Anda di halaman 1dari 34

MODEL KONSEPTUAL KEPERAWATAN JIWA DENGAN MODEL

KOMUNIKASI DAN PERILAKU

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS

KEPERAWATAN JIWA

DOSEN PEMBIMBING:

NS. IDHFI MARPATMAWATI, S.KEP.

DISUSUN OLEH : ANGGI NURLIYANTI (1700001002)

INAYAH NURSOBA (1700001013)

PARID HOERUDIN (1700001026)

SALMA TRIANA (1700001037)

TINGKAT : 3-B

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN RS. EFARINA PURWAKARTA

2019
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Model Konseptual Keperawatan Jiwa


1. Model Konseptual
Model adalah contoh, menyerupai, merupakan pernyataan simbolik
tentang fenomena, menggambarkan teori dari skema konseptual melalui
pengguna symbol dan diafragma, dan konsep adalah suatu keyakinan yang
kompleks terhadap suatu obyek, benda, suatu peristiwa atau fenomena
berdasarkan pengalaman dan persepsi seseorang berupa ide, pandangan,
atau keyakinan. Model konseptual adalah rangkaian konstruksi yang sangat
abstrak dan berkaitan yang menjelaskan secara luas fenomena-fenomena.
Mengekspresikan asumsi dan mencerminkan masalah (Hidayat, 2006, hal.
42).
Model konseptual merupakan kerangka kerja konseptual, sistem
atau skema yang menerangkan tentang serangkaian ide global tentang
keterlibatan individu, kelompok, situasi, atau kejadian terhadap suatu ilmu
dan perkembangannya. Model konseptual memberikan keteraturan untuk
berfikir, mengobservasi dan menginterpretasikan apa yang dilihat,
memberikan arah riset untuk mengidentifikasi suatu pertanyaan untuk
menanyakan tentang fenomena dan menunjukkan pemecahan masalah
(Christensen & Kenny, 2009, hal. 29).
2. Model Konseptual Dalam Keperawatan
Model konseptual keperawatan merupakan suatu cara untuk
memandang situasi dan kondisi pekerjaan yang melibatkan perawat
didalamnya. Model konseptual keperawatan memperlihatkan petunjuk bagi
organisasi dimana perawat mendapatkan informasi agar mereka peka
terhadap apa yang terjadi pada suatu saat dengan apa yang terjadi pada suatu
saat juga dan tahu apa yang harus perawat kerjakan (Brockopp, 1999, dalam
Hidayati, 2009).
Model konseptual keperawatan telah memperjelas kespesifikan area
fenomena ilmu keperawatan yang melibatkan empat konsep yaitu manusia
sebagai pribadi yang utuh dan unik. Konsep kedua adalah lingkungan yang
bukan hanya merupakan sumber awal masalah tetapi juga merupakan
sumber pendukung bagi individu. Kesehatan merupakan konsep ketiga
dimana konsep ini menjelaskan tentang kisaran sehat-sakit yang hanya
dapat terputus ketika seseorang meninggal. Konsep keempat adalah
keperawatan sebagai bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat professional
dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia ynag dapat ditujukan kepada
individu, keluarga atau masyarakat dalam rentang sehat-sakit (A. Aziz,
2004).
Tujuan dari model konseptual keperawatan (Ali,2001) adalah untuk
menjaga konsisten asuhan keperawatan, mengurangi konflik, tumpang
tindih dan kekosongan pelaksanaaan asuhan keperawatan oleh tim
keperawatan, menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan
keperawatan, memberikan pedoman dalam menentukan kebijaksanaan dan
keputusan, serta menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan
keperawatan bagi setiap anggota tim keperawatan.
Konseptualisasi keperawatan umumnya memandang manusia
sebagai makhluk biopsikososial yang berinteraksi dengan keluarga,
masyarakat, dan kelompok lain termasuk lingkungan fisiknya. Tetapi cara
pandang dan fokus penekanan pada skema konseptual dari setiap ilmuwan
dapat berbeda satu sama lain, seperti penekanan pada sistem adaptif
manusia, subsistem perilaku atau aspek komplementer (Marriner-Tomey,
2004).
Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional
didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia
sepanjang siklus kehidupan dengan respons psiko-sosial yang maladaptif
yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri
sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasi terapeutik dan terapi
modalitas keperawatan kesehatan jiwa) melalui pendekatan proses
keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan
memulihkan masalah kesehatan jiwa klien (individu, keluarga, kelompok
komunitas). Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berusaha
untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku sehingga klien dapat
berfungsi utuh sebagai manusia (Sulistiawati dkk , 2005).

B. Model Komunikasi
1. Definisi Komunikasi
Kata komunikasi berasal dari kata “to commune” yang berarti
“menjadikan milik bersama”. Berikut adalah beberapa pengertian
komunikasi menurut para ahli:
a. Kozier dan Erb (1995), komunikasi adalah pertukaran informasi antara
dua orang atau lebih, atau dengan kata lain pertukaran ide dan pikiran.
b. William Ablig, komunikasi adalah proses pengoperan lambang yang
memiliki arti di antara individu.
c. Carl I. Hovland, komunikasi adalah proses ketika seorang individu
(komunikator) mengoper perangsang (biasanya lambang bahasa) untuk
mengubah tingkah laku individu yang lain (komunikan).
d. Taylor, Lilies dan Le Mone, komunikasi adalah proses berbagi
informasi atau proses pembangkitan dan pengoperan arti.
2. Jenis-Jenis Model Komunikasi
Para ahli telah meneliti dan mengembangkan proses komunikasi, adapun
model komunikasi yang menggambarkan proses komunikasi antara lain:
a. Model Komunikasi Satu Arah
Model ini adalah model yang melibatkan tiga unsur dalam
komonikasi, yaitu pengirim (komunikator), pesan dan penerima pesan
(komunikan).

Komunikator Pesan Komunikan


b. Model Komunikasi Dua Arah
Model komunikasi ini dikembangkan oleh David Berlo ( 1960 ),
unsur-unsur yang terlibat pada model ini meliputi unsur pengirim atau
sumber pesan, saluran, penerima, dan umpan balik (feedback). Menurut
model ini fungsi sumber ialah mempersiapkan dan mengirim pesan.
Pesan adalah produk aktual yang dihasilkan sumber atau komunikan.
Pesan dapat berupa kata-kata, pembicaraan, percakapan, telepon,
grafik dan gambar, gerak tubuh (gesture), atau memo (tulisan). Saluran
adalah media yang dipilih untuk menyampaikan pesan sehingga sampai
pada penerima.

Komunikator Pesan Komunikan

Umpan Balik
Saluran merupakan panca indera, yakni sentuhan, pendengaran,
penglihatan. Penerima adalah individu atau kelompok yang
mendapatkan pesan. Selanjutnya seorang penerima pesan dapat
memberi umpan balik terhadap apa yang telah disampaikan kepadanya.
Kenyataan menunjukan bahwa komunikasi juga melibatkan unsur
internal individu, seperti pengetahuan, perasaan dan persepsi serta
pengalaman sebelumnya. Kondisi ini memungkinkan komunikator
mengatur proses penyampian pesan (encoding) sehingga pesan yang
disampaikan dapat dipahami penerima. Aspek pengetahuan,
pengalaman dan perasaan ini memungkinkan komunikan memahami
pesan yang disampaikan (decoding). Selanjutnya, pesan yang
disampaikan oleh komunikator dan umpan balik dari komunikan dapat
mengalami perubahan (ditorsi), sebagian atau seluruh isi pesan diterima
secara berlebihan akibat faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi
proses komunikasi itu sendiri. Adanya faktor-faktor dari luar proses
komunikasi yang mempengaruhi kualitas hubungan komunikasi yang
sedang dibentuk disebut komunikasi.
c. Model Komunikasi Heliks
Model komunikasi ini menyatakan bahwa komunikasi yang
dilakukan manusia dapat dilakukan secara terus-menerus dan bersifat
dinamis, sehingga komunikasi yang terbentuk antara satu manusia dan
manusia lain dapat berkembang, baik dalam tema maupun konteks yang
terjadi.
d. Model Komunikasi Ellis dan Mc Clintok (1990)
Berdasarkan model komunikasi Ellis dan Mc Clintok, komunikasi
tidak hanya melibatkan unsur penyampaian pesan, tetapi juga ada pesan
tambahan yang menyertai suatu proses komunikasi. Pada proses
pertukaran pesan dalam komunikasi, tidak selamanya pesan diterima
secara utuh oleh penerima. Sebagian penerima hanya menangkap
sebagian pesan dan bahkan bebrapa pesan mungkin hanya ditangkap
ketika telah berada di luar interaksi.
3. Definisi Komunikasi Terapeutik
Menurut As Homby (1974) terapeutik merupakan kata sifat yang
dihubungkan dengan penyembuhan. Disini dapat diartikan bahwa
komunikasi teurapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
memiliki tujuan dan kegiatanya difokuskan untuk penyembuhan klien.
Hubungan teurapetik perawat klien merupakan pengalaman belajar
timbal balik dan pengalaman emosional korektif bagi pasien. Dalam hal ini
perawat menggunakan diri sebagai alat dalam menangani dan merubah
perilaku klien.
4. Fungsi Komunikasi Terapeutik
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan
menganjurkan kerjasama antara perawat dan pasien melalui hubungan
perawat-klien. Perawat berusaha untuk mengungkapkan perasaan,
mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang
dilakukan dalam perawat.
Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah
laku pasien dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang
dihadapi pada tahap perawatan. Sedangkan pada tahap preventif
kegunaanya adalah untuk mencegah adanya tindakan yang negativ terhadap
diri pasien.
5. Sifat Hubungan Terapeutik
Tujuan hubungan perawa-klien adalah (Stuart dan Sundeen, 1995):
a. Kesadaran diri, penerimaan diri dan meningkatkan kehormatan diri.
b. Identitas pribadi yang jelas dan meningkatkan integritas pribadi.
c. Kemampuan untuk membentuk suatu keintiman, saling ketergantungan,
hubungan interpersonal dengan kapasitas memberi dan menerima cinta.
d. Meningkatkan fungsi dan kemampuan terhadap kebutuhan yang
memuaskan dan mencapai tujuan pribadi yang realistis.
Perawat juga harus mengidentifikasi meningkatkan kekuatan ego klien
dan mendukung hubungan dengan keluarga. Area konflik dan kecemasan
diklarifikasi. Masalah yang berhubungan dengan komunikasi diperbaiki dan
perilaku maladaptif dimodifikasi. Komunikasi terapeutik berbeda dengan
komunikasi yang dilakukan sehari-hari pada aktivitas sosial.
No Komunikasi Terapeutik Komunikasi Sosial
1 Terjadi antara perawat dengan Terjadi setiap hari antara orang
pasien atau anggota tim baik dalam pergaulan maupun
kesehatan lainnya. lingkungan kerja.
2 Komunikasi umumnya lebih Komunikasi bersifat dangkal
akrab karena mempunyai karena tidak mempunyai tujuan.
tujuan.
3 Perawat secara aktif Lebih banyak dalam hal
mendengar dan member respon pekerjaan ,aktivitas, dan lain-
kepada pasien. lain.
4 Berfokus kepada pasien yang Pembicaraan tidak mempunyai
membutuhkan bantuan. fokus tertentu tetapi lebih
mengarah kebersamaan dan rasa
senang.

6. Analisa Diri
Analisa diri merupakan dasar utama perawat untuk dapat
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas dan membina hubungan
yang harmonis dan teurapeutik. Jadi kunci keberhasilan perawat dalam
melakukan asuhan keperawatan adalah dirinya sendiri. Kualitas personal
yang dibutuhkan perawat dalam melakukan komunikasi teurapeutik
meliputi (Intan Sari, 2005).
a. Kesadaran diri.
b. Klarifikasi nilai.
c. Eksplorasi perasaan.
d. Kemampuan menjadi model peran.
e. Motivasi altruistik.
f. Rasa tanggung jawab dan etik.
Kesadaran diri adalah kemampuan berfikir untuk proses berfikir itu
sendiri (Covey, 1997). Hal ini dapat diartikan sebagai kemampuan individu
untuk memahami perasaan, reaksi dan perilakunya secara pribadi maupun
sebagai pemberi asuhan keperawatan. Untuk memahami diri, maka perawat
harus dapat menajwab pertanyaan “ siapa saya?”, perawat seperti apakah
saya ini?”. Pemahaman dan penerimaan perawat terhadap diri sendiri akan
membuat ia menghargai perbedaan, pemikiran, keunikan klien dan
menghargai pendapat orang lain. Ada tiga cara untuk meningkatkan
kesadaran diri perawat, yaitu:

a. Mempelajari Diri Sendiri


Mempelajari diri sendiri dapat dilakukan dengan mendengar diri
sendiri dengan cara merenung atau kotemplasi ( Muhasabah ) dan
menilai diri sendiri. Dengan memperbaiki diri akan memperluas
pengetahuan diri dan juga orang lain.
b. Menerima Umpan Balik Dari Orang Lain
Menerima umpan balik dari orang lain dapat dilakukan dengan
mendengar dan belajar dari orang lain. Evaluasi diri tidak mungkin
dilaksanakan sendiri namun harus bersama orang lain. Dengan meminta
bantuan orang lain memberikan penilaian secara jujur berbagai aspek
fisik dan psikologis terhadap diri kita. Tanyakan pada pribadi diri kita
apakah kita seorang pemarah, pendiam, pemalas, dan lain sebagainya.
c. Membuka Diri
Menyatakan pada orang lain aspek penting, potensi atau
kemampuan yang kita miliki.
7. Fase-Fase Hubungan Komunikasi Perawat-Klien
Hubungan teraupetik perawat klien berbeda dengan hubungan sosial
sehari-hari. Dalam melakukan komunikasi terapeutik perawat mempunyai
empat tahap komunikasi, yang ada pada setiap tahapnya mempunyai tugas
yang harus di selesaikan oleh perawat. Empat tahap tersebut yaitu tahap
preinteraksi,orientasi atau perkenalan, kerja dan terminasi. Adapun tugas-
tugas yang harus diselesaikan pada tahap adalah sebagai berikut (stuart dan
sundeen,1995):
a. Tahap Pra-Interaksi
Merupakan tahap persiapan sebelum dimana perawat belum
bertemu dan berkomunikasi dengan klien, pada tahap ini perawat harus
mengkesplotasi diri terhadap perasaan-perasaan diri seperti ansietas,
ketakutan dan keraguan. Sehingga dengan eksplorasi diri dihrapkan
perawat lebih siap dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan
klien. Eksplorasi ini dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan-
pertanyaan berikut “apakah saya akan marah atau melukai apabila
bertemu klien yang bersikap kasar, bermusuhan atau tidak kooperatif?”
apakah saya takut terhadap tanggung jawab ini?’’, “apa yang saya akan
ucapkan sat bertemu klien?’’, “apakah saya cemas apabila berhadapan
dengan klien?”, Tugas perawat pada tahap ini antara lain :
1) Mengumpulkan informasi tentang klien (alasan masuk, riwayat
kesehata, diagnosa medis, dan lain sebagainya).
2) Mencari referensi yang berkaitan dengan masalah klien.
3) Mengeksplorasi perasaaan, kekuatan dan fantasi.
4) Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri.
b. Tahap Orientasi
Pada tahap ini perawat dan klien pertama kali bertemu. Dalam
membina hubungan perawat dengan klien yang kunci utama adalah
terbinanya hubungan saling percaya, adanya komunikasi yang terbuka,
memahami penerimaan dan merumuskan kontrak. Tugas pada tahap ini:
1) Menetapkan iklim saling percaya, pengertian, penerimaan dan
komunikasi terbuka.
2) Merumuskan kontrak dengan klien yang meliputi saling
memperkenalkan diri, penjelasan peran, tanggung jawab, topiik
pembicaraan, harapan dan tujuan interaksi, kerahasiaan, waktu dan
tempat interaksi.
c. Tahap Kerja
Tahap ini merupakan tahap dimana kerja sama terapeutik perawat-
klien paling banyak dilakukan. Tugas perawat pada tahap ini adalah
melaksanakan kegiatan sesuai dengan perencanaan pada tahap pra
interaksi. Perawat dan klien menggali stresor yang tepat dan mendukung
perkembangan daya titik klien dengan cara menghubungkan persepsi,
pikiran dan tindakan klien.
d. Tahap Terminasi
Merupakan tahap perpisahan dimana perawat akan mengakhiri
interaksinya dengan klien, tahap ini dapat bersifatt sementarra maupun
menetap. Terminasi sementara adalah terminasi yang dilakukan untuk
mengakhiri interaksi dalam waktu sebentar misalnya pergantian jaga
atau antar sesi. Terjadi pada setiap akhir pertemuan perawat dengan
klien dan masih akan bertemu lagi. Sedangkan terminasi menetap adalah
perpisahan yang terjadi pada saat klien akan pulang ke rumah, sudah
tidah dirawat dirumah sakit dan perawat tidak akan bertemu lagi dengan
klien.
Terminasi adalah satu dari tahap yang sulit tapi sangat penting dari
hubungan terapeutik perawat-klien. Tahap ini saat untuk merubah dan
mengevaluasi kemajuan klien.
8. Sikap Perawat Dalam Komunikasi Terapeutik
Sikap atau care untuk menghadirkan diri secara fisik sehingga dapat
mempasilitasi komunikasi yang teraupeutik (Egan Cit, Keliat,1992):
a. Berhadapan
Sikap ini menunjukan kesiapan dalam melayani dan mendengarkan
keluhan klien.
b. Mempertahankan Kontak Mata
Sikap ini menandakan kita menghargai klien dan menyatakan
keinginan untuk tetap berkomunikasi serta dapat dipercaya.
c. Membungkuk Ke Arah Klien
Sikap ini menunjukan keinginan untuk menyatakan atau
mendengarkan semua apa yang dikatakan klien.
d. Mempertahankan Sikap Terbuka
Pada saat berkomunikasi dengan klien kita jangan melipat kaki atau
menyilangkan tangan, hal ini menunjukan keterbukaan untuk
berkomunikasi dan siap membantu klien.
e. Tetap Rileks
Tetap bersikap tenang,meskipun pada situasi tidak menyenangkan
perawat harus bisa mengontrol ketegangan,kecemasan dan relaksasi
dalam berkomunikasi dengan klien.
9. Teknik Komunikasi
Dalam menanggapi pesan yang disampaikan klien,ada beberapa
teknik komunikasi yang perlu dilakukan oleh perawat. Bentuk teknik
terapeutik dijelaskan pada table dibawah ini: Tabel teknik komunikasi
terapeutik (Riyadi dan Purwanto, 2009)
Teknik Pengertian Contoh
Mendengarkan aktif Proses aktif Mempertahankan
(active listening) menerima informasi kontak mata,
dan mempelajari menggunakan
respons seseorang kepala,posisi badan
terhadap pesan yang sedikit membungkuk ke
di terima. arah klien.
Pertanyaan terbuka Mendorong klien “apa yang anda pikirkan
untuk menyeleksi pagi ini”
topik yang akan
dibicarakan.
Restating Mengulangi pikirian Pasien “suster,saya tadi
utama yang di malam tidak dapat
ekspresikan klien tidur” perawat “apakah
dengan saudara mengalami
mengggunakan kata- kesulitan tidur?”
kata sendiri
Reflecting/refleksi Mengulangi kembali Pasien: “apakah
yang di bicarakan menurut suster saya
klien. harus memafkan suami
saya?’’
Perawat : “bagaimana
menurut ibu apakah ibu
harus memafkan suami
ibu?”
Klasifikasi/validasi Berupaya Saya belum jelas apa
menyampaikan ide yang mba maksudkan.
atau pikiran klien Bisa mba jelaskan
yang tidak jelas dan kembali?’’
meminta klien
menjelaskan
kembali
Forcusing Komunikasi yang “saya rasa kita harus
dilakukan untuk membicarakan lebih
membatasi area lanjut tentang masalah
diskusi sehingga yang terjadi antara mba
menjadi lebih dengan suami”
sfesifik dan
dimengerti
Sharing persepsi Meminta klien “mba tersenyum,tetapi
memastikan saya merasa mba sangat
pemahaman perawat jengkel dengan saya”
mengenai apa yang
klien pikirkan
Diam Tidak ada Duduk bersama klien,
komunikasi verbal, mengkomunikasikan
memberikan perhatian dan peran
kesempatan klien perawat secara non
untuk mengutarakan verbal.
pikiranya.
Identifikasi tema Menyatakan issu “saya perhatikan dari
atau masalah yang cerita mba tadi,mba
terjadi berulang kali selalu dikecewakan oleh
pria menurut mbak
apakah hal ini yang
menjadi masalah?”
Humor Pengeluaran energi “setelah mbak mandi
melalui lelucon. juga,karena setelah
mandi mba jadi
kelihatan cantik seperti
artis”

C. Model Perilaku
Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bisa muncul jika
hubungan antara stimulus dan respons tidak terkondisikan dengan baik oleh
seorang individu sehingga menimbulkan kecemasan yang selanjutnya dapat
menyebabkan gangguan jiwa. Behaviorism sebagai ilmu psikologi timbul dari
reaksi terhadap model introspeksi yang berfokus pada prilaku yang dapat
diamati dan apa yang dapat dilakukan individu secara eksternal untuk
mengubah perilaku. Ilmu ini tidak berupaya menjelaskan cara kerja pikiran
(Videbeck, 2008).
Para ahli behaviorism yakin bahwa perilaku dapat diubah oleh sistem pujian
dan hukuman, untuk individu dewasa, menerima gaji secara teratur merupakan
umpan balik positif yang konstan. Gaji merupakan umpan balik positif yang
kontinu dan merupakan salah satu alasan individu terus bekerja setiap hari dan
berupaya melaksanakan tugas dengan baik. Gaji ini membantu memotivasi
perilaku positif ditempat kerja. Apabila seseorang tidak menerima gaji, ia
kemungkinan besar berhenti bekerja (Videbeck, 2008).
Apabila seseorang pengendara motor terus-menerus mengebut (perilaku
negatif) dana tidak pernah ditangkap, ia cenderung terus mengebut. Apabila
pengendara tersebut ditilang, ia cenderung mengurangi kecepatan motornya.
Akan tetapi, jika pengendara tersebut tidak ditangkap karena mengebut selama
emapat minggu (umpan balik negatif dihilangkan), ia akan cenderung kembali
mengebut. (Videbeck, 2008).
1. Edward Lee Thorndike (1874-1949)
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-
aosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut dengan stimulus (S) dengen
respon (R).
a. Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang
menjadi tanda untuk mengaktifkkan organisme untuk bereaksi atau
berbuat.
b. Respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena
adanya perangsang.
Eksperimen ketika kucing lapar yang dimasukka dalam sangkar
diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respon,
perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepatserta melalui
usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan
(error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and
error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung
menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang
dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar
koneksionisme atau teori asosiasi. Thondike mengemukakan bahwa
terjadinya asosiasi antara stimulus dan rspon ini mengikuti hukum-hukum
berikut.
a. Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme
memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah
laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi
cenderung diperluat.
b. Hukum latihan (law of excercise), yaitu semakin sering suatu tingkah
llaku diulang atau dilatih, maka asosiasi tersebut akan semakin kuat.
c. Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon
cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung
diperlebmah jika akibatnya tidak memuaskan.
Selanjutnya Thorndike menambahkan huku tambahan sebagai berikut:
a. Hukum reaksi bervariasi (multiple response), hukum ini mengatakan
bahwa pada individu diawali oleh proses tria dan error yang
menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh
respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
b. Hukum sikap (set or attitude), hukum ini menjelaskan bahwa perilaku
belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus
dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri
individu baik kognitif, emosi, sosial maupun psikomotornya.
c. Hukum aktivitas berat sebelah (prepotency ef element), hukum ini
menjelaskan bahwaa individu dalam proses belajar memberikan respon
hanya pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap
keseluruhan situasi (respon selektif).
d. Hukum respon by analogy, hukum ini mengatakan bahwa individu dapat
melakukan respon pada situasi yang belumpernah dialami karena
individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum
pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi
transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru.
Makin banyak unsur yang sama, maka transfer akan makin mudah.
e. Hukum perpindahan asosiasi (associative shifing), hukum ini
mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi
yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara
menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit
demi sedikit unsur lama.
Thorndike mengemukakan revisi hukum belajar antara lain (Videbeck,
2008).
a. Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak
cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa
pengulangan-pun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.
b. Hukum akibat direvisi, dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat
positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan
hukuman tidak berakibat apa-apa.
c. Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan,
tetapi adanya saling sesuai antara stimulus dan respon.
d. Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun
individu lain.
2. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1963)
Classic Conditioning (Pengkondisian atau Persyaratan klasik) adalah
proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing,
dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat
secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Urutan kejadian melalui percobaan terhadap anjing (Cheney, 2004)
a. US (usconditioned stimulus) yaitu stimulus asli atau netral. Stimulus
tidak dikondisikan yaitu stimulus yang langsung menimbulkan respon,
misalnya daging dapat merangsang anjing untuk mengeluarkan air liur.
b. UR (unconditioned respons) disebut perilaku responden, respon tidak
bersyarat, yaitu respon yang muncul dengan hadirnya US, yaitu air liur
anjing keluar karena anjing melihat daging.
c. CS (conditioned stimulus), stimulus bersyarat adalah stimulus yang
tidaka dapat langsung menimbulkan respon. Agar dapat menimbulkan
rspon perlu dipasangkan dengan US secara terus-menerus agar
menimbulkan rsppon. Misalnya bunyi bel akan menyebabkan anjing
mengeluarkan air liur jika selalu dipasangkan dengan daging.
d. CR (conditioning respons), respon bersyarat yaitu respon yang muncul
dengan hadirnya CS. Misalnya, air liur anjing keluar karena anjing
mendengar bel.
Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasan dapat
diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami (UCS= Unconditional
Stimulus yaitu stimulus yang tidak dikondisikan) dapat digantikan oleh
bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng
dibunyikan ternyata aiir liur anjing keluar sebagai respon yang
dikondisikan. dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat
dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang
teoat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara
individu tidak menyadari bahwa ia dikendlaikan oleh stimulus yang berasal
dari luar dirinya (Cheney, 2004).
3. Burrhus Frederic Skinner (1904-1990)
Manajemen kelas menurut Skinner adalah berupaya usaha untuk
memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi
penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan
apapun pada perilaku yang tidak tepat (Rantus, 2011).
Operan Conditioning atau pengkondisian operan adalah suatu proses
penguatan perilaku operan (Penguatan positif atau negatif) yang dapat
mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang
sesuai dengan kemajuan (Rantus, 2011).
Perilaku operan adalah perilaku yang dipancarkan secara spontan dan
bebas. Skinner membuat eksperimen sebagai berikut, dalam laboratorium.
Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut
“Skinner Box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan, yaitu
tombol, alat pembeli makanan, penampung makanan, lampu yang dapat
diatur nyalanyanya dan lantai yang dapat dialiri listrik.
Karena dorongan lapar, tikus berusaha keluar untuk mencari makanan.
Selama tikus bergerak kesana kemari untuk keluar box, tidak sengaja ia
menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan
secara bertahao sesuai dengan peningkatan perilaku yang ditujukan si tikus,
proses ini disebut shaping. (Rantus, 2011)
Yang terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah
pengetahuan yang terbentuk melalaui ikatan stimulus respon akan semakin
kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua,
yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif sebagai
stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu
sedangan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau
menghilang (Rantus, 2011)
Bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (kado, permen, makanan,
dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui bertepuk
tangan, mengacungkan jempol) atau penghargaan ( nilai A, juara 1, dsb)
(Rantus, 2011)
Bentuk-bentuk penguaatan negatif antara lain menunda atau tidak
memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan
perilaku tidak senang (menggelng, kening berkerut, muka kecewa dll).
Beberapa prinsip belajar Skinner anatara lain:
a. Hasil beljar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah
dibetulkan, jika benar diberi penguat.
b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
d. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
e. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman, untuk ini
lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukumana.
f. Tingkah laku yang diinginkanpendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya
hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio
reinforcer.
g. Dalam pembelajaran, digunakan shaping.
Beberapa kekeliruan dalam penerapan teori, Skinner adalah penggunaan
hukuman sebagai salah satu cara untuk mendiskripsikan siswa menurut
Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi
dari perbuatannya misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan
merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verba maupun fisik
seperti kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada
siswa (Rantus, 2011).
Selain itu kesalahan dalam reinforcement positif juga terjadi di dalam
situasi pendidikan seperti penggunaan ranking juara di kelas yang
mengharuskan anak menguasai semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap
anak diberi penguatan sesuai dengan kemampuan yang diperlihatkan
sehingga dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan sesuai dengan
prestasi yang ditujukan para siswa, mislanya penghargaan dibidang bahasa,
matematika, fisika, meyanyi, menari atau olahraga.

D. Terapi Perilaku
1. Definisi Terapi Perilaku
Terapi perilaku ( Behaviour Theraphy, Behavuour Modification)
adalah pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh teori belajar yang
bertujuan untuk menyembuhkan psikopatologi seperti depression, anxiety
disorder, phobias, dengan memakan teknik yang di desain menguatkan
kembali perilaku yang diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak
diinginkan.
Terapi perilaku adalah penggunaan prinsip dan paradigma belajar
yang ditetapkan secara eksperimental untuk mengatasi perilaku tidak
adaptif. Dalam prakteknya, terapi perilaku adalah penekanan pada analisis
perilaku untuk menguji secara sistematik hipotesis terasi yang didasarkan.
2. Tujuan Terapi Perilaku
Tujuan umum terapi perilaku adalah menciptakan kondisi-
kondisibaru bagi proses belajar. Dasar alasan ialah bahwa segenap tingkah
laku adalah dipelajari, termasuk tingkah laku maladaptive. Jika tingkah laku
neurotic learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari ingatan) dan tingkah
laku yang lebih efektif bisa diperoleh.
3. Fungsi dan Peran Terapi
Terapi perilaku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam
memberi treatmen yakti terapi menerapkan pengetahuan ilmiah pada
pencarian pemecahan masalah-masalah manusia para kliennya.
4. Bentuk-Bentuk Terapi Perilaku
a. Sistematis Desensitisasi
Sistematis desensitisasi adalah jenis terapi perilau yang digunakan
dalam bidang psikologi untuk membantu secara efektif mengatasi fobia
dan gangguan kecemasan lainnya. Lebih khusus lagi, adalah jenis terapi
Pavlov atau terapi operant conditioning theraphy yang dikembangkan
oleh psikiater afrika selatan, Joseph Wolpe.
Dalam metode ini, pertama-tama klien diajarkan keterampilan
relaksasi untuk mengontrol rasa takut dan kecemasan untuk fobia
spesifik. Klien dianjurkan menggunakannya untuk bereaksi terhadap
situasi dan kondisi sedang ketakutan. Tujuan dari proses ini adalah
bahwa seorang individu akan belajar untuk menghadapi dan mengatasi
fobianya, yang kemudian mampu mengatasi rasa takut dalam fobianya.
Fobia spesifik merupakan salah satu gangguan mentala yang
menggunakan proses desensitisasi sistematis. Ketika individu memiliki
ketakuatan irasional dari sebuah objek, seperti ketinggian, anjing, ular,
mereka cenderung untuk menghindarnya. Tujuan dari desensitisasi untu
mengatai ini adalah pola memaparkan pasien bertahap ke objek fobia
sampai dapat ditlolerir.
b. Exposure and Response Pervention
Untuk berbagai gangguan kecemasan, terutama gangguan obsessive
compulsive. Metode ini berhasil bila efek terapeutik yang dicapai ketika
subjek menghadapirespons dan menghentikan pelarian. Metodenya
dengan memaparkan pasien pada situasi dengan harapan muncul
kemampuan menghadapi respon (coping) yang akan mengurangi tingkat
kecemasannya.
Sehingga pasien bisa belajar dengan menciptakan coping strategy
terhadap keadaan yang bisa menyebabkan kecemasan perasaan dan
pikiran. Coping strategy ini dipakai untuk mengontrol situasi, diri
sendiri dan yang lainnya untuk mencegah timbulnya kecemasan.
c. Modifikasi Perilaku
Menggunakan teknik perubahan perilaku yang empiris untuk
memperbaiki perilaku, seperti mengubah perilaku individu dan reaksi
terhadap rangsangan melalui penguatan positif dan negatif.
Penggunaan pertama istilah modifikasi perilaku nampaknya oleh
Edward Thorndike pada tahun 1911. Penelitian awal tahun 1940-an dan
1950-an istilah ini digunakan oleh kelompok penelitian Joseph Wolpe,
teknik ini digunakan untuk meningkatkan perilaku adaptif melalui
reinforcement dan menurunkan perilaku maladaptive melalui hukuman
(dengan penekanan pada sebab).
Salah satu cara untuk memberikan dukungan positif dalam
modifikasi perilaku dalam memberikan pujian, persetujuan, dorongan,
dan penegasan; rasio lima pujian untuk setiap satu keluhan yang
umumnya dipandang sebagai efektif dalam mengubah perilaku dalam
cara yang dikehendaki dan bahkan menghasilkan kombinasi stabil.
d. Flooding
Flooding adalah teknik psikoterapi yang digunakan untuk
mengobati fobia. Ini bekerja dengan mengekspos pasien pada keadaan
yang menakutkan mereka. Misalnya ketakutan pada laba-laba
(arachnophobia), pasien kemudian dikurung bersama sejumlah laba-
laba sampai akhirnya sadar bahwa tidak ada yang terjadi.
Banjir ini diciptakan oleh psikolog Thomas Stampfl pada tahun
1967. Flooding adalah bentuk pengobatan yang efektif untuk fobia
antara lain psychopathologies. Hal ini bertujuan untuk mengubah
perilaku mereka untuk menghindari rangsangan negatif. Teknik terapi:
1) Mencari stimulus yang memicu gejala.
2) Menganalisa bagaimana menyebabkan perubahan tingkah laku klien
dengan keadaan normal sebelumnya.
3) Meminta klien membayangkan sejelas-jelasnya dan
menjabarkannya tanpa disertai celaan atau judgement oleh terapi.
4) Bergerak mendekati pada ketakutan yang paling ditakuti yang
dialami klien dan meminta kepadanya untuk membayangkan apa
yang paling ingin dihindarinya, dan
5) Ulangi lagi prosedur diatas sampai kecemasan tidaka lagi muncul
dalam diri klien.
e. Latihan Relaksasi
Relaksasi menghasilkan efek fisiologis yang berlawanan dengan
kecemasan yaitu kecepatan denyut jantung yang lambat, peningkatan
aliran darah perifer, dan stabilitas neuromuscular. Berbagai metode
relaksasi telah dikembangkan, walaupun beberapa diantaranya, seperti
yoga dan zen, telah dikenal selama berabad-abad.
Sebagian besar metode untuk mencapai relaksasi didasarkan pada
metode yang dinamakan relaksasi progresif. Pasien merelaksasikan
kelompok otot-otot besarnya dalam urutan yang tertentu, dimulai
dengan kelompok otot kecil di kaki dan menuju ke atas atau sebaliknya.
Beberapa klinisi menggunakan hypnosis untuk mempermudah relaksasi
atau menggunakan tape recorder untuk memungkinkan pasien
mempraktekkan relaksasi sendiri.
Khayalan mental atau mental imagery adalah metode relaksasi
dimana pasien diinstruksikan untuk mengkhayalkan diri sendiri di
dalam tempat yang berhubungan dengan rasa relaksasi yang
menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan pasien memasuki
keadaan atau pengalaman relaksasi seperti yang dinamakan oleh
benson, respon relaksasi.
f. Latihan Asertif
Teknik latihan asertif membantu klien yang tidak mampu
mengungkapkan emosi baik berupa mengungkapkan rasa marah atau
perasaan tersinggung, menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan
selalui mendorong orang lain untuk mendahuluinya, klien yang sulit
menyatakan penolakan seperti mengucap kata “tidak”, serta merasa
tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran
sendiri.
Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permaianan peran.
Misalnya klien mengeluh bahwa dia meraa ditekan oleh atasannya untuk
melakukan hal-hal yang menurut penilaiannya buruk dan merugikan
serta mengalami hambatan untuk bersikap tegas dihadapan atasannya
itu.
Cara terapinya, pertama klien memainkan peran sebagai atasan,
memberi contoh bagi terapis, sementara terapis mencontoh cara berpikir
dan cara klien menghadapi atasan. Kemudian, mereka saling menukar
peran sambil klien mencoba tingkah laku baru dan terapis memainkan
peran sebagai atasan. Klien boleh memberikan pengarahan kepada
terapis tentang bagaimana memainkan peran sebagai atasannya secara
realistis, sebaliknya terapis melatih klien bagaimana bersikap tegas
terhadap atasan.
g. Terapi Aversi
Teknik-teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan secara
luas untuk meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik,
melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan suatu
stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan
terhambat atau hilang.
Terapi ini mencakup gangguan, kecanduan alkohol, napza,
kompulsif, fetihisme, homoseksual, pedhophilia, judi, penyimpangan
seksual lainnya. Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang
paling kontroversi, misalnya memberikan kejutan listrik pada anak anak
autis bila muncul tingkah laku yang tidak diinginkan.
Efek sampingnya adalah emosional tambahan seperti tingkah laku
yang tidak diinginkan yang dihukum boleh jadi akan ditekan apabila
penghukum hadir, jika tidak ada tingkah laku yang menjadi alternatif
bagi tingkah laku yang dihukum, maka individu ada kemungkinan
menarik diri secara berlebihan, serta pengaruh hukuman boleh jadi
digeneralisasikan kepada tingkah laku lain yang berkaitan dengan
tingkah laku yang dihukum, misalnya seorang anak yang dihukum
karena kegagalannya di sekolah boleh jadi akan membenci semua
pelajaran, sekolah, semua guru dan barangkali bahkan membenci belajar
pada umumnya.
h. Pengondisian Operan
Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang
menjadi ciri organisme aktif. Tingkah laku operan merupakan tingkah
laku paling berarti dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup
membaca, berbicara, berpakaian, makan, bermain.
Menurut skinner (1971) jika suatu tingkah laku diganjar maka
probabilitas kemunculan kembali, tingkah laku tersebut di masa
mendatang akan tinggi. Prinsip penguatan yang menerangkan
pembentukan, memelihara, atau penghapusan pola-pola tingkah laku,
merupakan inti dari pengondisian operan. Berikut ini uraian ringkas dari
metode-metode pengondisian operan yang mencakup: perkuatan positif,
pembentukan respons, perkuatan intermiten, penghapusan,
pencontohan, dan token ekonomi.
1) Perkuatan Positif
Perkuatan positif adalah pembentukan suatu pola tingkah
laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah
tingkah laku yang diharapkan muncul. Cara ini ampuh untuk
mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat, baik primer maupun
sekunder, diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas.
Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan kebutuhan-
kebutuhan fisiologis. Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan
tidur atau istirahat. Pemerkuat-pemerkuat sekunder, yang
memuaskan kebutuhan kebutuhan psikologis dan sosial, memiliki
nilai karena berasosiasi dengan pernerkuat-pemerkuat primer.
2) Pembentukan Respons
Pembentukan respons adalah tingkah laku yang sekarang
secara bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari
tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai
mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respons berwujud
pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak terdapat
dalam perbendaharaan tingkah laku individu. Perkuatan sering
digunakan dalam proses pembentukan respons ini.
Misalnya, jika seorang guru ingin membentuk tingkah laku
kooperatif sebagai ganti tingkah laku kompetitif, dia bisa
memberikan perhatian dan persetujuan kepada tingkah laku yang
diinginkannya itu. Pada anak autistik yang tingkah laku motorik,
verbal, emosional, dan sosialnya kurang adaptif, terapis bisa
membentuk tingkah laku yang lebih adaptif dengan memberikan
pemerkuat-pemerkuat primer maupun sekunder.
3) Perkuatan Intermiten
Diberikan secara bervariasi kepada tingkah laku yang
spesifik. Tingkah laku yang dikondisikan oleh perkuatan intermiten
pada umumnya lebih tahan terhadap penghapusan dibanding dengan
tingkah laku yang dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang
terus-menerus.
Dalam menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan
tingkah laku, pada tahap-tahap permulaan terapis harus mengganjar
setiap terjadi munculnya tingkah laku yang diinginkan, sesegera
mungkin saat tingkah laku yang diinginkan muncul. Dengan cara
ini, penerima perkuatan akan belajar, tingkah laku spesifik apa yang
diganjar. Bagaimanapun, setelah tingkah laku yang diinginkan itu
meningkat frekuensi kemunculannya, frekuensi pemberian
perkuatan bisa dikurangi.
4) Penghapusan
Penghapusan merupakan landasan suatu respons terus-
menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung
menghilang. Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku yang
dipelajari cenderung melemah dan terhapus setelah suatu periode,
cara untuk menghapus tingkah laku yang maladaptif adalah menarik
perkuatan dari tingkah laku yang maladaptif itu. Penghapusan dalam
kasus semacam ini boleh jadi berlangsung lambat karena tingkah
laku yang akan dihapus telah dipelihara oleh perkuatan intermiten
dalam jangka waktu lama.
Wolpe (1969) menekankan bahwa penghentian pemberian
perkuatan harus serentak dan penuh. Misalnya, jika seorang anak
menunjukkan kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan
guru si anak bisa menghindari pemberian perhatian sebagai cara
untuk menghapus kebandelan anak tersebut. Pada saat yang sama
perkuatan positif bisa diberikan kepada si anak agar belaj.u tingkah
laku yang diinginkan.
5) Modeling
Metodenya dengan mengamati seorang kemudian
mencontohkan tingkah laku sang model. Bandura (1969),
menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman
langsung, bisa juga diperoleh secara tidak langsung dengan
mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi-
konsekuensinya.
Jadi, kecakapan-kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh
dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model yang
ada. Juga reaksi-reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki
seseorang bisa dihapus dengan cara orang itu mengamati orang lain
yang mendekati objek-objek atau situasi-situasi yang ditakuti tanpa
mengalami akibat-akibat yang menakutkan dengan tindakan yang
dilakukannya. Pengendalian diri pun bisa dipelajari melalui
pengamatan atas model yang dikenai hukuman. Status dan
kehormatan model amat berarti dan orang-orang pada umumnya
dipengaruhi oleh tingkah laku model-model yang menempati status
yang tinggi dan terhormat di mata mereka sebagai pengamat.
6) Token Ekonomi
Metode token ekonomi dapat digunakan untuk membentuk
tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang
tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token
ekonomi, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan perkuatan-
perkuatan yang bisa diraba (tanda-tanda seperti kepingan logam)
yang nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak istimewa
yang diingini. Metode token ekonomi sangat mirip dengan yang
dijumpai dalam kehidupan nyata, misalnya, para pekerja dibayar
untuk hasil pekerjaan mereka.
5. Aplikasi Model Perilaku
a. Pandangan Tentang Penyimpangan Perilaku
Penyimpangan terjadi karena manusia telah membentuk kebiasaan
perilaku yang tidak diinginkan. Karena perilaku dapat dipelajari, maka
perilaku juga tidak dipelajari. Perilaku menyimpang terjadi berulang
karena berguna untuk mnegurangi ansietas. Jika demikian, perilaku
yang lain dapat mengurangi ansietas dapat dipakai sebagai pengganti.
b. Indikasi Model Perilaku
Indikasi utama ialah gangguan fobik dan perilaku kompulsif,
disfungsi sexual (misalnya impotensi dan frigiditas) dan deviasi sexual
(misalnya exhibisionisme). Dapat dicoba pada pikiran-pikiran obsesif,
gangguan kebiasaan atau pengawasan impuls (misalnya gagap,
enuresis), gangguan nafsu makan (obesitas dan anorexia) dan reaksi
konversi. Terapi perilaku tidak berguna pada skizofrenia akut, depresi
yang hebat.
c. Proses Terapeutik
Terapi merupakan proses pendidikan. Penyimpangan perilaku tidak
dihargai. Perilaku yang lebih produktif dikuatkan. Terapi relaksasi dan
latihan keasertifan merupakan pendekatan perilaku.
d. Peran Pasien Dan Terapis
Pasien mempraktikkan teknik perilaku yang digunakan,
mengerjakan pekerjaan rumah dan penggalakkan latihan, pasien
membantu mengembangkan hirarki perilaku.
Terapis mengajarkan pasien tentang pendekatan perilaku,
membantu mengembangkan hirarki perilaku, dan menguatkan perilaku
yang diinginkan.
6. Aplikasi Model Perilaku Pada Keperawatan Jiwa
a. Kasus
Klien bernama Tn. S dengan umur 18 tahun, mahasiswa yang nakal,
susah ditegur dan sering mendapatkan masalah dikampusnya.
Akibatnya masalah kuliahnya terganggu, karena tugas-tugas kuliah
tidak pernah dikerjakan. Masalah yang paling utama adalah dia sering
tidak masuk kuliah karena tidak mau mengikuti ujian, pada saat dikelas
dia selalu diam dan suka melawan dosen serta mengganggu teman.
b. Penyelesaian Kasus
Pada saat ditanya kepada klien, rupanya klien kecewa kepada salah
satu dosen yang sepertinya tidak menyukainya selain itu klien memiliki
masalah keluarga dikarenakan orang tua klien yang tidak pernah peduli
dengan masalah klien. Tapi setelah melihat akibat dari apa yang telah
dilakukannya seperti kuliahnya yang terbengkalai, klien merasa
menyesal dan ingin berubah.
1) Thorndike
Pertama kita akan menggunakan hukum kesiapan yaitu
dengan cara melihat apakah individu tersebut siap berubah, dan
setelah itu menggunakan hukum latihan yaitu hukum yang melatih
perilaku yang baik agar asosiasi semakin kuat setelah dengan
menggunakan hukum akibat yaitu apakah hasil dari latihan tersebut
memuaskan atau tidak. Jika memuaskan akan membuat stimulus dan
respons yang semakin kuat.
a) Hukum kesiapan
Pertama-tama perawat perlu mengetahui secara mendalam
(inquiry) bahwa klien benar-benar ingin berubah. Kemudian
barulah kita memberikan tugas berupa hukuman kepada klien
untuk mengerjakan tugas kuliahnya yang telah dia tinggalkan,
dan memberikan laporan kepada perawatnya. Setelah klien
berhasil mengerjakan hukuman atau tugas dari perawat barulah
kita ketahap ynag kedua.
b) Hukum latihan
Yang harus dilakukan perawat dalam tahap ini adalah
memberikan sebuah solusi kepada klien berupa tugas atau
hukuman yang diberikan perawat kepada klien tapi dengan
latihan yang berulang-ulang. Perawat memberikan hukuman
kepada klien agar klien berpartisipasi dalam segala kegiatan
kuliah dari inroom (seperti diskusi kelompok, bimbingan
belajar, dll).
c) Hukum akibat
Setelah tahap kedua dilewati, kemudian masuklah ketahap
yang ketiga. Dalam tahap ini perawat tidak perlu memberikan
tugas atau hukuman kepada klien tetapi perawat perlu
mengetahui apa respon pasien setelah melakukan hukum latihan
apakah memuaskan atau tidak memuaskan, sehingga keputusan
berubah kita letakkan kepada klien.
2) Pavlov
Dengan memberikan stimulus yang netral ditambah dengan
stimulus yang tidak netral sehingga menimbulkan respon yang
bersyarat. Pertama yang harus kita lakukan adalah memberikan
suatu solusi kepada klien dengan cara memberikan sebuah stimulus
yang dikondisikan sehingga menghasilkan respon yang
terkondisikan.
Dengan cara memberikan pasien sebuah penyelesaian
masalah (stimulus) sehingga menghasilkan perilaku yang positif
(respon). Kita memberikan sebuah syarat yang perlu pasien lakukan
jika klien ingin berubah, syarat pertama klien harus aktif dalam
perkuliahan dan selalu msuk kuliah. Kedua klien harus mulai
berkomunikasi kepada orang tuanya segala keluhan dan apa yang
klien inginkan dari orang tuanya.
Syarat ketiga, klien harus mematuhi segala peraturan yang
terdapat dikampus dan klien harus mengerjakan tugas perkuliahan.
Syarat keempat klien harus melaporkan kepada perawat apa yang
klien rasakan setiap harinya dengan cara mobile dan atau denga
saksi dari dosen serta orang tua. Kemudian perawat harus melihat
respon dari syarat-syarat tersebut.
3) Skinner
Menurut Skinner (J.W Santrock, 272) unsur yang terpenting
dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement) dan
hukuman (punishment). Penguatan adalah konsekuensi yang
meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi.
Sebaliknya, hukuman adalah konsekuensi yang menurunkan
probabilitas terjadinya suatu perilaku.
Yang harus dilakukan perawat dalam model ini adalah
perawat memberikan penguatan kepada klien. Dengan cara perawat
harus bekerjasama dengan orang tua agar memberikan sebuah
hadiah kepada klien jika klien berubah. Hadiah dapat berupa benda
ataupun perhatian yang lebih jika dia dapat berubah.

E. Kesimpulan
Model konseptual merupakan kerangka kerja konseptual, sistem atau skema
yang menerangkan tentang serangkaian ide global tentang keterlibatan individu,
kelompok, situasi, atau kejadian terhadap suatu ilmu dan perkembangannya.
Model konseptual keperawatan memperlihatkan petunjuk bagi organisasi
dimana perawat mendapatkan informasi agar mereka peka terhadap apa yang
terjadi pada suatu saat dengan apa yang terjadi pada suatu saat juga dan tahu
apa yang harus perawat kerjakan.
Kata komunikasi berasal dari kata “to commune” yang berarti “menjadikan
milik bersama”. Menurut Kozier dan Erb (1995), komunikasi adalah pertukaran
informasi antara dua orang atau lebih, atau dengan kata lain pertukaran ide dan
pikiran. Adapun jenis dari model komunikasi adalah model komunikasi satu
arah, komunikasi dua arah, komunikasi heliks, dan model komunikasi ellis dan
mc clintok.
Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan penyebuhan.
Jadi komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk penyembuhan klien. Fungsi
komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama
antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat-klien. Perawat juga harus
mengidentifikasi meningkatkan kekuatan ego klien dan mendukung hubungan
dengan keluarga. Area konflik dan kecemasan diklarifikasi. Masalah yang
berhubungan dengan komunikasi diperbaiki dan perilaku maladaptif
dimodifikasi.
Analisa diri merupakan dasar utama perawat untuk dapat memberikan
asuhan keperawatan yang berkualitas dan membina hubungan yang harmonis
dan teurapeutik. Jadi kunci keberhasilan perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan adalah dirinya sendiri. Dalam melakukan komunikasi terapeutik
perawat mempunyai empat tahap komunikasi, yang ada pada setiap tahapnya
mempunyai tugas yang harus di selesaikan oleh perawat. Empat tahap tersebut
yaitu tahap preinteraksi,orientasi atau perkenalan, kerja dan terminasi. Sikap
atau care untuk menghadirkan diri secara fisik sehingga dapat mempasilitasi
komunikasi yang teraupeutik.
Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bisa muncul jika
hubungan antara stimulus dan respons tidak terkondisikan dengan baik oleh
seorang individu sehingga menimbulkan kecemasan yang selanjutnya dapat
menyebabkan gangguan jiwa. Behaviorism sebagai ilmu psikologi timbul dari
reaksi terhadap model introspeksi yang berfokus pada prilaku yang dapat
diamati dan apa yang dapat dilakukan individu secara eksternal untuk
mengubah perilaku. Ilmu ini tidak berupaya menjelaskan cara kerja pikiran.
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-
aosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut dengan stimulus (S) dengen
respon (R). Classic Conditioning (Pengkondisian atau Persyaratan klasik)
adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing,
dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat
secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Manajemen kelas menurut Skinner adalah berupaya usaha untuk memodifikasi
perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada
perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku
yang tidak tepat.
Terapi perilaku (Behaviour Theraphy, Behavuour Modification) adalah
pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh teori belajar yang bertujuan
untuk menyembuhkan psikopatologi seperti depression, anxiety disorder,
phobias, dengan memakan teknik yang di desain menguatkan kembali perilaku
yang diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan. Macam-
macam dari model terapi perilaku adalah dengan cara modeling, penghapusan,
operan, sistem destinisisasi, dan perkuatan intermiten.
Terapi perilaku (Behaviour Theraphy, Behavuour Modification) adalah
pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh teori belajar yang bertujuan
untuk menyembuhkan psikopatologi seperti depression, anxiety disorder,
phobias, dengan memakan teknik yang di desain menguatkan kembali perilaku
yang diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.
KATA PENGANTAR

Ade Herman Surya Direja. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha
Medika. Yogyakarta.
Nurhalimah. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan “Keperawatan Jiwa”.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Nurhayati. 2015. Makalah Keperawatan Jiwa “Terapi Perilaku”. STIKES Karya
Kesehatan. Kendari.
Restu Putri Andiansari. 2015. Makalah Model Konseptual Keperawatan Kesehatan
Jiwa. AKPER Kabupaten Purworejo. Purworejo.
Sujono Riyadi dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Graha Ilmu.
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai