Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Nn. B DIAGNOSA MEDIS ILEUS PARALITIK DAN


KEBUTUHAN DASAR MANUSIA TENTANG KEBUTUHAN
NUTRISI
DI RUANG DAHLIA RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

DISUSUN OLEH :

NAMA : DONY SENTORY


NIM : 2018.C.10a.0965

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
2

LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Dony Sentory
NIM : 2018.C.10a.0965
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Nn. B
Diagnosa Medis Ileus Paralitik Dan Kebutuhan Dasar
Manusia tentang Kebutuhan Nutrisi di Ruang Dahlia Rsud
Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan I (PPK I) Pada Program Studi S-1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Yelstria Ulina Tarigan, S.Kep., Ners Ria Asihai, S.Kep., Ners

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners,

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.

ii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada
Nn. B Dengan Diagnosa Medis Ileus Paralitik Dan Kebutuhan Dasar Manusia
tentang Kebutuhan Nutrisi di Ruang Dahlia Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK1).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Yelstria Ulina Tarigan, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini
4. Ibu Ria Asihai, S.Kep., Ners selaku kepala ruang Dahlia RSUD Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya dan pembimbing Klinik yang telah memberikan
izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik manajemen
keperawatan di ruang Dahlia.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 11 Mei 2020

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN..................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................2
1.4 Manfaat2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4
2.1 Konsep Penyakit..............................................................................................4
2.1.1 Definisi 4
2.1.2 Anatomi Fisiologi....................................................................................4
2.1.3 Etiologi 9
2.1.4 Klasifikasi..............................................................................................10
2.1.5 Patofisiologi...........................................................................................11
2.1.6 Manifestasi Klinis..................................................................................14
2.1.7 Komplikasi.............................................................................................14
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................15
2.1.9 Penatalaksanaan Medis..........................................................................16
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Kebutuhan Nutrisi)...........................16
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan..............................................................26
2.3.1 Pengkajian Keperawatan.......................................................................26
2.3.2 Diagnosa Keperawatan..........................................................................28
2.3.3 Intervensi Keperawatan.........................................................................28
2.3.4 Implementasi Keperawatan...................................................................30
2.3.5 Evaluasi Keperawatan...........................................................................31
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................32
3.1 Pengkajian.................................................................................................32
3.2 Diagnosa.....................................................................................................45
3.3 Intervensi...................................................................................................47
3.4 Implementasi..............................................................................................50
3.5 Evaluasi......................................................................................................50
BAB 4 PENUTUP.................................................................................................53
4.1 Kesimpulan.................................................................................................53
4.2 Saran 53
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................54

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ileus paralitik adalah gangguan pergerakan usus akibat kelumpuhan otot
usus. Terganggunya pergerakan usus membuat makanan tidak dapat dicerna,
sehingga terjadi penyumbatan di usus. Penyumbatan atau obstruksi usus akibat
ileus paralitik sering disebut dengan pseudo-obstruction. Ileus paralitik akan
menyebabkan penumpukan makanan di dalam usus. Akibatnya, penderita dapat
mengalami sembelit, begah, mual, dan muntah. (Tim, et al. 2017). Dewasa ini di
zaman modern dengan adanya peningkatan derajat ekonomi yang juga terjadi pada
masyarakat sangat berpengaruh terhadap gaya hidup sehari-hari, misalnya pola
aktifitas dan pekerjaan, namun tanpa disadari bahaya yang mengancam kesehatan
juga tidak dapat di hindari (Sjamsuhidayat, 2005).
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosis ileus. Di
Amerika diperkirakan sekitar 300.000- 400.000 menderita ileus setiap tahunnya.
Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia
yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan (Deparetemen Kesehatan RI,
2010).

Laparatomi pada ileus merupakan jenis pembedahan darurat abdomen yang


paling sering dilakukan di Negara-negara barat. Ileus dapat terjadi pada setiap
usia, perbandingan antara pria dan wanita mempunyai kemungkinan yang sam
untuk menderitapenyakit ini. Namun penyakit ini sering dijumpai pada dewasa
muda antara umur 20-30 tahun (Smeltzer, 2002). Insiden antara laki-laki dan
perempuan pada usia ini menunjukkan frekuensi yang sama, akan tetapi pada usia
25 tahun, pada laki-laki frekuensinya lebih tinggi dengan rasio 3:2 dari perempuan
(Issebalcher, 2000).

Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa


tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif di
rongga perut maupun saluran cerna, infeksi, obstruksi atau strangulasi saluran
cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga
perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.

1
2

Dari besarnya insiden ileus paralitik di negara–negara berkembang seperti di


Indonesia, penulis tertarik untuk mengangkat topik ileus paralitik dalam upaya
ketepatan penegakan diagnosis hingga pemberian terapi yang adekuat sehingga
dapat dilakukan pencegahan dari komplikasi yang dapat ditimbulkan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat
dirumuskan masalah dalam studi kasus ini adalah :
1.2.1 Bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada Nn. B dengan diagnosa
medis Ileus Paralitik di ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
raya?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medis Ileus Paralitik di ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian, menganalisa, menentukan diagnosa
keperawatan, membuat intervensi keperawatan, mampu melakukan
perawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah diberikan.
b. Mampu memberikan tindakan keperawatan yang diharapkan dapat
mengatasi masalah keperawatan pada kasus tersebut.
c. Mampu mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat dan mendukung
serta permasalahan yang muncul dari asuhan keperawatan yang diberikan.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan dianosa
medis Ileus Paralitik secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah
dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
3.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Ileus Paralitik dan Asuhan Keperawatannya.
3.4.3.1 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
diagnosa medis Ileus Paralitik melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan
secara komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Ileus Paralitik


2.1.1 Definisi Ileus Paralitik
Ileus paralitik adalah gangguan pergerakan usus akibat kelumpuhan otot
usus. Terganggunya pergerakan usus membuat makanan tidak dapat dicerna,
sehingga terjadi penyumbatan di usus. Penyumbatan atau obstruksi usus akibat
ileus paralitik sering disebut dengan pseudo-obstruction. Ileus paralitik akan
menyebabkan penumpukan makanan di dalam usus. Akibatnya, penderita dapat
mengalami sembelit, begah, mual, dan muntah. (Tim, et al. 2017).

Ileus paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom
mengalami paralysis dan peristaltic usus terhenti sehingga tidak mampu
mendorong isi sepanjang usus. Contoh nya amiloidosis, distropi otot, gangguan
endokrin seperti diabetes melitus atau gangguan neurologis seperti penyakit
Parkinson. (Mansjoer, 2011)

Ileus Paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung distensi


usus karena usus tidak bergerak (mengalami motilitas), pasien tidak dapat buang
air besar. (Person, 2006)

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ileus paralitik adalah istilah
gawat abdomen atau gawat perut yang yang biasanya timbul mendadak
dengan nyeri sebagai keluhan utama karena usus tidak dapat bergerak (mengalami
motilitas) dan menyebabkan pasien tidak dapat buang air besar.

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Sistem pencernaan yang terdiri atas saluran pencernaan dan organ asesoris.
Saluran pencernaan dimulai dari mulut sampai usus halus bagian distal,
sedangkan organ asesoris terdiri atas hati, kantong empedu, dan pankreas. Ketiga
organ ini membantu terlaksananya pencernaan makanan secara kimiawi.
(AAA.Hidayat.2006;52).

4
5

2.1.2.1 Saluran Pencernaan


1. Mulut
Mulut merupakan bagian awal dari saluran pencernaan terdiri atas dua
bagian luar yang sempit (vestibula), yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir, pipi dan
bagian dalam, yaitu rongga mulut. Di dalam mulut, makanan mengalami proses
mekanis melalui pengunyahan yang akan membuat makanan dapat hancur sampai
merata, dibantu oleh enzim amilase yang akan memecah amilum yang terkandung
dalam makanan menajdi maltosa. (AAA.Hidayat.2006;52).
2. Faring & Esofagus
Faring merupakan bagian saluran pencernaan yang terletak di belakang
hidung, mulut, dan laring. Faring berbentuk kerucut dengan bagian terlebar di
bagian atas hingga vertebra servikal keenam. Faring langsung berhubungan
dengan esofagus, sebuah tabung yang memiliki otot dengan panjang kurang lebih
20 – 25 sentimeter dan terletak di belakang trakea, di depan tulang punggung,
kemudian masuk melalui toraks menembus diafragma yang berhubungan
langsung dengan abdomen serta menyambung dengan lambung.
Esofagus merupakan bagian yang berfungsi menghantarkan makanan dari
faring menuju ke lambung. Esofagus berbentuk seperti silinder yang berongga
dengan panjang kurang lebih dua sentimeter dengan kedua ujungnya dilindungi
oleh sfingter. Dalam keadaan normal, sfingter bagian atas selalu tertutup, kecuali
bila ada makanan dilakukan dengan cara peristaltik, yaitu lingkaran serabut otot di
depan makanan mengendor dan yang di belakang makanan berkontraksi.
(AAA.Hidayat.2006;52).
3. Lambung
Lambung merupakan bagian saluran pencernaan yang terdiri atas bagian
atas disebut fundus bagian utama, dan bagian bawah berbentuk horizontal (antrum
pilorik). Lambung berhubungan langsung dengan esofagus melalui orifisium atau
kardia dan dengan duodenum melalui orifisium pilorik. Lambung terletak di
bawah diafragma dan di depan pankreas, sedangkan limpa menempel pada
sebelah kiri fundus.
Lambung mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi sekresi dan pencernaan.
Fungsi motoris lambung adalah sebagai reservoir untuk menampung makanan
samapi dicerna sedikit demi sedikit dan sebagai pencampur adalah memecah
makanan menjadi partikel – partikel kecil yang dapat bercampur dengan asam
lambung. Fungsi sekresi dan pencernaan adalah mensekresi pepsin dan HCl yang
akan memecah protein menjadi pepton, amilase memecah amilum menjadi
maltosa, lipase memecah lemak menjadi asam lemak, dan gliserol membentuk
sekresi gastrin, mensekresi faktor intrinsik yang memungkinkan absorbsi vitamin
B12 yaitu di ileum, dan mensekresi mukus yang bersifat protektif. Makanan
berada pada lambung selama 2 – 6 jam, kemudian bercampur dengan getah
lambung (cairan asam bening tak berwarna) yang mengandung 0,4% HCl untuk
mengasamkan semua makanan serta bekerja sebagai antiseptik dan desinfektan.
Dalam getah lambung terdapat beberapa enzim, diantaranya pepsin, dihasilkan
oleh pepsinogen serta berfungsi mengubah makanan menjadi bahan yang lebih
mudah larut dan renin, berfungsi mengubah makanan menjadi bahan yang lebih
dari karsinogen yang dapat larut. (AAA.Hidayat.2006;53).
4. Usus Halus
Usus halus merupakan tabung berlipat – lipat dengan panjang kurang lebih
2,5 meter dalam keadaan hidup. Usus halus terdiri atas tiga bagian, yaiut
duodenum dengan panjang kurang lebih 25 cm, jejunum dengan panjang kurang
lebih 2 m, dan ileum dengan panjang kurang lebih 1 m atau 3/5 akhir dari usus.
Lapisan dinding dalam usus halus menyerupai beludru. Pada permukaan setiap
vili terdapat tonjolan yang menyerupai jari – jari, yang disebut mikrovili.
Fungsi usus halus pada umumnya adalah mencerna dan mengabsorbsi chime
dari lambung. Zat – zat makanan yang telah halus akan diabsorbsi di dalam usus
halus, yaitu pada duodenum, dan disini terjadi absorbsi besi, kalsium dengan
bantuan vitamin D. Vitamin A, D, E, dan K dengan bantuan empedu dan asam
folat. (AAA.Hidayat.2006;53).
5. Usus Besar
Usus besar atau juga disebut sebagi kolon merupakan sambungan dari usus
halus yang dimulai dari aktup ileokolik yang merupakan tempat lewatnya
makanan. Usus besar memilki panjang kurang lebih 1,5 meter. Kolon terbagi atas
desenden, sigmoid, dan berakhir di rektum yang panjangnya kira – kira 10 cm dari
usus besar, dimulai dari kolon sigmoideus dan berakhir pada saluran anal. Tempat
kolon asenden membentuk belokan tajam di abdomen atas bagian kanan disebut
fleksura hepatis, sedang tempat kolon transversum membentuk belokan tajam di
abdomen atau bagian kiri disebut fleksura lienalis.
Fungsi utama usus besar adalah mengabsorbsi air (kurang lebih 90%)
elektrolit, vitamin, dan sedikit glukosa. Kapasitas absorbsi air kurang lebih 5000
cc/hari. Flora yang terdapat pada usus besar berfungsi untuk menyintesis vitamin
K dan B serta memungkinkan pembusukan sisa – sisa makanan.
(AAA.Hidayat.2006;54).
6. Anus
Anus bertugas mengeluarkan feses yang sebelumnya telah dikumpulkan di
rektum. Proses ini sering disebut proses defikasi. Anus bekerja ditopang oleh otot
polos yang berada di dalam anus dan otot lurik yang terletak di luar anus. Otot
lurik akan terpicu ketika feses menyentuh dinding rektum. Pada kondisi ini otot
polos mengendur hingga feses akan keluar tubuh. (Sarwadi & Erwanto. 2014; 37).
Buku Pintar Anatomi Tubuh Manusia.Jakarta:Dunia Cerdas.
2.1.2.2 Organ Asesoris
1. Hati
Hati merupakan kelenjar tersbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian
paling atas rongga abdomen, di sebelah kanan di bawah diafragma, dan memiliki
berat kurang lebih 1500 gram (kira – kira 2,5% orang dewasa).
Hati terdiri atas dua lobus, yaitu lobus kanan dan kiri yang dipisahkan oleh
ligamen falsiformis. Pada lobus kanan bagian belakang kantong empedu terdapat
sel yang bersifat fagositosis terhadap bakteri dan benda asing lain dalam darah.
Fungsi hati adalah menghasilkan cairan empedu, fagositosis bakteri, dan benda
asing lainnya, memproduksi sel darah merah dan menyimpan glikogen.
(AAA.Hidayat.2006;56).
2. Kantong Empedu
Kantung emepedu merupakan sebuah organ berbentuk seperti kantong yang
terletak di bawah kanan hati atau lekukan permukaan bawah hati sampai
pinggiran depan yang memiliki panjang 8 – 12 cm dan berkapasitas 40 – 60 cm2.
Kantong empedu memilki bagian fundus, leher, dan tiga pembungkus, yaitu
sebelah luar pembungkus peritoneal, sebelah tengah jaringan berotot tak bergaris,
dan sebelah dalam membran mukosa.
Fungsi kantong empedu adalah tempat menyimpan cairan empedu,
memekatkan cairan empedu yang berfungsi memberi pH sesuai dengan pH
optimum enzim – enzim pada usus halus, mengemulsi garam – garam empedu,
mengemulasi lemak, mengekskresi beberapa zat yang tak digunakan oleh tubuh,
dan memberi warna pada feses, yaitu kuning kehijau – hijauan (dihasilkan oleh
pigmen empedu). Cairan empedu mengandung air, garam, empedu, lemak,
kolesterol, pigmen fosfolipid, dan sedikit protein. (AAA.Hidayat.2006;55).
3. Pankreas
Pankreas meupakan kelenjar yang strukturnya sama seperti kelenjar ludah
dan memilki panjang kurang lebih 15 cm. Pankreas terdiri atas tiga bagian, yaitu
bagian kepala pankreas yang paling lebar, badan pankreas yang letaknya di
belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama, serta bagian ekor
pankreas yang merupakan bagian runcing di sebelah kiri dan menyentuh limpa.
Pankreas memilki dua fugsi, yaitu fungsi eksokrin yang dilaksanakan oleh
sel sekretori yang membentuk getah pankreas berisi enzim serta elektrolit dan
fungsi endokrin yang tersebar di antara alveoli pankreas. (AAA.Hidayat.2006;56).
2.1.3 Etiologi Ileus Paralitik
Walaupun predisposisi ileus biasanya terjadi akibat pascabedah abdomen,
tetapi ada faktor predisposisi lain yang mendukung peningkatan risiko terjadinya
ileus, diantaranya (Behm, 2003) sebagai berikut :
1. Sepsis.
2. Obat-obatan (misalnya : opioid, antasid, coumarin, amitriptyline,
chlorpromazine).
3. Gangguan elektrolit dan metabolik (misalnya hipokalemia, hipomagnese-
mia, hipernatremia, anemia, atau hiposmolalitas).
4. Infark miokard.
5. Pneumonia.
6. Trauma (misalnya : patah tulang iga, cedera spina).
7. Bilier dan ginjal kolik.
8. Cedera kepala dan prosedur bedah saraf.
9. Inflamasi intra abdomen dan peritonitis.
10. Hematoma retroperitoneal.
Ileus pada pasien rawat inap ditemukan pada : (1) proses intraabdominal
seperti pembedahan perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis,
pankreatitis, perdarahan); (2) sakit berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan
yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi berat, uremia, dibetes ketoasidosis,
dan ketidakseimbangan elektrolit (hipokalemia, hiperkalsemia, hipomagnesemia,
hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang mempengaruhi motilitas usus (opioid,
antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya pertama
kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon
(48- 72 jam).
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya
obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk
mengangkut isi usus. Kurangnya tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan
akumulasi gas dan cairan dalam usus. Meskipun ileus disebabkan banyak faktor,
keadaan pascaoperasi adalah keadaan yang paling umum untuk terjadinya ileus.
Memang, ileus merupakan konsekuensi yang diharapkan dari pembedahan perut.
Fisiologisnya ileus kembali normal spontan dalam 2-3 hari, setelah motilitas
sigmoid kembali normal. Ileus yang berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah
operasi dapat disebut ileus adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi.
Sering, ileus terjadi setelah operasi intraperitoneal, tetapi mungkin juga
terjadi setelah pembedahan retroperitoneal dan extra-abdominal. Durasi ter-
panjang dari ileus tercatat terjadi setelah pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi
usus dikaitkan dengan jangka waktu yang lebih singkat daripada reseksi kolon
ileus terbuka.
Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan
ileus merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi
paru. Ileus juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan,
ileus meningkatkan biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di
rumah sakit. Penyakit/keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasi-
fikasikan seperti yang tercantum dibawah ini:
1. Neurogenik. Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan ureter,
iritasi persarafan splanknikus, pankreatitis.
2. Metabolik. Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia),
uremia, komplikasi DM, penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple.
3. Obat-obatan. Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiazin,
antihistamin.
4. Infeksi/ inflamasi. Pneumonia, empiema, peritonitis, infeksi sistemik berat
lainnya.
5. Iskemia usus.

2.1.4 Klasifikasi Ileus Paralitik


Terdapat 2 jenis obstruksi :
1. Obstruksi paralitik (ileus paralitik)
Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma
yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif,
suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2
sampai 3 hari.
2. Obstruksi mekanik
Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan
ekstrinsik. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks
(satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2
obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan
intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah,
iskemia dan infark (strangulasi) sehingga menimbulkan obstruksi strangulate

2.1.5 Patofisiologi Ileus Paralitik


Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya
sistem saraf simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus
gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang
ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya
melalui dua cara : pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung norepineprin
pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia merangsangnya), dan pada
tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari noreepineprin pada neuron-
neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada sistem simpatis
dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal.
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik
akan menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastro
intestinal, namun tidak semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf
parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa neuron bersifat inhibitorik, ujung
seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor, kemungkinan peptide
intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik
atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik dimana peristaltic
dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-
mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Perubahan pato-
fisiologi utama pada obstruksi usus adalah lumen usus yang tersumbat secara
progresif akan tergang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat
peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium
dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam
saluran cerna setiap hari ke sepuluh. Tidak adanya absorbs dapat mengakibatkan
penimbunan intralumen
dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai
merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolik.
Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairan ekstrasel
yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan
perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus
mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorbs cairan dan peningkatan sekresi
cairan ke dalam usus. Efek local peregangan usus adalah iskemia akibat distensi
dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin
bakteri kedalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan
bakteriemia.
Pada obstruksi mekanik simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai
gangguan vaskuler dan neurologic. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus,
dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit.
Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan
absorbs membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi edema dan
kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus
dan progresif akan mengacaukan peristaltic dan fungsi sekresi mukosa dan
meningkatkan risiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan
kematian.
13

Etiologi : Etiologi :
1. Sepsis (terjadi ketika bahan kimia yang dilepaskan didalam aliran darah untuk 7. Inflamasi intra abdomen dan peritonitis
WOC Ileus Paralitik melawan infeksi memicu peradangan di seluruh tubuh. (menyebabkan infeksi menyebar ke
2. Obat-obatan (misalnya : opioid, antasid, coumarin, amitriptyline, chlorpromazine). seluruh tubuh)
3. Gangguan elektrolit, metabolik, bilier dan ginjal kolik (misalnya hipokalemia, 8. Hematoma retroperitoneal ( kumpulan Pemeriksaan penunjang:
hipomagnese-mia, hipernatremia, anemia, atau hiposmolalitas). darah ini bisa berukuran setitik kecil, tapi 1. Pemeriksaan Radiologi
bisa juga berukuran besar dan - Foto polos abdomen 3 posisi
4. Infark miokard (terjadi ketika gumpalan darah menghalangi aliran darah ke jantung)
- Pemeriksaan radiologi
5. Pneumonia (napas cepat) menyebabkan pembengkakan)
dengan Barium Enema
6. Trauma dan cedera kepala (misalnya : patah tulang iga, cedera spina). - CT–Scan
2. Pemeriksaan Laboratorium
hingga terjadi penyumbatan di usus. Penyumbatan atau akibat ileus paralitik sering disebut dengan pseudo-obstruction. Ileus paralitik akan menyebabkan penumpukan makanan di dalam usus. Akibatnya, penderita dapat mengalami sembelit, begah, mua
Manifestasi klinis:
Gangguan pergerakan usus akibat kelumpuhan otot usus. Distensi yang hebat tanpa rasa nyeri (kolik).
Mual dan mutah.
Tak dapat defekasi dan flatus, sedikitnya 24-48 jam.
Pada palpasi ringan perut, ada nyeri ringan, tanpa defans muskuler.
Bising usus menghilang.
Ileus Paralitik Gambaran radiologis : semua usus menggembung berisi udara.

B1 B2 B3 B4 B5 B6
Breathing Blood Brain Bladder Bowel Bone

Tekanan intralumen Distensi abdomen Distensi abdomen Distensi abdomen Kelemahan


Distensi abdomen
meningkat

Nyeri Tekanan intralumen Nyeri saat Gerakan isi MK: Intoleransi


Kontraksi otot-otot
meningkat beraktivitas lambung Aktivtas
abdomen ke diafragma
ke mulut
Gelisah
Iskemia dinding
Relaksasi otot-otot Ketidakmampu
usus Mual / muntah
diafragma terganggu Kontraksi jantung a n melakukan
meningkat personal
Merangsang hygiene
Intake kurang
Ekspansi paru Waktu tidur berkurang resptor nyeri
menurun
MK: Defisit
MK: Nyeri Akut MK: Risiko
MK: Gangguan perawatan diri
ketidakseimbangan elektrolit
MK: Pola napas pola tidur
tidak efektif
14

2.1.6 Manifestasi Klinis Ileus Paralitik


Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal
distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula
tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan
keluhan perut kembung pada ileus obstruksi.
Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai
nyeri kolik abdomen yang paroksismal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya
distensi abdomen, perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan jarang
bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya menyatakan
perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal
(nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis,
manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran peritonitis.
Gejala klinisnya,yaitu :
1. Distensi yang hebat tanpa rasa nyeri (kolik).
2. Mual dan mutah.
3. Tak dapat defekasi dan flatus, sedikitnya 24-48 jam.
4. Pada palpasi ringan perut, ada nyeri ringan, tanpa defans muskuler.
5. Bising usus menghilang.
6. Gambaran radiologis : semua usus menggembung berisi udara.

2.1.7 Komplikasi Ileus Paralitik


1. Nekrosis usus.
2. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada
organ intra abdomen.
3. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga
terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
4. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan
cepat.
5. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
6. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi.
7. Pneumonia aspirasi dari proses muntah.
8. Gangguan elektrolit, refluk muntah dapat terjadi akibat distensi abdomen.
Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan kalium dari lambung,
serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Ileus Paralitik


2.1.8.2 Pemeriksaan radiologi
1. Foto polos abdomen 3 posisi
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus) memper-
lihatkan dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas antara air dan
udara atau gas (air-fluid level) yang membentuk pola bagaikan tangga,
posisi setengah duduk untuk melihat Gambaran udara cairan dalam usus
atau di luar usus, misalnya pada abses, Gambaran udara bebas di bawah
diafragma, Gambaran cairan di rongga pelvis atau abdomen bawah.
2. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus
halus. Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu
obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos
abdomen. Pada anak-anak dengan intussuscepsi, pemeriksaan enema
barium tidak hanya sebagai diagnostik tetapi juga mungkin sebagai terapi.
3. CT–Scan
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos
abdomen dicurigai adanya strangulasi. CT–Scan akan mempertunjukkan
secara lebih teliti adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus,
dan peritoneum. CT–Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat
kontras kedalam pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui
derajat dan lokasi dari obstruksi.
2.1.8.3 Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada
urinalisa mungkin menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat
mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic.
2.1.9 Penatalaksanaan Medis Ileus Paralitik
2.1.9.2 Konservatif
1. Penderita dirawat di rumah sakit.
2. Penderita dipuasakan
3. Kontrol status airway, breathing and circulation.
4. Dekompresi dengan nasogastric tube.
5. Intravenous fluids and electrolyte
6. Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
2.1.9.3 Farmakologis
1. Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
2. Analgesik apabila nyeri.
2.1.9.4 Operatif
1. Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis.
2. Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
3. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah
yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.

2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Kebutuhan Nutrisi)


2.2.1 Definisi Nutrisi
Nutrisi adalah elemen yang dibutuhkan untuk proses dan fungsi tubuh.
Kebutuhan energi didapatkan dari berbagai nutrisi, seperti: karbohidrat, protein,
lemak, air, vitamin, dan mineral. Makanan terkadang dideskripsikan berdasarkan
kepadatan nutrisi mereka, yaitu proporsi nutrisi yang penting berdasarkan jumlah
kilokalori. Makanan dengan kepadatan nutrisi yang rendah, seperti alkohol atau
gula, adalah makanan yang tinggi kilokalori tetapi rendah nutrisi. (Potter & Perry,
2010; 274).

Nutrisi adalah salah satu komponen penting yang menunjang kelangsungan


proses tumbuh kembang. Selama masa tumbuh kembang, anak sangat
membutuhkan zat gizi seperti protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, dan
air.
Apabila kebutuhan tersebut kurang terpenuhi, maka proses tumbuh kembang
selanjutnya dapat terhambat. (AAA, Hidayat, 2006;38).

Nutrisi adalah proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh
yang bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh. (AAA,
Hidayat, 2006; 52).

Gangguan pemenuhan nutrisi adalah pemenuhan nutrisi yang tidak sesuai


dengan kebutuhan metabolic yang dibutuhakan oleh tubuh. (Lynda
Juall,Carpenito,2006)

Adapun jenis-jenis nutrisi yang diperlukan tubuh antara lain:


1. Karbohidrat Merupakan sumber energi utama dan sumber serat pangan.
2. Protein Merupakan konstituen penting pada semua sel, terdiri dari
asamasam amino.
3. Lemak Merupakan sumber energi yang dipadatkan.
4. Vitamin Merupakan bahan organik yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh
dan berfungsi sebagai katalisator proses metabolisme tubuh.
5. Air Merupakan komponen terbesar penyusun tubuh manusia. Pemenuhan
kebutuhan air dapat berasal dari minuman, makanan, dan sayuran.
6. Mineral Merupakan bahan anorganik yang berfungsi untuk menjaga
keseimbangan tubuh.

2.2.2 Anatomi Fisiologi


Sistem yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi adalah sistem
pencernaan yang terdiri atas saluran pencernaan dan organ asesoris. Saluran
pencernaan dimulai dari mulut sampai usus halus bagian distal, sedangkan organ
asesoris terdiri atas hati, kantong empedu, dan pankreas. Ketiga organ ini
membantu terlaksananya pencernaan makanan secara kimiawi.
(AAA.Hidayat.2006;52).
2.2.2.1 Saluran Pencernaan
1. Mulut
Mulut merupakan bagian awal dari saluran pencernaan terdiri atas dua
bagian luar yang sempit (vestibula), yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir, pipi dan
bagian dalam, yaitu rongga mulut. Di dalam mulut, makanan mengalami proses
mekanis melalui pengunyahan yang akan membuat makanan dapat hancur sampai
merata, dibantu oleh enzim amilase yang akan memecah amilum yang terkandung
dalam makanan menajdi maltosa. (AAA.Hidayat.2006;52).
2. Faring & Esofagus
Faring merupakan bagian saluran pencernaan yang terletak di belakang
hidung, mulut, dan laring. Faring berbentuk kerucut dengan bagian terlebar di
bagian atas hingga vertebra servikal keenam. Faring langsung berhubungan
dengan esofagus, sebuah tabung yang memiliki otot dengan panjang kurang lebih
20 – 25 sentimeter dan terletak di belakang trakea, di depan tulang punggung,
kemudian masuk melalui toraks menembus diafragma yang berhubungan
langsung dengan abdomen serta menyambung dengan lambung.
Esofagus merupakan bagian yang berfungsi menghantarkan makanan dari
faring menuju ke lambung. Esofagus berbentuk seperti silinder yang berongga
dengan panjang kurang lebih dua sentimeter dengan kedua ujungnya dilindungi
oleh sfingter. Dalam keadaan normal, sfingter bagian atas selalu tertutup, kecuali
bila ada makanan dilakukan dengan cara peristaltik, yaitu lingkaran serabut otot di
depan makanan mengendor dan yang di belakang makanan berkontraksi.
(AAA.Hidayat.2006;52).
3. Lambung
Lambung merupakan bagian saluran pencernaan yang terdiri atas bagian
atas disebut fundus bagian utama, dan bagian bawah berbentuk horizontal (antrum
pilorik). Lambung berhubungan langsung dengan esofagus melalui orifisium atau
kardia dan dengan duodenum melalui orifisium pilorik. Lambung terletak di
bawah diafragma dan di depan pankreas, sedangkan limpa menempel pada
sebelah kiri fundus.
Lambung mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi sekresi dan pencernaan.
Fungsi motoris lambung adalah sebagai reservoir untuk menampung makanan
samapi dicerna sedikit demi sedikit dan sebagai pencampur adalah memecah
makanan menjadi partikel – partikel kecil yang dapat bercampur dengan asam
lambung. Fungsi sekresi dan pencernaan adalah mensekresi pepsin dan HCl yang
akan memecah protein menjadi pepton, amilase memecah amilum menjadi
maltosa, lipase memecah lemak menjadi asam lemak, dan gliserol membentuk
sekresi gastrin, mensekresi faktor intrinsik yang memungkinkan absorbsi vitamin
B12 yaitu di ileum, dan mensekresi mukus yang bersifat protektif. Makanan
berada pada lambung selama 2 – 6 jam, kemudian bercampur dengan getah
lambung (cairan asam bening tak berwarna) yang mengandung 0,4% HCl untuk
mengasamkan semua makanan serta bekerja sebagai antiseptik dan desinfektan.
Dalam getah lambung terdapat beberapa enzim, diantaranya pepsin, dihasilkan
oleh pepsinogen serta berfungsi mengubah makanan menjadi bahan yang lebih
mudah larut dan renin, berfungsi mengubah makanan menjadi bahan yang lebih
dari karsinogen yang dapat larut. (AAA.Hidayat.2006;53).
4. Usus Halus
Usus halus merupakan tabung berlipat – lipat dengan panjang kurang lebih
2,5 meter dalam keadaan hidup. Usus halus terdiri atas tiga bagian, yaiut
duodenum dengan panjang kurang lebih 25 cm, jejunum dengan panjang kurang
lebih 2 m, dan ileum dengan panjang kurang lebih 1 m atau 3/5 akhir dari usus.
Lapisan dinding dalam usus halus menyerupai beludru. Pada permukaan setiap
vili terdapat tonjolan yang menyerupai jari – jari, yang disebut mikrovili.
Fungsi usus halus pada umumnya adalah mencerna dan mengabsorbsi chime
dari lambung. Zat – zat makanan yang telah halus akan diabsorbsi di dalam usus
halus, yaitu pada duodenum, dan disini terjadi absorbsi besi, kalsium dengan
bantuan vitamin D. Vitamin A, D, E, dan K dengan bantuan empedu dan asam
folat. (AAA.Hidayat.2006;53).
5. Usus Besar
Usus besar atau juga disebut sebagi kolon merupakan sambungan dari usus
halus yang dimulai dari aktup ileokolik yang merupakan tempat lewatnya
makanan. Usus besar memilki panjang kurang lebih 1,5 meter. Kolon terbagi atas
desenden, sigmoid, dan berakhir di rektum yang panjangnya kira – kira 10 cm dari
usus besar, dimulai dari kolon sigmoideus dan berakhir pada saluran anal. Tempat
kolon asenden membentuk belokan tajam di abdomen atas bagian kanan disebut
fleksura hepatis, sedang tempat kolon transversum membentuk belokan tajam di
abdomen atau bagian kiri disebut fleksura lienalis.
Fungsi utama usus besar adalah mengabsorbsi air (kurang lebih 90%)
elektrolit, vitamin, dan sedikit glukosa. Kapasitas absorbsi air kurang lebih 5000
cc/hari. Flora yang terdapat pada usus besar berfungsi untuk menyintesis vitamin
K dan B serta memungkinkan pembusukan sisa – sisa makanan.
(AAA.Hidayat.2006;54).
6. Anus
Anus bertugas mengeluarkan feses yang sebelumnya telah dikumpulkan di
rektum. Proses ini sering disebut proses defikasi. Anus bekerja ditopang oleh otot
polos yang berada di dalam anus dan otot lurik yang terletak di luar anus. Otot
lurik akan terpicu ketika feses menyentuh dinding rektum. Pada kondisi ini otot
polos mengendur hingga feses akan keluar tubuh. (Sarwadi & Erwanto. 2014; 37).
Buku Pintar Anatomi Tubuh Manusia.Jakarta:Dunia Cerdas.
2.2.2.2 Organ Asesoris
1. Hati
Hati merupakan kelenjar tersbesar di dalam tubuh yang terletak di bagian
paling atas rongga abdomen, di sebelah kanan di bawah diafragma, dan memiliki
berat kurang lebih 1500 gram (kira – kira 2,5% orang dewasa).
Hati terdiri atas dua lobus, yaitu lobus kanan dan kiri yang dipisahkan oleh
ligamen falsiformis. Pada lobus kanan bagian belakang kantong empedu terdapat
sel yang bersifat fagositosis terhadap bakteri dan benda asing lain dalam darah.
Fungsi hati adalah menghasilkan cairan empedu, fagositosis bakteri, dan benda
asing lainnya, memproduksi sel darah merah dan menyimpan glikogen.
(AAA.Hidayat.2006;56).
2. Kantong Empedu
Kantung emepedu merupakan sebuah organ berbentuk seperti kantong yang
terletak di bawah kanan hati atau lekukan permukaan bawah hati sampai pinggiran
depan yang memiliki panjang 8 – 12 cm dan berkapasitas 40 – 60 cm2. Kantong
empedu memilki bagian fundus, leher, dan tiga pembungkus, yaitu sebelah luar
pembungkus peritoneal, sebelah tengah jaringan berotot tak bergaris, dan sebelah
dalam membran mukosa.
Fungsi kantong empedu adalah tempat menyimpan cairan empedu,
memekatkan cairan empedu yang berfungsi memberi pH sesuai dengan pH
optimum enzim – enzim pada usus halus, mengemulsi garam – garam empedu,
mengemulasi lemak, mengekskresi beberapa zat yang tak digunakan oleh tubuh,
dan memberi warna pada feses, yaitu kuning kehijau – hijauan (dihasilkan oleh
pigmen empedu). Cairan empedu mengandung air, garam, empedu, lemak,
kolesterol, pigmen fosfolipid, dan sedikit protein. (AAA.Hidayat.2006;55).
3. Pankreas
Pankreas meupakan kelenjar yang strukturnya sama seperti kelenjar ludah
dan memilki panjang kurang lebih 15 cm. Pankreas terdiri atas tiga bagian, yaitu
bagian kepala pankreas yang paling lebar, badan pankreas yang letaknya di
belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama, serta bagian ekor
pankreas yang merupakan bagian runcing di sebelah kiri dan menyentuh limpa.
Pankreas memilki dua fugsi, yaitu fungsi eksokrin yang dilaksanakan oleh
sel sekretori yang membentuk getah pankreas berisi enzim serta elektrolit dan
fungsi endokrin yang tersebar di antara alveoli pankreas. (AAA.Hidayat.2006;56).

2.2.3 Etiologi
Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pada
kebutuhan nutrisi, antara lain.
a. Intake nutrisi
b. Kemampuan mendapat dan mengolah makanan
c. Gangguan menelan dan sakit gigi
d. Anoreksia
e. Nausea dan vomiter (mual dan muntah)
f. Obstruksi saluran cerna
g. Malabsorbsi nutrien
h. Stres dan depresi
i. Pertumbuhan
j. Gaya hidup dan kebiasaan
k. Kebudayaan dan kepercayaan, seperti orang asia yang lebih memilih
padi sebagai makanan pokok.
l. Sumber ekonomi
m. Kelemahan fisik, seperti atritis (kelainan pada sendi)

2.2.4 Klasifikasi
2.2.4.1 Kurang dari Kebutuhan Nutrisi
Kondisi ketika individu, yang tidak puasa, mengalami atau berisiko
mengalami ketidakadekuatan asupan atau metabolisme nutrien untuk
kebutuhan metabolisme dengan atau tanpa disertai penurunan berat badan.
(Carpenito, LJ.2012; 346).
Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
(Wilkinson Judith, 2011; 503).
Kekurangan nutrisi merupakan keadaan yang dialami seseorang dalam
keadaan tidak berpuasa (normal) atau resiko penurunan berat badan akibat
ketidakcukupan asupan nutrisi kebutuhan matabolisme. (AAA.Hidayat. 2006;
67).

Tanda klinis :
 Berat badan 10-20% dibawah normal
 Tinggi badan dibawah ideal
 Lingkar kulit trisep lengan tengah kurang dari 60% ukuran standar.
 Adanya kelemahan dan nyeri tekan pada otot
 Adanya penurunan albumin serum
 Adanya penurunan transferin

Kemungkinan penyebab :
 Meningkatnya kebutuhan kalori dan kesulitan dalam mencerna kalori akibat
penyakit infeksi atau kanker
 Disfagia karena adanya kelainan
 Penurunan absrobsi nutrisi akibat penyakit crohn atau intoleransi laktosa.
 Nafsu makan menurun. (AAA.Hidayat. 2006; 67).

2.2.4.2 Lebih dari Kebutuhan Nutrisi


Kondisi ketika individu mengalami atau berisiko mengalami kenaikan berat
badan yang berhubungan dengan asupan yang melebihi kebutuhan metabolik.
(Carpenito, LJ.2012; 360).
Asupan nutrisi yang melebihi kebutuhan metabolik. (Wilkinson Judith M,
2011; 512). Kelebihan nutrisi merupakan suatu keadaan yang dialami
seseorang yang mempunyai resiko peningkatan berat badan akibat asupan
kebutuhan metabolisme secara berlebih.

Tanda klinis :
 Berat badan lebih dari 10% berat ideal
 Obesitas (lebih dari 20% berat ideal).
 Lipatan kulit trisep lebih dari 15 mm pada pria dan 25 mm pada wanita
 Adanya jumlah asupan yang berlebihan
 Aktivitas menurun atau monoton.

Kemungkinan penyebab :
 Perubahan pola makan
 Penurunan fungsi pengecapan dan penciuman. (AAA.Hidayat.2006; 67).

2.2.4 Patofisiologi
Kondisi fisiologis yang mempengaruhi status nutrisi termasuk tingkat
aktivitas, keadaan penyakit, kemampuan daya beli dan menyiapkan makanan serta
prosedur dan pengobatan yang dilakukan. Bergantung pada tingkat aktivitas, maka
nutrisi dan kilokalori diperlukan untuk meningkatkan, sehingga tingkat aktivitas
akan meningkat atau menurun. Sementara, status penyakit dan prosedur atau
pengobatan yang dilakukan mempunyai dampak pada asupan makanan,
pencernaan, absorbsi, metabolisme dan ekskresi

Pola makan tidak teratur

Berkurangnya pemasukan makanan

Kekosongan lambung

Erosi pada lambung

Produksi asam lambung meningkat

Refleks muntah

Intake makanan tidak adekuat

Kekurangan nutris

2.2.6 Manifestasi Klinis


Ada beberapa tanda dan gejala pada ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi
secara umum, di antaranya.
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
a. Kram dan nyeri abdomen
b. Nafsu makan menurun
c. Berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan ideal
d. Kerapuhan kapiler
e. Diare
f. Kehilangan rambut berlebih
g. Bising usus hiperaktif
h. Tonus otot menurun
i. Mual dan muntah
j. Cepat kenyang setelah makan
k. Mengeluh gangguan sensasi rasa
l. Sariawan rongga mulut m. Sukar menelan
2. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
a. Disfungsi pola makan
b. Nafsu makan berlebih
c. Aktivitas monoton
d. Lipatan otot trisep >25cm pada wanita, >15cm pada pria

2.2.7 Komplikasi
2.2.7.1 Pengetahuan
Pengetahuan yang kurang tentang manfaat makanan bergizi dapat
mempengaruhi pola konsumsi makan.
2.2.7.2 Prasangka
Prasangka buruk terhadap beberapa jenis bahan makanan bergizi tinggi
dapat mempengaruhi status gizi seseorang.
2.2.7.3 Kebiasaan
Adanya kebiasaan yang merugikan atau pantangan terhadap makanan
tertentu juga dapat mempengaruhi status gizi
2.2.7.4 Kesukaan
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan dapat
mengakibatkan kurang variasi makanan, sehingga tubuh tidak memperoleh
zat-zat yang dibutuhkan secara cukup. (AAA.Hidayat.2006;69).
2.2.7.5 Ekonomi
Status ekonomi dapat mempengaruhi perubahan status gizi karena
penyediaan makanan bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit.
(AAA.Hidayat.2006;70).
2.2.7.6 Peningkatan basal metabolism rate.
2.2.7.7 Aktivitas tubuh
2.2.7.8 Faktor usia
2.2.7.9 Suhu lingkungan
2.2.7.10 Penyakit atau status kesehatan. (Tartowo.Wartonah.2006; 30).

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pada pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemeriksaan penunjang yang dilakukan
seperti.

a. Rontgen
b. USG
c. Laboratorium
2.2.9 Penatalaksanaan Medis
2.2.9.1 Perbaikan gizi
2.2.9.2 Pendidikan kesehatan
2.2.9.3 Pengobatan
2.2.9.4 Kolaborasi
a. Pemberian cairan parenteral
b. Pemberian obat-obatan peroral maupun parenteral
c. Pengaturan diet terprogram sesuai saran ahli gizi
d. Penyuluhan tentang penyimpangan dan penyajian makanan

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
2.3.1.1 Pengumpulan Data, Meliputi
1) Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku,
pendidikan, no register, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Biasanya klien dengan ileus paralitik akan mengalami nyeri pada
abdomennya biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan dan nyeri lepas,
abdomen tegang dan kaku.
3) Riwayat Penyakit
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien ileus paralitik terjadi karena hipomotilitas dari saluran
pencernaan tanpa adanya obstruksi usus mekanik. Diduga, otot dinding
usus terganggu dan gagal untuk mengangkut isi usus. Kurangnya
tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan akumulasi gas dan
cairan dalam usus. Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan
pascaoperasi adalah keadaan yang paling umum untuk terjadinya ileus.
Memang, ileus merupakan konsekuensi yang diharapkan dari
pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali normal spontan dalam
2- 3 hari, setelah motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang
berlangsung selama lebih dari 3 hari setelah operasi dapat disebut ileus
adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada klien ileus paralitik pernah mengalami kejadian ini atau tidak
sebelumnya.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada keluarga klien ada / tidak anggota keluarga yang mempunyai
penyakit yang sama dengan klien.
2.3.1.2 Pemeriksaan Fisik B1-B6
1) B1 (Breathing)
Pada klien ileus paralitik di sistem pernafasan biasanya terjadi peningkatan
frekuensi napas, napas pendek dan dangkal
2) B2 (Blood)
Pada klien ileus paralitik di sistem kardivaskuler biasanya terjadi takikardi,
pucat, hipotensi (tanda syok)
3) B3 (Brain)
Pada klien ileus paralitik di sistem persyarafan biasanya terjadi nyeri melilit
dari perut sekitar pusar (supra umbilikus) menyebar ke bagian atas.
4) B4 (Bladder)
Pada klien ileus paralitik di sistem perkemihan biasanya terjadi retensio
urine akibat tekanan distensi abdomen, anuria/oliguria, jika syok hipovolemik
5) B5 (Bowel)
Pada klien ileus paralitik di sistem pencernaan biasanya terjadi distensi
abdomen, muntah, bising usus meningkat, lemah atau tidak ada,
ketidakmampuan defekasi dan flatus.
6) B6 (Bone)
Pada klien ileus paralitik di tulang, otot dan integument biasanya terjadi
kelelahan, kesulitan ambulansi, turgor kulit buruk, membran mukosa pecah-pecah
(syok).

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan ileus
obstruksi adalah sebagai berikut : (Doenges, M.E. 2001 dan Wong D.L)
2.3.2.1 Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen ditandai dengan nyeri melilit
dari perut sekitar pusar (supra umbilikus) menyebar ke bagian atas.
2.3.2.2 Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adequat ditandai dengan ketidakefektifan penyerapan usus halus.
2.3.2.3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorbsi nutrisi ditandai dengan mual muntah.

2.3.3 Intervensi Keperawatan


Perencanaan keperawatan pada klien dengan ileus paralitik meliputi :
Diagnosa I : Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen ditandai dengan nyeri
melilit dari perut sekitar pusar (supra umbilikus) menyebar ke bagian atas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam rasa nyeri
teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil :
- Pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan
- menyatakan nyeri pada tingkat dapat ditoleransi
- menunjukkan rileks.
- TTV dalam batas normal
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV 1. Untuk mengetahui perkembangan
klien.
2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik dan 2. Mengetahui kekuatan nyeri yang
skala nyeri yang dirasakan pesien dirasakan pasien dan menentukan
sehubungan dengan adanya distensi tindakan selanjutnya guna
abdomen mengatasi nyeri.
3. Berikan posisi yang nyaman: posisi 3. Posisi yang nyaman dapat
semi fowler mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien
4. Anjurkan penggunaan teknik 4. Mengalihkan perhatian terhadap
manajemen nyeri (relaksasi dan nyeri, meningkatkan kontrol
distraksi ) terhadap nyeri yang mungkin
berlangsung lama
5. Lakukan kolaborasi dengan tim 5. Merupakan tindakan dependen
medis dalam pemberian analgetik perawat, dimana analgetik
berfungsi untuk memblok
stimulasi nyeri.

Diagnosa II : Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan


dengan intake yang tidak adequat ditandai dengan ketidakefektifan
penyerapan usus halus
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan
cairan dan elektrolit terpenuhi.
Kriteria hasil :
- TTV normal
- Intake dan output cairan seimbang
- Turgor kulit elastic
- Mukosa lembab
- Elektrolit dalam batas normal

Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan cairan pasien 1. Mengetahui kebutuhan cairan
2. Observasi tanda-tanda vital pasien.
2. Perubahan yang drastis pada tanda-
tanda vital merupakan indikasi
3. Observasi tingkat kesadaran dan kekurangan cairan.
tanda-tanda syok 3. kekurangan cairan dan elektrolit
dapat mempengaruhi tingkat
kesadaran dan mengakibatkan syok.
4. Observasi bising usus pasien tiap 4. Menilai fungsi usus
1- 2 jam
5. Monitor intake dan output secara 5. Menilai keseimbangan cairan
ketat
6. Pantau hasil laboratorium serum 6. Menilai keseimbangan cairan dan
elektrolit, hematokrit elektrolit
7. Beri penjelasan kepada pasien dan 7. Meningkatkan pengetahuan pasien
keluarga tentang tindakan yang dan keluarga serta kerjasama antara
dilakukan: pemasangan NGT dan perawat-pasien-keluarga.
puasa.
8. Kolaborasi dengan medik untuk 8. Memenuhi kebutuhan cairan dan
pemberian terapi intravena elektrolit pasien.

Diagnosa III : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorbsi nutrisi ditandai dengan mual muntah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan
nutrisi teratasi.
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
- Berat badan stabil.
- Pasien tidak mengalami mual muntah.
Intervensi Rasional
1. Tinjau faktor-faktor individual 1. Mempengaruhi pilihan intervensi.
yang mempengaruhi kemampuan
untuk mencerna makanan, mis :
status puasa, mual, ileus paralitik
setelah selang dilepas.
2. Auskultasi bising usus; palpasi 2. Menentukan kembalinya peristaltik
abdomen; catat pasase flatus. ( biasanya dalam 2-4 hari ).
3. Identifikasi 3. Meningkatkan kerjasama pasien
kesukaan/ketidaksukaan diet dari dengan aturan diet. Protein/vitamin
pasien. Anjurkan pilihan makanan C adalah kontributor utuma untuk
tinggi protein dan vitamin C. pemeliharaan jaringan dan
perbaikan. Malnutrisi adalah fator
dalam menurunkan pertahanan
terhadap infeksi.

4. Observasi terhadap terjadinya 4. Sindrom malabsorbsi dapat terjadi


diare; makanan bau busuk dan setelah pembedahan usus halus,
berminyak. memerlukan evaluasi lanjut dan
perubahan diet, mis: diet rendah
serat.
5. Kolaborasi dalam pemberian obat- 5. Mencegah muntah. Menetralkan
obatan sesuai indikasi: Antimetik, atau menurunkan pembentukan
mis: proklorperazin (Compazine). asam untuk mencegah erosi
Antasida dan inhibitor histamin, mukosa dan kemungkinan ulserasi.
mis: simetidin (tagamet).

2.3.4 Implementasi Keperawatan


Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi).
2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Hasil akhir yang diharapkan dari perencanaan dan tindakan keperawatan
adalah:
2.3.5.1 Kekurangan volume cairan dan elektrolit klien teratasi
2.3.5.2 Kebutuhan nutrisi klien teratasi
2.3.5.3 Klien mengungkapkan nyeri hilang atau berkurang dan menunjukkan
ekspresi wajah / postur tubuh yang rileks.
32

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Dony Sentory


NIM : 2018.C.10a.0965
Ruang Praktek : Dahlia
Tanggal Praktek : 11-16 Mei 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 11 Mei 2020 pukul : 10:00 WIB

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Nn. B
Umur : 15 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Suku/Bangsa : Dayak / Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat : Jl. G.Obos


Tgl MRS : 11 Mei 2020
Diagnosa Medis : Ileus Paralitik

3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan


3.1.2.1 Keluhan Utama :
Klien mengatakan Nyeri Perut : timbul saat digerakan, Q : terasa sedang
seperti ditusuk-tusuk, R : di perut,, S : skala nyeri 7 (1-10), T :
berlangsung sekitar 1 menit .

3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :

32
33

Nn. B dirawat di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
sejak 2 hari yang lalu, klien langsung dibawa ke UGD RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya dengan keluhan mendadak nyeri perut, tidak bisa
buang air besar dan flatus. Pada saat dikaji klien masih mengalami nyeri
perut, nyeri berat dengan skala 7 (1-10), nyeri melilit dari perut sekitar
pusar (supra umbilikus) menyebar ke bagian atas, disertai dengan muntah
2 kali, tidak bisa buang air besar (BAB) dan flatus, nyeri timbul setiap 3-5
menit, nyeri bertambah jika tidur terlentang atau dalam posisi miring, dan
nyeri berkurang dalam posisi setengah duduk (semi fowler).
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Tidak ada riwayat operasi dan sakit pada saluran pencernaan sebelumnya.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan
klien

Genogram Keluarga

Keterangan :
1. Meninggal Dunia
2. Klien
3. Ibu Klien
4. Tinggal Serumah
3.1.3 Pemerikasaan Fisik
3.1.3.1 Keadaan Umum :
Klien tampak meringis kesakitan, kesadaran compos mentis, posisi
berbaring semi fowler.
3.1.3.2 Status Mental :
Tingkat kesadaran klien compos mentis, ekpresi wajah klien tampak
meringis, bentuk badan klien simetris, posisi berbaring semi fowler, klien
berbicara jelas, suasana hati klien sedih, penampilan klien kurang rapi, klien
mengetahui waktu pagi, siang dan malam dapat membedakan antara perawat
dan keluarga serta mengetahui dirinya sedang dirawat di rumah sakit, insigt
klien baik, dan mekanisme pertahanan diri klien adaptif.

3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :


Saat pengkajian TTV klien tanggal 11 Mei 2020 pukul 10:00 WIB, suhu
tubuh klien/ S = 36,7 °C tempat pemeriksaan axilla, nadi/N = 80 x/menit dan
pernapasan/ RR = 24 x/menit, tekanan darah TD = 100/ 70 mmhg.

3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)


Bentuk dada klien teraba simetris, klien tidak memiliki kebiasaan merokok,
klien tidak mengalami batuk, tidak ada sputum, tidak sianosis, tidak terdapat
nyeri, tidak sesak nafas, type pernapasanan klien tampak menggunakan
perut, irama pernapasan tidak teratur dan suara nafas klien vesikuler serta
tidak ada suara nafas tambahan.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah Keperawatan : tidak
ada

3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)


Klien tidak merasakan nyeri di dada, tidak ada merasakan keram dikaki,
klien tampak tidak pucat, tidak merasakan pusing, tidak mengalami
clubbing finger, tidak sianosis, tidak merasakan sakit kepala, tidak palpitasi,
tidak ada pingsan, capillary refill klien saat ditekan dan dilepaskan kembali
dalam 2 detik, tidak ada terdapat oedema, ictus cordis klien tidak terlihat,
vena
jugulasir klien tidak mengalami peningkatan, suara jantung klien (S1-S2)
reguler dan tidak ada mengalami kelainan.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.

3.1.3.6 Persyarafan (Brain)


Nilai GCS : E = 4 (membuka mata spontan), V = 5 (komunikasi verbal
baik), M = 6 (mengikuti perintah), total nilai GCS = 15 (normal), kesadaran
klien tampak normal, pupil isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri
positif, tidak vertigo, tampak gelisah, tidak aphasia, klien tidak merasakan
kesemutan, tidak bingung, tidak dysarthria dan tidak mengalami kejang.
Uji Syaraf Kranial :
3.1.3.6.1 Nervus Kranial I (Olvaktori) : Klien dapat membedakan bau-bauan
seperti : minyak kayu putih atau alcohol.
3.1.3.6.2 Nervus Kranial II (Optik) : Klien dapat melihat dengan jelas orang yang
ada disekitarnya.
3.1.3.6.3 Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil klien dapat berkontraksi saat
melihat cahaya.
3.1.3.6.4 Nervus Kranial IV (Trokeal) : Klien dapat menggerakan bola matanya
ke atas dan ke bawah.
3.1.3.6.5 Nervus Kranial V (Trigeminal) : Klien dapat mengunyah makanan
seperti : nasi, kue, buah.
3.1.3.6.6 Nervus Kranial VI (Abdusen) : Klien dapat melihat kesamping kiri
ataupun kanan.
3.1.3.6.7 Nervus Kranial VII (Fasial) : Klien dapat tersenyum.
3.1.3.6.8 Nervus Kranial VIII (Auditor) : Pasien dapat perkataaan dokter,
perawat dan keluarganya.
3.1.3.6.9 Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Klien dapat membedakan rasa
pahit dan manis.
3.1.3.6.10 Nervus Kranial X (Vagus) : Klien dapat berbicara dengan jelas.
3.1.3.6.11 Nervus Kranial XI (Asesori) : Klien dapat mengangkat bahunya.
3.1.3.6.12 Nervus Kranial XII (Hipoglosol) : Klien dapat menjulurkan lidahnya.
Uji Koordinasi :
Ekstermitas atas klien dapat menggerakan jari kejari dan jari kehidung.
Ekstermitas bawah klien dapat menggerakan tumit ke jempol kaki,
kestabilan tubuh klien tampak baik, refleks bisep kanan dan kiri klien baik
skala 1, trisep kanan dan kiri klien baik skla 1, brakioradialis kanan dan kiri
klien baik skla 1, patella kanan kiri klien baik skla 1, dan akhiles kanan dan
kiri klien baik skla 1, serta reflek babinski kanan dan kiri klien baik skla 1.
Keluhan lainnya : tidak
ada Masalah
keperawatatan :
Nyeri akut

3.1.7 Eliminasi Uri (Bladder)


Tidak ada masalah dalam eliminas urin, klien memproduksi urin 250 ml 5 x
24 jam (normal), dengan warna kuning khas aroma ammonia, klien tidak
mengalami masalah atau lancer, tidak menetes, tidak onkotinen, tidak
oliguria, tidak nyeri, tidak retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak
hematuria, tidak hematuria, tidak terpasang kateter dan tidak pernah
melakukan cytostomi.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.

3.1.8 Eliminasi Alvi (Bowel)


Bibir klien tampak lembab tidak ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi
klien lengkap tidak ada karies, gusi klien normal tampak kemerahan, lidah
klien tidak ada lesi, mokosa klien tidak ada pembengkakan, tonsil klien
tidak ada peradangan, rectum normal, tidak mengalami haemoroid, klien
tidak bisa BAB , tidak diare, konstipasi, kembung, bising usus klien
terdengar 3 x/hari, dan terdapat nyeri tekan ataupun benjolan di perut.
Keluhan lainnya : Nyeri Perut
Masalah keperawatan : Nyeri
Akut

3.1.9 Tulang – Otot – Integumen (Bone)


Kemampuan pergerakan sendi klien tampak bebas, tidak ada parase, tidak
ada paralise, tidak ada hemiparese, tidka ada krepitasi, tidak ada bengkak,
tidak ada kekakuan, tidak ada flasiditas, tidak ada spastisitas, ukuran otot
klien teraba simetris. Uji kekuatan otot ekstermitas atas = 5 (normal) dan
ektermitas bawah = 5 (normal). tidak terdapat peradangan dan perlukakaan
di bagian punggung bagian kanan, tangan kanan, pantat kaki kiri dan kaki
kanan dan tidak ada patah tulang, serta tulang belakang klien tampak teraba
normal.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalsah keperawatan : tidak
ada

3.1.10 Kulit-Kulit Rambut


Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan kosametik dan
lainnya. Suhu kulit klien teraba hangat, warna kulit normal, turgor baik,
tekstur halus, tidak terdapat lesi, tidak terdapat jaringan parut, tekstur
rambut halus, tidak terdapat distribusi rambut dan betuk kuku simetris.
Keluhan lainnya : tidak ada
Masalah keperawatan : tidak ada

3.1.11 Sistem Penginderaan


3.1.3.11.1 Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan klien normal tidak ada masalah, gerakan bola mata klien
tampak bergerak normal dengan visus : mata kanan (VOD) = 6/6 dan mata
kiri (VOS) = 6/6, sclera klien normal/ putih, warna konjungtiva anemis,
kornea bening, tidak terdapat alat bantu penglihatan pada klien dan tidak
terdapat adanya nyeri.
3.1.3.11.2 Telinga / Pendengaran
Pendengaran klien normal dan tidak ada berkurang, tidak berdengung dan
tidak tuli.
3.1.3.11.3 Hidung / Penciuman
Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat
patensi, tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak
terdapat
transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada masalah, sekresi
kuning lumayan kental, dan tidak ada polip.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.

3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe


Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada
teraba kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher
klien bergerak bebas.

3.1.3.13 Sistem Reproduksi


3.1.3.13.1 Reproduksi Wanita
Bagian reproduksi klien tidak tampak adanya kemerahan, tidak ada gatal-
gatal, tidak ada perdarahan, tidak ada flour albus, clitoris tidak menonjol,
labia lengkap,uretra baik/ normal, kebersihan baik, dan tidak ada keluhan
lainnya.

3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan


3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Klien mengatakan ”saya ingin cepat sembuh dan ingin segera pulang
kerumah serta ingin sekolah“.
3.1.4.2 Nutrisi dan Metabolisme
Klien tidak ada program diet, klien merasa mual, ada muntah 2x, tidak
mengalami kesukaran menelan dan tidak ada merasa haus.
TB : 158 Cm
BB sekarang : 43 Kg
BB Sebelum sakit : 43 Kg
IMT = BB
(TB)²
= 43

(158)²
= 17,22 (kurang)
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari Puasa 3x/ hari
Porsi - 1 piring

Nafsu makan - Baik


Jenis Makanan - Nasi, lauk pauk, sayur
Jenis Minuman - Air putih
Jumlah minuman/cc/24 jam - 1200 cc
Kebiasaan makan - Pagi, siang, malam
Keluhan/masalah - Tidak ada
Keluhan lainnya : muntah.
Maslsah keperawatan :
Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit

3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur


Klien mengatakan sulit tidur, ruangan terasa panas, ekpresi wajah klien
tampak meringis, tidur sebelum sakit : siang 45 menit dan malam 6 - 7 jam,
tidur sesudah sakit : tidak ada tidur siang, malam 5 jam.

Masalah Keperawatan
Gangguan pola tidur

3.1.4.4 Kognitif
Klien mengatakan “ia tidak senang dengan keadaan yang dialaminya dan
ingin cepat bermain”
Masalah keperawatan : tidak ada.

3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri,
peran)
Klien mengatakan tidak senang dengan keadaan yang dialaminya saat ini,
klien ingin cepat sembuh dari penyakitnya. Klien adalah seorang anak
perempuan, klien orang yang ramah, klien adalah seorang siswa SMP”.
Masalah keperawatan : tidak ada.

3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari


Sebelum sakit klien dapat berktivitas secara bebas , namun sesudah sakit
klien tidak dapat beraktivitas secara bebas akibat gerakan terbatas dan
didampingi oleh ibunya.
Masalah keperawatan : Tidak ada

3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress


Ibu klien mengatakan bila ada masalah Nn. B selalu bercerita dan meminta
bantuan kepada keluarga, dan keluarga selalu menolong Nn.B.
Masalah keperawatan : Tidak ada

3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan


Ibu klien mengatakan bahwa tidak ada tindakan medis yang bertentangan
dengan keyakinan yang di anut.
Masalah keperawatan : tidak ada.

3.1.5 Sosial - Spiritual


3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Klien dapat berkomunikasi dengan baik, dan klien dapat menceritakan
keluhan yang dirasakan kepada perawat.
3.1.5.2 Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa dayak dan bahasa Indonesia.
3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Hubungan klien dengan keluarga baik, dibuktikan dengan kelurga setiap
saat selalu memperhatikan dan mendampingi Nn. B selama diarawat di
rumah sakit.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Klien dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan dan dapat
berkomunikasi juga dengan keluarga serta orang lain.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat :
Menurut klien orang yang terdekat dengannya adalah ayah dan ibu.
3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Sebelum sakit biasanya digunakan klien untuk bermain dengan keluaga.
3.1.5.7 Kegiatan beribadah :
Sebelum sakit klien selalu menjalan ibadah sholat 5 waktu yang didampingi
oleh ibunya di saat sakit klien tidak bisa beribadah

3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laborato Rium, Penunjang Lainnya)


Data penunjang : 7 Maret 2020
Tabel pemeriksaan laboratorium dan radiologi
JENIS
Tanggal HASIL NILAI NORMAL ANALISA
PEMERIKSAAN
11/5/2020 HB 12,4 12-18 Normal
Leukosit 7800 4000-10.000 Normal
LED 40 0-20 Tinggi
SGOT 20 s/d 29 Normal
SGPT 18 s/d 29 Normal
Natrium 137 135-145 Normal
Kalium 4,2 3,5-5,5 Normal

Keterangan : Terdapat distribusi gas pada lambung, usus halus, colon


sigmoid dan rectum.
3.1.7 Penatalaksanaan Medis
Hari, tanggal : Senin 11 Mei 2020

No. Nama Obat Dosis Jam Cara Pemberiaan Sediaan


1 IVFD : Asering 30 tts/menit Intravena Flabot
2 Cefotaksim 2 x 1 gr 12 - 24 Intravena Flakon
3 Ranitidin 2x1 12 - 24 Intravena Ampul
4 Ketorolac 2x1 12 - 24 Intravena Ampul
5 Alinamin F 2x1 12 - 24 Intravena Ampul
6 Metronidazol 3 x 500 mg 12-20-04 Intravena Botol
7 Dulcolac supp 2x1 12 - 24 Per rectal Tablet supp
Palangka Raya, Senin 11 Mei 2020
Mahasiswa

Dony Sentory
NIM :
2018.C.10a.0965
ANALISIS DATA

DATA KEMUNGKINAN MASALAH


PENYEBAB

DS : Klien mengatakan nyeri Distensi abdomen


pada bagian abdomen
Tekanan intralumen Nyeri Akut
P : timbul saat digerakan meningkat
Q : seperti melilit-lilit
R : di perut
S : skala nyeri 7 (1-10) Iskemia dinding usus
T : berlangsung selama
1 menit. Merangsang reseptor
DO : nyeri

 Klien tampak kesakitan Cedera fisik (abses)


 Cara berbaring klien
tampak semi-fowler Nyeri akut
 Ekspresi wajah meringis
 Distensi abdomen
 Peristaltik usus 3 kali/menit
 TTV
TD : 100/70 mmHg
N : 84 x/menit
S : 36,7 0C
RR : 24 x/menit

DS : Klien mengatakan badan


lemas dan muntah 2 kali Distensi abdomen
Risiko
DO : Gerakan isi lambung ke Ketidakseimbangan
- Klien tampak lemah mulut Elektrolit

- Distensi abdomen Mual / muntah


- Cairan NGT hijau jumlah
± 400 cc Intake kurang

- TTV Risiko
TD : 100/70 mmHg ketidakseimbangan
N : 84 x/menit elektrolit
S : 36,7 0C
RR : 24 x/menit
DS : Klien mengatakan sulit Nyeri
tidur
Gelisah
DO :
Gangguan Pola
- Suhu kulit klien teraba hangat Waktu tidur berkurang Tidur
- Klien tampak gelisah.
- Wajah klien tampak meringis Ketidak nyamanan
- Tidak ada kuantitas tidur
siang Gangguan pola tidur
- Kuantitas tidur malam 5 jam.
- TTV
TD : 100/70 mmHg
N : 84 x/menit
S : 36,7 0C
RR : 24 x/menit
3.2 Prioritas Masalah

1. Nyeri Akut berhubungan dengan cedera fisik (abses) yang ditandai dengan
Nn. B merasa nyeri, P : timbul saat digerakkan, Q : seperti melilit-lilit R : di
perut, S : skala nyeri 7 (1-10), T : berlangsung selama 1 menit, klien tampak
kesakitan, cara berbaring semi-fowler, ekspresi wajah meringis, distensi
abdomen, peristalitik usus 3x kali/menit, dan hasil pemeriksaan TTV : TD :
100/70 mmHg, N : 84 x/menit, S : 36,7 0C, RR : 24 x/menit.
2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan muntah yang
ditandai dengan Nn. B mengatakan badan lemas dan muntah 2 kali, klien
tampak lemah, distensi abdomen, cairan NGT hijau jumlah ± 400cc dan hasil
pemeriksaan TTV : TD : 100/70 mmHg, N : 84 x/menit, S : 36,7 0C, RR : 24
x/menit.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidak nyamanan yang ditandai
dengan Nn. B mengatakan sulit tidur, suhu kulit klien teraba hangat, klien
tampak gelisah, wajah klien tampak meringis, tidak ada kuantitas tidur siang,
kuantitas tidur malam 5 jam, dan dan hasil pemeriksaan TTV : TD : 100/70
mmHg, N : 84 x/menit, S : 36,7 0C, RR : 24 x/menit.
47

3.3 Rencana Keperawatan


Nama Pasien : Nn. B
Ruang Rawat : Dahlia
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi, 1. Selalu memantau perkembangan
dengan cedera fisik keperawatan 3x24 jam diharapkan karakteristik, durasi, nyeri
(abses) yang ditandai
masalah nyeri klien dapat teratasi, frekuensi, kualitas, intensitas 2. Mencari tahu faktor
dengan Nn. B merasa
nyeri, P : timbul saat dengan kriteria hasil : nyeri memperberat dan memperingan
digerakkan, Q : seperti 2. Identifikasi faktor yang nyeri agar mempercepat proses
melilit-lilit R : di perut, 1. Keluhan nyeri menurun
memperberat dan memperingan kesembuhan.
S 2. Meringis menurun
: skala nyeri 7 (1-10), T : nyeri 3. Memberikan kondisi lingkungan
3. Skala Nyeri 0 (1-10)
berlangsung selama 1 3. Kontrol lingkungan yang nyaman untuk membantu
menit, klien tampak Klien dapat rileks
yang memperberat rasa meredakan nyeri
kesakitan, cara berbaring 4. TTV normal
semi-fowler, ekspresi nyeri. 4. Salah satu cara mengurangi nyeri
wajah meringis, distensi 4. Berikan teknik 5. Agar klien atau keluarga dapat
abdomen, peristalitik melakukan secara mandiri
nonfarmakologis
usus 3x kali/menit, dan
hasil pemeriksaan TTV : 5. Ajarkan teknik ketika nyeri kambuh
TD : 100/70 mmHg, N : nonfarmakologis untuk 6. Bekerja sama dengan dokter
84 x/menit, S : 36,7 0C, mengurangi rasa nyeri dalam pemberian dosis obat
RR : 24 x/menit.
6. Kaloborasi dengan dokter
pemberian analgetik, jika perlu.
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
2. Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kebutuhan cairan pasien 1. Mengetahui kebutuhan cairan
ketidakseimbangan keperawatan 3x24 jam diharapkan 2. Observasi tanda-tanda vital pasien.
elektrolit berhubungan intake dan ouput cairan menjadi 3. Observasi bising usus pasien 2. Perubahan yang drastis pada
dengan muntah yang seimbang , dengan kriteria hasil : tiap 1-2 jam tanda-tanda vital merupakan
ditandai dengan Nn. B 4. Monitor intake dan output indikasi kekurangan cairan.
1. TTV Normal
mengatakan badan secara ketat 3. Menilai fungsi usus
2. Mukosa Lembab
lemas dan muntah 2 5. Pantau hasil laboratorium 4. Menilai keseimbangan cairan
3. Elektrolit dalam batas normal
kali, klien tampak serum elektrolit, hematokrit 5. Menilai keseimbangan cairan
(Na: 135-147 mmol/L, K:
lemah, distensi 6. Kolaborasi pemasangan NGT dan elektrolit
3,5-5,5 mmol/L, Cl: 94-111
abdomen, cairan NGT 6. Pemasangan NGT untuk
mmol/L).
hijau jumlah ± 400cc memenuhi kebutuhan cairan dan
dan hasil pemeriksaan elektrolit.
TTV : TD : 100/70
mmHg, N : 84 x/menit,
S : 36,7 0C, RR : 24
x/menit.
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
3. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi pola aktivitas 1. Mengumpulkan data
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam diharapkan dan tidur seberapa lama aktivitas dan
ketidak nyamanan yang masalah gangguan pola tidur 2. Modifikasi lingkungan tidur klien
ditandai dengan Nn. B dapat teratasi, dengan kriteria 3. Sesuaikan jadwal 2. Menciftakan lingkungan
mengatakan sulit tidur, hasil : pemberian obat yang nyaman
suhu kulit klien teraba 4. Tetapkan jadwal tidur rutin 3. Membantu dalam
1. Tidur malam 8 jam
hangat, klien tampak 5. Jelaskan pentingnya menunjang siklus tidur
2. Keluhan sulit tidur menurun
gelisah, wajah klien tidur cukup selama sakit 4. Waktu tidur menjadi terkontrol
3. Klien rileks
tampak meringis, tidak 6. Anjurkan menepati kebiasaan 5. Memberitahukan
4. Keluhan tidak puas tidur
ada kuantitas tidur waktu tidur. pentingnya kecukupan tidur
menurun
siang, kuantitas tidur untuk meningkatkan
5. Keluhan sering
malam 5 jam, dan dan kesehatan
terjaga menurun
hasil pemeriksaan 6. Mendorong waktu tidur tepat
TTV waktu.
: TD : 100/70 mmHg, N
: 84 x/menit, S : 36,7
0
C, RR : 24 x/menit.
4.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tanda tangan dan


Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1. 11 Mei 2020 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S : Klien mengatakan nyeri datang ketika Dony Sentory
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri efek obat menghilang di muka dan
tangan kanan, nyeri skla 6 (1-10),
2. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan
seperti ditusuk-tusuk, berlangsung
memperingan nyeri sekitar 1 menit.
3. Mengontrol lingkungan yang O:
memperberat rasa nyeri.
- Ekspresi wajah meringis
4. Memerikan teknik nonfarmakologis
- Klien dapat melakukan terapi
5. Mengajarkan teknik nonfarmakologis musik secara mandiri disaat nyeri
untuk mengurangi rasa nyeri datang
- Irama pernafasan teratur
6. Melakukan kolaborasi dengan dokter
- TTV belum batas
pemberian analgetik, jika perlu. normal TD : 100/70
mmHg

N : 80 x/menit

S : 36,7 0C

RR : 24 x/menit

A : Masalah belum teratasi.

P : Lanjutkan intervensi 2 dan 4


Tanda tangan dan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
2. 12 Mei 2020 1. Mengkaji kebutuhan cairan pasien S : Klien mengatakan badan masih lemes, Dony Sentory
2. Mengobservasi tanda-tanda vital puasa, tidak muntah
3. Mengobservasi bising usus pasien tiap 1-2 jam
O:
4. Memonitor intake dan output secara ketat
5. Memantau hasil laboratorium serum - Cairan jernih jumlah 100 cc
elektrolit, hematokrit - Mukosa lembab
6. Melakukan Kolaborasi pemberian NGT - Cairan NGT ± 400
- TTV normal
TD 120/80 mmHg,
N 80 x/menit,
Suhu 36,7 oC
RR 20 x/menit,
A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 3,4,5


Tanda tangan dan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
3. 13 Mei 2020 1. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur S : Klien mengatakan tidur menjadi Dony Sentory
2. Memodifikasi lingkungan nyenyak
3. Menjelaskan pentingnya tidur cukup
O:
selama sakit
4. Menetapkan jadwal tidur rutin - Klien mengerti dan ingin melakukan
jadwal tidur rutin
- Tidur siang pukul 13:00-14:00
WIB dan tidur malam 22:00-05:00
WIB, klien menjadi lebih rileks
- Kulit klien teraba hangat
- Tidur malam menjadi 7 jam
A : Masalah teratasi

P : intervensi terselesaikan.
53

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Ileus paralitik adalah gangguan pergerakan usus akibat kelumpuhan
otot usus. Terganggunya pergerakan usus membuat makanan tidak dapat
dicerna, sehingga terjadi penyumbatan di usus. Penyumbatan atau obstruksi
usus akibat ileus paralitik sering disebut dengan pseudo-obstruction. Ileus
paralitik akan menyebabkan penumpukan makanan di dalam usus. Akibatnya,
penderita dapat mengalami sembelit, begah, mual, dan muntah.
Ileus paralitik adalah obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom
mengalami paralysis dan peristaltic usus terhenti sehingga tidak mampu
mendorong isi sepanjang usus. Contoh nya amiloidosis, distropi otot,
gangguan endokrin seperti diabetes melitus atau gangguan neurologis seperti
penyakit Parkinson.

4.2 Saran
Sebagai seorang perawat kita diharapkan mampu memahami dan
mengetahui masalah yang berhubungan dengan gangguan sistem
pencernaan pada pasien, agar perawat mampu melakukan asuhan
keperawatan pada klien tersebut. Sebagai salah satu tenaga kesehatan yang
sering berinteraksi dengan pasien, perawat harus mampu memenuhi
kebutuhan pasien, salah satunya adalah kebutuhan yang berhubungan
dengan sistem pencernaan. Perawat bisa memberikan edukasi kesehatan
agar kejadian ini tidak terulang atau kambuh pada klien yang sama.

53
54

DAFTAR PUSTAKA

Tim, et al. (2017). Ileus in Adults. Dtsch Arztebl Int, 114, pp. 29-30.

Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Profil Kesehatan Indonesia.


Jakarta : Departemen kesehatan Republik Indonesi.
Smeltzer, S.C. 2002. Buku Ajar keperawatan medical Bedah Edisi 8 Vol. 2. EGC :
Jakarta
Mansjoer, Arif, dkk. (2011). Kapita Seleka Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I.
Jakarta: Media Aesculapius.
Behm B, Stollman N. Postoperative Ileus: Etiologies and Interventions. Clinical
gastroenterology and hepatology 2003;1:71-80. Available at:
http://www.usagiedu.com/articles/ileus/ileus.pdf
Hidayat, A. A. A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
Fatimah,Siti.2012.Nutrisi.Online.Fhatimfhatim.wordpress.com/2012/07/24/nutrisi
/. Diunduh 8 Juli 2014, pukul 10.00 WITA
Hidayat, A. Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. 2002. Buku Saku Praktikum
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC
NANDA International. 2011. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC

54

Anda mungkin juga menyukai