Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH

“KEPERAWATAN PADA PENCERNAAN & PERKEMIHAN”


Dosen : Karmithasari Yandra K, Ners. M.Kep

DI SUSUN OLEH :

Thomas Erik Helvin 2018.C.10a.0988

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “KEPERAWATAN PADA PENCERNAAN & PERKEMIHAN”. Sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan, Penulis menyadari sepenuhnya akan
kekurangan dan keterbatasan dalam makalah ini, maka dengan segala kerendahan
dan keikhlasan hati penulis mengharap saran yang membangun sehingga dapat
melengkapi kesempurnaan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
memberikan kekuatan dan melimpahkan segala rahmatnya atas segala yang telah
kita lakukan. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bisa memberikan
manfaat bagi penulis khususnya maupun pembaca pada umumnya.

Palangkaraya, 18 Maret 2020

Penyusun

i
0

DAFTAR ISI

SAPUL DEPAN........................................................................................................

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................4

2.1 Pengkajian Riwayaat Kesehatan Pasien....................................................4


2.2 Pemeriksaan Diagnostik Sistem Pencernaan.……...................................5
2.3 Pemeriksaan Penunjang Pada Sistem Perkemihan…..………………….4
2.4 Persiapan Pemeriksaan……………………….…..……………….…….6

2.5. Prosedur Pemeriksaan BNO-IVP..……………………………….…......8


2.6 Tumor Vesika Urinaria………………....…………………...…………33

BAB 3 PENUTUP.................................................................................................41

3.1 Kesimpulan..............................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................43
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses keperawatan secara umum diartikan sebagai pendekatan dalam
pemecahan masalah yang sistematis untuk memberikan asuhan keperawatan
terhadap setiap orang.
Dalam proses keperawatan terdapat empat tahapan yaitu:
1. Pengkajian
Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan data objektif dan
subjektif dari klien. Adapun data yang terkumpul mencakup klien, keluarga,
masyarakat, lingkungan, atau kebudayaan.
Metode pengumpulan data meliputi :
 Melakukan interview/wawancara.
 Riwayat kesehatan/keperawatan
 Pemeriksaan fisik
 Mengumpulkan data penunjang hasil laboratorium dan diagnostik lain
serta catatan kesehatan (rekam medik)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk
membuat diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses
berpikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam
medik, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.
3. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat.
Intervensi dilakukan untuk membantu pasien dalam mencapai hasil yang
diharapkan.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari intervensi yang telah
kita buat,yang nantinya akan kita terapkan pada pasien.Dalam implementasi ini
kita harus memperhatikan hak-hak pasien.

1
2

5. Evaluasi
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini
perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil
atau gagal. (Alfaro-LeFevre, 1994).
Oleh sebab itu penting bagi kita sebagai seorang perawat untuk mengetahui
dan mengerti tentang bagaimana proses keperawatan itu,khususnya seperti yang
akan kita bahas yaitu proses keperawatan dalam sistem pencernaan mulai dari
pengkajian kesehatan hingga macam-macam pemeriksaan diagnostik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan ,rumusan masalah dari
makalah ini,adalah :
Pentingnya Mengetahui tentang Agar kita mengerti tentang proses
keperawatan sistem pencernaan dan perkemihan dan bisa diterapkan dalam dunia
kerja.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya mengetahui proses
keperawatan sistem pencernaan dan perkemihan dan bisa diterapkan dalam dunia
kerja.
1.3.2 Tujuan Khusus
Dengan ini diharapkan agar makalah ini dapat bermanfat untuk pembaca
dengan tujuan untuk :
1. Untuk mengetahui bagaimana Pengkajian Riwayat Sistem Pencernaan.
2. Untuk mengetahuimacam-macam dari pemeriksaan diagnostik Sistem
Pencernaan dan pemeriksaan penunjang sistem perkemihan
3. Agar kita sebagai mahasiswa kesehatan mengerti tentang proses
keperawatan sistem pencernaan dan perkemihan dan bisa diterapkan
dalam dunia kerja.
3

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Manfaat Bagi Pembaca/Mahasiswa
Mengedukasi pembaca agar lebih memahami materi pentingnya
pengetahuan tentang proses keperawatan sistem pencernaan dan perkemihan
1.4.2 Manfaat Bagi Penyuluh/Pembaca
Diharapkan dapat menambah ilmu baru dalam keilmuwan kesehatan tentang
pentingnya pengetahuan tentang proses keperawatan sistem pencernaan dan
perkemihan
4

BAB 2
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Pengkajian Riwayat Kesehatan Sistem Pencernaan


I. DATA BIOGRAFI
• Nama
Untuk membedakan anatara pasien satu dengan yang lainnya.
• Usia
Untuk mengkaji seberapa resiko masalah pencernaan sesuai usia.
• Jenis kelamin
Untuk mengkaji seberapa resiko masalah pencernaan sesuai jenis kelamin.
• Pekerjaan
Untuk mengkaji seberapa resiko masalah pencernaan sesuai pekerjaan pasien.
• Status perkawinan
• Agama

RIWAYAT KESEHATAN
Dalam pengkajian riwayat kesehatan pasien dengan gangguan pada sistem
pencernaan perawat mulai dengan mengambil riwayat lengkap,memfokuskan
pada gejala-gejala umum disfungsi gastrointestinal. Pengkajian riwayat kesehatan
dilakukan dengan anamnesis atau wawancara untuk menggali masalah
keperawatan lainnya sesuai dengan keluhan utama dari pasiennya.
Perawat memperoleh data subyektif dari pasien mengenai masalahnya dan
bagaimana penanganan yang sudah dilakukan. Persepsi dan harapan pasien
sehubungan dengan masalah kesehatan dapat mempengaruhi masalah kesehatan.
Yang perlu dikaji dalam sistem gastrointestinal:
1. Pengkajian rongga mulut
2. Pengkajian esofagus
3. Pengkajian lambung
4. Pengkajian intestinal
5. Pengkajian anus dan feses

4
5

6. Pengkajian organ aksesori


A. KELUHAN UTAMA
1. Nyeri
Nyeri sering merupakan gejala utama dari penyakit gastrointestinal.
Kaji : Lokasi, durasi, pola, frekuensi, distribusi penyebaran dan waktu nyeri.
2. Indigesti
Indigesti dapat diakibatkan oleh gangguan control saraf lambung dan bagian
lain GI. Makanan berlemak cenderung menimbulkan ketidaknyamanan karena
lemak berada di lambung lebih lama.

3. Sendawa dan flatulensi


Akumulasi gas di saluran GI dapat menimbulkan sendawa (pengeluaran gas
melalui mulut bila gas mencapai lambung) dan flatulensi (pengeluaran gas dari
rektum). Keluhan yang sering dirasakan : kembung, distensi atau merasa
penuh.
4. Mual dan muntah
Muntah biasanya didahului oleh rasa mual yang dapat dicetuskankan oleh
bau, aktifitas, atau makanan yang masuk. Muntah dapat berupa partikel yang
tidak dapat dicerna atau darah (hematemesis).
5. Diare dan konstipasi
Diare secara umum terjadi bila isi saluran pencernaan bergerak terlalu cepat
dan terdapat ketidakadekuatan waktu untuk absorbsi. Konstipasi adalah reternsi
atau perlambatan pengeluaran feses dari rectum. Absorpsi berlebihan air dari
bahan fekal menghasilkan feses yang yang keras, kering dan volume yang lebih
kecil dari normal. Dikatakan konstipasi jika pada saat BAB sering mengejan,
frekuensi dua kali setiap minggu.
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
• P : Apa yang menyebabkan gejala ? Apa saja yang dapat mengurangi
atau memperberat ?
• Q : Bagaimana gejala dirasakan, nampak atau terdengar ?
• R : Di mana gejala terasa ? Apa menyebar ?
6

• S : Seberapakah keparahan dirasakan ?


• T : Kapan gejala mulai timbul ? Seberapa sering gejala terasa ? Apa tiba-
tiba atau bertahap ?
C. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
• Bayi : warna, jumlah dan konsistensi feses
• Bumil : konstipasi akibat perubahan letak kolon sehingga peristaltic
menurun
• Lansia :kemunduran fungsi pencernaan dan ketahanan terhadap makanan
abibat perubahan motilitas.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pengkajian kesehatan masa lalu bertujuan untuk menggali berbagai kondisi
yang memberikan berbagai kondisi saat ini. Perawat mengkaji riwayat MRS
(masuk rumah sakit) dan penyakit berat yang pernah diderita, penggunaan obat2
dan adanya alergi. Perawat menanyakan pernahkah MRS sebelumnya? Apabila
ada, maka perlu ditanyakan rumah sakit mana saat mendapatkan perawatan,
berapa lama dirawat dan apakah berhubungan dengan penyakit pada saluran
gastrointestinal. Pasien yang pernah dirawat dengan ulkus peptikum, jaundice,
panyakit kandung empedu, kolitis,kanker gastrointestinal, pada pasca pembedahan
pada seluran intestinal mempunyai predisposisi penting untuk dilakukan rawat
lanjutan. Dengan mengetahui adanya riwayat MRS, perawat dapat mengumpulkan
data -data penunjang masa lalu seperti status rekam medis saat dirawat
sebelumnya, serta data-data diagnostik dan pembedahan.
E. POLA PEMELIHARAAN KESEHATAN
• Kebiasaan merokok
• Minum alkohol
• Penggunaan kafein
• Perawatan gigi dan gusi
• Aktifitas/olah raga
• Sumber stress
F. POLA PERANAN-KEKERABATAN
• Apakah pasien baru datang dari suatu daerah
7

• Kebiasaan makan keluarga


• Apakah ada masalah psikologis (menimbulkan masalah makan dan pola
eliminasi).
II. TANDA- TANDA VITAL
 Tekanan Darah (TD) atau Tensi (T)

TD Sistol TD Diastol Klasifikasi TD

< 90 Hipotensi

90 ‒ 119 Dan < 80 Normal

120 ‒
Atau 80 ‒ 89 Prehipertensi
139

140 ‒
Atau 90 ‒ 99 Hipertensi derajat 1
159

≥ 160 Atau ≥ 100 Hipertensi derajat 2

 Diagnosis hipertensi (HT) ditegakkan dengan dua kali pengukuran


tekanan darah saat istirahat pada kesempatan yang berbeda.
 Nadi (N) dan detak jantung (HR: Heart Rate)

Frekuensi N atau HR
N atau HR Klasifikasi Diagnosis Banding
< 60 Bradikardi
60 ‒ 100 Normal Tak ada kelainan
> 100 Takikardi
8

Hubungan HR dan N
Hubungan HR dan N Bentuk Nadi Diagnosis Banding
(HR - N) ≤ 10 Tak ada kelainan
(HR - N) > 10 Pulsus defisit AF
Tegangan Nadi
Tegangan Nadi Bentuk Nadi Diagnosis Banding
Tidak berubah Tak ada kelainan
Kuat dan lemah berubah-
Pulsus alternan Gagal jantung
ubah
Elastisitas Pembuluh Nadi
Elastisitas Pembuluh Nadi Diagnosis Banding
Elastis Tak ada kelainan
Keras seperti kawat Aterosklerosis

Frekuensi Pernapasan atau Respiration Rate (RR)

RR Klasifikasi
< 14 Bradipnea
14 ‒ 20 Eupnea
> 20 Takipnea (napas cepat)

III. KEBUTUHAN DASAR MANUSIA (Menurut Gordon)


1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Menjelaskan tentang pola yang dipahami pasien tentang kesehatan dan
bagaimana kesehatannya dikelola
a. Persepsi pasien tentang kesehatan diri
b. Pengetahuan dan persepsi pasien tentang penyakitnya
c. Upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan
(gizi/makanan yang adekuat, pemeriksaan kesehatan berkala,
9

perawatan kebersihan diri, imunisasi, dll)


d. Kemampuan pasien untuk mengontrol kesehatan (apa yang dilakukan
pasien bila sakit, kemana pasien biasa berobat bila sakit)
e. Kebiasaan hidup (konsumsi obat-obatan / jamu, konsumsi alkohol,
konsumsi rokok, konsumsi kopi, kebiasaan olahraga).
f. Faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan kesehatan
(penghasilan, asuransi / jaminan kesehatan, keadaan lingkungan
tempat tinggal)
2. Pola nutrisi dan metabolik
a. Pola makan (frekuensi, porsi makan, jenis makanan yang biasa
dimakan)
b. Apakah keadaan sakit saat ini mempengaruhi pola makan/minum
c. Makanan yang disukai pasien, adakah makanan pantangan / makanan
tertentu yang menyebabkan alergi, adakah makanan yang dibatasi.
d. Adakah keyakinan atau kebudayaan yang dianut yang mempengaruhi
diit
e. Kebiasaan mengkonsumsi vitamin / obat penambah nafsu makanan
(jumlah yang dikonsumsi setiap hari, sudah berapa lama)
f. Keluhan dalam makan
1). Adakah keluhan anoreksia nervosa, bulimia nervosa
2). Adakah keluhan mual / muntah (jika muntah berapa jumlahnya)
3). Bagaimana kemampuan mengunyah dan menelan
g. Adakan penurunan berat badan dalam bulan terakhir (bagaimana BB
dan TB pasien sebelum dan selama dirawat)
h. Pola minum frekuensi dan jumlah cairan yang dikonsumsi, jenis
minuman yang biasa diminum)
i. Bila pasien terpasang infus berapa cairan yang masuk dalam sehari
j. Adanya keluhan demam
3. Pola eliminasi
a. Eliminasi feses
1). Pola BAB (frekuensi, waktu, warna, konsistensi, penggunaan
10

pencahar / enema, adanya keluhan diare / obstipasi)


2). Adakah perubahan dalam kebiasaan BAB (penggunaan alat
tertentu misal terpasang kolostomy / ileostomy)
b. Eliminasi Urine
1). Pola BAK (Frekuensi, waktu, warnanya, jumlah)
2). Penggunaan alat-alat misalnya pemasangan kateter
3). Adakah keluhan (inkontinensia, anuria, hematuria, disuria,
retensio urine, nokturia, dll)
c. Keluhan berhubungan dengan kulit (kulit terasa panas/dingin, kulit
terasa kering, kulit gatal-gatal)
4. Pola Aktivitas dan latihan
a. Kegiatan dalam pekerjaan
b. Olahraga yang dilakukan (jenis dan frekuensinya)
c. Kesulitan / keluhan dalam aktifitas
1). Pergerakan tubuh
2). Perawatan diri (mandi, mengenakan pakaian, bersolek, makan
dll)
3). Berhajat (BAB/BAK)
Hanantoponco Page4
4). Keluhan sesak napas setelah melakukan aktifitas
5). Mudah merasa kelelahan
5. Pola istirahat dan tidur
a. Kebiasaan tidur (Waktu tidur, lama tidur dalam sehari, kebiasaan
pengantar tidur)
b. Kesulitan dalam hal tidur (mudah terbangun, sulit memulai tidur,
merasa tidak puas setelah bangun tidur, dll)
6. Pola Persepsi sensori dan Kognitif
a. Keluhan yang berkenaan dengan kemampuan sensasi (seperti
pengelihatan, pendengaran, penghidu, pengecapan, sensasi perabaan)
b. Alat bantu yang digunakan (kacamata, alat bantu dengar)
c. Kemampuan kognitif (kemampuan mengingat / memory, bicara dan
11

memahami pesan yang diterima, pengambilan keputusan yang


bersifat sederhana)
d. Persepsi terhadap nyeri dengan menggunakan pendekatan P,Q,R,S,T
P : Paliatif/profokatif (faktor meningkatkan atau mengurangi
nyeri)
Q : Qualitas / Quantitas (Frekuensi dan lamanya keluhan
dirasakan serta deskripsi sifat nyeri yang dirasakan.
R : Regio / tempat (Lokasi sumber dan penyebarannya)
S : Skala (Derajat nyeri dengan menggunakan rentang nilai
T : Time (Kapan keluhan dirasakan dan lamanya keluhan
berlangsung.
e. Kesulitan yang dialami (sering pusing, menurunnya sensitifitas
terhadap nyeri, menurunnya sensitifitas terhadap panas / dingin)
7. Pola hubungan dengan orang lain
Mengkaji bagaimana hubungan pasien dengan orang lain (keluarga, tenaga
kesehatan, pasien lain), apakah keadaan penyakitnya mempengaruhi
hubungan tersebut)
a. Kemampuan pasien dalam berkomunikasi (relevan, jelas, mampu
mengekspresikan, mampu mengerti orang lain)
Hanantoponco Page5
b. Siapa orang yang terdekat dan lebih berpengaruh pada pasien
c. Kepada siapa pasien meminta bantuan bila mempunyai masalah
d. Adakah kesulitan dalam keluarga (hubungan dengan orangtua,
hubungan dengan saudara, hubungan perkawinan)
8. Pola reproduksi dan seksual
a. Bagaimana pemahaman pasien terhadap fungsi seksual
b. Adakah gangguan hubungan seksual disebabkan oleh berbagai
kondisi (fertilitas, libido, ereksi, menstruasi, kehamilan, pemakaian
alat kontrasepsi)
c. Adakah permasalahan selama melakukan aktifitas seksual (ejakulasi
dini, impotensi, nyeri selama berhubungan, perdarahan, dll)
12

d. Bagaimana tingkat kepuasan klien selama berhubungan


e. Pengkajian pada perempuan
1). Riwayat menstruasi (keteraturan, keluhan selama menstruasi)
2). Riwayat kehamilan (Jumlah kehamilan, jumlah kelahiran, jumlah
anak)
3). Riwayat pemeriksaaan ginekologi misalnya pap smear
9. Persepsi diri dan konsep diri
a. Persepsi diri (hal yang dipikirkan saat ini, harapan setelah menjalani
perawatan, perubahan yang dirasa setelah sakit)
b. Status emosi
1). Bagaimana perasaan klien saat ini (sedih, marah, gembira dll)
2). Apakah perilaku non verbal klien sesuai dengan perilaku
verbalnya
c. Konsep diri
1). Citra diri / body image (bagaimana persepsi klien terhadap
tubuhnya, adakah pengaruh penyakit yang dialami terhadap
persepsi klien tersebut)
2). Identitas (bagaimana status dan posisi klien sebelum dirawat,
bagaimana kepuasan klien terhadap status dan posisinya,
bagaimana kepuasan klien sebagai laki-laki dan perempuan)
Hanantoponco Page6
3). Peran (tugas / peran apa yang diemban pasien dalam keluarga /
kelompok / masyarakat, bagaimana kemampuan klien dalam
melaksanakan peran tersebut, apakah selama dirawat pasien
mengalami perubahan dalam peran)
4). Ideal diri (bagaimana harapan pasien terhadap tubuh / posisi /
perannya, bagaimana harapan klien terhadap lingkungan,
bagaimana harapan klien terhadap dirinya)
5). Harga diri (bagaimana penilaian / penghargaan orang lain
terhadap dirinya, apakah klien merasa rendah diri dengan
keadaannya)
13

10. Pola mekanisme koping


a. Bagaimana pasien dalam mengambil keputusan (Sendiri atau dibantu)
b. Yang dilakukan jika menghadapi suatu masalah (misalnya :
memecahkan masalah, mencari pertolongan / berbicara dengan orang
lain, makan, tidur, minum obat-obatan, marah, diam dll)
c. Bagaimana upaya klien dalam menghadapi masalahnya sekarang
d. Menurut pasien apa yang dapat dilakukan perawat agar pasien merasa
nyaman.
11. Pola nilai kepercayaan / keyakinan
a. Menurut pasien siapa atau apa sumber kekuatan baginya
b. Bagaimana klien menjalankan kegiatan agama atau kepercayaan
(macam, frekuensi), apakah pasien mengalami permasalahan
berkaitan dengan aktifitasnya tersebut selama dirawat.
c. Adakah keyakinan / kebudayaan yang dianut pasien bertentangan
dengan kesehatan
d. Bagaimana keyakinan pasien terhadap pengobatan yang dijalani
(adakah pertentangan dengan nilai / kebudayaan yang dianut)

2.2 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK SISTEM PENCERNAAN


Pemeriksaan diagnostik merupakan suatu pemeriksaan penunjang yang
dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat dalam menegakkan diagnosa
keperawatan. Adapun macam-macam pemeriksaan diagnostik dalam sistem
pencernaan antara lain :
a. Pemeriksaan Radiografi

Untuk pemeriksaan Radiografi Sistem Pemeriksaan lambung meliputi :


1. Rontgen, foto rotgen bisa digunakan untuk :

 Foto Polos perut

Foto polos perut merupakan foto rontgen standar untuk perut, yang tidak
memerlukan persiapan khusus dari penderita.
14

Sinar X biasanya digunakan untuk menunjukkan:


- suatu penyumbatan
- kelumpuhan saluran pencernaan
- pola udara abnormal di dalam rongga perut
- pembesaran organ (misalnya hati, ginjal, limpa).
 Pemeriksaan barium.

Setelah penderita menelan barium, maka barium akan tampak putih


pada foto rontgen dan membatasi saluran pencernaan, menunjukkan
kontur dan lapisan dari kerongkongan, lambung dan usus halus.
Barium yang terkumpul di daerah abnormal menunjukkan adanya
ulkus, erosi, tumor dan varises kerongkongan.
Foto rontgen bisa dilakukan pada waktu-waktu tertentu untuk
menunjukkan keberadaan barium. Atau digunakan sebuah fluoroskop
untuk mengamati pergerakan barium di dalam saluran pencernaan. Proses
ini juga bisa direkam.Dengan mengamati perjalanan barium di sepanjang
saluran pencernaan, dokter dapat menilai:
- fungsi kerongkongan dan lambung
- kontraksi kerongkongan dan lambung
- penyumbatan dalam saluran pencernaan.
Barium juga dapat diberikan dalam bentuk enema untuk melapisi
usus besar bagian bawah. Kemudian dilakukan foto rontgen untuk
menunjukkan adanya polip, tumor atau kelainan struktur lainnya.
Prosedur ini bisa menyebabkan nyeri kram serta menimbulkan rasa
tidak nyaman. Barium yang diminum atau diberikan sebagai enema pada
akhirnya akan dibuang ke dalam tinja, sehingga tinja tampak putih seperti
kapur.
Setelah pemeriksaan, barium harus segera dibuang karena bisa
menyebabkan sembelit yang berarti. Obat pencahar bisa diberikan untuk
mempercepat pembuangan barium.
15

2. USG Perut

USG menggunakan gelombang udara untuk menghasilkan


gambaran dari organ-organ dalam. USG bisa menunjukkan ukuran dan
bentuk berbagai organ (misalnya hati dan pankreas) dan juga bisa
menunjukkan daerah abnormal di dalamnya.
USG juga dapat menunjukkan adanya cairan, tetapi USG bukan
alat yang baik untuk menentukan permukaan saluran pencernaan,
sehingga tidak digunakan untuk melihat tumor dan penyebab perdarahan
di lambung, usus halus atau usus besar. USG merupakan prosedur yang
tidak menimbulkan nyeri dan tidak memiliki resiko.
Pemeriksa menekan sebuah alat kecil di dinding perut dan
mengarahkan gelombang suara ke berbagai bagian perut dengan
menggerakkan alat tersebut. Gambaran dari organ dalam bisa dilihat pada
layar monitor dan bisa dicetak atau direkam dalam filem video.
b. Pemeriksaan Analisis Lambung
Pemeriksaan analisis lambung merupakan suatu pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahuikondisi keasaman lambung dalam batas pH normal
atau  tidak. Pada dasarnya fungsi dari asam lambung adalah untuk pencernaan
makanan dalam lambung akan tetapi bila berlebihan akan merusak dinding
lambung. pH normal asam lambung sekitar 4-6.
Pemeriksaan analisis lambung bisa melalui pemeriksaan HCl bebas,yaitu:
a. Syarat : tidak mengandung lendir
             pH< 4 karena HCl bebas dapat terdeteksi pada pH 2,9 – 4.
b. Metode : Indikator Toepfer
                       Indikator Gunzburg
 Indikator Toepfer
Tujuan   : mengetahui ada tidaknya asam total dalam getah lambung.
Prinsip :  asam total dalam getah lambung akan bereaksi dengan indikator
toepfer membentuk warna merah.
 Cara kerja  :  1ml getah lambung dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
16

                            Tambahkan 1 tts indicator toepfer,campur.


    Baca hasil : (+) warna merah
                        (-) warna kuning
Harga normal : (+) warna merah
 Indikator Gunzburg
Tujuan : mengetahui ada tidaknya HCl bebas dalam getah lambung.
Prinsip  : HCl bebas dalam getah lambung akan bereaksi dengan indikator
gunzburg membentuk warna merah.
Cara kerja :
a. Masukkan 5-10 tts indikator gunzburg kedalam cawan.
b. Panaskan mendidih sampai kering, timbul bercak berwarnakuning.
c. Tambahkan beberapa tetes getah lambung yang diperiksadiatas bercak
yang telah kering,panaskan lagi sampai kering.
d. Amati  hasil : (+) warna merah jambu
(-) tidak terjadi warna merah jambu
e. Harga normal : (+) wrana merah jambu
c. Pemeriksaan Endoskopi
Endoskopi adalah pemeriksaan struktur dalam dengan menggunakan
selang/tabung serat optik yang disebut endoskop.
Endoskopi adalah pemeriksaan penunjang yang memakai alat endoskop
untuk mendiagnosis kelainan–kelainan organ didalam tubuh antara lain saluran
cerna,saluran kemih,rongga mulut, rongga abdomen, dan lain-lain dan
langsung dapat melihat pada layar monitor (skop evis),sehingga kelainan yang
terdapat pada organ tersebut dapat dilihat dengan jelas.Diameter endoskop
berkisar dari sekitar 0,6 cm-1,25 cm dan panjangnya berkisar dari sekitar 30
cm-150 cm.
Sistem video serat-optik memungkinkan endoskop menjadi fleksibel
menjalankan fungsinya sebagai sumber cahaya dan sistem penglihatan.Banyak
endoskop yang juga dilengkapi dengan sebuah penjepit kecil untuk
mengangkat contoh jaringan dan sebuah alat elektronik untuk menghancurkan
jaringan yang abnormal.
17

Dengan endoskop dokter dapat melihat lapisan dari sistem pencernaan,


daerah yang mengalami iritasi, ulkus, peradangan dan pertumbuhan jaringan
yang abnormal. Biasanya diambil contoh jaringan untuk keperluan
pemeriksaan lainnya.
1. Endoskop yang dimasukkan melalui mulut bisa digunakan untuk memeriksa:
- kerongkongan (esofagoskopi)\
- lambung (gastroskopi)
- usus halus (endoskopi saluran pencernaan atas).
2. Jika dimasukkan melalui anus, maka endoskop bisa digunakan untuk
memeriksa:
- rektum dan usus besar bagian bawah (sigmoidoskopi)
- keseluruhan usus besar (kolonoskopi)
Sebelum endoskop dimasukkan melalui mulut, penderita biasanya
dipuasakan terlebih dahulu selama beberapa jam. Makanan di dalam lambung
bisa menghalangi pandangan dokter dan bisa dimuntahkan selama pemeriksaan
dilakukan. Sebelum endoskop dimasukkan ke dalam rektum dan kolon,
penderita biasanya menelan obat pencahar dan enema untuk mengosongkan
usus besar.
Tujuan pemeriksaan endoskopi saluran cerna atas antara lain:
 Untuk menerangkan perubahan perubahan radiologis yang meragukan
atau tidak jelas, atau untuk menentukan dengn lebih pasti atau tepat
kelainan radiologis yang didapatkan pada esofagus, lambung,
duodenum.
 Pasien dengan gejala menetap (disvagia,nyeri epigastrium,muntah
- muntah) yang pada pemeriksaan radiologis tidak didapatkan kelainan.
 Bila pemeriksaan radiologis menunjukkan atau dicurugai suatu kelainan
misalnya tukak,keganasan atau obstrukasi pada esofagus, indikasi
endoskopi yaitu memastikan lebih lanjut dan untuk membuat
pemeriksaan fotografi, biopsi atau sitologi.
18

 Perdarahan akut saluran cerna bagian atas memerlukan pemeriksaan


endoskopi secepatnya dala waktu 24 jam untuk mendapatkan diagnosis
sumber perdarahan yang paling tepat.
 Pemeriksaan endoskopi yang berulang-ulang yang diperlukan juga
untuk memantau penyembuhan tukak yang jinak dan pada pasien-
pasien dengan tukak yang dicurigai kemungkinan adanya keganasan
atau (deteksi dini ardinoma lambung).
 Pada pasien-pasien paska gastrektomi dengan gejala atau keluhan-
keluhan saluran cerna bagian atas diperlukan pemeriksaan endoskopi
karena interpretasi radiologis biasanya sulit: ireguralitas dari lambung
dapat di evaluasi paling baik dengan visualisasi langsung melalui
endoskopi.
 Kasus sindrom dispensia dengan usia lebih dari 45 tahun atau dibawah
45 tahun “tanda bahaya”.
 Pemakaian obat anti –inflamasi non –stroid atau (OAINS) dan riwayat
kanker pada keluarga.
Yang dimaksud dengan tanda tanda bahaya
demam,hematemasis,anemia,iktetus,dan penurunan berat badan .
Manfaat pemeriksaan endoskopi pada saluran cerna bawah:
 Mengevaluasi kelainan yang didapat pada hasil pemeriksaan edema
barium missal striktur. Gangguan pengisian (filling defct).
 Pendarahan rectum yang tidak dapat diterangkan penyebabnya,
indikasi muntlak kolonoskopi.
 Penyakit radang usus besar (crohn, colitis ulserosa, colitis
mikroskopik)
 Keganasan dan kolip pada kolon (ditegakkan dengan biopsi
histopatologi
 Evaluasi diaknosis keganasan rectum atau kolom yang diuat
sebelumnya
 Kolonoskopi pascabedah: evaluasi anastomosis
19

 Surveilens, pada kelompok resiko tinggi (misal pada kilitis ulsuratif)


dan pemamtauan sesudah pembuangan polip atau kangker.
 Prosedur terapiotik seperti polipektomi pengambilan benda asing dan
lain-lain
 Penelitian penyakit kolon pada pasien dengan anemia yang tidak
dapat diterangkan penyebabnya, penurunan berat badan,
adenokarsinoma metastatic dengan lesi perimer yang kecil.
d. Tes Feses
Dalam melakukan tes feses tedapat tujuan pemeriksaan,antara lain :
1. Melihat ada tidaknya darah.
Pemeriksaan ini menggunakan kertas tes Guaiac, sering disebut tes Guaiac
2. Analisa produk diet dan sekresi saluran cerna.
Feses mengandung banyak lemak: steatorrhea, kemungkinan ada masalah
dalam penyerapan lemak di usus halus.
Bila ditemukan kadar empedu rendah, kemungkinan terjadi obstruksi pada
hati dan kandung empedu.
3. Mengetahui adanya telur cacing atau cacing dalam tinja
Pemeriksaan telur-telur cacing dari tinja terdiri dari dua macam cara
pemeriksaan, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan kualitatif
dilakukan dengan menggunakan metode natif, metode apung, dan metode harada
mori. Sedangkan pemeriksaan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan metode
kato.

1. Pemeriksaan Kualitatif

 Metode Natif
Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi
berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Cara
pemeriksaan ini menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%.
Penggunaa eosin 2% dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur
cacing dengan kotoran disekitarnya.
20

Maksud : Menemukan telur cacing parasit pada feces yang diperiksa.


Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit pada seseorang yang diperiksa
fecesnya.
Dasar teori : eosin memberikan latar belakang merah terhadap telur yang
berwarna kekuning-kuningan dan untuk lebih jelas memisahkan feces dengan
kotoran yang ada.
Kekurangan : dilakukan hanya untuk infeksi berat, infeksi ringan sulit terditeksi.
Kelebihan : mudah dan cepat dalam pemeriksaan telur cacing semua spesies,
biaya yang di perlukan sedikit, peralatan yang di gunakan sedikit.
 Metode Apung (Flotation method)
Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau larutan gula jenuh
yang didasarkan atas BD (Berat Jenis) telur sehingga telur akan mengapung dan
mudah diamati. Metode ini digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung
sedikit telur. Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan,
sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkan partikel-
partikel yang besar yang terdapat dalam tinja. Pemeriksaan ini hanya berhasil
untuk telur-telur Nematoda, Schistostoma, Dibothriosephalus, telur yang berpori-
pori dari famili Taenidae, telur-telur Achantocephala ataupun telurAscaris yang
infertil.
Maksud : Mengetahui adanya telur cacing parasit usus untuk infeksi ringan.
Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit usus pada seseorang yang
diperiksa fecesnya.
Dasar teori : Berat jenis NaCl jenuh lebih berat dari berat jenis telur.
Kekurangan : penggunaan feses banyak dan memerlukan waktu yang lama, perlu
ketelitian tinggi agar telur di permukaan larutan tidak turun lagi
Kelebihan : dapat di gunakan untuk infeksi ringan dan berat, telur dapat terlihat
jelas.
 Metode Harada Mori
Metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi larva cacing
Ancylostoma Duodenale, Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris dan
Trichostronngilus yang didapatkan dari feses yang diperiksa. Teknin ini
21

memungkinkan telur cacing dapat berkembang menjadi larva infektif pada kertas
saring basah selama kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan
didalam air yang terdapat pada ujung kantong plastik.
Maksud : Mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale, Necator
Americanus, Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus spatau mencari larva
cacing-cacing parasit usus yang menetas diluar tubuh hospes
Tujuan : Mengetahuia adanya infeksi cacing tambang
Dasar teori : Hanya cacing-cacing yang menetas di luar tubuh hospes akan
menetas 7 hari menjadi larva dengan kelembaban yang cukup.
Kekurangan : Dilakukan hanya untuk identifikasi infeksi cacing tambang, waktu
yang dibutuhkan lama dan memerlukan peralatan yang banyak.
Kelebihan : lebih mudah dilakukan karena hanya umtuk mengidentifikasi larva
infektif mengingat bentuik larva jauh lebih besar di bandingkan dengan telur.

2. Pemeriksaan Kuantitatif
 Metode Kato
Teknik sediaan tebal (cellaphane covered thick smear tecnique) atau disebut
teknik Kato. Pengganti kaca tutup seperti teknik digunakan sepotong “cellahane
tape”. Teknik ini lebih banyak telur cacing dapat diperiksa sebab digunakan lebih
banyak tinja. Teknik ini dianjurkan untuk Pemeriksaan secara massal karena lebih
sederhana dan murah. Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat
diagnosa.
Maksud : Menemukan adanya telur cacing parasit dan menghitung jumlah telur
Tujuan : Mengetahui adanya infeksi cacing parasit dan untuk mengetahui berat
ringannya infeksi cacing parasit usus
Dasar teori : Dengan penambahan melachite green untuk memberi latar belakang
hijau. Anak-anak mengeluarkan tinja kurang lebih 100 gram/hari, dewasa
mengeluarkan tinja kurang lebih 150 gram/hari. Jadi, misalnya dalam 1 gram
feces mengandung 100 telur maka 150 gram tinja mengandung 150.000 telur.
Kekurangan : Bahan feses yang di gunakan banyak.
22

Kelebihan : Dapat mengidentifikasi tingkat cacing pada penderita berdasar


jumlah telur dan cacing, baik di kerjakan di lapangan, dapat digunakan untuk
pemeriksaan tinja masal karena murah dan sederhana, cukup jelas untuk melihat
morfologi sehingga dapat di diagnosis.

2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA SISTEM PERKEMIHAN


Standar Kompetensi
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu menjelaskan
teknik pemeriksaan penunjang pada sistem perkemihan
Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan foto polos abdomen (BNO)
2. Menjelaskan pemeriksaan IVP dan uretrocystography
 Menjelaskan persiapan penderita
 Menjelaskan Indikasi dan kontra indikasi
 Menjelaskan fungsi, anatomi dan kelainan traktus urinarius (Ginjal,
ureter, vesika urinaria, uretra, prostat)
3. Mendeskripsikan dan menilai IVP
 IVP menit ke 5, 15, 30, 45 , dst
 penilaian terhadap kelainan pada :
a) Ren : letak, posisi, jumlah ren, hidronefrosis, infeksi, nefrolithiasis,
tumor/massa
b) Ureter : hidroureter, ureterolithiasis, infeksi, massa,
sumbatan/obstruksi
c) Vesica urinaria : massa/tumor, vesicolithiasis, infeksi, pembesaran
prostat
 Mendeskripsikan dan menilai uretrocystography
a) strictura, obstruksi
b) uretrolithiasis
c) infeksi
d) pembesaran prostate
23

A. BNO
Dalam bidang foto rontgen, terdapat beberapa jenis foto yang digunakan. Dan
dalam bidang uroradiologi dengan rontgen, ada beberapa jenis foto yang familier,
yaitu BNO. BNO dalam bahasa Inggris disebut pula KUB (Kidney Ureter
Bladder). Sebelumnya mari kita bedakan dulu antara foto polos abdomen dan foto
BNO. Foto polos abdomen tidak dilakukan persiapan atau urus-urus. Pasien
dateng ke radiologi, langsung saja difoto. Sedangkan foto BNO, pasien diminta
untuk melakukan urus-urus misalnya dengan memakan obat pencahar,
meminimalisasi bicara dan merokok, dan puasa tidak makan pada malam sebelum
foto dilakukan, agar udara usus dan fekalitnyaminimal. Persamaannya, yaitu baik
foto polos maupun BNO sama-sama tidak menggunakan kontras.
Hal yang harus kita perhatikan pada foto BNO :
1) Preperitoneal fat line, tampak atau tidak
2) Psoas line dan renal out line, tampak atau tidak
3) Distribusi udara usus, distensi usus, banyak atau sedikit
4) Tanda-tanda pneumoperitoneum, ada tidaknya semilunar sign (udara di
atas hepar)
5) Bayangan opasitas : batu, massa intra abdomen, deskripsikan letak, ukuran
batu, jumlah batu, bentuk batu
6) Sistema tulang : fraktur, spondilosis, metastase
24

Gambar 10. Contoh hasil pemeriksaan BNO

Keterangan :
 Preperitoneal fat linenya Nampak (yang membentuk pinggang).
 Psoas linenya juga nampak.
 Distribusi udara ususnya minimal.
 Tidak ada tanda-tanda pneumoperitoneum
 Tidak ada bayangan opasitas abnormal
 Sistema tulang intak

B. INTRAVENA PIELOGRAPHY (IVP)


Definisi
IVP adalah pemeriksaan dengan menyuntikkan bahan kontras secara
intravena untuk melihat anatomi dan fungsi dari traktus urinarius (ginjal, ureter,
vesica urinaria). Intravena di sini berarti bahan kontras diinjeksikan melalui vena.
(Boleh vena mana saja, contoh : vena mediana cubiti atau vena renalis). Pada saat
media kontras diinjeksikan melalui pembuluh vena pada tangan pasien, media
kontras akan mengikuti peredaran darah dan dikumpulkan dalam ginjal dan
tractus urinary, sehingga ginjal dan tractus urinary menjadi berwarna putih.
25

Dengan IVP, radiologist dapat melihat dan mengetahui anatomy serta fungsi
ginjal, ureter dan blass. Biasanya IVP didahului dulu dengan BNO. Sebelum
pasien disuntik dengan kontras, pada malam sebelumnya pasien diminta untuk
melakukan urus-urus juga sama seperti pada BNO. Kemudian, pasien dites alergi
dulu, karena kontras yang digunakan dapat menimbulkan reaksi alergi.

Tujuan
Tujuan dari pemeriksaan IVP adalah :
1. Pemeriksaan IVP membantu mengetahui adanya kelainan pada sistem
urinary, dengan melihat kerja ginjal dan sistem urinary pasien.
2. Pemeriksaan ini dipergunakan untuk mengetahui gejala seperti kencing
darah (hematuri) dan sakit pada daerah punggung.
3. Mengetahui adanya kelainan pada sistem tractus urinary dari : batu ginjal,
pembesaran prostat, tumor pada ginjal, ureter dan blass.

Indikasi
Indikasi dilakukannya pemeriksaan IVP yakni untuk melihat anatomi dan
fungsi dari traktus urinarius yang terdiri dari ginjal, ureter, dan bladder, yang
meliputi
 Kelainan kongenital
 Radang atau infeksi
 Massa atau tumor
 Trauma
Diantaranya adalah :
1. Renal agenesis
2. Polyuria
3. BPH (benign prostatic hyperplasia)
4. Congenital anomali : Duplication of ureter n renal pelvis, Ectopia
kidney, Horseshoe kidney, Malroration
5. Hydroneprosis
6. Pyelonepritis
26

7. Renal hypertention

Kontra indikasi
1. Alergi terhadap media kontras
2. Pasien yang mempunyai kelainan atau penyakit jantung
3. Pasien dengan riwayat atau dalam serangan jantung
4. Multi myeloma
5. Neonatus
6. Diabetes mellitus tidak terkontrol/parah
7. Pasien yang sedang dalam keadaan kolik
8. Hasil ureum dan creatinin tidak normal

Syarat-syarat seseorang boleh melakukan IVP yakni :


1. Tidak memiliki riwayat alergi
2. Fungsi ginjalnya baik. Cara untuk mengetahuinya yakni dengan mengukur
kadar BUN atau kreatininnya. Karena kontras itu bersifat nefrotoksik dan
dikeluarkan lewat ginjal, jadi apabila ginjal rusak atau tidak berfungsi,
akan sangat berbahaya bagi pasien.

2.4 PERSIAPAN PEMERIKSAAN


1. Persiapan Pasien
a. Pasien makan bubur kecap saja sejak 2 hari (48 jam) sebelum pemeriksaan
BNO/IVPdilakukan.
b. Pasien tidak boleh minum susu, makan telur serta sayur-sayuran yang
berserat.
c. Jam 20.00 pasien minum garam inggris (magnesium sulfat), dicampur 1
gelas air matang untuk urus-urus, disertai minum air putih 1-2 gelas, terus
puasa.
d. Selama puasa pasien dianjurkan untuk tidak merokok dan banyak bicara
guna meminimalisir udara dalam usus.
27

e. Jam 08.00 pasien datang ke unit radiologi untuk dilakukan pemeriksaan,


dan sebelum pemeriksaan dimulai pasien diminta buang air kecil untuk
mengosongkan blass.
f. Berikan penjelasan kepada keluarga pasien mengenai prosedur yang akan
dilakukan dan penandatanganan informed consent.

2. Persiapan Media Kontras


Media kontras yang digunakan adalah yang berbahan iodium, dimana jumlahnya
disesuaikan dengan berat badan pasien, yakni 1-2 cc/kg berat badan.

Persiapan Alat dan Bahan


a. Peralatan Steril
1) Wings needle No. 21 G (1 buah)
2) Spuit 20 cc (2 buah)
3) Kapas alcohol atau wipes
4) Tourniquet
b. Peralatan Non Steril
1) Plester
2) Marker R/L dan marker waktu
3) Media kontras Iopamiro (± 40 – 50 cc)
4) Obat-obatan emergency (antisipasi alergi media kontras)
5) Baju pasien

2.5 PROSEDUR PEMERIKSAAN BNO-IVP


1) Lakukan pemeriksaan BNO posisi AP, untuk melihat persiapan pasien
2) Jika persiapan pasien baik/bersih, suntikkan media kontras melalui intravena 1
cc saja, diamkan sesaat untuk melihat reaksi alergis.
3) Jika tidak ada reaksi alergis penyuntikan dapat dilanjutkan dengan memasang
alat compressive ureter terlebih dahulu di sekitar SIAS kanan dan kiri.
28

4) Setelah itu lakukan foto nephogram dengan posisi AP supine 1 menit setelah
injeksi media kontras untuk melihat masuknya media kontras ke collecting
sistem, terutama pada pasien hypertensi dan anak-anak.
5) Lakukan foto 5 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan
ukuran film 24 x 30 untuk melihat pelviocaliseal dan ureter proximal terisi
media kontras.
6) Foto 15 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan film 24 x
30 mencakup gambaran pelviocalyseal, ureter dan bladder mulai terisi media
kontras
7) Foto 30 menit post injeksi dengan posisi AP supine melihat gambaran bladder
terisi penuh media kontras. Film yang digunakan ukuran 30 x 40
8) Setelah semua foto sudah dikonsulkan kepada dokter spesialis radiologi,
biasanya dibuat foto blast oblique untuk melihat prostate (umumnya pada
pasien yang lanjut usia).
9) Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk
melihat kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah bladder. Dengan posisi
erect dapat menunjukan adanya ren mobile (pergerakan ginjal yang tidak
normal) pada kasus pos hematuri.
29

Gambar 11. Prosedur IVP

Gambar 12. Hasil pemeriksaan IVP

KRITERIA GAMBAR
1. Foto 5 menit post injeksi : Tampak kontras mengisi ginjal kanan dan kiri.
Pada menit ke-5, organ yang dinilai yaitu perginjalan, yang meliputi
nefrogram dan sistem pyelocalices (SPC). Nefrogram yaitu bayangan dari
30

ginjal kanan dan kiri yang terisi kontras. Warnanya semiopaque, jadi putihnya
sedang-sedang saja.
Yang kita cermati pada menit ke-5 ini yaitu:
 Letak/posisi ren. Normalnya, ren kanan lebih rendah dibanding ren kiri.
Letak keduanya yaitu setinggi V.T12 – V.L3
 Ukuran ren
 SPC. Normalnya berbentuk seperti mangkuk (cupping). Namun apabila
terjadi hidronefrosis, SPC akan berubah bentuk tergantung pada derajat
hidronefrosisnya.
 Ada 4 grade hidronefrosis :
a) Hidronefrosis derajat 1. Calices berbentuk blunting, alias tumpul.
b) Hidronefrosis derajat 2. Calices berbentuk flattening, alias mendatar.
c) Hidronefrosis derajat 3. Calices berbentuk clubbing, alias menonjol.
d) Hidronefrosis derajat 4. Calices berbentuk ballooning, alias
menggembung.
 Gambaran batu, baik batu lusen atau opaq. Apabila ada batu, khasnya
yaitu ada filling defek.
 Pada menit ke-5, contoh penyakit yang bisa diketahui yaitu penyakit-
penyakit yang ada di ren, misalnya pyelonefritis, nefrolitiasis,
hidronefrosis, massa/tumor renal, dll.

Gambar 13. Gambaran IVP menit ke-5


31

2. Foto 15 menit post injeksi : Tampak kontras mengisi ginjal, ureter.


3. Foto 30 menit post injeksi (full blass) : Tampak blass terisi penuh oleh
kontras
Pada menit ke-15 sampai 30, yang nampak yaitu SPC, kedua ureter, dan vesika
urinaria. Tapi kita fokuskan pada pencitraan ureter dan vesika urinaria. Pada
ureter, yang diamati yaitu :
1) Jumlah ureter.
Terkadang, ureter bisa hanya nampak 1 aja, padahal pasien tidak merasakan
keluhan apa-apa, dan tidak ada pembesaran di proksimal. Berarti ureternya
tetep normal.
2) Posisi ureter
3) Kaliber ureter : diameternya, ukurannya normal atau tidak (pembesaran).
4) Dinding ureter : Apakah dindingnya licin atau tidak, reguler atau irreguler.
5) Ada tidaknya sumbatan/obstruksi
6) Ada tidaknya batu, baik lusen maupun opaque.Kemudian nyatakan bentuk,
jumlah, ukuran, dan letak batu.

Contoh penyakit pada menit ke 15-30 diantaranya: hidroureter, ureterolithiasis,


ureteritis, cystitis, pembesaran prostat, massa vesikolithiasis, dll.

4. Foto Post Miksi : Tampak blass yang telah kosong.

Gambar 14. Gambaran IVP menit ke-15 s/d 30


32

Perawatan Lanjutan
Tidak ada perawatan khusus yang diberikan kepada pasien setelah menjalani
pemeriksaan BNO-IVP ini.

Kelebihan IVP
1. Bersifat invasif.
2. IVP memberikan gambaran dan informasi yang jelas, sehingga dokter
dapat mendiagnosa dan memberikan pengobatan yang tepat mulai dari
adanya batu ginjal hingga kanker tanpa harus melakukan pembedahan
3. Diagnosa kelainan tentang kerusakan dan adanya batu pada ginjal dapat
dilakukan.
4. Radiasi relative rendah
5. Relative aman

Kekurangan IVP
1. Selalu ada kemungkinan terjadinya kanker akibat paparan radiasi yang
diperoleh.
2. Dosis efektif pemeriksaan IVP adalah 3 mSv, sama dengan rata-rata
radiasi yang diterima dari alam dalam satu tahun.
3. Penggunaan media kontras dalam IVP dapat menyebabkan efek alergi
pada pasien, yang menyebabkan pasien harus mendapatkan pengobatan
lanjut.
4. Tidak dapat dilakukan pada wanita hamil.
33

2.6 Tumor Vessica Urinaria

a. Pengertian
Tumor vessika urinaria adalah pertumbuhan sel yang terjadi terus menerus dan
tak terkendali pada kandung kemih dan kebanyakan menyerang laki-laki berusia
di atas 50 tahun (Nursalam, 2008).
Tumor kandung kemih adalah suatu inflamasi sel-sel di dinding atau di dalam
lapisan kandung kemih (Muttaqin, 2011).
Tumor ganas kandung kemih sekitar 90% adalah karsinoma sel transisional.
Kurang lebih 10% berupa karsinoma skuamosa dan jarang ssekali
adenokarsinoma yang berasal dari jaringan urakus. Derajat keganasan ditentukan
oleh tingkat diferensiasi dan penetrasi ke dalam dinding atau jaringan sekitar
kandung kemih. (Sjamsuhidajat, 2004)
b. Etiologi
Faktor yang mempengaruhi terjadinya adalah zat karsinogen, baik eksogen
dari rokok atau bahan kimia maupun endogen dari hasil metabolisme. Penyebab
lain diduga akibat pemakaian analgetik, sitostatik, dan iritasi kronik oleh batu,
sistosomiasis, atau radiasi. Perbandingan lelaki dengan perempuan 4:1
(Sjamsuhidajat, 2004).
Penyebab pasti masih belum diketahui, 80% dari kasus kanker kandung kemih
berhubungan dengan paparan lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa kanker
kandung secara potensial dapat dicegah (Muttaqin, 2011).
Sedangkan menurut Nursalam, 2008 penyebabnya yaitu Infeksi saluran kemih
seperti E. Colli dan proteus spp yang menghasilkan nitrosamine sebagai zat
karsinogen selain itu sering mengkonsumsi kopi, pemanis buatan yang
mengandung sakarin dan siklamat, serta pemakai obat – obatan siklofosfamid
melalui intravesika, fenasetin, opium, dan antituberkulosis INH dalam jangka
waktu lama.
c. Patafisiology
Karsinoma kandung kemih yang masih dini merupakan tumor superfisial.
Tumor ini lama -kelamaan dapat mengadakan infiltrasi ke lamina propria, otot,
34

dan lemak perivesika yang kemudian menyebar langsung ke jaringan


sekitarnya. Tumor dapat menyebar secara limfogen maupun hamatogen.
Penyebaran limfogen menuju kelenjar limfe, obturator, iliaka eksterna, dan iliaka
komunis, sedangkan penyebaran hematogen paling sering ke hepar, paru, dan
tulang(Nursalam, 2008).
d. Manifestasi Klinis
Gejala utama adalah hematuria makroskopik atau mikroskopoik, biasanya
intermitten, dan sering tanpa nyeri. Terdapat gejala iritasi, yakni disuria, tidak
dapat menahan kemih, danpolakisuria (Sjamsuhidajat, 2004)
     Sedangkan menurut Nursalam, 2008 meskipun sering kali karsinoma kandung
kemih tanpa disertai gejala disuria, pada karsinoma in situ atau karsinoma yang
sudah mengadakan infiltrasi luas, tidak jarang terjadi gejala iritasi kandung kemih,
yaitu disuria, polakisuria,frekuensi, dan urgensi. Hematuria dapat menimbulkan
keluhan retensi bekuan darah. Keluhan akibat penyakit yang telah lanjut berupa
gejala obstruksi saluran kemih bagian atas atau edema tungkai, disebabkan adanya
penekanan aliran limfe oleh massa tumor atau kelenjar limfe yang membesar di
daerah pelvis.
e. Komplikasi
            Komplikasi pembedhan meliputi peredaran dan infeksi, efek samping dari
radiasi dapat menimbulkan striktur pada ureter, uretra, atau kolon. Komplikasi
lain dikaitkan dengan daerah metastase penyakit.
f. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin, 2011  pemeriksaan yang dilakukan yaitu:
1. Laboratorium
Urinalisis pemeriksaan makroskopis didapatkan adanya darah dalam urine.
Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan sel – sel darah merah. Kultur urine untuk
mendetksi adanya ISK, Hb menurun karena kehilangan darah, infeksi, uremia,
leukositosis, Acid phospatase meningkat, ACTH meningkat, Alkaline
phosphatase meningkat, SGPT-SGOT meningkat
2. USG
35

Sebelum pemeriksaan, pasien dipuasakan untuk meminimalkan gas di usus


yang dapat menghalangi pemeriksaan. Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan
yang tidak invasive yang dapat menilai bentuk dan kelainan dari buli.
3. Radiologi
a) IVP menunjukkan adanya massa pada buli.
b) Franctionated cystogram adanya invasi tumor dalam dinding buli – buli.
c) CT-Scan untuk menilai besar dan letak tumor.
4. Sistokopi dan Biopsi
Dilakukan untuk melihat kandung kemih secara langsung dan mengambil
contoh jaringan untuk pemeriksaan mikroskopik.
Menurut Nursalam, 2008 yaitu:
5. Palpasi Bimanual
Palpasi bimanual dikerjakan dengan narkose umum (supaya otot kandung
kemih rileks) pada saat sebelum dan sesudah intervensi TUR kandung keemih.
Jari telunjuk kanan melakukan colok dubur atau colok vagina sedangkan tangan
kiri melakukan palpasi kandung kemih di daerah supra simpisis untuk
memperkirakan luasinfiltrasi tumor(Nursalam, 2008).

6. Pencitraan
Pemeriksaan IVP dapat mendeteksi adanya tumor kandung kemih berupa
Filling defect 6, tumor sel transisional yang berada pada ureter atau pielum, dan
adanya hidroureter atau muara ureter. CT scan atau MRI berguna untuk
menentukan ekstensi tumor ke organ sekiranya (Nursalam, 2008)
g. Penatalaksanaan
1.  Penatalaksanaan Medis
Kemoterapi intravesikal atau immunoterapi dianjurkan. Tiopeta, mitomicin, dan
doksorubinsin adalah agen yang telah digunakan untuk pengobatan intravesikal.
(Heri Saputra, 2010)
Terapi laser juga sebuah terapi yang mungkin untuk klien dengan lesi kecil.
Reseksi kandung kemih segmental digunakan untuk tumor besar dan tunggal pada
puncak kandung kemih atau dinding lateral atau untuk adenokarsinoma.
36

Ketika tumor itu incasif atau tidak dapat ditangani atau dikontrol dengan
pendekatan yang konservatif, sistektomi adalah pengobatan pilihan. Sistektomi
sederhana pada seorang pria meliputi pengangkatan kandung kemih, prostate dan
vesicaurinaria; sedangkan pada seorang wanita meliputi pengangkatan kandung
kemih dan uretra. Iversi urinarius setelah sistektomi dapat dicapai dengan
menggunakan sebuah segmen ileum untuk membentuk sebuah salauran antara
ureter dan abdomen eksternal. Pilihan lain bagi klien mungkin pembentukan
reservoir ileum kontinen yang tidak membutuhkan apparatus penampungan
eksternal. (Heri Saputra, 2010).
Terapi radiasi untuk kanker kandung kemih sebagai modalitas
penatalaksanaan tunggal, untuk penyakit invasive yang mempeunyai
kemungkinan sembuh rta-rata 16-30%, ini lebih rendah daripada penatalaksanaan
sistektomi, tetapi radiasi dapat digunakan pada klien yang tidak ditangani dengan
pembedahan. Tidak ada regimen kemoterapi pasti yang telah dianjurkan untuk
pengobatan kanker kemih tahap lanjut. (Heri Saputra, 2010)
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengkajian menurut Nursalam 2008
   Pemeriksaan khusus pada pola eliminasi:
1)   Adanya hematuria, gejala iritasi saat berkemih, faktor  risiko (khususnya
riwayat merokok), penurunan BB, kelelahan, dan tanda metastase
2)   Bagaimana kemampuan koping dan pengetahuan tentang penyakit, adanya
nyeri
3)   Perubahan warna urine contoh kuning pekat, merah, coklat.
b. Diagnosa , intervensi dan rasional keperawatan
1.      Nyeri b.d inflamasi kandung kemih
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam  nyeri dapat teratasi.
a. Tingkat kemanan Control nyeri
b.   Nyeri: efek yang rusak                                             
c.   Mampu mengontrol nyeri ( tahu penyebab nyeri, mampu mneggunakan
tehknik non farmalogi, untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan )
37

d.        Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan menejemen


nyeri
e.         Mampu mengenal nyeri ( skala, intensitas , frekuensi dan tanda  nyeri)
f.          Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
g.         Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi Rasional
Monitor  derajat nyeri setiap hari Nyeri dapat ditentukan dengan
menggunakan skala nyeri 1-10. Nyeri
yang meningkat mungkin disebabkan
oleh infeksi kelenjar atau sumbatan
kelenjar.

Monitor  faktor yang dapat Nyeri dapat meningkatkan karena


meningkatkan nyeri. pengaruh infeksi,manifulasi fisik
terhadap lokasi mata, atau reaksi
terhadap bahan iritan (salep atau obat
dan kosmetik

Anjurkan klien untuk meningkatkan kenyaman, mencegah


menghindari berbagai tindakan trauma, dan komplikasi nsekunder
yang dapat menimbulkan nyeri. gangguan mata.

Ajarkan berbagai teknik distraksi. Distraksi visual seperti membaca,


menggambar, distraksi auditorikseperti
mendengar radio, dapat dilakukan untuk
mengurang nyeri.

Kolaborasi pemberian analgetik Mengurangi nyeri

(Tamsuri Anas, 2010)


38

2.      Gangguan pola eliminasi urine b.d retensi urine, efek sekunder dari


obstruksi saluran kemih
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam pengeluaran urine
normal.
Mengosongkan kandung kemih secara teratur dan tuntas.
Kriteria hasil:
c)      Mampu mengosongkan kandung kemih.
d)     Mampu mengontrol pengeluaran urine.
Intervensi Rasional
25 Menentukan apakah kantung kemih
 
dikosongkan dan saat kapan intrvensi
Observasi dan catat
itu diperlukan.
jumlah/frekuensi berkemih.

Dapat menandakan adanya retensi


urine.
Lakukan palpasi terhadap
adanya distensi kandung
kemih.
Meningkatkan proses perkemihan
dengan merelaksasikan sfingter urine.
Berikan stimulasi terhadap
pengosongan urine dengan
mengalirkan air, letakkan air
hangat dan dingin secara
bergantian pada daerah
suprapubis, letakkan tangan
dalam air hangat sesuai
kebutuhan.
39

3.   Infeksi b.d  penurunan imunitas pasca/kemoterapi dan radiasi  pasca bedah.


Tujuan:
a. Immune status
b. Knowledge: infection control
c. Risk control
Kriteria hasil :
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi
penularan serta tata laksananya
c. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
d. Jumlah leukosit dalam batas normal
e. Menunjukkan perilaku hidup sehat

Intervensi Rasional
Berikan perawatan aseptik dan Cara pertama untuk menghindari
antiseptik, pertahankan teknik cuci terjadinya infeksi nosokomial.
tangan yang baik.

Observasi daerah kulit yang Deteksi dini perkembangan infeksi


mengalami perusakan (seperti memungkinkan untuk melakukan
luka, garis jahitan). tindakan dengan segera dan
pencegahan terhadap komplikasi
selanjutnya.

Pantau suhu tubuh secara teratur. Dapat mengindikasikan


perkembangan sepsis yang
selanjutnya. Memerlukan
evaluasi/tindakan dengan segera.

Berikan perawatan perineal. Menurunkan kemungkinan terjadinya


40

pertumbuhan bakteri atau infeksi yang


merambah baik.

Anjurkan untuk nafas dalam. Peningkatan mobilisasi dan


pembersiha sekresi paru untuk
menurunkan resiko terjadinya
pneumonia, atelektasis.
41

BAB 3
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

A. Jadi riwayat kesehatan pasien dengan gangguan pada sistem pencernaan


adalah meliputi sebagai berikut :
a. Data Biografi
b. Riwayat Kesehatan
c. Tanda – Tanda Vital
d. Kebutuhan Dasar Manusia

B. Sedangkan untuk macam-macam pemeriksaan diagnostik bisa dilakukan


dengan :
a.Pemeriksaan Radiografi
b.Pemeriksaan Analisis Lambung
c. Pemeriksaan Endoskopi
d. Tes Feses
Berdasarkan uraian di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa:

a.    Tumor ginjal adalah tumor padat yang berasal dari urotelium, yaitu karsinoma sel
transional atau yang berasal dari sel epitel ginjal
b.    Penyebab tumor ginjal yaitu faktor lingkungan dan genetic yang menjadi
predisposisi terbentuknya tumor sel ginjal
c.    Terjadinya tumor ginjal dimulai dengan pertumbuhan sel yang terus-menerus
tanpa batas yang disebut tumor. Sehingga  tumor makin lama makin besar dan
mendesak jaringan sekitarnya. Pada saat pertumbuhan sel tersebut berubah kearah
yang cepat, saat itulah tumor berubah menjadi ganas yang disebut kanker
d.   Manifestasi klinis penyakit tumor ginjal yaitu lemah, anemia, BB menurun, dan
demam akibat efek sistemik kanker ginjal.
e.    Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penyakit tumor ginjal adalah USG,
CT-scan atau MRI, pemeriksaan darah, dan pemeriksaan urin
42

f.     Penatalaksanaan penyakit tumor ginjal adalah dilakukan tindakan Nefrektomi


,yaitu mengangkat ginjal beserta kapsul Gerota. Masalah keperawatan yang
muncul diantaranya hipertermi,gangguan eliminasi urin dan nyeri.
g.    Tumor vessika urinaria adalah tumor vessika urinaria adalah pertumbuhan sel
yang terjadi terus menerus dan tak terkendali pada kandung kemih dan
kebanyakan menyerang laki-laki berusia di atas 50 tahun
43

DAFTAR PUSTAKA
Brown, H. W. 2013. Dasar Parasitologi Klinis. Gramedia, Jakarta.
Entjang, I. 2010. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan dan
Sekolah Menengah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. Citra Aditya
Bakti, Bandung.
Gandahusada,S.W .Pribadi dan D.I. Heryy.2011. Parasitologi
Kedokteran.Fakultas kedokteran UI, Jakarta.
Adams. Textbook of Physical Diagnosis.17ed.Williams & Wilkins.1987.
DeGowin RL, Donald D Brown.2011.Diagnostic Examination. McGraw
Hill.USA.
Delp MH, Manning RT. Major Diagnosis Fisik. Terjemahan Moelia Radja
Siregar.EGC 2010

Anda mungkin juga menyukai