Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

DIAGNOSA MEDIS LEUKEMIA

Disusun Oleh :

RINGGA SENA PUTRA,S.Kep


2030095

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH


SURABAYA

2020
A. Definisi
Leukemia merupakan kanker yang berasal dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang. Penyakit ini dijumpai pada anak dan dewasa, yang dapat terjadi jika
terdapat perubahan dalam proses pengaturan sel normal sehingga mengakibatkan
proliferasi sel-sel punca hematopoietik dalam sumsum tulang. Ada 4 subtipe
leukemia yang ditemukan yaitu leukemia limfositik akut, leukemia mieloid akut,
leukemia limfositik kronik, dan leukemia mieloid kronik. Suatu leukemia dikatakan
akut atau kronik adalah tergantung pada sebagian besar sel-sel abnormal yang
dijumpai. Jika sel-sel lebih menyerupai sel punca (imatur) maka dikatakan akut,
sedangkan jika sel-sel lebih menyerupai sel normal (matur) maka dikatakan kronik.
Pada leukemia akut, sel-sel imatur terus memperbanyak diri dan tidak dapat menjadi
matur sebagaimana mestinya. Tanpa terapi, sebagian besar pasien leukemia akut
hanya hidup beberapa bulan. Berbeda halnya dengan sel-sel pada leukemia kronik,
pertumbuhannya lambat dan pasien dapat hidup lebih lama sebelum timbul gejala,
(Maulana Hidayatul, 2014).
Leukemia merupakan penyakit akibat proliferasi (bertambah banyak atau
multiplikasi) patologi dari sel pembuat darah yang bersifat sistemik dan biasanya
berakhir fatal, (Nursalam, 2005). Leukemia merupakan kelompok kelainan yang
ditandai dengan akumulasi leukosit ganas di sumsum tulang dan darah tepi. Sel
abnormal tersebut menyebabkan gejala: (1) kegagalan sumsum tulang (mis. Anemia,
neutropenia, trombositopenia); dan (2) infiltrasi terhadap organ-organ (mis. Hati,
limpa, kelenjer limfe, meningen, otak, kulit atau testis), (A.V. Hoffbrand dan P.A. H.
Moss, 2011).
B. Klasifikasi
Maturitas sel dan tipe sel dikombinasikan untuk membentuk empat tipe utama
leukemia :
1. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)
Leukemia Mielogenus Akut (LMA) atau leukemia mielositik akut atau dapat
juga disebut leukemia granulositik akut (LGA), mengenai sel stem hematopetik
yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil,
netrofil, eosinofil), eritrosit, dan trombosit. Dikarakteristikan oleh produksi
berlebihan dari mieloblast. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik
yang paling sering terjadi.
2. Leukemia Mielogenus Kronis (LMK)
Leukemia Mielogenus Kronis (LMK) atau leukemia mielositik kronis atau
leukemia granulositik kronis (LGK), juga dimasukan dalam keganasan sel stem
mieloid. Namun, lebih banyak terdapat sel normal di banding pada bentuk akut,
sehingga penyakit ini lebih ringan. Abnormalitas genetika yang dinamakan
kromosom Philadelpia ditemukan 90% sampai 95% pasien dengan LMK. LMK
jarang menyerang individu di bawah 20 tahun, namun insidensinya meningkat
sesuai pertambahan usia.
Gambaran menonjol adalah :
a. adanya kromosom Philadelphia pada sel – sel darah. Ini adalah kromosom
abnormal yang ditemukan pada sel – sel sumsum tulang.
b. Krisis Blast. Fase yang dikarakteristik oleh proliferasi tiba-tiba dari jumlah
besar mieloblast. Temuan ini menandakan pengubahan LMK menjadi LMA.
Kematian sering terjadi dalam beberapa bulan saat sel – sel leukemia menjadi
resisten terhadap kemoterapi selama krisis blast.
3. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
Leukemia Limfositik Akut (LLA) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas
limfoblas. Paling sering terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki lebih banyak
dibanding perempuan,dengan puncak insidensi pada usia 4 tahun. Setelah usia 15
tahun, LLA jarang terjadi.
4. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
Leukemia Limfositik Kronis (LLK) cenderung merupakan kelainan ringan yang
terutama mengenai individu antara usia 50 sampai 70 tahun. Negara-negara barat
melaporkan penyakit ini sebagai leukemia yang umum terjadi. LLK
dikarakteristikan oleh proliferasi dari diferensiasi limfosit yang baik (mudah
dikenali sel-sel yang menunjukkan jaringan asal).
Kelompok Klasifikasi Leukemia Akut Menurut French-American-British (FAB)

Leukemia Limfositik Akut


L-1         pada masa kanak-kanak: populasi sel homogen
L-2         Leukemia limfositik akut tampak pada orang dewasa: populasi sel
heterogen
L-3         Limfoma Burkitt-tipe leukemia: sel-sel besar, populasi sel
homogen.

Leukemia Mieloblastik Akut


M-1        Diferensiasi granulositik tanpa pematangan
M-2        Diferensiasi granulositik disertai pematangan menjadi stadium
promielositik
M-3        Diferensiasi granulositik disertai promielosit hipergranular yang
dikaitkan dengan pembekuan intra vaskular tersebar
(Disseminated intravascular coagulation).
M-4        Leukemia mielomonositik akut: kedua garis sel granulosit dan
monosit.
M-5a       Leukemia monositik akut : kurang berdiferesiasi
M-5b      Leukemia monositik akut : berdiferensiasi baik
M-6        Eritroblast predominan disertai diseritropoiesis berat
M-7        Leukemia megakariositik.

C. Etiologi
1. Faktor predisposisi
a. Penyakit defisiensi imun tertentu, misalnya agannaglobulinemia.
b. Virus
Virus sebagai penyebab sampai sekarang masih terus diteliti. Sel
leukemia mempunyai enzim trankriptase (suatu enzim yang diperkirakan
berasal dari virus). Limfoma Burkitt, yang diduga disebabkan oleh virus
EB, dapat berakhir dengan leukemia.
c. Radiasi ionisasi
Terdapat bukti yang menyongkong dugaan bahwa radiasi pada ibu
selama kehamilan dapat meningkatkan risiko pada janinnya. Baik
dilingkungan kerja, maupun pengobatan kanker sebelumnya. Terpapar zat-
zat kimiawi seperti benzene, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen
anti neoplastik.
d. Genetic
Insidensi leukemia akut pada anak-anak penderita sindrom down adalah
20 kali lebih banyak dari normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat
menyebabkan leukemia akut. Insidensi leukemia akut juga meningkat pada
penderita kelainan congenital dengan aneuloidi, misalnya agranulositosis
congenital, sindrom ellis van grevelend, penyakit seliak, sindrom bloom,
anemia fanconi, sindrom klenefelter, dan sindrom trisomi D.
e. Obat-obatan
Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
2. Faktor Lain
a. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia (benzol,
arsen, preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).
b. Faktor endogen seperti ras
Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-kadang
dijumpai kasus leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telur).

D. Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat
dikontrol sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel
darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda
dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi
memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap
infeksi. Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang
termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai
oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom
dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan
seluruh kromosom, atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan
kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih
mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap
menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah
putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan.
Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari
kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom
mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah
tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai
sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel
darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya
termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.
Pathways

Faktor Eksternal Proliferasi sel kanker Faktor Internal


( Infeksi, Lingkungan, ( Genetik, Imunologi)
obat, radiasi)
Leukemia Perubahan proses
keluarga
Infiltrasi sel neoplastik

Sistem Sistem Infiltrasi sumsum Terapi


muskuloskeletal retikuloendotelial tulang

Infiltrasi periosteal Leukosit netrofil Hematopoiesis terganggu

Kelemahan tulang Gangguan sistem


trombosit eritrosit
imun

Nyeri akut tulang, trombositopenia Hb


Risiko Infeksi
sendi

Batasi kontak dengan Risiko cedera : Anemia


Gangguan rasa perdarahan
agen infeksius
nyaman : nyeri

Isolasi

Defisit aktifitas
Pengalihan

Risiko defisit Mual, muntah Kulit kering Kerontokan rambut


volume cairan

Nafsu makan Kerusakan Gangguan Citra


integritas kulit tubuh

Perubahan
nutrisi kurang
dari kebutuhan
(Wong, 2009)
E. Manifestasi Klinis
1. Gejala yang khas leukemia secara umum :
a. Pucat
b. Panas
c. Splenomegali
d. Hepatomegali
e. Limfadenopati
f. Perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epitaksis, dan perdarahan gusi
2. Gejala yang tidak khas
a. Sakit/ nyeri sendi atau sakit tulang disalahtafsirkan sebagai reumatik
b. Lesi purpura pada kulit
c. Efusi pleura
d. kejang
3. Gejala Spesifik
a. Leukemia Mielogenus Akut
Kebanyakan tanda dan gejala terjadi akibat berkurangnya produksi sel darah
normal.
 Peka terhadap infeksi akibat granulositopenia, kekurangan granulosit
 Kelelahan dan kelemahan terjadi karena anemia
 Kecendrungan perdarahan terjadi akibat trombositopenia, kurangnya jumlah
trombosit.
 Proliferase sel lukemi dalam organ mengakibatkan berbagai gejala
tambahan : nyeri akibat pembesaran limfa; sakit kepala atau muntah akibat
leukemi meningeal (sering terjadi pada leukemia limfositik); dan nyeri
tulang akibat penyebaran sumsum tulang belakang.
b. Leukemia Mielogenus Kronis
Gambaran klinis LMK mirip dengan gambaran LMA, tetapi tanda dan
gejalanya lebih ringan. Banyak pasien yang menunjukkan tanda dan gejala
selama bertahun-tahun.
 Terdapat peningkatan leukosit, kadang sampai jumlah yang luar biasa.
 Limpa sering membesar.
c. Leukemia Limfositik Akut
Limfosit imatur berploriferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer dan
menggangu perkembangan sel normal. Akibatnya:
d. Hematopoesis normal terhambat, mengakibatkan penurunan jumah leukosit,
sel darah merah, dan trombosit. Eritrosit dan trombosit jumlahnya rendah dan
leukosit jumlahnya dapat rendah atau tinggi tetapi selalu terdapat sel imatur.
e. Manifestasi infiltrasi leukemia ke organ-organ lain lebih sering terjadi pada
LLA daripada jenis leukemia lain dan mengakibatkan :
 Nyeri karena pembesaran hati dan limpa
 Sakit kepala
 Muntah karena keterlibatan meninges, dan
 Nyeri tulang.
f. Leukemia Limfositik Kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan baru terdiagnosa pada
saat penanganan fisik atau penanganan untuk penyakit lain. Manifestasi yang
mungkin terjadi adanya :
 Anemia
 Infeksi
 Pembesaran nodus limfe dan organ abdominal
 Jumlah eritrosit dan trombosit mungkin normal atau menurun.
 Terjadi penurunan jumlah limfosit (limfositopenia)

F. Komplikasi
1. Infeksi
Komplikasi ini yang sering ditemukan dalam terapi kanker masa anak-anak
adalah infeksi berat sebagai akibat sekunder karena neutropenia. Anak paling
rentan terhadap infeksi berat selama tiga fase penyakit berikut:
a. Pada  saat diagnosis ditegakkan dan saat relaps (kambuh) ketika proses
leukemia telah menggantikan leukosit normal.
b. Selama terapi imunosupresi
c. Sesudah pelaksanaan terapi antibiotic yang lama sehingga mempredisposisi
pertumbuhan mikroorganisme yang resisten.
Walau demikian , penggunaan faktor yang menstimulasi-koloni granulosit
telah mengurangi insidensi dan durasi infeksi pada anak-anak yang mendapat
terapi kanker. Pertahanan pertama melawan infeksi adalah pencegahan.
(Wong, 2009:1141)

2. Perdarahan
Sebelum penggunaan terapi transfuse trombosit, perdarahan merupakan
penyebab kematian yang utama pada pasien leukemia. Kini sebagaian besar
episode perdarahan dapat dicegah atau dikendalikan dengan pemberian
konsentrat trombosit atau plasma kaya trombosit.
Karena infeksi meningkat kecenderungan perdarahan dan karena lokasi
perdarahan lebih mudah terinfeksi, maka tindakan pungsi kulit sedapat
mungkin harus dihindari. Jika harus dilakukan penusukan jari tangan, pungsi
vena dan penyuntikan IM dan aspirasi sumsum tulang, prosedur
pelaksanaannya harus menggunakan teknik aseptic, dan lakukan pemantauan
kontinu untuk mendeteksi perdarahan.
Perawatan mulut yang saksama merupakan tindakan esensial, karena
sering terjadi perdarahan gusi yang menyebabkan mukositis. Anak-anak
dianjurkan untuk menghindari aktivitas yang dapat menimbulkan cedera atau
perdarahan seperti bersepeda atau bermain skateboard, memanjat pohon atau
bermain dengan ayunan.
Umumnya transfuse trombosit hanya dilakukan pada episode perdarahan
aktif yang tidak bereaksi terhadap terapi lokal dan yang terjadi selama terapi
induksi atau relaps. Epistaksis dan perdarahan gusi merupakan kejadian yang
paling sering ditemukan.
3. Anemia
Pada awalnya, anemia dapat menjadi berat akibat penggantian total
sumsum tulang oleh sel-sel leukemia. Selama terapi induksi, transfusi darah
mungkin diperlukan. Tindakan kewaspadaan yang biasa dilakukan dalam
perawatan anak yang menderita anemia harus dilaksanakan. 
(Wong, 2009 : 1142)

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan Apus Darah Tepi
 Jumlah leukosit dapat normal, meningkat, atau rendah pada saat
diagnosis. Jumlah leukosit biasanya berbanding langsung dengan
jumlah blas. Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah
 Hiperleukositosis (> 100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien
dan dapat melebih 200.000/mm3.
 Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia
 Proporsi sel blast pada hitung leukosit bervariasi dari 0-100%
 hitung trombosit kurang dari 25.000/mm3
 Kadar hemoglobin rendah
2. Aspirasi dan Biopsi sumsum tulang
Apus sumsum tulang tampak hiperselular dengan limpoblast yang sangat
banyak lebih dari 90% sel berinti pada ALL dewasa. Jika sumsum tulang
seluruhnya digantikan oleh sel-sel leukemia, maka aspirasi sumsum tulang
dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint dari jaringan biopsy penting
untuk evaluasi gambaran sitologi.
Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran monoton,
yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain
terdesak (aplasia sekunder).
a. Sitokimia
Pada ALL, pewarnaan Sudan Black dan mieloperoksidase akan
memberikan hasil yang negative. Mieloperoksidase adalah enzim
sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari precursor
granulositik yang dapat dideteksi pada sel blast AML.
Sitokimia berguna untuk membedakan precursor B dan B-ALL dari T-
ALL. Pewarnaan fosfatase asam akan positif pada limfosit T yang gans,
sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang positif pada pewarnaan
periodic acid Schiff (PAS). TdT yang diekspresikan oleh limpoblast dapat
dideteksi dengan pewarnaan imunoperoksidase atau flow cytometry
b. Imunofenotif (dengan sitometri arus/ Flow cytometry)
Reagen yang dipakai untuk diagnosis dan identifikasi subtype imunologi
adalah antibody terhadap:
 Untuk sel precursor B: CD 10 (common ALL antigen),
CD19,CD79A,CD22, cytoplasnic m-heavy chain, dan TdT
 Untuk sel T: CD1a,CD2,CD3,CD4,CD5 ,CD7,CD8 dan TdT
 Untuk sel B: kappa atau lambda CD19,CD20, dan CD22

c. Sitogenetik
Analisi sitogenetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik
berhubungan dengan subtype ALL tertentu, dan dapat memberikan
informasi prognostik. Translokasi t(8;14), t(2;8), dan t (8;22) hanya
ditemukan pada ALL sel B, dan kelainan kromosom ini menyebabkan
disregulasi dan ekspresi yang berlebihan dari gen c-myc pada kromosom.
d. Biopsi limpa
Pemeriksaan ini memeperlihatkan poriferasi sel leukemia dan sel yang
berasal dari jaringan limpa yang terdesak, seperti limposit normal, RES,
granulosit, dan pulp cell.

H. Penatalaksanaan
1. Kemotherapi
Bertujuan untuk mengurangi remisi, pada sumsum tulang yang normal
dimana sel blast <5% dan tidak ada tanda klinis.
2. Transfusi darah
Biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6 g%. pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan massif, dapat diberikan transfuse
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
3. Obat-obat kortikosteroid
Kombinasi prednison, vinkristin diharapkan dapat mengurangi remisi
pada sekitar 95% anak dengan Akut Limfositik Leukemia.
4. Sitostatika
Selain sitostatika yang lama (6-merkatopurin atau 6-mp, metotreksat
atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti
vinkristin (Oncovin), rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama obat
lainnya. umumnya sitostatiska diberikan dalam kombinasi bersama-sama
dengan prednisone. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat
samping berupa alopecia, stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau
kandidiasis. Bila jumlah leukosit kurang dari 2000/ mm3 pemberiannya harus
hati-hati.
5. Imunoterapi
Merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan
jumlah sel leukemia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan
(mengenai cara pengobatan yang terbaru, masih dalam pengembangan)
6. Transplantasi sum-sum tulang
a. Sebelum transplantasi pasien menjalani penyinaran seluruh tubuh dan
kemotherapi mengurangi kemungkinan penolakan.
b. Transplantasi dianjurkan pada penderita akut Limfositik Leukemia
dengan remisi ke-2
c. Transplantasi membutuhkan donor sumsum tulang dari saudara
sekandung.
7. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-
sel leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian
lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi
gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma.
Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan
karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.
8. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan
penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi
darah untuk penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit
untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
1) Biodata Pasien
2) Biodata Penanggung Jawab
b. Riwayat Keperawatan
1) Keluhan utama
2) Riwayat Keperawatan sekarang
3) Riwayat keperawatan dahulu
4) Riwayat keperawatan keluarga
5) Riwayat Imunisasi
6) Riwayat Tumbuh Kembang
7) Aspek psikososial
c. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian pada leukemia meliputi :
1) Kaji adanya tanda-tanda anemia :
a) Pucat
b) Kelemahan
c) Sesak
d) Nafas cepat
2) Kaji adanya tanda-tanda leukopenia
a) Demam
b) Infeksi
3) Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :
a) Ptechiae
b) Purpura
c) Perdarahan membran mukosa
4) Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
a) Limfadenopati
b) Hepatomegali
c) Splenomegali
5) Kaji adanya pembesaran testis
6) Kaji adanya :
a) Hematuria
b) Hipertensi
c) Gagal ginjal
d) Inflamasi disekitar rectal
e) Nyeri

d. Pemeriksaan penunjang
1) Hitung darah lengkap
Hitung darah lengkap complete blood cell (CBC). Anak dengan CBC
kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosis memiliki prognosis paling
baik, jumlah leukosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis
kurang baik pada anak sembarang umur.
a) Hemoglobin : kurang dari 10gr/100ml
b) Retikulosit : Jumlah biasanya rendah
c) Trombosit : <50.000/mm
d) SDP : >50.000/cm dgn peningkatan SDP
Immatur
e) PTT : memanjang
f) Asam urat serum : Mungkin meningkat
g) Copper serum : Meningkat
h) Zink serum : menurun
Pemeriksaan lainnya yaitu : Fungsi lumbal untuk mengkaji
keterlibatan susunan saraf pusat, foto thoraks unuk mendeteksi
keterlibata mediastinum, aspirasi sumsum tulang. Ditemukannya 25%
sel blast memperkuat diagnosis, pemindaian tulang atau survei
kerangka untuk mengkaji keterlibatan tulang, pemindaian ginjal, hat,
limpa untuk mengkaji infiltrat leukemik, jumlah trombosit
menunjukkan kapasitas pembekuan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Kurangnya Suplai O2 Ke
Jaringan Otak.
b. Nutrisi Kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan Anoreksia.
c. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan Kelemahan

Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Pola Nafas Tidak Efektif Tujuan : 1. Posisikan pasien untuk
beruhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi 3x24 jam, memaksimalkan ventilasi.
Kurangnya Suplai O2 Ke diharapkan Pola Nafas Klien kembali 2. Auskultasi suara nafas, catat
Jaringan Otak. efektif. adanya suara tambahan.
3. Monitor respirasi dan status O2.
Kriteria Hasil : 4. Pertahankan jalan nafas yang
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan paten.
suara nafas yang bersih, tidak ada 5. Atur peralatan oksigenasi.
sianosis dan dyspneu (mampu 6. Monitor adanya kecemasan
mengeluarkan sputum,mampu pasien terhadap oksigenasi.
bernapas dengan mudah, tidak ada 7. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
pursed lips). sesudah dan sebelum, selama,
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten dan setelah aktivitas.
(klien tidak merasa tercekik, irama 8. Monitor pola pernapasan
nafas, frekuensi pernapasan dalam abnormal.
rentang normal, tidak ada suara nafas 9. Monitor suhu, warna, dan
abnormal). kelembapan kulit.
3. Tanda-tanda vital dalam rentang 10. Monitor sianosis perifer.
normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan).
2 Nutrisi Kurang dari Tujuan : 1. Kaji Intake dan Output Klien.
Kebutuhan berhubungan Setelah dilakukan intervensi 3x24 jam, 2. Tingkatkan intake makan
dengan Anoreksia. diharapkan pemenuhan nutrisi klien melalui:
terpenuhi. a) Kurangi gangguan dari luar.
b) Sajikan makanan dalam
Kriteria Hasil : kondisi hangat.
1. Pemenuhan nutrisi Klien terpenuhi. c) Selingi makan dengan
2. BB Klien meningkat. minum.
3. IMT 18,5. d) Jaga kebersihan mulut
4. Tidak terjadi mual dan muntah. Klien.
5. Nafsu makan klien meningkat. e) Berikan makan sedikit tapi
6. Porsi makan Klien habis. sering.
3. Kolaborasi dengan ahli gizi diet
dan makanan yang disukai bila
ada.
4. Kaji adanya alergi Klien
terhadap makanan.
5. Memberikan makan sedikit tapi
sering kepada Klien.
3 Defisit Perawatan Diri Tujuan : 1. Monitor kebutuhan Klien untuk
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi 3x24 jam, alat-alatbantu untuk kebersihan
Kelemahan diharapkan Defisit Perawatan Diri diri, berpakaian,berhias,
Teratasi. toileting, dan makan.
2. Sediakan bantuan sampai Klien
Kriteria Hasil : mampusecara utuh untuk
1. Klien terbebas dari baun badan. melakukan self-care.
2. Menyatakan kenyamanan. 3. Ajarkan Klien/ Keluarga untuk
3. Dapat melakukan ADLS dengan mendorong kemandirian, untuk
bantuan memberikan bantuanhanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
4. Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuaikemampuan.
5. Dorong Klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang
normal sesuai kemampuanyang
dimiliki.
6. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

A V. Hoffard, P. A. H Moss; alih bahasa, Brahm U. Pendit, Liana Setiawan, Anggraini


Iriani; editor edisi bahasa Indonesia, Ferdy Sandra. 2013. Kapita selekta Hematologi.
Edisi ke-6. Jakarta: EGC

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2014. Leukemia Mieloid Akut.

Nursalam. 2009. Manajemen Keperawatan. Jakarta : Selemba Medika


Wong, Donna L dkk. 2009. Buku ajar keperawatan pediatrik vol 2. Jakarta :
EGCYuliani rita, Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta :
Perpustakaan Nasional RI

Anda mungkin juga menyukai