Anda di halaman 1dari 9

FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KMB II

I. DEFINISI
Stenosis esophagus adalah penyempitan lumen esophagus karena terbentuknya
fibrosis pada dinding esophagus, biasanya terjadi karena inflamasi dan nekrosis karena
berbagai penyebab (Agus P., 2008).
Akalasia adalah tidak adanya kerja peristaltik pada 2/3 bawah esophagus. Akalasia
merupakan keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya peristaltik korpus esophagus
bagian bawah dan sfingter esophagus bagian bawah yang hipertonik sehingga tidak dapat
berelaksasi secara sempurna pada saat menelan makanan (Agus P., 2008).

II. ETIOLOGI
Stenosis esophagus dapat terjadi akibat kongenital atau didapat. Hal ini disebabkan
oleh kerusakan dinding esophagus yang diikuti oleh penebalan lapisan dinding esophagus
dan terbentuknya jaringan parut (Fachzi F., et al, 2014). Etiologi kliniknya sudah terlihat
pada bayi baru lahir berupa disfagia, muntah, dan adanya aspirasi pneumonia. Kelainan ini
dapat juga disertai fistula trakeoesophagus dan stenosis esophagus.
Etiologi stenosis esophagus dibagi menjadi dua, yaitu stenosis benigna dan stenosis
maligna (Ahmad H., Murdani A., 2018). Stenosis benigna diakibatkan oleh bahan korosif,
penyakit esophagus refluks, transeksi esophagus, dan pasca skleroterapi endoskopik.
Sedangkan, stenosis maligna disebabkan oleh tumor, kanker esophagus, dan metastasis
kanker luar esophagus. Mayoritas penyebab stenosis esophagus sebenarnya disebabkan oleh
refluks gastroesofageal yang berlangsung lama.

III. TANDA DAN GEJALA


Gambaran utama yang terihat pada pasien dengan stenosis esophagus adalah disfagia.
Disfagia merupakan tanda dan gejala yang utana dari stenosis esophagus. Pada umunya
pasien akan mengeluh kesulitan menelan makanan padat. Keluhan disfagia pada pasien
stenosis esophagus benigna umumnya lebih lambat. Sedangkan, keluhan disfagia dengan
stenosis esophagus maligna keluhannya lebih cepat. Keluhan disfagia umumnya muncul bila
lumen esophagus menyempit hingga 50%. Jika stenosis bertambah berat, maka asupan
nutrisi pasien akan berkurang. Selain itu, disfagia yang berat dapat juga menyebabkan
aspirasi yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas hidup pasien stenosis esophagus.
Selain mengeluh disfagia, keluhan lain yang dirasakan pasien yang menderita stenosis
esophagus adalah nyeri di dada terasa seperti terbakar, rasa tidak nyaman di dada, dan terasa
ada yang mengganjal sewaktu makan di bagian substernal.

IV. PATHWAY

Terbentuknya fibrosis Autoimun Usia atau degeneratif


pada dinding
esophagus
Inflamasi dalam Degenerasi sel – sel
pleksus mientikrus esophagus
Infeksi neuropetik esophagus

Infeksi pada epitel Hilangnya sel ganglia Tidak adanya


atau otot polos dalam pleksus perislatik esophagus
esophagus mientikrus

Terjadinya stenosis Hilangnya kontrol Sfingter esophagus


esophagus neurologis bawah tidak dapat
berelaksasi

Makanan tidak dapat Gerakan peristaltik Dilatasi esophagus


masuk ke lambung tidak mencapai
sfingter esophagus
bawah Tidak adanya
peristaltik esophagus
Makanan tertahan di
esophagus SEB tidak dapat
berelaksasi secara
Makanan tertahan di
sempurna
esophagus
Intake nutrisi
menurun
Akalasia
Makanan tertahan di
esophagus

Ketidakseimbangan Gangguan menelan


nutrisi: kurang dari atau disfagia
kebutuhan tubuh

Akan dilakukan
Ansietas
tindakan endoskopi
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Barium Meal
Pemeriksaan barium meal memegang penanan penting dalam mendeteksi
adanya stenosis esophagus. Pemeriksaan ini dapat memberikan informasi mengenai
lokasi stenosis, panjang stenosis, diameter stenosis, dan keadaan dinding esophagus.
Disamping itu pemeriksaan ini juga dapat menunjukkan adanya kelainan – kelainan
pada esophagus, seperti divertikulum dan hernia esophagus. Pemeriksaan ini memiliki
sensivitas 100% pada stenosis dengan diameter 9 mm dan 90% pada stenosis yang
lebih dari 10 mm.
Pemeriksaan barium meal menggunakan kontras barium sulfat yang dapat
berupa cairan ataupun tablet. Tablet barium berukuran 12 mm, bila terjadi resensi
tablet barium diatas lokasi stenosis dapat menunjukkan kurang dari 12 mm.
Untuk mendeteksi adanya stenosis esophagus digunakan biphasic
esophagography yang terdiri dari double contrast dan single contrast. Single contrast
bertujuan mengoptimalkan visualisasi mukosa esophagus terhadap adanya kelainan –
kelainan, seperti nodul, ulkus, dan kelainan yang lainnya yang berhubungan dengan
stenosis. Pemeriksaan ini dapat juga dilakukan dengan bantuan digital fluroskopi
terutama stenosis yang terdapat pada segmen servikal atau torakal atas esophagus yang
sulit dilihat dengan teknik radiologi biasa.
2. Esofagoskopi
Pemeriksaan ini penting untuk mendiagnosis stenosis esophagus. Pada
pemeriksaan ini, mukosa lumen dapat diobati secara sesakma dan bila ada kecurigaan
keganasan dapat dilakukan biopsy untuk pemeriksaan histopatologi.
Dalam literature gastroentorologi dikatakan bahwa stenosis esophagus
sebaiknya didiagnosis dengan pemeriksaan endoskopi dan biopsy, karena sulitnya
membedakan stenosis benigna dan stenosis maligna melalui pemeriksaan radiologi
saja. Oleh karena itu, pemeriksaan endoskopi dan biopsy sebaiknya dilakukan pada
gambaran lesi yang kurang jelas atau dicurigai keganasan.
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan esofagoskopi yang baik sebelum
dilakukan pemeriksaan, pasien tidak hanya dipuasakan minimal 6 jam tetapi juga
dilakukan bilasan esophagus dengan air putih atau NaCl melalui selang nasogastric.
Bila pada pemeriksaan esofagoskopi ditemukan lumen yang menyempit dengan
mukosa yang tidak rata dan hiperemis, meandakan suatu esophagitis, sedangkan bila
mukosanya irregular disebabkan oleh keganasan.
3. Tomografi Komputer
Pemeriksaan tomografi computer juga dipilih untuk mengevaluasi traktus
gastrointenstinal bagian atas karena bersifat non-invasif, cepat, akurat, dan aman.
Modalitas ini umumnya untuk menentukan ukuran dan metastasis dari tumor ganas
esophagus.
4. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis
stenosis esophagus lebih teliti, yang mana akan ditemukan lumen yang menyempit.
Selain itu, apabila terdapat kecurigaan keganasan akan ditemukan mukosa irregular
sehingga dapat dilakukan biopsy untuk pemeriksaan histopalogi. Selain itu,
pemeriksaan ini dapat membantu menentukan jenis stenosis esophagus secara
struktural yang nantinya berpengaruh terhadap pemilihan terapi.
5. Rongent Thoraks PA dan Lateral
Pemeriksaan ini digunakan sebagai tambahan pada kasus stenosis esophagus
yang dicurigai akibat adanya massa dari luar esophagus.

VI. PENATALAKSANAAN MEDIS


Tata laksana stenosis esophagus bertujuan untuk meredakan gejala disfagia dan
mencegah rekurensi stenosis. Pilihan penatalaksanaan stenosis esophagus, terdiri dari terapi
dilatasi, dilator mekanik, dilator balon, pemberian kortikosteroid intralesi, pemakaian stens,
strikuroplasti, dan reaksi esophagus.
1. Terapi Dilatasi Esophagus
Pada umumnya penatalaksanaan utama stenosis esophagus benigna adalah
tindakan dilatasi. Pada beberapa pasien sudah dapat di target terapi hanya dengan
dilatasi esophagus saja. Namun, beberapa pasien yang mengalami stenosis berulang
memerlukan tambahan terapi lain. Sementara itu, pada stenosis esophagus maligna,
terapi dilatasi esophagus dapat meringankan gejala disfagia sementara hingga terapi
definitive dapat dilakukan.
2. Dilator Mekanik
Dilator mekanik terdiri dari dilator yang dapat masuk melewati saluran
esophagus secara bebas tanpa bantuan guidewire dan dilator yang dimasukkan dengan
bantuan guidewire. Dilator moloney adalah dilator yang paing sering digunakan, yang
tidak memerlukan guidewire untuk melalui saluran esophagus.
3. Dilator Balon
Terdapat dua macam dilator balon, yaitu trough the scope dillators (dilator ini masuk
melalui channel biopsy dan emdoskopi) dan over the guidewire ballon dilator.
Pemilihan terapi stenosis esophagus bergantung pada karateristik stenosis dan
kebiasaan endoskopis terhadap sistem yang tersedia. Pada stenosis esophagus simple,
umumnya dengan karateristik pemurkaan halus, pedek, lokasinya terdapat di bagian
distal esophagus, dan bisa dilintasi oleh endoskop. Sementara itu, pada stenosis
esophagus kompleks diperlukan perhatian khusus selama tindakan dilatasi dan juga
memerlukan pemilihan sistem yang spesifik. Stenosis esophagus kompleks adalah
stenosis panjang, sempit, berliku – liku, stenosis terkait hiatal hernia yang besar,
esophageal diverticula, dan trachesofageal fisula. Kondisi seperti ini menyulitkan
ujung dilator untuk masuk kelambung dan dapat menyebabkan perforasi esophagus.

VII. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a) Biodata :
Nama pasien, umur, agama, jenis kelamin, pekerjaan, no. register, status
pernikahan, pendidikan, alamat, no, telepon, tanggal waktu datang, jam waktu
datang, penanggung jawab, diterima dari, dan cara datang.
b) Keluhan utama atau MRS
1. Sulit menelan makanan
c) Riwayat penyakit sekarang
1. Sulit menelan makanan.
2. Regurgitasi.
3. Suara serak.
4. Batuk kronis.
5. Penurunan berat badan.
6. Nyeri dada non-cardiac.
d) Riwayat penyakit dahulu :
1. Penyakit gastrointenstinal lainnya.
2. Obat – obatan yang mempengaruhi asam lambung.
3. Alergi.
4. Reaksi respon imun.
e) Riwayat kesehatan keluarga
f) Pola persepsi - pengelolaan pemeliharaan kesehatan
g) Pola tidur - istirahat :
Waktu tidur pada malam hari dan siang hari, dan masalah tidur.
h) Pola eliminasi :
Kebiasaan BAB/ BAK, warna feses, warna urin, kesulitan BAB/ BAK atau tidak,
dan cara mengatasi masalah BAB/ BAK.
i) Pola makan dan minum :
Makanan pantangan, jumlah porsi setiap makan, frekuensi makan, kesulitan
menelan atau tidak, kesulitan menguyah atau tidak, dan jumlah cairan yang di
konsumsi.
j) Pola kognitif :
Keadaan mental, berbicara lancar atau tidak, bahasa yang dikuasai, dan
kemampuan memahami.
k) Kebersihan diri :
Pemeliharaan badan, pemeliharaan gigi dan mulut, dan pemeliharan kuku.
l) Data psikososial :
Pola komunikasi, orang terdekat pasien, rekreasi, hobby, dan penggunaan waktu
senggang.
m) Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum, kesadaran, dan pemeriksaan head to toe.

2. Diagnosa Keperawatan
a) 00002 – Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelemahan otot untuk menelan.
b) 00146 – Ansietas berhubungan dengan stressor.
c) 00103 – Gangguan menelan berhubungan dengan akalasia.
d) 00132 – Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
e) 00132 – Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur invasif dan
tindakan terapeutik).
3. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. 00002 – Ketidakseimbangan nutrisi: kurang Tujuan : 1) Kaji kemampuan menelan klien.
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2) Anjurkan klien makan sedikit tapi sering.
kelemahan otot untuk menelan. selama 3 x 24 jam, diharapkan nutrisi 3) Berikan latihan dan awasi klien untuk
dapat terpenuhi mengunyah makanan dengan baik, makan, dan
Kriteria hasil : menelan dengan perlahan.
1) Asupan nutrisi terpenuhi. 4) Atur posisi pasien sebelum dan sesudah
2) Berat badan dapat dipertahankan. makan, serta anjurkan seterusnya setiap kali
makan.
5) Hindarkan makanan dengan suhu ekstrim.
6) Ukur intake dan output kalori dan cairan.
7) Anjurkan makanan tinggi serat bila
diltoleransi untuk membantu proses eliminasi.
8) Timbang berat badan klien setiap hari.
2. 00146 – Ansietas berhubungan dengan Tujuan : 1) Kaji tanda – tanda vital pasien.
stressor. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2) Jelaskan prosedur operasi yang akan
selama 3 x 24 jam, diharapkan ansietas dilakukan pasien.
berkurang. 3) Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman.
Kriteria hasil : 4) Dorong keluarga klien untuk memberikan
1) Perasaan cemas berkurang. support kepada klien.
2) Tanda – tanda vital dbn. 5) Ajarkan teknik relaksasi pada klien.
3. 00103 – Gangguan menelan berhubungan Tujuan : 1) Kaji kemampuan menelan klien.
dengan akalasia. Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2) Anjurkan klien makan sedikit tapi sering.
selama 3 x 24 jam, diharapkan dapat 3) Berikan latihan dan awasi klien untuk
menelan secara perlahan. mengunyah makanan dengan baik, makan, dan
Kriteria hasil : menelan dengan perlahan.
1) Peningkitan usahan menelan. 4) Atur posisi pasien sebelum dan sesudah
2) Rasa tidak nyaman saat menelan makan, serta anjurkan seterusnya setiap kali
berkurang. makan.
5) Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam
pemberian obat.
6) Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian
nutrisi pada klien dengan gangguan menelan.
4. 00132 – Nyeri akut berhubungan dengan Tujuan : 1) Berikan posisi yang aman dan nyaman.
agen cedera fisik (prosedur invasif dan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2) Ajarkan teknik relaksasi dan dikstrasi untuk
tindakan terapeutik). selama 3 x 24 jam, diharapkan nyeri dapat mengurangi rasa nyerinya.
berkurang 3) Berikan kegiatan atau aktivitas sesuai dengan
Kriteria hasil : toleransi klien atau kurangi aktivias klien yang
1) Klien mampu mengontrol nyeri. dapat menimbulkan nyeri..
2) Klien mampu mengenali penyebab 4) Kaji tingkat intensitas nyeri.
terjadinya nyeri. 5) Kolaborasi dengan tim medis lainnya dalam
3) Nyeri dapat berkurang. pemberian analgesik.
DAFTAR PUSTAKA

Agus Priyanta, Sri Lestari. 2008. Endoskopi Gastrointenstinal. Jakarta: Salemba Medika.
Ahmad Hazim, Murdani Abdullah. 2018. Endoscopic Management of Esophageal Stenosis.
Jakarta: Departemen Penyakit Dalam, FKUI.
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.
Fachzi Fitri, Novialdi, Wahyu Triana. 2014. Diagnosis dan Penatalaksanaan Stenosis
Esophagus. Sumatra Barat: Jurnal Andalas.

Gloria, B. Hoard, B. Joanne, D. Cheryl, W. 2013. Nursing Interventions Classifications.


Singapura: Elsevier Singapore.

Gloria, B. Hoard, B. Joanne, D. Cheryl, W. 2013. Nursing Outcomes Classifications.


Singapura: Elsevier Singapore.

Anda mungkin juga menyukai