DI SUSUN OLEH :
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “KEPERAWATAN PADA PENCERNAAN & PERKEMIHAN”. Sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan, Penulis menyadari sepenuhnya akan
kekurangan dan keterbatasan dalam makalah ini, maka dengan segala kerendahan
dan keikhlasan hati penulis mengharap saran yang membangun sehingga dapat
melengkapi kesempurnaan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
memberikan kekuatan dan melimpahkan segala rahmatnya atas segala yang telah
kita lakukan. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bisa memberikan
manfaat bagi penulis khususnya maupun pembaca pada umumnya.
Penyusun
i
0
DAFTAR ISI
SAPUL DEPAN........................................................................................................
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................41
3.1 Kesimpulan..............................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................43
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses keperawatan secara umum diartikan sebagai pendekatan dalam
pemecahan masalah yang sistematis untuk memberikan asuhan keperawatan
terhadap setiap orang.
Dalam proses keperawatan terdapat empat tahapan yaitu:
1. Pengkajian
Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan
subjektif dari klien. Adapun data yang terkumpul mencakup klien, keluarga,
masyarakat, lingkungan, atau kebudayaan.
Metode pengumpulan data meliputi :
Melakukan interview/wawancara.
Riwayat kesehatan/keperawatan
Pemeriksaan fisik
Mengumpulkan data penunjang hasil laboratorium dan diagnostik lain
serta catatan kesehatan (rekam medik)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk
membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses
berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam
medik, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.
3. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.
Intervensi dilakukan untuk membantu pasien dalam mencapai hasil yang
diharapkan.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari intervensi yang telah
kita buat,yang nantinya akan kita terapkan pada pasien.Dalam implementasi ini
kita harus memperhatikan hak-hak pasien.
1
2
5. Evaluasi
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini
perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil
atau gagal. (Alfaro-LeFevre, 1994).
Oleh sebab itu penting bagi kita sebagai seorang perawat untuk mengetahui
dan mengerti tentang bagaimana proses keperawatan itu,khususnya seperti yang
akan kita bahas yaitu proses keperawatan dalam sistem pencernaan mulai dari
pengkajian kesehatan hingga macam-macam pemeriksaan diagnostik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan ,rumusan masalah dari
makalah ini,adalah :
Pentingnya Mengetahui tentang Agar kita mengerti tentang proses
keperawatan sistem pencernaan dan perkemihan dan bisa diterapkan dalam dunia
kerja.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya mengetahui proses
keperawatan sistem pencernaan dan perkemihan dan bisa diterapkan dalam dunia
kerja.
1.3.2 Tujuan Khusus
Dengan ini diharapkan agar makalah ini dapat bermanfat untuk pembaca
dengan tujuan untuk :
1. Untuk mengetahui bagaimana Pengkajian Riwayat Sistem Pencernaan.
2. Untuk mengetahuimacam-macam dari pemeriksaan diagnostik Sistem
Pencernaan dan pemeriksaan penunjang sistem perkemihan
3. Agar kita sebagai mahasiswa kesehatan mengerti tentang proses
keperawatan sistem pencernaan dan perkemihan dan bisa diterapkan
dalam dunia kerja.
3
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
RIWAYAT KESEHATAN
Dalam pengkajian riwayat kesehatan pasien dengan gangguan pada sistem
pencernaan perawat mulai dengan mengambil riwayat lengkap,memfokuskan
pada gejala-gejala umum disfungsi gastrointestinal. Pengkajian riwayat kesehatan
dilakukan dengan anamnesis atau wawancara untuk menggali masalah
keperawatan lainnya sesuai dengan keluhan utama dari pasiennya.
Perawat memperoleh data subyektif dari pasien mengenai masalahnya dan
bagaimana penanganan yang sudah dilakukan. Persepsi dan harapan pasien
sehubungan dengan masalah kesehatan dapat mempengaruhi masalah kesehatan.
Yang perlu dikaji dalam sistem gastrointestinal:
1. Pengkajian rongga mulut
2. Pengkajian esofagus
3. Pengkajian lambung
4. Pengkajian intestinal
5. Pengkajian anus dan feses
4
5
< 90 Hipotensi
120 ‒
Atau 80 ‒ 89 Prehipertensi
139
140 ‒
Atau 90 ‒ 99 Hipertensi derajat 1
159
Frekuensi N atau HR
N atau HR Klasifikasi Diagnosis Banding
< 60 Bradikardi
60 ‒ 100 Normal Tak ada kelainan
> 100 Takikardi
8
Hubungan HR dan N
Hubungan HR dan N Bentuk Nadi Diagnosis Banding
(HR - N) ≤ 10 Tak ada kelainan
(HR - N) > 10 Pulsus defisit AF
Tegangan Nadi
Tegangan Nadi Bentuk Nadi Diagnosis Banding
Tidak berubah Tak ada kelainan
Kuat dan lemah berubah-
Pulsus alternan Gagal jantung
ubah
Elastisitas Pembuluh Nadi
Elastisitas Pembuluh Nadi Diagnosis Banding
Elastis Tak ada kelainan
Keras seperti kawat Aterosklerosis
RR Klasifikasi
< 14 Bradipnea
14 ‒ 20 Eupnea
> 20 Takipnea (napas cepat)
Foto polos perut merupakan foto rontgen standar untuk perut, yang tidak
memerlukan persiapan khusus dari penderita.
14
2. USG Perut
1. Pemeriksaan Kualitatif
Metode Natif
Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi
berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Cara
pemeriksaan ini menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%.
Penggunaa eosin 2% dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur
cacing dengan kotoran disekitarnya.
20
memungkinkan telur cacing dapat berkembang menjadi larva infektif pada kertas
saring basah selama kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan
didalam air yang terdapat pada ujung kantong plastik.
Maksud : Mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale, Necator
Americanus, Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus spatau mencari larva
cacing-cacing parasit usus yang menetas diluar tubuh hospes
Tujuan : Mengetahuia adanya infeksi cacing tambang
Dasar teori : Hanya cacing-cacing yang menetas di luar tubuh hospes akan
menetas 7 hari menjadi larva dengan kelembaban yang cukup.
Kekurangan : Dilakukan hanya untuk identifikasi infeksi cacing tambang, waktu
yang dibutuhkan lama dan memerlukan peralatan yang banyak.
Kelebihan : lebih mudah dilakukan karena hanya umtuk mengidentifikasi larva
infektif mengingat bentuik larva jauh lebih besar di bandingkan dengan telur.
2. Pemeriksaan Kuantitatif
Metode Kato
Teknik sediaan tebal (cellaphane covered thick smear tecnique) atau disebut
teknik Kato. Pengganti kaca tutup seperti teknik digunakan sepotong “cellahane
tape”. Teknik ini lebih banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakan lebih
banyak tinja. Teknik ini dianjurkan untuk Pemeriksaan secara massal karena lebih
sederhana dan murah. Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat
diagnosa.
Maksud : Menemukan adanya telur cacing parasit dan menghitung jumlah telur
Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit dan untuk mengetahui berat
ringannya infeksi cacing parasit usus
Dasar teori : Dengan penambahan melachite green untuk memberi latar belakang
hijau. Anak-anak mengeluarkan tinja kurang lebih 100 gram/hari, dewasa
mengeluarkan tinja kurang lebih 150 gram/hari. Jadi, misalnya dalam 1 gram
feces mengandung 100 telur maka 150 gram tinja mengandung 150.000 telur.
Kekurangan : Bahan feses yang di gunakan banyak.
22
A. BNO
Dalam bidang foto rontgen, terdapat beberapa jenis foto yang digunakan. Dan
dalam bidang uroradiologi dengan rontgen, ada beberapa jenis foto yang familier,
yaitu BNO. BNO dalam bahasa Inggris disebut pula KUB (Kidney Ureter
Bladder). Sebelumnya mari kita bedakan dulu antara foto polos abdomen dan foto
BNO. Foto polos abdomen tidak dilakukan persiapan atau urus-urus. Pasien
dateng ke radiologi, langsung saja difoto. Sedangkan foto BNO, pasien diminta
untuk melakukan urus-urus misalnya dengan memakan obat pencahar,
meminimalisasi bicara dan merokok, dan puasa tidak makan pada malam sebelum
foto dilakukan, agar udara usus dan fekalitnyaminimal. Persamaannya, yaitu baik
foto polos maupun BNO sama-sama tidak menggunakan kontras.
Hal yang harus kita perhatikan pada foto BNO :
1) Preperitoneal fat line, tampak atau tidak
2) Psoas line dan renal out line, tampak atau tidak
3) Distribusi udara usus, distensi usus, banyak atau sedikit
4) Tanda-tanda pneumoperitoneum, ada tidaknya semilunar sign (udara di
atas hepar)
5) Bayangan opasitas : batu, massa intra abdomen, deskripsikan letak, ukuran
batu, jumlah batu, bentuk batu
6) Sistema tulang : fraktur, spondilosis, metastase
24
Keterangan :
Preperitoneal fat linenya Nampak (yang membentuk pinggang).
Psoas linenya juga nampak.
Distribusi udara ususnya minimal.
Tidak ada tanda-tanda pneumoperitoneum
Tidak ada bayangan opasitas abnormal
Sistema tulang intak
Dengan IVP, radiologist dapat melihat dan mengetahui anatomy serta fungsi
ginjal, ureter dan blass. Biasanya IVP didahului dulu dengan BNO. Sebelum
pasien disuntik dengan kontras, pada malam sebelumnya pasien diminta untuk
melakukan urus-urus juga sama seperti pada BNO. Kemudian, pasien dites alergi
dulu, karena kontras yang digunakan dapat menimbulkan reaksi alergi.
Tujuan
Tujuan dari pemeriksaan IVP adalah :
1. Pemeriksaan IVP membantu mengetahui adanya kelainan pada sistem
urinary, dengan melihat kerja ginjal dan sistem urinary pasien.
2. Pemeriksaan ini dipergunakan untuk mengetahui gejala seperti kencing
darah (hematuri) dan sakit pada daerah punggung.
3. Mengetahui adanya kelainan pada sistem tractus urinary dari : batu ginjal,
pembesaran prostat, tumor pada ginjal, ureter dan blass.
Indikasi
Indikasi dilakukannya pemeriksaan IVP yakni untuk melihat anatomi dan
fungsi dari traktus urinarius yang terdiri dari ginjal, ureter, dan bladder, yang
meliputi
Kelainan kongenital
Radang atau infeksi
Massa atau tumor
Trauma
Diantaranya adalah :
1. Renal agenesis
2. Polyuria
3. BPH (benign prostatic hyperplasia)
4. Congenital anomali : Duplication of ureter n renal pelvis, Ectopia
kidney, Horseshoe kidney, Malroration
5. Hydroneprosis
6. Pyelonepritis
26
7. Renal hypertention
Kontra indikasi
1. Alergi terhadap media kontras
2. Pasien yang mempunyai kelainan atau penyakit jantung
3. Pasien dengan riwayat atau dalam serangan jantung
4. Multi myeloma
5. Neonatus
6. Diabetes mellitus tidak terkontrol/parah
7. Pasien yang sedang dalam keadaan kolik
8. Hasil ureum dan creatinin tidak normal
4) Setelah itu lakukan foto nephogram dengan posisi AP supine 1 menit setelah
injeksi media kontras untuk melihat masuknya media kontras ke collecting
sistem, terutama pada pasien hypertensi dan anak-anak.
5) Lakukan foto 5 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan
ukuran film 24 x 30 untuk melihat pelviocaliseal dan ureter proximal terisi
media kontras.
6) Foto 15 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan film 24 x
30 mencakup gambaran pelviocalyseal, ureter dan bladder mulai terisi media
kontras
7) Foto 30 menit post injeksi dengan posisi AP supine melihat gambaran bladder
terisi penuh media kontras. Film yang digunakan ukuran 30 x 40
8) Setelah semua foto sudah dikonsulkan kepada dokter spesialis radiologi,
biasanya dibuat foto blast oblique untuk melihat prostate (umumnya pada
pasien yang lanjut usia).
9) Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk
melihat kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah bladder. Dengan posisi
erect dapat menunjukan adanya ren mobile (pergerakan ginjal yang tidak
normal) pada kasus pos hematuri.
29
KRITERIA GAMBAR
1. Foto 5 menit post injeksi : Tampak kontras mengisi ginjal kanan dan kiri.
Pada menit ke-5, organ yang dinilai yaitu perginjalan, yang meliputi
nefrogram dan sistem pyelocalices (SPC). Nefrogram yaitu bayangan dari
30
ginjal kanan dan kiri yang terisi kontras. Warnanya semiopaque, jadi putihnya
sedang-sedang saja.
Yang kita cermati pada menit ke-5 ini yaitu:
Letak/posisi ren. Normalnya, ren kanan lebih rendah dibanding ren kiri.
Letak keduanya yaitu setinggi V.T12 – V.L3
Ukuran ren
SPC. Normalnya berbentuk seperti mangkuk (cupping). Namun apabila
terjadi hidronefrosis, SPC akan berubah bentuk tergantung pada derajat
hidronefrosisnya.
Ada 4 grade hidronefrosis :
a) Hidronefrosis derajat 1. Calices berbentuk blunting, alias tumpul.
b) Hidronefrosis derajat 2. Calices berbentuk flattening, alias mendatar.
c) Hidronefrosis derajat 3. Calices berbentuk clubbing, alias menonjol.
d) Hidronefrosis derajat 4. Calices berbentuk ballooning, alias
menggembung.
Gambaran batu, baik batu lusen atau opaq. Apabila ada batu, khasnya
yaitu ada filling defek.
Pada menit ke-5, contoh penyakit yang bisa diketahui yaitu penyakit-
penyakit yang ada di ren, misalnya pyelonefritis, nefrolitiasis,
hidronefrosis, massa/tumor renal, dll.
Perawatan Lanjutan
Tidak ada perawatan khusus yang diberikan kepada pasien setelah menjalani
pemeriksaan BNO-IVP ini.
Kelebihan IVP
1. Bersifat invasif.
2. IVP memberikan gambaran dan informasi yang jelas, sehingga dokter
dapat mendiagnosa dan memberikan pengobatan yang tepat mulai dari
adanya batu ginjal hingga kanker tanpa harus melakukan pembedahan
3. Diagnosa kelainan tentang kerusakan dan adanya batu pada ginjal dapat
dilakukan.
4. Radiasi relative rendah
5. Relative aman
Kekurangan IVP
1. Selalu ada kemungkinan terjadinya kanker akibat paparan radiasi yang
diperoleh.
2. Dosis efektif pemeriksaan IVP adalah 3 mSv, sama dengan rata-rata
radiasi yang diterima dari alam dalam satu tahun.
3. Penggunaan media kontras dalam IVP dapat menyebabkan efek alergi
pada pasien, yang menyebabkan pasien harus mendapatkan pengobatan
lanjut.
4. Tidak dapat dilakukan pada wanita hamil.
33
a. Pengertian
Tumor vessika urinaria adalah pertumbuhan sel yang terjadi terus menerus dan
tak terkendali pada kandung kemih dan kebanyakan menyerang laki-laki berusia
di atas 50 tahun (Nursalam, 2008).
Tumor kandung kemih adalah suatu inflamasi sel-sel di dinding atau di dalam
lapisan kandung kemih (Muttaqin, 2011).
Tumor ganas kandung kemih sekitar 90% adalah karsinoma sel transisional.
Kurang lebih 10% berupa karsinoma skuamosa dan jarang ssekali
adenokarsinoma yang berasal dari jaringan urakus. Derajat keganasan ditentukan
oleh tingkat diferensiasi dan penetrasi ke dalam dinding atau jaringan sekitar
kandung kemih. (Sjamsuhidajat, 2004)
b. Etiologi
Faktor yang mempengaruhi terjadinya adalah zat karsinogen, baik eksogen
dari rokok atau bahan kimia maupun endogen dari hasil metabolisme. Penyebab
lain diduga akibat pemakaian analgetik, sitostatik, dan iritasi kronik oleh batu,
sistosomiasis, atau radiasi. Perbandingan lelaki dengan perempuan 4:1
(Sjamsuhidajat, 2004).
Penyebab pasti masih belum diketahui, 80% dari kasus kanker kandung kemih
berhubungan dengan paparan lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa kanker
kandung secara potensial dapat dicegah (Muttaqin, 2011).
Sedangkan menurut Nursalam, 2008 penyebabnya yaitu Infeksi saluran kemih
seperti E. Colli dan proteus spp yang menghasilkan nitrosamine sebagai zat
karsinogen selain itu sering mengkonsumsi kopi, pemanis buatan yang
mengandung sakarin dan siklamat, serta pemakai obat – obatan siklofosfamid
melalui intravesika, fenasetin, opium, dan antituberkulosis INH dalam jangka
waktu lama.
c. Patafisiology
Karsinoma kandung kemih yang masih dini merupakan tumor superfisial.
Tumor ini lama -kelamaan dapat mengadakan infiltrasi ke lamina propria, otot,
34
6. Pencitraan
Pemeriksaan IVP dapat mendeteksi adanya tumor kandung kemih berupa
Filling defect 6, tumor sel transisional yang berada pada ureter atau pielum, dan
adanya hidroureter atau muara ureter. CT scan atau MRI berguna untuk
menentukan ekstensi tumor ke organ sekiranya (Nursalam, 2008)
g. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Kemoterapi intravesikal atau immunoterapi dianjurkan. Tiopeta, mitomicin, dan
doksorubinsin adalah agen yang telah digunakan untuk pengobatan intravesikal.
(Heri Saputra, 2010)
Terapi laser juga sebuah terapi yang mungkin untuk klien dengan lesi kecil.
Reseksi kandung kemih segmental digunakan untuk tumor besar dan tunggal pada
puncak kandung kemih atau dinding lateral atau untuk adenokarsinoma.
36
Ketika tumor itu incasif atau tidak dapat ditangani atau dikontrol dengan
pendekatan yang konservatif, sistektomi adalah pengobatan pilihan. Sistektomi
sederhana pada seorang pria meliputi pengangkatan kandung kemih, prostate dan
vesicaurinaria; sedangkan pada seorang wanita meliputi pengangkatan kandung
kemih dan uretra. Iversi urinarius setelah sistektomi dapat dicapai dengan
menggunakan sebuah segmen ileum untuk membentuk sebuah salauran antara
ureter dan abdomen eksternal. Pilihan lain bagi klien mungkin pembentukan
reservoir ileum kontinen yang tidak membutuhkan apparatus penampungan
eksternal. (Heri Saputra, 2010).
Terapi radiasi untuk kanker kandung kemih sebagai modalitas
penatalaksanaan tunggal, untuk penyakit invasive yang mempeunyai
kemungkinan sembuh rta-rata 16-30%, ini lebih rendah daripada penatalaksanaan
sistektomi, tetapi radiasi dapat digunakan pada klien yang tidak ditangani dengan
pembedahan. Tidak ada regimen kemoterapi pasti yang telah dianjurkan untuk
pengobatan kanker kemih tahap lanjut. (Heri Saputra, 2010)
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengkajian menurut Nursalam 2008
Pemeriksaan khusus pada pola eliminasi:
1) Adanya hematuria, gejala iritasi saat berkemih, faktor risiko (khususnya
riwayat merokok), penurunan BB, kelelahan, dan tanda metastase
2) Bagaimana kemampuan koping dan pengetahuan tentang penyakit, adanya
nyeri
3) Perubahan warna urine contoh kuning pekat, merah, coklat.
b. Diagnosa , intervensi dan rasional keperawatan
1. Nyeri b.d inflamasi kandung kemih
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri dapat teratasi.
a. Tingkat kemanan Control nyeri
b. Nyeri: efek yang rusak
c. Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu mneggunakan
tehknik non farmalogi, untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan )
37
Intervensi Rasional
Berikan perawatan aseptik dan Cara pertama untuk menghindari
antiseptik, pertahankan teknik cuci terjadinya infeksi nosokomial.
tangan yang baik.
BAB 3
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Tumor ginjal adalah tumor padat yang berasal dari urotelium, yaitu karsinoma sel
transional atau yang berasal dari sel epitel ginjal
b. Penyebab tumor ginjal yaitu faktor lingkungan dan genetic yang menjadi
predisposisi terbentuknya tumor sel ginjal
c. Terjadinya tumor ginjal dimulai dengan pertumbuhan sel yang terus-menerus
tanpa batas yang disebut tumor. Sehingga tumor makin lama makin besar dan
mendesak jaringan sekitarnya. Pada saat pertumbuhan sel tersebut berubah kearah
yang cepat, saat itulah tumor berubah menjadi ganas yang disebut kanker
d. Manifestasi klinis penyakit tumor ginjal yaitu lemah, anemia, BB menurun, dan
demam akibat efek sistemik kanker ginjal.
e. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penyakit tumor ginjal adalah USG,
CT-scan atau MRI, pemeriksaan darah, dan pemeriksaan urin
42
DAFTAR PUSTAKA
Brown, H. W. 2013. Dasar Parasitologi Klinis. Gramedia, Jakarta.
Entjang, I. 2010. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan dan
Sekolah Menengah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Gandahusada,S.W .Pribadi dan D.I. Heryy.2011. Parasitologi
Kedokteran.Fakultas kedokteran UI, Jakarta.
Adams. Textbook of Physical Diagnosis.17ed.Williams & Wilkins.1987.
DeGowin RL, Donald D Brown.2011.Diagnostic Examination. McGraw
Hill.USA.
Delp MH, Manning RT. Major Diagnosis Fisik. Terjemahan Moelia Radja
Siregar.EGC 2010