Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

I DENGAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA TENTANG NYERI


DENGAN DIAGNOSA MEDIS KOLITIS ULSERATIF
DI RUANG DAHLIA RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Oleh :
Nama : Yoga Pratama
NIM : 2018.C.10a.0992

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Yoga Pratama
NIM : 2018.C.10a.0992
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Tn. I
Dengan Kebutuhan Dasar Manusia tentang Nyeri dengan
Diagnosa Medis Kolitis Ulseratif di Ruang Dahlia Rsud Dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan I (PPK I) Pada Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Yelstria Ulina Tarigan, S. Kep., Ners Ria Asihai, S. Kep., Ners

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners,

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
pada Tn. I Dengan Kebutuhan Dasar Manusia tentang Nyeri dengan Diagnosa
Medis Kolitis Ulseratif di Ruang Dahlia Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK1).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Yelstria Ulina Tarigan, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini
4. Ibu Ria Asihai, S.Kep., Ners selaku kepala ruang Dahlia RSUD Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya dan pembimbing Klinik yang telah memberikan
izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik manajemen
keperawatan di ruang Dahlia.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 29 Juni 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL ..................................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................
KATA PENGANTAR .............................................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................
1.1 Latar Belakang....................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan...............................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
2.1 Konsep Penyakit Kolitis Ulseratif ......................................................................
2.1.1 Definisi Kolitis Ulseratif ..........................................................................
2.1.2 Anatomi Fisologi.......................................................................................
2.1.3 Etiologi......................................................................................................
2.1.4 Klasifikasi..................................................................................................
2.1.5 Fatosiologi (WOC) ...................................................................................
2.1.6 Manifestasi Klinis .....................................................................................
2.1.7 Komplikasi ...............................................................................................
2.1.8 Pemerikasaan Penunjang ..........................................................................
2.1.9 Penatalaksanaan Medis .............................................................................
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Nyeri) ......................................................
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan ......................................................................
2.3.1 Pengkajian Keperawatan ............................................................................
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ...............................................................................
2.3.3 Intervensi Keperawatan ..............................................................................
2.3.4 Implementasi Keperawatan ........................................................................
2.3.5 Evaluasi Keperawatan ................................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN .....................................................................
3.1 Pengkajian .......................................................................................................
3.2 Diagnosa ..........................................................................................................
3.3 Intervensi .........................................................................................................
3.4 Implementasi ...................................................................................................
3.5 Evaluasi ...........................................................................................................
BAB 4 PENUTUP ....................................................................................................
4.1 Kesimpulan .....................................................................................................
4.2 Saran ................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kolitis ulserativa (KU) merupakan salah satu penyakit inflammatory
bowel disease (IBD) di samping penyakit Crohn (PC). Penyakit ini merupakan
penyakit inflamasi kronis pada kolon yang bersifat difus, idiopatik dan dapat
menyebabkan ulkus pada kolon yang menyebar mulai dari rektum ke arah
proksimal. IBD merupakan penyebab tersering diare kronis. Jika berlangsung
bertahun-tahun dapat menyebabkan malnutrisi, obstruksi saluran pencernaan,
perforasi, arteritis, anemia, hepatitis, toksik megakolon, pendarahan, depresi,
dan keganasan kolon. (Hyams JS, 2000; Gyawali, 2008; Juffrie, 2012)

Angka kejadian kolitis ulserativa cukup besar yaitu 50-75 pasien per
100.000 penduduk di Eropa Utara dan Amerika dengan 2-14 per 100.000
terjadi spesifik pada usia 10 hingga 19 tahun. (Juffrie, 2012) Insidensi di
beberapa Negara di Asia seperti Jepang, Malaysia, Singapura, Cina, dan India
juga meningkat (Lakatos, 2006) sehingga menimbulkan kewaspadaan
masyarakat akan penyakit ini.

Pengobatan yang sering digunakan berupa preparat imunosupresi,


preparat 5- aminosalisilat, inhibitor TNF (tumor necrosis factor), dan
kortikosteroid. (Saputra, 2014).Tujuan terapi tersebut adalah untuk
menyembuhkan inflamasi kolon dan mencegah terjadinya eksaserbasi dan
komplikasi. Reaksi inflamasi dapat ditekan oleh enzim fase II seperti
glutathione S-transferase (GST), sulfotransferase, N-acetyltransferase. (Lampe
dan Peterson, 2002)

Penggunaan tanaman herbal sudah sering diteliti dan digunakan dalam


pencegahan kolitis ulserativa, salah satunya adalah brokoli (Brassica oleracea
var italica). Brokoli dapat dengan sangat mudah ditemukan di masyarakat,
brokoli dapat tumbuh pada daerah yang beriklim dingin. Brokoli dapat
dikonsumsi sebagai makanan maupun minuman. (Watson, 2009)
Brokoli (Brassica oleracea var italica) merupakan salah satu tumbuhan
golongan family Cruciferae, dimana golongan ini memiliki kandungan senyawa
glukosinolat (β-thioglycoside-N-hydroxysulfates) terutama glukoraphanin.
Glukoraphanin dipecah menjadi sulforaphane, yang akan memicu produksi
enzim fase II. Selain sulforaphane, brokoli memiliki banyak kandungan nutrisi
lainnya seperti vitamin A, B6, C, D, E, K, thiamin, riboflavin, niasin, folat, dan
beberapa mineral lainnya. (USDA, 2015)

Pada penelitian terdahulu didapatkan bahwa brokoli dapat menimbulkan


efek preventif terhadap kolitis ulserativa (Darsono & Khiong, 2010). Namun
brokoli belum banyak digunakan sebagai alternatif pengobatan kolitis
ulserativa. Berdasarkan pemaparan di atas maka perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui efek kuratif brokoli (Brassica oleracea var. italica) terhadap
gambaran histopatologi pada mencit model kolitis ulserativa.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah dalam studi kasus ini adalah :
1.2.1 Bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada Tn. I dengan diagnose
medis Kolitis Ulseratif di ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
raya ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medis Kolitis Ulseratif di ruang Dahlia RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa
keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan
perawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan.
b. Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat
mengatasi masalah keperawatan pada kasus tersebut.
c. Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung
serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan dianosa
medis Combustio secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan
mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Kolitis Ulseratif dan Asuhan
Keperawatannya.
1.4.3.2 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
diagnosa medis Kolitis melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara
komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi Kolitis Ulseratif
Kolitis ulseratif adalah salah satu dari 2 jenis utama penyakit radang usus
(IBD) , bersama dengan penyakit Crohn . Tidak seperti penyakit Crohn, yang
dapat mempengaruhi setiap bagian dari saluran pencernaan, kolitis ulseratif
bersifat hanya melibatkan usus besar, dan ileum terminal pada 10% pasien.
Kolitis adalah penyakit seumur hidup yang memiliki dampak sosial dan
emosional yang mendalam pada pasien yang terkena. Diagnosis kolitis
ulserativa paling baik dibuat dengan endoskopi dan biopsi mukosa untuk
histopatologi. Studi laboratorium sangat membantu untuk menyingkirkan
diagnosis lain dan menilai status gizi pasien, tapi pertanda serologi dapat
membantu dalam diagnosis penyakit colitis. Pencitraan radiografi memiliki
peran penting dalam hasil pemeriksaan pasien dengan suspect kolitis dan dalam
diferensiasi kolitis ulserativa dengan penyakit Crohn. Perlakuan awal untuk
colitis ulceratif meliputi pemberian kortikosteroid, agen anti-inflamasi, agen
antidiare, dan rehidrasi. Bedah dianggap perlu jika pengobatan medis gagal
atau jika keadaan darurat bedah berkembang. (Adam, 2010)

Kolitis ulseratif merupakan penyakit inflamasi kronik pada usus


(inflammatory bowel disease) yang menyebabkan inflamasi yang terus-
menerus dan ulkus pada lapisan yang paling dalam pada kolon dan rektum.
Ulkus tersebut akan berdarah dan menghasilkan pus, mukus dan inflamasi
tersebut menyebabkan pengosongan rektum menjadi lebih sering, sehingga
dapat mengakibatkan diare. Kolitis ulseratif menyerupai penyakit Crohn,
merupakan jenis lain dari penyakit inflamasi pada usus.Tidak seperti dengan
penyakit Crohn, yang dapat mengenai setiap bagian dari traktus
gastrointestinal, kolitis ulseratif secara khusus hanya melibatkan usus
besar.Kolitis ulseratif jarang mengenai usus halus, kecuali pada bagian bawah,
yaitu ileum.( Ehrlich SD,2010)
Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang
melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum
diketahui jelas. Secara garis besar IBD teridiri dari 3 jenis, yaitu colitis
ulseratif, penyakit Crohn, dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka
dimasukkan dalam kategori indeterminate colitis(Ariestine, 2008). Colitis
ulseratif merupakan salah satu dari dutipe Inflammatory Bowel Disease (IBD),
selain Crohn disease. Tidak seperti Crohndisease, yang dapat mengenai semua
bagian dari traktus gastrointestinal, colitisulseratif seringnya mengenai usus
besar, dan dapat terlihat dengan colonoscopy. Colitis ulseratif merupakan
penyakit seumur hidup yang memiliki dampak emosional dan sosial yang amat
sangat pada pasien yang terkena, dan ditandai dengan adanya eksaserbasi
secara intermitten dan remisinya gejala klinik (Basson, 2011).

Kesimpulannya adalah kolitis ulseratif adalah gangguan peradangan


kronis idiopatik yang terjadi pada mukosa usus besar, khususnya pada bagian
kolon descepen sama rektum penyebab penyakit ini sangat beragam meliputi
fenomena autoimun, faktor genetik, perokok pasif, diet , pascaapendiktomi, dan
infeksi.

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Sistem Pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar
dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses
pencernaan (pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan zat
cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus.

A. Saluran Pencernaan
1. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air.


Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan masuk
untuk system pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari mulut
dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang
terdapat di permukaan lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari manis, 8 asam,
asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung, terdiri
dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan
(incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-
bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan
membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim
pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan
enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara
langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara
otomatis(Ziser,2014)

2. Tenggorokan (Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.


Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang
banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap
infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang
belakang keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan
perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga
mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri
dari bagian superior yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung, bagian
media yaitu bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu
bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring,
pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang
gendang telinga. Bagian media 9 disebut orofaring, bagian ini berbatas ke
depan sampai di akar lidah. Bagian inferior disebut laringofaring yang
menghubungkan orofaring dengan laring.(Syaifuddin, Haji. 2011)

3. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui


sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan
berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik.
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut
histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian superior (sebagian
besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus),
serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).( Syaifuddin, Haji. 2011)

4. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian
yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan,
yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-
enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir,
asam klorida (HCL), dan prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein).
Lendir melindungi sel – sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan
asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein

5. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus
juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot
melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari
tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan
usus penyerapan (ileum).( Syaifuddin, Haji. 2011)

6. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari
kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon
sigmoid (berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di
dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan 12 membantu
penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat
zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari
usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare. (Syaifuddin,
Haji. 2011)

7. Anus

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan


limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit)
dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar -
bab), yang merupakan fungsi utama anus. (Syaifuddin, Haji. 2011)

A. Organ Asesoris

1. Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting
seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan
erat dengan duodenum (usus dua belas jari).

Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :


• Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan

• Pulau pankreas, menghasilkan hormon

Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan


melepaskan hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas
akan mencerna protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah
protein ke dalam bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan
dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran
pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium.
(WengemAm.2010)

2. Hati

Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki


beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein
plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam
pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai
dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar. Zat-zat gizi dari
makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang
kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang
bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam
hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil
di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah.(WengemAm.2010)

3. Kandung empedu

Adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml


empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada manusia,
panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau gelap –
bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang
dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari
melalui saluran empedu. Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu: Membantu
pencernaan dan penyerapan lemak,Berperan dalam pembuangan limbah
tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari penghancuran
sel darah merah dan kelebihan kolesterol.(WengemAm.2010)

2.1.3 Etiologi
Sementara penyebab kolitis ulseratif tetap belum diketahui, gambaran
tertentu penyakit ini telah menunjukan beberapa kemungkinan penting. Hal ini
meliputi faktor familial atau genetik, infeksi, imunologik dan psikogenik.

• Faktor familial/ genetik


Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih dibandingkan
orang kulit hitam atau cina, dan insidensinya meningkat (3 sampai 6 kali lipat)
pada orang Yahudi dibandingkan dengan non Yahudi. Hal ini menunjukan
bahwa dapat ada predisposisi genetik terhadap perkembangan penyakit ini.

• Faktor infeksi

Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu pencarian terus
menerus untuk kemungkinan penyebab infeksi. Disamping banyak usaha untuk
menemukan agen bakteri, jamur, virus, belum ada yang sedemikian jauh
diisolasi. Laporan awal isolat varian dinding sel Pseudomonas atau agen lain
yang dapat ditularkan yang dapat menghadirkan efek sitopatik pada kultur
jaringan masih harus dikonfirmasi.

• Faktor imunologik

Teori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan pada konsep


bahwa manifestasi ekstraintestinal yang dapat menyertai kelainan ini (misalnya
artritis, perikolangitis) dapat mewakili fenomena autoimun dan bahwa zat
terapeutik tersebut, seperti glukokortikoid atau azatioprin, dapat menunjukkan
efek mereka melalui mekanisme imunosupresif. Pada 60-70% pasien dengan
kolitis ulseratif, ditemukan adanya p-ANCA (perinuclear anti-neutrophilic
cytoplasmic antibodies). Walaupun p-ANCA tidak terlibat dalam patogenesis
penyakit kolitis ulseratif, namun ia dikaitkan dengan alel HLA-DR2, di mana
pasien dengan p-ANCA negatif lebih cenderung menjadi HLADR4 positif.

• Faktor psikologik

Gambaran psikologis pasien penyakit radang usus juga telah ditekankan.


Tidak lazim bahwa penyakit ini pada mula terjadinya, atau berkembang,
sehubungan dengan adanya stres psikologis mayor misalnya kehilangan
seorang anggota keluarganya. Telah dikatakan bahwa pasien penyakit radang
usus memiliki kepribadian yang khas yang membuat mereka menjadi rentan
terhadap stres emosi yang sebaliknya dapat merangsang atau mengeksaserbasi
gejalanya.
• Faktor lingkungan

Ada hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit kolitis


ulseratif berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit kolitis ulseratif menurun
secara signifikan pada pasien yang menjalani operasi apendiktomi pada dekade
ke-3. Beberapa penelitian sekarang menunjukkan penurunan risiko penyakit
kolitis ulseratif di antara perokok dibandingkan dengan yang bukan perokok.
Analisis meta menunjukkan risiko penyakit kolitis ulseratif pada perokok
sebanyak 40% dibandingkan dengan yang bukan perokok.

2.1.4 Klasifikasi
A. Kolitis ulserosa dini aktif

Pada pemeriksaan endoskopik tampak mukosa rektum hipermia dan


edema, erosif dan ulserasif kecil. Gambaran histopatologi biopsi, menunjukkan
kelainan kombinasi antara erosi dan ulserasi. Kuantitas elemen kelenjar
mukosa berkurang atau menghilang dan vaskularisasi pada lamina propria
bertambah. Pada kripta tampak mikroabses yang terdiri dari kumpulan sel
radang neutrofil dan limfosit. Mikroabses kemudian pecah dan proses radang
meluas pada submukosa. (Jugde TA, 2009)

B. Kolitis ulserosa kronik aktif

Pada tahap ini, terdapat lesi kombinasi radang aktif dan proses
penyembuhan dengan regenerasi mukosa. Mikroabses pada kripta jumlahnya
berkurang atau menghilang, pada lamina propria jaringan limfoid mengalami
hiperplasia. Kelenjar mukosa mengalami hiperplasia, muncul dalam bentuk
psedopolip. (Jugde TA, 2009)

C. Kolitis Ulserosa Tenang

Pada stadium tenang, mukosa lebih tipis. Walaupun ada proses


regenerasi kelenjar, menonjol, akan tetapi vaskularisasi sudah berkurang. Bila
kolitis ulserosa sudah berlangsung lama, dapat dijumpai displasia atau
prakanker. Itulah alasannya ulserosa dianggap sebagai resiko tinggi untuk
karsinoma kolon dan rektum. (Jugde TA, 2009)

2.1.5 Patofisiologi
Suatu serangan bisa mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam
tinggi, sakit perut dan peritonitis (radang selaput perut). Selama serangan,
penderita tampak sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah serangannya
dimulai bertahap, dimana penderita memiliki keinginan untuk buang air besar
yang sangat, kram ringan pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir.

Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin
normal atau keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu buang air besar,
dari rektum keluar lendir yang mengandung banyak sel darah merah dan sel darah
putih. Gejala umum berupa demam, bias ringan atau malah tidak muncul. Jika
penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita buang air besar
sebanyak 10-20 kali/hari.

Penderita sering mengalami kram perut yang berat, kejang pada rektum
yang terasa nyeri, disertai keinginan untuk buang air besar yang sangat. Pada
malam haripun gejala ini tidak berkurang. Tinja tampak encer dan mengandung
nanah, darah dan lendir. Yang paling sering ditemukan adalah tinja yang hampir
seluruhnya berisi darah dan nanah.

Penderita bisa demam, nafsu makannya menurun dan berat badannya


berkurang.Kolitis ulseratif adalah penyakit ulseratif dan inflamasi berulang dari
lapisan mukosa kolon dan rectum. Penyakit ini umumnya mengenai orang
kaukasia, termasuk keturunan Yahudi. Puncak insidens adalah pada usia 30-50
tahun. Kolitis ulseratif adalah penyakit serius, disertai dengan komplikasi sistemik
dan angka mortalitas yang tinggi. Akhirnya 10%-15% pasien mengalami
karsinoma kolon.

Kolitis ulseratif mempengaruhi mukosa superfisisal kolon dan


dikarakteristikkan dengan adanya ulserasi multiple, inflamasi menyebar, dan
deskuamasi atau pengelupasan epitelium kolonik. Perdarahan terjadi sebagai
akibat dari ulserasi. Lesi berlanjut, yang terjadi satu secara bergiliran, satu lesi
Gangguan sistem imun

Faktor ekstrinsik infeksi (alergi,autoimun) Genetik

diikuti lesi yang lainnya. Proses penyakit mulai pada rectum dan akhirnya dapat
mengenai seluruh kolon. Akhirnya usus menyempit, memendek dan menebal
akibat hipertrofi muskuler dan deposit lemak.

Kolitis ulserativa (KU) merupakan salah satu penyakit


inflammatory bowel disease (IBD) di samping penyakit Etiologi :
Reaksi inflamasi di
Crohn (PC). Penyakit ini merupakan penyakit inflamasi
lapisan dan dinding
kronis pada kolon yang bersifat difus, idiopatik dan dapat 1. Faktor familia/Genetik
4. Faktor psikologik
usus
menyebabkan ulkus pada kolon yang menyebar mulai dari
2. Faktor Infeksi 5. Faktor Lingkungan
rektum ke arah proksimal. IBD merupakan penyebab
tersering diare kronis.
KOLITIS ULSERATIF
3. Faktor Imunologi

B6 Bone
B1 Breathing B2 Blood B3 Brain
B4 Bladder B5 Bowel

Tekanan pada Trikardia Lensi pada


Gangguan fungsi Permeabilitas
Intragumen mukosa usus
Mukosa usus meningkat kelemahan otot,
Meningkat Anemia atau sianosis, dyspone
hipovolemia Pembentukan abses
Gangguan kesimbangan Absorsi

floral usus Berkurang


Kontaksi otot Tugor kulit lebih dari Abses pecah
Abdomen ke 3 detik Mudah lelah
Bakteri usus meningkat Gangguan
Diafragma Iritasi pada mukosa
metabolisme

Asam Lambung cairan usus

Relaksasi otot di MK : Penurunan Merangsang reseptor nyeri


curah jantung MK : Intoleransi Aktfitas
Diafragma terganggu
Mual, muntah, penurunan Diare

Berat badan
Peningkatan kebutuhan 02 Persepsi nyeri
MK : Resiko ketidak
seimbangan cairan

MK : Defisit Nutrisi
MK : Pola nafas tidak efektif MK : Nyeri Akut
2.1.6 Manifestasi Klinis
Tanda utama ialah perdarahan dari rektum dan diare bercampur darah,
nanah, dan lendir. Biasanya disertai tenesmus dan kadang inkontinensia alvi.
Biasanya penderita mengalami demam, mual, muntah, dan penurunan berat badan.
Terdapat tiga tipe klinis kolitis ulseratif yang sering terjadi, yan dikaitkan dengan
seringnya gejala. Kolitis ulseratif akut fulminan ditandai dengan awitan mendadak
dan disertai pembentukan terowongan dan pengelupasan mukosa, menyebabkan
keilangan banyak darah dan mukus. Jenis kolitis ini terjadi pada sekitar 10%
penderita. Prognosisnya jelek dan sering terjadi komplikasi megakolon toksik.

Sebagian besar penderita kolitis ulseratif merupakan jenis yang intermiten


(rekuren). Timbulnya kecenderungan selama- berbulan- bulan sampai bertahun-
tahun. Bentuk ringan penyakit ditandai oleh serangan singkat yang terjadi dengan
interval berbulan-bulan sampai bertahun-tahun dan berlangsung selama 1-3 bulan.
Mungkin hanya terdapat sedikit atau tidak ada demam atau gejala- gejala
konstitusional, dan biasanya hanya kolon bagian distal yang terkena. Demam atau
gejala sistemik dapat timbul pada bentuk yang lebih berat dan serangan dapat
erlangsung selama 3-4 bulan, kadang- kadang digolongkan sebagai tipe kronik
kontinyu, penderita dibandingan dengan tipe intermiten, kolon yang terkena
cenderung lebih luas dan lebih sering terjadi komplikasi terus menerus diare
setelah serangan permulaan.

Pada kolitis ulseratif ringan, diare mungkin ringan dengan perdarahan


ringan dan intermitten. Pada penyakit yang berat defekasi dapat lebih dari 6 kali
seharidisertai banyak darah dan mukus. Kehilangan banyak darah dan mukus yang
kronik dapat mengakibatkan anemia dan hipoproteinemia.

Kebanyakan gejala Colitis ulseratif pada awalnya adalah berupa buang


air besar yang lebih sering. Gejala yang paling umum dari kolitis ulseratif
adalah sakit perut dan diare berdarah. Pasien juga dapat mengalami:

1. Anemia
2. Fatigue/ Kelelahan
3. Berat badan menurun
4. Hilangnya nafsu makan
5. Hilangnya cairan tubuh dan nutrisi
6. Lesi kulit (eritoma nodosum)
7. Lesi mata (uveitis)
8. Nyeri sendi
9. Kegagalan pertumbuhan (khususnya pada anak-anak)
10. Buang air besar beberapa kali dalam sehari (10-20 kali sehari)
11. Terdapat darah dan nanah dalam kotoran.
12. Perdarahan rektum (anus).
13. Rasa tidak enak di bagian perut.
14. Mendadak perut terasa mulas.
15. Kram perut.
16. Rasa sakit yang hilang timbul pada rectum

Sekitar setengah dari orang-orang didiagnosis dengan kolitis ulseratif


memiliki gejala-gejala ringan. Lain sering menderita demam, diare, mual, dan
kram perut yang parah.

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi koitis ulseratif dapat bersifat lokal ataupun sistemik. Fistula,
fisura dan abses rektal tidak sering seperti pada colitis granulomatosa. Kadang-
kadang terbentuk fistula rektovagina, dan beberapa penderita dapat mengalami
penyempitan lumen usus akibat fibrosis yang umumnya lebih ringan.
Salah satu komplikai yang lebih berat adalah dilatasi toksik atau megakolon,
dimana terjadi paralisis fungsi motorik kolon tranversum disertai dilatasi cepat
segmen usus tersebut. Megakolon toksik paling sering menyertai pankolitis,
mortalitas sekitar 30% dan perforasi usus sering terjadi. Pengobatan untuk
komplikasi ini adalah kolektomi darurat.
Komplikasi lain yang cukup bermakna adalah karsinoma kolon, dimana
frekuensinya semakin meningkat pada penderita yang telah menderita lebih dari
10 tahun pertama penyakit, mungkin hal ini mencerminkan tingginya angka
pankolitik pada anak.
Perkembangan karsinoma kolon yang terdapat dala pola penyakit radang
usus menunjukkan perbedaan penting jika dibandinkan dengan karsinoma yang
berkembang pada populasi nonkolitik. Secara klinis banyak tanda peringatan dini
dari neoplasma yaitu perdarahan rektum, perubahan pola buang air besar) akan
menyulitkan interpretasi pola kolitis. Pada pasien kolitis distribusi pada kolon
lebih besar dari pada pasien nonkolitis. Pada pasien non kolitis sebagian esar
karsinoma pada bagian rekosigmoid, yang dapat dicapai dengan sigmoidoskopi.
Pada pasien kolitis, tumor seringkali multiple, datar dan menginfiltrasi dan
tampaknya memilki tingkat keganasan yang lebih tinggi.
Komplikasi sistemik yang terjadi sangat beragam, dan sukar dihubungkan
secara kausal terhadap penyakit kolon. Komplikasi ini berupa pioderma
gangrenosa, episkleritis, uveitis, skleritis, dan spondilitis anilosa. Gangguan
fungsi hati sering terjadi pada kolitis ulseratif dan sirosis hatimerupakan
komplikasi yang sudah dapat diterima. Adanya komplikasi sistemik berat dapat
menjadi indikasi pembedahan pada kolitis ulseratif, bahkan bila gejala- gejala
kolon adalah ringan sekalipun.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Gambaran radiologi
a. Foto polos abdomen
1. Untuk melihat organ dalam abdomen
2. Mampu memperjelas abnormalitas (massa, tumor, obstruksi/striktura)
3. Umumnya dilakukan pertama kali ketika mendiagnosis masalah GI tract.
4. Tidak memerlukan persiapan khusus
5. Pasien memakai gaun, melepas perhiasan & ikat pingang yang mungkin
mempengaruhi hasil

b. Barium enema
Barium enema atau lower GI series merupakan pemeriksaan X-ray pada
colon.
c. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) adalah suatu pemeriksaan diagnostik non invasif
dengan menggunakan gelombang frekuensi tinggi kedalam abdomen.
Gelombang-gelombang ini dipantulkan kembali dari permukaan struktur
organ sehingga komputer dapat menginterprertasikan densitas jaringan
berdasarkan gelombang-gelombang tersebut.
d. CT-scan dan MRI
e. Pemeriksaan Endoskopi
Endoskopi temuan di kolitis ulseratif meliputi:
1. Hilangnya penampilan vaskular kolon
2. Eritema (atau kemerahan dari mukosa) dan kerapuhan dari mukosa
3. Ulserasi yang dangkal, yang mungkin anak sungai, dan
4. Pseudopolyps.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Tindakan medis untuk colitis ulseratif ditujukan untuk mengurangi
inflamasi, menekan respon imun, dan mengistirahatkan usus yang sakit,
sehingga penyembuhan dapat terjadi.
1. Penatalaksanaan secara umum
a. Pendidikan terhadap keluarga dan penderita.
b. Menghindari makanan yang mengeksaserbasi diare.
c. Menghindari makanan dingin, dan merokok karena
keduanya dapat meningkatkan motilitas usus.
d. Hindari susu karena dapat menyebabkan diare pada
individu yang intoleransi lactose.
2. Terapi Obat.
Obat- obatan sedatife dan antidiare/ antiperistaltik digunakan
untuk mengurangi peristaltic sampai minimum untuk
mengistirahatkan usus yang terinflamasi.
a. Menangani Inflamasi : Sulfsalazin (Azulfidine)
atau Sulfisoxazal (Gantrisin).
b. Antibiotic : Digunakan untuk infeksi.
c. Azulfidin : Membantu dalam mencegah
kekambuhan.
d. Mengurangi Peradangan : Kortikosteroid (Bila
kortikosteroid dikurangi/ dihentikan, gejala penyakit
dapat berulang. Bila kortikosteroid dilanjutkan gejala sisa
merugikan seperti hipertensi, retensi cairan, katarak,
hirsutisme (pertumbuhan rambut yang abnormal).
3. Psikoterapi
Ditujukan untuk menentukan faktor yang menyebabkan stres pada
pasien, kemampuan menghadapi faktor- faktor ini, dan upaya
untuk mengatasi konflik ehingga mereka tidak berkabung karena
kondisi mereka.
4. Pembedahan
Secara umum indikasi terapi pembedahan adalah kolitis ulseratif
disertai perforasi, perdarahan hebat, displasia atau kanker, dan
tidak respon terhadap 7-10 hari terapi kortikosteroid ataupun
cyclosporin. Peran proktokolektomi pada pasien dengan penakit
ekstensif yang lama masih kontroversial. Di masa lalu operasi
standar untuk kolitis ulseratif adalah proctokolectomy baik disertai
dengan ileostomy (Brooke) atau teknik yang lebih sulit continent
ileostomy (Koch). Pada 15 tahun terakhir ilmu pembedahan
modern telah menggantikan prosedur proctokolectomy
sebelumnya. Prosedur ini adalah abdominal colectomi yang
dilakukan dengan membuat anastomosis antara kantong (pouch)
distal ileum dengan rektum distal (cuff).
Biasanya diverting ileostomy dilakukan juga untuk memungkinkan
pouch dan anastomosis menyembuh dalam beberapa bulan.
Operasi ini disebut ileoanal pullthrough atau ileal pouch-anal
anastomosis. Modifikasi terbaru dari operasi ini dilakukan dengan
rectal mucosectomy dimana anastomosis dari ileal pouch ke rectum
distal mendekati bagian atas linea dentate (1-4 cm). anastomosis
ileal pouch-distal rectum ini lebih mudah dikerjakan terkadang
tanpa harus dilakukan lagi diverting ileostomy. Komplikai yang
sering terjadi pasca operasi adalah pouchitis yang ditandai dengan
frekuensi defekasi yang meningkat, urgensi, kram, dan malaise.
Hal tersebut berhubungan dengan adanya stasis dalam puoch.
Gejala berespon baik terhadap metronidazol.
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Nyeri)
2.2.1 Definisi Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat
sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala
atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Aziz Alimul, 2006).
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang
dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul
secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya
kerusakan. Serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat
yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi
kurang dari 6 bulan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional); awitan yang tiba-tiba
atau lambat dari intensitas ringan hingga berat hingga akhir yang dapat
diantisipasi atau di prediksi. (NANDA, 2015). Nyeri kronisserangan yang tiba-
tiba atau lambat dari intesitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung > 3 bulan (NANDA, 2012).
2.2.2 Anatomi Fisiologi
2.2.2.1 Mekanisme Neuro Fisiologi Nyeri.
Struktur spesifik dalam sistem saraf terlibat dalam mengubah stimulus
menjadi sensori nyeri.
2.2.2.2 Transmisi Nyeri.
Reseptor nyeri ( nosi septor ) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya pada stimulus yang kuat , yang secara potensial merusak.
2.2.2.3 Bentuk Nyeri.
a. Nyeri Akut
a) Datangnya tiba – tiba.
b) Biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan.
c) Nyeri yang sedang berlangsung dari beberapa detik hingga 6
bln.
d) Dapat sembuh secara spontan atau dengan pengobatan.
b. Nyeri kronik
a) Nyeri yang menetap sepanjang suatu periode waktu.
b) Sulit diobati.
c) Nyeri yang berlangsung selama 6 bulan atau lebih.
2.2.3 Etiologi
2.2.3.1 Faktor resiko
1) Nyeri akut:
a. Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
b. Menunjukkan kerusakan
c. Posisi untuk mengurangi nyeri
d. Muka dengan ekspresi nyeri
e. Gangguan tidur
f. Respon otonom (penurunan tekanan darah, suhu, nadi)
g. Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, nafas panjang,
mengeluh)
2) Nyeri kronis :
a. Perubahan berat badan
b. Melaporkan secara verbal dan non verbal
c. Menunjukkan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus pada
diri sendiri
d.  Kelelahan
e. Perubahan pola tidur
f. Takut cedera
g. Interaksi dengan orang lain menurun
1. Factor predisposisi
a. Trauma
b. Peradangan
c. Trauma psikologis
2. Factor presipitasi
a. Lingkungan
b. Suhu ekstrim
c. Kegiatan
d. Emosi
2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi nyeri dapat berdasarkan waktu, yaitu: nyeri akut dan kronis dan
dapat berdasarkan etiologi, yaitu: nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik
2.2.4.1 Nyeri Akut dan Nyeri Kronik
Nyeri akut terjadi karena adanya kerusakan jaringan yang akut dan tidak
berlangsung lama. Sedangkan nyeri kronik, tetap berlanjut walaupun lesi sudah
sembuh. Ada yang memakai batas waktu 3 bulan sebagai nyeri kronik.
Intensitas nyeri dapat dinilai salah satunya menggunakan Visual Analogue
Scale (VAS). Skala ini mudah digunakan bagi pemeriksa, efisien dan lebih mudah
dipahami oleh pasien. Klasifikasi berdasarkan intensitas nyeri yang dinilai dengan
Visual Analog Scale (VAS) adalah angka 0 berarti tidak nyeri dan angka 10
berarti intensitas nyeri paling berat.
2.2.4.2 Nyeri Nosiseptif dan Nyeri Neuropatik
Nyeri secara patofisiologi dapat dibagi menjadi nosiseptif dan nyeri
neuropatik. Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh
rangsangan kimia, mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun
sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf yang bertanggung jawab terhadap
rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif biasanya memberikan respon terhadap analgesik
opioid atau non opioid.
Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan
neural pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf
aferen sentral dan perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan
menusuk. Pasien yang mengalami nyeri neuropatik sering memberi respon yang
kurang baik terhadap analgesik opioid.
2.2.5 Patofisiologi
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat
kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat
tersebut merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan
tersebut akan dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di
korteks nyeri akan dipersiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain
dihantarkan ke hypothalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor
mekanin sensitif pada termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau
mengalami nyeri (Wahit Chayatin, N.Mubarak, 2007).
2.2.6 Manifestasi Klinis
2.2.6.1 Tanda dan gejala nyeri
1. Gangguam tidur
2. Posisi menghindari nyeri
3. Gerakan menghindari nyeri
4. Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)
5. Perubahan nafsu makan
6. Tekanan darah meningkat
7. Pernafasan meningkat
8. Depresi
9. Factor-faktor yang mempengaruhi nyeri.

2.2.7 Komplikasi
2.2.7.1 Edema Pulmonal
2.2.7.2 Kejang      
2.2.7.3 Masalah Mobilisasi                                   
2.2.7.4 Hipertensi
2.2.7.5 Hipertermi
2.2.7.6 Gangguan pola istirahat dan tidur.

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang


2.2.8.1 Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di
abdomen
2.2.8.2 Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ  dalam yang abnormal
2.2.8.3 Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemefriksaan lainnya
2.2.8.4 Ct Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang
pecah di otak.
2.2.9 Penatalaksanaan Medis
2.2.9.1 Pemberian analgesic
Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan nyeri
yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri.
2.2.9.2 Plasebo
Plasebo merupakan obat yang tidak mengandung komponen obat analgesik
seperti gula, larutan garam/normal saline, atau air. Terapi ini dapat menurunkan
rasa nyeri, hal ini karena faktor persepsi kepercayaan pasien.
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian Keperawatan

 Identitas pasien

Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir,
nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggung jawab.

 Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama :
keluhan utama yang lazim didapatkan adalah nyeri abdomen, diare,
tenesmus intermiten, dan pendarahan rektal. Keluhan nyeri biasanya bersifat
kronis, yaitu berupa nyeri kram pada kuadran periumbilikal kiri bawah.
Kondisi rasa sakit bisa mendahului diare dan mungkin sebagian pasien
melaporkan perasaan nyaman setelah BAB. Diare biasanye disertai darah.
Pasien melaporkan mengeluarkan feses cair 10 – 20 kali sehari. Pasien juga
mengeluh saat BAB seperti ada yang menghalangi.

2) Riwayat kesehatan sekarang


Pada kondisi colitis ulseratif berat terjadi pada sekitar 10 % dari
pasien, didapat keluhan lainnya yang menyertai, seperti peningkatan suhu
tubuh, mual, muntah, anoreksia, perasaan lemah, dan penurunan nafsu makan.
Pasien dengan colitis yang parah dapart mengalami komplikasi yang yang
mengancam nyawa, termasuk pendarahan darah, megakolon toksik atau
perforasi usus.
3) Riwayat kesehatan dahulu

Penting digali untuk menentukan penyakit dasar yang menyebabkan


kondisi enteritis regional. Pengkajian predisposisi seperti genetic, lingkungan,
infeksi, imunitas, makanan dan merokok perlu di dokumentasikan. Anamnesis
penyakit sistemik , seperti DM, hipertensi, dan tuberkolosis dipertimbangkan
sebagai sarana pengkajian proferatif.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga


Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang sama.

 Pemeriksaan B1-B6

1) B1 (Breathing)

Penigkatan Frekunsi nafas,napas pendek dan dangkal akibat nyeri yang


di rasakan dan takipnea dapat hadir karena sembelit atau sebagai
meknisme kompensasi asidosis kasus dehidrasi parah

2) B2 (Blood)

Takikardia dapat mewakili anemia atau hipovolemia. Turgor kulit >3


detikmenandakan gejala dehidrasi.

3) B3 (Brain)

Nyeri pada bagian bawah perut, menyebabkan BAK dengan feses encer
dengan intesitas sering dan penurunan perfusi otak. Pasien dengan
episkleritis dapat hadir dengan erythematous yang menyakiti mata

4) B4 (Bladder)

Oliguria dan anuria pada dehidrasi berat.

5) B5 (Bowel)

Permeabilitas usus mening, absorsi berkurang menyebabkan gangguan


metabolisme cairan dan elektrolit di usus.
Inspeksi : Kram abdomen didapatkan. Perut didapatkan kembung. Saat
kondisi kronis, status nutrisi bisa didapatkan tanda-tanda kurang gizi,
seperti atrofi otot dan pasien terlihat kronis

Auskultasi : Bising usus bisa normal, hiperaktif atau hipoaktif. Nada


gemerincing bernada tinggi dapat di temukan dalam kasus-kasus
obstruksi

Palpasi : Terdapat nyeri tekan abdomen, menunjukkan penyakit parah


yang kemungkinan perforasi. Nyeri lepas dapat terjadi pada kuadran
kanan bawah. Sebuah massa dapat teraba menunjukkan obstruksi atau
megakolon. Pembesaran limpa mungkin menunjukkan hipertensi portal
dari hepatitis autoimun terkait atau kolangitis sklerosis

Perkusi : Nyeri ketuk dan timfani akibat adanya flatulen

6) B6 (Bone)

Kelemahan fisik umum sekunder dari keletihan dan pemakaian energy


setelah nyeri dan diare. Nyeri sendi adalah gejala umum yang ditemukan
pada penyakit inflamasi usus. Sendi besar, seperti lutut, pergelangan kaki,
pergelangan kanan, dan siku, yang paling sering terlibat, tetapi setiap
sendi dapat terlibat. Pada integumen kulit pucat mungkin
mengungkapkan anemia, penurunan tugor kulit dalam kasus dehidrasi,
eritema nodosum dapat terlihat pada permukaan ekstensor

 Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual

1) Bernafas

Kaji pernafasan pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Kolitis


Ulseratif Nafas tersenggal-senggal.

2) Makan dan Minum

Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama


masuk rumah sakit pasien dengan Koliti Ulseratif akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari rasa nyeri.

3) Eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai


kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah masuk rumah sakit. Karena
keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi.

4) Gerak dan Aktivitas

Akibat nyeri yang dirasakan mengakibakan pasien sulit untuk


beraktivitas dan sulit untuk istirahat dan tidur.

5) Istirahat dan tidur

Akibat nyeri yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan


berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat.

6) Kebersihan Diri

Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau


harus dibantu oleh orang lain.

7) Pengaturan suhu tubuh

Cek suhu tubuh pasien, normal(36°-37°C), pireksia/demam(38°-40°C).

8) Rasa Nyaman

Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien.


Rasa nyeri menyebabkan merasa tidak nyaman.

9) Rasa Aman

Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang
dialaminya.

1) Sosialisasi dan Komunikasi

Observasi apakan pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan


keluarga atau temannya.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d Peningkatan kebutuhan oksigen ( Halaman
26, D. 0005 )
2. Penurunan curah jantung b.d Tugor kulit lebih dari 3 detik ( Halaman 34,
D. 0008 )
3. Nyeri akut b.d Persepsi nyeri ( Halaman 172, D. 0077 )
4. Defisit nutrisi b.d Mual, muntah, penurunan berat badan ( Halaman 56,
D. 0019 )
5. Resiko ketidak seimbangan cairan b.d Gangguan metabolisme usus
( Halaman 87, D. 0036 )
6. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot ( Halaman 128, D. 0056 )
2.3.3 Intervensi Keperawatan
TANGGAL DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Senin, 29- Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, 1. Untuk mengetahui perkembangan
06-2020 Persepsi nyeri tindakan keperawatan frekuensi, kualitas, intesintas nyeri status kesehatan pasien.
selama 1x7 jam nyeri 2. Identifikasi skala nyeri. 2. Untuk mengetahui perkembangan
klien hilang dan 3. Identifikasi respon nyeri non verbal. skala nyeri pasien.
terkontrol serta terhindar 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan 3. Untuk mengetahui respon pasien.
dari terjadinya memperingan nyeri 4.Untuk mengetahui status
komplikasi. 5. Kaloborasi pemberian analgetik, jika perlu perkembangankesehatan pasien dan
Dengan Kriteria Hasil: mencegah terjadinya komplikasi
1. Klien melapor nyeri lanjutan
hilang dan terkontrol 5. Untuk meredakan nyeri
2. Klien terlihat rileks. pada pasien
Selasa, 30- Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan 1. Ketahui makanan kesukan klien 1. Makanan kesukaan biasanya
06-2020 mual, muntah, tindakan keperawatan 2. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada meningkatkan selera makan.
penurunan berat selama 1x7 jam pasien cacatan asupan. 2. Kandungan nutrisi yang tepat
badan menununjukkan Agar 3. Berikan pilihan makanan sambil untuk meningkatkan energi klien
nutrisi klien kembali menawarkan bimbingan terhadap pilihan beraktivitas.
normal dan berat atau makanan yang lebih sehat, jika 3. Untuk dapat meningkatkan
badan stabil. diperlukan. nafsu makan.
Dengan Kriteria Hasil: 4. Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat 4. Membuat waktu makan lebih
1. Berat badan meningkat menkonsumsi makanan (misalnya, bersih , menyenangkan, yang dapat
2. Nutrisi membaik berventilasi, satai, dan terhindar dari bau meningkatkan nafsu makan
3. Nafsu makan yang menyengat 5. Menyarankan kebiasaan untuk
meningkat 5. Lakukan atau bantu pasien terkait dengan menjaga kebersihan mulut
perawatan mulut sebelum dan sesudah sebelum dan sesudah makan
makan 6. Untuk memudahkan proses
6. Bantu pasien membuka kemasan makanan, makan
memotong makanan, dan makan, jika perlu 7. Untuk meningkatkan selera
7. Anjurkan kelurga untuk membawa makanan makan pasien
favorit pasien sementara berada di rumah
sakit atau fasilitas perawatan, yang sesuai

Rabu, 01- Intolerasi Setelah dilakukan 1. Edukasi latihan fisik. 1. Menetapkankemampuan/kebutuhan


07-2020 Aktivitas b.d tindakan keperawatan 2. Berikan kompres hangat pada persendian. pasien dan memudahkan pilihan
kelemahan otot selama 1x7 jam 3. Anjurkan untuk aktivitas yang ringan. intervensi.
diharapkan mampu 4. Jelaskan pentinya melakukan aktivitas 2. Untuk menghilangkan nyeri,
mengembalikan klien fisik/olahraga secara rutin. kekakuan dan pembengkakan pada
dalam melakukan sendi.
aktivitas, 3. Untuk membiasakan pasien untuk
Dengan Kriteria Hasil: aktivitas yang ringan.
1. Berpartisipasi dalam 4. Untuk memperbaiki kekakuan fisik
aktivitas fisik tanpa pasien.
disertai peningkatan
tekanan darah, nadi,
dan RR
2. Mampu melakukan
aktivtas sehari-hari
(ADLs) secara mandiri
3. Kekuatan otot
meningkat.
4. TTV dalam batas
normal.
2.3.3 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ;
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi
serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan
yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 2005).

2.3.4 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan dari evaluasi ini
adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan
baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989).
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Yoga Pratama


NIM : 2018.C.10a.0992
Ruang Praktek : Dahlia
Tanggal Praktek : 29-4 Juli 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 29 Juni 2020, pukul 11:00 WIB

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. I
Umur : 27 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak, Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Jl. Rajawali 5
Tgl MRS : 28 Juni 2020
Diagnosa Medis : Kolitis Ulseratif
3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan

3.1.2.1 Keluhan Utama :


Klien mengatakan nyeri di bagian perut P : berjalan dan duduk, Q : terasa
seperti ditusuk-tusuk, R : di daerah perut sebelah kanan, S : skala nyeri 6, T :
berlangsung selama 1,5 menit

3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :


Pada tanggal 27 Juni 2020 pukul 18:00 WIB, klien mengatakan
dirinya sakit perut dan terasa nyeri di perut pasien setelah pulang bekerja,
lalu ia memutuskan untuk membeli obat di apotek dan meminum entro
stop yang sering dilakukan ketika perutnya sakit muncul kembali dan
setelah sakit perutnya tidak terasa lagi saat klien ingin pergi berkerja pada
tanggal 28 juni 2020 pukul 07:00 wib sesampainya klien di kantornya tiba-
tiba klien merasakan sakit perutnya berbeda dari sebelumnya lantas klien
pergi ke kamar mandi untuk buang air besar dan diare terus-menerus
lantas klien di rujuk temannya untuk membawa dirinya berobat ke IGD
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pukul 14:00 Wib. Di IGD Tn. I
mendapatkan terapi obat Asam Mefenamat 500mg Setalah mendapatkan
terapi, klien dianjurkan dokter untuk rawat inap di ruang Dahlia.

3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)


klien mengatakan Tn. I pernah mengalami penyakit diare selama 4 hari
berturut-turut, klien tidak pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya dan tidak
ada riwayat bekas operasi.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Klien Tn.Y mengatakan bahwa keluarganya tidak memiliki riwayat
penyakit yang sama seperti yang dialaminya dan tidak memiliki riwayat
penyakit turunan.

Genogram Keluarga

Keterangan :
1. Meninggal dunia
2. Klien
3. Perempuan
4. Laki-laki
5. Tinggal Serumah

3.1.3 Pemerikasaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum :
Klien tampak sakit sedang, kesadaran compos menthis, posisi berbaring
semi fowler, Klien tampak meringis kesakitan pada abdomen di daerah
abdomen kanan atas, irama pernafasan teratur, type pernafasan
menggunakan perut dan dada, dan segala aktivitas klien sepenuhnya di
bantu oleh keluarga.
3.1.3.2 Status Mental :
Tingkat kesadaran klien compos mentis,bentuk badan klien
simetris,klien berbicara jelas, suasana hati klien sedih, penampilan klien
cukup rapi, klien mengetahui waktu pagi, siang dan malam dapat
membedakan antara perawat dan keluarga serta mengetahui dirinya
sedang dirawat di rumah sakit, insigt klien baik, dan mekanisme
pertahanan diri klien adaptif.

3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :


Saat pengkajian TTV klien tanggal 29 Juni 2020 pukul 11:00 WIB, suhu
tubuh pasien/T = 36,8 °C tempat pemeriksaan axilla, nadi/HR = 98
x/menit, pernapasan/RR = 28 x/menit dan tekanan darah/BP = 120/80.
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada klien teraba simetris, klien tidak memiliki kebiasaan
merokok,
klien tidak mengalami batuk, tidak ada sputum, tidak sianosis, tidak
terdapat
nyeri, tidak sesak nafas, type pernapasanan klien tampak
menggunakan
perut, irama pernapasan tidak teratur dan suara nafas klien vesikuler serta
tidak ada suara nafas tambahan.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah Keperawatan : tidak ada
3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Klien tidak merasakan nyeri di dada, tidak ada merasakan keram dikaki,
klien tampak tidak pucat, tidak merasakan pusing, tidak mengalami
clubbing finger, tidak sianosis, tidak merasakan sakit kepala, tidak
palpitasi, tidak ada pingsan, capillary refill klien saat ditekan dan
dilepaskan kembali dalam 2 detik, tidak ada terdapat oedema, lingkar
perut klien 55 cm, ictus cordis klien tidak terlihat, vena jugulasir klien
tidak mengalami peningkatan, suara jantung klien (S1-S2) reguler dan
tidak ada mengalami kelainan.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS : E = 4 (membuka mata spontan), V = 5 (komunikasi verbal
baik), M = 6 (mengikuti perintah), total nilai GCS = 15 (normal),
kesadaran klien tampak normal, pupil isokor, reflex cahaya kanan positif
dan kiri positif, klien tidak merasakan nyeri di bagian dada, tidak vertigo,
tidak gelisah, tidak aphasia, klien tidak merasakan kesemutan, tidak
bingung, tidak dysarthria dan tidak mengalami kejang.
Uji Syaraf Kranial :
1) Nervus Kranial I (Olvaktori) : Klien dapat membedakan bau-bauan seperti :
minyak kayu putih atau alcohol.
2) Nervus Kranial II (Optik) : Klien dapat melihat dengan jelas orang yang
ada disekitarnya.
3) Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil klien dapat berkontraksi saat
melihat cahaya.
4) Nervus Kranial IV (Trokeal) : Klien dapat menggerakan bola matanya ke
atas dan ke bawah.
5) Nervus Kranial V (Trigeminal) : Klien dapat mengunyah makanan seperti :
nasi, kue, buah.
6) Nervus Kranial VI (Abdusen) : Klien dapat melihat kesamping kiri ataupun
kanan.
7) Nervus Kranial VII (Fasial) : Klien dapat tersenyum.
8) Nervus Kranial VIII (Auditor) : Pasien dapat perkataaan dokter, perawat dan
keluarganya.
9) Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Klien dapat membedakan rasa pahit
dan manis.
10) Nervus Kranial X (Vagus) : Klien dapat berbicara dengan jelas.
11) Nervus Kranial XI (Asesori) : Klien dapat mengangkat bahunya.
12) Nervus Kranial XII (Hipoglosol) : Klien dapat menjulurkan lidahnya.
Uji Koordinasi :
Ekstermitas atas klien dapat menggerakan jari kejari dan jari kehidung.
Ekstermitas bawah klien dapat menggerakan tumit ke jempol kaki,
kestabilan tubuh klien tampak baik, refleks bisep kanan dan kiri klien baik
skala 1, trisep kanan dan kiri klien baik skla 1, brakioradialis kanan dan kiri
klien baik skla 1, patella kanan kiri klien baik skla 1, dan akhiles kanan dan
kiri klien baik skla 1, serta reflek babinski kanan dan kiri klien baik skla 1.
Keluhan lainnya :
Masalah keperawatan :
3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Tidak ada masalah dalam eliminas urin, klien memproduksi urin 250 ml 5
x 24 jam (normal), dengan warna kuning khas aroma ammonia, klien tidak
mengalami masalah atau lancer, tidak menetes, tidak onkotinen, tidak
oliguria, tidak nyeri, tidak retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak
hematuria, tidak hematuria, tidak terpasang kateter dan tidak pernah
melakukan cytostomi.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Bibir klien tampak lembab tidak ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi
klien lengkap tidak ada karies, gusi klien normal tampak kemerahan, lidah
klien tidak ada lesi, mokosa klien tidak ada pembengkakan, tonsil klien
tidak ada peradangan, rectum normal, tidak mengalami haemoroid, klien
BAB 2x/hari warna kekuningan dengan konsistensi lemah, tidak diarem
tidak konstipasi, tidak kembung, kembung, bising usus klien terdengar
normal 26 x/hari, dan terdapat nyeri tekan dan tidak benjolan.
Keluhan lainnya : Klien mengatakan nyeri perut
Masalah keperawatan : Nyeri Akut

3.1.3.9 Tulang – Otot – Integumen (Bone)


Kemampuan pergerakan sendi klien tampak bebas, tidak ada parase, tidak
ada paralise, tidak ada hemiparese, tidka ada krepitasi, tidak ada nyeri,
tidak ada bengkak, tidak ada kekakuan, tidak ada flasiditas, tidak ada
spastisitas, ukuran otot klien teraba simetris. Uji kekuatan otot ekstermitas
atas = 5 (normal) dan ektermitas bawah = 5 (normal). Tidak ada rerdapat
peradangan, dan tidak ada perlukaan, tidak ada patah tulang, serta tulang
belakang klien tampak teraba normal.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.

3.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut


Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan kosametik
dan lainnya. Suhu kulit klien teraba hangat, warna kulit coklat tua,
turgor kurang, tekstur kasar, tidak ada tampak terdapat lesi, tekstur
rambut halus, tidak terdapat distribusi rambut dan betuk kuku simetris.
Keluhan lainnya : tidak ada
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.3.11 Sistem Penginderaan
1) Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan klien normal tidak ada masalah, gerakan bola mata klien
tampak bergerak normal dengan visus : mata kanan (VOD) = 6/6 dan mata
kiri (VOS) = 6/6, sclera klien normal/ putih, warna konjungtiva anemis,
kornea bening, tidak terdapat alat bantu penglihatan pada klien dan tidak
terdapat adanya nyeri.
2) Telinga / Pendengaran
Pendengaran klien normal dan tidak ada berkurang, tidak berdengung dan
tidak tuli
3) Hidung / Penciuman
Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat
patensi, tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak
terdapat transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada
masalah, sekresi kuning lumayan kental, dan tidak ada polip.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.

3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe


Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak
ada teraba kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan
mobilitas leher klien bergerak bebas.

3.1.3.13 Sistem Reproduksi


1) Reproduksi Pria
Bagian reproduksi klien tidak tampak adanya kemerahan, tidak ada gatal-
gatal, gland penis baik/ normal, meatus uretra baik/ normal, tidak ada
discharge, srotum normal, tidak ada hernia, dan tidak ada keluhan lainnya.
3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Klien mengatakan ”saya ingin cepat sembuh dan ingin segera pulang
kerumah serta ingin kembali bekerja lagi“
3.1.4.2 Nutrisida Metabolisme
Klien mengatakan tidak ada program diet, klien merasa mual, ada muntah,
tidak mengalami kesusahanan menelan dan tidak ada merasa haus.
TB : 167 Cm
BB sekarang : 50 Kg
BB Sebelum sakit : 67 Kg
IMT = BB
(TB)²
= 50
(167)²
= 17,85

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit

Frekuensi/hari 3x1/sehari 3x1/sehari

Porsi 1/2 porsi 1 porsi

Nafsu makan Baik Baik

Jenis makanan Bubur Nasi, sayur, lauk, buah

Jenis minuman Air putih Air putih dan teh

Jumlah minuman/cc/24 jam 1500 cc 1500 cc

Kebiasaan makan Pagi, saing, malam Pagi, siang, malam

Keluhan/masalah Tidak Ada Tidak Ada

Keluhan lainnya : Mengeluh mual, muntah


Masalah keperawatan : Defisit Nutrisi.
3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur
Klien mengatakan tidak ada masalah dengan pola istirahat dan tidur.
Sebelum sakit tidur malam klien sekitar 7-8 jam dan tidur siang sekitar 1-2
jam, sesudah sakit tidur malam klien sekitar 8-9 jam dan tidur siang 1-2 jam.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah Keperawatan : tidak ada
3.1.4.4 Kognitif
Klien tampak dapat menerima keadaan yang dialaminya dan klien
mengatakan “ Saya ingin cepat sembuh dari penyakit yang saya alami dan
saya ingin cepat kembali bekerja seperti biasa”
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran)
Klien mengatakan “ saya tidak senang dengan keadaan yang saya alami saat
ini, saya ingin cepat sembuh dari penyakit ini, saya adalah seorang ayah,
saya tidak malu dengan keadaan saya sekarang, saya adalah kepala
keluarga”.
3.1.4.4 Kognitif
Klien tampak dapat menerima keadaan yang dialaminya dan klien
mengatakan “ Saya ingin cepat sembuh dari penyakit yang saya alami dan
saya ingin cepat kembali bekerja seperti biasa”
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran)
Klien mengatakan “ saya tidak senang dengan keadaan yang saya alami saat
ini, saya ingin cepat sembuh dari penyakit ini, saya adalah seorang ayah,
saya tidak malu dengan keadaan saya sekarang, saya adalah kepala
keluarga”.
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit klien dapat beraktivitas secara mandiri namun sesudah sakit
aktivitas di batasi keluarga.
3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress
Klien mengatakan “bila ada masalah saya biasanya meminta bantuan orang
terdekat saya seperti keluarga dan saya ceritakan semuanya. Bila ada
keluhan yang saya rasakan dirumah sakit, saya ceritakan kepada perawat
dan dokter”
3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan
Klien meyakini dirinya akan sembuh. Klien dan keluarganya “mengatakan
bahwa tidak ada tindakan medis yang bertentangan dengan keyakinan yang
dianut”.
3.1.5 Sosial - Spiritual
3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Klien dapat berkomunikasi dengan baik, dan klien dapat menceritakan
keluhan yang dirasakan kepada perawat dan dokter.
3.1.5.2 Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa jawa dan bahasa indonesia
3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Hubungan klien dengan keluarga baik, dibuktikan dengan kelurga setiap
saat selalu memperhatikan dan mendampingi Tn. I selama diarawat di
rumah sakit.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Klien sangat kooperatif saat pengobatan, klien juga dapat bekerja sama
dengan petugas kesehatan serta dapat berkomunikasi juga dengan anggota
keluarga.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat :
Menurut klien orang yang terdekat dengannya adalah keluarga, terutama
istri dan anak klien.
3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Sebelum sakit biasanya digunakan klien untuk bekerja dan meluangkan
waktu untuk keluarga, sesudah sakit aktivitas klien dibatasi.
3.1.5.7 Kegiatan beribadah :
Sebelum sakit klien selalu menjalankan ibadah di Masjid.
3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laborato Rium, Penunjang Lainnya)
Data penunjang : 29 Juni 2020
Tabel pemeriksaan laboratorium dan radiologi

NO HARI/TGL PEMERIKSANAN HASIL NORMAL


1 Senin, 29 Haemoglobin 13.3 gr% 12,5-18,0
Juni 2020
2 Senin, 29 Eritrosit 5,8 4,6-6,2
Juni 2020
3 Senin, 29 Leukosit 6.000mcl 5.000-10.000
Juni 2020
4 Senin, 29 Hematokrit 40 36-40
Juni 2020
5 Senin, 29 Trombosit 213.000 140.000-450.000
Juni 2020

3.1.7 Petalaksanaan Medis

Hari,Tanggal : Senin 29 Juni 2020


N Nama Obat Dosis Rute Indikasi
O

1 IVFD : Asering 30tts/menit IV Untuk


mengembalikan cairan
dalam tubuh

2 Ampicilin 4x500 mg Oral Untuk mengatasi


penyakit yang di
sebabkan oleh infeksi
bakteri

3 Kotrimoksazol 2x2 Oral Untuk pengobatan


infeksi saluran kemih

4 Tetrasiklin 2x1 Oral Untuk mengobati


infeksi pada usus

Palangka Raya, Senin 29 Juni 2020


Mahasiswa

( Yoga Pratama )
ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN


MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB

DS : Klien mengatakan Lensi pada mukosa usus Nyeri Akut


nyeri di bagian perut
( PQRST )
Pembentukan abses
DO :
- Klien tampak sakit
sedang Abses pecah
- Klien tampak lemas
- Ekpresi klien tampak
meringis Iritasi pada mukosa
- Posisi berbaring klien
tampak semi-fowler
- Klien tampak meraba Merangsang reseptor
perutnya nyeri
- Irama pernafasan
teratur
- Suara nafas vestikuler Persepsi Nyeri
- P : Saat berjalan dan Nyeri Akut
duduk
- Q : Terasa seperti di
tusuk-tusuk
- R : Diaerah perut
sebelah kanan
- S : Skala nyeri 6 dari
10
- T : Selama 1,5 menit
- TTV
TD : 1200/80 mmHg
N : 98 x/menit
S : 36,8 0C
RR : 28 x/menit

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN


MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB

Ds: Klien mengatakan Gangguan fungsi Defisit Nutrisi


tidak ada program diet dan mukosa
tidak ada kesulita menelan
Do :
- Klien merasa mual Gangguan
- Kesadaran compos keseimbangan flora
menthis usus
- Ekpresi klien tampak
meringis
- Posisi berbaring klien Bakteri usus meningkat
tampak semi-fowler
- Klien ada muntah Asam lambung
- TB : 167 cm
- BB Sekarang : 50kg Mual, muntah,
- BB Sebelum sakit : penurunan berat badan
67kg
- IMT : 17,87
Defisit nutrisi
- TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 98 x/menit
S : 36,8 0C
RR : 28 x/menit

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN


MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB

Ds : klien mengatakan Intolerasi Aktivitas


“segala aktivitas
sepenuhnya di bantu oleh
keluarga” Kelemahan otot
Do : siniosis,dyspnoe
- Ekspresi wajah klien
tampak meringis
- Irama pernafasan Mudah lelah
teratur
- Posisi berbaring
tampak semi-fowler Intolerasi Aktivitas
- Type pernapasan
menggunakan perut
dan dada
- Bentuk badan
simetris
- TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 98 x/menit
S : 36,8 0C
RR : 28 x/menit

3.2 Prioritas Masalah

1. Nyeri Akut berhubungan dengan persepsi nyeri yang ditandai dengan Tn. I
merasa nyeri, kesadaran compos menthis, P : timbul saat berjalan dan
duduk Q : seperti ditusuk-tusuk, R : di perut bagian kanan, S : skala nyeri 6
(1-10), T : berlangsung selama 1 ,5 menit, ekspresi wajah klien tampak
meringis, cara berbaring semi-fowler, irama pernafasan teratur, suara nafas
vestikuler dan hasil pemeriksaan TTV = TD : 120/80 mmHg ,N : 98
x/menit, S : 36,8 0C, RR : 28 x/menit.
2. Defisit Nutrisi berhubungan dengan mual, muntah, penurunan berat badan
yang ditandai dengan Tn. I mengeluh mual, muntah, gelisah, ekpresi wajah
meringis, TB : 167cm, BB Sekarang : 50kg, BB Sebelum sakit : 67kg dan
hasil pemeriksaan TTV = TD : 120/80 mmHg ,N : 98 x/menit, S : 36,8 0C,
RR : 28 x/menit.

3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot yang ditandai


dengan segala aktivitas sepenuhnya di bantu oleh keluarga, posisi
semifowler, bentuk badan simetris, pernapasan menggunakan perut dan
dada.
3.3 Rencana Keperawatan
Nama Pasien : Tn. I
Ruang Rawat : Dahlia
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi lokasi, 1. Selalu memantau perkembangan
berhubungan dengan keperawatan 1x7 jam karakteristik, durasi, nyeri
Persepsi nyeri diharapkan masalah nyeri klien frekuensi, kualitas, intensitas 2. Mencari tahu factor memperberat
ditandai dengan An. I dapat teratasi, dengan kriteria nyeri dan memperingan nyeri agar
merasa nyeri, P : hasil : 2. Identifikasi factor yang mempercepat proses kesembuhan.
Timbul saay berjalan 1. Rasa nyeri berkurang dari memperberat dan 3. Memberikan kondisi lingkungan
dan duduk, Q : seperti skala 6 ke skala 3 memperingan nyeri yang nyaman untuk membantu
ditusuk-tusuk, R : di 2. Ekpresi klien rileks dan 3. Control lingkungan yang meredakan nyeri
perut bagian kanan, nyaman memperberat rasa nyeri. 4. Salah satu cara mengurangi nyeri
S : skala nyeri 6 (1- 4. Berikan teknik 5. Agar klien atau keluarga dapat
10), T : berlangsung nonfarmakologis melakukan secara mandiri ketika
selama 1,5 menit 5. Ajarkan teknik nyeri kambuh
nonfarmakologis untuk 6. Bekerja sama dengan dokter dalam
mengurangi rasa nyeri pemberian dosis obat
6. Kaloborasi dengan dokter
pemberian analgetik, jika
perlu.

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor berat badan 1. Untuk mengetahui status
berhubungan dengan keperawatan 1x7 jam diharapkan 2. Lakukan kebersihan tangan dan perkembangan klien
mual, muntah dan masalah nutrisi dapat teratasi, mulut sebelum dan sesudah 2. Untuk rasa nyaman dimulut
penurunan berat badan dengan kriteria hasil : makan saat makan
ditandai dengan Tn. I 1 Berat badan kembali normal 3. Ciptakan lingkungan yang 3. Untuk suasana yang nyaman
mengeluh mual,muntah 2 Nafsu makan meningkat bersih saat makan
dan penurunan berat 4. Anjurkan keluarga 4. Untuk meningkat nafsu makan
badan membawakan makanan klien
kesukaan klien 5. Untuk mengetahui status
5. Monitor kebutuhan kalori dan kebutuhan klien
jenis nutrisi 6. Untuk berkerja sama bila
6. Kaloborasi dengan ahli gizi terjadi komplikasi.
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
3. Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan asuhan 1 Identifikasi deficit tingkat 1 Mengetahui tingkat aktivitas
berhubungan dengan keperawatan 1x7 jam diharapkan aktivitas yang mampu klien lakukan
kelemahan otot yang masalah Intoleransi Aktifitas 2 Fasilitasi fokus pada 2 Mempasilitasi kemampuan
ditandai dengan Tn. I dapat teratasi, dengan kriteria kemampuan aktivitas klien
segala aktivitas hasil : 3 Kordinasikan pemilihan 3 Membantu klien memilih
sepenuhnya di bantu 1 Klien mampu melakukan aktivitas sesuai usia terapi aktivitas
oleh keluarga aktivitas sehari 4 Fasilitasi makna aktivitas yang 4 Membantu klien mengetahui
2 (ADLs) secara mandiri di pilih makna aktivitas yang
3 Mampu menggerakan otot- 5 Ajarkan melakukan aktivitas dilakukan
ototnya secara mandiri yang di pilih 5 Klien mampu melakukan
4 Kekuatan otot meningkat 6 Kolaborasi dengan terapis aktivitas secara mandiri
okupasi dalam merencanakan 6 Mengontrol dan memonitor
memonitor program aktivitas program aktivitas

4.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Hari/Tanggal, Tanda tangan dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Senin, 29 Juni 1. Menganjurkan pola makan yang sehat S:
2020 2. Menganjurkan makan sedikit tapi sering - Pasien mengatakan masih merasakan nyeri
Diagnosa 1 3. Indetifikasi lokasi, karakteristik, durasi, di bagian yang sama
frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri - Pasien mengatakan tidak mampu ke Toilet
sendiri, mampu makan sendiri
4. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
5. Ajarkan oral hygiene sebelum makan - Pasien mengatakan nafsu makan meningkat

6. Indetifikasi deficit tingkat aktivitas P : Saat berjalan dan duduk


7. Fasilitasi fokus pada kemampuan Q : terasa seperti di tusuk
8. Identifikasi skala nyeri R : didearah perut sebelah kanan Yoga Pratama
9. Mengatasi makanan yang dapat menimbulkan S : skala nyeri 5 Nyeri ringan (1-10)
mual muntah T : berlangsung sekitar 1,5 menit
11. Kolaborasi pemberian suplemen makan BB : 55kg
O:
1. Porsi makan pasien habis
2. Pasien mampu melakukan Oral Hygenie
3. Pasien rajin meminum obat suplemen
makan
4. Pasien sedikit lebih lega bernafas
5. Pasien Meminum Obat dengan teratur
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi 3, 4, 5, 6, 7, 8

Hari/Tanggal, Tanda tangan dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Selasa,30 Juni 1. Indetifikasi lokasi, karakteristik, durasi, S:
frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri
2020 - Pasien mengatakan tidak Toilet sendiri tapi
2. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
Diagnosa 2 3. Ajarkan oral hygiene sebelum makan masih di temaini oleh keluarga
4. Indentifikasi deficit tingkat aktivitas
- Pasien megatakan nyeri berkurang
5. Fasilitasi fokus pada kemampuan
6. Identifikasi skala nyeri P : timbul saat berjalan dan duduk
Q : terasa seperti Seperti di tusuk
R : didearah perut di sebelah kanan
S : skala nyeri 3 Nyeri ringan (1-10)
O: Yoga Pratama
1. Porsi makan pasien habis
2. Bantu pasien berdiri, dan awasi pasien ke
toilet secara sendiri
3. Pasien minum obat dengan teratur
4. Pasien mampu melakukan oral hygiene
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjukan Intervensi 1, 2, 4, 5, 6, 7.

Hari/Tanggal, Tanda tangan dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Rabu,17 Juni 1. Indentifikasi deficit tingkat aktivitas S:
2. Fasilitasi focus pada kemampuan
2020
3. Indentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, - Pasien mengatakan mampu beraktivitas
Diagnosa 3 frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri.
- Pasien mengatakan Nyeri hilang
4. Identifikasi skala nyeri
- P : Tidak ada
Q : Tidak ada
R : Tidak ada
S : skala nyeri 0 hilang (1-10)
O: Yoga Pratama

1. Pasien mampu melakukan aktivitas mandiri


seperi memakai pakaian dan pergi ke toilet
2. Pasien minum obat dengan teratur
A: Masalah teratasi
P: Intervensi Dihentikan
.
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kolitis ulserativa (KU) merupakan salah satu penyakit inflammatory
bowel disease (IBD) di samping penyakit Crohn (PC). Penyakit ini merupakan
penyakit inflamasi kronis pada kolon yang bersifat difus, idiopatik dan dapat
menyebabkan ulkus pada kolon yang menyebar mulai dari rektum ke arah
proksimal. IBD merupakan penyebab tersering diare kronis. Jika berlangsung
bertahun-tahun dapat menyebabkan malnutrisi, obstruksi saluran pencernaan,
perforasi, arteritis, anemia, hepatitis, toksik megakolon, pendarahan, depresi,
dan keganasan kolon. (Hyams JS, 2000; Gyawali, 2008; Juffrie, 2012)

Diagnosa yang muncul pada laporan kasus ini adalah: Nyeri Akut
berhubungan dengan Persepsi Nyeri, Defisit Nutrisi berhubungan dengan Mual,
muntah, penurunan berat badan, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan otot di tandai dengan pasien tidak bisa melakukan apa-apa. Dalam
perencanaan keperawatan pada laporan asuhan keperawatan pada pasien Kolitis
Ulseratif, mengobservasi bunyi nafas, mengatur posisi semi fowler,
mengajarkan makan yang bernutrisi, dan melakukan observasi tingkat aktivitas,
menganjurkan perilaku hidup bersih dan sehat, dan menciptakan Implementasi
keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah keperawatan
yang muncul pada kasus ini.

Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan,pada tahap ini


perawat membandingkan hasil tindakan yang telah di lakukan dengan kriteria
hasil yang sudah di tetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi telah
teratasi seluruhnya,teratasi sebagian,atau belum teratasi semuanya

4.2 Saran
Dalam melakukan perawatan Penyakit Kolitis Ulseratif hendaknya dengan
hati-hati, cermat dan teliti serta selalu menjaga kesterilan alat, maka akan
mempercepat proses penyembuhan.
Perawat perlu mengetahui tanda gejala Penyakit Asma Bronkial , perawat
harus mampu mengetahui kondisi klien secara keseluruhan sehingga intervensi
yang diberikan bermanfaat untuk kemampuan fungsional pasien, perawat harus
mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dan keluarga untuk mendukung
adanya proses keperawatan serta dalam pemberian asuhan keperawatan
diperlukan pemberian pendidikan kesehatan pada keluarga tentang penyakit,
penyebab Penyakit Asma Bronkial, pencegahan, dan penanganan.
DAFTAR PUSTAKA

Adam Schoenfeld. 2010. http://www.medicinenet.com/ulcerative_colitis


/article.htm. akses pada 30 Juni 2020

Anonim. 2011. http://medicastore.com/penyakit/488/Kolitis_Ulserativa.html.


Akses pada 30 Juni 2020
Djojoningrat D. Inflammatory Bowel Disease: Alur Diagnosis dan Pengobatannya
di Indonesia. Dalam: Sudoyo AW dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI; 2007. hal. 384-88. Djojoningrat D dkk editor. Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Inflammatory bowel disease (IBD) di Indonesia. Editor:
Djojoningrat D, dkk. Jakarta: Interna Publishing; 2011
Glickman RM. Penyakit Radang Usus (Kolitis Ulseratif dan penyakit Crohn).
Dalam: Asdie AH, editor. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Volume 4. Edisi ke-13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. hal.
1577-91.
Jugde TA, Lichtenstein GR. Inflammatory Bowel Disease. In: Friedman SL,
McQuaid KR, Grendell JH, editors. Current Diagnosis and Treatment in
Gastroenterology. 2nd ed. International ed.: McGraw-Hill; 2009. p. 108-30.

McQuaid KR. Gastrointestinal Disorders . In : McPhee SJ, Papadakis MAeditors


Current Medical Diagnosis & Treatment 2009.: McGraw-Hill; 2009.
Marc D Basson. 2016.http://emedicine.medscape.com/article/183084-
overview. Akses pada 29 Juni 2016
Price, Sylvia anderson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses prosesmPenyakit
Edisi 6.: EGC ; 2005
Wasson J et all. a–z Common Symptom Answer Guide. McGraw-Hill;
2004

Anda mungkin juga menyukai