Anda di halaman 1dari 133

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn. M DENGAN DIAGNOSA MEDIS LUKA BAKAR


(VULNUS COMBUSTIO) DI RUANG BEDAH
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Oleh :
Dhea Permatasari Iskandar
NIM : 2018.C.10a.0964

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Dhea Permatasari Iskandar
NIM : 2018.C.10a.0964
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Tn. M
dengan diagnosa medis Luka Bakar (Vulnus Combustio) di
Ruang Bedah RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II) Pada Program Studi
Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik

Nia Pristina, S.Kep.,Ners

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Dhea Permatasari Iskandar
NIM : 2018.C.10a.0964
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Tn. M
dengan diagnosa medis Luka Bakar (Vulnus Combustio) di
Ruang Bedah RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II) Pada Program Studi
Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disahkan oleh :

Ketua Prodi Sarjana Keperawatan Pembimbing Praktik

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep. Nia Pristina, S. Kep., Ners

iii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Tn. M dengan diagnosa
medis Luka Bakar (Vulnus Combustio) di Ruang Bedah RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi
tugas Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep., Ners selaku Koordinator Praktik Pra Klinik
Keperawatan II Program Studi Sarjana Keperawatan.
4. Ibu Nia Pristina, S. Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 6 Januari 2021

(Penyusun)
Dhea Permatasari Iskandar

iv
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................vii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.......................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................5
2.1 Konsep Penyakit Luka Bakar.......................................................................5
2.1.1 Definisi Luka Bakar.........................................................................5
2.1.2 Anatomi Fisiologi.............................................................................5
2.1.3 Etiologi...........................................................................................10
2.1.4 Klasifikasi.......................................................................................11
2.1.5 Patofisiologi (Pathways).................................................................15
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)...........................................17
2.1.7 Komplikasi.....................................................................................18
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang..................................................................20
2.1.9 Penatalaksanaan Medis..................................................................21
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan.............................................................26
2.2.1 Pengkajian Keperawatan................................................................26
2.2.2 Diagnosa Keperawatan...................................................................34
2.2.3 Intervensi Keperawatan..................................................................35
2.2.4 Implementasi Keperawatan............................................................44
2.2.5 Evaluasi Keperawatan....................................................................44
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................45
3.1 Pengkajian.................................................................................................45
3.2 Diagnosa Keperawatan..............................................................................63
3.3 Intervensi...................................................................................................65
3.4 Implementasi.............................................................................................72
3.5 Evaluasi.....................................................................................................72
BAB 4 PENUTUP................................................................................................82
4.1 Kesimpulan................................................................................................82
4.2 Saran...........................................................................................................85
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................86
LAMPIRAN
SAP (SATUAN ACARA PENYULUHAN)
LEAFLET
JURNAL

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Luka Bakar Derajat I 12


Gambar 1.2 Luka Bakar Derajat II....................................................................13
Gambar 1.3 Luka Bakar Derajat III 13
Gambar 1.4 Berdasarkan luas luka bakar permukaan tubuh 14
Gambar 1.5 Manifestasi Klinis Vulnus Combustio Grade I-III 18

vi
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Vulnus Combustio atau Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau
kehilangan jaringan yang disebab kanadanya kontak dengan sumber panas seperti
api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi.Kerusakan jaringan yang
disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air
panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar dan menyebabkan kerusakan
organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat
reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan
gangguan proses penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber
panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu
kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi. (Yefta, 2003).
Badan kesehatan dunia (WHO) tahun 2017 secara global luka bakar
termasuk dalam peringkat ke 15, penyebab utama kematian terjadi pada anak-
anak dan dewasa muda yang berusia 5-29 tahun. Prevalensi kejadian luka bakar
didunia adalah pada tahun 2007-2009 tercatat per 100.000 orang yaitu negara
yang mempunyai prevalensi terendah adalah Singapura (0,05%) dan prevalensi
tertinggi adalah Finlandia (1,98%) (The World Fire Data Statistic Center, 2018).
Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia, angka mortalitas akibat trauma
luka bakar sekitar 195.000 jiwa pertahun. Berdasarkan data unit luka bakar
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), pasien dengan luka bakar akut yang
di rujuk pada tahun 2010 sebanyak 143 orang pasien. Dari 50 orang pasien, 24
orang pasien (48%) meninggal dan 26 orang pasien (52%) dapat diselamatkan.
Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api,misalnya tersiram air
panas,banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga (Depkes RI,2008). Derajat
luka bakar yang paling banyak ditemukan yairu derajat II A dan B dengan 36
kasus atau 46,7 % dari seluruh kasus luka bakar yang didapatkan.(Awan adhy et
al,2014).
Luka bakar atau Vulnus Combustio yaitu luka yang disebabkan oleh suhu
tinggi, dan disebabkan banyak faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik

1
2

seperti kabel listrik yang mengelupas, petir, atau bahan kimia seperti asam atau
basa kuat. Luka bakar atau vulnus combustio merupakan masalah yang sangat
signifikan oleh karena itu perlu penanganan yang spesifik dan membutuhkan
tenaga medis yang profesional. Penyembuhan luka pada kulit merupakan kondisi
yang kompleks, mencakup berbagai respon terhadap cedera.
Adanya luka akan mengaktifkan proses sistemik yang merubah fungsi fisiologi
yang dapat melampaui kondisi lokal pada daerah yangmengalami luka. Secara
umum penyembuhan luka menunjukkan respon organisme terhadap kerusakan
fisik jaringan /organ serta usaha pengembalian kondisi homeostasis sehingga
tercapai kestabilan fisiologi jaringan atau organ yang ditandai dengan
terbentuknya epitel yang fungsional diatas daerah luka. (Gurtner,2007)
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat laporan studi kasus
tentang Asuhan Keperawatan Pada Nn.B dengan Luka Bakar di Sistem
Integumen, dalam upaya ketepatan penegakan diagnosis hingga pemberian terapi
yang adekuat sehingga dapat dilakukan pencegahan dari komplikasi yang dapat
ditimbulkan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah yaitu : Bagaimana pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan pada
Tn.M yang komprehensif dengan diagnosa medis Luka Bakar pada sistem
integumen di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulis studi kasus ini adalah untuk memberikan Asuhan
Keperawatan pada Tn.M dengan diagnosa medis di Sistem Integumen dengan
menggunakan proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi
keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
3

1.3.2.1 Mahasiswa dapat melengkapi Laporan Pendahuluan dan Asuhan


Keperawatan pada Tn.M dengan diagnosa medis Luka Bakar di sistem
Integumen.
1.3.2.2 Mahasiswa dapat mengidentifikasi pengkajian pada Tn.M dengan Luka
Bakar di sistem Integumen.
1.3.2.3 Mahasiswa dapat merumuskan diagnosa pada Tn.M dengan Luka Bakar di
sistem Integumen.
1.3.2.4 Mahasiswa dapat merencanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
masalah pada Tn.M dengan Luka Bakar di sistem Integumen.
1.3.2.5 Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan
pada Tn.M dengan Luka Bakar di sistem Integumen.
1.3.2.6 Mahasiswa mampu membuat evaluasi dari hasil tindakan keperawatan
yang dilakukan pada Tn.M dengan Luka Bakar di sistem Integumen.
1.3.2.7 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari laporan pendahuluan dan
asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada Tn.M dengan Luka
Bakar di sistem Integumen.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit Luka Bakar
secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan, referensi dan tolak ukur tingkat kemampuan
mahasiswa dalam penguasaan terhadap ilmu keperawatan dan pendokumentasian
proses keperawatan khususnya bagi mahasiswa STIKes Eka Harap dalam
4

memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Luka Bakar


sehingga dapat diterapkan di masa yang akan datang.

1.4.3.2 Bagi Institusi Rumah Sakit


Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
Luka Bakar melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara
komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Dengan adanya laporan studi kasus diharapkan dapat menimbulkan ide-ide
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan
terutama penembangan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan konsep
pendekatan proses keperawatanjang pelayanan perawatan yang berguna bagi
status kesembuhan klien.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Luka Bakar


2.1.1 Definisi Luka Bakar
Combustio atau Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan
jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi. kulit dengan luka bakarakan mengalami kerusakan pada epidermis,
dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya
kontak dengan sumber panas penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan
mempengaruhi kerusakan/ gangguan integritas kulit dan kematian sel-
sel (Moenadjat, 2010).
Combustio atau Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api,
matahari, uap, listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa
saja hanya berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang
mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif
(PRECISE,2011).
Combustio atau Luka bakar adalah kondisi atau terjadinya luka akibat
terbakar, yang hanya disebabkan oleh panas yang tinggi, tetapi oleh senyawa
kimia, listrik, dan pemanjanan (exposure) berlebihan terhadap sinar matahari.
Menurut (Setiya, 2016)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Vulnus
Combustio atau dikenal luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak
dengan bahan kimia, listrik dan radiasi yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan
yang lebih dalam. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang bisa
diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan
perawatan medis yang intensif.

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas yang berkontribusi terhadap
total berat tubuh sebanyak 7 %. Keberadaan kulit memegang peranan penting
dalam mencegah terjadinya kehilangan cairan yang berlebihan, dan mencegah

5
6

masuknya agen-agen yang ada di lingkungan seperti bakteri, kimia dan radiasi
ultraviolet. Kulit juga akan menahan bila terjadi kekuatan-kekuatan mekanik
seperti gesekan (friction), getaran (vibration) dan mendeteksi perubahan-
perubahan fisik di lingkungan luar, sehingga memungkinkan seseorang untuk
menghindari stimuli-stimuli yang tidak nyaman. Kulit terdiri dari tiga lapisan,
yaitu : epidermis (kulit ari), dermis (kulit jangat atau korium) dan lapisan
subkutan/hipodermis
1. Epidermis
Epidermis sering kita sebut sebagai kuit luar. Epidermis merupakan lapisan
teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda : 400-600 μm
untuk kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 μm untuk kulit
tipis (kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut). Selain sel-sel epitel,
epidermis juga tersusun atas lapisan:
a. Melanosit, yaitu sel yang menghasilkan melanin melalui proses
melanogenesis. Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis.
Melanosit menyintesis dan mengeluarkan melanin sebagai respons terhadap
rangsangan hormon hipofisis anterior, hormon perangsang melanosit
(melanocyte stimulating hormone, MSH). Melanosit merupakan sel-sel
khusus epidermis yang terutama terlibat dalam produksi pigmen melanin
yang mewarnai kulit dan rambut. Semakin banyak melanin, semakin gelap
warnanya.. Melanin diyakini dapat menyerap cahaya ultraviolet dengan
demikian akan melindungi seseorang terhadap efek pancaran cahaya
ultraviolet dalam sinar matahari yang berbahaya.
b. Sel Langerhans, yaitu sel yang merupakan makrofag turunan sumsum
tulang, yang merangsang sel Limfosit T, mengikat, mengolah, dan
merepresentasikan antigen kepada sel Limfosit T. Dengan demikian, sel
Langerhans berperan penting dalam imunologi kulit.Sel-sel imun yang
disebut sel Langerhans terdapat di seluruh epidermis. Sel Langerhans
mengenali partikel asing atau mikroorganisme yang masuk ke kulit dan
membangkitkan suatu serangan imun. Sel Langerhans mungkin
bertanggungjawab mengenal dan menyingkirkan sel-sel kulit displastik dan
neoplastik. Sel Langerhans secara fisik berhubungan dengan saraf-sarah
7

simpatis , yang mengisyaratkan adanya hubungan antara sistem saraf dan


kemampuan kulit melawan infeksi atau mencegah kanker kulit. Stres dapat
memengaruhi fungsi sel Langerhans dengan meningkatkan rangsang
simpatis. Radiasi ultraviolet dapat merusak sel Langerhans, mengurangi
kemampuannya mencegah kanker.
c. Sel Merkel, yaitu sel yang berfungsi sebagai mekanoreseptor sensoris dan
berhubungan fungsi dengan sistem neuroendokrin difus.
d. Keratinosit, yang secara bersusun dari lapisan paling luar hingga paling
dalam sebagai berikut:
 Stratum Korneum /lapisan tanduk, terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng,
tanpa inti dengan sitoplasma yang dipenuhi keratin. Lapisan ini
merupakan lapisan terluar dimana eleidin berubah menjadi keratin
yang tersusun tidak teratur sedangkan serabut elastis dan retikulernya
lebih sedikit sel-sel saling melekat erat.
 Stratum Lucidum tidak jelas terlihat dan bila terlihat berupa lapisan
tipis yang homogen, terang jernih, inti dan batas sel tak terlihat.
Stratum lucidum terdiri dari protein eleidin. Selnya pipih, bedanya
dengan stratum granulosum adalah sel-sel sudah banyak yang
kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan
tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan
telapak kaki.
 Stratum Granulosum/ lapisan keratohialin, terdiri atas 2-4 lapis sel
poligonal gepeng yang sitoplasmanya berisikan granul keratohialin.
Pada membran sel terdapat granula lamela yang mengeluarkan materi
perekat antar sel, yang bekerja sebagai penyaring selektif terhadap
masuknya materi asing, serta menyediakan efek pelindung pada kulit.
 Stratum Spinosum/ stratum malphigi / pickle cell layer, tersusun dari
beberapa lapis sel di atas stratum basale. Sel pada lapisan ini
berbentuk polihedris dengan inti bulat/lonjong. Pada sajian mikroskop
tampak mempunyai tonjolan sehingga tampak seperti duri yang
disebut spina dan terlihat saling berhubungan dan di dalamnya
terdapat fibril sebagai intercellular bridge.Sel-sel spinosum saling
8

terikat dengan filamen; filamen ini memiliki fungsi untuk


mempertahankan kohesivitas (kerekatan) antar sel dan melawan efek
abrasi. Dengan demikian, sel-sel spinosum ini banyak terdapat di
daerah yang berpotensi mengalami gesekan seperti telapak kaki.
 Stratum Basal/Germinativum, merupakan lapisan paling bawah pada
epidermis (berbatasan dengan dermis), tersusun dari selapis sel-sel
pigmen basal , berbentuk silindris dan dalam sitoplasmanya terdapat
melanin. Pada lapisan basal ini terdapat sel-sel mitosis.
2. Dermis
Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu
a. Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris).
Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-
sel fibroblas yang menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
b. Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis). Lapisan ini terletak
di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf,
kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut.
3. Jaringan subkutan atau Hypodermis
Hypodermis merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini
terutamanya adalah jaringan adipose yang memberikan bantalan antara lapisan
kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang. Jaringan subkutan dan jumlah
deposit lemak merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh. kelenjar
pada kulit kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian besar permukaan
tubuh. Kelenjar initerutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Kelenjar
keringat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar
ekrin ditemukan pada semua daerah kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar
dan kelenjar ini terdapat aksila, anus, skrotum dan labia mayora.
9

Fungsi kulit adalah :


a. Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian tubuh gangguan fisis atau
mekanis, misalnya terhadap gesekan tarikan gangguan kimiawi yang
terdapat menimbulkan iritasi seperti lisol, karbol dan asam kuat.
b. Proteksi rangsangan kimia, dapat terjadi karena sifat stratum korneum
yang impermiabel terhadap berbagai zat kimia dan air. Lapisan
keasamaan kulit yang melindungi kontak zat kimia dan kulit.
c. Sungsi absorbsi, kulit yang tidak mudah menyerap air, larutan dan
benda pada tetapi cairan yang mudah menguap dan mudah diserap
begitu juga yang larut dalam lemak.
d. Fungsi kulit sebagai pengatur panas. Suhu tubuh tetap stabil meskipun
terjadi perubahan suhu lingkungan.
e. Fungsi ekskresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang
tidak berguna lagi. Atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa
NaCl, Urea, asam urat dan amonia.
f. Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik didemis
dan subkotis. Respon terhadap rangsangan panas diperankan oleh
dermis dan subkutis, terhadap dingin diperankan oleh dermis, perabaan
diperankan oleh papila dermis dan markel renvier, sedangkan tekanan
diperankan oleh epidermis. Selaput saraf sensorik lebih banyak
jumlahnya didaerah yang erotik.
g. Fungsi pembentukan figmen, sel membentuk figmen (melanosit)
terletak pada lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf
h. Fungsi keratinisasi dimulai dari sel basal yang mengadakan
pembelahan
10

i. Fungsi pembentukan vitamin D dengan mengubah dehidroksi


kolesterol dengan pertolongan sinar matahari. Kulit adalah organ yang
paling luas permukaannya yang membungkus seluruh bagian luar
tubuh sehingga kulit sebagai perlindungan tubuh terhadap bahaya
bahan kimia. Kulit merupakan indikator bagi seseorang untuk
memperoleh kesan umum dengan melihat perubahan yang terjadi pada
kulit

2.1.3 Etiologi
Menurut (Joyce, 2014) Combustio dapat disebabkan oleh paparan api, baik
secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang
banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari
matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara
garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
 Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat
membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami
memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik
cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan
berupa cedera kontak.
 Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda
panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang
mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat
rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin
lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan.
Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan
pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan
pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan
pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan
11

ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai


permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang
tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi
inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas
distal di paru.

4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan
oklusi jalan nafas akibat edema.
5. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang
menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka
bakar tambahan.
6. Zat kimia (asam atau basa).
7. Radiasi.
Sunburn sinar matahari, terapi radiasi

2.1.4 Klasifikasi
Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor, antara lain:
1) Menurut (WHO, 2018) klasifikasi berdasarkan mekanisme dan penyebab
yaitu :
a. Luka Bakar Termal
Luka bakar termal dapat disebabkan oleh cairan panas, kontak dengan
benda padat panas seperti lilin atau rokok, kontak dengan zat kimia
dan aliran listrik.
b. Luka Bakar Inhalasi
12

Luka bakar inhalasi disebabkan oleh terhirupnya gas panas, cairan


panas atau produk berbahaya dari proses pembakaran yang tidak
sempurna.
2) Menurut (Barbara et al., 2013) Dera:
a. Derajat I (superficial partial-thickness)
Luka bakar derajat I adalah setiap luka bakar yang di dalam proses
penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar
derajat I tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan,
terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih,
epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh
kulit yang berwarna merah serta hiperemis. Luka bakar derajat I ini
hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari,
misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan
keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka derajat I akan
sembuh tanpa bekas.

Gambar 1.1 Luka Bakar derajat I

b. Derajat II (superficial & deep partial-thickness)


Pada derajat II, kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian
dermis, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi,
melepuh, dasar luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi
di atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujungujung saraf
teriritasi. Luka bakar derajat II ada dua:
 Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis,
apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari.
13

 Derajat II dalam (deep)


Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti
folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih
utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit
yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih
dari satu bulan.

Gambar 1.2 Luka bakar derajat II


c. Derajat III (full thickness)
Pada derajat III, kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan
lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit
berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan
epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama
karena tidak ada proses epitelisasi spontan.

Gambar 1.3 Luka bakar derajat III

3) Klasifikasi Berdasarkan Luas Luka Bakar


a. Luka bakar ringan/ minor
 Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
 Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
14

 Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai
muka, tangan, kaki, dan perineum.
b. Luka bakar sedang (moderate burn)
 Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka
bakar derajat III kurang dari 10 %
 Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau
dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10
%
 Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa
yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
c.     Luka bakar berat (major burn)
 Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau
di atas usia 50 tahun
 Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada
butir pertama.
 Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum.
 Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar.
 Luka bakar listrik tegangan tinggi.
 Disertai trauma lainnya.
 Pasien-pasien dengan resiko tinggi.

Untuk menilai luas luka menggunakan metode Rules of nine


berdasarkan luas permukaan tubuh total. Luas luka bakar ditentukan
untuk menentukan kebutuhan cairan, dosis obat dan prognosis.
Persentase pada orang dewasa dan anak-anak berbeda. Pada dewasa,
kepala memiliki nilai 9% dan untuk ektremitas atas memiliki nilai
masing-masing 9%. Untuk bagian tubuh anterior dan posterior serta
ekstremitas bawah memiliki nilai masing-masing 18%, yang termasuk
adalah toraks, abdomen dan punggung. Serta alat genital 1%.
Sedangkan pada anak-anak persentasenya berbeda pada kepala
memiliki nilai 18% dan ektremitas bawah 14% (Moenadjat, 2007).
15

Gambar 1.4 Berdasarkan luas luka bakar permukaan tubuh


2.1.5 Patofisiologi (Pathways)
Vulnus Combustion disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas
ke tubuh. Panas tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi
elektromagnetik, derajat luka bakar yang berhubungan dengan beberapa faktor
penyebab, konduksi jaringan yang terkena dan lamanya kulit kontak dengan
sumber panas. Kulit dengan luka bakar mengalami kerusakan pada epidermis,
dermis maupun jaringan subkutan tergantung pada penyebabnya. Kerusakan
barier kulit ini juga menimbulkan respon inflamasi yang kemudian terjadi
pelepasan makrofag, karena makrofag ini adalah berperan untuk pertahanan yang
penting yang mencakup fagositosis serta respon imun maka terjadi reaksi antigen-
antibody, lalu dari reaksi tersebut terjadi pelepasan tromboplastin dan fibrinogen
sehingga terjadi tromus, iskemia dan nekrosis.
Terjadinya integritas kulit memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam
tubuh. Kehilangan cairan akan mempengaruhi nilai normal cairan dan elektrolit
tubuh akibat dari peningkatan pada permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi
perpindahan cairan dari intravaskular ke ekstravaskuler melalui kebocoran kapiler
yang berakibat tubuh kehilangan natrium, air, klorida, kalium dan protein plasma.
Kemudian terjadi edema menyeluruh dan dapat berlanjut pada syok hipovolemik
apabila tidak segera ditangani. Kehilangan plasma dan protein cairan
mengakibatkan penurunan tekanan osmotik koloid pada kompartemen vaskular
kemudian kebocoran cairan dan elektrolit, kemudian berlanjut pembentukan
edema tambahan pada jaringan yang terbakar dan ke seluruh tubuh.
Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan aliran plasma ke ginjal dan
GFR (Rate Filtrasi Glomerular) akan menurun sehingga haluaran urin meningkat.
16

Jika resusitasi cairan untuk kebutuhan intravaskuler tidak adekuat bisa terjadi
gagal ginjal dan apabila resusitasi cairan adekuat, maka cairan interstisial dapat
ditarik kembali ke intravaskuler sehingga terjadi fase diuresis.
17
WOC Vulnus Combustio

Suhu tinggi/ Termal Bahan Kimia Sengatan Listrik Radiasi

Terpaparnya kulit dengan


penyebab

Prognosa penyakit
Kurang terpanjang
Kurang pengetahuan
Cemas perawatan
Jangka panjang VULNUS MRS informasi

COMBUSTI
B1 (BREATHING) B2 (BLOOD) B3 (BRAIN) B4 (BLADDER) B5 (BOWEL) B6 (BONE)

Keracunan Vasodilatasi meningkatkan


 gas CO2 permeabilitas kapiler
Cidera
Penurunan aliran Penurunan aliran Peningkatan Cedera jaringan
jaringan kulit darah ke permeabilitas kulit terbuka
darah kehati
gastrointestinal kapiler
Kerusakan mukosa Ketidakadekuatan
Mengenai ujung
saluran nafas Pengisian Suhu tubuh diatas saraf yang ada Kehilangan barrier kulit pertahanan tubuh
kapiler nilai normal Vasodilatasi Penurunan primer
didaerah luka Ilius paralitik
>3detik Dan gangguan suplai darah
Oedem laring Pembuluh darah terbuka
Aktivitas Penurunan metabolism
Kulit kemerahan karbohidrat, lemak, Kerusakan
Obstruksi Volume sistem syaraf vascular Ketidak
dan terasa hangat simpati menurun dan protein integritas kulit
Hipovolemia dan jalan nafas darah seimbangan suplai Kerusakan pada
hemokonsentrasi meningkat dan kebutuhan O2 dermis, epidermis dan
Terpapar Pelepasan subcutan MK : Risiko
lingkungan mediator nyeri Penurunan Penurunan Hb Infeksi
Penurunan Inflamasi Syok luka (histamin, aliran dan Albumin, Penurunan
panas
jalan nafas bakar prostaglandin, darah ke ginjal penurunan BB kekuatran otot Nekrosis
aliran darah
bradikinin
Penurunan MK :
Penurunan sirkulasi Penumpuk aliran arteri Hipertermia Pengeluaran MK : Gangguan MK :
Meningkatkan MK : Defisit
dan volume vaskuler an sekret dan/ atau air, natrium Mobilitas Fisik Gangguan
sensitivitas Nutrisi
vena nyeri klorida, protein Integritas Kulit
Kerusakan dalam sel
Peningkatan
kebutuhan O2 mukosa
MK : Perfusi MK :
saluran Nyeri Menurunnya
Perifer Tidak
nafas Efektif cairan
Takikardia dan
Sekresi intraseluler
takipenia RR meningkat Tidur
tertahan terganggu

Sesak nafas MK :
Kurangnya
MK : kontrol tidur Hipovolemia
Bersihan Jalan
MK: Pola nafas Nafas tidak
tidak efektif Efektif MK : Gangguan
Pola Tidur
18

2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)


Menurut (Corwin Elizabeth, 2009, Hal : 131) manifestasi klinis yang
muncul pada klien dengan luka bakar sesuai dengan kerusakannya yaitu :
Kedalaman & Bagian Gejala Penampilan Perjalanan
Penyebab Luka Kulit Yang Luka Kesembuhan
Bakar Terkena
Grade I Epidermis kulit kering Memerah, 3-7 hari dan
(Superfisial): kemerahan, menjadi putih tidak ada
tersengat matahari, nyeri sekali, ketika ditekan jaringan parut
terkena api dengan tampak merah minimal atau
intensitas rendah dan kering tanpa edema
seperti luka
bakar
matahari, atau
mengalami
lepuh/bulle,
rasa nyeri
mereda jika
didinginkan.
Grade II (Partial- Epidermis Sangat nyeri, Melepuh, dasar Kesembuhan
Thickness): tersira dan Bagian hiperestesia luka berbintik- dalam waktu
m air mendidih, dermis (mati rasa), bintik merah, 3-9 minggu,
terbakar oleh nyala sensitif epidermis retak, pembentukan
api terhadap permukaan luka parut dan
udara yang merah, basah dan depigmentasi,
dingin. mengkilat,terdapatinfeksi dapat
edema, terdapat mengubahnya
vesikel, menjadi
derajat-tiga
Grade III (Full- Epidermis, Tidak terasa Kering, luka bakar Pembentukan
Thickness): terbaka keseluruhan nyeri, syok, berwarna putih eskar,
r nyala api, terkena dermis dan hematuria seperti bahan kulit diperlukan
cairan mendidih kadang- (adanya darah atau gosong, kulit pencangkokan,
dalam waktu yang kadang dalam urin) retak dengan pembentukan
lama, tersengat arus jaringan dan bagian lemak parut dan
listrik. subkutan kemungkinan yang tampak, hilangnya
pula hemolisis terdapat edema kontur serta
(destruksi sel fungsi kulit,
darah merah), hilangnya jari
kemungkinan tangan atau
terdapat luka ekstremitas
masuk dan dapat terjadi
keluar (pada
luka bakar
listrik)
19

Gambar 1.5 Vulnus Combustio Grade I

Gambar 1.6 Vulnus Combustio Grade II

Gambar 1.7 Vulnus Combustio Grade III

2.1.7 Komplikasi
Menurut (Moenadjat, 2010) Kedalaman luka bakar dapat menyebabkan
beberapa komplikasi, seperti :
1) Infeksi
Luka bakar dapat menyebabkan kulit menjadi lebih mudah mengalami
infeksi bakteri dan meningkatkan terjadinya sepsis. Sepsis adalah infeksi
dimana bakteri berada didalam darah sehingga dapat mempengaruhi seluruh
20

tubuh dan mengancam jiwa. ha ini akan berlangsung cepat dan dapat
menyebabkan kegagalan organ
2) Penurunan volume darah (Gagal jantung kongestif)
Luka bakar dapat merusak pembuluh darah dan menyebabkan kehilangan
cairan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya hipovolemia atau penurunan
volume darah hingga dibawah rentang normal. Penurunan volume darah dan
cairan pada tubuh akan mengganggu kerja jantung untuk memompa darah
ke seluruh tubuh.
3) Suhu tubuh rendah
Kulit dapat membantu mengontrol suhu pada tubuh, sehingga ketika
sebagian besar kulit terluka maka tubuh dapat kehilangan panas. Hal ini
dapat meningkatkan resiko suhu tubuh menjadi rendah atau biasa dalam
bahas medis disebut hipotermia. Hipotermia adalah suatu kondisi dimana
tubuh kehilangan panas lebih cepat daripada yang dapat menghasilkan
panas.
4) Terbentuk jaringan parut
Luka bakar dapat menyebabkan bekas luka dan daerah kasar yang disebabka
noleh pertumbuhan berlebih dari jaringan parut (keloid).
5) Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas
kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke
dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema
akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap
pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
6) Adult Respiratory Distress Syndrome (edema pulmonal)
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan
pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien. Menghirup udara panas atau
asap dapat membakar saluran udara dan menyebabkan kesulitan pada sistem
pernafasan. Menghirup asap dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan
dapat menyebabkan kegagalan pernafasan.
21

7) Ileus Paralitik dan Ulkus Curling


Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus
paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat
mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress
fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh
darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha,
ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.
8) Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan
hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat.
Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status
respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah
janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
9) Gagal ginjal akut
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan
yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam
urine.
10) Masalah pada tulang dan sendi
Kedalaman luka bakar dapat membatasi pergerakan tulang dan sendi karena
akan terbentuk jaringan parut yang dapat mengencangkan kulit, otot, atau
tendon. Kondisi tertariknya sendi keluar dari posisi dapat terjadi secara
permanen.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah :
1) Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun, menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2) Leukosit akan meningkat sebagai respon inflamasi
22

3) Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cedera inhalasi.


4) Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cidera jaringan,
hipokalemia terjadi bila diuresis.
5) Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6) Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7) Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8) Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema jaringan
9) Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan
10) EKG : Tanda iskemik miokardial dapat terjadi pada luka bakar
11) Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.
12) Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek
atau luasnya cedera.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Menurut (Muttaqin,2011:200-201) Pasien luka bakar (Combustio) harus
dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah mempertahankan jalan nafas
tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi
endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau
kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat
tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan
resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan
nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal
yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada
pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas (lecet, tergores,luka
sedikit) tersembunyi. Oleh karena itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas
berikutnya adalah mendiagnosis dan menatalaksana jejas lain (trauma tumpul atau
tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk
23

mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat
penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan
radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu
mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul. Setelah mengeksklusi jejas
signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari luasnya area jejas, dua hal
yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah mempertahankan
ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang mengkonstriksi.
Berikut penatalaksanaan yang dapat dilakukan :
1) Tatalaksana Resusitasi Luka Bakar
A. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
 Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa
menimbulkan manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi
mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan
jalan nafas.
 Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif
dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi.
Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal
volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan
pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.
 Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat
patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati
dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan
stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang
bersifat vasodilator dan modulator sepsis.
 Perawatan jalan nafas
 Penghisapan sekret (secara berkala)
 Pemberian terapi inhalasi
24

Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam


lumen jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah
dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar
natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu.
Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti
atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat
(mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial).
 Bilasan bronkoalveolar.
 Perawatan rehabilitatif untuk respirasi.
 Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki
kompliansi paru.

B. Tatalaksana resusitasi cairan


Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang
adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional,
sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik.
Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam
persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada
beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
 Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam.
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam.
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam.
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama.
Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua
diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga
diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
 Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
25

Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya


diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan hari kedua.

C. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien
tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric
tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15%
protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi
sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan
mencegah terjadinya atrofi vili usus.

2) Pemberian Obat-obatan
Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka
bakar (Combustio) digunakan morfin dalam dosis kecil secara intravena (dosis
dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan „maintenance‟ 5-20 mg/70 kg setiap 4 jam,
sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang
menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam
merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka
bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin
atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan.

3) Terapi pembedahan pada luka bakar


A. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris
(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-
7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
 Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan
dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan
berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada
26

daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat
aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada
jaringan tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka
tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga
waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.
 Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi –
komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan
nekrosis yang melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang
menginduksi dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
 Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian
cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka
bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan
hemostasis dan juga “skin grafting” (dianjurkan “split thickness skin
grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien
luka bakar yang luas.
Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
 Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih
dari 3 minggu.
 Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
 Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
 Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang
timbul.
 Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari
seluruh luas permukaan tubuh.
 Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu
dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan
epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi.

B. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode
ini adalah:
 Menghentikan evaporate heat loss.
27

 Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu.


 Melindungi jaringan yang terbuka.
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka
bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit
manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal
dari permukaan tubuh lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa
digunakan sebagai daerah donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik
mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat dilakukan secarasplit thickness
skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik – teknik tersebut
adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor.
Untuk memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor
tersebut dapat direnggangkan dan dibuat lubang – lubang pada kulit donor (seperti
jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan
mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung
dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan
telah dilakukannya pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit
donor ini dapat dilakukan dengan mesin “dermatome‟ ataupun dengan manual
dengan pisau Humbly atau Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor
diberikan juga vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit donor
dengan jaringan yang mau dilakukan grafting  adalah:
 Kulit donor setipis mungkin.
 Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan
grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :
 Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan).
 Drainase yang baik : Gunakan kasa adsorben

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
2.2.1.1 Pengumpulan Data, meliputi :
1) Identitas Klien
28

Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, suku
bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan terakhir, status perkawinan, alamat, nomor
registrasi/MRS, dan diagnosa medis. Resiko luka bakar setiap umur berbeda: anak
dibawah 2 tahun dan diatas 60 tahun mempunyai angka kematian lebih tinggi,
pada umur 2 tahun lebih rentan terkena infeksi..

2) Keluhan Utama
Pada keluhan utama biasanya pasien dengan vulnus combustio akan
merasakan keluhan nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabkan kerena iritasi
terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif,
severe, time, quality (p,q,r,s,t). Sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari
setelah klien mengalami luka bakar dan disebabkan karena pelebaran pembuluh
darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru
berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.
3) Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien dengan vulnus combustio/luka bakar dapat disebabkan oleh
sumber api panas atau penyebab yang berbahaya, trauma kecelakaan
kebakaran, zat kimia, sengatan listrik, suhu termal dan radiasi yang
bisa saja mengakibatkan cedera inhalasi karena pemajanan suhu panas
dan kotoran sisa pembakaran menimbulkan obstruksi jalan nafas/sesak
nafas, rasa sangat nyeri, kulit merah dan mengelupas, luka lepuh berisi
cairan, edema/pembengkakan, panas, serta perubahan warna kulit dan
akan mengalami fungsio laesa. Nyeri yang dirasakan tidak selalu
berbanding lurus dengan tingkat keparahan luka bakar. Ini karena luka
bakar dengan tingkat keparahan yang tinggi mungkin tidak lagi terasa
nyeri.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum
mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien
mempunyai riwayat penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis,
29

atau penyalagunaan obat dan alkohol. Penting dikaji untuk menetukan


apakah pasien mempunyai penyakit yang tidak melemahkan
kemampuan untuk mengatasi perpindahan cairan dan melawan infeksi
atau bila terdapat beberapa masalah seperti diabetes, gagal ginjal dapat
menjadi akut selama proses pembakaran. Jika terjadi cedera inhalasi
pada keadaan penyakit kardiopulmonal (misalnya gagal jantung
kongestif, emfisema) maka status pernapasan akan sangat terganggu.
(Joyce.2014)
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga klien ada/tidak gambaran keadaan kesehatan keluarga
dan penyakit yang berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi :
jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan,
tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan
penyakit turunan.
d. Riwayat Psikososial
Perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan
terhadap dirinya. Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah
konsep diri body image yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai
kosmetik mengalami gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar
juga membutuhkan perawatan yang laam sehingga mengganggu klien
dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas,
dan takut.

2.2.1.2 Pemeriksaan Fisik (B1-B6)


Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan pada pasien dengan Vulnus
Combustio adalah sebagai berikut:
1) Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh nyeri, panas,
sakit dan  gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka
bakar mencapai derajat cukup berat.
2) Tanda-Tanda Vital
30

Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga
tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama.
3) Pernafasan (B1: Breathing)
Kemungkinan cedera inhalasi dapat terjadi serak; batuk mengi; partikel
karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan
nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema
laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal);
sekret jalan nafas dalam (ronkhi). Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan
lama (kemungkinan cedera inhalasi). Tanda : serak; batuk mengii; partikel
karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis;
indikasi cedera inhalasi. (Smeltzer, 2011)
4) Kardiovaskuler (B2:Blood)
Pada luka bakar, peningkatan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir
menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial
menyababkan kondisi hipovolemik. Penurunanan Volume cairan intravascular
mengalami defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi
oksigen kejaringan (syok), takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
5) Persyarafan (B3: Brain)
Nyeri ringan sampai dengan berat pada saat cedera luka bakat dikarenakan
respon sensitivitas nyeri mengenai ujung-ujung saraf yang ada didaerah luka.
Manifestasi sistem saraf pusat karena keracunan karbon monoksida pun dapat
terjadi berkisar dari sakit kepala, sampai koma, hingga kematian.
6) Perkemihan (B4: Bladder)
Haluaran urin menurun disebabkan karena penurunan aliran darah ke ginjal
mengalami vasokontriksi terjadi depresi filtrasi glomerulus dan oliguria
(pengeluaran output urin <500 ml/hari) dan sekresi hormone antideuretik serta
aldosteron, perubahan warna urin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin
mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi)
7) Pencernaan (B5: Bowel)
31

Klien mual dan muntah yang menyebabkan pasien tidak nafsu makan,
kadang disertai penurunan berat badan, Hb, dan albumin. Adanya risiko ileus
paralitik dan distensi lambung bisa terjadi distensi. Selain itu pembentukan ulkus
gastrduodenal juga dikenal dengan Curling’s biasanya merupakan komplikasi
utama dari luka bakar.

8) Tulang, otot dan integument (B6: Bone)


Adanya lepuhan, gangguan masa otot dan kekuatan otot menurun oedem
perifer, cedera jaringan kulit menyebabkabkan kulit berwarna kemerahan,coklat
bahkan hitam, dan kerusakan kulit terlihat pada epidermis, dermis, dan sub cutan
yang berisiko mengalami nekrosis/kematian sel-sel kulit. Penggunaan otot bantu
nafas yang lama pasien terlihat keletihan, sering didapatkan intoleransi aktivitas
dan gangguan pemenuhan ADL (Activity Day Living) keterbatasan rentang gerak.
Adapun Pemeriksaan kulit pada pasien vulnus combustio yaitu :
a. Luas luka bakar
Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu metode yang
ada, yaitu metode “rule of nine” atau metode “Lund dan Browder”
Dewasa/Anak
 Kepala dan leher :   9% / 18 %
 Dada depan dan belakang : 18%
 Abdomen depan dan belakang : 18%
 Tangan kanan dan kiri : 18%
 Paha kanan dan kiri : 18%
 Kaki kanan dan kiri : 18% / 14%
 Genital : 1%
b. Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu luka
bakar derajat I, derajat II, derajat III, dan derajat IV.
c. Lokasi/area luka
Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan perhatian
khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan berbagai masalah.
Seperti, jika luka bakar mengenai derah wajah, leher dan dada dapat
32

mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada yang diantaranya disebabkan


karena edema pada laring . Sedangkan jika mengenai ekstremitas maka
dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke daerah ekstremitas karena
terbentuknya edema dan jaringan scar. Oleh karena itu pengkajian terhadap
jalan nafas (airway) dan pernafasan (breathing) serta sirkulasi (circulation)
sangat diperlukan. Luka bakar yang mengenai mata dapat menyebabkan
terjadinya laserasi kornea, kerusakan retina dan menurunnya tajam
penglihatan.

2.2.1.3 Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual


1) Bernafas
Kaji pernafasan pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Vulnus
Combustio yang terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan
cedera inhalasi). Yang dikaji adalah serak; batuk mengii; partikel karbon dalam
sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera
inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar
dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor
(oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
2) Makan dan Minum
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan Vulnus Combustio akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
Hipermetabolisme akan terus bertahan sesudah terjadinya luka bakar sampai luka
tersebut menutup. Pasien akan mengalami kekurangan berat badan yang cukup
besar selama fase pemulihan akibat luka bakar yang berat pasien mengalami
anoreksia, mual muntah. (Smeltzer, 2011)
3) Eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah,
pasien akan lebih banyak bed rest. Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama
fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,
mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
33

mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya


pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan
motilitas/peristaltik gastrik.
4) Gerak dan Aktivitas
Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
5) Istirahat dan tidur
Pola pemenuhan istirahat tidur juga mengalami gangguan. Hal ini
disebabkan karena adanya rasa nyeri . Pola tidur akan mengalami perubahan yang
dipengaruhi oleh kondisi klien ddan akan mempengaruhi proses penyembuhan.
6) Integritas Ego
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Tanda:
ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
7) Kebersihan Diri
Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus
dibantu oleh orang lain.
8) Pengaturan suhu tubuh
Klien dengan luka bakar mengalami penurunan suhu pada beberapa jam
pertama pasca luka bakar, kemudian sebagian besar periode luka bakar akan
mengalami hipertermia karena hipermetabolisme meskipun tanpa adanya infeksi.
Cek suhu tubuh pasien, normal (36°-37°C), pireksia/demam(38°-40°C),
hiperpireksia=40°C< ataupun hipotermi <35,5°C.
9) Rasa Nyaman
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren
sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar
ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar
ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat
tiga tidak nyeri.
10) Rasa Aman
Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang
dialaminya. Tanda: Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti
selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa
34

luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok.
1. Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung
gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
2. Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin
coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus;
nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari
tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai
72 jam setelah cedera.
3. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah
nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot
tetanik sehubungan dengan syok listrik).
11) Sosialisasi dan Komunikasi
Observasi apakan pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga
atau temannya. Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Sehingga klien mengalami ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal,
menarik diri, marah.
12) Bekerja
Tanyakan pada pasien, apakan sakit yang dialaminya menyebabkan
terganggunya pekerjaan yang dijalaninya.
13) Ibadah
Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kali pasien sembahyang,
14) Rekreasi
Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja
meluangkan waktunya untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik yang
tepat saat depresi.
35

15) Pengetahuan atau belajar


Seberapa besar keingintahuan pasien untuk mengatasi nyeri dan luka bakar
yang dirasakan. Disinilah peran kita untuk memberikan edukasi yang tepat pada
pasien dengan nyeri luka bakar.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


2.2.2.1 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan Sekresi yang
tertahan (SDKI D.0001, halaman 18)
2.2.2.2 Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas (SDKI D.0005, halaman
26)
2.2.2.3 Nyeri akut b.d agen pencedera kimiawi (SDKI D.0077, halaman 172)
2.2.2.4 Hipertermia b.d terpapar lingkungan panas (SDKI D.0130, halaman 284)
2.2.2.5 Gangguan integritas kulit b.d bahan kimia iritatif (SDKI D.0129, halaman
282)
2.2.2.6 Hipovolemia b.d peningkatan permeabilitas kapiler. (SDKI D.0023,
halaman 64)
2.2.2.7 Resiko infeksi b.d pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan
perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak
adekuat; penurunan Hb, penekanan respon inflamasi. (SDKI D.0143,
halaman 304)
2.2.2.8 Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri dan/atau vena
(SDKI D.0009, halaman 37)
2.2.2.9 Defisit nutrisi b.d hipermetabolisme dan kebutuhan bagi kesembuhan luka.
(SDKI D.0019, halaman 56)
2.2.2.10 Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri saat digerakkan. (SDKI D.0054,
halaman 124)
2.2.2.11 Gangguan pola tidur b.d ketidaknyamanan yang ditandai dengan
mengeluh sulit tidur. (SDKI D.0055, halaman 126)
36

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Perencanaan keperawatan pada klien dengan vulnus combustio menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018)
meliputi :
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
1. Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan Intervensi 3x7 JamLatihan Batuk Efektif (SIKI I.01006 Hal.142)
efektif berhubungan dengan maka bersihan jalan nafas klien Observasi
Sekresi yang tertahan membaik, dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kemampuan batuk
(SDKI D.0001, halaman 18) (SLKI L.01001 Hal.18) 2. Monitor adanya retensi sputum
1. Batuk efektif meningkat (5) 3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
2. Produksi sputum menurun (5) 4. Monitor input dan output cairan (mis. Jumlah dan
3. Mengi menurun (5) karakteristik)
4. Wheezing menurun (5) Terapeutik
5. Dispnea menurun (5) 1. Atur posisi semi-fowler atau fowler.
6. Ortopnea menurun (5) 2. Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien
7. Gelisah menurun (5) 3. Buang sekret pada tempat sputum
8. Frekuensi nafas membaik (5) Edukasi
9. Pola nafas membaik (5)
1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
2. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik.
3. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas
dalam yang ke-3.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu.
2. Pola nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan Intervensi 3x7 Jam Manajemen Jalan Napas (SIKI I.01011 Hal.186)
hambatan upaya nafas nafas maka pola nafas klien membaik, Observasi :
(SDKI D.0005, halaman 26) dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola napas ( Frekuensi, kedalaman, usaha napas)
(SLKI L.01004 Hal.95) 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi,
1.Ventilasi semenit meningkat (5) wheezing, ronkhi kering)
37

2.Dispnea Menurun (5) 3. Monitor sputum ( Jumlah, warna, aroma )


3.Penggunaan otot bantu napas Terapeutik :
menurun (5) 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-
4.Ortopnea menurun (5) lift ( jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
5.Pernapasan pursed-lip menurun (5) 2. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
6.Pernapasan cuping hidup menurun 3. Berikan minum hangat
(5) 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
7.Frekuensi Nafas Membaik (5)\ 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
8.Kedalaman Napas Membaik (5) 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoral, mukolitik,
jika perlu
3. Nyeri akut b.d agen Setelah diberikan asuhan Manajamen Nyeri (SIKI I.08238 Hal 201)
pencedera kimiawi keperawatan selama 3x7 jam Observasi :
diharapkan tingkat nyeri menurun. 1. Identitifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Kriteria hasil : SLKI (L.08066 Hal intesitas nyeri
145) 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri menurun (5) 3. Respond nyeri non verbal
2. Meringis menurun (5) 4. Faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
3. Sikap protektif menurun (5) 5. Pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
4. Gelisah menurun (5) 6. Peengaruh budaya terhadap respon nyeri
5. Kesulitan tidur menurun (5) 7. Pengaruh nyeri pada kualitaas hidup
6. Menarik diri menurun (5) 8. Monitor Keberhasilan terapi komplementer yang sudah
7. Perasaan depresi menurun (5) diberikan
8. Perasaan takut mengalami cedera 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
berulang menurun (5) Terapeutik :
9. Frekuensi nadi membaik (5)
38

10. Tekanan darah membaik (5) 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
11. Pola tidur membaik (5) (mis. Tens, hipnosis, akupresur, terpi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain.)
2. Kontorl lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan,)
3. Fasilitas istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, perriode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik
4. Hipertermia b.d terpapar Setelah diberikan asuhan Manajemen Hipertermia (SIKI I.15506 Hal.181)
lingkungan panas (SDKI keperawatan selama 3x7 jam Observasi
D.0130, halaman 284) diharapkan termoregulasi/pengaturan 1. Identifikasi penyebab hipertermia
suhu tubuh pasien membaik. 2. Monitor suhu tubuh
Kriteria hasil : SLKI (L.14134 3. Monitor kadar elektrolit
Hal.129) 4. Monitor haluaran urine
1. Mengigil menurun (5) 5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
2. Kulit merah menurun (5) Terapeutik
3. Pucat menurun (5)
4. Takikardi menurun (5) 1. Sediakan lingkungan dingin
5. Takipnea menurun (5) 2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
6. Dasar kuku sianotik menurun (5) 3. Basahi dan kipas permukaan tubuh
7. Hipoksia menurun (5) 4. Berikan cairan oral
8. Suhu tubuh membaik (5) 5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
9. Suhu kulit membaik (5) hiperhidrosis (keringat berlebih)
39

10. Pengisian kapiler membaik (5) 6. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
11. Tekanan darah membaik (5) 7. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu.
5. Gangguan integritas kulit Setelah diberikan asuhan Perawatan Luka Bakar (SIKI I.14565 Hal.329)
b.d bahan kimia iritatif keperawatan selama 3x7 jam Observasi
(SDKI D.0129, halaman diharapkan integritas kulit/jaringan 1. Identifikasi penyebab luka bakar
282) membaik dengan Kriteria hasil : 2. Identifikasi durasi terkena luka bakar dan riwayat
SLKI (L.14125 Hal. 33) penanganan luka sebelumnya
1. Elastisitas meningkat (5) 3. Monitor kondisi luka (mis. Persentasi ukuran luka, derajat
2. Kerusakan jaringan menurun (5) luka, perdarahan, warrna dasar luka, infeksi, eksudat, bau
3. Kerusakan lapisan kulit menurun luka, kondisi tepi luka.
(5) Terapeutik
4. Nyeri menurun (5) 1. Gunakan teknik aseptik selama merawat luka
5. Perdarahan menurun (5) 2. Lepaskan balutan lama dengan menghindari nyeri dan
6. Kemerahan menurun (5) perdarahan
7. Pigmentasi abnormal menurun 3. Rendam dengan air steril jika balutan lengket pada luka.
(5) 4. Bersihkan luka dengan cairan steril (mis. NaCl 0,9%, cairan
8. Jaringan parut menurun (5) antiseptik)
9. Nekrosis menurun (5) 5. Lakukan terapi relaksasi untuk mengurangii rasa nyeri.
10. Suhu kulit membaik (5) 6. Jadwalkan frekuensi perawatan luka berdasarkan ada atau
11. Tekstur membaik (5) tidaknya infeksi, jumlah eksudat dan jenis balutan yang
digunakan.
7. Gunakan modern dressing sesuai dengan kondisi luka (mis.
Hyrocolloid, polymer, crystaline, cellulose)
8. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein
1,25-1,5 g/kgBB/hari, ssesuai indikasi
9. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vitamin A,
40

vitamin C, Zinc, asam amino), sesuai indikasi


Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi makanan TKTP
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur debridement (mis: enzimatik biologis
mekanis,autolotik), jika perlu
Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
6. Hipovolemia b.d Setelah diberikan asuhan Manajemen Hipovolemia (SIKI I.03116 Hal.184 )
peningkatan permeabilitas keperawatan selama 3x7 jam Observasi :
kapiler. (SDKI D.0023, diharapkan status cairan membaik. 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. Frekuensi nadi
halaman 64) Kriteria hasil : SLKI (L.03028 meningkat, madi teraba lemah, TD menurun, tekanan nadi
Hal.107) meningkat, turgor kulit menurun, membran mukosa kering,
1. Kekuatan nadi meningkat (5) volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
2. Turgor kulit meningkat (5) 2. Monitor intake dan ouput cairan
3. Output urine meningkat (5) Terapeutik :
4. Ortopnea menurun (5) 1. Hitung kebutuhan cairan
5. Dispnea menurun (5) 2. Berikan posisi modified tredelenburg
6. Distensi vena jugularis menurun 3. Berikan asupan cairan oral
(5)
7. Keluhan haus menurun (5) Edukasi :
8. Konsentrasi urine menurun (5) 1. Anjurkan perbanyak asupan cairan oral.
9. Frekuensi nadi membaik (5) 2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
10. Kadar HB membaik (5) Kolaborasi :
11. Kadar Ht membaik (5) 1. Kolaborasi pemberian cairan isotonis (mis. NaCl, RL)
12. Intake cairan membaik (5) 2. Kolaborasi pemberian cairan hipotonis (mis. Glukosa 2,5%,
13. Status mental membaik (5) NaCl 0,4%)
14. Suhu tubuh membaik (5) 3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin,
Plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah
7. Risiko infeksi b.d Setelah diberikan asuhan Pencegahan Infeksi (SIKI I.14539 Hal.278)
pertahanan primer tidak keperawatan selama 1x7 jam Observasi :
adekuat; kerusakan diharapkan tingkat infeksi menurun.
41

perlinduingan kulit; Kriteria hasil : SLKI (L.14137 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
jaringan traumatik. Hal.139) Terapeutik :
Pertahanan sekunder tidak 1. Demam menurun (5) 1. Batasi jumlah pengunjung
adekuat; penurunan Hb, 2. Kemerahan menurun (5) 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
penekanan respon 3. Nyeri menurun (5) 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
inflamasi. (SDKI D.0143, 4. Bengkak menurun (5) lingkungan pasienperlu
halaman 304) 5. Cairan berbau busuk menurun (5) 4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
6. Kadar sel darah putih membaik Edukasi :
(5) 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
7. Kultur darah (5) 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
8. Kultur area luka membaik (5) 3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
8. Perfusi perifer tidak efektif Setelah diberikan asuhan Perawatan Sirkulasi (SIKI I.14569 Hal. 345)
b.d penurunan aliran arteri keperawatan selama 3x7 jam Observasi :
dan/atau vena (SDKI diharapkan perfusi perifer 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian
D.0009, halaman 37) meningkat. kapiler, warna, suhu, ankle brachial index)
Kriteria hasil : SLKI (L.02011 2. Identifiskai faktor risiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes,
Hal.84) perokok, orang tua, hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi)
1. Denyut nadi perifer cukup 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
meningkat (4) erktremitas
2. Penyembuhan luka meningkat (5) Terapeutik :
3. Warna kulit pucat menurun (5)
4. Edema perifer menurun (5) 1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
5. Parastesia menurun (5) keterbatasan perfusi
6. Kelemahan otot menurun (5) 2. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas pada
7. Kram otot menurun (5) keterbatasan perfusi
8. Nekrosis menurun (5)
9. Pengisian kapiler membaik (5)
3. Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area yang
10. Akral membaik (5) cidera
42

11. Turgor kulit membaik (5) 4. Lakukan pencegahan infeksi


12. Tekanan darah sistolik membaik
(5) 5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
13. Tekanan darah diastolik membaik 6. Lakukan hidrasi
(5) Edukasi :
14. Tekanan arteri rata-rata membaik 1. Anjurkan berhenti merokok
(5) 2. Anjurkan berolahraga rutin
15. Indeks ankle brachial membaik
(5) 3. Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit
terbakar
4. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu
5. Anjurkan minum obat pengontrol tekakan darah secara
teratur
6. Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
7. Ajurkan melahkukan perawatan kulit yang tepat(mis.
Melembabkan kulit kering pada kaki)
8. Anjurkan program rehabilitasi vaskuler
9. Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi( mis.
Rendah lemak jenuh, minyak ikan, omega3)
10. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan( mis. Rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh, hilangnya rasa)
9. Defisit nutrisi b.d Setelah diberikan asuhan Manajemen Nutrisi (SIKI I.03119 Hal. 200 )
hipermetabolisme dan keperawatan selama 3x7 jam Observasi :
kebutuhan bagi kesembuhan diharapkan status nutrisi membaik 1. Identifikasi status nutrisi
luka. (SDKI D.0019, Kriteria hasil : SLKI (L.03030 Hal. 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
halaman 56) 121)
1. Kekuatan otot mengunyah (5) 3. Identifikasi makanan yang disukai
2. Kekuatan otot menelan (5) 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
3. Verbalisasi keinginan untuk 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
meningkatkan nutrisi meningkat 6. Monitor asupan makanan
(5) 7. Monitor berat badan
43

4. Pengetahuan tentang pilihan 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium


makanan yang sehat meningkat Terapeutik :
(5) 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
5. Sikap terhadap makanan dan 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
minuman sesuai dengan tujuan
kesehatan meningkat (5) 3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
6. Perasaan cepat kenyang 4. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
menurun(5) 5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
7. Sariawan menurun (5) 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
8. Berat badan membaik (5) 7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika
9. IMT membaik (5) asupan oral dapat ditoleransi
10. Nafsu makan membaik (5)
11. Bising usus membaik (5)
Edukasi :
12. Membran mukosa membaik (5)
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
10. Gangguan mobilitas fisik Setelah diberikan asuhan Manajemen fisik membaik (SIKI I.09300 Hal. 294)
b.d nyeri saat digerakkan. keperawatan selama 1x7 jam Observasi :
(SDKI D.0054, halaman diharapkan mobilitas fisik 1. Identifikasi kebutuhan untuk dilakukan pengekangan
124) meningkat. 2. Monitor respons terhadap prosedur
Kriteria hasil : SLKI (L.05042 3. Monitor dan berikan kenyamanan psikologis
Hal.65) 4. Monitor kondisi kulit pada area pengekangan
1. Pergerakkan ekstremitas Terapeutik :
meningkat (5) 1. Ciptakan lingkungan aman
2. Rentang gerak ROM meningkat 2. Sediakan staf yang memadai untuk melakukan pengekangan
(5) 3. Tunjuk staf perawat unntuk mengarahkan tim dan pasien
3. Nyeri menurun (5) selama pengekangan
4. Kecemasan menurun (5) 4. Amankan batas jangkauan pasien
44

5. Kaku sendi menurun (5) 5. Fasilitasi aktivitas pengalihan


6. Gerakan tidak terkoordinasi 6. Fasilitasi perubahan posisi secaara berkala
menurun (5) 7. Fasilitasi kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi, dan kebersihan
7. Gerakan terbatas menurun (5) diri
8. Kelemahan fisik menurun (5) 8. Libatkan dalam aktivitas untuk meningkatkan penilaian dan
orientasi
9. Libatkan membuat keputusan untuk beralih ke intervensi
yang kurang ketat
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur dengan bahasa
yang mudah dimengerti
2. Jelaskan risiko dan manfaat pengekangan
3. Latih rentang gerak sendi sesuai kondisi pasien
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat untuk kegelisahan atau agitasi,
jika perlu
11. Gangguan pola tidur b.d Setelah diberikan asuhan Dukungan Tidur (SIKI I.05174 Hal. 48)
ketidaknyamanan yang keperawatan selama 1x7 jam Observasi :
ditandai dengan mengeluh diharapkan kualitas dan kuantitas 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
sulit tidur. (SDKI D.0055, tidur membaik. 2. Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/atau
halaman 126,) Kriteria hasil : SLKI (L.05045 psikologis)
Hal.96) 3. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur
1. Keluhan sulit tidur menurun (1) (mis. Kopi, teh, alkohol, makan mendekati waktu tidur,
2. Keluhan sering terjaga menurun minum banyak air sebelum tidur)
(1) 4. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
3. Keluhan tidak puas tidur menurun Terapeutik :
(1) 1. Modifikasi lingkungan
4. Keluhan pola tidur berubah (1) 2. Batasi waktu tidur siang, jika perlu
5. Keluhan istirahat tidak cukup 3. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
menurun (1) 4. Tetapkan jadwal tidur rutin
6. Kemampuan beraktivitas 5. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis.
meningkat (1) Pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur)
45

6. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk


menunjang siklus tidur-terjaga.
Edukasi :
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu
tidur
4. Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung
supresor terhadap tidur REM
5. Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan
pola tidur (mis. Psikologis, gaya hidup, sering berubah shift
bekerja)
6. Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi
lainnya.
46

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 2005). Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi
serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tahap evaluasi menentukan
kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan dan respon pasien
terhadap keefektifan intervensi keperawatan, kemudian mengganti rencana
perawatan jika diperlukan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah
tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk
melakukan pengkajian ulang.
47

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Dhea Permatasari Iskandar


NIM : 2018.C.10a.0964
Ruang Praktek : Ruang Bedah
Tanggal Praktek : 6 Januari-7 Januari 2021
Tanggal & Jam Pengkajian : 6 Januari 2021, pukul 08.00-14.00 WIB

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.M
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak, Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh Pabrik
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Rajawali Km.5.5 ( Jl. Bandeng 1 No.15)
Tgl MRS : 2 Januari 2021
Diagnosa Medis : Luka Bakar (Combustio)

3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan


3.1.2.1 Keluhan Utama :
Pasien mengeluhkan P : Akibat kebakaran pabrik kembang api yang meledak,
Q : Kulit terasa terbakar dan perih, R : luka bakar mengenai pada bagian dagu,
leher, dada, punggung, kedua tangan dan kakinya., S : skala nyeri yang
dirasakan skala 7 (skala berat), T : nyeri yang dirasakan terus-menerus sekitar
1 menit.
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
48

Tn.M mangatakan pada tanggal 2 Januari 2021 pukul 14.00 WIB, sedang
bersih-bersih gudang kembang api dipabrik tempat ia bekerja bersama kedua
rekannya, didalam pabrik ada terdapat beberapa ruangan yang berisikan
kembang api dan petasan. Tiba-tiba terdengar suara ledakan nyaring dan
muncul kobaran api dialam ruangan tersebut. Ternyata kobaran api tersebut
45
berasal dari puntung rokok yang masih menyala beserta korek api yang masih
berisi gasnya dibuang sembarangan didalam ruangan tersebut yang
mengakibatkan kobaran api semakin membesar dikarenakan ledakan korek api
dan puntung rokok. Sehingga Tn. M mengalami luka bakar di daerah bagian
dagu, leher, dada, punggung, kedua tangan dan kaki klien.
Pasca terkena luka bakar, Tn.M langsung menyiram dengan air sekujur
tubuhnya dan mengoleskan burnazin krim pada sekitar luka. Pada tanggal 2
Januari 2021 pukul 17.00 WIB, setelah luka bakar dibersihkan dengan
menggunakan handuk basah, istri Tn.M langsung Memutuskan membawa
suaminya ke IGD RSUD dr. Sylvanus Palangka Raya, di IGD Tn.M
mendapatkan PCT 200 mg (IV) pada pukul 17.35 WIB, injeksi katerolac 8 mg
(IV) pada pukul 17.40 WIB, dan injeksi Ceftriaxone 650 mg (IV) pada pukul
17:40 WIB, kemudian pasien mendapatkan terapi terapi O2 simple mask 6
L/menit serta mendapatkan pemasangan infus IV NaCl 0,9% 500cc 15 tpm
pada pukul 18:00 WIB. Dokter memutuskan Tn.M harus dirawat inap di ruang
Bedah Pada pukul 18:15 WIB, setibanya di ruang bedah, Tn.M tidak diberikan
terapi hanya diberikan posisi berbaring terlentang dan suhu ruangan 25 °C.

3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)


Klien mengatakan bahwa tidak memiliki riwayat penyakit diabetes dan tekanan
darah tinggi.

3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Tn.M mengatakan bahwa keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit yang
sama seperti dia dan tidak memiliki riwayat penyakit turunan.
49

Genogram Keluarga

Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Klien (Tn.M)

3.1.3 Pemerikasaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum :
Pasien tampak adanya luka pada bagian dagu, leher, dada, punggung, kedua
tangan dan kakinya, berbaring dengan posisi terlentang kesadaran compos
menthis dan terpasang infus NaCL 0,9% 500cc 15 tpm, infus di pasang di
tangan sebelah kiri, mendapatkan terapi O2 simple mask 6 L/menit, serta klien
di temani keluarga.
3.1.3.2 Status Mental :
Tingkat kesadaran klien compos mentis, ekpresi wajah klien tampak meringis,
bentuk badan klien mesomorph, posisi berbaring semi fowler, klien berbicara
normal dan jelas, suasana hati klien sedih, penampilan klien kurang rapi, klien
mengetahui waktu pagi, siang dan malam dapat membedakan antara perawat
50

dan keluarga serta mengetahui dirinya sedang dirawat di rumah sakit, insigt
klien baik, dan mekanisme pertahanan diri klien adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :
Saat pengkajian TTV klien tanggal 6 Januari 2021 pukul 08:00 WIB, suhu
tubuh klien/ S = 39,5 °C tempat pemeriksaan axilla, nadi/N = 88x/menit dan
pernapasan/ RR = 26 x/menit, tekanan darah TD = 140/90 mmhg.

3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)


Bentuk dada klien teraba simetris, klien tidak memiliki kebiasaan mrokok,
tidak ada batuk, tidak ada batuk darah, tidak adanya sputum, tidak sianosis, ada
terdapat nyeri dada, dypsnea, ada sesak nafas saat inspirasi, type pernapasan
klien tampak menggunakan perut dan dada, irama pernapasan tidak teratur dan
suara nafas klien trakeal serta suara nafas tambahan wheezing.
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : Pola Nafas Tidak Efektif

3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)


Klien merasakan nyeri di dada, tidak ada merasakan kram dikaki, pucat, tidak
merasakan pusing/sinkop, mengalami clubbing finger, tidak sianosis, tidak
merasakan sakit kepala, tidak palpitasi, tidak ada pingsan, ada capillary refill
klien saat ditekan dan dilepaskan kembali dalam <2 detik, tidak ada terdapat
oedema, ictus cordis klien tidak terlihat, vena jugulasir klien tidak mengalami
peningkatan, suara jantung klien normal (S1-S2) reguler, bunyi lub dup, dan
tidak ada mengalami kelainan.
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

3.1.3.6 Persyarafan (Brain)


Nilai GCS : E = 4 (membuka mata spontan), V = 5 (komunikasi verbal baik),
M = 6 (mengikuti perintah), total nilai GCS = 15 (normal), kesadaran klien
compos menthis, pupil isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri positif, ada
nyeri lokasi pada dagu, leher, dada, punggung, kedua tangan dan kaki, tidak
vertigo, tampak gelisah, tidak aphasia, tidak merasakan kesemutan, tidak
51

bingung, tidak dysarthria, tidak mengalami kejang, tidak tremor, dan tidak
pelo.

Uji Syaraf Kranial :


e. Nervus Kranial I (Olfaktori) : Pasien dapat membedakan bau-bauan seperti :
minyak kayu putih atau biji kopi.
f. Nervus Kranial II (Optik) : Pasien dapat melihat dengan jelas orang yang ada
disekitarnya.
g. Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil klien dapat berkontraksi saat melihat
cahaya dan bergerak dengan baik.
h. Nervus Kranial IV (Trokeal) : Pasien dapat menggerakan bola matanya ke atas
dan ke bawah.
i. Nervus Kranial V (Trigeminal) : Pasien dapat mengunyah makanan seperti :
nasi, kue, buah.
j. Nervus Kranial VI (Abdusen) : Pasien dapat memejam matanya dan dapat
melihat kesamping dan kekiri.
k. Nervus Kranial VII (Fasial) : Pasien dapat mengatur wajahnya seperti
tersenyum.
l. Nervus Kranial VIII (Auditor) : Pendengaran pasien cukup baik pasien dapat
mendengar kata dokter dan perawat dengan baik.
m. Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Pasien dapat membedakan rasa pahit dan
manis.
n. Nervus Kranial X (Vagus) : Pasien dapat berkomunikasi dengan baik kepada
keluarganya.
o. Nervus Kranial XI (Asesori) : Pasien dapat mengangkat bahunya.
p. Nervus Kranial XII (Hipoglosol) : Pasien dapat menjulurkan lidahnya.
Uji Koordinasi :
Ekstermitas atas klien dapat menggerakan jari kejari dan jari kehidung.
Ekstermitas bawah klien dapat menggerakan tumit ke jempol kaki, kestabilan
tubuh klien tampak baik/positif, refleks bisep kanan dan kiri klien baik/positif
skala 4, trisep kanan dan kiri klien baik/positif skala 4, brakioradialis kanan
dan kiri klien baik/positif skala 4, patella kanan kiri klien baik/positif skala 5,
52

dan akhiles kanan dan kiri klien baik skala 5, serta reflek babinski kanan dan
kiri klien baik skala 5.
Keluhan lainnya : Pasien mengeluhkan P : Akibat kebakaran pabrik kembang
api yang meledak, Q : Kulit terasa terbakar dan tertusuk-tusuk, R : luka bakar
mengenai pada bagian dagu, leher, dada, punggung, kedua tangan dan
kakinya., S : skala nyeri yang dirasakan skala 7 (skala berat), T : nyeri yang
dirasakan terus-menerus sekitar 1 menit.
Masalah keperawatatan : Nyeri Akut

3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)


Tidak ada masalah dalam eliminas urin, klien memproduksi urin 300 ml/24 jam
(normal), dengan warna kuning, khas aroma ammoniak, klien tidak mengalami
masalah atau lancer, tidak menetes, tidak inkotinen, oliguria, tidak nyeri, tidak
retensi, tidak poliuri, panas, tidak hematuria, tidak disuria, tidak nocturi, tidak
terpasang kateter dan tidak pernah melakukan cytostomi.
Keluhan lainnya : Klien mengatakan merasa haus.
Masalah keperawatan : Hipovolemia

3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)


Bibir klien tampak kering dan adanya pecah-pecah, tidak ada perlukaan di
sekitar bibir, jumlah gigi klien lengkap tidak ada karies, gusi klien normal
tampak merah muda, lidah klien normal tidak ada lesi, mukosa klien kering,
tidak ada pembengkakan dan peradangan, tonsil klien ada peradangan, rectum
normal, tidak mengalami haemoroid, klien BAB 2x/hari warna kekuningan
dengan konsistensi lembek, tidak ada masalah diare, tidak konstipasi, tidak
kembung, feces tidak berdarah, tidak melena, tidak menggunakan obat
pencahar, tiddak lavement, bising usus klien terdengar hiperakif 25 x/menit,
dan tidak ada terdapat nyeri tekan ataupun benjolan.
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3.1.3.9 Tulang – Otot – Integumen (Bone)


53

Kemampuan pergerakan sendi klien tampak bebas, tidak ada parase, tidak ada
paralise, tidak ada hemiparese, tidak ada krepitasi, terdapat nyeri dan bengkak
lokasi pada bagian dagu, leher, dada, punggung, kedua tangan dan kakinya,
tidak ada kekakuan, tidak ada flasiditas, tidak ada spastisitas, ukuran otot klien
teraba simetris. Uji kekuatan otot ekstermitas atas kanan dan kiri skala 5/5. Uji
kekuatan ektermitas bawah kanan dan kiri skala 5/5. Tidak terdapat peradangan
dan perlukaan lokasi pada bagian dagu, leher, dada, punggung, kedua tangan
dan kakinya.
Keluhan lainnya : terdapat lepuhan, bula, berwarna kehitaman sebagian bula
ada yang pecah dan terkelupas, dan ada peradangan serta terasa sakit. Luka
bakar yang diderita klien terbuka dan termasuk luka bakar derajat II A. Luka
terdapat area dagu 9%, leher 1%, dada 18%, punggung 18%, kedua tangan
klien 9 %, dan kedua kakinya 18%.
Masalah keperawatan : Gangguan Integritas kulit/jaringan , dan Risiko
infeksi

3.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut


Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan, dan kosmetik dan
lainnya. Suhu kulit klien teraba panas, warna kulit coklat tua, turgor kurang,
tekstur kasar, tampak terdapat lesi pustula lokasi : dagu, leher, dada, punggung,
kedua tangan dan kaki terdapat lepuhan, bula, berwarna kehitaman sebagian
bula ada yang pecah dan terkelupas, tidak ada nodula, tidak ada vesikula, tidak
ada papula, tidak ada ulcus, tidak terdapat jaringan parut, tekstur rambut halus,
distribusi rambut baik, dan bentuk kuku simetris.
Keluhan lainnya : Klien mengatakan suhu tubuh yang panas, kulit terasa
terbakar, badan terasa panas dan juga demam sudah 2 hari, S : 39,5°C
Masalah keperawatan : Hipertermia, Hipovolemia

3.1.3.11 Sistem Penginderaan


a. Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan klien normal tidak ada masalah, gerakan bola mata klien
tampak bergerak normal dengan visus : mata kanan (VOD) = 6/6 dan mata kiri
54

(VOS) = 6/6, sclera normal putih, warna konjungtiva merah muda, kornea
bening, tidak terdapat alat bantu penglihatan pada klien dan tidak terdapat
adanya nyeri.
b. Telinga / Pendengaran
Fungsi pendengaran normal, tidak berkurang, tidak berdengung, dan tidak tuli.
c. Hidung / Penciuman
Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat patensi,
tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak terdapat
transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada masalah, sekresi
kuning lumayan kental, dan tidak ada polip.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada
3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada teraba
kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher klien
bergerak bebas. discharge, srotum normal, tidak ada hernia, dan tidak ada
keluhan lainnya.

3.1.3.13 Sistem Reproduksi


a. Reproduksi Pria
Bagian reproduksi klien tidak tampak adanya kemerahan, tidak ada gatal-gatal,
gland penis tampak normal, Maetus uretra lancar, tidak ada Discharge, srotum
tampak normal, tidak terdapat hernia.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan


3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Pasien mengatakan kesehatan merupakan suatu keadaan terbebas dari
penyakit.Sedangkan penyakit adalah keadaan dimana fisik terganggu karena
terjadi proses penyakit.
3.1.4.2 Nutrisida Metabolisme
TB : 158 Cm
BB sekarang : 52 Kg
55

BB Sebelum sakit : 52 Kg
IMT = BB
(TB)²
= 60 = 23,4 (gizi baik/ideal)
(160)²
Klien tidak ada program diet dan tidak ada diet khusus (tinggi kalori, tinggi
protein TKTP, rendah garam, rendah lemak, rendah kalori, rendah purin)
klien tidak merasa mual, tidak ada muntah, tidak mengalami
ketidakmampuan menelan.
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 3x/ hari 3x/ hari
Porsi 3 porsi 3 porsi
Nafsu makan Baik Baik
Jenis Makanan Nasi, sayur, buah, Nasi, sayur, buah,
lauk lauk
Jenis Minuman Air putih, Air putih, air susu
Jumlah minuman/cc/24 jam 3-4 gelas 5-8 gelas
Kebiasaan makan Pagi, siang, malam Pagi, siang, sore
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan sulit tidur, ruangan terasa panas, ekpresi wajah klien
tampak meringis sebelum sakit tidur pada malam hari 8 jam sedangkan pada
siang hari 2 jam. Saat sakit pada siang hari 30 menit , malam tidur 4 jam.
Masalah keperawatan: Gangguan Pola tidur.
3.1.4.4 Kognitif
Pasien mengatakan diri nya tau mengenai penyakitnya
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran)
Gambaran diri : Pasien seorang yang sakit yang perlu perawatan
Ideal diri : Ada minta untuk sembuh
Identitas Diri : Seorang Bapa dari keempat anaknya
Peran diri : Sebagai Bapa perannya selama di rumah sakit pasien mengatakan
tidak bisa melakukan apa-apa karena masih sakit
56

Harga diri : pasien tidak merasa malu dengan keadaanya sekarang


Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Saat sakit aktivitas sehari-hari yang dilakukan klien hanya berbaring dan
tidur, sedangkan saat sehat klien mampu melakukan aktivitas ringan dan
bekerja secara mandiri.
3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress
Klien mengatakan “bila ada masalah saya biasanya meminta bantuan orang
terdekat saya seperti keluarga dan saya ceritakan semuanya. Bila ada keluhan
yang saya rasakan.
3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan
Klien meyakini dirinya akan sembuh. Klien dan keluarganya “mengatakan
bahwa tidak ada tindakan medis yang bertentangan dengan keyakinan yang
dianut.

3.1.5 Sosial - Spiritual


3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Klien dapat berkomunikasi dengan baik, dan klien dapat menceritakan
keluhan yang dirasakan kepada perawat.
3.1.5.2 Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa dayak dan bahasa Indonesia.
3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Hubungan klien dengan keluarga baik, dibuktikan dengan kelurga setiap saat
selalu memperhatikan dan mendampingi Nn.B selama diarawat di rumah
sakit.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Pasien mempunyai satu anak dan istr, hubungan klien dengan keluarga baik,
dibuktikan dengan keluarga setiap saat selalu memperhatikan dan
mendampingi Tn.M selama diarawat di rumah sakit.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat :
Menurut klien orang yang terdekat dengannya adalah istri dan anak-anaknya.
3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang :
57

Sebelum sakit biasanya digunakan klien untuk bekerja dan meluangkan


waktu untuk keluarga, sesudah sakit aktivitas klien dibatasi.

3.1.5.7 Kegiatan beribadah :


Sebelum sakit klien selalu menjalankan ibadah Kebaktian dan membaca
alkitab bersama dengan suami dan abaknya , disaat sakit klien tidak bisa
beribadah

3.1.6 DATA PENUNJANG (RADIOLOGIS, LABORATORIUM,


PENUNJANG
LAINNYA)
1) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 3 Januari 2021
No Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
1 WBC 11,000 4.500-10.000 mcL
2 HGB 11.6 (9/dL) 12-16 dL
3 Trombosit 625 140-400 (10^3/uL)
4 Hematokrit 30 % P : 35-45%, L : 40-50%
5 GDS 163 76-110 mg/dL
6 Ureum 50 mg/dL 15-45 mg/dL
7 Kreatinin 1,00 P : 0,5-0,9 mg/dL,
L : 0,7-1,20 mg/dL)
8 RDW-SD 39.7(fl) 39-47 fL
9 RDW-CV 14.3+(%) 11,5%-14,5%
10 PDW 10.4(fl) 9-13 fL
12 MPV 10.0(fl) 7,2-11,1 fL
13 P-LCR 24.0(%) 15,0-25,0 %
14 HCT 40 % 40-54%
15 WBC 11.000 4.500-11.000 mcL
58

3.1.7 PENATALAKSANAAN MEDIS


Hari, tanggal : Rabu, 6-7 Januari 2021
No Nama Obat Dosis Rute Indikasi Kontra Indikasi Efek Samping
1 Ceftriaxone 3 x 650mg IV Ceftriaxone bekerja dengan Pada bayi prematur Efek samping seperti
cara membunuh bakteri dan berusia koreksi < 41 pembengkakan, kemerahan,
mencegah pertumbuhannya. minggu, atau > 41 minggu atau rasa sakit dapat terjadi di
Namun obat ini tidak akan dengan ikterus, area tempat suntikan. Efek
berfungsi untuk hipoalbuminemia, atau samping lebih serius juga dapat
pilek, flu atau infeksi virus asidosis. terjadi seperti :
lainnya. Pada neonatus dengan Mudah
(Sumber : hiperbilirubinemia sebab memar/perdarahan
http://pionas.pom.go.id) ceftriaxone menggantikan Merasakan lelah yang
bilirubin pada area tidak biasa.
pelekatan albumin dan Gejala penyakit kandung
meningkatkan bilirubin empedu seperti sakit perut,
tak terkonjugasi. mual, muntah.
Memiliki riwayat Masalah ginjal seperti
hipersensitivitas terhadap perubahan volume urine.
obat ini atau obat Nyeri punggung.
golongan sefalosporin Mata atau kulit
lainnya. menguning.
(Sumber : Kejang.
http://pionas.pom.go.id) Perubahan suasana
hati/kebingungan.
(Sumber : http://pionas.pom.go.id)
2 Infus NaCl 500 cc 15 IV Menambah elektrolit tubuh Alergi terhadap sodium Reaksi-reaksi yang mungkin
0,9% tpm untuk mengembalikan laktat, tidak boleh diberikan terjai karena larutannya atau
keseimbangan tubuh. bersamaan dengan cara pemberiannya termasuk
(Sumber : ceftriaxone pada BBL (<28 timbulnya panas, infeksi pada
https://honestdocs.id/ ). hari) belum tempat penyuntikan, trombosis
59

(Sumber : vena atau flebitis yang meluas


https://honestdocs.id dari tempat penyuntikan,
ekstravasasi.
Bila terjadi reaksi efek
samping, pemakaian harus
dihentikan dan lakukan
evaluasi terhadap penderita.
3 Katerolac 3 x 8 mg IV Ketorolac adalah obat anti Katerolac dikontra Ulcerasi peptic, perdarahan
(amp) / inflamasi nonsteroid (OAINS). indikasikan untuk pasien dan perlubangan lambung,
7 Jam Penggunaan katerolac adalah dengan riwayat gagal ginjal, gangguan atau kegagalam
untuk inflamasi akut jangka penderita dengan riwayat depresi volume pada ginjal,
waktu pendek meredakan nyeri porfiria akut. granulositopenia, pansitopenia,
dan peradangan dengan tigkat Hati-hati penggunaan trombositopenia.
keparahan dari nyeri sedang pada Ibu menyusui. Lain-lain kasus
sampai berat. Khasiat dan keamanan hipersensitivitas yang jarang
(Sumber : penggunaan pada anak- contohnya : bronkospasme,
http://pionas.pom.go.id) anak belum terbukti. demam, eosinofilia,
Pemberian pada wanita anafilaksis, edema
hamil jika benar-benar angioneurotik, sedikit
sangat dibutuhkan. peningkatan kadar dalam
(Sumber : kreatinin serum.
http://pionas.pom.go.id) (Sumber : http://pionas.pom.go.id)
4 Paracetamol 2 x 200 Oral Parasetamol merupakan obat  Jangan digunakan Paracetamol bisa
mg/ 4 Jam yang memiliki efek untuk untuk pasien yang memiliki menyebabkan kerusakan
mengurangi rasa sakit riwayat hipersensitif atau hati terutama jika penggunaanya
(analgesik) dan menurunkan alergi terhadap paracetamol. melebihi dosis yang dianjurkan.
demam (antipiretik) digunakan (Sumber Efek samping ringan pada
secara luas untuk https://kalbemed.com/) saluran pencernaan misalnya
meredakan sakit kepala, sakit mual dan muntah, resiko
gigi dan nyeri ringan lainnya. terjadinya perdarahan lambung
60

Pada nyeri yang lebih berat Efek samping obat ini


seperti nyeri pasca operasi obat dapat meningkatkan resiko
ini biasanya dikombinasikan kerusakan ginjal,
dengan NSAID atau analgetic termasuk gagal ginjal akut.
opioid (Sumber https://kalbemed.com/)
(Sumber
https://kalbemed.com/)
5 Burnazin 2 x35g/ Cream Burnazin cream adalah sediaan Pasien yang Menunjukkan
Cream hari antimikroba topikal yang riwayat alergi reaksi alergi antibiotik ini seperti
mengandung silver antibiotik Silver ruam atau eritema multiforme.
sulphadiazine, digunakan sulfadiazine atau obat Kumpulan ion perak dapat
untuk mengobati/mencegah golongan sulfonamid menyebabkan argyria lokal
infeksi pada luka bakar. lainnya. (perubahan warna pada kulit).
(Sumber : Tidak boleh (Sumber : http://pionas.pom.go.id)
http://pionas.pom.go.id) digunakan untuk pasien
dengan porfiria.
Sebaiknya tidak
diberikan untuk bayi
prematur atau bayi
berumur <2 bulan
(Sumber :
http://pionas.pom.go.id)

Palangka Raya, 6 Januari 2021


Mahasiswa,

Dhea Permatasari Iskandar


NIM: 2018.C.10a.0964
61

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN


MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
Data Subjektif Keracunan gas CO2 Pola Napas Tidak
Klien mengeluhkan sesak Efektif
napas. Kerusakan mukosa
saluran napas
Data Objektif
- Suara napas trakeal Odema laring
- Suara nafas tambahan
wheezing Hipovolemia dan
- Sesak napas saat inspirasi hemokonsentrasi
- Dispnea nyeri dada
- Irama pernapasan tidak Penurunan aliran darah
teratur
- Tipe pernapasan dada dan Penurunan sirkulasi dan
perut volume vaskuler
- TTV
TD : 140/90mmHg Peningkatan kebutuhan
N : 88x/menit O2
RR : 26x/menit
S : 39,50C Takikardi dan takipnea

Sesak nafas

Pola Napas Tidak Efektif


Data subjektif : Cedera jaringan kulit Nyeri Akut
Klien mengatakan nyeri pada
area luka Mengenai ujung saraf
P : Akibat kebakaran pabrik yang ada didaerah luka
kembang api yang
meledak Meningkatkan
Q : Kulit terasa terbakar dan sensitivitas nyeri
perih.
R : Luka bakar mengenai Nyeri Akut
pada bagian dagu, leher,
dada, punggung, kedua
tangan dan kakinya
S : Skala Nyeri 7 (skala
berat)
T : Muncul sekitar 1 menit

Data objektif
- Klien tampak meringis
- Area luka bakar berada
pada bagian dagu, leher,
dada, punggung, kedua
62

tangan dan kakinya


dengan tipe derajat II A
- Skala nyeri 7
- Klien tampak gelisah
- Sulit tidur
- Bersikap protektif
menghindar nyeri
- TTV :
TD : 140/90mmHg
N : 88x/menit
RR : 26x/menit
S : 39,50C
Data subjektif : Peningkatan Hipertermia
Klien mengatakan suhu tubuh permeabilitas kapiler
yang panas dan juga demam
sudah 2 hari. Suhu tubuh diatas nilai
Data objektif : normal
- Klien tampak sulit tidur
- Kulit klien terasa panas Kulit kemerahan
(Terasa seperti terbakar
dan perih) Terpapar lingkungan
- Klien tampak pucat panas
- Klien tampak mengigil
Suhu tubuh diatas normal S : Hipertermia
0
39,5 C
Data subjektif : Kekurangan cairan dalam Hipovolemia
Klien mengatakan sering tubuh
merasa haus.
Sering merasa haus
Data objektif
- Klien tampak sering Hipovolemia
minum
- Klien tampak lemah
- Produksi urin 300 ml/hari
- Konsentrasi urin menurun
- Wajah klien tampak pucat
- Bibir klien tampak kering
dan pecah-pecah
- Mukosa kering
- Turgor kulit kurang
- Tekstur kasar
- Hasil laboratorium
(Ureum 50 mg/dL)
- TTV :
TD : 140/90mmHg
N : 88x/menit
RR : 26x/menit
S : 39,50C
Data subjektif : Jaringan kulit terbuka Gangguan
Klien mengatakan nyeri dan Integritas
63

kebas pada area luka. Kehilangan barrier kulit Kulit/Jaringan

Data objektif Pembuluh darah terbuka


- Tampak pergerakan
terbatas Suhu lingkungan yang
- Luka bakar terdapat area ekstrem
dagu 9%, leher 1%, dada
18%, punggung 18%, Kerusakkan pada
kedua tangan klien 9 %, epidermis, dermis dan
dan kedua kakinya 18% subcutan
- Sebagian bula ada yang
pecah dan terkelupas Kematian sel-sel/
- Pada area luka yang Nekrosis
terdapat bula berwarna
kehitaman Gangguan Integritas
- Kulit klien nampak kasar Kulit/Jaringan
dan sebagian terdapat
lepuhan pada area luka
- Ada peradangan di area
luka
- Luka bakar terbuka tipe
derajat II A.
- Suhu kulit panas
- Warna kulit cokelat
tua/hyperpigmentasi
- Turgor kulit kurang
- Tekstur kasar
Data subjektif : Jaringan kulit terbuka Risiko Infeksi
Klien mengatakan terdapat
luka pada area dagu, leher, Kehilangan barrier kulit
dada, punggung, kedua
tangan dan kaki. Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer
Data objektif:
- Pada area luka klien kulit Kerusakan integritas
tampak adanya bula, kulit
menghitam, sebagian ada
yang pecah dan terkelupas Risiko Infeksi
- Luka bakar terdapat area
dagu 9%, leher 1%, dada
18%, punggung 18%,
kedua tangan klien 9 %,
dan kedua kakinya 18%
- Luka bakar terbuka tipe
derajat II A
- Hasil laboratorium WBC
menunjukkan (11.000
mcL)

- TTV :
TD : 140/90mmHg
64

N : 88x/menit
RR : 26x/menit
S : 39,50C
Data subjektif : Suhu kulit panas Gangguan Pola
Klien mengeluhkan sulit tidur Tidur
dikarenakan rasa nyeri yang Gelisah
diderita
Data objektif : Waktu tidur berkurang
- Suhu klien teraba panas
- Tampak gelisah Ketidaknyamanan
- Ekspresi tampak meringis
- Pola tidur klien berubah Gangguan Pola tidur
- Sebelum sakit tidur malam
klien sekitar 8 jam dan
siang sekitar 2 jam
- Sesudah sakit tidur malam
klien sekitar 4 jam saja
tapi kadang terbangun
dikarenakan rasa nyeri
yang dirasakan dan tidur
siang klien 30 menit.
65

PRIORITAS MASALAH

1. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas


ditandai dengan klien mengeluhkan sesak napas, suara napas trakeal,
suara napas tambahan wheezing, irama pernapasan tidak teratur, dispnea
nyeri dada, tipe pernapasan dada dan perut. Hasil pemeriksaan TTV : TD
140/90 mmHg, N : 88x/menit, RR : 26x/menit, S : 39,50C.

2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen pencedera kimiawi yang ditandai


dengan nyeri pada area luka, Akibat kebakaran pabrik kembang api yang
meledak, kulit terasa seperti terbakar dan perih. Luka bakar mengenai
pada bagian dagu, leher, dada, punggung, kedua tangan dan kakinya,
skala Nyeri 7, muncul terus-menerus sekitar 1 menit, klien tampak
meringis, luka bakar tipe derajat II A, klien tampak gelisah, sulit tidur,
bersikap protektif menghindar nyeri. Hasil pemeriksaan TTV : TD 140/90
mmHg, N : 88x/menit, RR : 26x/menit, S : 39,50C.

3. Hipertermia berhubungan dengan Terpapar lingkungan panas ditandai


dengan klien mengatakan suhu tubuh yang panas dan juga demam sudah
2 hari, klien tampak sulit tidur, kulit klien terasa panas (terasa terbakar
dan perih), klien nampak pucat, klien tampak mengigil, suhu tubuh di atas
normal S : 39,50C.

4. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler


ditandai dengan klien sering merasa haus, tampak sering minum, tampak
lemah, produksi urin 300 ml/hari, konsentrasi urin menurun, wajah klien
tampak pucat, bibir klien tampak kering dan pecah-pecah, mukosa kering,
turgor kulit kurang, tekstur kasar. Hasil laboratorium (Ureum 50 mg/dL).
Hasil pemeriksaan TTV : TD 140/90 mmHg, N : 88x/menit, RR :
26x/menit, S : 39,50C.

5. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan Suhu


lingkungan yang ekstrem ditandai dengan klien mengatakan nyeri dan
kebas pada area luka, Luka bakar terdapat area dagu 9%, leher 1%, dada
66

18%, punggung 18%, kedua tangan klien 9 %, dan kedua kakinya 18%,
tampak pergerakan terbatas, terdapat bula pada daerah dagu, leher, dada,
punggung, kedua tangan klien dan kakinya, sebagian bula ada yang pecah
dan terkelupas, pada area luka yang terdapat bula berwarna kehitaman,
kulit klien nampak kasar dan sebagian terdapat lepuhan pada area luka,
ada peradangan diarea luka dan Luka bakar terbuka tipe derajat II A,
Warna kulit cokelat tua/hyperpigmentasi, turgor kulit kurang dan tekstur
kasar.

6. Risiko Infeksi berhubungan dengan Kerusakan integritas kulit ditandai


dengan klien mengatakan terdapat luka pada area dagu, leher, dada,
punggung, kedua tangan dan kakinya, pada area luka klien kulit tampak
adanya bula, menghitam, sebagian ada yang pecah dan terkelupas, hasil
pemeriksaan laboratorium WBC menunjukkan (11.000mcL) TTV : TD :
140/90mmHg, N : 88x/menit, RR : 26x/menit, S : 39,50C.

7. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan Nyeri ditandai dengan klien


mengeluhkan sulit tidur dikarenakan rasa nyeri yang diderita, suhu klien
teraba panas, tampak gelisah, ekspresi tampak meringis, pola tidur klien
berubah, sebelum sakit tidur malam klien sekitar 8 jam dan siang sekitar
2 jam, namun sesudah sakit tidur klien malam sekitar 4 jam saja tapi
kadang terbangun dikarenakan rasa nyeri yang dirasakan dan tidur siang
klien 30 menit. Hasil pemeriksaan TTV : TD 140/90 mmHg, N :
88x/menit, RR : 26x/menit, S : 39,50C.
67

3.3 RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. M

Ruang Rawat : Ruang Bedah

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional

1. Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan Intervensi 1. Monitor pola napas (Frekuensi, 1. Mengetahui perkembangan status
berhubungan dengan 3x7 Jam maka pola nafas klien kedalaman, usaha napas, kesehatan pasien.
hambatan upaya napas membaik, dengan kriteria kecepatan, irama, bunyi nafas,
ditandai dengan klien kedalaman dan kesulitan bernafas)
hasil:
mengeluhkan sesak napas, 2. Monitor bunyi napas tambahan 2. Perubahan TTV akan memberikan
suara napas trakeal, suara dampak pada resiko asidosis yang
(SLKI L.01004 Hal.95)
napas tambahan wheezing, bertambah berat dan berindikasi pada
irama pernapasan tidak intervensi untuk secepatnya
1. Ventilasi semenit
teratur, dispnea nyeri dada, melakukan koreksi asidosis.
meningkat (5)
tipe pernapasan dada dan 3. Memudahkan ventilasi dengan
2. Kapasitas vital meningkat
perut. Hasil pemeriksaan menurunkan tekanan abdomen
(5)
TTV : TD 140/90 mmHg, N terhadap diafragma sehingga ekspansi
3. Tekanan ekspirasi dan
: 88x/menit, RR : maksimal.
inspirasi sedang (3)
26x/menit, S : 39,50C. 3. Pertahankan kepatenan jalan napas 4. Posisi semi-fowler atau fowler dapat
4. Dispnea Menurun (5)
dengan head-tilt dan chin-lift mengurangi sesak nafas dan ekspansi
5. Penggunaan otot bantu
( jaw-thrust jika curiga trauma paru.
napas menurun (5)
servikal). 5. Untuk mengetahui perkembangan
6. Ortopnea menurun (5)
status kesehatan pasien dan mencegah
7. Pernapasan pursed-lip
4. Posisikan semi-fowler atau fowler. komplikasi lanjutan.
menurun (5)
6. Kolaborasi
8. Pernapasan cuping hidup
menurun (5)  Bekerja sama dengan dokter dalam
9. Frekuensi Nafas pemberian terapi pemeliharaan
Membaik/tidak sesak (5) untuk kebutuhan asupan oksigenasi
68

10. Kedalaman Napas 5. Anjurkan asupan cairan 2000 dan tindakan dependen perawat,
Membaik (5) ml/hari, jika tidak kontraindikasi. dimana oksigenasi berfungsi untuk
meningkatkan kadar oksigen dalam
6. Kolaborasi : tubuh terpenuhi sehingga fungsi
organ berjalan lancar.
 Pemberian ekspektoral,  Untuk mencegah hipoksia,
mukolitik, bronkodilator, Jika memudahkan pernafasan dengan
perlu. menurunkan tekanan pada
diafragma

 Pemberian oksigen 4
liter/menit dengan metode
kanul atau sungkup non-
rebreathing. Pemberian
inhalasi terapi bila diperlukan

2. Nyeri Akut berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Observasi TTV 1. Memantau dan mengetahui kondisi
dengan Agen pencedera keperawatan selama 3x7 jam umum pasien.
kimiawi yang ditandai diharapkan tingkat nyeri 2. Identifikasi lokasi, karakteristik, 2. Selalu memantau perkembangan nyeri.
dengan nyeri pada area menurun. durasi, frekuensi, kualitas,
luka, Akibat kebakaran Kriteria hasil : intensitas nyeri.
pabrik kembang api yang 1. Keluhan nyeri menurun/ 3. Identifikasi faktor yang 3. Mencari tahu faktor memperberat dan
meledak, kulit terasa seperti hilang dengan skala <3 (5) memperberat dan memperingan memperingan nyeri agar mempercepat
terbakar dan perih. Luka 2. Pasien tidak Meringis/ nyeri. proses kesembuhan.
bakar mengenai pada menurun (5) 4. Kontrol lingkungan yang 4. Memberikan kondisi lingkungan yang
bagian dagu, leher, dada, 3. Kemampuan menuntaskan memperberat rasa nyeri. nyaman untuk membantu meredakan
punggung, kedua tangan aktivitas meningkat (5) nyeri.
dan kakinya, skala Nyeri 7, 4. Sikap protektif menurun (5) 5. Membantu dalam menunjang siklus
muncul terus-menerus 5. Gelisah menurun (5) tidur.
sekitar 1 menit, klien 6. Kesulitan tidur menurun (5) 5. Fasilitas istirahat dan tidur 6. Salah satu cara mengurangi nyeri
69

tampak meringis, luka 7. Frekuensi nadi membaik seperti TENS, hipnosis, terapi musik,
bakar tipe derajat II A, klien (5) 6. Berikan edukasi teknik terapi, pijat, akupressur, aromaterapi,
tampak gelisah, sulit tidur, 8. Tekanan darah membaik nonfarmakologis (Distraksi) imajinasi terbimbing, kompres
bersikap protektif (5) hangat/dingin, dan mengalihkan
menghindar nyeri. Hasil 9. Pola tidur membaik (5) perhatian terhadap nyeri, meningkatkan
pemeriksaan TTV : TD 10. Kemampuan mengenali kontrol terhadap nyeri yang mungkin
140/90 mmHg, N : penyebab Nyeri meningkat berlangsung lama
88x/menit, RR : 26x/menit, (5) 7. Memberikan penjelasan akan
S : 39,50C 11. Kemampuan menggunakan 7. Jelaskan penyebab, periode, dan menambah pengetahuan pasien tentang
teknik non-farmakologi pemicu nyeri. nyeri.
meningkat (5) 8. Ajarkan teknik nonfarmakologis 8. Agar klien atau keluarga dapat
untuk mengurangi rasa nyeri. melakukan secara mandiri ketika nyeri
((latihan napas dalam, imajinasi kambuh dan mampu mengalihkan
visual, aktivitas dipersional) perhatian terhadap nyeri, meningkatkan
kontrol terhadap nyeri yang mungkin
berlangsung lama.
9. Bekerja sama dengan dokter dalam
pemberian dosis obat dan tindakan
dependen perawat, dimana analgetik
berfungsi untuk memblok stimulasi
nyeri.
9. Kolaborasi dengan dokter
pemberian analgetik, jika perlu.

3. Hipertermia berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi penyebab hipertermia 1. Mengetahui indikasi adanya penyebab
dengan Terpapar keperawatan selama 3x7 jam terjadi hipertermia.
lingkungan panas ditandai diharapkan 2. Monitor suhu tubuh
dengan klien mengatakan termoregulasi/pengaturan suhu 2. Mempertahakan suhu tubuh agar tetap
suhu tubuh yang panas dan tubuh pasien membaik. 3. Monitor komplikasi akibat pada rentang normal
juga demam sudah 2 hari, Kriteria hasil : hipertermia
klien nampak sulit tidur, 1. Mengigil menurun (5) 3. Untuk mengetahui terjadinya
kulit klien terasa panas 2. Kulit merah menurun (5) komplikasi penyakit lainnya.
(terasa terbakar), klien 3. Pucat menurun (5)
70

nampak pucat, klien 4. Takikardi menurun (5) 4. Sediakan lingkungan dingin 4. Membantu klien merasa nyaman dan
nampak mengigil, suhu 5. Takipnea menurun (5) sesuai dengan keinginnan klien
tubuh di atas normal S : 6. Dasar kuku sianotik
39,50C. (SDKI D.0130, menurun (5) 5. Pakaian yang tipis membantu
Hal.284) 7. Hipoksia menurun (5) 5. Longgarkan atau lepaskan pakaian penguapan suhu.
8. Suhu tubuh membaik (5)
9. Suhu kulit membaik (5) 6. Basahi dan kipas permukaan tubuh 6. Membasahi dan mengkipas permukaan
10. Pengisian kapiler membaik tubuh dapat membantu tubuh atasi
(5) udara dan suhu yang panas.
7. Ganti linen setiap hari atau lebih
11. Tekanan darah membaik
sering jika mengalami 7. Membantu klien merasa nyaman dan
(5)
hiperhidrosis (keringat berlebihan) sesuai dengan keinginnan klien.

8. Lakukan pendinginan eksternal


(mis. selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksilla)
9. Kolaborasi pemberian cairan dan 8. Untuk membantu meredakkan rasa
elektrolit intravena panas yang diderita.

9. Bekerja sama dalam membantu


pemenuhan cairan dan elektrolit klien
agar terpenuhi

4. Hipovolemia berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Periksa tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui tanda dan gejala
dengan peningkatan keperawatan selama 3x7 jam hipovolemia (mis. Frekuensi nadi hipovolemia yang dapat timbul.
permeabilitas kapiler diharapkan status cairan meningkat, madi teraba lemah, TD
ditandai dengan klien sering membaik. menurun, tekanan nadi meningkat,
merasa haus, tampak sering Kriteria hasil : turgor kulit menurun, membran
minum, tampak lemah, 1. Kekuatan nadi meningkat mukosa kering, volume urin
produksi urin 300 ml/hari, (5) menurun, hematokrit meningkat,
71

konsentrasi urin menurun, 2. Turgor kulit meningkat (5) haus, lemah)


wajah klien tampak pucat, 3. Output urine meningkat (5) 2. Monitor intake dan output cairan 2. Untuk mengetahui cairan yang masuk
bibir klien tampak kering 4. Ortopnea menurun (5) dan keluar.
dan pecah-pecah, mukosa 5. Dispnea menurun (5) 3. Berikan posisi modified 3. Posisi tredelenburg berguna untuk
kering, turgor kulit kurang, 6. Distensi vena jugularis tredelenburg mengetahui efektivitas terhadap
tekstur kasar. Hasil menurun (5) peningkatan tekanan darah
laboratorium (Ureum 50 7. Keluhan haus menurun (5) 4. Untuk menambah cairan yang masuk
mg/dL). Hasil pemeriksaan 8. Konsentrasi urine menurun dalam tubuh
TTV : TD 140/90 mmHg, N (5) 4. Berikan asupan cairan oral 5. Agar cairan dalam tubuh klien
: 88x/menit, RR : 9. Frekuensi nadi membaik terpenuhi
0
26x/menit, S : 39,5 C. (5)
10. Kadar HB membaik (5) 6. Menambah elektrolit tubuh untuk
5. Anjurkan perbanyak asupan cairan
11. Intake cairan membaik (5) mengembalikan keseimbangan tubuh
oral.
12. Status mental membaik (5)
6. Kolaborasi pemberian cairan
13. Suhu tubuh membaik (5)
isotonis (mis. NaCl, RL)

1. Untuk mengetahui karateristik luka


5. Gangguan Integritas Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi penyebab luka bakar dan penyebab lainnya
Kulit/Jaringan berhubungan keperawatan selama 3x7 jam 2. Identifikasi durasi terkena luka 2. Selama pelaksanaan prosedur ini, luka
dengan Suhu lingkungan diharapkan integritas bakar dan riwayat penanganan dan kulit disekitarnya diinspeksi
yang ekstrem ditandai kulit/jaringan membaik dengan dengan teliti
luka sebelumnya
dengan klien mengatakan Kriteria hasil : 3. Selama pelaksanaan prosedur ini, luka
nyeri dan kebas pada area 3. Monitor kondisi luka (mis.
dan kulit disekitarnya diinspeksi
luka, Luka bakar terdapat 1. Elastisitas meningkat (5) Persentasi ukuran luka, derajat dengan teliti
area dagu 9%, leher 1%, 2. Kerusakan jaringan luka, perdarahan, warrna dasar
dada 18%, punggung 18%, menurun (5) luka, infeksi, eksudat, bau luka,
kedua tangan klien 9 %, dan 3. Kerusakan lapisan kulit kondisi tepi luka.
kedua kakinya 18%, tampak menurun (5) 4. Mencegah terjadi infeksi nosokomial
4. Gunakan teknik aseptik selama
pergerakan terbatas, 4. Nyeri menurun (5)
5. Perdarahan menurun (5) merawat luka
terdapat bula pada daerah 5. Perawat luka biasanya menjadi
dagu, leher, dada, 6. Kemerahan menurun (5) 5. Lepaskan balutan lama dengan
komponen satu-satunya yang paling
punggung, kedua tangan 7. Pigmentasi abnormal menghindari nyeri dan perdarahan menghabiskan waktudalam perawatan
klien dan kakinya, sebagian menurun (5) luka bakar pasia fase akut.
72

6. Merendam dan melepaskan balutan


bula ada yang pecah dan 8. Jaringan parut menurun (5) 6. Rendam dengan air steril jika secara perlahan menggunakan cairan
terkelupas, pada area luka 9. Nekrosis menurun (5) balutan lengket pada luka. steril
yang terdapat bula berwarna 10. Suhu kulit membaik (5) 7. Untuk membuat klien tidak merasakan
kehitaman, kulit klien 11. Tekstur membaik (5) 7. Bersihkan luka dengan cairan sakit ketika melepaskan
nampak kasar dan sebagian steril (mis. NaCl 0,9%, cairan balutan/plester
terdapat lepuhan pada area antiseptik)
luka, ada peradangan diarea 8. Lakukan terapi relaksasi untuk 8. Salah satu terapi non farmakologis
luka dan Luka bakar relaksasi agar pasien merasa rileks dan
mengurangii rasa nyeri.
terbuka tipe derajat II A, nyaman.
Warna kulit cokelat 9. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 9. Memberikan informasi dan membantu
tua/hyperpigmentasi, turgor klien dalam pemahaman mengenai
kulit kurang dan tekstur infeksi
kasar. 10. Untuk membantu klien agar kulit tidak
lembab dan meminimalkan risiko
10. Jadwalkan perubahan posisi
infeksi pada luka.
setiap 2 jam atau sesuai kondisi 11. Kolaborasi :
pasien  Untuk menghilangkan jaringan
yang kontaminasi oleh bakteri dan
benda asing sehingga pasien
11. Kolaborasi dilindungi terhadap kemunkinan
invasi bakteri.
 prosedur debridement (mis:
 Untuk meminimalkan risiko
enzimatik biologis morbiditas atau infeksi pada luka.
mekanis,autolotik), jika perlu
 pemberian antibiotik, jika
perlu

6. Risiko Infeksi berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1. Mengetahui adanya gejala infeksi
dengan Kerusakan integritas keperawatan selama 1x7 jam lokal dan sistemik
kulit ditandai dengan klien diharapkan tingkat infeksi
mengatakan terdapat luka menurun. 2. Batasi jumlah pengunjung
pada area dagu, leher, dada, 2. Untuk mencegah terjadinya penyebaran
punggung, kedua tangan Kriteria hasil : infeksi dan mempercepat penyembuhan
73

dan kakinya, pada area luka 1. Kebersihan tangan 3. Berikan perawatan kulit pada area luka
klien kulit tampak adanya meningkat (5) edema
bula, menghitam, sebagian 2. Demam menurun (5) 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah
ada yang pecah dan 3. Kemerahan menurun (5) kontak dengan pasien dan 3. Untuk mencegah faktor infeksi yang
terkelupas, hasil 4. Nyeri menurun (5) lingkungan pasien dapat terjadi.
pemeriksaan laboratorium 5. Bengkak menurun (5) 5. Pertahankan teknik aseptik pada 4. Mencegah terjadinya infeksi oleh virus
WBC menunjukkan 6. Cairan berbau busuk pasien berisiko tinggi atau bakteri
(11.000mcL) TTV : TD : menurun (5) 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
140/90mmHg, N : 7. Kadar sel darah putih 5. Mengurangi faktor risiko infeksi
88x/menit, RR : 26x/menit, membaik (5)
S : 39,50C. 8. Kultur darah (5) 7. Ajarkan cara mencuci tangan
9. Kultur area luka membaik dengan benar
(5) 6. Memberikan informasi dan membantu
8. Ajarkan cara memeriksa kondisi klien dalam pemahaman mengenai
luka atau luka operasi infeksi
7. Agar mengetahui cara mencuci tangan
yang benar agar terhindar dari bakteri
dan virus
8. Mengajarkan klien untuk
mempertahankan kondisi balutan luka
9. Anjurkan meningkatkan asupan
dengan benar dan dapat menilai luka
nutrisi
secara mandiri
10. Anjurkan meningkatkan asupan
9. Mempercepat kesembuhan luka
cairan

10. Mengurangi resiko dehidrasi pada klien

7. Gangguan Pola Tidur Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur 1. Memberikab informasi dasar dalam
berhubungan dengan Nyeri keperawatan selama 1x7 jam 2. Identifikasi faktor pengganggu mengetahui pola tidur klien
ditandai dengan klien diharapkan kualitas dan tidur (fisik dan/atau psikologis) 2. Mengetahui apa yang membuat klien
mengeluhkan sulit tidur kuantitas tidur membaik. sulit tidur
dikarenakan rasa nyeri yang 3. Modifikasi lingkungan (mis. 3. Mengurangi faktor yang membuat
diderita, suhu klien teraba Kriteria hasil : Pencahayaan, kebisingan, suhu, klien sulit tidur
74

panas, tampak gelisah, 1. Keluhan sulit tidur matras, dan tempat tidur)
ekspresi tampak meringis, menurun (1) 4. Fasilitasi menghilangkan stress 4. Menghilangkan stress berguna bagi
pola tidur klien berubah, 2. Keluhan sering terjaga sebelum tidur respon tubuh kita agar tidur klien
sebelum sakit tidur malam menurun (1) nyaman
klien sekitar 8 jam dan 3. Keluhan tidak puas tidur
siang sekitar 2 jam, namun menurun (1)
sesudah sakit tidur klien 4. Keluhan pola tidur berubah 5. Tetapkan jadwal tidur rutin 5. Meningkatkan pola tidur
malam sekitar 4 jam saja menurun (1) 6. Lakukan prosedur untuk 6. Membuat klien merasa rileks
tapi kadang terbangun 5. Keluhan istirahat tidak meningkatkan kenyamanan (mis.
dikarenakan rasa nyeri yang cukup menurun (1) Pijat, pengaturan posisi, terapi
dirasakan dan tidur siang 6. Kemampuan beraktivitas akupresur)
klien 30 menit. Hasil meningkat (1) 7. Sesuaikan jadwal pemberian obat
pemeriksaan TTV : TD dan/atau tindakan untuk
140/90 mmHg, N : menunjang siklus tidur-terjaga.
88x/menit, RR : 26x/menit, 8. Jelaskan pentingnya tidur cukup 7. Supaya tidur klien tidak terganggu
S : 39,50C. selama sakit
9. Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
10. Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang 8. Memberikan informasi agar pola tidur
mengganggu tidur klien tidak terganggu
11. Anjurkan penggunaan obat tidur 9. Meningkatkan pola tidur
yang tidak mengandung supresor
terhadap tidur REM. 10. Menghindari gangguan sulit tidur

11. Mencegah tidur klien terganggu atau


tidak nyaman
75

3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Tanda tangan dan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1. Rabu, 6 Januari 2021 1. Memonitor pola napas (Frekuensi, kedalaman, S = Klien mengatakan masih sesak napas pada
Pukul : 08.00 WIB usaha napas, kecepatan, irama, bunyi nafas, malam hari
kedalaman dan kesulitan bernafas) O=
Dhea Permatasari
Diagnosa Keperawatan I 2. Memonitor bunyi napas tambahan - Frekuensi napas memburuk (RR :
3. Mempertahankan kepatenan jalan napas dengan 26x/menit) Iskandar
Pola Napas Tidak Efektif head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga - Penggunaan otot bantu nafas meningkat
berhubungan dengan trauma servikal). - Kedalaman napas cukup memburuk
hambatan upaya napas 4. Memposisikan semi-fowler atau fowler. - Wheezing, Dispnea meningkat
5. Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika - Pernapasan cuping hidung meningkat
tidak kontraindikasi. Tekanan ekspirasi dan inspirasi meningkat
6. Berkolaborasi pemberian oksigen 4 liter/menit A = Masalah belum teratasi
dengan metode kanul atau 6L dengan sungkup P = Lanjutkan intervensi 1-6
non-rebreathing. Dan Pemberian inhalasi terapi
bila diperlukan. (O2 Simple mask 6 Liter/menit)
2. Rabu, 6 Januari 2021 1. Mengobservasi TTV pasien S = Klien mengatakan masih merasakan nyeri
Pukul : 08.15 WIB 2. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, kulit terasa seperti terbakar dan tertusuk-
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri. tusuk
Diagnosa Keperawatan II 3. Mengidentifikasi skala nyeri. O=
4. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan - Hasil TTV
Nyeri Akut berhubungan memperingan nyeri TD : 140/ 90 mmHg (TD Cukup
Agen pencedera kimiawi 5. Mengkontrol lingkungan yang memperberat rasa memburuk)
nyeri.. N : 88x/menit (Frekuensi nadi
Dhea Permatasari
6. Memberikan teknik nonfarmakologis (mis. membaik)
Iskandar
relaksasi dan distraksi) S : 39,50C
7. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk RR : 26 x/menit (pola napas memburuk)
mengurangi nyeri. - Kemampuan pasien mengenali penyebab
8. Berkolaborasi pemberian katerolac. (Injeksi Nyeri meningkat.
Katerolac (1 amp) 8 mg (IV) dan Paracetamol - Ekspresi pasien tampak meringis
200 mg (Oral) meningkat, Keluhan nyeri meningkat
76

dengan skala nyeri 7 (berat)


- Kemampuan pasien menuntaskan
aktivitas cukup menurun
- Sikap protektif meningkat, Gelisah
cukup meningkat, kesulitan tidur
meningkat, pola tidur memburuk.
- Kemampuan pasien menggunakan teknik
nonfarmakologis meningkat.
A = Masalah belum teratasi
P = Lanjutkan intervensi 1-8
3. Rabu, 6 Januari 2021 1. Mengobservasi TTV S = Klien mengatakan badannya masih demam.
Pukul : 08.45 WIB 2. Mengidentifikasi penyebab hipertermia O=
3. Memonitor suhu tubuh - Hasil TTV
Dhea Permatasari
Diagnosa Keperawatan III 4. Memonitor komplikasi akibat hipertermia TD : 130/ 90 mmHg (tekanan darah cukup
Iskandar
5. Menyediakan lingkungan dingin memburuk)
Hipertermia berhubungan 6. Melonggarkan atau lepaskan pakaian N : 88x/menit
dengan Terpapar 7. Mengganti linen setiap hari atau lebih sering S : 39,50C
lingkungan panas jika mengalami hiperhidrosis (keringat RR : 24 x/menit
berlebihan) - Suhu tubuh memburuk akibat luka bakar
8. Melakukan pendinginan eksternal (mis. - Suhu tubuh klien masih terasa panas
selimut hipotermia atau kompres dingin pada 39,50C
dahi, leher, dada, abdomen, aksilla) - Takipnea meningkat, tampak pucat dan
9. Berkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit kulit merah meningkat.
intravena. (Infus intravena berupa NaCl 0,9% - Ventilasi membaik
sesuai indikasi) - Mengigil cukup menurun (lingkungan
klien sudah disesuaikan dengan suhu
normal)
- Hipoksia menurun (Pendinginan eksternal
kompres telah dilakukan pada bagian dahi
dan aksilla klien)
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan Intervensi 1, 2, 3, 4 & 9
77

4. Rabu, 6 Januari 2021 1. Memeriksa tanda dan gejala hipovolemia (Mis. S = Klien mengatakan sering merasa haus lagi
Pukul : 09.10 WIB Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi O =
Dhea Permatasari
Diagnosa Keperawatan IV menyempit, turgor kulit menurun, membran - Turgor kulit menurun, bibir tampak
Iskandar
mukosa kering, volume urin menurun, kering dan pucat, klien tampak sering
Hipovolemia berhubungan hematokrit meningkat, haus, lemah) minum, keluhan haus meningkat.
dengan peningkatan 2. Memonitor intake dan ouput cairan Frekuensi nadi membaik : 88x/menit.
permeabilitas kapiler 3. Memberikan posisi modified Trendelenburg Suhu tubuh cukup membaik S : 38,00C
4. Memberikan asupan cairan oral - Intake cairan membaik (1.500cc/hari)
5. Menganjurkan memperbanyak asupan cairan Konsentrasi urine menurun, Output urine
oral cukup meningkat (500 ml/hari)
6. Berkolaborasi pemberian cairan isotonis - Pasien diberikan posisi Tredelenburg
(NaCl/RL) (Infus NaCl 0,9% 6L/menit simple - Pasien mau diberikan asupan cairan oral
mask) (minum air putih)
- Pasien tampak mengikuti anjuran
memenuhi asupan cairan oral.
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan Intervensi 1-6
5. Rabu, 6 Januari 2021 1. Memonitor kondisi luka (mis. Persentasi S = Klien mengatakan masih nyeri dan kebas
Pukul : 10.00 WIB ukuran luka, derajat luka, perdarahan, warrna pada area luka yang terbakar
dasar luka, infeksi, eksudat, bau luka, kondisi O =
Diagnosa Keperawatan V tepi luka. - Presentasi Luka :
Dhea Permatasari
2. Menggunakan teknik aseptik selama merawat Luka bakar terdapat area dagu 9%, leher
Iskandar
luka 1%, dada 18%, punggung 18%, kedua
Gangguan Integritas 3. Melepaskan balutan lama dengan menghindari tangan klien 9 %, dan kedua kakinya
Kulit/Jaringan nyeri dan perdarahan 18%, tampak pergerakan terbatas,
berhubungan dengan 4. Membersihkan luka dengan cairan steril NaCl Luka bakar derajat II A, terdapat bula,
Suhu lingkungan yang 0,9%, cairan antiseptik. sebagian bula ada yang pecah dan
eksterm 5. Mempertahankan teknik steril saat melakukan terkelupas, pada area luka yang terdapat
perawatan luka bula berwarna kehitaman, kulit klien
6. Menjadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam nampak kasar dan sebagian terdapat
atau sesuai kondisi pasien. lepuhan pada area luka, ada peradangan
diarea luka, Masih terdapat adanya
78

7. Berkolaborasi perdarahan, dan kemerahan pada kulit.


 Pemberian salap (topikal) - Kerusakan lapisan kulit meningkat,
(Salap Burnazin Cream 35g/hari) Elastisitas cukup menurun.
 Pemberian antibiotic. (Ceftriaxone 650mg - Nyeri meningkat, kemerahan cukup
per IV) meningkat.
- Nekrosis cukup meningkat, Tekstur
cukup memburuk
- Balutan telah dipasang pada area luka
A = Masalah belum teratasi
P = Lanjutkan semua intervensi
6. Rabu, 6 Januari 2021 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan S = Klien mengatakan ada luka pada area dagu,
Pukul : 12.00 WIB sistemik leher, dada, punggung, kedua tangan dan
2. Membatasi jumlah pengunjung kaki.
Dhea Permatasari
Diagnosa Keperawatan VI 3. Memberikan perawatan kulit pada area edema O=
Iskandar
4. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak - Kemerahan cukup meningkat dan nyeri
Risiko infeksi berhubungan dengan pasien dan lingkungan pasien cukup menurun.
dengan Kerusakan 5. Mempertahankan teknik aseptik pada pasien - Jumlah pengunjung dibatasi hanya
integritas kulit berisiko tinggi menjadi 1-2 orang saja
6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi - Kultur area luka cukup memburuk
7. Mengajarkan cara mencuci tangan dengan - Kebersihan tangan meningkat
benar. - Teknik aseptic sudah dipertahankan,
8. Mengajarkan cara memeriksa kondisi luka atau cairan berbau busuk menurun.
luka operasi. - Demam cukup menurun, Bengkak cukup
menurun
- Klien dan keluarga tampak mengerti cara
memeriksa kondisi luka secara mandiri
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan Intervensi 1, 3 & 6
7. Rabu, 6 Januari 2021 1. Mengidentifikasi pola dan aktivitas tidur S = Klien mengeluhkan masih sulit untuk tidur
Pukul : 13.30 WIB 2. Mengidentifikasi faktor penganggu tidur (fisik dikarenakan nyeri
dan/atau psikologis) O=
Dhea Permatasari
Diagnosa Keperawatan VII 3. Memodifikasi lingkungan - Kemampuan berakitivitas menurun, dan
Iskandar
4. Menetapkan jadwal tidur rutin. pola tidur berubah meningkat, Tampak
79

Gangguan pola tidur 5. Melakukan prosedur untuk meningkatkan kantong mata klien menghitam.
berhubungan dengan Nyeri (Kenyamanan sesuai dengan keinginan klien) - Klien diposisikan senyaman mungkin
6. Menjelaskan pentingnya tidur cukup selama - Klien mengerti dan ingin melakukan
sakit jadwal tidur rutin
7. Menganjurkan menepati kebiasaan waktu tidur - Keluhan istirahat tidak cukup (cukup
8. Menganjurkan menghindari makanan/minuman menurun), tampak mengikuti anjuran
yang mengganggu tidur. kebiasaan waktu tidur
9. Menganjurkan penggunaan obat tidur yang tidak - Keluhan sulit tidur cukup meningkat
mengandung supresor terhadap tidur REM. - Keluhan sering terjaga cukup menurun
(Obat Melatonin 10 mg per oral) - Keluhan tidak puas tidur menurun
- Tn.M tampak mengikuti anjuran tidak
minum kopi saat malam hari.
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan Intervensi 1, 2, 4, 7 & 9
80

CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Pasien : Tn. M
Ruang Rawat : Ruang Bedah
Tanda tangan dan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1. Kamis, 7 Januari 2021 1. Memonitor pola napas (Frekuensi, kedalaman, S = Klien mengatakan sesak napas yang
Pukul : 07.00 WIB usaha napas, kecepatan, irama, bunyi nafas, dirasakan berkurang dan lebih baik dari
kedalaman dan kesulitan bernafas) sebelumnya
Dhea Permatasari
Diagnosa Keperawatan I 2. Memonitor bunyi napas tambahan O=
Iskandar
3. Mempertahankan kepatenan jalan napas - Frekuensi napas cukup membaik (RR :
dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika 24x/menit)
curiga trauma servikal). - Penggunaan otot bantu nafas cukup
4. Memposisikan semi-fowler atau fowler. menurun
5. Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika - Kedalaman napas membaik
tidak kontraindikasi. - Wheezing, Dispnea cukup menurun
6. Berkolaborasi pemberian oksigen 4 liter/menit - Pernapasan cuping hidung cukup
dengan metode kanul atau 6L dengan sungkup meningkat
non-rebreathing. Dan Pemberian inhalasi - Tekanan ekspirasi dan inspirasi
terapi bila diperlukan. (O2 Simple mask 6 meningkat
Liter/menit)
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan intervensi 1, 2, 3 & 6
2. Kamis, 7 Januari 2021 1. Mengobservasi TTV pasien S = Klien mengatakan nyeri yang dirasakan
Pukul : 07.30 WIB 2. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, mulai berkurang dari sebelumnya.
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri. O=
Diagnosa Keperawatan II 3. Mengidentifikasi skala nyeri. - Hasil TTV
4. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan TD : 120/ 90 mmHg (TD membaik)
memperingan nyeri N : 88x/menit (Frekuensi nadi
5. Mengkontrol lingkungan yang memperberat membaik)
rasa nyeri.. S : 38,50C
Dhea Permatasari
6. Memberikan teknik nonfarmakologis (mis. RR : 24 x/menit (pola napas cukup
81

relaksasi dan distraksi) membaik) Iskandar


7. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk - Kemampuan pasien mengenali
mengurangi nyeri. penyebab Nyeri meningkat
8. Berkolaborasi pemberian katerolac. (Injeksi - Ekspresi pasien tampak meringis
Katerolac (1 amp) 8 mg (IV) dan Paracetamol cukup menurunm Keluhan nyeri
200 mg (Oral) cukup menurun dengan skala nyeri 5
(sedang)
- Kemampuan pasien menuntaskan
aktivitas meningkat
- Sikap protektif menurun, Gelisah
cukup menurun, kesulitan tidur cukup
menurun, pola tidur membaik
- Kemampuan pasien menggunakan
teknik nonfarmakologis meningkat.
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan intervensi 2, 3, 4, & 8
3. Kamis, 7 Januari 2021 1. Mengobservasi TTV S = Klien mengatakan suhu badannya sudah
Pukul : 08.45 WIB 2. Mengidentifikasi penyebab hipertermia baikan dan tidak panas lagi, setelah
3. Memonitor suhu tubuh diberikan obat.
Dhea Permatasari
Diagnosa Keperawatan III 4. Memonitor komplikasi akibat hipertermia O=
Iskandar
5. Menyediakan lingkungan dingin - Hasil TTV
6. Melonggarkan atau lepaskan pakaian TD : 120/ 80 mmHg
7. Mengganti linen setiap hari atau lebih sering N : 88x/menit
jika mengalami hiperhidrosis (keringat S : 37,00C
berlebihan). RR : 23 x/menit
8. Melakukan pendinginan eksternal (mis. selimut - Suhu tubuh membaik dan tekanan
hipotermia atau kompres dingin pada dahi, darah membaik
leher, dada, abdomen, aksilla) - Suhu tubuh klien normal 37,00C
9. Berkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit - Takipnea menurun, tampak pucat
intravena. (Infus intravena berupa NaCl 0,9% menurun dan kulit merah menurun
sesuai indikasi - Ventilasi membaik
- Mengigil cukup menurun (lingkungan
klien sudah disesuaikan dengan suhu
82

normal)
- Hipoksia menurun (Pendinginan
eksternal kompres telah dilakukan
pada bagian dahi dan aksilla klien)
A = Masalah teratasi
P = Pertahankan Intervensi
4. Kamis, 7 Januari 2021 1. Memeriksa tanda dan gejala hipovolemia (Mis. S = Klien mengatakan sudah tidak sering
Pukul : 09.10 WIB Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, merasa haus lagi
tekanan darah menurun, tekanan nadi
Dhea Permatasari
Diagnosa Keperawatan IV menyempit, turgor kulit menurun, membran O =
Iskandar
mukosa kering, volume urin menurun, - Turgor kulit meningkat, bibir tampak
hematokrit meningkat, haus, lemah) lembab dan tidak pucat, klien tampak
2. Memonitor intake dan ouput cairan sering minum. Frekuensi nadi
3. Memberikan posisi modified Trendelenburg membaik : 88x/menit. Suhu tubuh
4. Memberikan asupan cairan oral cukup membaik S : 38,00C
5. Menganjurkan memperbanyak asupan cairan - Keluhan haus menurun. Intake cairan
oral membaik (1.500CC/hari), Konsentrasi
6. Berkolaborasi pemberian cairan isotonis urine meningkat (1.000 ml/hari)
(NaCl/RL) (Infus NaCl 0,9% 6L/menit simple - Pasien diberikan posisi Tredelenburg
mask) - Pasien tampak mengikuti anjuran
memenuhi asupan cairan oral
A = Masalah teratasi
P = Pertahankan Intervensi
5. Kamis, 7 Januari 2021 1. Memonitor kondisi luka (mis. Persentasi S = Klien mengatakan masih nyeri dan
Pukul : 10.00 WIB ukuran luka, derajat luka, perdarahan, warrna kebas pada area luka yang terbakar
dasar luka, infeksi, eksudat, bau luka, kondisi O =
Diagnosa Keperawatan V tepi luka. - Kondisi Luka :
Dhea Permatasari
2. Menggunakan teknik aseptik selama merawat Masih terdapat bula, sebagian bula
Iskandar
luka ada yang pecah dan terkelupas, pada
3. Melepaskan balutan lama dengan menghindari area luka yang terdapat bula berwarna
nyeri dan perdarahan kehitaman, kulit klien nampak sedikit
4. Membersihkan luka dengan cairan steril NaCl tidak kasar lagi dan sebagian terdapat
0,9%, cairan antiseptik. lepuhan pada area luka, ada
83

5. Mempertahankan teknik steril saat melakukan peradangan diarea luka, dan masih
perawatan luka terdapat kemerahan pada kulit.
6. Menjadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam - Kerusakan lapisan kulit meningkat
atau sesuai kondisi pasien. Elastisitas cukup menurun.
7. Berkolaborasi - Nyeri cukup menurun menjadi skala
 Pemberian salap (topikal). 4 (sedang), Tidak ada perdarahan,
(Salap Burnazin Cream 35g/hari) kemerahan cukup menurun.
 Pemberian antibiotic. (Ceftriaxone 650mg - Nekrosis cukup meningkat, Tekstur
per IV) cukup membaik
- Balutan telah dipasang pada area
luka
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan intervensi 1-8
6. Kamis, 7 Januari 2021 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan S = Klien mengatakan luka pada area leher,
Pukul : 12.00 WIB sistemik dada, punggung, dan kedua lengan
2. Membatasi jumlah pengunjung sudah mulai kering.
Dhea Permatasari
Diagnosa Keperawatan VI 3. Memberikan perawatan kulit pada area edema. O=
Iskandar
4. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak - Kemerahan menurun dan nyeri cukup
dengan pasien dan lingkungan pasien menurun skala 4
5. Mempertahankan teknik aseptik pada pasien - Jumlah pengunjung dibatasi hanya
berisiko tinggi menjadi 1-2 orang saja
6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi - Kultur area luka cukup membaik
7. Mengajarkan cara mencuci tangan dengan - Kebersihan tangan meningkat
benar - Teknik aseptic sudah dipertahankan,
8. Mengajarkan cara memeriksa kondisi luka atau cairan berbau busuk menurun.
luka operasi Demam menurun S : 37,00C,
Bengkak menurun
- Klien dan keluarga tampak mengerti
cara memeriksa kondisi luka secara
mandiri
A = Masalah teratasi
P = Pertahankan intervensi
84

7. Kamis, 7 Januari 2021 1. Mengidentifikasi pola dan aktivitas tidur S = Klien mengeluhkan masih sulit untuk
Pukul : 13.30 WIB 2. Mengidentifikasi faktor penganggu tidur (fisik tidur dikarenakan nyeri
dan/atau psikologis) O=
Dhea Permatasari
Diagnosa Keperawatan VII 3. Memodifikasi lingkungan - Kemampuan berakitivitas menurun,
Iskandar
4. Menetapkan jadwal tidur rutin dan pola tidur berubah meningkat,
5. Melakukan prosedur untuk meningkatkan Tampak kantong mata klien
6. Menjelaskan pentingnya tidur cukup selama menghitam.
sakit - Klien diposisikan senyaman mungkin
7. Menganjurkan menepati kebiasaan waktu tidur - Klien mengerti dan ingin melakukan
8. Menganjurkan menghindari makanan/minuman jadwal tidur rutin
yang mengganggu tidur. - Keluhan istirahat tidak cukup (cukup
9. Menganjurkan penggunaan obat tidur yang menurun), tampak mengikuti anjuran
tidak mengandung supresor terhadap tidur kebiasaan waktu tidur
REM. (Obat Melatonin 10 mg per oral) - Keluhan sulit tidur cukup meningkat
- Keluhan sering terjaga cukup
menurun
- Keluhan tidak puas tidur menurun
- Tn.M tampak mengikuti anjuran tidak
minum kopi saat malam hari.
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan Intervensi 1, 2, 4 & 9
85

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Vulnus Combustio atau dikenal luka bakar adalah suatu trauma yang
disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia, maupun radiasi yang mengenai
kulit, mukosa jarigan yang lebih dalam. Luka bakar (combustio/burn) adalah luka
yang disebabkan kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas (thermal), listrik
(electrict), bahan kimia (chemycal), atau radiasi (radiation) juga disebabkan
kontak dengan suhu rendah (frosh bite). Luka bakar bisa saja hanya berupa luka
ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang
membutuhkan perawatan medis yang intensif.

Selain kedalaman kerusakan kulit kerusakan kulit, tingkat keparahan luka


bakar, juga bisa diukur dari luas area yang terbakar. Perhitungan persentase area
permukaan kulit yang terbakar pada orang dewasa terdiri dari area kepala, dada,
perut, punggung dan bokong, setiap lengan 9% dan daerah kelamin 1%. Sebagai
contoh, jika luka bakar terjadi pada kedua tungkai, area kelamin, dada dan perut,
maka total luas area luka bakar tersebut 55%. Jika luas permukaan melebihi 20%,
tubuh akan mengalami kekurangan cairan sehingga dapat menimbulkan turunnya
tekanan darah sehingga syok.

Asuhan keperawatan hasil pengkajian pada Tn. M berdasarkan laporan


kasus diatas maka penulis menyimpulkan beberapa hal :

Diagnosa yang diangkat sesuai dengan prioritas masalag pada laporan kasus
ini adalah : Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas,
Nyeri Akut berhubungan dengan Agen pencedera kimiawi, Hipertermia
berhubungan dengan Terpapar lingkungan yang panas, Hipovolemia berhubungan
dengan peningkatan permeabilitas kapiler, Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
berhubungan dengan Suhu lingkungan yang ekstrem, Risiko Infeksi berhubungan
86

dengan Kerusakan integritas kulit, Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan


Nyeri.

Intervensi yang muncul pada laporan kasus Tn.M adalah : Monitor pola
napas, monitor bunyi napas tambahan, pertahankan kepatenan jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift, posisikan semi-fowler atau fowler, anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi, kolaborasi pemberian ekspektoral,
mukolitik, bronkodilator, Jika perlu dan
82 pemberian oksigen, Observasi TTV,
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,
identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri, kontrol lingkungan
yang memperberat rasa nyeri, fasilitas istirahat dan tidur, berikan edukasi teknik
nonfarmakologis, jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri, ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri, dan kolaborasi dengan dokter
pemberian analgetik, jika perlu. Identifikasi penyebab hipertermia, Monitor suhu
tubuh, Monitor komplikasi akibat hipertermia, Sediakan lingkungan dingin,
Longgarkan atau lepaskan pakaian, Basahi dan kipas permukaan tubuh, Ganti
linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis (keringat
berlebihan), Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksilla), Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit intravena. Periksa tanda dan gejala hipovolemia, Monitor
intake dan output cairan, Berikan posisi modified tredelenburg, Berikan asupan
cairan oral, Anjurkan perbanyak asupan cairan oral, Kolaborasi pemberian cairan
isotonis (mis. NaCl, RL). Identifikasi penyebab luka bakar, Identifikasi durasi
terkena luka bakar dan riwayat penanganan luka sebelumnya, Monitor kondisi
luka (mis. Persentasi ukuran luka, derajat luka, perdarahan, warrna dasar luka,
infeksi, eksudat, bau luka, kondisi tepi luka. Gunakan teknik aseptik selama
merawat luka, Lepaskan balutan lama dengan menghindari nyeri dan perdarahan,
Rendam dengan air steril jika balutan lengket pada luka, Bersihkan luka dengan
cairan steril (mis. NaCl 0,9%, cairan antiseptik), Lakukan terapi relaksasi untuk
mengurangii rasa nyeri, Jelaskan tanda dan gejala infeksi, Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien, Kolaborasi prosedur debridement
(mis: enzimatik biologis mekanis,autolotik), jika perlu dan pemberian
antibiotik, jika perlu. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik, Batasi
87

jumlah pengunjung, Berikan perawatan kulit pada area edema, Cuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien, Pertahankan
teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi, Jelaskan tanda dan gejala infeksi,
Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar, Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi, Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi, Anjurkan meningkatkan
asupan cairan. Identifikasi pola aktivitas dan tidur, Identifikasi faktor pengganggu
tidur (fisik dan/atau psikologis), Modifikasi lingkungan, Fasilitasi menghilangkan
stress sebelum tidur, Tetapkan jadwal tidur rutin, Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan (mis. Pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur),
Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk menunjang siklus tidur-
terjaga, Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit, Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur, Anjurkan menghindari makanan/minuman yang
mengganggu tidur, Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung
supresor terhadap tidur REM.

Implementasi atau pelaksanaan keperawatan merupakan tahap ke empat


dalam proses keperawatan, dimana rencana perawatan dilaksanakan, pada tahap
ini perawat siap menjelaskan dan melaksanakan intervensi dan aktivitas yang
telah dicatat dalam rencana keperawatan, agar implementasi perencanaan ini tepat
waktu dan efektif terhadap biaya, perlu mengidentifikasi prioritas perawatan klien
kemudian bila telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respon klien terhadap
setiap intervensi dan mendokumentasikannya informasi ini kepada penyediaan
perawatan kesehatan keluarga.

Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan. Dalam
konteks ini, evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan
terarah ketika klien dan profesional kesehatan menentukan kemajuan klien
menuju pencapaian tujuan/hasil, dan keefektifan rencana asuhan keperawatan.
Dari hasil evaluasi data dari Catatan Perkembangan pada Kamis, 7 Januari 2021
yang didapat dengan 3 (tiga) masalah yang diangkat teratasi sesuai dengan tujuan
dan kriteria hasil dengan diagnosa keperawatan yaitu Hipertermia, Hipovolemia
dan Risiko Infeksi. Kemudian, 4 (empat) masalah teratasi sebagian dengan
diagnosa keperawatan yaitu Nyeri Akut, Pola Nafas Tidak Efektif, Gangguan
88

Integritas Kulit dan Gangguan Pola Tidur sehingga perlu pengawasan dan kontrol
dari keluarga sehingga masalah yang dialami klien dapat teratasi.

4.2 Saran

4.2.1 Bagi Mahasiswa


Saran bagi mahasiswa agar laporan studi kasus ini berguna untuk
menambah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa dan mampu mempelajari asuhan
keperawatan dengan diagnosa medis Luka Bakar dan sebagai acuan atau referensi
untuk mahasiswa dalam penulisan laporan studi kasus selanjutnya.

4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan

Saran bagi institusi pendidikan agar laporan pendahuluan studi kasus ini
dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan atau referensi untuk mahasiswa
dalam membuat asuhan keperawatan terkait pasien dengan diagnosa Luka Bakar
pada masa mendatang.

4.2.3 Bagi Institusi Rumah Sakit

Untuk RSUD dr. Doris Palangka Raya khususnya pada sistem integumen,
laporan ini dapat memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada
pasien dengan diagnosa medis Luka Bakar (Combustio) dan meningkatkan mutu
pelayanan perawatan di rumah sakit kepada pasien dengan diagnosa medis Luka
Bakar.
89

DAFTAR PUSTAKA

Joyce, Black & Jane Hokanse. 2014. Medical Surgical Nursing Vol.2. Jakarta.
Salemba Medika.
Moenadjat, Yefta. 2010. Luka Bakar Masalah dan Tatalaksana. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI. 85 86 .
Mutaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan padaKlien dengan Gangguan
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi
10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Nucleus PRECISE News Letter #81. 2011. Luka Bakar-Combustion. Diakses dari
https://id.scribd.com/doc/144044868/Newsletter-Edis-81Luka-Bakar1 pada
tanggal 4 Januari 2021.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Riskedas. 2018. Hasil utama Riskesdas tahun 2018. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Setiya, Andri & Abd Wahid. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Mitra Wacana Media
The World Fire Data Statistic Center. 2018. World Fire Statistic. Diakses dar
https://www.ctif.org/news/world-fire-statistics-issue-no-23-2018-updated-
version pada tanggal 4 Januari 2021.
WHO. 2017. Burns 2017. Geneva: WHO Library Cataloguing Data. [Online
Article] Diakses dari
www.who.int/violence_injury_prevention/other_injury/burns/en/ Pada
tanggal 4 Januari 2021

86
LAMPIRAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN PADA PASIEN DENGAN
LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

Dosen : Nia Pristina, S.Kep., Ners

Disusun Oleh :
Dhea Permatasari Iskandar
2018.C.10a.0964
Tingkat III B/Semester V

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok Bahasan : Pendidikan Kesehatan tentang Luka Bakar atau Combustio


Hari, tanggal : Sabtu, 9 Januari 2021
Waktu : 20 Menit
Sasaran : Klien dan Keluarga
Tempat : Ruang Bedah
Penyuluh : Dhea Permatasari Iskandar, Mahasiswa Prodi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.

1. Tujuan Intruksional Umum


Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 x 20 menit keluarga
Pasien dapat menambah pengetahuan keluarga yang menunggu/menemani
klien di Ruang Bedah dan keluarga klien dapat memahami tentang penyakit
Luka Bakar dan tindakan yang dialami pasien agar dapat melakukan
tindakan secara mandiri.
2. Tujuan Insruksional Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 20 menit klien dan keluarga dapat
memahami dan mengetahui :
1. Pengertian Luka Bakar atau Combustio
2. Penyebab Luka Bakar
3. Tanda dan Gejala Luka Bakar
4. Penanganan Pertama Pasien dengan Luka Bakar
5. Komplikasi Luka Bakar
6. Pencegahan Luka Bakar
3. Materi Penyuluhan (Terlampir)
1. Pengertian Luka Bakar atau Combustio
2. Penyebab Luka Bakar
3. Tanda dan Gejala Luka Bakar
4. Penanganan Pertama Pasien dengan Luka Bakar
5. Komplikasi Luka Bakar
6. Pencegahan Luka Bakar
4. Matode
1) Ceramah
2) Tanya Jawab
Penyuluhan dilakukan dengan media diskusi secara terbuka, yaitu
dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga. Keluarga
dapat mengajukan pertanyaan setelah penyampain materi selesai.
5. Media
1) Leaflet
Leaflet yang digunakan dalam media pendidikan kesehatan ini dalam
bentuk selebaran mengenai informasi pentingnya mengenai
penanganan dan pencegahan luka bakar.
6. Kegiatan Penyuluhan
Hari/Tanggal : Sabtu, 9 Januari 2021
Pukul : 10.00-10.20 WIB
Alokasi Waktu : 20 menit
No Tahapan
Kegiatan Kegiatan Peserta Waktu
Kegiatan
1. Pembukaan/ 1. Membuka kegiatan dengan 1. Menjawab salam 2
Pendahuluan mengucapkan salam 2. Mendengarkan menit
2. Memperkenalkan diri dan 3. Menyimak
menjelaskan tujuan dari 4. Peserta
tujuan penyuluhan meyampaikan
3. Menyebutkan materi yang pendapatnya
akan diberikan.
4. Kontrak waktu
penyampaian materi
5. Mengkondisikan peserta
untuk berkonsentrasi

2. Pelaksanaan 1. Pengertian Luka Bakar atau Menyimak seluruh 10


/ penyajian Combustio materi yang menit
2. Penyebab Luka Bakar diberikan
3. Tanda dan Gejala Luka
Bakar
4. Penanganan Pertama Pasien
dengan Luka Bakar
5. Komplikasi Luka Bakar
6. Pencegahan Luka Bakar
3. Evaluasi/ 1. Menyimpulkan 1. Menyimpulkan 6
penutup 2. Menjawab pertanyaan 2. Memberi menit
3. Menanyakan pada peserta pertanyaan
tentang materi yang telah 3. Menjawab salam
diberikan, dan meminta
kembali peserta untuk
mengulang materi yang telah
disampaikan.
4. Memberi salam

7. Tugas Perorganisasian
1) Moderator : Dhea Permatasari Iskandar
a. Membuka acara penyuluhan
b. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
c. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
d. Mengatur jalannya acara.
2) Penyaji : Dhea Permatasari Iskandar
1 Menyampaikan materi penyuluhan
2 Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3 Mengucapkan salam penutup
3) Simulator : Dhea Permatasari Iskandar
Simulator adalah sebagai simulasi atau objek fisik benda nyata yang
didemonstrasikan
4) Fasilitator : Dhea Permatasari Iskandar
Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang,
memahami tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat
rencana guna mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu
dalamdiskusi.
Tugas :
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya kegaiatan
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai dengan akhir
3. Membuat dan megedarkan absen peserta penyuluhan

5) Dokumentasi : Dhea Permatasari Iskandar


Dokumentator adalah orang yang mendokumentasikan suatu kegiatan yang
berkaitan dengan foto, pengumpulan data, dan menyimpan kumpulan
dokumen pada saat kegiatan berlangsung agar dapat disimpan sebagai arsip.
Tugas :
Melakukan dokumentasi kegiatan penyuluhan dalam kegiatan pendidikan
kesehatan.
6) Notulen : Dhea Permatasari Iskandar
Notulen adalah sebutan tentang perjalanan suatu kegiatan penyuluhan,
seminar, diskusi, atau sidang yang dimulai dari awal sampai akhir acara.
Ditulis oleh seorang Notulis yang mencatat seperti mencatat hal-hal
penting.Dan mencatat segala pertanyaan dari peserta kegiatan.
Tugas :
1. Mencatat poin-poin penting pada saat penyuluhan berlangsung.
2. Mencatat pertanyaan-pertanyaan dari audience dalam kegiatan
penyuluhan

8. SETTING TEMPAT

Keterangan :
: Kamera

: Moderator,Penyaji,Simulator, Fasilitator, Dokumentator


dan Notulen
: Pasien dan Keluarga

9. Rencana Evaluasi
1) Evaluasi Struktur
Tempat dan alat sesuai rencana.
Peran dan tugas sesuai rencana.
Setting tempat sesuai dengan rencana.
2) Evaluasi Proses
Selama kegiatan semua peserta dapat mengikuti seluruh kegiatan.
Selama kegiatan semua peserta aktif.
Bagaimana berlangsungnya proses penyuluhan, ada hambatan atau
tidak ada hambatan, keaktifan keluarga Pasien dalam proses
pembelajaran, tanya jawab bisa hidup atau tidak.
3) Evaluasi Hasil
Keluarga pasien mampu mengetahui tentang penyakit Luka Bakar dan cara
mengatasi

Palangka Raya, 9 Januari 2021


Mahasiswa,

Dhea Permatasari Iskandar


NIM :2018.C.10a.0964
MATERI SATUAN ACARA PENYULUHAN

1. Pengertian Luka Bakar


Combustio atau Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan
jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi. kulit dengan luka bakarakan mengalami kerusakan pada epidermis,
dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya
kontak dengan sumber panas penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan
mempengaruhi kerusakan/ gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel
(Moenadjat, 2010)
Combustio atau Luka bakar adalah kondisi atau terjadinya luka akibat
terbakar, yang hanya disebabkan oleh panas yang tinggi, tetapi oleh senyawa
kimia, listrik, dan pemanjanan (exposure) berlebihan terhadap sinar matahari.
Menurut (Setiya, 2016)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Vulnus
Combustio atau dikenal luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak
dengan bahan kimia, listrik dan radiasi yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan
yang lebih dalam. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang bisa
diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan
perawatan medis yang intensif.

2. Penyebab Luka Bakar


Menurut (Joyce, 2014) Combustio dapat disebabkan oleh paparan api, baik
secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang
banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari
matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara
garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
1) Paparan api
 Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat
membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh.
 Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda
panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang
mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat
rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
2) Scalds  (air panas)
3) Uap panas
4) Gas panas : Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian
atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
5) Aliran listrik
6) Zat kimia (asam atau basa).
7) Radiasi.
Sunburn sinar matahari, terapi radiasi

3. Tanda dan Gejala Luka Bakar

Menurut (Corwin Elizabeth, 2009, Hal : 131) manifestasi klinis yang


muncul pada klien dengan luka bakar sesuai dengan kerusakannya yaitu :
Kedalaman & Bagian Gejala Penampilan Perjalanan
Penyebab Luka Kulit Yang Luka Kesembuhan
Bakar Terkena
Grade I Epidermis kulit kering Memerah, 3-7 hari dan tidak
(Superfisial): kemerahan, menjadi putih ada jaringan parut
tersengat matahari, nyeri sekali, ketika ditekan
terkena api dengan tampak merah minimal atau
intensitas rendah dan kering tanpa edema
seperti luka
bakar
matahari, atau
mengalami
lepuh/bulle,
rasa nyeri
mereda jika
didinginkan.
Grade II (Partial- Epidermis Sangat nyeri, Melepuh, dasar Kesembuhan dalam
Thickness): tersira dan Bagian hiperestesia luka berbintik- waktu 3-9 minggu,
m air mendidih, dermis (mati rasa), bintik merah, pembentukan parut
terbakar oleh nyala sensitif epidermis retak, dan depigmentasi,
api terhadap permukaan luka infeksi dapat
udara yang merah, basah dan mengubahnya
dingin. mengkilat,terdapa menjadi derajat-tiga
t edema, terdapat
vesikel,
Grade III (Full- Epidermis, Tidak terasa Kering, luka Pembentukan eskar,
Thickness): terbaka keseluruhan nyeri, syok, bakar berwarna diperlukan
r nyala api, terkena dermis dan hematuria putih seperti pencangkokan,
cairan mendidih kadang- (adanya darah bahan kulit atau pembentukan parut
dalam waktu yang kadang dalam urin) gosong, kulit dan hilangnya
lama, tersengat arus jaringan dan retak dengan kontur serta fungsi
listrik. subkutan kemungkinan bagian lemak kulit, hilangnya jari
pula yang tampak, tangan atau
hemolisis terdapat edema ekstremitas dapat
(destruksi sel terjadi
darah merah),
kemungkinan
terdapat luka
masuk dan
keluar (pada
luka bakar
listrik)

Gambar 1. Vulnus Combustio Grade I


Gambar 2. Vulnus Combustio Grade II

Gambar 3. Vulnus Combustio Grade III

4. Penanganan/Penatalaksanaan Pertama Pasien dengan Luka Bakar


Luka bakar merupakan suatu luka yang menyebabkan kerusakan yang tidak
hanya melibatkan kerusakan jaringan tubuh seperti kulit, otot atau tulang saja,
tetapi kerusakan akibat luka bakar ini begitu rumitnya sehingga dapat
menyebabkan kekurangan cairan dll yang akhirnya dapat menyebabkan kerusakan
organ-organ tubuh lainnya seperti ginjal, paru-paru bahkan jantung. Seberapa
kecilnya luka bakar, sebaiknya diperiksakan ke layanan kesehatan terdekat..
Berikut beberapa langkah dalam pertolongan pertama luka bakar :
a. Hentikan proses bakar
Menghentikan proses bakar ini dengan cara menjauhkan / mematikan
sumber panas. Untuk luka bakar api dapat dipergunakan air, kain basah,
berguling-guling di tanah. Untuk luka bakar listrik dengan cara memutuskan
sambungan listrik, jangan menyentuh bagian tubuh korban dan jangan
pergunakan cairan apapun untuk menyiram korban.
b. Dinginkan luka bakar
Siram dengan air mengalir selama 10-20 menit bermanfaat untuk
mendinginkan luka, mengurangi nyeri dan mengurangi bengkak. Jangan
menggunakan bahan lain seperti kopi, pasta gigi, kecap dll.
c. Obat anti nyeri
Bermacam obat yang mudah didapat dan biasa tersedia di rumah seperti
paracetamol dan ibuprofen, dapat diberikan kepada korban sesuai dengan
dosis yang tertera pada kemasan untuk mengurangi nyeri dan membantu
membuat nyaman korban.

d. Menutup luka bakar


Balutan yang bersih dan steril harus dipakai untuk menutup luka agar dapat
mencegah terjadinya rasa kedinginan pada korban sebelum atau dalam
perjalanan menuju penanganan lebih lanjut dan juga dapat menurunkan
resiko infeksi untuk luka bakar kecil pada perawatan di rumah.

Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera mungkin,


pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada
kulit yang vital dan elemen di dalamnya dan pembatasan pembentukan jaringan
parut (Mansjoer, A. Dkk, 2010).
Pada saat kejadian, hal pertama yang harus dilakukan adalah menjauhkan
korban dari sumber trauma, padamkan api dan siram kulit yang panas dengan air
mengalir. Tindakan selanjutnya adalah: Lakukan resusitasi dengan
memperhatikan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi, yaitu:
 Periksa jalan nafas
 Bila dijumpai obstruksi jalan nafas, buka jalan nafas dengan pembersihan
jalan nafas (suction, dsb), bila perlu lakukan trakeostomi atau intubasi
 Berikan oksigen
 Pasang IV line untuk resusitasi cairan
 Pasang kateter buli-buli untuk pemantauan diuresis
 Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada ileus
paralitik
 Pasang pemantau CVP

5. Komplikasi Luka Bakar


Menurut (Moenadjat, 2010) Kedalaman luka bakar dapat menyebabkan
beberapa komplikasi, seperti :
1) Infeksi
Luka bakar dapat menyebabkan kulit menjadi lebih mudah mengalami
infeksi bakteri dan meningkatkan terjadinya sepsis.
2) Penurunan volume darah (Gagal jantung kongestif)
Luka bakar dapat merusak pembuluh darah dan menyebabkan kehilangan
cairan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya hipovolemia atau penurunan
volume darah hingga dibawah rentang normal. Penurunan volume darah dan
cairan pada tubuh akan mengganggu kerja jantung untuk memompa darah
ke seluruh tubuh.
3) Suhu tubuh rendah (Hipotermia)
Kulit dapat membantu mengontrol suhu pada tubuh, sehingga ketika
sebagian besar kulit terluka maka tubuh dapat kehilangan panas. Hal ini
dapat meningkatkan resiko suhu tubuh menjadi rendah atau biasa dalam
bahas medis disebut hipotermia. Hipotermia adalah suatu kondisi dimana
tubuh kehilangan panas lebih cepat daripada yang dapat menghasilkan
panas.
4) Terbentuk jaringan parut
Luka bakar dapat menyebabkan bekas luka dan daerah kasar yang disebabka
noleh pertumbuhan berlebih dari jaringan parut (keloid).
5) Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas
kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke
dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema
akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap
pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
6) Adult Respiratory Distress Syndrome (edema pulmonal)
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan
pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien. Menghirup udara panas atau
asap dapat membakar saluran udara dan menyebabkan kesulitan pada sistem
pernafasan. Menghirup asap dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan
dapat menyebabkan kegagalan pernafasan.
7) Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan
hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat.
Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status
respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah
janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
8) Gagal ginjal akut
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan
yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam
urine.
9) Masalah pada tulang dan sendi
Kedalaman luka bakar dapat membatasi pergerakan tulang dan sendi karena
akan terbentuk jaringan parut yang dapat mengencangkan kulit, otot, atau
tendon. Kondisi tertariknya sendi keluar dari posisi dapat terjadi secara
permanen.

6. Pencegahan Luka Bakar


Pencegahan luka bakar adalah dengan mencegah kondisi yang dapat
menyebabkan luka bakar. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah
luka bakar adalah:
 Jangan lupa mematikan kompor setelah memakainya.
 Gunakan pelindung tangan saat memasak.
 Hindari merokok di dalam rumah atau gedung.
 Jangan lupa mematikan alat setrika ketika sudah selesai menggunakannya.
 Siapkan alat pemadam api ringan (APAR) di rumah.
 Selain itu untuk menghindarkan anak-anak dari luka bakar, jauhkan anak
dari segala sumber api seperti korek api.
JURNAL 1
Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah 2 (1), Mei 2019, 1-50
ISSN 2338-2058 (print), ISSN 2621-2986 (online)

PENGARUH SINAR ULTRAVIOLET TERHADAP


PROSES PENYEMBUHAN LUKA : LITERATUR REVIEW

Muchlisin1, Fitria Handayani2, Niken Savitri3


Master Student of Adult Nursing Departement
1
E-mail : muchlisin76top@gmail.com
Lecturer of Adult Nursing Departement Diponegoro University2,3

Corresponding Author: Muchlisin

Abstrak

Luka bagi kebanyakan orang adalah suatu hal yang sangat mengganggu dan
menyebabkan ketidaknyamanan baik fisik ataupun psikis serta meningkatkan
morbiditas bagi pasien yang terkena luka. Karena itu diperlukan suatu paradigma
baru dalam perawatan luka yang tidak beracun, minimal invasif dan ekonomis
namun tetap mendukung penyembuhan luka yang optimal. Salah satu cara atau
metode yang digunakan adalah menggunakan sinar ultraviolet sebagai terapi
modalitas dalam mendukung proses kesembuhan perawatan luka pasien terutama
pasien dengan luka infeksi dan hasilnya sangat signifikan dalam mendukung
kesembuhan dalam perawatan luka infeksi dibandingkan dengan perawatan luka
biasa tanpa kombinasi dengan sinar ultraviolet. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui gambaran mengenai pengaruh sinar ultraviolet terhadap proses
penyembuhan luka. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi
literatur dari 5 artikel meliputi 3 artikel dari science direct, 1 artikel dari pubmed,
dan 1 artikel dari google scholar.. Beberapa penelitian menunjukan bahwa sinar
UV mampu mengaktifkan gen dalam pembelahan sel dan respon imun. Hal ini
membuktikan paparan UV bermanfaat dalam penyembuhan luka dan pemulihan
homeostasis kulit, anti inflamasi dan anti oksidan. Sinar UV berfungsi sebagai
modulator potensi keratinosit – melanosit dalam mempromosikan penyembuhan
luka. Sinar UV B dan C juga bermanfaat dalam mengurangi jumlah eksudat pada
jenis luka infeksi dan mampu memperbaiki penampilan luka dan kedalaman luka
menjadi lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan
terapi sinar ultraviolet. Secara khusus sinar UV (B) dan (C) lebih terbukti efektif
pada ulkus yang terinfeksi karena jumlah eksudat menurun maka secara tidak
langsung dapat mengurangi bau dan mempercepat proses penyembuhan luka.
Penggunaan ultraviolet dapat sebagai salah satu cara yang dipakai dalam proses
perawatan luka guna mendukung tingkat kesembuhan luka termasuk dalam terapi
modalitas.

Kata kunci : Ultraviolet, Wound Care, Wound Healing


PENDAHULU AN
Di era modern seperti sekarang ini tantangan dalam penanganan proses
perawatan luka makin kompleks. Hal ini karena semakin meningkatnya pasien
yang mengalami resisten terhadap antibiotik sehingga dapat menghambat proses
penyembuhan luka bila pasien tersebut mengalami luka infeksi dan sepsis.
perawatan luka di era saat ini harus lebih mengedepankan pertimbangan biaya
(cost effectiveness), kenyamanan (comfort), dan keamanan (safety). Ketiga hal
tersebut tidak bisa begitu saja diabaikan karena setiap pasien mempunyai kondisi
baik itu soal sosial ekonomi, budaya, karaktristik luka yang berbeda-beda.
Diperlukan suatu paradigma baru dalam perawatan luka yang tidak beracun,
minimal invasif dan ekonomis namun tetap mendukung penyembuhan luka yang
optimal. Faktor – faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka
diantaranya adalah status imunologi atau kekebalan tubuh, kadar gula darah,
rehidrasi atau pencucian luka, nutrisi, kadar albumin darah, suplai oksigen dan
vaskularisasi, nyeri dan penggunaan obat kostikostiroid. Salah satu cara atau
metode yang digunakan adalah menggunakan sinar ultraviolet dalam mendukung
proses kesembuhan perawatan luka pasien terutama pasien dengan luka infeksi
dan hasilnya sangat signifikan dalam mendukung kesembuhan dalam perawatan
luka infeksi dibandingkan dengan perawatan luka biasa tanpa kombinasi dengan
sinar ultraviolet. Penggunaan ultraviolet sebagai salah satu cara yang dipakai
dalam proses perawatan luka guna mendukung tingkat kesembuhan luka termasuk
dalam terapi modalitas. Ultraviolet B atau UVB (280 – 318 nm) telah lama
digunakan dalam perawatan luka untuk mendukung penyembuhan luka bahkan
dapat merangsang sistem kekebalan tubuh atau meningkatkan imunitas (Gupta,
Avci, Dai, Huang, & Hamblin, 2013).
Sinar ultraviolet terdiri dari bagian spektrum elektromagnetik yang memiliki
frekuensi lebih tinggi daripada cahaya yang tampak. Panjang gelombang berkisar
antara 320 hingga 400 nm untuk UV-A, 290 hingga 320 nm untuk UV-B, dan 185
hingga 290 nm untuk UV-C. Sinar ultraviolet telah lama digunakan untuk
perawatan berbagai kondisi kulit, termasuk psoriasis dan acne vulgaris (Mata &
Dissanaike, 2012).
Sinar ultraviolet tidak memanaskan jaringan. Sebaliknya, diyakini untuk
mengubah fungsi seluler, meningkatkan permeabilitas dinding sel dengan
mengubah bentuk protein, merangsang produksi berbagai bahan kimia seperti
prostaglandin dan asam arakidonat, dan meningkatkan produksi adenosin trifosfat.
Eritema yang hasilnya meningkatkan vasodilatasi lokal, oksigenasi jaringan, dan
pelepasan histamin. Studi sebelumnya menggunakan UV-C dosis tinggi
melaporkan peningkatan epitelisasi dan pergantian sel epitel, peningkatan
granulasi pertumbuhan jaringan dan perfusi jaringan pada dosis rendah,
merangsang pelepasan faktor pertumbuhan, dan peningkatan autolisis (Mata &
Dissanaike, 2012).

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literature. Sumber
yang digunakan diperoleh melalui pencarian sumber di mesin pencari google
scholar, jurnal science direct dan jurnal ebscohost dengan kata kunci ultraviolet,
wound care, dan wound healing dengan hasil 3 artikel dari science direct, 1
artikel dari Pubmed, dan 1 artikel dari google scholar. Artikel yang memenuhi
kriteri inklusi dikumpulkan dan diperiksa secara sistematis. Pencarian literatur
yang dipublikasikan dari tahun 2007 – 2018.
Tabel 1. Sumber Pencarian Literatur

Mesin pencari Google Scholar Science Direct Pubmed

Hasil penelusuran 40 395 38


Fulltext, Pdf 2007-2018 11 4 7
Judul yang sesuai 4 4 3
Judul yang sama - - -
Eligible sesuai kriteria 1 3 1
Inklusi dan eksklusi
Hasil 5

Berdasarkan hasil pencarian tersebut didapatkan sebanyak 5 artikel yang


dianggap sesuai dengan tujuan penelitian, lalu dilakukan screening apakah ada
judul yang sama atau tidak berdasarkan eligibility sesuai kriteria inklusi dan
eksklusi selanjutnya dilakukan review. Setelah dilakukan pengkajian kualitas studi
dari kelima artikel tersebut disimpulkan mempunyai kategori baik (high) dan
selanjutnya dilakukan ektraksi data. Ektraksi data ini dilakukan dengan
menganalisa data berdasarkan nama penulis, judul, metode, tujuan dan hasil.
Adapun hasil ekstraksi data dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Ekstraksi Data Penelitian

No Peneliti Judul Metode Tujuan Hasil


Penelitian Penelitian
1. Numra Treatment A Case Report Mengetahui Seorang gadis usia
Abdul A of pengaruh sinar 9 tahun dengan
et al ultraviolet luka bakar sepsi
(2017) Burn terhadap dan demam. Luka
Wound penyembuhan bakar tidak
Infection luka bakar mengalami
Using yang perbaikan dan
Ultraviolet terinfeksi kesembuhan yang
Light MRSA berarti. Hasil kultur
darah dan jaringan
luka menunjukan
resisten terhadap
MRSA, klebsiela
dan pseudomonas.
Obat antibiotik dan
anti jamur
diberikan tidak
menunjukan
perkembangan
yang berarti.
Setelah diberikan
terapi ultra violet
dengan panjang
gelombang 32-40
nm/w/cm2 6-8 jam
perhari selama 8
hari menunjukan
luka mengalami
perbaikan
kesembuhan yang
signifikan. Pasien
sudah tidak demam
dan keluhan nyeri
hilang. Setelah 2
minggu pasien
diperbolehkan
rawat jalan.
No Peneliti Judul Metode Tujuan Hasil
Penelitian Penelitian
2. Asheesh Ultraviolet Clinica Mengetahui Hasil penelitian
Gupta, Radiationin l perbedaan menunjukan
et. al. wound care Studies penyembuhan ultraviolet/UVC (
(2012) : luka pada 200-280 nm) sangat
Sterilizatio kelompok anti mikroba dan
n perlakuan dapat membunuh
dibandingkan kuman pada luka
and kelompok yang mengalami
stimulation kontrol infeksi luka akut.
melalui UVB (280-315
ultraviolet nm)
dapat diterapkan
pada proses
perawatan luka
untuk merangsang
penyembuhan luka.
UVA (315-400 nm)
memiliki efek yang
berbeda pada sel
namun jarang
digunakan dalam
perawatan luka.
Pada kelompok
perlakuan luka
sembuh dalam
waktu 6,3 minggu
sedangkan
kelompok kontrol
adalah 8,4 minggu.
3. A.T. Effects Randomize Membandingk Hasil analisis
Onigbin of d an pengaruh dengan kruskal
de et al., ultraviolet Controlled perawatan luka wallis test
(2010) radiation Trial dengan tehnis menunjukan
(type B) on moist perbedaan yang
wound (kelompok signifikan dari jenis
exudates, kontrol) eksudat dari
appearance dibandingkan kelompok
and depth dengan sinar eksperimen (X² =
description UV (kelompok 33,71,p < 0,0) bila
intervensi) dibandingkan
dengan kelompok
kontrol. Demikian
juga untuk produksi
eksudat mengalami
penurunan yang
signifikan pada
kelompok
eksperimen
No Peneliti Judul Metode Tujuan Hasil
Penelitian Penelitian
(X²=33,01, p<0,00)
serta kedalaman
luka dibanding
kelompok kontrol.
Ultraviolet tipe B
juga secara
signifikan
memperbaiki
penampilan kondisi
luka ke arah yang
lebih baik,
mengurangi jumlah
eksudat purulen
dan mempercepat
pergantian kulit
pada luka
dekubitus.
4 Ethne L. Ultraviolet Randomize Membandingk Hasil penelitian
Nussbau – C d an efek menunjukkan luka
m, et. al. irradiation Controlled ultraviolet dekubitus pada
(2012) in Trial pada daerah sacrum pada
penyembuhan kelompok
the pressure ulcer intervensi dengan
manageme akibat cedera UVC mengalami
nt tulang peningkatan
belakang kesembuhan 36
of % dibanding
pressure kelompok kontrol
ulcers yang hanya 5,8%
in selama perawatan
people with minggu ke 1
spinal cord sampai ke 8.
injury : A Periwound di
Randomize radiasi UVC 3 kali
d, Plcebo- perminggu.
Control Kesimpulan yang
Trial didapat bahwa
UVC bermanfaat
secara signifikan
untuk memperbaiki
proses kesembuhan
luka.
5. Brian Far In Vivo Menguji Hasil penelitian
Ponnaiy hipotesis menunjukkan luka
a. UVC light bahwa sinar sayatan pada tikus
(2017) prevents UV mampu yang telah
MRSA membunuh terinfeksi MRSA
infection of kuman MRSA lalu diberi sinar
superficial
No Peneliti Judul Metode Tujuan Hasil
Penelitian Penelitian
wound namun tidak UVC (222-254
mengakibatkan nm). Pada hari ke
in vivo kerusakan tujuh bakteri di
kulit pada ukur dan dilihat
percobaan juga proses
tikus kesembuhan luka
pada epidermis.
Hasilnya
menunjukan bahwa
sinar UVC efektif
membunuh dan
mengurangi koloni
kuman salah
satunya MRSA
tanpa menyebabkan
kerusakan kulit
pada sel yang
normal (sehat)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Selama beberapa tahun terakhir banyak terapi yang potensial untuk proses
penyembuhan luka. Salah satu terapi modalitas yang baik dalam meningkatkan
proses penyembuhan luka adalah melalui penyinaran ultraviolet berbasis
teknologi. Radiasi UV dapat bermanfat bagi manusia namun juga dapat
merugikan tergantung dari organisme, panjang gelombang (UVA, UVB, atau
UVC) dan dosis radiasi (intensitas atau lamanya paparan). Penelitian menunjukan
bahwa sinar UV mampu mengaktifkan gen dalam pembelahan sel dan respon
imun. Hal ini membuktikan paparan UV bermanfaat dalam penyembuhan luka
dan pemulihan homeostasis kulit, anti inflamasi dan anti oksidan. Sinar UV
berfungsi sebagai modulator potensi keratinosit-melanosit dalam mempromosikan
penyembuhan luka (Gupta, Avci, Dai, Huang, & Hamblin, 2013).
Sinar UV (tipe B) juga bermanfaat dalam mengurangi jumlah eksudat pada
jenis luka infeksi dan mampu memperbaiki penampilan luka dan kedalaman luka
menjadi lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan
terapi sinar ultraviolet. Secara khusus pada ulkus yang terinfeksi karena jumlah
eksudat menurun maka secara tidak langsung dapat mengurangi bau dan
mempercepat proses penyembuhan luka (Onigbinde et al, 2010).
Pada kasus luka bakar dengan keluhan demam dan nyeri serta perkembangan
luka yang tidak baik serta pernah menjalani operasi skin graft dan mendapatkan
terapi antibiotik namun perkembangan terhadap penyembuhan luka tidak sesuai
harapan. Pasien masih tampak demam tinggi dan cenderung mengalami sepsis.
Pasien dalam hasil kultur ternyata mengalami resisten terhadap kuman MRSA.
Setelah mendapatkan terapi sinar UV dalam pengelolaan perawatan lukanya maka
berangsur-angsur pasien tidak mengalami demam atau demam menurun dan
perawatan luka mampu ke arah yang lebih baik dan sesuai harapan (Rennekampff,
Busche, Knobloch, & Tenenhaus, 2010). Sinar UV (tipe B dan tipe C) juga
mampu meningkatkan vasodilatasi, membunuh bakteri patogen pada luka serta
mempercepat penyembuhan luka (Nussbaum, Flett, Hitzig, McGillivray, Leber, &
Morris, 2013).

KESIMPULAN
Proses penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks dari 3 fase yaitu
fase peradangan, fase proliferasi dan fase maturasi/remodelling. Sinar ultraviolet
(tipe B dan C) mampu mempercepat proses penyembuhan luka, mengurangi
jumlah eksudat, meningkatkan vasodilatasi, membunuh kuman patogen pada luka
sehingga secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap peranan menurunkan
angka LOS, menurunkan cost efektiveness (pembiayaan), meningkatkan rasa
nyaman dengan menurunkan nyeri pada luka, menurunkan bau yang pada luka
karena produksi eksudat akibat infeksi luka serta meningkatkan angka harapan
hidup pasien.
Sinar ultraviolet tipe C sangat efektif dalam menghancurkan bakteri,
menghilangkan radang dan meningkatkan perbaikan tampilan luka (Onigbinde et
al, 2010). Dalam studi invitro sinar UVC berperan dalam proses perawatan luka
menjadi lebih baik, hal ini karena sinar UVC dapat mempengaruhi growth factor
recesptors. Sintesis DNA, merangsang pelepasan fibronektin dan fibroblast dan
proliferasi sel epidermis (Nussbaum, Flett, Hitzig, McGillivray, Leber, & Morris,
2013).
Dalam perannya membunuh bakteri (potensi bakterisida) sinar ultraviolet
mampu menghancurkan kuman pada jaringan luka tanpa efek merusak sel dan
jaringan. Hal ini dapat dijelaskan pada absorbansi yang kuat dari sinar UVC
dengan protein selular, dapat secara efisien menonaktifkan asam inti bakteri
sehingga merusak kapasitas proliferatif mikroba (Ponnaiya, Buonanno, Welch,
Shuryak, Randers-Pehrson, & Brenner, 2018).
Rekomendasi yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah bahwa perlu
sekali dikembangkan lebih jauh peran sinar ultraviolet dalam proses perawatan
luka di Indonesia. Karena saat ini di Indonesia masih belum ada penelitian tentang
sinar ultraviolet dalam proses perawatan luka. Manfaat yang dapat diambil adalah
bahwa sinar UV mampu berperan sebagai terapi alternatif dalam perawatan luka
dalam mengurangi cost atau biaya dalam perawatan di rumah sakit dengan
mengurangi dampak pemakaian obat-obatan (antibiotik) ataupun dressing modern
yang mahal.

DAFTAR PUSTAKA

Aleem NA, Aslam M, Zahid MF, Rahman AJ, Rehman FU. Treatment of Burn
Wound Infection Using Ultraviolet Light: A Case Report. J Am Coll Clin
Wound Spec [Internet]. 2013;5(1):19–22. Available from:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S2213510314000360.

Gupta A, Avci P, Dai T, Huang Y-Y, Hamblin MR. Ultraviolet Radiation in


Wound Care: Sterilization and Stimulation. Adv Wound Care [Internet].
2013;2(8):422–37. Available from:
http://online.liebertpub.com/doi/abs/10.1089/wound.2012.0366.

Mata L, Dissanaike S. Acute and Chronic Wounds. Crit Care Med.


2012;40(2):715.

Nussbaum EL, Flett H, Hitzig SL, McGillivray C, Leber D, Morris H, et al.


Ultraviolet-c irradiation in the management of pressure ulcers in people with
spinal cord injury: A randomized, placebo-controlled trial. Arch Phys Med
Rehabil [Internet]. 2013;94(4):650–9. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.apmr.2012.12.003.
Onigbinde AT,
Adedoyin RA,
Ojoawo OA,
Johnson OE,
Obembe AO,
Olafimihan FK, et
al. Effects of
ultraviolet radiation
(type B) on wound
exudates,
appearance and
depth description.
Technol Heal Care.
2010;18(4– 5):297–
302.

Ponnaiya B, Buonanno
M, Welch D,
Shuryak I, Randers-
Pehrson G, Brenner
DJ. Far-UVC light
prevents MRSA
infection of
superficial wounds
in vivo. PLoS One.
2018;13(2):1–13.

Rennekampff, H. O.,
Busche, M. N.,
Knobloch, K., &
Tenenhaus, M.
(2010). Is UV
radiation
beneficial in
postburn wound
healing? Medical
Hypotheses,
75(5), 436–438.
https://doi.org/10.
1016/j.mehy.2010
.04.017
JURNAL 2

Jurnal Anestesi Perioperatif


[JAP. 2019;7(2):92–9]
 ARTIKEL PENELITIAN

Evaluasi Kepatuhan Pelaksanaan Standar Prosedur Operasional Manajemen


Nyeri pada Pasien Luka Bakar di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Yudhanarko,1 Suwarman,2 Ricky Aditya2


Bagian Anestesi Rumah Sakit PMI Bogor, 2Departemen Anestesiologi dan Terapi
1

Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Abstrak

Nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan
jaringan aktual atau potensial. Manajemen nyeri pada luka bakar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
terapi luka bakar. Nyeri pada luka bakar merupakan nyeri akut, penanganan yang tidak baik akan menyebabkan
komplikasi, salah satunya nyeri kronik. Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Hasan Sadikin Bandung telah
membuat standar prosedur operasional (SPO) manajemen nyeri yang berguna untuk meningkatkan kepatuhan dalam
pelaksanaan manajemen nyeri. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kesesuaian teknik pengkajian, tindak lanjut dan
evaluasi ulang nyeri pada pasien luka bakar dengan SPO manajemen nyeri. Penelitian menggunakan metode
deskriptif observasional retrospektif terhadap 99 rekam medis pasien luka bakar yang memenuhi kriteria inklusi di
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2018. Hasil penelitian didapatkankan bahwa pengkajian nyeri yang
dilakukan sesuai dengan SPO menggunakan numeric rating scale atau Wong Baker faces pain scale ditemukan pada
99 pasien (100%). Tindak lanjut hasil pengkajian nyeri luka bakar yang dilakukan sesuai dengan SPO sebanyak 71
pasien (72%). Evaluasi ulang setelah tindak lanjut pengkajian nyeri yang sesuai SPO pada 93 pasien (94%).
Simpulan, pengkajian nyeri di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung sudah sesuai dengan SPO manajemen nyeri,
namun tindak lanjut dan evaluasi ulang pada nyeri luka bakar belum sesuai dengan SPO manajemen nyeri.

Kata kunci: Luka bakar, manajemen nyeri, nyeri, standar prosedur operasional

Evaluation of Compliance to Standard Operating Procedures for Pain


Management in Patients with Burns in Dr. Hasan Sadikin General Hospital
Bandung

Abstract

Pain is defined as an unpleasant sensory and emotional experience related to actual or potential tissue damage.
Pain management for burns is an integral part of burn therapy. Pain in burns is an acute pain and poor
management will lead to health complications including chronic pain. Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung
has made a standard operating procedure (SOP) for pain management to improve compliance to pain management
standard. This study aimed to evaluate the compliance to the standards in assessment techniques, follow-up, and
re-evaluation of pain in patients with burn according to the applicable pain management SOP. This was a
retrospective descriptive observational study on 99 medical records of burn patients who met the inclusion criteria
in Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung in 2018. The results of the study revealed that the pain assessment
for these patient was carried out according to the SOP which refers to the use of a numeric rating scale or Wong
Baker face pain scale in 99 patients (100%). In the follow-up, 71 were performed according to the SOP (72%) while
the re-evaluation was performed in compliance with the SOP in 93 patients (94%). In conclusion, pain assessment in
Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung is performed in accordance with SOP on pain management but not all
patients receive follow-up and re-evaluation of burn pain in accordance with the SOP on pain management.

Key words: Burns, pain management, pain, standard operating procedures


Korespondensi: Yudhanarko, dr, Bagian Anestesi Rumah Sakit PMI Bogor, Jl. Pajajaran No. 80 Bogor, Tlpn 0251- 8324080, Email
yudha_gudoctor@yahoo.com

p-ISSN 2337-7909; e-ISSN 2338-8463; http:/ /dx.doi.org/10.15851/jap.v6n2.1424


doi.org/10.15851/jap.v7n2.1713
92
Yudhanarko, Suwarman, Ricky Aditya; Evaluasi Kepatuhan Pelaksanaan Standar Prosedur Operasional Manajemen Nyeri 93
pada Pasien Luka Bakar di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Pendahuluan sampai dengan 2012 menggambarkan angka


mortalitas pada pasien luka bakar masih
Luka bakar merupakan salah satu masalah cukup tinggi, yaitu sebesar 27,6%. Salah
kesehatan dunia yang menyebabkan sekitar satu upaya menurunkan angka mortalitas
180.000 kematian setiap tahunnya. Sebagian yang tinggi tersebut adalah diterapkan
besar kasus luka bakar terjadi di negara- manajemen nyeri yang baik. 6,7
negara berpenghasilan rendah dan menengah Nyeri didefinisikan sebagai pengalaman
dan hampir dua pertiganya terjadi di negara- sensorik dan juga emosional yang tidak
negara Afrika dan Asia Tenggara. Hal menyenangkan terkait dengan kerusakan
tersebut berhubungan dengan kurang jaringan aktual atau potensial. Nyeri bersifat
pengawasan, kewaspadaan, maupun individual yang dipengaruhi oleh genetik,
pendidikan tentang keselamatan dasar budaya, usia dan jenis kelamin sehingga
pencegahan risiko cedera luka bakar di respons nyeri sangat bervariasi
wilayah tersebut. Luka bakar dapat antarindividu.8 Luka bakar adalah luka yang
mengakibatkan morbiditas ataupun ditimbulkan akibat paparan air panas, api,
mortalitas yang tinggi, gangguan psikologis, cairan kimia pada tubuh sehingga
dan gangguan kualitas hidup yang dialami menyebabkan kerusakan pada kulit maupun
penderita. Luka bakar sering membutuhkan jaringan di bawahnya. Selain itu, luka bakar
perawatan jangka panjang dan beberapa pun dapat terjadi akibat dari trauma listrik
prosedur bedah rekonstruktif di rumah sakit. dengan efek yang dapat bersifat akut
Seiring peningkatan perkembangan sosial ataupun kronik dengan morbiditas yang
ekonomi dunia, banyak penelitian dilakukan lebih tinggi.9,10
untuk mengurangi tingkat morbiditas Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr.
maupun mortalitas akibat luka bakar. Sebuah Hasan Sadikin Bandung telah membuat
studi serupa tentang perkembangan standar prosedur operasional (SPO) berdasar
manajemen luka bakar telah dilakukan, keputusan direktur utama RSUP Dr. Hasan
tetapi hanya mengevaluasi populasi Eropa. 1,2 Sadikin Bandung dengan nomor HK.O2.
Manajemen nyeri untuk luka bakar O3/X.4.1.3/6992/2O18 tentang panduan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan manajemen nyeri di Rumah Sakit Umum
dari manajemen luka bakar yang Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung.
berhubungan dengan proses penyembuhan Pengkajian nyeri merupakan bagian penting
luka bakar itu sendiri. Penelitian manajemen dalam manajemen nyeri yang menentukan
nyeri pernah dilakukan di RSUP Dr. Hasan pemberian terapi yang sesuai sehingga
Sadikin tahun 2017, menggambarkan pasien terbebas dari rasa nyeri. Manajemen
efektivitas pemberian analgetik pada nyeri nyeri yang baik menghasilkan pemulihan
akut selama tahun 2017 didapatkan angka luka bakar yang lebih baik pula. Dalam
sebesar 70,3%. Hasil tersebut masih belum penanganan nyeri pada luka bakar, tindak
memenuhi target bebas nyeri 100%. Nyeri lanjut hasil pengkajian tersebut dan evaluasi
pada luka bakar merupakan nyeri akut. ulang sangat berpengaruh terhadap
Nyeri akut yang tidak teratasi dapat keberhasilan penanganan nyeri.11–13
menyebabkan beberapa akibat, yaitu respons Sampai saat ini belum ada penelitian
nyeri yang tidak hilang atau berkurang, tentang evaluasi kepatuhan pelaksanaan
meningkatkan risiko nyeri kronik, mampu SPO manajemen nyeri pada pasien luka
meningkatkan respons inflamasi tambahan, bakar di RSUP Dr. Hasan Sadikin, ditinjau
mengganggu proses penyembuhan luka, dari pengkajian nyeri, tindak lanjut, dan
meningkatkan waktu perawatan di rumah evaluasi ulang yang dilakukan. Tujuan
sakit yang akan berakibat lanjut peningkatan penelitian ini adalah memberikan data
risiko infeksi nasokomial, ilmiah kepatuhan pelaksanaan SPO
JAP, Volume 7 Nomor 2, Agustus 2019
Yudhanarko, Suwarman, Ricky Aditya; Evaluasi Kepatuhan Pelaksanaan Standar Prosedur Operasional Manajemen Nyeri 94
pada Pasien Luka Bakar di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
manajemen nyeri yang

diberikan pada pasien luka bakar di RSUP


Dr. Hasan Sadikin pada tahun 2018. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi
perhatian dalam proses terapi luka bakar Tabel 1 Karakteristik Umum Pasien
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
terapi luka bakar itu sendiri. Variabel n (%)

Subjek dan Metode Usia (tahun)

Mean±Std 43,70±14,619

18–40 37 (37%)
Penelitian ini merupakan penelitian 41–60 47 (48%)
deskriptif observasional. Objek penelitian
adalah rekam medis pasien dengan luka >60 15 (15%)
bakar di RSUP Dr. Hasan Sadikin Jenis kelamin
Bandung. Kriteria inklusi pada penelitian ini
adalah rekam medis pasien dewasa dengan Laki-laki 69 (70%)
luka bakar di RSUP Dr. Hasan Sadikin
Perempuan 30 (30%)
Bandung pada tahun 2018, baik operasi
maupun tanpa operasi. Kriteria eksklusi Luas luka bakar (%)
meliputi rekam medis pasien luka 46 (47%)
≤10
30 (30%)
11–20
9 (9%)
21–30
8 (8%)
31–40
bakar yang dirawat di ruang intensive care unit. 41–50 0 (0%)
Kriteria pengeluaran bila lembar pengkajian >50 6 (6%)
nyeri di dalam rekam medis rusak atau tulisan Tingkat pendidikan
tidak terbaca. Peneliti melakukan pencatatan SD 3 (3%)
data rekam medis setelah mendapatkan SLTP 1 (1%)

SLTA 74 (75%)
persetujuan dari Komite Etik Penelitian
D3
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas S1 11 (11%)
Padjadjaran/ RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung 10 (10%)

No: LB.02.01/X.6.5/36/2019. Data rating scales untuk dewasa dan wong baker faces
penelitian yang diambil adalah usia, jenis pain scale untuk pasien yang tidak dapat
kelamin, luas luka bakar, tingkat pendidikan, berkomunikasi atau anak. Tindak lanjut sesuai
pengkajian nyeri, tindak lanjut (terapi), dan SPO dengan terapi farmakologi. Terapi
evaluasi ulang nyeri. Pengkajian nyeri sesuai farmakologi untuk nyeri ringan adalah dengan
dengan SPO di RSUP Dr. Hasan Sadikin pemberian parasetamol atau non steroidal anti
berdasar waktu dan teknik. Waktu dikaji inflammatory drugs (NSAID), untuk nyeri sedang
segera saat pasien tiba di ruang dengan kombiasi opioid lemah dan
pemeriksaaan. parasetamol/NSAID, serta untuk nyeri berat
Teknik pengkajian dengan skala numeric dengan kombinasi opioid kuat
JAP, Volume 7 Nomor 2, Agustus 2019
Yudhanarko, Suwarman, Ricky Aditya; Evaluasi Kepatuhan Pelaksanaan Standar Prosedur Operasional Manajemen Nyeri 95
pada Pasien Luka Bakar di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
bakar yang diteliti pada penelitian ini
Keterangan: data kategorik disajikan dengan jumlah sebanyak 99 rekam medis. Sebagian besar
atau frekuensi dan persentase, pasien berjenis kelamin laki-laki sebanyak
sedangkan data numerik disajikan
69 pasien (70%).
dengan mean, median, st. deviasi,
dan range (min.–maks.)

Tabel 2 Pengkajian Nyeri Luka Bakar dan


Tindak Lanjut Pengkajian Nyeri Luka
Bakar berdasar Kesesuaian SPO

Hasil Variabel Jumlah n (%)

Pengkajian nyeri luka bakar


Jumlah rekam medis pasien luka
Sesuai SPO 99 (100%)
dan parasetamol/NSAID. Evaluasi ulang
dilakukan tiap 8 jam pada nyeri ringan, 2 Tidak sesuai SPO 0 (0%)
jam pada nyeri sedang, dan 1 jam pada nyeri
berat. Data hasil penelitian dianalisis Tindak lanjut pengkajian nyeri
kemudian dideskripsikan mempergunakan luka bakar
persentase Sesuai SPO 71 (72%)

Tidak sesuai SPO 28 (28%)

sesuai dengan variabel yang diidentifikasi


selama penelitian.13
Keterangan: data kategorik, data disajikan
dengan jumlah atau frekuensi
dan persentase

JAP, Volume 7 Nomor 2, Agustus 2019


Tabel 3 Analgesik yang Diberikan pada Pasien Luka Bakar
Parasetamol/NSAID + Parasetamol/NSAID+
Skala Nyeri Parasetamol/NSAID n
Pasien (%) Opioid Lemah Opioid Kuat
n (%) n (%)

Nyeri ringan 43 (100%) 0 (0%) 0 (0%)

Nyeri sedang 19 (40%) 27 (56%) 2 (4%)

Nyeri berat 3 (38%) 4 (50%) 1 (12%)

Keterangan: data kategorik disajikan dengan jumlah atau frekuensi dan persentase, sedangkan data numerik disajikan
dengan mean, median, standar deviasi, dan range (min.–maks.)

Usia rerata pasien adalah 43,70±14,62 sebanyak 7 pasien (88%). Evaluasi ulang
tahun. Luas luka bakar terbanyak adalah untuk nyeri sedang yang dilakukan sesuai
≤10% total body surface area (47%) dan SPO ditemukan pada 44 pasien (92%).
kedua terbanyak, yaitu 11–20% total body Untuk evaluasi ulang nyeri ringan yang
surface area (30%). Latar belakang dilakukan sesuai SPO ditemukan pada 42
pendidikan terbanyak adalah Sekolah pasien (98%; Tabel 4).
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), yaitu 75%
(Tabel 1). Pembahasan
Nyeri luka bakar yang dikaji sesuai SPO
dengan Numeric rating scale (NRS) untuk Persepsi nyeri yang dialami pasien bersifat
pasien dewasa atau dengan Wong Baker subjektif sehingga tidak ada dua orang yang
faces pain scale untuk dewasa yang tidak mengalami rasa nyeri dengan respons dan
dapat berkomunikasi ditemukan pada 99 perasaan yang sama. Beberapa faktor yang
(100%). Tindak lanjut hasil pengkajian nyeri dapat memengaruhi persepsi nyeri pada
luka bakar yang sesuai SPO ditemukan luka bakar, yaitu usia, jenis kelamin, tingkat
sebanyak 71 pasien atau sebesar 71,7% pendidikan, dan luas luka bakar.14
(Tabel 2). Pada penelitian ini didapatkan jumlah
Nyeri ringan yang diberikan terapi sesuai sampel sebanyak 99 pasien dengan usia
SPO manajemen nyeri (parasetamol atau rerata 43,70±14,62 tahun. Penelitian ini
NSAID) didapatkan sebesar 43 pasien mendapatkan usia terbanyak pasien luka
(100%). Untuk nyeri sedang yang diberikan bakar adalah pada rentang usia 41
terapi yang sesuai dengan SPO sampai
(parasetamol/NSAID 60 tahun (48%). Penelitian sebelumnya
+ opioid lemah) sebesar 27 pasien (56%). menemukan rentang usia 20 sampai 40
Nyeri berat yang diberikan terapi sesuai tahun merupakan usia pasien dengan luka
SPO (parasetamol/NSAID + opioid kuat) bakar terbanyak (61,1%). Hal ini menurut
sebesar 1 pasien (12%; Tabel 3). pendapat ahli terjadi karena luka bakar
Evaluasi ulang nyeri luka bakar setelah merupakan trauma yang sebagian besar
dilakukan tindak lanjut dari pengkajian nyeri disebabkan oleh
yang dilakukan sesuai SPO pada nyeri berat
Tabel 4 Evaluasi Ulang Nyeri Luka Bakar
Sesuai SPO Tidak Sesuai SPO
Nyeri n=93 n=6
Berat 1 jam 7 (88%) 1 (12%)
Sedang 2 jam 44 (92%) 4 (8%)
Ringan 8 jam 42 (98%) 1 (2%)
Total 93 (94%) 6 (6%)
Keterangan: data kategorik, data disajikan dengan jumlah atau frekuensi dan persentase

kelalaian di rumah ataupun di tempat kerja Data karakteristik jenis kelamin pasien yang
dan dapat terjadi pada usia produktif yang didapat pada penelitian ini adalah pasien laki- laki
pada usia tersebut fungsi dan peran sebagai sebanyak 69 pasien (70%). Pada penelitian yang
pekerja sehingga memungkinkan kejadian dilaksanakan sebelumnya didapatkan bahwa laki-
trauma luka bakar banyak terjadi pada saat laki yang terkena luka bakar lebih banyak
melakukan aktivitas dalam bekerja. Pada dibanding dengan perempuan (75,9% vs 24,1%).
penelitian sebelumnya ini menyatakan pula Hal ini kemungkinan disebabkan oleh lingkungan
tidak ada korelasi antara usia dan persepsi persepsi nyeri karena laki-laki memiliki
nyeri, namun didapatkan bahwa pasien yang sensitivitas yang lebih rendah dibanding
lebih muda memiliki skor nyeri lebih tinggi dengan perempuan atau kurang merasakan
daripada yang lebih tua. Pengaruh usia pada nyeri. Laki-laki kurang mengekspresikan
persepsi nyeri tidak diketahui secara luas. nyeri yang dirasakan bila dibanding dengan
Orang tua berespons terhadap nyeri berbeda perempuan. Hasil penelitian yang
dengan orang yang lebih muda, beberapa sebelumnya mengenai hubungan kebutuhan
faktor yang memengaruhi orang tua bahwa morfin pascabedah dengan total responden
mereka berpendapat bahwa nyeri yang sebesar
terjadi merupakan sesuatu yang harus 2.298 pasien menunjukkan bahwa wanita
diterima dan kebanyakan orang tua takut kurang mengonsumsi morfin melalui patient
terhadap efek samping obat antinyeri controlled analgesia (PCA) daripada laki-laki
berhubung dengan penyakit penyerta yang pada nyeri pascabedah. 7,17
ada sehingga mereka tidak melaporkan
derajat nyeri sesuai dari yang seharusnya Latar belakang pendidikan terakhir
dirasakan. 15–17 terbanyak adalah Sekolah Lanjutan Tingkat
Luas luka bakar terbanyak adalah luka Atas (SLTA) sebesar 75%. Pengaruh tingkat
bakar dengan luas luka bakar sebesar ≤10% pendidikan itu terhadap persepsi nyeri
total body surface area (47%) dan kedua berhubungan dengan komunikasi yang
terbanyak adalah luka bakar dengan luas disampaikan oleh pasien tentang sesuatu
luka bakar 11−20% total body surface area yang dirasakannya. Pengkajian nyeri
(30%). Pengaruh luas luka bakar terhadap merupakan kajian yang bersifat subjektif dan
persepsi derajat nyeri tidak selalu komunikatif yang berasal dari pasien.
berbanding lurus, hal ini ditentukan oleh Tingkat pendidikan merupakan salah satu
faktor yang lain seperti kedalaman luka faktor yang menentukan terhadap perubahan
bakar. Pada penelitian ini didapatkan hasil perilaku, bahwa semakin tinggi tingkat
yang tidak jauh berbeda dengan penelitian pendidikan seseorang semakin banyak
sebelumnya bahwa luas luka bakar yang proses dan pengalaman belajar terhadap
terbanyak adalah luas luka bakar <20% total lingkungan yang ada di sekitarnya, termasuk
body surface area. 7 pula nyeri yang dirasakan. Namun,
penelitian yang terkait antara pengaruh
tingkat pendidikan dan nyeri
menunjukkan tidak terdapat hubungan
bermakna.7,17 secara tepat dapat meningkatkan
Pengkajian nyeri luka bakar yang keberhasilan manajemen nyeri akut dan juga
sesuai dengan SPO sebanyak 99 meningkatkan keberhasilan pengobatan luka
pasien (100%). Hasil ini didapatkan bakar itu sendiri
karena RSUP Dr. Hasan Sadikin
sudah menerapkan lembar pengkajian
nyeri yang terintegrasi di dalam
rekam medis pasien baru sehingga sehubungan dengan penurunan reaksi
petugas medis (baik dokter maupun inflamasi yang terjadi pada luka bakar.14
perawat) dapat mudah melakukan Faktor psikologis pasien dapat juga
pengkajian. Dalam suatu penelitian dipengaruhi pengkajian nyeri yang cepat.
ditemukan bahwa pengkajian nyeri Pengkajian nyeri yang cepat dan pengobatan
yang segera (early assessment) dan yang tepat sesuai dengan skala nyeri sangat
dilakukan penting karena dapat mengatasi
pengalaman buruk pasien akan nyeri luka bakar pasien luka bakar pada skala nyeri ringan, sedang,
sehingga dampak psikologis pasien dengan luka dan berat dikelompokkan berdasar obat yang
bakar tersebut tidak terganggu dan tidak terjadi diberikan, seperti parasetamol, NSAID, opioid
nyeri kronik akibat nyeri akut yang tidak diatasi lemah, opioid kuat, dan kombinasi NSAID
dengan baik. Pengkajian nyeri yang tidak benar ditambah opioid lemah atau opioid kuat. Sesuai
akan berpengaruh terhadap ketepatan pemberian dengan buku panduan nyeri RSUP Dr. Hasan
terapi sehingga kemungkinan terjadi komplikasi Sadikin Bandung, terapi farmakologi yang
lebih besar, salah satu contoh adalah nyeri kronik rasional untuk nyeri ringan adalah parasetamol
yang sulit untuk diobati. 18,19 atau NSAID, terapi nyeri sedang dengan
Tindak lanjut hasil pengkajian nyeri luka kombinasi opioid lemah dan
bakar yang sesuai SPO didapatkan pada 71 parasetamol/NSAID, sedangkan terapi nyeri berat
pasien (72%). Tindak lanjut pengkajian nyeri dengan kombinasi opioid kuat dan
dilaksanakan untuk menilai apakah pengobatan parasetamol/NSAID. Pada penelitian ini
nyeri sudah sesuai dengan skala nyeri sebagaimana didapatkan hasil pemberian terapi yang
telah diatur dalam SPO manajemen nyeri. Hasil ini
menjelaskan bahwa analgesik yang diberikan tidak
cukup baik dan terdapat 28% pemberian analgesik
tidak sesuai dengan skala nyeri yang terjadi (atau
tidak sesuai dengan SPO manajemen nyeri). Hal ini
dapat terjadi karena beberapa faktor seperti obat
yang tidak ada, persediaan obat yang habis, ataupun
pengetahuan tentang manajemen nyeri yang baik
masih kurang. Dari segi SPO, hal ini dapat terjadi
karena sosialisasi SPO manajemen nyeri itu sendiri
kurang. Dari segi dokter maupun perawat, hal ini
mungkin dapat terjadi karena tidak tersampainya
instruksi yang diberikan ataupun instruksi sudah
diberikan, namun tidak dikerjakan sesuai dengan
SPO manajemen nyeri. Hal tersebut membutuhkan
penelitian lebih lanjut untuk menentukan
penyebabnya.
Penggunaan analgesik yang diberikan pada
tidak sesuai SOP pada nyeri sedang (8%) dan pasien setelah diberikan terapi.13
nyeri berat (12%). Pemberian analgesik yang Pada pedoman yang sudah dibuat oleh
tidak sesuai dengan tingkat nyeri akan tim manajemen nyeri RSUP Dr. Hasan
menimbulkan efek yang tidak diinginkan, Sadikin, evaluasi ulang nyeri dilakukan
seperti pemberian opioid dapat menimbulkan dengan interval 8 jam untuk nyeri ringan dan
efek samping depresi pernapasan, mual tidak nyeri, 2 jam untuk nyeri sedang, serta
muntah, penurunan tingkat kesadaran, serta setiap jam untuk nyeri berat. Nyeri dapat
dapat menurunkan respons simpatis pasien. dinilai segera setelah diberikan intervensi
Sebaliknya, pemberian obat analgesik yang analgesik, seperti contoh pemberian obat
kurang dari tingkat nyeri baik dosis maupun opioid parenteral dapat dinilai ulang nyeri
jenis analgesik dapat menyebabkan beberapa segera setelah diberikan 15 sampai 30 menit
akibat, yaitu nyeri yang tidak hilang atau dan 1 jam bila diberikan secara oral.
berkurang, meningkatkan risiko nyeri kronik, Penilaian ulang segera dan tepat merupakan
meningkatkan respons inflamasi tambahan, strategi yang efektif dalam penanganan nyeri
dan selanjutnya akan meningkatkan kejadian akut, termasuk di dalamnya adalah luka
morbiditas, lama penyembuhan luka juga bakar
meningkat, meningkatkan waktu perawatan di
rumah sakit yang akan berakibat lanjut risiko
infeksi nasokomial meningkat.3,4
Evaluasi ulang pada nyeri perlu dilakukan sehingga keberhasilan manajemen
sesuai dengan pedoman yang sudah dibuat dan pengobatan luka bakar dapat tercapai.
pada pengalaman penelitian sebelumnya Evaluasi
menyatakan bahwa evaluasi ulang nyeri pada
terapi nyeri dapat meningkatkan kualitas
manajemen nyeri serta menurunkan respons
inflamasi yang dapat merusak seluruh organ
tubuh.20 Tujuan evaluasi ulang nyeri adalah ulang yang tidak sesuai dengan pedoman
sebagai acuan bagi dokter dan perawat dalam akan menyebabkan nyeri yang tidak teratasi
penerapan langkah-langkah selanjutnya untuk dan dapat menimbulkan nyeri kronik, yang
mengidentifikasi rasa nyeri yang dirasakan dapat
infeksi nasokomial.3,4
memperlama perawatan di rumah sakit. 13,19
Pada penelitian ini terdapat 12% nyeri berat yang Simpulan
dilakukan evaluasi tidak sesuai dengan SPO. Hal
ini mungkin disebabkan oleh keterbatasan jumlah
Pengkajian nyeri pada seluruh pasien luka
tenaga kesehatan dan pengetahuannya terhadap
bakar di RSUP Dr. Hasan Sadikin tahun 2018
SPO yang sudah dibuat. Pada SPO dinyatakan
sudah sesuai dengan SPO manajemen nyeri.
bahwa pada nyeri berat harus dilakukan evaluasi
Tindak lanjut hasil pengkajian nyeri luka bakar
ulang setelah 1 jam diberikan analgesik. Terutama
dan evaluasi ulang yang dilakukan belum sesuai
untuk nyeri berat karena nyeri berat yang tidak
dengan SPO manajemen nyeri.
dilakukan evaluasi sesuai dengan SPO dapat
mengakibatkan terapi yang salah dan paling besar
kemungkinan timbul risiko nyeri kronik. Selain
itu, komplikasi lain yang dapat timbul adalah
meningkatkan respons inflamasi tambahan yang
selanjutnya akan meningkatkan morbiditas yang
menurunkan proses penyembuhan luka,
meningkatkan waktu perawatan di rumah sakit
yang akan berakibat lanjut meningkatkan risiko
Kedokteran Diponegoro.
2016;5(4):1526−34.
8. Longnecker DE, Orkin FK. Anesthesia
risk. Dalam: Longnecker DE, Mackey
SC, Newman MF, Sandberg WS, Zapol
WM, penyunting. Anesthesiology. Edisi
ke-
3. New York: McGraw Hill; 2010.
hlm. 291−306.

Daftar Pustaka 9. Bittner EA, Martyn JA. Evaluation and


anesthetic management of the burn
injured patient. Dalam: Longnecker DE,
1. Braveman FR. A WHO plan for burn prevention Mackey SC, Newman MF, Sandberg
and care. 2018 [diunduh 1 Mei 2019]. Tersedia WS,
dari: https://www.who. int/news-room/fact- 10. Zapol WM, penyunting. Anesthesiology.
sheets/detail /burns. Edisi ke-3. New York: McGraw Hill;
2. Smolle C, Daniel JC, Forbes AA. Recent trends in 2010. hlm. 1251−69.
burn epidemiology worldwide: a systematic 11. Figy S, McIntyre JK. Burn management.
review. PMC. 2017;43(2):249– 57. Dalam: Irwin RS, Lilly CM, Mayo PH,
3. Beel A, Grantham D. Module 2: pain assessment Rippe JM, penyunting. Irwin and
and management. 2010. [diunduh 14 Juli 2018]. Rippe’s intensive care medicine. Edisi
Tersedia dari: http://www.palliative. ke-8. Philadelpia: Lippincott Williams &
info/mpcna/ module2.pdf. Wilkins; 2011. hlm 1728−32.
4. Guttormsen AB, Berger MM, Sjoberg F, 12. Nair S, Neil MJE. Paediatric pain:
Heisterkamp H. Burn injury clinical problems. An physiology, assessment and
ESICM. 2012. [diunduh pharmacology. ATOTW. 2013;289:1−10.
14 Juli 2018]. Tersedia dari: http:// 13. Cohen LL, Lemanek K, Blount RL,
pact.esicm.org/media/Burns_Injury_ Dahlquist LM, Lim CS, Palermo TM,
dkk. Evidence- based assessment of
3_ Dec_2012_final.pdf.
pediatric pain. J Pediatr Psychol.
5. Prabandari DA, Indriasari, Maskoen TT.
2008;33(9):939−55.
Efektivitas analgesik 24 jam pascaoperasi
14. Abraham J. Burn trauma: an emerging model
elektif di RSUP Dr. Hasan Sadikin
for acute pain. J Clin Studies. 2016;7(6):34−6.
Bandung tahun 2017. JAP.
15. Purwaningsih LA, Rosa EM. Respons adaptasi
2018;6(2):98−104.
fisiologis dan psikologis pasien luka bakar yang
6. Winanda RA, Kusumadewi I, Wardhana A.
diberikan kombinasi alternative moisture
The association between psychopathology
balance dressing dan seft terapi di RSUP Dr.
and quality of life in burn patients at Dr.
Sardjito Yogyakarta. J Universitas
Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. J
Muhammadiyah. 2014:41−9.
Plastik Rekonstruksi. 2017; 2:105−12.
16. Gowri S, Vijaya N, Powar R. Original research
7. Febrianto R, Farhanah N, Sari EP.
paper epidemiology and outcome of burn
Hubungan luka bakar derajat sedang dan
injuries. J Indian Acad Forensic Med.
berat menurut kategori american burn
2012;34(4):312−4.
association dan faktor yang mempengaruhi
17. Maske AN, Deshmukh SN. Clinico-
kejadian sepsis di RSUP Dr. Kariadi. J
epidemiology study of burns: our

experiences with 500 patients. Int Surg J.


2016;3(3):1234−9.
18. Hale A, O’Donovan R, Diskin S, McEvoy S,
Keohane C. Physiotherapy in burns, plastics
and reconstructive surgery. Impairment and
Disability Course University of Limerick.
Irlandia: The Educational Company of
Ireland; 2013. hlm. 2−26.
19. Grantham D, Brown S. Pain assessment and
management, clinical practice guidelines.
Montreal: Winnipeg Regional Health
Authority; 2012.
20. Griggs C, Goverman J, Bittner E, Levi
B. Sedation and pain
management in burn patients. Clin Plast
Surg. 2017;44(3):535−40.

Anda mungkin juga menyukai