PENDAHULUAN
jenis dengan berbagai akibat dan salah satu jenis kanker adalah kanker
serviks.
meninggal karenakanker serviks. kanker ini juga merupakan kanker yang paling
banyak diderita oleh perempuan asia dan lebih dari setengah perempuan asia yang
baru datang berobat setelah stadium lanjut. Jika sudah pada stadium lanjut maka
akan sulit untuk mencapai hasil pengobatan yang optimal dan hal
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim
sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan
abnormal dimana sel-sel ini mengalami perubahan kearah displasia atau mengarah
keganasan. Kanker ini hanya menyerang wanita yang pernah atau sekarang dalam
2.1.1 Etiologi
karsinoma serviks.
3. Jumlah perkawinan
ini.
4. Infeksi virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus
5. Sosial Ekonomi
mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan
imunitas tubuh.
yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non
smegma.
radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya
kanker serviks.
2.1.2 Klasifikasi
1. Klasifikasi klinis
histopatologis
telah mengenai dinding vagina. Tapi tidak melebihi dua pertiga bagian
proksimal
f. Stage III : Sudah sampai dinding panggula dan sepertiga bagian bawah
vagina
1. Mikroskopis
a. Displasia
2. Markroskopis
a. Stadium preklinis
b. Stadium permulaan
2.1.3 Patofisiologi
yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS)
muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat
trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan
luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi
dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat
menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel
permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko
lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat diperbaiki,
menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga
ditemukan getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau
2. Perdarahan
yang khas terjadi pada penyakit ini yaitu darah yang keluar berbentuk
mukoid. Menurut Baird (1991) tidak ada tanda-tanda khusus yang terjadi
lanjut.
3. Nyeri
Pada tahap lanjut, gejala yang mungkin dan biasa timbul lebih bervariasi,
sekret dari vagina berwarna kuning, berbau dan terjadinya iritasi vagina
serta mukosa vulva. Perdarahan pervagina akan makin sering terjadi dan
nyeri makin progresif. Gejala lebih lanjut meliputi nyeri yang menjalar
sampai kaki, hematuria dan gagal ginjal dapat terjadi karena obstruksi
ureter.
2.1.5 Penatalaksanaan
1. Radiasi
b. Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
2. Operasi
radioterapi, diangap resisten bila 8-10 minggu post terapi keadaan masih
tetap sama.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
2.2 Pengkajian
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti :
Data yang perlu dikaji adalah : Riwayat abortus, infeksi pasca abortus,
4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
b. Dada
1) Inspeksi : simetris
4) Auskultasi : vesikuler
c. Cardiac
3) Perkusi : pekak
d. Abdomen
3) Perkusi : tympani
e. Genetalia
f. Ekstremitas
2) Tidak oedema
5. Analisa Data
Do :
nyeri
dan makan
- perubahan TD
- Penurunan BB yg tiba-tiba
3. Ds : - - Supresi Resiko infeksi
Do : - sum-sum
tulang
- Penurunan
leukosit
4. Ds : - Gangguan Pola nafas tidak
Do : - Pertukaran
perubahan gerakan O2 dan CO2
dada terganggu
inspirasi /ekspirasi
nafas
5. Ds : - - Perdarahan Resiko cidera
Do : - berulang
- anemia
6. Ds : Keputihan Gangguan harga
negative diri
Do :
menyangkal
permasalahan
Membesar-besarkan
permasalahan
Merasionalisasi
kegagalan diri
7. Ds : Asupan Gangguan
Mual
Do :
abdomen ( borborigmi)
Muntah
2.2.1 Diagnosa
neoplasma.
kemoterapi.
2.2.2 Intervensi
2.2.3 Implementasi
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
2.2.4 Evaluasi
komplikasi perdarahan.
dapat diatasi.
perubahan peran.
pemberian terapi
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran , Edisi 3 , Jilid 1. EGC :
sJakarta
A. Definisi
Karsinoma serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada serviks.
Karsinoma serviks merupakan karsinoma yang primer berasal dari serviks
(kanalis servikalis dan atau porsio). Serviks adalah bagian ujung depan rahim
yang menjulur ke vagina (Cunningham, 2010).
B. Insiden
Kanker mulut rahim (serviks) masih menjadi problem kesehatan bagi
wanita, sebab penyakit akibat human papilloma virus (HPV) tersebut menjadi
“mesin pembunuh” di kalangan kaum wanita. Kasus kanker tersebut sangat
mengkhawatirkan, karena angka kejadiannya menunjukkan trend meningkat.
Berdasarkan data di RSU dr Soetomo, tiap hari tak kurang dari delapan
pasien baru kanker leher rahim berobat, dalam setahun diperkirakan terdapat 700-
800 pasien baru. Kebanyakan pasien yang berobat berusia 40-50 tahun Frekuensi
relatif di Indonesia adalah 27% berdasarkan data patologik atau 16% berdasarkan
data rumah sakit. Lebih dari tiga perempat kanker ginekologi di RSCM adalah
kanker serviks dan 62% di antaranya dengan stadium lanjut (stadium II-III), dan
merupakan penyebab kematian terbanyak di antara kematian kanker ginekologik
yaitu 66%. Di RSUD dr.Soeroto Ngawi pada tahun 2007 jumlah penderita kanker
serviks sebanyak 54 (Suhartini, 2010).
C. Etiologi
Penyebab karsinoma serviks masih berupa perkiraan, tetapi sebagian besar
data epidemiologik memasukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
seksual. Penyebab utamanya adalah virus yang disebut Human Papilloma (HPV)
yang dapat menyebabkan kanker. HPV 16 dan 18 secara bersama mewakili 70%
penyebab kanker serviks.Biasanya sebagian besar infeksi akan sembuh dengan
sendirinya namun kadang bisa menjadi infeksi persisten yang dapat berkembang
menjadi kanker serviks (Cunningham, 2010). Virus HPV dapat ditularkan melalui
hubungan seksual. Penularan dapat juga terjadi meski tidak melalui hubungan
seksual dan HPV dapat bertahan dalam suhu panas (Cunningham, 2010).
D. Faktor Risiko
Menurut Prayitno (2005), penyebab langsung dari kanker serviks belum
diketahui, namun kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor
ekstrensik, yang penting meliputi:
1. Insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin, terutama pada gadis yang koitus
pertama pada usia muda (<16 tahun),
Hal ini terjadi karena SCJ (Squoamo Columnar Junction) wanita ini berada diluar
OUE (osteum uteri eksternum), sehingga mudah terkena infeksi serviks
(Wiknjosastro, 2006).
2. Tingginya paritas (lebih dari dua anak),
Wanita dengan banyak anak diperkirakan serviks pada wanita ini sering
menggalami
infeksi, sehingga terjadinya infeksi yang terlalu sering dapat menyebabkan
terjadinya kanker serviks (Wiknjosastro,2006)
3. Berganti-ganti pasangan seksual,
4. Riwayat penyakit menular seksual (HPV),
5. Kebiasaan merokok,
6. Higiene seksual yang buruk,
7. Status sosial ekonomi yang rendah,
8. Kontrasepsi oral
G. Patofisiologi
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel
serviks; epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga
berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian ini disebut proses
metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Akibat proses
metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SSK, yaitu SSK (Sel
skuamosa karsinoma) asli dan SSK baru yang menjadi tempat pertemuan antara
epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar (Rahmawan, 2009).
Daerah di antara kedua SSK ini disebut daerah transformasi. Masuknya
mutagen atau bahan-bahan yang dapat mengubah perangai sel secara genetik pada
saat fase aktif metaplasia dapat menimbulkan sel-sel yang berpotensi ganas.
Perubahan ini biasanya terjadi di daerah transformasi. Mutagen tersebut berasal
dari agen-agen yang ditularkan secara hubungan seksual dan diduga bahwa
human papilloma virus (HPV) memegang peranan penting. Sel yang mengalami
mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan
epitel yang disebut displasia. Perbedaan derajat displasia didasarkan atas tebal
epitel yang mengalami kelainan dan berat ringannya kelainan pada sel. Sedangkan
karsinoma in-situ adalah gangguan maturasi epitel skuamosa yang menyerupai
karsinoma invasif tetapi membrana basalis masih utuh (Rahmawan,
2009). Klasifikasi terbaru menggunakan istilah Neoplasia Intraepitel Serviks
(NIS) untuk kedua bentuk displasia dan karsinoma in-situ. NIS terdiri dari ; NIS
1, untuk displasia ringan; NIS 2, untuk displasia sedang; dan NIS 3, untuk
displasia berat dan karsinoma in-situ.
Patogenesis NIS dapat dianggap sebagai suatu spektrum penyakit yang
dimulai dari displasia ringan, sedang, berat dan karsinoma in-situ untuk kemudian
berkembang menjadi karsinoma invasif. Beberapa penelitian menemukan bahwa
30-35% NIS mengalami regresi, yang terbanyak berasal dari NIS 1/NIS 2. Karena
tidak dapat ditentukan lesi mana yang akan berkembang menjadi progresif dan
mana yang tidak, maka semua tingkat NIS dianggap potensial menjadi ganas
sehingga harus ditatalaksanai sebagaimana mestinya. (Rahmawan, 2009)
I. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut WHO, wanita berusia antara 25 dan 65 tahun hendaknya menjalani
screening test untuk mendeteksi adanya perubahan-perubahan awal. Wanita di
bawah usia 25 tahun hampir tidak pernah terserang kanker serviks dan tidak perlu
di-screening. Wanita yang tidak pernah berhubungan badan juga tidak perlu di-
screening.
1. Tes Pap Smear
Wanita bisa mengurangi risiko terserangnya kanker serviks dengan
melakukan Pap Smear secara teratur. Tes Pap adalah suatu tes yang digunakan
untuk mengamati sel-sel leher rahim. Tes Pap dapat menemukan adanya kanker
leher rahim atau sel abnormal (pra-kanker) yang dapat menyebabkan kanker
serviks (Bryant, 2012). Hal yang paling sering terjadi adalah, sel-sel abnormal
yang ditemukan oleh tes Pap bukanlah sel kanker. Sampel sel-sel yang sama dapat
dipakai untuk pengujian infeksi HPV (Puteh, 2008).
2. Tes IVA
IVA adalah singkatan dari Inspeksi Visual dengan Asam asetat, merupakan
metode pemeriksaan dengan mengoles serviks atau leher rahim dengan asam
asetat. Kemudian diamati apakah ada kelainan seperti area berwarna putih. Jika
tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks
(Bryant, 2012).
Jika hasil tes Pap atau IVA anda tidak normal, dokter akan menganjurkan
tes lain untuk membuat diagnosis yaitu Kolposkopi: Dokter menggunakan
kolposkop untuk melihat leher rahim. Kolposkop menggunakan cahaya terang dan
lensa pembesar untuk membuat jaringan lebih mudah dilihat. Alat ini tidak
dimasukkan ke dalam vagina. Kolposkopi biasanya dilakukan di tempat praktek
dokter atau klinik.
Biopsi: Dengan bius lokal, jaringan yang dimiliki wanita diambil di tempat
praktek dokter. Lalu seorang ahli patologi memeriksa jaringan di bawah
mikroskop untuk memeriksa adanya sel-sel abnormal.
Punch Biopsi: Dokter menggunakan alat yang tajam untuk menjumput
sampel kecil jaringan serviks.
LEEP: Dokter menggunakan loop kawat listrik untuk mengiris sepotong,
bulat tipis dari jaringan serviks.
J. Penatalaksanaan
Wanita dengan kanker prainvasif dapat diterapi dengan :
1. Bedah krio
2. Elektrokauter
3. Laser
4. LEEP (loop electrosurgical excision procedure)
5. Ionisasi serviks
Stadium I-IIA dapat diterapi dengan pembedahan (histerektomi),radiasi
(limfadenektomi bilateral) atau pembedahan-radiasi. Stadium IIB-IV diterapi
primer dengan radiasi saja. Pemberian kemoterapi, zat-zat radio sensitif, oksigen
hiperbarik, dan hipertermia diberikan bersamaan dengan terapi radiasi (Gale,
2000).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker, takut akan rasa nyeri,
kehilangan femininitas dan perubahan bentuk tubuh.
b. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan seksualitas, fertilitas, dan
hubungan dengan pasangan dan keluarga.
c. Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan trauma mekanis, manipulasi
bedah, adanya edema jaringan lokal, hematoma, gangguan sensori/motor ;
paradisis saraf.
d. Nyeri berhubungan dengan pembedahan dan terapi tambahan lainnya.
e. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipermetabolik berhubungan dengan kanker dan konsekuensi kemoterapi,radiasi
dan pembedahan.
f. Kurangnya pengetahuan tentang aspek-aspek perioperatif histierektomi dan
perawatan diri (Doenges, 2000).
3. Intervensi Keperawatan
a. Ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker, takut akan rasa nyeri,
kehilangan femininitas dan perubahan bentuk tubuh.
Ditandai dengan : Peningkatan ketegangan, gemetaran, ketakutan, gelisah,
mengekspresikan masalah mengenai perubahan dalam kejadian hidup.
Tujuan : Rasa cemas pasien hilang/tidak cemas lagi
Kriteria Hasil : Menunjukkan rentang yang tepat dari perasaan dan berkurangnya
rasa takut dan cemas
Intervensi:
1) Tinjau ulang pengalaman pasien/orang terdekat sebelumnya dengan kanker.
Tentukan apakah dokter telah menjelaskan kepada pasien dan apakah kesimpulan
pasien telah dicapai.
Rasional : Membantu dalam identifikasi rasa takut dan kesalahan konsep
berdasarkan pada pengalaman pada kanker.
2) Dorong pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk memeriksa rasa takut realistik serta
kesalaahn konsep tentang diagnostik.
3) Berikan informasi akurat, konsistensi mengenai prognosis, hindari
memperdebatkan tentang persepsi pasien terhadap situasi.
Rasional : Dapat menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien membuat
keputusan/ pilihan berdasarkan realita.
b. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan seksualitas, fertilitas, dan
hubungan dengan pasangan dan keluarga
Ditandai dengan : Mengungkapkan perubahan dalam gaya hidup tentang tubuh,
perasaan tidak berdaya, putus asa, dan tidak mampu. Tidak mengambil tanggung
jawab untuk perawatan diri, kurang mengikuti perubahan pada persepsi
diri/persepsi orang lain tentang peran.
Tujuan : Meningkatkan harga diri pasien
Kriteria Hasil : Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan tubuh,
penerimaan diri dalam situasi.
Intervensi :
1) Dorong diskusi tentang/pecahkan masalah tentang efek kanker/pengobatan
pada peran sebagai ibu rumah tangga, orang tua dan sebagainya.
Rasional : Dapat membantu menurunkan masalah yang mempengaruhi
penerimaan pengobatan atau merangsang kemajuan penyakit.
2) Berikan informasi bahwa konseling sering perlu dan penting dalam proses
adaptasi.
Rasional : Memvalidasi realita perasaan pasien dan memberikan izin, untuk
tindakan apapun perlu untuk mengatasi apa yang terjadi.
3) Berikan dukungan emosi untuk pasien/orang terdekat selama tes diagnostik dan
fase pengobatan.
Rasional : Meskipun beberapa pasien beradaptasi/menyesuaikan diri dengan efek
kanker atau efek samping terapi, banyak memerlukan dukungan tambahan selama
periode ini.
4) Rujuk pasien/orang terdekat pada program kelompok pendukung (bila ada).
Rasional : Kelompok pendukung biasanya sangat menguntungkan baik untuk
pasien/ orang terdekat, memberikan kontak dengan pasien dengan kanker pada
berbagai tingkatan pengobatan dan/atau pemulihan.
c. Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan trauma mekanis, manipulasi
bedah, adanya edema jaringan lokal, hematoma, gangguan sensori/motor ;
paradisis saraf.
Ditandai dengan : Sensasi kandung kemih penuh, tiba-tiba, frekuensi sedikit untuk
berkemih atau tak ada keluarnya urins, inkontinensia aliran berlebihan, distensi
kandung kemih.
Tujuan : Eliminasi kembali lancar seperti biasanya
Kriteria Hasil : Mengosongkan kandung kemih secara teratur dan tuntas.
Intervensi :
1) Perhatikan pola berkemih dan awasi keluaran urine.
Rasional : Dapat mengindikasikan retensi urine bila berkemih dengan sering
dalam jumlah sedikit/kurang (< 100 ml).
2) Palpasi kandung kemih, selidiki keluhan ketidaknyaman, penuh
ketidakmampuan berkemih.
Rasional : Persepsi kandung kemih penuh, distensi kandung kemih di atas
simpisis pubis menunjukkan retensi urine.
3) Berikan tindakan berkemih rutin, posisi normal, aliran air pada baskom,
penyiraman air hangat pada perineum.
Rasional : Meningkatkan relaksasi otot perineal dan dapat mempermudah upaya
berkemih.
4) Berikan perawatan kebersihan perineal dan perawatan kateter.
Rasional : Meningkatkan kebersihan, menurunkan resiko ISK asenden.
5) Kaji karakteristik urine, perhatikan warna, kejernihan, bau.
Rasional : Retensi urine, drainase vagina, dan kemungkinan adanya kateter
intermitten/ tak menetap meningkatkan resiko infeksi, khususnya bila pasien
mempunyai jahitan parineal.
6) Pemasangan kateter bila diindikasikan
Rasional : Edema atau pengaruh suplai saraf dapat menyebabkan atoni kandungan
kemih/retensi kandung kemih memerlukan dekompresi kandung kemih.
d. Nyeri berhubungan dengan pembedahan dan terapi tambahan lainnya.
Ditandai dengan : adanya keluhan nyeri, perilaku berhati-hati.
Kriteria Hasil : Melaporkan penghilangan nyeri maksimal/kontrol dengan
pengaruh minimal.
Tujuan : Nyeri hilang/berkurang
Intervensi :
1) Tentukan riwayat nyeri, misalnya : lokasi uteri, frekuensi, durasi dan intensitas
(skala 0-10) dan tindakan kehilangan yang digunakan.
Rasional : Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi
kebutuhan/keefektifan intervensi.
2) Berikan tindakan kenyamanan dasar (misalnya reposisi, gosokkan punggung)
dan aktifitas hiburan (misalnya musik, televisi).
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan membantu memfokuskan kembali
perhatian.
3) Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyeri (teknik relaksasi, sentuhan
terapeutik)
Rasional : Memungkinkan pasien berpartisipasi secara aktif dan meningkatkan
rasa kontrol nyeri
4) Kolaborasikan dengan tim medis untuk memberikan analgesik sesuai dengan
indikasi
Rasional : Nyeri adalah komplikasi sering dari kanker,meskipun respon individual
berbeda-beda.
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipermetabolik berhubungan dengan kanker dan konsekuensi kemoterapi,radiasi
dan pembedahan.
Ditandai dengan : berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal untuk
tinggi dan bentuk tubuh
Tujuan : tidak terjadi perubahan nutrisi;kurang dari kebutuhan
Kriteria Hasil : penambahan berat badan progresif ke arah tujuan normalisasi
Intervensi :
1) Pantau masukan makanan
Rasional : mengidentifikasi kekuatan/defisiensi nutrisi
2) Ukur TB, BB setiap hari sesuai indikasi
Rasional : membantu mengidentifikasi malnutrisi protein-kalori
3) Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrien, dengan masukan
cairan adekuat
Rasional : kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga dengan cairan
f. Kurangnya pengetahuan mengenai prognosis penyakit, dan kebutuhan
pengobatan
Ditandai dengan : pernyataan/meminta informasi, mengungkapkan masalah, salah
persepsi
Tujuan : pasien mengetahui tentang prognosis penyakit dan kebutuhan
pengobatan
Kriteria Hasil : mengungkapkan informasi yang akurat tentang diagnosa dan
aturan pengobatan dan melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan.
Intervensi :
1) Bantu pasien menentukan persepsi tentang kanker dan pengobatan
Rasional : membantu identifikasi ide, sikap, dan rasa takut
2) Berikan informasi yang jelas dan akurat
Rasional : membantu penilaian diagnosa kanker, memberikan informasi yang
diperlukan
3) Minta pasien memberikan umpan balik verbal, dan perbaiki kesalahan konsep
Rasional : kesalaahan konsep tentang kanker lebih mengganggu daripada
kenyataan dan mempengaruhi pengobatan/penurunan penyembuhan.
(Doenges, 2000).
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan dari tindakan keperawatan adalah :
a. Ansietas pasien berkurang
b. Meningkatkan harga diri pasien
c. Eliminasi kembali lancar seperti biasanya
d. Nyeri hilang/berkurang
e. tidak terjadi perubahan nutrisi;kurang dari kebutuhan
f. pasien mengetahui tentang prognosis penyakit dan kebutuhan pengobatan
(Doenges, 2000).
Daftar Pustaka
Bryant, E. (2012). The Impact of policy and screening on cervical cancer in england.
British Journal of Nursing , Volume 21, s4-s10.
Cunningham, F. G. (2010). Dasar- dasar ginekologi & obstetri. Jakarta: EGC.
Doenges, M. E. (2000). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
Gale, D. (2000). Rencana asuhan keperawatan onkologi. Jakarta: EGC.
Prayitno, A. (2005). Ekspresi protein p53, Rb, dan c-myc pada kanker serviks uteri
dengan pengecatan immunohistokimia. Biodiversitas , Volume 6, Nomor 3, 157-
159.
Puteh, S. E. (2008). Economic burden of cervical cancer in malaysia. Med J Indones ,
Volume 17, 272-280.
Rahmawan, A. (2009). Kanker serviks pada kehamilan. Banjarmasin: Ilmu Kebidanan
dan Penyakit Kandungan.
Suhartini, & Herlina, T. (2010). Hubungan antara menikah dan paritas dengan kejadian
kanker serviks di RSUD DR.Soeroto ngawi. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara
Forikes , Vol.I No.1 , 41-46.
Wiknjosastro, H. (2006). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarw