I. DEFINISI
Hyaline Membrane Disease (HMD) atau disebut juga Respiratory Distress Syndrome
(RDS) merupakan hasil dari ketidakmaturan dari paru – paru dimana terjadi gangguan
pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30% dari kematian neonatus diakibatkan oleh HMD
atau komplikasi yang dihasilkannya (Behrman, 2004).
Hyaline Membrane Disease (HMD) merupakan keadaan akut yang terutama
ditemukan pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih sering pada bayi
dengan usia gestasi dibawah 32 minggu yang mempunyai berat badan dibawah 1500 gram.
Pada Hyaline Membrane Disease (HMD) dapat menyebabkan hipoksia yang
menimbulkan kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus. Kerusakan ini
menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveolus dan terbentuk fibrin. Fibrin bersama
– sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut
membran hyalin.
Secara klinis, bayi dengan Hyaline Membrane Disease (HMD) menunjukkan
takipnea (>60 kali/ menit), pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta serta subkosta,
dan expiratory grunting atau merintih dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda –
tanda klinis lain, seperti hipoksemia dan polisitema. Tanda – tanda lain dari Hyaline
membrane disease (HMD), meliputi hipoksemia, hiperkabia, dan asidosis respiratory atau
asidosis campuran (Bobak, 2005).
Jadi, Hyaline Membrane Disease (HMD) merupakan hal yang paling sering terjadi
pada bayi premature yang disebabkan karena defisiensi surfaktan akibat perkembangan
imatur pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.
III. KLASIFIKASI
Sindrom gawat nafas Hyaline Membrane Disease (HMD), menurut Bobak (2005)
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Syndrom Gawat Nafas Klasik (Clasik Respyratory Distress Syndrome)
Thoraks atau dada berbentuk seperti bel disebabkan karena kekurangan aerasi
(underaration). Volume paru – paru menurun, parenkim paru – paru memiliki pola
retikulogranuler difusi, dan terdapat gambaran broncho gram udara yang meluas ke
perifer.
2. Sindrom Gawat Nafas Sedang - Berat (Moderately Severe Respiratory Distress
Syndrome)
Pola retikulogranuler lebih menonjol dan terdisribusi lebih merata. Paru – paru
hypoaerated, dapat dilihat pada bronkhogram udara meningkat.
3. Sindrom Gawat Nafas Berat (Severe Respiratory Distress Syndrome)
Terdapat retikulogranuler yang berbentuk opaque pada kedua paru – paru area cystic
pada paru – paru kanan bisa manunjukan alveoli yang berdilatasi atau empisema
interstitial pulmonal dini.
IV. ETIOLOGI
Penyebab dari Hyaline Membrane Disease (HMD), ini diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Prematuritas dengan paru – paru yang imatur (gestasi dibawah 32 minggu).
2. Gangguan atau defisiensi surfaktan.
3. Bayi prematur yang lahir dengan operasi caesar.
4. Penurunan suplay oksigen saat janin atau saat kelahiran pada bayi matur atau
prematur.
Pembentukan surfaktan dipengaruhi pH normal, suhu, dan perfusi. Asfiksia,
hipoksemia, dan iskemia pulmonal yang terjadi akibat hipovolemia, hipotensi, dan stress
dinginakanmenghambat pembentukan surfaktan. Epitel yang melapisi paru – paru juga
dapat rusak akibat konsentrasi oksigen yang tinggi dan efek pengaturan respirasi,
mengakibatkan semakin berkurangnya surfaktan.
Kelainan dianggap terjadi karena faktor pertumbuhan atau pematangan paru yang
belum sempurna antara lain bayi prematur, terutama bila ibu menderita gangguan perfusi
darah uterus selama kehamilan, diantaranya adalah :
1. Diabetes.
2. Toxemia.
3. Hipotensi.
4. Perdarahan antepartum.
5. Sebelumnya melahirkan bayi dengan Hyaline Membrane Disease (HMD).
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan yang
terdiri dari sebagai berikut :
Atelektasis Hipoksia Asidosis Transudasi Penurunan aliran darah paru
Hambatan pembentukan substansi surfaktan Atelektasis. Hal ini akan berlangsung
terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian pada bayi.
VII. PATHWAY
Ibu hamil penderita DM
Tipe I
Suntikan insulin
Pembentukan sel
alveolus tipe II terhambat
Hyline Membrane
Disease
Peningkatan usaha untuk
Ventilasi terganggu
bernapas
Hipoksia Takipnea
Metabolism anaerob
Refleks hisap menurun
Asidosis metabolik
Intake tidak adekuat
Hambatan Pertukaran
Gas Ketidakseimbangan
Nutrisi: Kurang dari
Kebutuhan Tubuh
1. Gambaran Rontgen
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium Hyaline
Membrane Disease (HMD), yaitu :
a. Stadium 1 : Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram
udara.
b. Stadium 2 : Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan
gambaran airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke
perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
c. Stadium 3 : Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua
lapangan paru terlihat lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat,
bronchogram udara lebih luas.
d. Stadium 4 : Seluruh thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak
dapat dilihat.
2. Laboratorium
Kimia darah :
a. Meningkatnya asam laktat dan asam organik lain > 45 mg/dl.
b. Merendahnya bikarbonat standar.
c. pH darah dibawah 7,2.
d. PaO2 menurun.
e. PaCO2 meninggi.
3. Echocardiografi
Echocardiografi dilakukan untuk mendiagnosa PDA dan menentukan arah dan
derajat pirau. Juga berguna untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal dan
menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan struktural jantung.
4. Tes kocok (Shake test)
Dari aspirat lambung dapat dilakukan tes kocok. Aspirat lambung diambil melalui
nasogastrik tube pada neonatus sebanyak 0,5 ml. Lalu ditambahkan 0,5 ml alkohol
96 %, dicampur di dalam tabung 4 ml, kemudian dikocok selama 15 detik dan
didiamkan selama 15 menit.
Pembacaan :
a. Neonatus imatur : tidak ada gelembung 60 % resiko terjadi Hyaline Membrane
Disease (HMD).
b. +1 : gelembung sangat kecil pada meniskus (< 1/3) 20 % resiko terjadi Hyaline
Membrane Disease (HMD).
c. +2 : gelembung satu derat, > 1/3 permukaan tabung.
d. +3 : gelembung satu deret pada seluruh permukaan dan beberapa
gelembung pada dua deret.
e. +4 : gelembung pada dua deret atau lebih pada seluruh permukaan neonatus
matur.
5. Amniosentesis
Berbagai macam tes dapat dilakukan untuk memprediksi kemungkinan terjadinya
Hyaline Membrane Disease (HMD), antara lain mengukur konsentrasi lesitin dari
cairan amnion dengan melakukan amniosentesis (pemeriksaan antenatal).
1. Pengkajian
Data Subjektif
a) Biodata :
Nama pasien, umur, agama, jenis kelamin, pekerjaan, no. register, status
pernikahan, pendidikan, alamat, no, telepon, tanggal waktu datang, jam waktu
datang, penanggung jawab, diterima dari, dan cara datang.
b) Keluhan utama atau MRS
c) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat maternal
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti perdarahan
plasenta, tipe serta lamanya persalinan, dan stress fetal atau intrapartus.
Status infant saat lahir
Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi asfiksia), danbayi lahir
melalui operasi caesar.
d) Riwayat penyakit dahulu
e) Riwayat kesehatan keluarga
Data Objektif
a) Sistem kardiovaskuler
- Bradikardia (<100 kali/menit) dengan hipoksemia berat
- Murmur sistolik
- Denyut jantung normal
b) Sistem integument
- Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
- Pitting edema pada tangan dan kaki
- Mottling (bintik-bintik seperti cat yang ada pada kulit bayi)
c) Sistem neurologis
- Immobilitas, kelemahan
- Penurunan suhu tubuh
d) Sistem pulmonary
- Takipnea ( >60 kali/menit)
- Nafas grunting
- Pernapasan cuping hidung
- Pernapasan dangkal
- Retraksi suprasternal dan substernal
- Sianosis
- Penurunan suara napas, crakles, episode apnea
e) Status Behavioral
- Letargi
f) Pemeriksaan diagnostik
- Set rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan elevasi diafragma
dengan over distensi duktus alveolar.
- Bronchogram udara : untuk menentukan ventilasi jalan napas
- Data laboratorium :
1. Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan
amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS).
2. Lesitin/Spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas
paru.
3. Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu.
4. GDA : PaO2 80 – 100 mmHg, PaCO2 >50 mmHg, saturasi oksigen 92 % –
94 %, pH 7,3 – 7,45.
5. Level potassium : meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel
alveolar yang rusak.
Intervensi :
1. Kaji tanda – tanda vital.
2. Kaji status pernafasan, perhatikan adanya tanda – tanda distress pernafasan,
misalnya takipnea, pernafasan cuping hidung, mengorok, retraksi, dan ronkhi.
3. Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku.
4. Observasi terhadap tanda dan lokasi sianosis.
5. Berikan oksigen sesuai kebutuhan dengan masker kap selang endotrakeal,
pantau jumlah pemberian oksigen dan durasi pemberian.
Bobak, Lowdermik. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.
Doenges dan Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan Maternal Pedoman untuk
Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan KlienEdisi 2. Jakarta: EGC.
Gloria, B. Hoard, B. Joanne, D. Cheryl, W. 2013. Nursing Interventions Classifications.
Singapura: Elsevier Singapore.
Gloria, B. Hoard, B. Joanne, D. Cheryl, W. 2013. Nursing Outcomes Classifications.
Singapura: Elsevier Singapore.
Herdman, T. H. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definis dan Klasifikasi 2018 -
2020. Jakarta: EGC.
Leifer, Gloria. 2007. Introduction to Maternity andPediatric Nursing. Saunders Elsevier:
St. Louis Missouri.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2005. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.
Surasmi, A., et. al. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta: EGC.
Suriadi S.Kp, Rita Yuliani S.Kp. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 1. Jakarta:
PT. Fajar Interpratama.