Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

ILEUS OBSTRUKTIF
DI RUANG NUSA INDAH RSU BANGLI

OLEH :

I MADE YOGI KUSUMA PRADANA

P07120018158

Tingkat 2.5

PRODI D3 JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN

DENPASAR TAHUN AKADEMIK

2019/2020

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN

KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ILEUS

OBSTRUKTIF

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI
Ileus obstruktif adalah suatu gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran isi usus. Obstruksi usus dapat akut dengan
kronik, partial atau total. Instestinal obstruction terjadi ketika isi usus tidak dapat
melewati saluran gastrointestinal (Nurarif&Kusuma,2015).
Menurut Indrayani (2013), ileus adalah gangguan atau hambatan pasase
isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera
membutuhkan pertolongan atau tindakan.
Obstruksi usus mekanis adalah suatu penyebab fisik menyumbat usus
dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti
pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari, misalnya
intususepsi, tumor, polipoid, tumor kolon dan neoplasma stenosis, obstruksi batu
empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses (Nurarif&Kusuma, 2015).

2. ETIOLOGI
Menurut Indrayani (2013), terdapat dua penyebab terjadinya ileus obstruktif
pada usus halus, antara lain :
1) Hernia inkarserata:
Hernia inkarserata timbul karena usus yang masuk ke dalam kantung
hernia terjepit oleh cincin hernia sehingga timbul gejala obtruksi
(penyempitan) dan stragulasi usus (sumbatan usus menyebabkan
terhentinya aliran darah ke usus). Pada anak dapat dikelola secara
konservatif dengan posisi tidur trendelenburg. Namun, jika percobaan
reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus dilakukan
herniotomi segera.

2) Non Hernia Inkarserata


a. Adhesi/perlekatan usus
Adhesi disebabkan oleh riwayat operasi intra abdominal
sebelumnya atau proses inflamasi intra abdominal. Dapat berupa
perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple,
bisa setempat atau luas. Umumnya berasal dari rasangan
peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum. Ileus karena
adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami
operasi abdomen dalam hidupnya.
b. Invaginasi (Intususepsi)
Sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang
muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat idiopatik
karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa
intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon asendens dan
mungkin terus sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat
mengakibatkan nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk
dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi
dapat diduga atas permeriksaan fisik, dan dipastikan dengan
pemeriksaan rontgen dengan pemberian enema barium.
c. Askariasis
Cacing askariasis hidup di usus halus bagian yeyunum,
biasanya jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa
terjadi dimana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum
treminal yang merupakan tempat lumen paling sempit. Obstruksi
umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat terdiri atas sisa
makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir mati
akibat pemberian obat cacing.
d. Volvulus
Suatu keadaan dimana terjadi pemuntiran usus yang
abnormal dari segmen usus sepanjang aksis usus sendiri, maupun
pemuntiran terhadap aksis sehingga pasase (gangguan perjalanan
makanan) terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan
kasusnya. Kebanyakan volvulus didapat dibagian ileum dan
mudah mengalami strangulasi.
e. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi
usus, kecuali jika ia menimbulkan invaginasi. Hal ini terutama
disebabkan oleh kumpulan metastasis (penyebaran kanker) di
peritoneum atau mesenterium yang menekan usus.
f. Batu empedu yang masuk ke ileus
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan
fistul (koneksi abnormal antara pembuluh darah, usus, organ, atau
struktur lainnya) dari saluran empedu ke duodenum atau usus
halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke raktus
gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus
halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal
yang menyebabkan obstruksi..

3. MANIFESTASI KLINIS
1) Mekanik Sederhana (Usus Halus Atas)
a. Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas
b. Distensi, muntah
c. Peningkatan bising usus
d. Nyeri tekan abdomen
2) Mekanik Sederhana (Usus Halus Bawah)
a. Kolik (kram) signifikan midabdomen
b. Distensi berat
c. Bising usus menigkat
d. Nyeri tekan abdomen
3) Mekanik Sederhana (Kolon)
a. Kram (abdomen tengah sampai bawah)
b. Distensi yang muncul terakhir, kemudian menjadi muntah (fekulen)
c. Peningkatan bising usus
d. Nyeri tekan abdomen

4) Obstruksi Mekanik Parsial


Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Chron. Gejalanya kram
nyeri abdomen, distensi ringan.
5) Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat, nyeri hebat, terus menerus dan terlokalisisr,
distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus menurun nyeri tekan
terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau
mengandung darah samar.
6) Manifestasi Klinik Laparatomi :
a. Nyeri tekan
b. Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernapasan
c. Kelemahan
d. Konstipasi
e. Mual dan muntah, anoreksia
4. POHON MASALAH

REM menurun, klien


terjaga Gangguan Pola Tidur

Merangsang saraf simpatis


mengaktifkan RAS

Merangsang
reseptor Nyeri Akut
nyeri

Merangsang
pengeluaran
mediator kimia

Defisit Nutrisi
Metabolisme anaerob
Konstipasi
Intake berkurang
Iskemia dinding usus
Sulit BAB

Nafsu makan
Tekanan vena &
arteri Kimus sulit dicerna usus

Mual dan Muntah Nausea

Asam Lambung Gangguan


Tekanan intralumen peristaltik
usus
Gelombang peristaltik berbalik arah, isi usus terdorong ke lambung kemudian mulut
Distensi abdomen Kerja Usus Melemah

Akumulasi gas dan cairan intra lumen disebelah paroksimal dari letak obstruktif

Ileus Obstruktif
Hernia Inkarserata, Adhesi, Intususepsi, Askariasis, Volvunus,Tumor, Batu
Empedu
5. PENATALAKSANAAN

Menurut Nuarif & Kusuma (2015), tujuan utama penatalaksanaan adalah


dekompresi bagian yang mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan
operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan
kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa
pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan
usus harus dirawat di rumah sakit.

1) Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan
mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian
dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umu.
2) Operasi
Bedah laparatomi adalah tindakan operasi pada daerah abdomen merupakan
teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dilakukan pada bedah
digesif dan kandungan. Adapun tindakan digesif yang sering dilakukan dengan
teknik sayatan arah laparatomi. (Smelzer, 2012).
3) Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.
Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang
cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan
paralitik (Nurarif & Kusuma, 2015).

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG

Menurut Arif Mutaqin (2010), untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan adanya


anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang sebagai berikut:

1) HB (hemoglobin), PCV (volume sel yang ditempati sel darah merah): meningkat
akibat dehidrasi.
2) Leukosit : normal atau sedikit meningkat ureum + elektrolit, ureummeningkat,
Na+ dan CL- rendah.
3) Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
4) Enema kontras tunggal (pemeriksaan radiografi menggunakan suspensi barium
sulfat sebagai media kontras pada usus besar) : untuk melihat tempat dan
penyebab.
5) CT scan pada usus halus : mencari tempat dan penyebab, sigmoidoskopi untuk
menunjukkan tempat obstruksi (Pasaribu, 2012).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan
secara keseluruhan. Tahap pengkajian keperawatan pada klien dengan post
laparatomi sama seperti kasus keperawatan lainnya yaitu terdiri dari 2 tahap :
a. Pengumpulan Data
1) Identitas Klien
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, diagnosa medis, tanggal amsukrumah sakit,
tanggal pengkajian.
2) Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab terdiri dari: nama, umur, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan
alamat.
b. Riwayat Kesehatan Klien
1) Alasan masuk rumah sakit
2) Keluhan utama : diambil dari data subjektif atau objektif yang
paling menojol yang dialami oleh klien. Keluhan utama pada
klien peritonitis ialah nyeri di daerah abdomen, mual muntah,
demam (Brrunner & Suddarth, 2012).
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
P (paliatif) : Faktor pencetus/penyebab yang dapat
memperberat/memperingan keluhan klien.
Q (qualitas) : Menggambarkan seperti apa keluhan yg dirasakan.
R (region) : Mengetahui lokasi dari keluhan.
S (severity) : Skala/intensitas keluhan.
T (time) : Waktu dimana keluhan dirasakan
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
f. Pola Aktivitas Harian (pola nutrisi, eliminasi, istirahat dan tidur, personal
hygiene, aktivitas)
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
2) Pemeriksaan Fisik Persisten (sistem pernafasan, sistem
kardiovaskuler, sistem gastrointestinal, sistem perkemihan,
sistem muskuloskeletal, sistem neurologi).
h. Aspek Psikologis
1) Status emosional
2) Konsep diri
3) Body image/gambaran diri
4) Peran
5) Aspek spiritual
i. Data Penunjang
Data penunjang ini terdiri dari farmakotherapi/obat-obatan yang
diberikan kepada klien, serta prosedur diagnostik yang dilakukan kepada
klien seperti pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan rontgen.
2. ANALISA DATA

Symptom Etiologi
Masalah Keperawatan
DS: Px mengatakan Hernia inkarserata, adhesi, Nyeri Akut
nyeri pada perutnya intususepsi, askariasis, volvulus,
DO : tumor, batu empedu
- Pasien tampak
meringis Ileus obstruktif
- Tampak gelisah
- Tampak Akumulasi gas dan cairan
merintih dan intralumen disebelah paroksimal
menangis dari letak obstruktif

Distensi abdomen

Tekanan intralumen meningkat

Tekanan vena dan arteri


menurun, iskemia dinding usus

Metabolisme anaerob,
merangsang pengeluaran
mediator kimia, merangsang
reseptor nyeri

Nyeri Akut

DS : pasien Timbulnya rasa sakit pada perut Gangguan Pola Tidur


mengeluhkan sulit tidur, Merangsang saraf simpatis
sering terjaga mengaktifkan RAS
DO : konjungtiva REM menurun, klien terjaga
tampak pucat, kantung Gangguan Pola Tidur
mata hitam
DS : pasien mengeluh Gelombang peristaltik berbalik Nausea
mual dan ingin muntah arah, isi usus terdorong ke
DO : Pasien tampak lambung kemudian mulut
puvat, saliva meningkat Asam lambung meningkat
Mual dan muntah
Nausea
DS : Pasien mengatakan Mual dan muntah Defisit Nutrisi
nafsu makan menurun
DO : Bising usus Nafsu makan menurun
hiperaktif
Intake berkurang

Defisit Nutrisi
DS : pasien mengatakan Kerja usus melemah Konstipasi
sulit BAB
DO : Peristaltik usus Gangguan peristaltik usus
menurun, distensi
abdomen Kimus sulit dicerna usus

Sulit BAB
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi,
trauma)
2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan restrain fisik
3) Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabdominal
4) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakampuan mencerna makanan
5) Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal
4. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


No
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (I.08238) Manajemen Nyeri
keperawatan selama ……. X Observasi Mengidentifikasi dan
Penyebab : …… maka nyeri akut  Identifikasi lokasi, mengelola pengalaman
 Agen pencedera fisiologis menurun dengan kriteria hasil karakteristik, durasi, sensorik atau emosional yang
(mis : inflamasi, iskemia, : frekuensi, kualitas, intensitas berkaitan dengan kerusakan
neoplasma) Tingkat Nyeri (L.08066) nyeri jaringan atau fungsional
 Agen pencedera kimiawi  Keluhan nyeri  Identifikasi skala nyeri dengan onset mendadak atau
(mis : terbakar, bahan kimia menurun  Identifikasi respon nyeri non lambat dan berintensitas
iritan)  Meringis menurun verbal ringan hingga berat dan
 Agen pencedera fisik (mis :  Sikap protektif  Identifikasi faktor yang konstan
abses, amputasi, terbakar, menurun memperberat dan
terpotong, mengangkat  Gelisah menurun memperingan nyeri
berat, prosedur operasi,  Kesulitan tidur  Identifikasi pengetahuan dan
trauma, latihan fisik menurun keyakinan tentang nyeri
berlebihan)  Menarik diri menurun  Identifikasi pengaruh budaya
 Berfokus pada diri terhadap repson nyeri
Gejala dan Tanda Mayor sendiri menurun  Identifikasi pengaruh nyeri
 Mengeluh nyeri  Diaforesis menurun terhadap kualitas hidup
 Tampak meringis  Perasaan depresi  Monitor keberhasilan terapi
 Bersikap protektif (mis : (tertekan) menurun komplementer yang sudah
waspada, posisi menghindari  Perasaan takut diberikan
nyeri) mengalami cidera  Monitor efek samping
 Gelisah berulang menurun penggunaan analgetik

 Frekuensi nadi meningkat  Anoreksia menurun Terapeutik

 Sulit tidur  Frekuensi nadi  Berikan teknik non


membaik farmakologis untuk
 Pola nafas membaik mengurangi rasa nyeri (mis :

 Tekanan darah TENS, hypnosis, akupresure,

Gejala dan tanda Minor membaik terapi music, biofeedback,

 Proses berpikir terapi pijat, aromaterapi,


 Tekanan darah meningkat
membaik teknik imajinasi terbimbing,
 Pola nafas berubah
 Fokus membaik kompres hangat atau dingin,
 Nafsu makan berubah
 Fungsi berkemih terapi bermain)
 Proses berfikir terganggu
membaik  Kontrol lingkungan yang
 Menarik diri
 Perilaku membaik memperberat rasa nyeri
 Berfokus pada diri sendiri
(mis : suhu ruangan,
 Nafsu makan
 Diaforesis pencahayaan, kebisingan)
membaik
 Pola tidur membaik  Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemeliharaan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakaologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
 Memberikan analgetik jika
perlu

Pemberian Analgesik (I.08243)


Observasi Pemberian Analgesik
 Identifikasi karakteristik Menyiapkan dan memberikan
nyeri ( mis: pencetus, agen farmakologis untuk
Pereda, kualitas, lokasi, mengurangi atau menghilangkan
intensitas, frekuensi, durasi) rasa sakit
 Identifikasi riwayat alergi
obat
 Identifikasi kesesuaian jenis
analgetik (mis: narkotika,
non narkotik atau NSAID)
dengan tingkat keparahan
nyeri
 Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
 Monitor efektivitas analgetik
Terapeutik
 Diskusikan jenis analgetik
yang disukai untuk mencapai
analgesial optimal, jika perlu
 Pertimbangkan penggunaan
infus continue, atau bolus
oploid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target efektifitas
analgetik untuk
mengoptimalakan respon
pasien
 Dokumentasikan respon
terhadap efek analgetik dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kolaborasi
◻ Kolaborasi pemberian
dosis dan analgetik,
sesuai indikasi

2 Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan asuhan Dukungan Tidur (I.05174) Dukungan Tidur
Penyebab : keperawatan selama ……. X Observasi Mengenali gangguan tidur yang
 Hambatan lingkungan (mis ……, maka pola tidur  Identifikasi pola aktivitas dan dialami pasien
kelembapan lingkungan sekitar, membaik dengan kriteria tidur Mengetahui penyebab
suhu lingkungan, pencahayaan, hasil :  Indentifikasi faktor terganggunya tidur pasien baik
kebisingan, bau tidak sedap, Pola Tidur (L.05045) pengganggu tidur (fisik secara fisik maupun psikologis
jadwal pemantauan/ ◻ Keluhan sulit tidur dan/atau psikologis) Membantu untuk menciptakan
pemeriksaan/ tindakan) menurun  Identifikasi makanan dan pola tidur yang baik bagi pasien,
 Kurang kontrol tidur ◻ Keluhan sering minuman yang mengganggu mengembalikan pola tidur
 Kurang privasi terjaga menurun tidur (mis. Kopi, the, alkohol, pasien seperti semula
 Restraint fisik ◻ Keluhan tidak puas makan mendekati waktu Mencegah bertambahnya faktor

 Ketiadaan teman tidur tidur menurun tidur, minum banyak air pemicu timbulnya gangguan
◻ Keluhan pola tidur sebelum tidur) pola tidur
 Tidak familiar dengan peralatan
tidur berubah menurun  Identifikasi obat tidur yang
◻ Keluhan istirahat dikonsumsi

Gejala dan Tanda Mayor tidak cukup menurun Terapeutik

 Mengeluh sulit tidur ◻ Kemampuan  Modifikasi lingkungan (mis.


 Mengeluh sering terjaga beraktivitas pencahayaan, kebisingan,
 Mengeluh tidak puas tidur meningkat suhu, matras dan tempat

 Mengeluh pola tidur berubah tidur)

 Mengeluh istirahat tidak cukup  Batasi waktu tidur siang


 Fasilitasi menghilangkan
Gejala dan Tanda Minor stress sebelum tidur

 Mengeluh kemampuan  Tetapkan jadwal tidur rutin

beraktivitas menurun  Lakukan prosedur untuk


meningkatkan kenyamanan
Kondisi Klinis Terkait (mis. pijat, pengaturan posisi,
 Nyeri/kolik terapi akupresur)

 Hipertiroidisme  Sesuaika jadal pemberian

 Kecemasan obat dan/atau tindakan untuk


menunjang siklus tidur-
 Penyakit paru obstruktif kronis
terjaga
 Kehamilan
Edukasi
 Periode pasca partum
 Jelaskan pentingnya tidur
 Kondisi pasca operasi
cukup selama sakit
 Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
 Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
 Anjurkan penggunaan obat
tidur yang tidak mengandung
supresor terhadap tidur REM
 Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur(mis.
psikologis, gaya hidup, sering
berubah shift bekerja)
 Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya

3. Nausea Setelah dilakukan asuhan Manajemen Mual (I. 03117)


Penyebab : keperawatan selama ……. X Observasi Untuk mengidentifikasi dan
 Gangguan biokimiawi ……, maka nausea menurun ◻ Identifikasi pengalaman mual mengelola perasaan tidak enak
 Gangguan esofagus dengan kriteria hasil : ◻ Identifikasi isyarat nonverbal pada bagian tenggorokan atau
 Distensi lambung Tingkat Nausea (L.08065) ketidaknyamanan lambung yang dapat
 Iritasi lambung ◻ Nafsu makan ◻ Identifikasi dampak mual menimbulkan rasa mual dan
 Gangguan pankreas meningkat terhadap kualitas hidup keinginan untuk muntah.

 Tumor terlokalisasi ◻ Keluhan mual ◻ Identifikasi penyebab mual

 Peningkatan tekanan menurun ◻ Monitor mual


intraabdominal ◻ Perasaan ingin ◻ Monitor asupan nutrisi dan
 Peningkatan tekanan intrakranial muntah menurun kalori

 Peningkatan tekanan intraorbital ◻ Perasaan asam Terapeutik


dimulut menurun ◻ Kendalikan faktor lingkungan
 Efek agen farmakologis
◻ Sensasi panas/dingin penyebab mual
 Efek toksin
menurun ◻ Kurangi/hilangkan keadaan
◻ Diaforesis menurun penyebab mual
Gejala dan Tanda Mayor
◻ Jumlah saliva ◻ Berikan makanan dalam
 Mengeluh mual
menurun jumlah kecil dan menarik
 Merasa ingin muntah
◻ Pucat membaik ◻ Berikan makanan dingin,
 Tidak minta makan
◻ Takikardia membaik cairan bening, tidak berbau
dan tidak berwarna, jika perlu
Gejala dan Tanda Minor Edukasi
 Merasa asam dimulut ◻ Anjurkan istirakat dan tidur
 Sensasi dingin/panas cukup
 Sering menelan ◻ Anjurkan sering
 Saliva meningkat membersihkan mulut, kecuali
 Pucat jika merangsang mual

 Diaforesis ◻ Anjurkan makan tinggi

 Takikardia karbohidrat dan rendah lemak

 Pupil dilatasi ◻ Ajarkan penggunaan teknik


nonfarmakologis untuk
Kondisi Klinis Terkait
mengatasi mual
 Meningitis
Kolaborasi
 Labirinitis
 Kolaborasi pemberian
 Uremia
antiemetik, jika perlu
 Ketoasidosis diabetik
 Ulkus peptikum
 Penyakit esofagus
 Tumor intraabdomen
 Glaukoma

4. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi (I. 03119)


Penyebab: keperawatan selama ……. X Observasi Untuk mengidentifiaksi dan
 Ketidakmampuan menelan ……, maka status nutrisi  Identifikasi status nutrisi mengelola asupan nutrisi yang
makanan membaik dengan kriteria  Identifikasi alergi dan seimbang bagi pasien sehingga
 Ketidakmampuan mencerna hasil : intoleransi makanan tidak terjadi defisit nutrisi
makanan Status Nutrisi (L.03030)  Identifikasi kebutuhan kalori ataupun obesitas.
 Ketidakmampuan mengabsorbsi  Porsi makan yang dan jenis nutrien
nutrient dihabiskan meningkat  Monitor asupan makanan
 Peningkatan kebutuhan  Perasaan cepat  Monitor berat badan
metabolisme kenyang menurun  Monitor hasil pemeriksaan
 Faktor ekonomi  Nyeri abdomen laboratorium
 Faktor psikologis menurun Terapeutik
 Sariawan menurun ◻ Lakukan oral hygiene sbelum
Gejala dan Tanda Mayor  Rambut rontok makan, jika perlu
 BB menurun minimal 10% menurun ◻ Fasilitasi menentukan
dibawah rentang ideal  Berat badan membaik pedoman diet
 Indeks massa tubuh ◻ Sajikan makanan secara
Gejala dan Tanda Minor membaik menarik dan suhu yang sesuai
 Cepat kenyang setelah makan  Frekuensi makan ◻ Berikan makanan tinggi serat
 Kram/nyeri abdomen membaik untuk mencegah konstipasi

 Nafsu makan menurun  Nafsu makan ◻ Berikan makanan tinggi


membaik kalori dan tinggi protein
 Bising usus hiperaktif
 Bising usus membaik ◻ Berikan suplemen makanan
 Otot pengunyah lemah
 Membran mukosa ◻ Hentikan pemberian makanan
 Otot menelan lemah
membaik melalui selang nasogastrik
 Membran mukosa pucat
 Sariawan jika asupan oral dapat
 Serum albumin turun ditoleransi
 Rambut rontok berlebih Edukasi

 Diare  Anjurkan posisi duduk, jika


mampu
Kondisi Klinis Terakit ◻ Ajarkan diet yang

 Stroke diprogramkan

 Parkinson
 Infeksi
Kolaborasi
 Kanker
◻ Kolaborasi pemberian
 Penyakit crohn’s
medikasi sebelum makan
◻ Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu.

5. Konstipasi Setelah dilakukan asuhan Manajemen Eliminasi


Penyebab: keperawatan selama ……. X Fekal (I. 04151) Untuk mengidentifikasi dan
 Penurunan motilias ……, maka eliminasi fekal Observasi mengelola gangguan pola
gastrointestinal membaik dengan kriteria ◻ Identifikasi masalah usus dan eliminasi fekal khususnya
 Ketidakadekuatan pertumbuhan hasil : penggunaan obat pencahar konstipasi yang dialami pasien.
gigi Eliminasi Fekal (L.04033) ◻ Identifikasi pengobatan yang
 Ketidakcukupan diet ◻ Kontrol berefek pada kondisi
 Ketidakcukupan asupan serat pengeluaran feses gastrointestinal

 Kelemahan otot abdomen meningkat ◻ Monitor buang air besar


◻ Keluhan defekasi ◻ Monitor tanda dan gejala

Gejala dan Tanda Mayor lama/sulit diare, konstipasi atau impaksi


menurun Terapeutik
 Defekasi kurang dari 2x
◻ Mengejan saat ◻ Berikan air hangat setelah
seminggu
defekasi makan
 Pengeluaran feses lama dan sulit
menurun ◻ Jadwalkan waktu defekasi
 Feses keras
◻ Distensi bersama pasien
 Peristaltik usus menurun
abdomen ◻ Sediakan makanan tinggi
menurun serat
◻ Nyeri Edukasi
Gejala dan Tanda Minor
abdomen ◻ Jelaskan jenis makanan yang
 Mengejan saat defekasi
menurun membantu meningkatkan
 Distensi abdomen ◻ Konsistensi keteraturan peristaltik usus
 Kelemahan umum feses membaik ◻ Anjurkan mencatat warna,
 Teraba masa pada rektal ◻ Frekuensi
defekasi membaik
◻ Peristaltik
usus membaik
frekuensi, konsistensi,
Kondisi Klinis Terkait volume feses
 Stroke ◻ Anjurkan meningkatkan
 Parkinson aktifitas fisik, sesuai toleransi

 Demensia ◻ Anjurkan mengonsumsi

 Hemoroid makanan yang mengandung


tinggi serat
 Obesitas
◻ Anjurkan meningkatkan
 Pasca perasi obstruksi bowel
asupan cairan, jika tidak ada
 Ulkus rektal
kontraindikasi
 Tumor
Kolaborasi
◻ Kolaborasi pemberian obat
supositoria, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Chahayaningrum, Tent. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Laparatomi


Pada Ileus Obstruksi Di Instalasi Bedah sentral RSUD Dr. Mmoewardi
Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta : Surakarta (jurnal).
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. EGC: Jakarta
Indrayani, M Novi. 2013. Diagnosis Dan Tata Laksana Ileus Obstruktif. Universitas
Udayana : Denpasar (Jurnal).
Pasaribu, Nelly. 2012. Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif Yang Dirawat Inap di
RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-2010. Universitas Sumatera Utara :
Sumatera Utara (Jurnal).
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Wilkinson, J.M., & Ahern, N.R. 2011. Diagnosis Keperawatan Edisi 9. ECG: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai