Oleh :
Dhea Permatasari Iskandar
NIM : 2018.C.10a.0964
Pembimbing Akademik
ii
LEMBAR PENGESAHAN
iii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Tn. M dengan diagnosa
medis Luka Bakar (Vulnus Combustio) di Ruang Bedah RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi
tugas Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep., Ners selaku Koordinator Praktik Pra Klinik
Keperawatan II Program Studi Sarjana Keperawatan.
4. Ibu Nia Pristina, S. Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
(Penyusun)
Dhea Permatasari Iskandar
iv
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................vii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.......................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5
2.1 Konsep Penyakit Luka Bakar.......................................................................5
2.1.1 Definisi Luka Bakar.........................................................................5
2.1.2 Anatomi Fisiologi.............................................................................5
2.1.3 Etiologi...........................................................................................10
2.1.4 Klasifikasi.......................................................................................11
2.1.5 Patofisiologi (Pathways).................................................................15
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)...........................................17
2.1.7 Komplikasi.....................................................................................18
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang..................................................................20
2.1.9 Penatalaksanaan Medis..................................................................21
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan.............................................................26
2.2.1 Pengkajian Keperawatan................................................................26
2.2.2 Diagnosa Keperawatan...................................................................34
2.2.3 Intervensi Keperawatan..................................................................35
2.2.4 Implementasi Keperawatan............................................................44
2.2.5 Evaluasi Keperawatan....................................................................44
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................45
3.1 Pengkajian.................................................................................................45
3.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................................63
3.3 Intervensi...................................................................................................65
3.4 Implementasi.............................................................................................72
3.5 Evaluasi.....................................................................................................72
BAB 4 PENUTUP................................................................................................82
4.1 Kesimpulan................................................................................................82
4.2 Saran...........................................................................................................85
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................86
LAMPIRAN
SAP (SATUAN ACARA PENYULUHAN)
LEAFLET
JURNAL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
seperti kabel listrik yang mengelupas, petir, atau bahan kimia seperti asam atau
basa kuat. Luka bakar atau vulnus combustio merupakan masalah yang sangat
signifikan oleh karena itu perlu penanganan yang spesifik dan membutuhkan
tenaga medis yang profesional. Penyembuhan luka pada kulit merupakan kondisi
yang kompleks, mencakup berbagai respon terhadap cedera.
Adanya luka akan mengaktifkan proses sistemik yang merubah fungsi fisiologi
yang dapat melampaui kondisi lokal pada daerah yangmengalami luka. Secara
umum penyembuhan luka menunjukkan respon organisme terhadap kerusakan
fisik jaringan /organ serta usaha pengembalian kondisi homeostasis sehingga
tercapai kestabilan fisiologi jaringan atau organ yang ditandai dengan
terbentuknya epitel yang fungsional diatas daerah luka. (Gurtner,2007)
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat laporan studi kasus
tentang Asuhan Keperawatan Pada Nn.B dengan Luka Bakar di Sistem
Integumen, dalam upaya ketepatan penegakan diagnosis hingga pemberian terapi
yang adekuat sehingga dapat dilakukan pencegahan dari komplikasi yang dapat
ditimbulkan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
masuknya agen-agen yang ada di lingkungan seperti bakteri, kimia dan radiasi
ultraviolet. Kulit juga akan menahan bila terjadi kekuatan-kekuatan mekanik
seperti gesekan (friction), getaran (vibration) dan mendeteksi perubahan-
perubahan fisik di lingkungan luar, sehingga memungkinkan seseorang untuk
menghindari stimuli-stimuli yang tidak nyaman. Kulit terdiri dari tiga lapisan,
yaitu : epidermis (kulit ari), dermis (kulit jangat atau korium) dan lapisan
subkutan/hipodermis
1. Epidermis
Epidermis sering kita sebut sebagai kuit luar. Epidermis merupakan lapisan
teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda : 400-600 μm
untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 μm untuk kulit
tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut). Selain sel-sel epitel,
epidermis juga tersusun atas lapisan:
a. Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses
melanogenesis. Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis.
Melanosit menyintesis dan mengeluarkan melanin sebagai respons terhadap
rangsangan hormon hipofisis anterior, hormon perangsang melanosit
(melanocyte stimulating hormone, MSH). Melanosit merupakan sel-sel
khusus epidermis yang terutama terlibat dalam produksi pigmen melanin
yang mewarnai kulit dan rambut. Semakin banyak melanin, semakin gelap
warnanya.. Melanin diyakini dapat menyerap cahaya ultraviolet dengan
demikian akan melindungi seseorang terhadap efek pancaran cahaya
ultraviolet dalam sinar matahari yang berbahaya.
b. Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum
tulang, yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan
merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel
Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit.Sel-sel imun yang
disebut sel Langerhans terdapat di seluruh epidermis. Sel Langerhans
mengenali partikel asing atau mikroorganisme yang masuk ke kulit dan
membangkitkan suatu serangan imun. Sel Langerhans mungkin
bertanggungjawab mengenal dan menyingkirkan sel-sel kulit displastik dan
neoplastik. Sel Langerhans secara fisik berhubungan dengan saraf-sarah
7
2.1.3 Etiologi
Menurut (Joyce, 2014) Combustio dapat disebabkan oleh paparan api, baik
secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang
banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari
matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara
garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat
membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami
memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik
cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan
berupa cedera kontak.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda
panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang
mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat
rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin
lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan.
Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan
pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan
pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan
pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan
11
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan
oklusi jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang
menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka
bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa).
7. Radiasi.
Sunburn sinar matahari, terapi radiasi
2.1.4 Klasifikasi
Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor, antara lain:
1) Menurut (WHO, 2018) klasifikasi berdasarkan mekanisme dan penyebab
yaitu :
a. Luka Bakar Termal
Luka bakar termal dapat disebabkan oleh cairan panas, kontak dengan
benda padat panas seperti lilin atau rokok, kontak dengan zat kimia
dan aliran listrik.
b. Luka Bakar Inhalasi
12
Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai
muka, tangan, kaki, dan perineum.
b. Luka bakar sedang (moderate burn)
Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka
bakar derajat III kurang dari 10 %
Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau
dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10
%
Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa
yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar berat (major burn)
Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau
di atas usia 50 tahun
Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada
butir pertama.
Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum.
Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar.
Luka bakar listrik tegangan tinggi.
Disertai trauma lainnya.
Pasien-pasien dengan resiko tinggi.
Jika resusitasi cairan untuk kebutuhan intravaskuler tidak adekuat bisa terjadi
gagal ginjal dan apabila resusitasi cairan adekuat, maka cairan interstisial dapat
ditarik kembali ke intravaskuler sehingga terjadi fase diuresis.
17
WOC Vulnus Combustio
Prognosa penyakit
Kurang terpanjang
Kurang pengetahuan
Cemas perawatan
Jangka panjang VULNUS MRS informasi
COMBUSTI
B1 (BREATHING) B2 (BLOOD) B3 (BRAIN) B4 (BLADDER) B5 (BOWEL) B6 (BONE)
Sesak nafas MK :
Kurangnya
MK : kontrol tidur Hipovolemia
Bersihan Jalan
MK: Pola nafas Nafas tidak
tidak efektif Efektif MK : Gangguan
Pola Tidur
18
2.1.7 Komplikasi
Menurut (Moenadjat, 2010) Kedalaman luka bakar dapat menyebabkan
beberapa komplikasi, seperti :
1) Infeksi
Luka bakar dapat menyebabkan kulit menjadi lebih mudah mengalami
infeksi bakteri dan meningkatkan terjadinya sepsis. Sepsis adalah infeksi
dimana bakteri berada didalam darah sehingga dapat mempengaruhi seluruh
20
tubuh dan mengancam jiwa. ha ini akan berlangsung cepat dan dapat
menyebabkan kegagalan organ
2) Penurunan volume darah (Gagal jantung kongestif)
Luka bakar dapat merusak pembuluh darah dan menyebabkan kehilangan
cairan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya hipovolemia atau penurunan
volume darah hingga dibawah rentang normal. Penurunan volume darah dan
cairan pada tubuh akan mengganggu kerja jantung untuk memompa darah
ke seluruh tubuh.
3) Suhu tubuh rendah
Kulit dapat membantu mengontrol suhu pada tubuh, sehingga ketika
sebagian besar kulit terluka maka tubuh dapat kehilangan panas. Hal ini
dapat meningkatkan resiko suhu tubuh menjadi rendah atau biasa dalam
bahas medis disebut hipotermia. Hipotermia adalah suatu kondisi dimana
tubuh kehilangan panas lebih cepat daripada yang dapat menghasilkan
panas.
4) Terbentuk jaringan parut
Luka bakar dapat menyebabkan bekas luka dan daerah kasar yang disebabka
noleh pertumbuhan berlebih dari jaringan parut (keloid).
5) Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas
kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke
dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema
akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap
pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
6) Adult Respiratory Distress Syndrome (edema pulmonal)
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan
pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien. Menghirup udara panas atau
asap dapat membakar saluran udara dan menyebabkan kesulitan pada sistem
pernafasan. Menghirup asap dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan
dapat menyebabkan kegagalan pernafasan.
21
mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat
penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan
radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu
mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul. Setelah mengeksklusi jejas
signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari luasnya area jejas, dua hal
yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah mempertahankan
ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang mengkonstriksi.
Berikut penatalaksanaan yang dapat dilakukan :
1) Tatalaksana Resusitasi Luka Bakar
A. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa
menimbulkan manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi
mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan
jalan nafas.
Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif
dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi.
Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal
volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan
pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.
Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat
patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati
dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan
stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang
bersifat vasodilator dan modulator sepsis.
Perawatan jalan nafas
Penghisapan sekret (secara berkala)
Pemberian terapi inhalasi
24
C. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien
tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric
tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15%
protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi
sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan
mencegah terjadinya atrofi vili usus.
2) Pemberian Obat-obatan
Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka
bakar (Combustio) digunakan morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis
dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan „maintenance‟ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam,
sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang
menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam
merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka
bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin
atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan.
daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat
aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada
jaringan tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka
tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga
waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.
Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi –
komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan
nekrosis yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang
menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian
cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka
bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan
hemostasis dan juga “skin grafting” (dianjurkan “split thickness skin
grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien
luka bakar yang luas.
Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih
dari 3 minggu.
Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang
timbul.
Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari
seluruh luas permukaan tubuh.
Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu
dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan
epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi.
B. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode
ini adalah:
Menghentikan evaporate heat loss.
27
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, suku
bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan terakhir, status perkawinan, alamat, nomor
registrasi/MRS, dan diagnosa medis. Resiko luka bakar setiap umur berbeda: anak
dibawah 2 tahun dan diatas 60 tahun mempunyai angka kematian lebih tinggi,
pada umur 2 tahun lebih rentan terkena infeksi..
2) Keluhan Utama
Pada keluhan utama biasanya pasien dengan vulnus combustio akan
merasakan keluhan nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabkan kerena iritasi
terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif,
severe, time, quality (p,q,r,s,t). Sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari
setelah klien mengalami luka bakar dan disebabkan karena pelebaran pembuluh
darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru
berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.
3) Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien dengan vulnus combustio/luka bakar dapat disebabkan oleh
sumber api panas atau penyebab yang berbahaya, trauma kecelakaan
kebakaran, zat kimia, sengatan listrik, suhu termal dan radiasi yang
bisa saja mengakibatkan cedera inhalasi karena pemajanan suhu panas
dan kotoran sisa pembakaran menimbulkan obstruksi jalan nafas/sesak
nafas, rasa sangat nyeri, kulit merah dan mengelupas, luka lepuh berisi
cairan, edema/pembengkakan, panas, serta perubahan warna kulit dan
akan mengalami fungsio laesa. Nyeri yang dirasakan tidak selalu
berbanding lurus dengan tingkat keparahan luka bakar. Ini karena luka
bakar dengan tingkat keparahan yang tinggi mungkin tidak lagi terasa
nyeri.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum
mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien
mempunyai riwayat penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis,
29
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga
tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama.
3) Pernafasan (B1: Breathing)
Kemungkinan cedera inhalasi dapat terjadi serak; batuk mengi; partikel
karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan
nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema
laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal);
sekret jalan nafas dalam (ronkhi). Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan
lama (kemungkinan cedera inhalasi). Tanda : serak; batuk mengii; partikel
karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis;
indikasi cedera inhalasi. (Smeltzer, 2011)
4) Kardiovaskuler (B2:Blood)
Pada luka bakar, peningkatan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir
menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial
menyababkan kondisi hipovolemik. Penurunanan Volume cairan intravascular
mengalami defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi
oksigen kejaringan (syok), takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
5) Persyarafan (B3: Brain)
Nyeri ringan sampai dengan berat pada saat cedera luka bakat dikarenakan
respon sensitivitas nyeri mengenai ujung-ujung saraf yang ada didaerah luka.
Manifestasi sistem saraf pusat karena keracunan karbon monoksida pun dapat
terjadi berkisar dari sakit kepala, sampai koma, hingga kematian.
6) Perkemihan (B4: Bladder)
Haluaran urin menurun disebabkan karena penurunan aliran darah ke ginjal
mengalami vasokontriksi terjadi depresi filtrasi glomerulus dan oliguria
(pengeluaran output urin <500 ml/hari) dan sekresi hormone antideuretik serta
aldosteron, perubahan warna urin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin
mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi)
7) Pencernaan (B5: Bowel)
31
Klien mual dan muntah yang menyebabkan pasien tidak nafsu makan,
kadang disertai penurunan berat badan, Hb, dan albumin. Adanya risiko ileus
paralitik dan distensi lambung bisa terjadi distensi. Selain itu pembentukan ulkus
gastrduodenal juga dikenal dengan Curling’s biasanya merupakan komplikasi
utama dari luka bakar.
luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok.
1. Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung
gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
2. Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin
coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus;
nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari
tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai
72 jam setelah cedera.
3. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah
nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot
tetanik sehubungan dengan syok listrik).
11) Sosialisasi dan Komunikasi
Observasi apakan pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga
atau temannya. Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Sehingga klien mengalami ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,
menarik diri, marah.
12) Bekerja
Tanyakan pada pasien, apakan sakit yang dialaminya menyebabkan
terganggunya pekerjaan yang dijalaninya.
13) Ibadah
Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kali pasien sembahyang,
14) Rekreasi
Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja
meluangkan waktunya untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik yang
tepat saat depresi.
35
10. Tekanan darah membaik (5) 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
11. Pola tidur membaik (5) (mis. Tens, hipnosis, akupresur, terpi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain.)
2. Kontorl lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan,)
3. Fasilitas istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, perriode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik
4. Hipertermia b.d terpapar Setelah diberikan asuhan Manajemen Hipertermia (SIKI I.15506 Hal.181)
lingkungan panas (SDKI keperawatan selama 3x7 jam Observasi
D.0130, halaman 284) diharapkan termoregulasi/pengaturan 1. Identifikasi penyebab hipertermia
suhu tubuh pasien membaik. 2. Monitor suhu tubuh
Kriteria hasil : SLKI (L.14134 3. Monitor kadar elektrolit
Hal.129) 4. Monitor haluaran urine
1. Mengigil menurun (5) 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
2. Kulit merah menurun (5) Terapeutik
3. Pucat menurun (5)
4. Takikardi menurun (5) 1. Sediakan lingkungan dingin
5. Takipnea menurun (5) 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
6. Dasar kuku sianotik menurun (5) 3. Basahi dan kipas permukaan tubuh
7. Hipoksia menurun (5) 4. Berikan cairan oral
8. Suhu tubuh membaik (5) 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
9. Suhu kulit membaik (5) hiperhidrosis (keringat berlebih)
39
10. Pengisian kapiler membaik (5) 6. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
11. Tekanan darah membaik (5) 7. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu.
5. Gangguan integritas kulit Setelah diberikan asuhan Perawatan Luka Bakar (SIKI I.14565 Hal.329)
b.d bahan kimia iritatif keperawatan selama 3x7 jam Observasi
(SDKI D.0129, halaman diharapkan integritas kulit/jaringan 1. Identifikasi penyebab luka bakar
282) membaik dengan Kriteria hasil : 2. Identifikasi durasi terkena luka bakar dan riwayat
SLKI (L.14125 Hal. 33) penanganan luka sebelumnya
1. Elastisitas meningkat (5) 3. Monitor kondisi luka (mis. Persentasi ukuran luka, derajat
2. Kerusakan jaringan menurun (5) luka, perdarahan, warrna dasar luka, infeksi, eksudat, bau
3. Kerusakan lapisan kulit menurun luka, kondisi tepi luka.
(5) Terapeutik
4. Nyeri menurun (5) 1. Gunakan teknik aseptik selama merawat luka
5. Perdarahan menurun (5) 2. Lepaskan balutan lama dengan menghindari nyeri dan
6. Kemerahan menurun (5) perdarahan
7. Pigmentasi abnormal menurun 3. Rendam dengan air steril jika balutan lengket pada luka.
(5) 4. Bersihkan luka dengan cairan steril (mis. NaCl 0,9%, cairan
8. Jaringan parut menurun (5) antiseptik)
9. Nekrosis menurun (5) 5. Lakukan terapi relaksasi untuk mengurangii rasa nyeri.
10. Suhu kulit membaik (5) 6. Jadwalkan frekuensi perawatan luka berdasarkan ada atau
11. Tekstur membaik (5) tidaknya infeksi, jumlah eksudat dan jenis balutan yang
digunakan.
7. Gunakan modern dressing sesuai dengan kondisi luka (mis.
Hyrocolloid, polymer, crystaline, cellulose)
8. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein
1,25-1,5 g/kgBB/hari, ssesuai indikasi
9. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vitamin A,
40
perlinduingan kulit; Kriteria hasil : SLKI (L.14137 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
jaringan traumatik. Hal.139) Terapeutik :
Pertahanan sekunder tidak 1. Demam menurun (5) 1. Batasi jumlah pengunjung
adekuat; penurunan Hb, 2. Kemerahan menurun (5) 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
penekanan respon 3. Nyeri menurun (5) 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
inflamasi. (SDKI D.0143, 4. Bengkak menurun (5) lingkungan pasienperlu
halaman 304) 5. Cairan berbau busuk menurun (5) 4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
6. Kadar sel darah putih membaik Edukasi :
(5) 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
7. Kultur darah (5) 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
8. Kultur area luka membaik (5) 3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
8. Perfusi perifer tidak efektif Setelah diberikan asuhan Perawatan Sirkulasi (SIKI I.14569 Hal. 345)
b.d penurunan aliran arteri keperawatan selama 3x7 jam Observasi :
dan/atau vena (SDKI diharapkan perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian
D.0009, halaman 37) meningkat. kapiler, warna, suhu, ankle brachial index)
Kriteria hasil : SLKI (L.02011 2. Identifiskai faktor risiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes,
Hal.84) perokok, orang tua, hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi)
1. Denyut nadi perifer cukup 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
meningkat (4) erktremitas
2. Penyembuhan luka meningkat (5) Terapeutik :
3. Warna kulit pucat menurun (5)
4. Edema perifer menurun (5) 1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
5. Parastesia menurun (5) keterbatasan perfusi
6. Kelemahan otot menurun (5) 2. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas pada
7. Kram otot menurun (5) keterbatasan perfusi
8. Nekrosis menurun (5)
9. Pengisian kapiler membaik (5)
3. Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area yang
10. Akral membaik (5) cidera
42
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.M
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak, Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Rajawali Km.5.5 ( Jl. Bandeng 1 No.15)
Tgl MRS : 2 Januari 2021
Diagnosa Medis : Luka Bakar (Combustio)
Tn.M mangatakan pada tanggal 2 Januari 2021 pukul 14.00 WIB, sedang
bersih-bersih gudang kembang api dipabrik tempat ia bekerja bersama kedua
rekannya, didalam pabrik ada terdapat beberapa ruangan yang berisikan
kembang api dan petasan. Tiba-tiba terdengar suara ledakan nyaring dan
muncul kobaran api dialam ruangan tersebut. Ternyata kobaran api tersebut
45
berasal dari puntung rokok yang masih menyala beserta korek api yang masih
berisi gasnya dibuang sembarangan didalam ruangan tersebut yang
mengakibatkan kobaran api semakin membesar dikarenakan ledakan korek api
dan puntung rokok. Sehingga Tn. M mengalami luka bakar di daerah bagian
dagu, leher, dada, punggung, kedua tangan dan kaki klien.
Pasca terkena luka bakar, Tn.M langsung menyiram dengan air sekujur
tubuhnya dan mengoleskan burnazin krim pada sekitar luka. Pada tanggal 2
Januari 2021 pukul 17.00 WIB, setelah luka bakar dibersihkan dengan
menggunakan handuk basah, istri Tn.M langsung Memutuskan membawa
suaminya ke IGD RSUD dr. Sylvanus Palangka Raya, di IGD Tn.M
mendapatkan PCT 200 mg (IV) pada pukul 17.35 WIB, injeksi katerolac 8 mg
(IV) pada pukul 17.40 WIB, dan injeksi Ceftriaxone 650 mg (IV) pada pukul
17:40 WIB, kemudian pasien mendapatkan terapi terapi O2 simple mask 6
L/menit serta mendapatkan pemasangan infus IV NaCl 0,9% 500cc 15 tpm
pada pukul 18:00 WIB. Dokter memutuskan Tn.M harus dirawat inap di ruang
Bedah Pada pukul 18:15 WIB, setibanya di ruang bedah, Tn.M tidak diberikan
terapi hanya diberikan posisi berbaring terlentang dan suhu ruangan 25 °C.
Genogram Keluarga
Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Klien (Tn.M)
dan keluarga serta mengetahui dirinya sedang dirawat di rumah sakit, insigt
klien baik, dan mekanisme pertahanan diri klien adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :
Saat pengkajian TTV klien tanggal 6 Januari 2021 pukul 08:00 WIB, suhu
tubuh klien/ S = 39,5 °C tempat pemeriksaan axilla, nadi/N = 88x/menit dan
pernapasan/ RR = 26 x/menit, tekanan darah TD = 140/90 mmhg.
bingung, tidak dysarthria, tidak mengalami kejang, tidak tremor, dan tidak
pelo.
dan akhiles kanan dan kiri klien baik skala 5, serta reflek babinski kanan dan
kiri klien baik skala 5.
Keluhan lainnya : Pasien mengeluhkan P : Akibat kebakaran pabrik kembang
api yang meledak, Q : Kulit terasa terbakar dan tertusuk-tusuk, R : luka bakar
mengenai pada bagian dagu, leher, dada, punggung, kedua tangan dan
kakinya., S : skala nyeri yang dirasakan skala 7 (skala berat), T : nyeri yang
dirasakan terus-menerus sekitar 1 menit.
Masalah keperawatatan : Nyeri Akut
Kemampuan pergerakan sendi klien tampak bebas, tidak ada parase, tidak ada
paralise, tidak ada hemiparese, tidak ada krepitasi, terdapat nyeri dan bengkak
lokasi pada bagian dagu, leher, dada, punggung, kedua tangan dan kakinya,
tidak ada kekakuan, tidak ada flasiditas, tidak ada spastisitas, ukuran otot klien
teraba simetris. Uji kekuatan otot ekstermitas atas kanan dan kiri skala 5/5. Uji
kekuatan ektermitas bawah kanan dan kiri skala 5/5. Tidak terdapat peradangan
dan perlukaan lokasi pada bagian dagu, leher, dada, punggung, kedua tangan
dan kakinya.
Keluhan lainnya : terdapat lepuhan, bula, berwarna kehitaman sebagian bula
ada yang pecah dan terkelupas, dan ada peradangan serta terasa sakit. Luka
bakar yang diderita klien terbuka dan termasuk luka bakar derajat II A. Luka
terdapat area dagu 9%, leher 1%, dada 18%, punggung 18%, kedua tangan
klien 9 %, dan kedua kakinya 18%.
Masalah keperawatan : Gangguan Integritas kulit/jaringan , dan Risiko
infeksi
(VOS) = 6/6, sclera normal putih, warna konjungtiva merah muda, kornea
bening, tidak terdapat alat bantu penglihatan pada klien dan tidak terdapat
adanya nyeri.
b. Telinga / Pendengaran
Fungsi pendengaran normal, tidak berkurang, tidak berdengung, dan tidak tuli.
c. Hidung / Penciuman
Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat patensi,
tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak terdapat
transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada masalah, sekresi
kuning lumayan kental, dan tidak ada polip.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada
3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada teraba
kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher klien
bergerak bebas. discharge, srotum normal, tidak ada hernia, dan tidak ada
keluhan lainnya.
BB Sebelum sakit : 52 Kg
IMT = BB
(TB)²
= 60 = 23,4 (gizi baik/ideal)
(160)²
Klien tidak ada program diet dan tidak ada diet khusus (tinggi kalori, tinggi
protein TKTP, rendah garam, rendah lemak, rendah kalori, rendah purin)
klien tidak merasa mual, tidak ada muntah, tidak mengalami
ketidakmampuan menelan.
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 3x/ hari 3x/ hari
Porsi 3 porsi 3 porsi
Nafsu makan Baik Baik
Jenis Makanan Nasi, sayur, buah, Nasi, sayur, buah,
lauk lauk
Jenis Minuman Air putih, Air putih, air susu
Jumlah minuman/cc/24 jam 3-4 gelas 5-8 gelas
Kebiasaan makan Pagi, siang, malam Pagi, siang, sore
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan sulit tidur, ruangan terasa panas, ekpresi wajah klien
tampak meringis sebelum sakit tidur pada malam hari 8 jam sedangkan pada
siang hari 2 jam. Saat sakit pada siang hari 30 menit , malam tidur 4 jam.
Masalah keperawatan: Gangguan Pola tidur.
3.1.4.4 Kognitif
Pasien mengatakan diri nya tau mengenai penyakitnya
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran)
Gambaran diri : Pasien seorang yang sakit yang perlu perawatan
Ideal diri : Ada minta untuk sembuh
Identitas Diri : Seorang Bapa dari keempat anaknya
Peran diri : Sebagai Bapa perannya selama di rumah sakit pasien mengatakan
tidak bisa melakukan apa-apa karena masih sakit
56
ANALISIS DATA
Sesak nafas
Data objektif
- Klien tampak meringis
- Area luka bakar berada
pada bagian dagu, leher,
dada, punggung, kedua
62
- TTV :
TD : 140/90mmHg
64
N : 88x/menit
RR : 26x/menit
S : 39,50C
Data subjektif : Suhu kulit panas Gangguan Pola
Klien mengeluhkan sulit tidur Tidur
dikarenakan rasa nyeri yang Gelisah
diderita
Data objektif : Waktu tidur berkurang
- Suhu klien teraba panas
- Tampak gelisah Ketidaknyamanan
- Ekspresi tampak meringis
- Pola tidur klien berubah Gangguan Pola tidur
- Sebelum sakit tidur malam
klien sekitar 8 jam dan
siang sekitar 2 jam
- Sesudah sakit tidur malam
klien sekitar 4 jam saja
tapi kadang terbangun
dikarenakan rasa nyeri
yang dirasakan dan tidur
siang klien 30 menit.
65
PRIORITAS MASALAH
18%, punggung 18%, kedua tangan klien 9 %, dan kedua kakinya 18%,
tampak pergerakan terbatas, terdapat bula pada daerah dagu, leher, dada,
punggung, kedua tangan klien dan kakinya, sebagian bula ada yang pecah
dan terkelupas, pada area luka yang terdapat bula berwarna kehitaman,
kulit klien nampak kasar dan sebagian terdapat lepuhan pada area luka,
ada peradangan diarea luka dan Luka bakar terbuka tipe derajat II A,
Warna kulit cokelat tua/hyperpigmentasi, turgor kulit kurang dan tekstur
kasar.
1. Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan Intervensi 1. Monitor pola napas (Frekuensi, 1. Mengetahui perkembangan status
berhubungan dengan 3x7 Jam maka pola nafas klien kedalaman, usaha napas, kesehatan pasien.
hambatan upaya napas membaik, dengan kriteria kecepatan, irama, bunyi nafas,
ditandai dengan klien kedalaman dan kesulitan bernafas)
hasil:
mengeluhkan sesak napas, 2. Monitor bunyi napas tambahan 2. Perubahan TTV akan memberikan
suara napas trakeal, suara dampak pada resiko asidosis yang
(SLKI L.01004 Hal.95)
napas tambahan wheezing, bertambah berat dan berindikasi pada
irama pernapasan tidak intervensi untuk secepatnya
1. Ventilasi semenit
teratur, dispnea nyeri dada, melakukan koreksi asidosis.
meningkat (5)
tipe pernapasan dada dan 3. Memudahkan ventilasi dengan
2. Kapasitas vital meningkat
perut. Hasil pemeriksaan menurunkan tekanan abdomen
(5)
TTV : TD 140/90 mmHg, N terhadap diafragma sehingga ekspansi
3. Tekanan ekspirasi dan
: 88x/menit, RR : maksimal.
inspirasi sedang (3)
26x/menit, S : 39,50C. 3. Pertahankan kepatenan jalan napas 4. Posisi semi-fowler atau fowler dapat
4. Dispnea Menurun (5)
dengan head-tilt dan chin-lift mengurangi sesak nafas dan ekspansi
5. Penggunaan otot bantu
( jaw-thrust jika curiga trauma paru.
napas menurun (5)
servikal). 5. Untuk mengetahui perkembangan
6. Ortopnea menurun (5)
status kesehatan pasien dan mencegah
7. Pernapasan pursed-lip
4. Posisikan semi-fowler atau fowler. komplikasi lanjutan.
menurun (5)
6. Kolaborasi
8. Pernapasan cuping hidup
menurun (5) Bekerja sama dengan dokter dalam
9. Frekuensi Nafas pemberian terapi pemeliharaan
Membaik/tidak sesak (5) untuk kebutuhan asupan oksigenasi
68
10. Kedalaman Napas 5. Anjurkan asupan cairan 2000 dan tindakan dependen perawat,
Membaik (5) ml/hari, jika tidak kontraindikasi. dimana oksigenasi berfungsi untuk
meningkatkan kadar oksigen dalam
6. Kolaborasi : tubuh terpenuhi sehingga fungsi
organ berjalan lancar.
Pemberian ekspektoral, Untuk mencegah hipoksia,
mukolitik, bronkodilator, Jika memudahkan pernafasan dengan
perlu. menurunkan tekanan pada
diafragma
Pemberian oksigen 4
liter/menit dengan metode
kanul atau sungkup non-
rebreathing. Pemberian
inhalasi terapi bila diperlukan
2. Nyeri Akut berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Observasi TTV 1. Memantau dan mengetahui kondisi
dengan Agen pencedera keperawatan selama 3x7 jam umum pasien.
kimiawi yang ditandai diharapkan tingkat nyeri 2. Identifikasi lokasi, karakteristik, 2. Selalu memantau perkembangan nyeri.
dengan nyeri pada area menurun. durasi, frekuensi, kualitas,
luka, Akibat kebakaran Kriteria hasil : intensitas nyeri.
pabrik kembang api yang 1. Keluhan nyeri menurun/ 3. Identifikasi faktor yang 3. Mencari tahu faktor memperberat dan
meledak, kulit terasa seperti hilang dengan skala <3 (5) memperberat dan memperingan memperingan nyeri agar mempercepat
terbakar dan perih. Luka 2. Pasien tidak Meringis/ nyeri. proses kesembuhan.
bakar mengenai pada menurun (5) 4. Kontrol lingkungan yang 4. Memberikan kondisi lingkungan yang
bagian dagu, leher, dada, 3. Kemampuan menuntaskan memperberat rasa nyeri. nyaman untuk membantu meredakan
punggung, kedua tangan aktivitas meningkat (5) nyeri.
dan kakinya, skala Nyeri 7, 4. Sikap protektif menurun (5) 5. Membantu dalam menunjang siklus
muncul terus-menerus 5. Gelisah menurun (5) tidur.
sekitar 1 menit, klien 6. Kesulitan tidur menurun (5) 5. Fasilitas istirahat dan tidur 6. Salah satu cara mengurangi nyeri
69
tampak meringis, luka 7. Frekuensi nadi membaik seperti TENS, hipnosis, terapi musik,
bakar tipe derajat II A, klien (5) 6. Berikan edukasi teknik terapi, pijat, akupressur, aromaterapi,
tampak gelisah, sulit tidur, 8. Tekanan darah membaik nonfarmakologis (Distraksi) imajinasi terbimbing, kompres
bersikap protektif (5) hangat/dingin, dan mengalihkan
menghindar nyeri. Hasil 9. Pola tidur membaik (5) perhatian terhadap nyeri, meningkatkan
pemeriksaan TTV : TD 10. Kemampuan mengenali kontrol terhadap nyeri yang mungkin
140/90 mmHg, N : penyebab Nyeri meningkat berlangsung lama
88x/menit, RR : 26x/menit, (5) 7. Memberikan penjelasan akan
S : 39,50C 11. Kemampuan menggunakan 7. Jelaskan penyebab, periode, dan menambah pengetahuan pasien tentang
teknik non-farmakologi pemicu nyeri. nyeri.
meningkat (5) 8. Ajarkan teknik nonfarmakologis 8. Agar klien atau keluarga dapat
untuk mengurangi rasa nyeri. melakukan secara mandiri ketika nyeri
((latihan napas dalam, imajinasi kambuh dan mampu mengalihkan
visual, aktivitas dipersional) perhatian terhadap nyeri, meningkatkan
kontrol terhadap nyeri yang mungkin
berlangsung lama.
9. Bekerja sama dengan dokter dalam
pemberian dosis obat dan tindakan
dependen perawat, dimana analgetik
berfungsi untuk memblok stimulasi
nyeri.
9. Kolaborasi dengan dokter
pemberian analgetik, jika perlu.
3. Hipertermia berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi penyebab hipertermia 1. Mengetahui indikasi adanya penyebab
dengan Terpapar keperawatan selama 3x7 jam terjadi hipertermia.
lingkungan panas ditandai diharapkan 2. Monitor suhu tubuh
dengan klien mengatakan termoregulasi/pengaturan suhu 2. Mempertahakan suhu tubuh agar tetap
suhu tubuh yang panas dan tubuh pasien membaik. 3. Monitor komplikasi akibat pada rentang normal
juga demam sudah 2 hari, Kriteria hasil : hipertermia
klien nampak sulit tidur, 1. Mengigil menurun (5) 3. Untuk mengetahui terjadinya
kulit klien terasa panas 2. Kulit merah menurun (5) komplikasi penyakit lainnya.
(terasa terbakar), klien 3. Pucat menurun (5)
70
nampak pucat, klien 4. Takikardi menurun (5) 4. Sediakan lingkungan dingin 4. Membantu klien merasa nyaman dan
nampak mengigil, suhu 5. Takipnea menurun (5) sesuai dengan keinginnan klien
tubuh di atas normal S : 6. Dasar kuku sianotik
39,50C. (SDKI D.0130, menurun (5) 5. Pakaian yang tipis membantu
Hal.284) 7. Hipoksia menurun (5) 5. Longgarkan atau lepaskan pakaian penguapan suhu.
8. Suhu tubuh membaik (5)
9. Suhu kulit membaik (5) 6. Basahi dan kipas permukaan tubuh 6. Membasahi dan mengkipas permukaan
10. Pengisian kapiler membaik tubuh dapat membantu tubuh atasi
(5) udara dan suhu yang panas.
7. Ganti linen setiap hari atau lebih
11. Tekanan darah membaik
sering jika mengalami 7. Membantu klien merasa nyaman dan
(5)
hiperhidrosis (keringat berlebihan) sesuai dengan keinginnan klien.
4. Hipovolemia berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Periksa tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui tanda dan gejala
dengan peningkatan keperawatan selama 3x7 jam hipovolemia (mis. Frekuensi nadi hipovolemia yang dapat timbul.
permeabilitas kapiler diharapkan status cairan meningkat, madi teraba lemah, TD
ditandai dengan klien sering membaik. menurun, tekanan nadi meningkat,
merasa haus, tampak sering Kriteria hasil : turgor kulit menurun, membran
minum, tampak lemah, 1. Kekuatan nadi meningkat mukosa kering, volume urin
produksi urin 300 ml/hari, (5) menurun, hematokrit meningkat,
71
6. Risiko Infeksi berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1. Mengetahui adanya gejala infeksi
dengan Kerusakan integritas keperawatan selama 1x7 jam lokal dan sistemik
kulit ditandai dengan klien diharapkan tingkat infeksi
mengatakan terdapat luka menurun. 2. Batasi jumlah pengunjung
pada area dagu, leher, dada, 2. Untuk mencegah terjadinya penyebaran
punggung, kedua tangan Kriteria hasil : infeksi dan mempercepat penyembuhan
73
dan kakinya, pada area luka 1. Kebersihan tangan 3. Berikan perawatan kulit pada area luka
klien kulit tampak adanya meningkat (5) edema
bula, menghitam, sebagian 2. Demam menurun (5) 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah
ada yang pecah dan 3. Kemerahan menurun (5) kontak dengan pasien dan 3. Untuk mencegah faktor infeksi yang
terkelupas, hasil 4. Nyeri menurun (5) lingkungan pasien dapat terjadi.
pemeriksaan laboratorium 5. Bengkak menurun (5) 5. Pertahankan teknik aseptik pada 4. Mencegah terjadinya infeksi oleh virus
WBC menunjukkan 6. Cairan berbau busuk pasien berisiko tinggi atau bakteri
(11.000mcL) TTV : TD : menurun (5) 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
140/90mmHg, N : 7. Kadar sel darah putih 5. Mengurangi faktor risiko infeksi
88x/menit, RR : 26x/menit, membaik (5)
S : 39,50C. 8. Kultur darah (5) 7. Ajarkan cara mencuci tangan
9. Kultur area luka membaik dengan benar
(5) 6. Memberikan informasi dan membantu
8. Ajarkan cara memeriksa kondisi klien dalam pemahaman mengenai
luka atau luka operasi infeksi
7. Agar mengetahui cara mencuci tangan
yang benar agar terhindar dari bakteri
dan virus
8. Mengajarkan klien untuk
mempertahankan kondisi balutan luka
9. Anjurkan meningkatkan asupan
dengan benar dan dapat menilai luka
nutrisi
secara mandiri
10. Anjurkan meningkatkan asupan
9. Mempercepat kesembuhan luka
cairan
7. Gangguan Pola Tidur Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur 1. Memberikab informasi dasar dalam
berhubungan dengan Nyeri keperawatan selama 1x7 jam 2. Identifikasi faktor pengganggu mengetahui pola tidur klien
ditandai dengan klien diharapkan kualitas dan tidur (fisik dan/atau psikologis) 2. Mengetahui apa yang membuat klien
mengeluhkan sulit tidur kuantitas tidur membaik. sulit tidur
dikarenakan rasa nyeri yang 3. Modifikasi lingkungan (mis. 3. Mengurangi faktor yang membuat
diderita, suhu klien teraba Kriteria hasil : Pencahayaan, kebisingan, suhu, klien sulit tidur
74
panas, tampak gelisah, 1. Keluhan sulit tidur matras, dan tempat tidur)
ekspresi tampak meringis, menurun (1) 4. Fasilitasi menghilangkan stress 4. Menghilangkan stress berguna bagi
pola tidur klien berubah, 2. Keluhan sering terjaga sebelum tidur respon tubuh kita agar tidur klien
sebelum sakit tidur malam menurun (1) nyaman
klien sekitar 8 jam dan 3. Keluhan tidak puas tidur
siang sekitar 2 jam, namun menurun (1)
sesudah sakit tidur klien 4. Keluhan pola tidur berubah 5. Tetapkan jadwal tidur rutin 5. Meningkatkan pola tidur
malam sekitar 4 jam saja menurun (1) 6. Lakukan prosedur untuk 6. Membuat klien merasa rileks
tapi kadang terbangun 5. Keluhan istirahat tidak meningkatkan kenyamanan (mis.
dikarenakan rasa nyeri yang cukup menurun (1) Pijat, pengaturan posisi, terapi
dirasakan dan tidur siang 6. Kemampuan beraktivitas akupresur)
klien 30 menit. Hasil meningkat (1) 7. Sesuaikan jadwal pemberian obat
pemeriksaan TTV : TD dan/atau tindakan untuk
140/90 mmHg, N : menunjang siklus tidur-terjaga.
88x/menit, RR : 26x/menit, 8. Jelaskan pentingnya tidur cukup 7. Supaya tidur klien tidak terganggu
S : 39,50C. selama sakit
9. Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
10. Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang 8. Memberikan informasi agar pola tidur
mengganggu tidur klien tidak terganggu
11. Anjurkan penggunaan obat tidur 9. Meningkatkan pola tidur
yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM. 10. Menghindari gangguan sulit tidur
4. Rabu, 6 Januari 2021 1. Memeriksa tanda dan gejala hipovolemia (Mis. S = Klien mengatakan sering merasa haus lagi
Pukul : 09.10 WIB Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi O =
Dhea Permatasari
Diagnosa Keperawatan IV menyempit, turgor kulit menurun, membran - Turgor kulit menurun, bibir tampak
Iskandar
mukosa kering, volume urin menurun, kering dan pucat, klien tampak sering
Hipovolemia berhubungan hematokrit meningkat, haus, lemah) minum, keluhan haus meningkat.
dengan peningkatan 2. Memonitor intake dan ouput cairan Frekuensi nadi membaik : 88x/menit.
permeabilitas kapiler 3. Memberikan posisi modified Trendelenburg Suhu tubuh cukup membaik S : 38,00C
4. Memberikan asupan cairan oral - Intake cairan membaik (1.500cc/hari)
5. Menganjurkan memperbanyak asupan cairan Konsentrasi urine menurun, Output urine
oral cukup meningkat (500 ml/hari)
6. Berkolaborasi pemberian cairan isotonis - Pasien diberikan posisi Tredelenburg
(NaCl/RL) (Infus NaCl 0,9% 6L/menit simple - Pasien mau diberikan asupan cairan oral
mask) (minum air putih)
- Pasien tampak mengikuti anjuran
memenuhi asupan cairan oral.
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan Intervensi 1-6
5. Rabu, 6 Januari 2021 1. Memonitor kondisi luka (mis. Persentasi S = Klien mengatakan masih nyeri dan kebas
Pukul : 10.00 WIB ukuran luka, derajat luka, perdarahan, warrna pada area luka yang terbakar
dasar luka, infeksi, eksudat, bau luka, kondisi O =
Diagnosa Keperawatan V tepi luka. - Presentasi Luka :
Dhea Permatasari
2. Menggunakan teknik aseptik selama merawat Luka bakar terdapat area dagu 9%, leher
Iskandar
luka 1%, dada 18%, punggung 18%, kedua
Gangguan Integritas 3. Melepaskan balutan lama dengan menghindari tangan klien 9 %, dan kedua kakinya
Kulit/Jaringan nyeri dan perdarahan 18%, tampak pergerakan terbatas,
berhubungan dengan 4. Membersihkan luka dengan cairan steril NaCl Luka bakar derajat II A, terdapat bula,
Suhu lingkungan yang 0,9%, cairan antiseptik. sebagian bula ada yang pecah dan
eksterm 5. Mempertahankan teknik steril saat melakukan terkelupas, pada area luka yang terdapat
perawatan luka bula berwarna kehitaman, kulit klien
6. Menjadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam nampak kasar dan sebagian terdapat
atau sesuai kondisi pasien. lepuhan pada area luka, ada peradangan
diarea luka, Masih terdapat adanya
78
Gangguan pola tidur 5. Melakukan prosedur untuk meningkatkan kantong mata klien menghitam.
berhubungan dengan Nyeri (Kenyamanan sesuai dengan keinginan klien) - Klien diposisikan senyaman mungkin
6. Menjelaskan pentingnya tidur cukup selama - Klien mengerti dan ingin melakukan
sakit jadwal tidur rutin
7. Menganjurkan menepati kebiasaan waktu tidur - Keluhan istirahat tidak cukup (cukup
8. Menganjurkan menghindari makanan/minuman menurun), tampak mengikuti anjuran
yang mengganggu tidur. kebiasaan waktu tidur
9. Menganjurkan penggunaan obat tidur yang tidak - Keluhan sulit tidur cukup meningkat
mengandung supresor terhadap tidur REM. - Keluhan sering terjaga cukup menurun
(Obat Melatonin 10 mg per oral) - Keluhan tidak puas tidur menurun
- Tn.M tampak mengikuti anjuran tidak
minum kopi saat malam hari.
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan Intervensi 1, 2, 4, 7 & 9
80
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Pasien : Tn. M
Ruang Rawat : Ruang Bedah
Tanda tangan dan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1. Kamis, 7 Januari 2021 1. Memonitor pola napas (Frekuensi, kedalaman, S = Klien mengatakan sesak napas yang
Pukul : 07.00 WIB usaha napas, kecepatan, irama, bunyi nafas, dirasakan berkurang dan lebih baik dari
kedalaman dan kesulitan bernafas) sebelumnya
Dhea Permatasari
Diagnosa Keperawatan I 2. Memonitor bunyi napas tambahan O=
Iskandar
3. Mempertahankan kepatenan jalan napas - Frekuensi napas cukup membaik (RR :
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika 24x/menit)
curiga trauma servikal). - Penggunaan otot bantu nafas cukup
4. Memposisikan semi-fowler atau fowler. menurun
5. Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika - Kedalaman napas membaik
tidak kontraindikasi. - Wheezing, Dispnea cukup menurun
6. Berkolaborasi pemberian oksigen 4 liter/menit - Pernapasan cuping hidung cukup
dengan metode kanul atau 6L dengan sungkup meningkat
non-rebreathing. Dan Pemberian inhalasi - Tekanan ekspirasi dan inspirasi
terapi bila diperlukan. (O2 Simple mask 6 meningkat
Liter/menit)
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan intervensi 1, 2, 3 & 6
2. Kamis, 7 Januari 2021 1. Mengobservasi TTV pasien S = Klien mengatakan nyeri yang dirasakan
Pukul : 07.30 WIB 2. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, mulai berkurang dari sebelumnya.
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri. O=
Diagnosa Keperawatan II 3. Mengidentifikasi skala nyeri. - Hasil TTV
4. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan TD : 120/ 90 mmHg (TD membaik)
memperingan nyeri N : 88x/menit (Frekuensi nadi
5. Mengkontrol lingkungan yang memperberat membaik)
rasa nyeri.. S : 38,50C
Dhea Permatasari
6. Memberikan teknik nonfarmakologis (mis. RR : 24 x/menit (pola napas cukup
81
normal)
- Hipoksia menurun (Pendinginan
eksternal kompres telah dilakukan
pada bagian dahi dan aksilla klien)
A = Masalah teratasi
P = Pertahankan Intervensi
4. Kamis, 7 Januari 2021 1. Memeriksa tanda dan gejala hipovolemia (Mis. S = Klien mengatakan sudah tidak sering
Pukul : 09.10 WIB Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, merasa haus lagi
tekanan darah menurun, tekanan nadi
Dhea Permatasari
Diagnosa Keperawatan IV menyempit, turgor kulit menurun, membran O =
Iskandar
mukosa kering, volume urin menurun, - Turgor kulit meningkat, bibir tampak
hematokrit meningkat, haus, lemah) lembab dan tidak pucat, klien tampak
2. Memonitor intake dan ouput cairan sering minum. Frekuensi nadi
3. Memberikan posisi modified Trendelenburg membaik : 88x/menit. Suhu tubuh
4. Memberikan asupan cairan oral cukup membaik S : 38,00C
5. Menganjurkan memperbanyak asupan cairan - Keluhan haus menurun. Intake cairan
oral membaik (1.500CC/hari), Konsentrasi
6. Berkolaborasi pemberian cairan isotonis urine meningkat (1.000 ml/hari)
(NaCl/RL) (Infus NaCl 0,9% 6L/menit simple - Pasien diberikan posisi Tredelenburg
mask) - Pasien tampak mengikuti anjuran
memenuhi asupan cairan oral
A = Masalah teratasi
P = Pertahankan Intervensi
5. Kamis, 7 Januari 2021 1. Memonitor kondisi luka (mis. Persentasi S = Klien mengatakan masih nyeri dan
Pukul : 10.00 WIB ukuran luka, derajat luka, perdarahan, warrna kebas pada area luka yang terbakar
dasar luka, infeksi, eksudat, bau luka, kondisi O =
Diagnosa Keperawatan V tepi luka. - Kondisi Luka :
Dhea Permatasari
2. Menggunakan teknik aseptik selama merawat Masih terdapat bula, sebagian bula
Iskandar
luka ada yang pecah dan terkelupas, pada
3. Melepaskan balutan lama dengan menghindari area luka yang terdapat bula berwarna
nyeri dan perdarahan kehitaman, kulit klien nampak sedikit
4. Membersihkan luka dengan cairan steril NaCl tidak kasar lagi dan sebagian terdapat
0,9%, cairan antiseptik. lepuhan pada area luka, ada
83
5. Mempertahankan teknik steril saat melakukan peradangan diarea luka, dan masih
perawatan luka terdapat kemerahan pada kulit.
6. Menjadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam - Kerusakan lapisan kulit meningkat
atau sesuai kondisi pasien. Elastisitas cukup menurun.
7. Berkolaborasi - Nyeri cukup menurun menjadi skala
Pemberian salap (topikal). 4 (sedang), Tidak ada perdarahan,
(Salap Burnazin Cream 35g/hari) kemerahan cukup menurun.
Pemberian antibiotic. (Ceftriaxone 650mg - Nekrosis cukup meningkat, Tekstur
per IV) cukup membaik
- Balutan telah dipasang pada area
luka
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan intervensi 1-8
6. Kamis, 7 Januari 2021 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan S = Klien mengatakan luka pada area leher,
Pukul : 12.00 WIB sistemik dada, punggung, dan kedua lengan
2. Membatasi jumlah pengunjung sudah mulai kering.
Dhea Permatasari
Diagnosa Keperawatan VI 3. Memberikan perawatan kulit pada area edema. O=
Iskandar
4. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak - Kemerahan menurun dan nyeri cukup
dengan pasien dan lingkungan pasien menurun skala 4
5. Mempertahankan teknik aseptik pada pasien - Jumlah pengunjung dibatasi hanya
berisiko tinggi menjadi 1-2 orang saja
6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi - Kultur area luka cukup membaik
7. Mengajarkan cara mencuci tangan dengan - Kebersihan tangan meningkat
benar - Teknik aseptic sudah dipertahankan,
8. Mengajarkan cara memeriksa kondisi luka atau cairan berbau busuk menurun.
luka operasi Demam menurun S : 37,00C,
Bengkak menurun
- Klien dan keluarga tampak mengerti
cara memeriksa kondisi luka secara
mandiri
A = Masalah teratasi
P = Pertahankan intervensi
84
7. Kamis, 7 Januari 2021 1. Mengidentifikasi pola dan aktivitas tidur S = Klien mengeluhkan masih sulit untuk
Pukul : 13.30 WIB 2. Mengidentifikasi faktor penganggu tidur (fisik tidur dikarenakan nyeri
dan/atau psikologis) O=
Dhea Permatasari
Diagnosa Keperawatan VII 3. Memodifikasi lingkungan - Kemampuan berakitivitas menurun,
Iskandar
4. Menetapkan jadwal tidur rutin dan pola tidur berubah meningkat,
5. Melakukan prosedur untuk meningkatkan Tampak kantong mata klien
6. Menjelaskan pentingnya tidur cukup selama menghitam.
sakit - Klien diposisikan senyaman mungkin
7. Menganjurkan menepati kebiasaan waktu tidur - Klien mengerti dan ingin melakukan
8. Menganjurkan menghindari makanan/minuman jadwal tidur rutin
yang mengganggu tidur. - Keluhan istirahat tidak cukup (cukup
9. Menganjurkan penggunaan obat tidur yang menurun), tampak mengikuti anjuran
tidak mengandung supresor terhadap tidur kebiasaan waktu tidur
REM. (Obat Melatonin 10 mg per oral) - Keluhan sulit tidur cukup meningkat
- Keluhan sering terjaga cukup
menurun
- Keluhan tidak puas tidur menurun
- Tn.M tampak mengikuti anjuran tidak
minum kopi saat malam hari.
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan Intervensi 1, 2, 4 & 9
85
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Vulnus Combustio atau dikenal luka bakar adalah suatu trauma yang
disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia, maupun radiasi yang mengenai
kulit, mukosa jarigan yang lebih dalam. Luka bakar (combustio/burn) adalah luka
yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas (thermal), listrik
(electrict), bahan kimia (chemycal), atau radiasi (radiation) juga disebabkan
kontak dengan suhu rendah (frosh bite). Luka bakar bisa saja hanya berupa luka
ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang
membutuhkan perawatan medis yang intensif.
Diagnosa yang diangkat sesuai dengan prioritas masalag pada laporan kasus
ini adalah : Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas,
Nyeri Akut berhubungan dengan Agen pencedera kimiawi, Hipertermia
berhubungan dengan Terpapar lingkungan yang panas, Hipovolemia berhubungan
dengan peningkatan permeabilitas kapiler, Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
berhubungan dengan Suhu lingkungan yang ekstrem, Risiko Infeksi berhubungan
86
Intervensi yang muncul pada laporan kasus Tn.M adalah : Monitor pola
napas, monitor bunyi napas tambahan, pertahankan kepatenan jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift, posisikan semi-fowler atau fowler, anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi, kolaborasi pemberian ekspektoral,
mukolitik, bronkodilator, Jika perlu dan
82 pemberian oksigen, Observasi TTV,
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,
identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri, kontrol lingkungan
yang memperberat rasa nyeri, fasilitas istirahat dan tidur, berikan edukasi teknik
nonfarmakologis, jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri, ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri, dan kolaborasi dengan dokter
pemberian analgetik, jika perlu. Identifikasi penyebab hipertermia, Monitor suhu
tubuh, Monitor komplikasi akibat hipertermia, Sediakan lingkungan dingin,
Longgarkan atau lepaskan pakaian, Basahi dan kipas permukaan tubuh, Ganti
linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis (keringat
berlebihan), Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksilla), Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit intravena. Periksa tanda dan gejala hipovolemia, Monitor
intake dan output cairan, Berikan posisi modified tredelenburg, Berikan asupan
cairan oral, Anjurkan perbanyak asupan cairan oral, Kolaborasi pemberian cairan
isotonis (mis. NaCl, RL). Identifikasi penyebab luka bakar, Identifikasi durasi
terkena luka bakar dan riwayat penanganan luka sebelumnya, Monitor kondisi
luka (mis. Persentasi ukuran luka, derajat luka, perdarahan, warrna dasar luka,
infeksi, eksudat, bau luka, kondisi tepi luka. Gunakan teknik aseptik selama
merawat luka, Lepaskan balutan lama dengan menghindari nyeri dan perdarahan,
Rendam dengan air steril jika balutan lengket pada luka, Bersihkan luka dengan
cairan steril (mis. NaCl 0,9%, cairan antiseptik), Lakukan terapi relaksasi untuk
mengurangii rasa nyeri, Jelaskan tanda dan gejala infeksi, Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien, Kolaborasi prosedur debridement
(mis: enzimatik biologis mekanis,autolotik), jika perlu dan pemberian
antibiotik, jika perlu. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik, Batasi
87
jumlah pengunjung, Berikan perawatan kulit pada area edema, Cuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien, Pertahankan
teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi, Jelaskan tanda dan gejala infeksi,
Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar, Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi, Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi, Anjurkan meningkatkan
asupan cairan. Identifikasi pola aktivitas dan tidur, Identifikasi faktor pengganggu
tidur (fisik dan/atau psikologis), Modifikasi lingkungan, Fasilitasi menghilangkan
stress sebelum tidur, Tetapkan jadwal tidur rutin, Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan (mis. Pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur),
Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk menunjang siklus tidur-
terjaga, Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit, Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur, Anjurkan menghindari makanan/minuman yang
mengganggu tidur, Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung
supresor terhadap tidur REM.
Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan. Dalam
konteks ini, evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan
terarah ketika klien dan profesional kesehatan menentukan kemajuan klien
menuju pencapaian tujuan/hasil, dan keefektifan rencana asuhan keperawatan.
Dari hasil evaluasi data dari Catatan Perkembangan pada Kamis, 7 Januari 2021
yang didapat dengan 3 (tiga) masalah yang diangkat teratasi sesuai dengan tujuan
dan kriteria hasil dengan diagnosa keperawatan yaitu Hipertermia, Hipovolemia
dan Risiko Infeksi. Kemudian, 4 (empat) masalah teratasi sebagian dengan
diagnosa keperawatan yaitu Nyeri Akut, Pola Nafas Tidak Efektif, Gangguan
88
Integritas Kulit dan Gangguan Pola Tidur sehingga perlu pengawasan dan kontrol
dari keluarga sehingga masalah yang dialami klien dapat teratasi.
4.2 Saran
Saran bagi institusi pendidikan agar laporan pendahuluan studi kasus ini
dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan atau referensi untuk mahasiswa
dalam membuat asuhan keperawatan terkait pasien dengan diagnosa Luka Bakar
pada masa mendatang.
Untuk RSUD dr. Doris Palangka Raya khususnya pada sistem integumen,
laporan ini dapat memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada
pasien dengan diagnosa medis Luka Bakar (Combustio) dan meningkatkan mutu
pelayanan perawatan di rumah sakit kepada pasien dengan diagnosa medis Luka
Bakar.
89
DAFTAR PUSTAKA
Joyce, Black & Jane Hokanse. 2014. Medical Surgical Nursing Vol.2. Jakarta.
Salemba Medika.
Moenadjat, Yefta. 2010. Luka Bakar Masalah dan Tatalaksana. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI. 85 86 .
Mutaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan padaKlien dengan Gangguan
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi
10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Nucleus PRECISE News Letter #81. 2011. Luka Bakar-Combustion. Diakses dari
https://id.scribd.com/doc/144044868/Newsletter-Edis-81Luka-Bakar1 pada
tanggal 4 Januari 2021.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Riskedas. 2018. Hasil utama Riskesdas tahun 2018. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Setiya, Andri & Abd Wahid. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Mitra Wacana Media
The World Fire Data Statistic Center. 2018. World Fire Statistic. Diakses dar
https://www.ctif.org/news/world-fire-statistics-issue-no-23-2018-updated-
version pada tanggal 4 Januari 2021.
WHO. 2017. Burns 2017. Geneva: WHO Library Cataloguing Data. [Online
Article] Diakses dari
www.who.int/violence_injury_prevention/other_injury/burns/en/ Pada
tanggal 4 Januari 2021
86
LAMPIRAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN PADA PASIEN DENGAN
LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
Disusun Oleh :
Dhea Permatasari Iskandar
2018.C.10a.0964
Tingkat III B/Semester V
7. Tugas Perorganisasian
1) Moderator : Dhea Permatasari Iskandar
a. Membuka acara penyuluhan
b. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
c. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
d. Mengatur jalannya acara.
2) Penyaji : Dhea Permatasari Iskandar
1 Menyampaikan materi penyuluhan
2 Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3 Mengucapkan salam penutup
3) Simulator : Dhea Permatasari Iskandar
Simulator adalah sebagai simulasi atau objek fisik benda nyata yang
didemonstrasikan
4) Fasilitator : Dhea Permatasari Iskandar
Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang,
memahami tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat
rencana guna mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu
dalamdiskusi.
Tugas :
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya kegaiatan
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai dengan akhir
3. Membuat dan megedarkan absen peserta penyuluhan
8. SETTING TEMPAT
Keterangan :
: Kamera
9. Rencana Evaluasi
1) Evaluasi Struktur
Tempat dan alat sesuai rencana.
Peran dan tugas sesuai rencana.
Setting tempat sesuai dengan rencana.
2) Evaluasi Proses
Selama kegiatan semua peserta dapat mengikuti seluruh kegiatan.
Selama kegiatan semua peserta aktif.
Bagaimana berlangsungnya proses penyuluhan, ada hambatan atau
tidak ada hambatan, keaktifan keluarga Pasien dalam proses
pembelajaran, tanya jawab bisa hidup atau tidak.
3) Evaluasi Hasil
Keluarga pasien mampu mengetahui tentang penyakit Luka Bakar dan cara
mengatasi
Abstrak
Luka bagi kebanyakan orang adalah suatu hal yang sangat mengganggu dan
menyebabkan ketidaknyamanan baik fisik ataupun psikis serta meningkatkan
morbiditas bagi pasien yang terkena luka. Karena itu diperlukan suatu paradigma
baru dalam perawatan luka yang tidak beracun, minimal invasif dan ekonomis
namun tetap mendukung penyembuhan luka yang optimal. Salah satu cara atau
metode yang digunakan adalah menggunakan sinar ultraviolet sebagai terapi
modalitas dalam mendukung proses kesembuhan perawatan luka pasien terutama
pasien dengan luka infeksi dan hasilnya sangat signifikan dalam mendukung
kesembuhan dalam perawatan luka infeksi dibandingkan dengan perawatan luka
biasa tanpa kombinasi dengan sinar ultraviolet. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui gambaran mengenai pengaruh sinar ultraviolet terhadap proses
penyembuhan luka. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi
literatur dari 5 artikel meliputi 3 artikel dari science direct, 1 artikel dari pubmed,
dan 1 artikel dari google scholar.. Beberapa penelitian menunjukan bahwa sinar
UV mampu mengaktifkan gen dalam pembelahan sel dan respon imun. Hal ini
membuktikan paparan UV bermanfaat dalam penyembuhan luka dan pemulihan
homeostasis kulit, anti inflamasi dan anti oksidan. Sinar UV berfungsi sebagai
modulator potensi keratinosit – melanosit dalam mempromosikan penyembuhan
luka. Sinar UV B dan C juga bermanfaat dalam mengurangi jumlah eksudat pada
jenis luka infeksi dan mampu memperbaiki penampilan luka dan kedalaman luka
menjadi lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan
terapi sinar ultraviolet. Secara khusus sinar UV (B) dan (C) lebih terbukti efektif
pada ulkus yang terinfeksi karena jumlah eksudat menurun maka secara tidak
langsung dapat mengurangi bau dan mempercepat proses penyembuhan luka.
Penggunaan ultraviolet dapat sebagai salah satu cara yang dipakai dalam proses
perawatan luka guna mendukung tingkat kesembuhan luka termasuk dalam terapi
modalitas.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literature. Sumber
yang digunakan diperoleh melalui pencarian sumber di mesin pencari google
scholar, jurnal science direct dan jurnal ebscohost dengan kata kunci ultraviolet,
wound care, dan wound healing dengan hasil 3 artikel dari science direct, 1
artikel dari Pubmed, dan 1 artikel dari google scholar. Artikel yang memenuhi
kriteri inklusi dikumpulkan dan diperiksa secara sistematis. Pencarian literatur
yang dipublikasikan dari tahun 2007 – 2018.
Tabel 1. Sumber Pencarian Literatur
KESIMPULAN
Proses penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks dari 3 fase yaitu
fase peradangan, fase proliferasi dan fase maturasi/remodelling. Sinar ultraviolet
(tipe B dan C) mampu mempercepat proses penyembuhan luka, mengurangi
jumlah eksudat, meningkatkan vasodilatasi, membunuh kuman patogen pada luka
sehingga secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap peranan menurunkan
angka LOS, menurunkan cost efektiveness (pembiayaan), meningkatkan rasa
nyaman dengan menurunkan nyeri pada luka, menurunkan bau yang pada luka
karena produksi eksudat akibat infeksi luka serta meningkatkan angka harapan
hidup pasien.
Sinar ultraviolet tipe C sangat efektif dalam menghancurkan bakteri,
menghilangkan radang dan meningkatkan perbaikan tampilan luka (Onigbinde et
al, 2010). Dalam studi invitro sinar UVC berperan dalam proses perawatan luka
menjadi lebih baik, hal ini karena sinar UVC dapat mempengaruhi growth factor
recesptors. Sintesis DNA, merangsang pelepasan fibronektin dan fibroblast dan
proliferasi sel epidermis (Nussbaum, Flett, Hitzig, McGillivray, Leber, & Morris,
2013).
Dalam perannya membunuh bakteri (potensi bakterisida) sinar ultraviolet
mampu menghancurkan kuman pada jaringan luka tanpa efek merusak sel dan
jaringan. Hal ini dapat dijelaskan pada absorbansi yang kuat dari sinar UVC
dengan protein selular, dapat secara efisien menonaktifkan asam inti bakteri
sehingga merusak kapasitas proliferatif mikroba (Ponnaiya, Buonanno, Welch,
Shuryak, Randers-Pehrson, & Brenner, 2018).
Rekomendasi yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah bahwa perlu
sekali dikembangkan lebih jauh peran sinar ultraviolet dalam proses perawatan
luka di Indonesia. Karena saat ini di Indonesia masih belum ada penelitian tentang
sinar ultraviolet dalam proses perawatan luka. Manfaat yang dapat diambil adalah
bahwa sinar UV mampu berperan sebagai terapi alternatif dalam perawatan luka
dalam mengurangi cost atau biaya dalam perawatan di rumah sakit dengan
mengurangi dampak pemakaian obat-obatan (antibiotik) ataupun dressing modern
yang mahal.
DAFTAR PUSTAKA
Aleem NA, Aslam M, Zahid MF, Rahman AJ, Rehman FU. Treatment of Burn
Wound Infection Using Ultraviolet Light: A Case Report. J Am Coll Clin
Wound Spec [Internet]. 2013;5(1):19–22. Available from:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S2213510314000360.
Ponnaiya B, Buonanno
M, Welch D,
Shuryak I, Randers-
Pehrson G, Brenner
DJ. Far-UVC light
prevents MRSA
infection of
superficial wounds
in vivo. PLoS One.
2018;13(2):1–13.
Rennekampff, H. O.,
Busche, M. N.,
Knobloch, K., &
Tenenhaus, M.
(2010). Is UV
radiation
beneficial in
postburn wound
healing? Medical
Hypotheses,
75(5), 436–438.
https://doi.org/10.
1016/j.mehy.2010
.04.017
JURNAL 2
Abstrak
Nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan
jaringan aktual atau potensial. Manajemen nyeri pada luka bakar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
terapi luka bakar. Nyeri pada luka bakar merupakan nyeri akut, penanganan yang tidak baik akan menyebabkan
komplikasi, salah satunya nyeri kronik. Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Hasan Sadikin Bandung telah
membuat standar prosedur operasional (SPO) manajemen nyeri yang berguna untuk meningkatkan kepatuhan dalam
pelaksanaan manajemen nyeri. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kesesuaian teknik pengkajian, tindak lanjut dan
evaluasi ulang nyeri pada pasien luka bakar dengan SPO manajemen nyeri. Penelitian menggunakan metode
deskriptif observasional retrospektif terhadap 99 rekam medis pasien luka bakar yang memenuhi kriteria inklusi di
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2018. Hasil penelitian didapatkankan bahwa pengkajian nyeri yang
dilakukan sesuai dengan SPO menggunakan numeric rating scale atau Wong Baker faces pain scale ditemukan pada
99 pasien (100%). Tindak lanjut hasil pengkajian nyeri luka bakar yang dilakukan sesuai dengan SPO sebanyak 71
pasien (72%). Evaluasi ulang setelah tindak lanjut pengkajian nyeri yang sesuai SPO pada 93 pasien (94%).
Simpulan, pengkajian nyeri di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung sudah sesuai dengan SPO manajemen nyeri,
namun tindak lanjut dan evaluasi ulang pada nyeri luka bakar belum sesuai dengan SPO manajemen nyeri.
Kata kunci: Luka bakar, manajemen nyeri, nyeri, standar prosedur operasional
Abstract
Pain is defined as an unpleasant sensory and emotional experience related to actual or potential tissue damage.
Pain management for burns is an integral part of burn therapy. Pain in burns is an acute pain and poor
management will lead to health complications including chronic pain. Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung
has made a standard operating procedure (SOP) for pain management to improve compliance to pain management
standard. This study aimed to evaluate the compliance to the standards in assessment techniques, follow-up, and
re-evaluation of pain in patients with burn according to the applicable pain management SOP. This was a
retrospective descriptive observational study on 99 medical records of burn patients who met the inclusion criteria
in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung in 2018. The results of the study revealed that the pain assessment
for these patient was carried out according to the SOP which refers to the use of a numeric rating scale or Wong
Baker face pain scale in 99 patients (100%). In the follow-up, 71 were performed according to the SOP (72%) while
the re-evaluation was performed in compliance with the SOP in 93 patients (94%). In conclusion, pain assessment in
Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung is performed in accordance with SOP on pain management but not all
patients receive follow-up and re-evaluation of burn pain in accordance with the SOP on pain management.
Mean±Std 43,70±14,619
18–40 37 (37%)
Penelitian ini merupakan penelitian 41–60 47 (48%)
deskriptif observasional. Objek penelitian
adalah rekam medis pasien dengan luka >60 15 (15%)
bakar di RSUP Dr. Hasan Sadikin Jenis kelamin
Bandung. Kriteria inklusi pada penelitian ini
adalah rekam medis pasien dewasa dengan Laki-laki 69 (70%)
luka bakar di RSUP Dr. Hasan Sadikin
Perempuan 30 (30%)
Bandung pada tahun 2018, baik operasi
maupun tanpa operasi. Kriteria eksklusi Luas luka bakar (%)
meliputi rekam medis pasien luka 46 (47%)
≤10
30 (30%)
11–20
9 (9%)
21–30
8 (8%)
31–40
bakar yang dirawat di ruang intensive care unit. 41–50 0 (0%)
Kriteria pengeluaran bila lembar pengkajian >50 6 (6%)
nyeri di dalam rekam medis rusak atau tulisan Tingkat pendidikan
tidak terbaca. Peneliti melakukan pencatatan SD 3 (3%)
data rekam medis setelah mendapatkan SLTP 1 (1%)
SLTA 74 (75%)
persetujuan dari Komite Etik Penelitian
D3
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas S1 11 (11%)
Padjadjaran/ RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung 10 (10%)
No: LB.02.01/X.6.5/36/2019. Data rating scales untuk dewasa dan wong baker faces
penelitian yang diambil adalah usia, jenis pain scale untuk pasien yang tidak dapat
kelamin, luas luka bakar, tingkat pendidikan, berkomunikasi atau anak. Tindak lanjut sesuai
pengkajian nyeri, tindak lanjut (terapi), dan SPO dengan terapi farmakologi. Terapi
evaluasi ulang nyeri. Pengkajian nyeri sesuai farmakologi untuk nyeri ringan adalah dengan
dengan SPO di RSUP Dr. Hasan Sadikin pemberian parasetamol atau non steroidal anti
berdasar waktu dan teknik. Waktu dikaji inflammatory drugs (NSAID), untuk nyeri sedang
segera saat pasien tiba di ruang dengan kombiasi opioid lemah dan
pemeriksaaan. parasetamol/NSAID, serta untuk nyeri berat
Teknik pengkajian dengan skala numeric dengan kombinasi opioid kuat
JAP, Volume 7 Nomor 2, Agustus 2019
Yudhanarko, Suwarman, Ricky Aditya; Evaluasi Kepatuhan Pelaksanaan Standar Prosedur Operasional Manajemen Nyeri 95
pada Pasien Luka Bakar di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
bakar yang diteliti pada penelitian ini
Keterangan: data kategorik disajikan dengan jumlah sebanyak 99 rekam medis. Sebagian besar
atau frekuensi dan persentase, pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak
sedangkan data numerik disajikan
69 pasien (70%).
dengan mean, median, st. deviasi,
dan range (min.–maks.)
Keterangan: data kategorik disajikan dengan jumlah atau frekuensi dan persentase, sedangkan data numerik disajikan
dengan mean, median, standar deviasi, dan range (min.–maks.)
Usia rerata pasien adalah 43,70±14,62 sebanyak 7 pasien (88%). Evaluasi ulang
tahun. Luas luka bakar terbanyak adalah untuk nyeri sedang yang dilakukan sesuai
≤10% total body surface area (47%) dan SPO ditemukan pada 44 pasien (92%).
kedua terbanyak, yaitu 11–20% total body Untuk evaluasi ulang nyeri ringan yang
surface area (30%). Latar belakang dilakukan sesuai SPO ditemukan pada 42
pendidikan terbanyak adalah Sekolah pasien (98%; Tabel 4).
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), yaitu 75%
(Tabel 1). Pembahasan
Nyeri luka bakar yang dikaji sesuai SPO
dengan Numeric rating scale (NRS) untuk Persepsi nyeri yang dialami pasien bersifat
pasien dewasa atau dengan Wong Baker subjektif sehingga tidak ada dua orang yang
faces pain scale untuk dewasa yang tidak mengalami rasa nyeri dengan respons dan
dapat berkomunikasi ditemukan pada 99 perasaan yang sama. Beberapa faktor yang
(100%). Tindak lanjut hasil pengkajian nyeri dapat memengaruhi persepsi nyeri pada
luka bakar yang sesuai SPO ditemukan luka bakar, yaitu usia, jenis kelamin, tingkat
sebanyak 71 pasien atau sebesar 71,7% pendidikan, dan luas luka bakar.14
(Tabel 2). Pada penelitian ini didapatkan jumlah
Nyeri ringan yang diberikan terapi sesuai sampel sebanyak 99 pasien dengan usia
SPO manajemen nyeri (parasetamol atau rerata 43,70±14,62 tahun. Penelitian ini
NSAID) didapatkan sebesar 43 pasien mendapatkan usia terbanyak pasien luka
(100%). Untuk nyeri sedang yang diberikan bakar adalah pada rentang usia 41
terapi yang sesuai dengan SPO sampai
(parasetamol/NSAID 60 tahun (48%). Penelitian sebelumnya
+ opioid lemah) sebesar 27 pasien (56%). menemukan rentang usia 20 sampai 40
Nyeri berat yang diberikan terapi sesuai tahun merupakan usia pasien dengan luka
SPO (parasetamol/NSAID + opioid kuat) bakar terbanyak (61,1%). Hal ini menurut
sebesar 1 pasien (12%; Tabel 3). pendapat ahli terjadi karena luka bakar
Evaluasi ulang nyeri luka bakar setelah merupakan trauma yang sebagian besar
dilakukan tindak lanjut dari pengkajian nyeri disebabkan oleh
yang dilakukan sesuai SPO pada nyeri berat
Tabel 4 Evaluasi Ulang Nyeri Luka Bakar
Sesuai SPO Tidak Sesuai SPO
Nyeri n=93 n=6
Berat 1 jam 7 (88%) 1 (12%)
Sedang 2 jam 44 (92%) 4 (8%)
Ringan 8 jam 42 (98%) 1 (2%)
Total 93 (94%) 6 (6%)
Keterangan: data kategorik, data disajikan dengan jumlah atau frekuensi dan persentase
kelalaian di rumah ataupun di tempat kerja Data karakteristik jenis kelamin pasien yang
dan dapat terjadi pada usia produktif yang didapat pada penelitian ini adalah pasien laki- laki
pada usia tersebut fungsi dan peran sebagai sebanyak 69 pasien (70%). Pada penelitian yang
pekerja sehingga memungkinkan kejadian dilaksanakan sebelumnya didapatkan bahwa laki-
trauma luka bakar banyak terjadi pada saat laki yang terkena luka bakar lebih banyak
melakukan aktivitas dalam bekerja. Pada dibanding dengan perempuan (75,9% vs 24,1%).
penelitian sebelumnya ini menyatakan pula Hal ini kemungkinan disebabkan oleh lingkungan
tidak ada korelasi antara usia dan persepsi persepsi nyeri karena laki-laki memiliki
nyeri, namun didapatkan bahwa pasien yang sensitivitas yang lebih rendah dibanding
lebih muda memiliki skor nyeri lebih tinggi dengan perempuan atau kurang merasakan
daripada yang lebih tua. Pengaruh usia pada nyeri. Laki-laki kurang mengekspresikan
persepsi nyeri tidak diketahui secara luas. nyeri yang dirasakan bila dibanding dengan
Orang tua berespons terhadap nyeri berbeda perempuan. Hasil penelitian yang
dengan orang yang lebih muda, beberapa sebelumnya mengenai hubungan kebutuhan
faktor yang memengaruhi orang tua bahwa morfin pascabedah dengan total responden
mereka berpendapat bahwa nyeri yang sebesar
terjadi merupakan sesuatu yang harus 2.298 pasien menunjukkan bahwa wanita
diterima dan kebanyakan orang tua takut kurang mengonsumsi morfin melalui patient
terhadap efek samping obat antinyeri controlled analgesia (PCA) daripada laki-laki
berhubung dengan penyakit penyerta yang pada nyeri pascabedah. 7,17
ada sehingga mereka tidak melaporkan
derajat nyeri sesuai dari yang seharusnya Latar belakang pendidikan terakhir
dirasakan. 15–17 terbanyak adalah Sekolah Lanjutan Tingkat
Luas luka bakar terbanyak adalah luka Atas (SLTA) sebesar 75%. Pengaruh tingkat
bakar dengan luas luka bakar sebesar ≤10% pendidikan itu terhadap persepsi nyeri
total body surface area (47%) dan kedua berhubungan dengan komunikasi yang
terbanyak adalah luka bakar dengan luas disampaikan oleh pasien tentang sesuatu
luka bakar 11−20% total body surface area yang dirasakannya. Pengkajian nyeri
(30%). Pengaruh luas luka bakar terhadap merupakan kajian yang bersifat subjektif dan
persepsi derajat nyeri tidak selalu komunikatif yang berasal dari pasien.
berbanding lurus, hal ini ditentukan oleh Tingkat pendidikan merupakan salah satu
faktor yang lain seperti kedalaman luka faktor yang menentukan terhadap perubahan
bakar. Pada penelitian ini didapatkan hasil perilaku, bahwa semakin tinggi tingkat
yang tidak jauh berbeda dengan penelitian pendidikan seseorang semakin banyak
sebelumnya bahwa luas luka bakar yang proses dan pengalaman belajar terhadap
terbanyak adalah luas luka bakar <20% total lingkungan yang ada di sekitarnya, termasuk
body surface area. 7 pula nyeri yang dirasakan. Namun,
penelitian yang terkait antara pengaruh
tingkat pendidikan dan nyeri
menunjukkan tidak terdapat hubungan
bermakna.7,17 secara tepat dapat meningkatkan
Pengkajian nyeri luka bakar yang keberhasilan manajemen nyeri akut dan juga
sesuai dengan SPO sebanyak 99 meningkatkan keberhasilan pengobatan luka
pasien (100%). Hasil ini didapatkan bakar itu sendiri
karena RSUP Dr. Hasan Sadikin
sudah menerapkan lembar pengkajian
nyeri yang terintegrasi di dalam
rekam medis pasien baru sehingga sehubungan dengan penurunan reaksi
petugas medis (baik dokter maupun inflamasi yang terjadi pada luka bakar.14
perawat) dapat mudah melakukan Faktor psikologis pasien dapat juga
pengkajian. Dalam suatu penelitian dipengaruhi pengkajian nyeri yang cepat.
ditemukan bahwa pengkajian nyeri Pengkajian nyeri yang cepat dan pengobatan
yang segera (early assessment) dan yang tepat sesuai dengan skala nyeri sangat
dilakukan penting karena dapat mengatasi
pengalaman buruk pasien akan nyeri luka bakar pasien luka bakar pada skala nyeri ringan, sedang,
sehingga dampak psikologis pasien dengan luka dan berat dikelompokkan berdasar obat yang
bakar tersebut tidak terganggu dan tidak terjadi diberikan, seperti parasetamol, NSAID, opioid
nyeri kronik akibat nyeri akut yang tidak diatasi lemah, opioid kuat, dan kombinasi NSAID
dengan baik. Pengkajian nyeri yang tidak benar ditambah opioid lemah atau opioid kuat. Sesuai
akan berpengaruh terhadap ketepatan pemberian dengan buku panduan nyeri RSUP Dr. Hasan
terapi sehingga kemungkinan terjadi komplikasi Sadikin Bandung, terapi farmakologi yang
lebih besar, salah satu contoh adalah nyeri kronik rasional untuk nyeri ringan adalah parasetamol
yang sulit untuk diobati. 18,19 atau NSAID, terapi nyeri sedang dengan
Tindak lanjut hasil pengkajian nyeri luka kombinasi opioid lemah dan
bakar yang sesuai SPO didapatkan pada 71 parasetamol/NSAID, sedangkan terapi nyeri berat
pasien (72%). Tindak lanjut pengkajian nyeri dengan kombinasi opioid kuat dan
dilaksanakan untuk menilai apakah pengobatan parasetamol/NSAID. Pada penelitian ini
nyeri sudah sesuai dengan skala nyeri sebagaimana didapatkan hasil pemberian terapi yang
telah diatur dalam SPO manajemen nyeri. Hasil ini
menjelaskan bahwa analgesik yang diberikan tidak
cukup baik dan terdapat 28% pemberian analgesik
tidak sesuai dengan skala nyeri yang terjadi (atau
tidak sesuai dengan SPO manajemen nyeri). Hal ini
dapat terjadi karena beberapa faktor seperti obat
yang tidak ada, persediaan obat yang habis, ataupun
pengetahuan tentang manajemen nyeri yang baik
masih kurang. Dari segi SPO, hal ini dapat terjadi
karena sosialisasi SPO manajemen nyeri itu sendiri
kurang. Dari segi dokter maupun perawat, hal ini
mungkin dapat terjadi karena tidak tersampainya
instruksi yang diberikan ataupun instruksi sudah
diberikan, namun tidak dikerjakan sesuai dengan
SPO manajemen nyeri. Hal tersebut membutuhkan
penelitian lebih lanjut untuk menentukan
penyebabnya.
Penggunaan analgesik yang diberikan pada
tidak sesuai SOP pada nyeri sedang (8%) dan pasien setelah diberikan terapi.13
nyeri berat (12%). Pemberian analgesik yang Pada pedoman yang sudah dibuat oleh
tidak sesuai dengan tingkat nyeri akan tim manajemen nyeri RSUP Dr. Hasan
menimbulkan efek yang tidak diinginkan, Sadikin, evaluasi ulang nyeri dilakukan
seperti pemberian opioid dapat menimbulkan dengan interval 8 jam untuk nyeri ringan dan
efek samping depresi pernapasan, mual tidak nyeri, 2 jam untuk nyeri sedang, serta
muntah, penurunan tingkat kesadaran, serta setiap jam untuk nyeri berat. Nyeri dapat
dapat menurunkan respons simpatis pasien. dinilai segera setelah diberikan intervensi
Sebaliknya, pemberian obat analgesik yang analgesik, seperti contoh pemberian obat
kurang dari tingkat nyeri baik dosis maupun opioid parenteral dapat dinilai ulang nyeri
jenis analgesik dapat menyebabkan beberapa segera setelah diberikan 15 sampai 30 menit
akibat, yaitu nyeri yang tidak hilang atau dan 1 jam bila diberikan secara oral.
berkurang, meningkatkan risiko nyeri kronik, Penilaian ulang segera dan tepat merupakan
meningkatkan respons inflamasi tambahan, strategi yang efektif dalam penanganan nyeri
dan selanjutnya akan meningkatkan kejadian akut, termasuk di dalamnya adalah luka
morbiditas, lama penyembuhan luka juga bakar
meningkat, meningkatkan waktu perawatan di
rumah sakit yang akan berakibat lanjut risiko
infeksi nasokomial meningkat.3,4
Evaluasi ulang pada nyeri perlu dilakukan sehingga keberhasilan manajemen
sesuai dengan pedoman yang sudah dibuat dan pengobatan luka bakar dapat tercapai.
pada pengalaman penelitian sebelumnya Evaluasi
menyatakan bahwa evaluasi ulang nyeri pada
terapi nyeri dapat meningkatkan kualitas
manajemen nyeri serta menurunkan respons
inflamasi yang dapat merusak seluruh organ
tubuh.20 Tujuan evaluasi ulang nyeri adalah ulang yang tidak sesuai dengan pedoman
sebagai acuan bagi dokter dan perawat dalam akan menyebabkan nyeri yang tidak teratasi
penerapan langkah-langkah selanjutnya untuk dan dapat menimbulkan nyeri kronik, yang
mengidentifikasi rasa nyeri yang dirasakan dapat
infeksi nasokomial.3,4
memperlama perawatan di rumah sakit. 13,19
Pada penelitian ini terdapat 12% nyeri berat yang Simpulan
dilakukan evaluasi tidak sesuai dengan SPO. Hal
ini mungkin disebabkan oleh keterbatasan jumlah
Pengkajian nyeri pada seluruh pasien luka
tenaga kesehatan dan pengetahuannya terhadap
bakar di RSUP Dr. Hasan Sadikin tahun 2018
SPO yang sudah dibuat. Pada SPO dinyatakan
sudah sesuai dengan SPO manajemen nyeri.
bahwa pada nyeri berat harus dilakukan evaluasi
Tindak lanjut hasil pengkajian nyeri luka bakar
ulang setelah 1 jam diberikan analgesik. Terutama
dan evaluasi ulang yang dilakukan belum sesuai
untuk nyeri berat karena nyeri berat yang tidak
dengan SPO manajemen nyeri.
dilakukan evaluasi sesuai dengan SPO dapat
mengakibatkan terapi yang salah dan paling besar
kemungkinan timbul risiko nyeri kronik. Selain
itu, komplikasi lain yang dapat timbul adalah
meningkatkan respons inflamasi tambahan yang
selanjutnya akan meningkatkan morbiditas yang
menurunkan proses penyembuhan luka,
meningkatkan waktu perawatan di rumah sakit
yang akan berakibat lanjut meningkatkan risiko
Kedokteran Diponegoro.
2016;5(4):1526−34.
8. Longnecker DE, Orkin FK. Anesthesia
risk. Dalam: Longnecker DE, Mackey
SC, Newman MF, Sandberg WS, Zapol
WM, penyunting. Anesthesiology. Edisi
ke-
3. New York: McGraw Hill; 2010.
hlm. 291−306.