objektif
- Adanya luka 1cm pemasangan selang WSD
dengan jahitan

43
mengelilingi selang diskontinuitas jaringan
WSD
- Terpasang selang WSD
di IC 4-5 dihubungkan
risiko infeksi dan trauma
dengan selang pernapasan
penyambung ke botol
WSD

Prioritas Masalah

1 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru sekunder terhadap
peningkatan tekanan di dalam rongga pleura : pneumothorax
2 Risiko infeksi dan trauma pernapasan berhubungan dengan tindakan invasive sekunder
pemasangan selang WSD

44
45
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn.E

Ruang Rawat : Gardenia

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional


Pola napas tidak efektif setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi factor penyebab 1. Memahami penyebab dari
berhubungan dengan kolaps spontan, trauma kolaps paru sangat penting
keperawatan 2 x 8 jam diharapkan
penurunan ekspansi paru keganasan, infeksi komplikasi untuk mempersiapkan WSD
sekunder terhadap pola napas kembali efektif dengan mekanik pernapasan. pada pneumothoraks dan
peningkatan tekanan di 2. Kaji kualitas, frekuensi, dan menentukan untuk interfensi
kriteria hasil :
dalam rongga pleura : kedalaman pernafasan, lainnya.
pneumothorax 1. keluhan sesak napas berkurang, laporkan setiap perubahan 2. Dengan mengkaji kualitas,
ringan, tidak nyeri saat yang terjadi frekuensi, dan kedalaman
melakukan pernapasan 3. Baringkan klien dalam posisi pernapasan, kita dapat
2. Tak tampak sesak napas dan nyeri yang nyaman, atau dalam mengetahui sejauh mana
saat melakukan pernapasan posisi duduk. perubahan kondisi klien.
3. Bentuk dada simetris 4. Observasi tanda-tanda vital 3. Penurunan diafragma
4. Gerakan dada saat bernapas (nadi, RR) memperluas daerah dada
simetris 5. Lakukan auskultasi suara sehingga ekspansi paru bisa
5. Tidak menggunakan otot bantu napas tiap 2-4 jam. maksimal.
pernapasan 4. Peningkatan RR dan takikardi
6. Pola napas normal 6. Bantu dan ajarkan klien untuk merupakan indikasi adanya
7. TTV batuk dan napas dalam yang penurunan fungsi paru
- TD = 120/80 mmHg efektif. 5. Auskultasi dapat menentukan
- RR = 32 x/menit kelainan suara napas pada
- N = 92 x/menit 7. Memberikan oksigen bagian paru. Kemungkinan
- S= 36 0C tambahan nasal kanule 2 lpm akibat dari berkurangnya atau
8. Kolaborasi untuk tindakan tidak berfungsinya lobus,
dekompresi dengan segmen, dan salah satu dari
pemasangan WSD. paru. Pada daereah kolaps
paru suara pernapasan tidak
terdengar tetapi bila hanya
sebagian yang kolaps suara
pernapasan tidak terdengar
dengan jelas. Hal tersebut
dapat menentukan fungsi paru
yang baik dan ada tidaknya
atelektasis paru.
6. Menekan daerah yang nyeri
ketika batuk atau napas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta
abdomen membuat batuk lebih
efektif.
7. Membantu memberikan
oksigen pada pasien yang
kesulitan untuk bernapas
8. Dengan WSD memungkinkan
udara keluar dari rongga
pleura dan mempertahankan
agar paru tetap mengembang
dengan jalan mempertahankan
tekanan negative pada
intrapleura

setelah dilakukan tindakan


keperawatan 2 x 8 jam diharapkan
infeksi dan trauma pernapasan tidak
terjadi dengan kriteria hasil :
1. tidak ada tanda-tanda infeksi pada
luka 1. Dengan mengkaji kualitas,
1. Kaji kualitas, frekuensi,dan
48
Risiko infeksi dan trauma 2. TTV dalam batas normal kedalaman frekuensi dan kedalaman
pernapasan berhubungan pernapasan,laporkan setiap pernapasan, kita dapat
3. Tidak ada pus didalam selang
dengan tindakan invasive perubahan yang terjadi. mengetahui sejauh mana
sekunder pemasangan 4. Kepatenan sistem drainage WSD 2. Observasi tanda-tanda vital perubahan klien.
selang WSD (nadi, rr). 2. Peningkatan RR dan takikardi
dalam kondisi baik
3. Baringkan klien dalam posisi merupakan indikasi adanya
5. Luka sembuh tanpa komplikasi yang nyaman, dalam posisi penurunan fungsi paru.
duduk. 3. Posisi setengah duduk atau
4. Perhatikan undulasi pada duduk dapat mengurangi
selang WSD resiko pipa/selang WSD
5. Anjurkan klien untuk terjepit.
memegang selang apabila 4. Undulasi (pergerakan cairan
akan mengubah posisi. diselang dan adanya
6. Beri tanda pada batas cairan gelembung udara yang keluar
setiap hari, catat tanggal dan dari air dalam botol WSD)
waktu. merupakan indicator bahwa
7. Botol WSD harus selalu lebih drainase selang dalam keadaan
rendah dari tubuh. optimal. Bila undulasi tidak
8. Beri penjelasan pada klien ada, ini mempunyai makna
tentang perawatan WSD. yang sangat penting Karena
9. Bantu dan ajarkan klien unuk beberapa kondisi dapat terjadi,
melakukan napas dalam yang antara lain:
efektif. - Motor suction tidak berjal
- Selang terlipat atau
tersumbat
- Paru telah mengembang
- Oleh karena itu, perawat
harus yakin apa yang
menjadi penyebab, segera
periksa kondisi system
drainase, dan amati tanda-
tanda kesulitan bernapas.
5. Menghindari tarikan spontan
49
pada selang yang mempunyai
resiko tercabutnya selang dari
rongga dada.
6. Tanda atau batas pada botol
dapat menjadi indicator dan
bahan monitor terhadap
keadaan draidase WSD.
7. Gravitasi. Udara dan cairan
mengalir dari takanan yang
tinggi ke tekanan yang rendah.
8. Meningkatkan sikap
kooperatif klien dan
mengurangi resiko trauma
pernapasan.
9. Menekan daerah yang nyeri
ketika batuk atau napas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta
abdomen membuat batuk lebih
efektif.

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/Tangga Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda Tangan


50
l Dan Nama
Jam Perawat
1. Identifikasi factor penyebab kolaps spontan, S: Klien mengatakan keluhan sesak napas dan
trauma keganasan, infeksi komplikasi nyeri dada kanan saat bernapas sudah berkurang,
mekanik pernapasan. bernapas agak ringan
2. Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman O:
pernafasan, laporkan setiap perubahan yang - Tampak sesak napas dan nyeri saat bernapas
terjadi sudah berkurang, bernapas agak ringan
3. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, - Terpasang selang WSD di IC 4-5 midline
atau dalam posisi duduk. axila kanan disambung dengan selang
4. Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR) penghubung ke botol WSD
5. Lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 jam. - Tampak undulasi pada selang
- Tampak gelembung udara keluar melalui Melatia Paska
6. Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan ujung selang didalam botol WSD saat
napas dalam yang efektif. ekspirasi dan batuk
- Kecembungan dada kanan mulai berkurang
7. Memberikan oksigen tambahan nasal kanule 2 - Sudah mulai terlihat pergerakan dada kanan
lpm saat bernapas
8. Kolaborasi untuk tindakan dekompresi dengan - Tidak menggunakan otot bantu napas
pemasangan WSD. tambahan
- Tidak menggunakan oksigen tambahan
- Pola napas mulai teratur
- TTV :
- TD 110/70 mmHg,
- RR 28 x/mnt,
- N 88 x/mnt,
- S 36 C
- Palpasi: teraba getaran disisi paru kanan
- Perkusi: hipersonor diparu kanan sudah
berkurang
- Auskultasi: sudah terdengar suara napas di
paru kanan

51
- Klien tampak lebih tenang/rileks
A: Masalah pola napas tidak efektif teratasi
sebagian
P: Lanjutkan intervensi no; 2,3,4,5
      Cek foto thoraks AP-Lat posisi tegak
      Pantau kepatenan sistem drainage
      Observasi pengembangan paru
      K/P pasang suction continous

S: Pasien mengatakan terpasang selang didada


1. Kaji kualitas, frekuensi,dan kedalaman kanan
pernapasan,laporkan setiap perubahan yang O:
terjadi.
2. Observasi tanda-tanda vital (nadi, rr). - Luka bersih ditutup kasa steril
52
3. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman, - TTV :
dalam posisi duduk. - TD = 110/70 mmHg
4. Perhatikan undulasi pada selang WSD - RR= 28 x/mnt
5. Anjurkan klien untuk memegang selang - N = 88 x/mnt
apabila akan mengubah posisi. - S= 36 0C
6. Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat - Tidak ada krepitasi disekitar selang
tanggal dan waktu. - Undulasi positif
7. Botol WSD harus selalu lebih rendah dari - Botol WSD lebih rendah dari tubuh
tubuh. - Ujung selang dalam botol WSD berada 2 cm
8. Beri penjelasan pada klien tentang perawatan dibawah batas air Melatia Paska
WSD. A : Masalah risiko infeksi dan trauma pernapasan
9. Bantu dan ajarkan klien unuk melakukan tidak terjadi
napas dalam yang efektif. P : Lanjutkan intervensi No: 1,2,3,4,5,6,7
- Observasi tanda-tanda infeksi pada luka
- Lakukan perawatan WSD setiap hari
- K/P mencuci botol dan ganti cairan dalam
botol bila terlihat keruh

53
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pneumothorax didefinisikan sebagai suat penyakit yang berbahaya seperti penyakit jantung,
paru-paru, stroke dan kanker banyak dialami oleh orang-orang yang berusia lanjut. Tetapi di era
yang modern ini, penyakit-penyakit berbahaya tersebut tidak jarang diderita oleh usia yang masih
produktif. Faktor utama penyebab penyakit yang menyerang usia produktif tersebut adalah pola
hidup yang tidak seimbang, jarang berolahraga, dan adanya peningkatan konsumsi rokok di
kalangan muda. Salah satu penyakit yang sering menyerang adalah penyakit paru. Sehingga
diperlukan suatu bentuk rehabilitasi yang dapat memulihkan kondisi kesehatan agar dapat
melanjutkan hidup menjadi lebih baik.
Salah satu organ vital manusia adalah paru-paru. Banyak penyakit paru-patu yang menjadi
salah satu penyebab utama kematian seseorang, salah satunya adalah pneumothorax. Pneumothorax
adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau karena
trauma (British Thoracic Society 2003). Tension pneumothorax disebabkan karena tekanan positif
pada saat udara masuk ke pleura pada saat inspirasi. Pneumothorax dapat menyebabkan
cardiorespiratory distress dan cardiac arrest. Pneumothorax disebabkan karena robekan pleura atau
terbukanya dinding dada. Dapat berupa pneumothorax yang tertutup dan terbuka atau menegang (
Tension Pneumothorax)
pneumothoraks adalah pengumpulan udara didalam rongga pleura yang mengakibatkan
gagal napas yang dapat terjadi secara spontan atau karena trauma.
4.2 Saran
Penulis mengharapkan agar materi laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca agar
dapat menambah wawasan tentang keilmuan keperawatan penyakit pneumothorax, dan
semoga keilmuan keperawatan penyakit pneumothorax terus dapat berkembang dalam
bidang ilmu pengetahuan.
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Stikes Eka
Harap Palangka Raya Pneumothorak.
4.2.2 Bagi Klien dan Keluarga
Diharapkan dapat mengedukasi keluarga untuk dapat selalu menjaga kesehatannya
dan sebagai sumber informasi pada keluarga tentang Pneumothorak.
4.2.3 Bagi Institusi
Menjadi sumber referensi bagi institusi pendidikan maupun rumah sakit.
4.2.4 Bagi IPTEK
Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat peraktis dalam keperawatan
yaitu sebagai panduan perawat dalam pengelolaan kasus pada pasien dengan pneumothorax

Daftar Pustaka

55
Kumala, Poppy et all. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta : EGC,1998.

Slamet Suyono, (2001). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, FKUL : Jakarta

Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EG

Muttaqin, Arif.2008.AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan system pernapasan.


  

Jakarta:Salemba Medika

Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
 

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Corwin, Elisabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta


Dongoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta.
ISO Indonesia. 2004. Volume 39. Ikatan Sarjana Farmasi. Indonesia
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. EGC. Jakarta
Medical Record Rumah Sakit HKBP Balige dengan Jumlah pasien pneumotraks mulai Januari 2009
sampai April 2010 8 orang. Manual Updating.
Price, A. Silvia. 2005. Patofisiologi. Edisi VI. EGC. Jakarta
Priharjo Robert. Pengkajian Fisik Keperawatan. EGC. Jakarta
Sudoyo et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Edisi IV. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Smelizer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Vol. 1. EGC. Jakarta.
Tambayang, Jan. 2001. Anatomi dan Fisiologi Ilmu Keperawatan, EGC. Jakarta
Tyo. 2009. Askep Respiratory, http.www.google.co.id/ image/ pneumotoraks// diakses tanggal 28
Juni 2010.

56

Anda mungkin juga menyukai