DI SUSUN OLEH :
Armeliati
2018.c.10a.0959
Pembimbing Akademik
ii
LEMBAR PENGESAHAN
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan dan Juga Asuhan Keperawatan dengan judul Laporan pendahuluan
dan asuhan keperawatan pada Tn.A dengan diagnosa Otitis Media Kronis pada
sistem pendengaran ” Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini disusun
dalam rangka untuk memenuhi ataupun melengkapi tugas mata kuliah Praktik
Praklinik Keperawatan I.
Laporan Pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak .Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Ibu Maria Adelheid ,S.Pd,.M.Kes Selaku Ketua STIKES Eka Harap Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina ,Ners., M.Kep Selaku Ketua Program Studi Ners STIKES
Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Meida Sinta Araini , S.Kep.,Ners Selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah
Praktik Praklinik Keperawatan I.
4. Rimba Aprianti., S.Kep., Ners Selaku dosen pembimbing Akademik di ruang
Pendengaran
5. Secara Khusus kepada pihak dari Rumah Sakit Doris Sylvanus yang telah
memberikan izin tempat.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan dan juga asuhan keperawatan
ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh dari kata sempurnaq . Oleh karena itu, saya
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-
mudahan laporan pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini dapat mencapai
sasaran yang diharapkan sehingga dapar bermanfaat bagi kita semua.
Palangka Raya, 1 Oktober 2020
Penyusun
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
dalam. Reseptor yang ada pada telinga dalam akan menerima rarigsang bunyi dan
mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk diolah. Telinga mempunyai reseptor
khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk keseimbangan. Ada tiga bagian
utama dari telinga manusia, yaitu bagian telinga luar, telinga tengah, dan telinga
dalam. Telinga luar berfungsi menangkap getaran bunyi, dan telinga tengah
meneruskan getaran dari telinga luar ke telinga dalam. Reseptor yang ada pada
telinga dalam akan menerima rarigsang bunyi dan mengirimkannya berupa impuls
ke otak untuk diolah.
menangkap debu dan mencegah infeksi. Pada ujung dalam meatus akustikus
eksternus terbentang membrane tympani. Dia diliputi oleh lapisan luar epidermis
yang tipis dan pada permukaan dalamnya diliputi oleh epitel selapis kubus. Antara
dua epitel yang melapisi terdapat jaringan ikat kuat yang terdiri atas serabut-serabut
kolagen dan elastin serta fibroblast. Pada kuadran depan atas membran atas tympani
tidak mengandung serabut dan lemas, membentuk membran shrapnell.
impuls saraf ke cabang vestibular dari saraf vestibulokokhlear yang terdapat pada
bagian dasar sel-sel tersebut, yang akan meneruskan impuls saraf tersebut ke pusat
keseimbangan di otak.
Kanalis semisiskularis merupakan 3 saluran bertulang yang terletak di atas
belakang vestibula. Salah satu ujung dari masing-masing saluran tersebut
menggembung, disebut ampula. Masing-masing ampula berhubungan dengan
utrikulus. Pada ampula terdapat Krista akustika, sehingga organ indra
keseimbangan dinamis (untuk mempertahankan posisi tubuh dalam melakukan
respon terhadap gerakan). Seperti pada vestibula sel-sel reseptor dalam krista
akustika juga berupa sel-sel rambut yang didampingi oleh sel-sel penunjang, tetapi
di sini tidak terdapat otolit. Sel-sel reseptor disini distimulasi oleh
gerakanendolimfe. Ketika kepala bergerak akibat terjadinya perputaran tubuh,
endolimfe akan mengalir di atas sel-sel rambut. Sel-sel rambut menerima ransangan
tersebut dan mengubahnya menjadi impuls saraf. Sebagai responnya, otot-otot
berkonsraksi untuk mempertahankan keseimbangan tubuh pada posisi yang baru.
Kokhlea membentuk bagian anterior labirin, terletak di depan vestibula.
Berbentuk seperti rumah siput, berupa saluran berbentuk spiral yang terdiri dari 2
¾ lilitan, mengelilingi bentukan kerucut yang disebut mediolus. Penampang
melintang kokhlea menunjukkan bahwa kokhlea terdiri dari tiga saluran yang berisi
cairan.
2.1.2 Definisi Otitis Media Kronis
Otitis media adalah peradangan akut atau seluruh pericilium telinga tengah.
Saat bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran
tersebut. Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, mengakibatkan
tersumbatnya saluran. (Mansjoer, 2014, 76).
Otitis media adalah inflamasi pada bagian telinga tengah. Otitis media
sebenarnya adalah diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak – anak di bawah
usia 15 tahun
9
tengah dan gendang telinga dan mungkin ada aliran yang terus menerus melalui
lubang pada gendang telinga.
2.1.3 Etiologi Otitis Eksterna
2.1.3.1 Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari
otitis media yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba
eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga
tengah juga akan terganggu
2.1.3.2 ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di sekitarnya
(misal : sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitis
alergika). Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar
kemungkinan terjadinya otitis media . Pada bayi, otitis media dipermudah
karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.
2.1.3.3 Bakteri
Bakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah
Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis,
dan bakteri piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus,
Staphylococcus aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris.
Berikut adalah beberapa dari Faktor Resiko Otitis Media :
Terlalu sering membersihkan telinga dengan cotton buds, ujung jari, atau
alat lainnya.
Kelembaban merupakan factor penting terjadinya otitis eksterna.
Sering berenang, air kolam renang menyebabkan maserasi kulit dan
merupakan sumber kontaminasi yang sering dari bakteri.
Kanal telinga sempit
Infeksi telinga tengah
Akibat terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka
dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah
ke liang telinga luar, pada keadaan ini anak yang tadinya gelisah menjadi tenang,
suhu badan turun dan anak tidur nyenyak. Keadaan ini disebut Otitis Media Akut
Stadium Perforasi.
5) Stadium resolusi
Bila membran timpani utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali, bila sudah
perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahanm tubuh
baik atau virulensi kuman reda, maka resolusi dapat terjadi, walaupun tanpa
pengobatan.
2. Otitis Media Serosa
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam
telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi
ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani tampak kusam
(warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat
gelembung udara dalam telinga tengah. Audiogram biasanya menunjukkan adanya
kehilangan pendengaran konduktif.
3. Otitis Media Kronik
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan
terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada
nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi
nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak
menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan
adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang
membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi.
Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil
audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan
pendengaran konduktif atau campuran.
Komplikasi yang terjadi :
1) Sukar menyembuh
2) Cepat kambuh kembali setelah nyeri telingaa berkurang
13
pembentukan jaringan parut Selama fase aktif, epitel mukosa mengalami perubahan
menjadi mukosa sekretorik dengan sel goblet yang mengeksresi sekret mukoid atau
mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang berlangsung lama
menyebabkan mukosa mengalami proses pembentukan jaringan granulasi dan atau
polip. Jaringan patologis dapat menutup membran timpani, sehingga menghalangi
drainase,menyebabkan penyakit menjadi persisten.Perforasi membran timpani
ukurannya bervariasi. Pada proses penutupan dapat terjadi pertumbuhan epitel
skuamus masuk ke telinga tengah, kemudian terjadi proses deskuamasi yang akan
mengisi telinga tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk kolesteatoma
akuisita sekunder, yang merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman
pathogen dan bakteri pembusuk. Kolesteatoma ini mampu menghancurkan tulang
di sekitarnya termasuk rangkaian tulang pendengaran oleh reaksi erosi dari ensim
osteolitik atau kolagenase yang dihasilkan oleh proses kolesteatom dalam jaringan
ikat subepitel. Pada proses penutupan membran timpani dapat juga terjadi
pembentukan membran atrofik dua lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana
membran bentuk ini akan cepat rusak pada periode infeksi aktif.
15
WOC OTITIS MEDIA KRONIS Infeksi sekunder (ISPA) Trauma, Benda Asing
Bakteri Streptococcus,
Otitis media kronik adalah
Hemophylus Influenza
Ruptur Gendang Telinga radang kronik telinga tengah
dengan perforasi membran timpani
Invasi Bakteri dan riwayat keluarnya sekret dari
telinga (otorea) lebih dari 2 bulan,
Infeksi telinga tengah
terus-menerus atau hilang timbul.
(kavum timpani, tuba eustachius)
Kesulitan/sakit Proses peradangan Peningkatan produksi Tekanan udara pd Pengobatan tdk Kurangnya
menelan dan tuntas Informasi
mengunyah cairan serosa telinga tengah (-) Episode berulang
Nyeri
Akumulasi cairan Retraksi membran
Infeksi berlanjut dpt
Resiko pemenuhan kebuth Kurang pengetahuan
sampai ke telinga
nutrisi kurang dari mukus dan serosa timpani
dalam
kebutuhan Ruptur membran Hantaran suara / udara yg
diterima menurun Merusak tulang krn
Tjd erosi pd kanalis
timpani krn desakan Tinitus semisirkularis
Penurunan fungsi adanya epitel
Sekret keluar dan pendengaran
berbau tidak enak Tuli konduktif ringan skuamosa di dlm
Pening / vertigo
(otorrhoe) Kesimb. Tbh menurun
rongga telinga
Tindakan operasi dgn
Gangguan persepsi mastoidektomi
sensori pendengaran Resiko terjadi injuri / tengah
Ganggun Body trauma
Image
(kolesteatom)
1
17
2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Perikondritis
Radang pada tulang rawan daun telinga yang terjadi apabila suatu trauma atau
radang menyebabkan efusi serum atau pus di antara lapisan perikondrium dan
kartilago telinga luar. Umumnya trauma berupa laserasi atau akibat kerusakan
yang tidak disengajakan pada pembedahan telinga. Adakalanya perikondritis
terjadi setelah suatu memar tanpa adanya hematoma. Dalam stage awal infeksi,
pinna dapat menjadi merah dan kenyal. Ini diikuti oleh pembengkakan yang
general dan membentuk abses subperikondrial dengan pus terkumpul di antara
perikondrium dan tulang rawan dibawahnya
2.1.7.2 Selulitis
Peradangan pada kulit dan jaringan subkutan yang dihasilkan dari infeksi
umum, biasanya dengan bakteri Staphylococcus atau Streptococcus. Hal ini
dapat terjadi sebagai akibat dari trauma kulit atau infeksi bakteri sekunder dari
luka terbuka, seperti luka tekanan, atau mungkin terkait dengan trauma kulit.
Hal ini paling sering terjadi pada ekstremitas, terutama kaki bagian bawah.
2.1.7.3 Gendang telinga robek.
2.1.7.4 Gangguan pendengaran hingga gangguan pendengaran secara permanen.
2.1.7.5 Perkembangan bicara dan pertumbuhan terhambat.
2.1.7.6 Penyebaran infeksi ke tulang di belakang telinga (mastoiditis) sampai ke selaput
otak (meningitis).
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita otitis media kronis adalah :
2.1.8.1 Pemeriksaan otoskopi memberikan informasi tentang gendang telinga yang
dapat digunakan untuk mendiagnosis otitis media. Otitis media akut ditandai
dengan penonjolan gendang telinga yang merah pada pemeriksaan otoskopi.
Penanda tulang dan reflek cahaya mungkin kabur.
2.1.8.2 Penggunaan alat pneumonik dengan otoskop fotoshop pneumatic lebih lanjut
membantu mendiagnosis otitis media. Dengan menekan balon berisi udara yang
dihubungkan ke otoskop, bolus kecil udara dapat diinjeksikan kedalam telinga
18
luar. Pada otitis media akut dan otitis media dengan efusi, mobilitas membrane
timpani akan berkurang.
2.1.8.3 Timpanogram, suatu pemeriksaan yang mencangkup pemasangan sonde kecil
pada telinga luar dan pengukuran gerakan membrane timpani (gendang telinga)
setelah adanya tonus yang terfiksasi, juga dapat digunakan untuk mengevaluasi
mobilotas membrane timpani.
2.1.8.4 Pemeriksaan audiologi memperlihatkan deficit pendengaran, yang merupakan
indikasi penimbunan cairan (infeksi atau alergi).
2.1.9 Penatalaksanaan Medis Penderita Otitis Media kronis
Pentalaksanaan yang diberikan bisa berupa metode preventif dan kuratif yang
meliputi cara-cara seperti berikut ini
2.1.9.1 Pencegahan
2.1.9.2 Penyuluhan
2.1.9.3 Pemberian obat topikal
2.1.9.4. Pemberian obat antibiotik oral
2.1.9.5. Konsultasi secara teratur
2.1.9.6 Stadium oklusi
Pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga
tekanan negative di telinga tengah hilang. Pemberian obat tetes hidung : HCl efedrin
0,5% dalam larutan fisiologis (usia di atas 12 tahun) sumber infeksi harus diobati,
antibiotika diberikan bila penyebab penyakit adalah kuman bukan virus atau alergi
2.1.9.7 Stadium presupurasi
Pemberian antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Bila membran
timpani terlihat hiperemis difus dilakukan Miringotomi. Antibiotika yang diajurkan
golongan Penicillin diberikan Eritromisin.
2.1.9.8 Stadium supurasi
Pemberian antibiotika dan tindakan miringotomi jika membran timpani masih
utuh untuk menghilangkan gejala klinis dan ruptur dapat dihindari.
2.1.9.9 Stadium resolusi
Pemberian antibiotika dilanjutkan sampai 3 minggu jika tidak terjadi resolusi.
19
2.1.9.10Tindakan pembedahan
2) Lakukan aseptik
2.3.3.2 Dx. II
1. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 7 jam pendengaran
baik atau normal
2. Kriteria Hasil :
1) Pasien nampak senang
2) Pasien nampak rileks
3) Pendengaran baik ataunormal
3.Intervensi :
1) Kaji tingkat kerusakan pendengaran
2) Berikan cara komunikasi yang jelas
3) Lakukan pemeriksaan telinga
4) Kolaborasi dalam pemasangan alat bantu telinga
2.3.3.3.Dx. III
1. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 7 jam menyatakan
pemahaman akan perubahan dan penerimaan terhadap diri sendiri.
22
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
23
24
membersihkan telinga nya dengan menggunakan bagian peniti yang bulat.Selang 2 hari
pendengaran dari pasien berkurang dan telingga pasien mengeluarkan cairan yang
berwarna kekuning -kuningan.Melihat keadaan tersebut pasien mencoba membeli obat
tetes telinga di salah satu apotik di daerah nya namun kondisi telinga pasien tidak
kunjung sembuh sampai akhirnya pasien di bawa oleh keluarga ke RS.X dan di bawa
ke ruang IGD. Selama, di rumah sakit pasien mendapatkan terapi infus Otsu D5 1/4
900cc/hari, inj Ceftriaxone 2x450mg, Ceprofloxacin 2x 500 mg ( oral ),
methylprednisolo 2x500 mg ( oral ), akilen ear drop 2x4 tetes telinga, dan juga dari
hasil pemeriksaan otoskopi di dapatkan cairan cairan berwarna kekuning-kuningan dan
juga perforasi membrane timpani pada bagian telinga kanan dan kemudian pasien di
pindahkan ke ruangan X di rumah sakit tersebut untuk di rawat inap.
3.1.2.3 Riwayat Kesehatan Lalu
Pasien mengatakan pernah di rawat di Rs.Mumadiyah pada tanggal 02 juni 2020
dengan penyakit thypes dan tidak pernah di operasi
3.1.2.4 Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan
dan menular
Genogram Keluarga
Keterangan :
: Perempuan
: Laki-laki
: Klien
: Meninggal dunia
: Tinggal serumah
: Ikatan Keluarga
cukup, tekstur kasar, tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, tekstur rambut baik,
distribusi rambut lurus dan merata , bentuk kuku simetris, kuku klien tampak pendek.
Keluhan lain :tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.3.11 Sistem Pengindraan
Mata dan penglihatan, fungsi penglihatan klien baik, bola mata dapat bergerak
secara normal, visus mata kanan dan kiri tidak dikaji, scklera normal/putih, konjunctiva
merah muda, kornea bening klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan, tidak ada
nyeri, keluhan lain tidak ada. Fungsi pendengaran klien kurang baik, hasil pemeriksaan
garputala di dapatkan aurikula sinistra rinne (-) ,aurikula dekstra rinne (+), Schwabach
( memanjang ) ,weber dari aurikula lateralisasi cenderung ke sisi kanan, fungsi
hidung/penciuman, simetris, tidak ada lesi dan nyeri tekan sinus.
Keluhan lain :Klien tidak mampu mendengarkan perkataan perawat dengan
jelas
Masalah keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori Pendengaran
3.1.3.12 Leher dan Kelenjar Limfe
Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar
tyroid tidak teraba, mobilitas leher bebas.
IMT = BB : TBxTB
IMT = 55 : 160x 160 = 21,4 ( Berat badan ideal)
Saat sakit aktivitas sehari-hari yang dilakukan klien hanya berbaring dan tidur,
sedangkan saat sehat klien mampu melakukan aktivitas ringan secara mandiri. Masalah
keperawatan tidak ada.
3.1.4.7 Koping-Toleransi Terhadap Stres
Apabila ada masalah klien menceritakan kepada keluarga
3.1.5 Sosial-Spiritual
3.1.5.1 Kemampuan Berkomunikasi
Klien mampu berkomunikasi dengan keluarga,perawat,dan dokter.
3.1.5.2 Bahasa Sehari-hari
Bahasa sehari-hari yang digunakan klien dan keluarga berupa bahasa
Indonesia dan jawa .
3.1.5.3 Hubungan Dengan Keluarga
Pasien mempunyai satu anak dan suami serta mempunyai hubungan baik dan
harmonis
3.1.5.4 Hubungan Dengan Teman/ petugas kesehatan/ orang lain
Hubungan dengan petugas kesehatan baik
3.1.5.5 Orang Berarti/ Terdekat
Pasien mempunyai satu anak dan suami serta mempunyai hubungan baik dan
harmonis
3.1.5.6 Kebiasaan Menggunakan Waktu Luang
Tidur dan mengobrol kepada keluarga
3.1.5.7 Kegiatan Beribadah
Saat sehat klien rutin mengikuti ibadah, Selama klien sakit hanya bisa berdoa
di tempat tidur
31
Mahasiswa,
Armeliati
NIM: 2018.C.10a.0959
33
ANALISA DATA
DO:
Terlihat ada cairan warna kekuning-
kuningan pada telinga kanan
Hasil TTV: Masuknya
TD: 130/90 mmHg mikroorganisme
N:88X/M
RR:20x/m Lubang telinga
S: 37𝑂 C tengah
Leukocyte 15,1/ul ( Meningkat adanya
leukositosis yang menandakan infeksi Menimbulkan
Infeksi
bakteri) ( Batas Normal Leukocyte 4.5- peradangan
11.0 10^3/uL )
Timbul otore,
Hasil pemeriksaan otoskopi di dapatkan secara terus
menerus
cairan cairan berwarna kekuning-kuningan
dan juga perforasi membrane timpani pada Infeksi
bagian telinga kanan.
34
DS :
Pasien mengatakan pendengarannya Gangguan telinga
berkurang dalam
DO:
Pasien nampak berulang kali tanya jika Perawatan diri
Ditanya Tampak wajah pasien yang salah
memperhatikan jika ditanya
Hasil TTV: Radang pada Gangguan
1. TD: 130/90 mmHg telinga persepsi
N:88X/M sensori
RR:20x/m Penurunan syaraf pendengaran
S: 37 C pendengaran
Hasil pemeriksaan Penala :
Aurikula Sinistra Rinne (-) Schwabach Gangguan fungsi
( Memanjang ) pendengaran
Aurikula Dekstra Rinne (+)
Weber dari Aurikula Lateralisasi
cenderung ke sisi kanan
DS:
Klien mengatakan tidak tahu tentang
penyakitnya kurang terpaparnya
informasi
DO:
1. Klien tampak binggung
2. Klien tampak bertanya tentang Ketidatahuan
penyakitnya menemukan Defisit
3. Pendidikan terakhir SMA sumber informasi Pengetahuan
menanyakan
masalah yang di
hadapi
35
36
PRIORITAS MASALAH
Nama Pasien : Tn A
Ruang Rawat : -
Gangguan Persepsi sensori Setelah dilakukan tindakan 1. Ukur ttv pasien 1. Mengetahui tingkat
pendengaran berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam, 2. Ukur tingkat kerusakan kerusakan pendengaran
pendengaran
hantaran suara / udara yang di diharapkan sesak berkurang atau 2. Memudahkan pasien
3. Berikan cara komunikasi yang
terima berkurang hilang. jelas memahami dalam
Kriteria hasil : 4. Lakukan pemeriksaan telinga mendengar
5. Kolaborasi dalam pemasangan
1) Pasien nampak senang 3. Untuk menilai keadaan
alat bantu telinga
2) Pasien nampak rileks dalam lubang dan gendang
telinga.
1
38
normal mendengar
Defisit pengetahuan b/d kurang Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi pengetahuan 1. Mempermudah dalam
klien tentang penyakitnya memberikan penjelasan
terpaparnya informasi ditandai keperawatan selama 1x7 jam
2. Jelaskan tentang penyakit, pada klien
dengan menanyakan masalah yang diharapkan pengetahuan klien identifikasi penyebab, dan 2. Meningkatkan pengetahuan
jelaskan kondisi tentang klien dan mengurangi
di hadapi ,menunjukan persepsi bertambah dengan kriteria hasil :
klien. cemas.
yang keliru terhadap masalah. 1. Klien mengetahui penyakitnya 3. Jelaskan tentang program 3. Mempermudahkan untuk
pengobatan alternatif melakukan intervensi
( D0111.Hal 246 ) 2. Klien mengetahui cara
4. Tanyakan kembali keperawatan
pengobatan penyakitnya pengetahuan klien tentang 4. Untuk mengetahui tingkat
penyakitnya dan cara pengetahuan klien tentang
pengobatannya penyakitnya
39
dengan posisi
supinasi/semi fowler .
5. Irigasi telinga sudah di lakukan
6. Pemberian antibiotik pada
pasien yaitu Amoxcilinc
3x1 mg per Oral
A : Masalah infeksi teratasi
sebagian
P : Intervensi dipertahankan :
Lakukan pemeriksaan dan
irigasi telinga
Kaji keadaan umum dan
tanda-tanda vital
Kolaborasi dalam
pemberian antibiotik
Dx 2 Kamis 01 oktober 2020 1. Mengukur TTV pasien S : Pasien mengatakan
2. Mengidentifikasi tingkat
Jam : 10.00 Wib pendengaran masih terganggu
kerusakan pendengaran
O:
3. Berikan cara komunikasi
Hasil TTV:
Armeliati
yang jelas
TD: 130/90 mmHg
4. Melakukan pemeriksaan N:88X/M
telinga RR:20x/m
S: 37 C
5. Berkolaborasi dalam Hasil Identifikasi tingkat
pemasangan alat bantu kerusakan telinga:
Nampakadanya otore pada
telinga telinga kanan dan kiri,
terdapat sobekan kecil pada
41
CACATAN PERKEMBANGAN
BAB 4
PENUTUP
4.1.1 Kesimpulan
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran
dan keseimbangan). Anatominya juga sangat rumit . Indera pendengaran berperan penting
pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk
perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan
orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.(Roger watson, 2017.
102).
Otitis Media Kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah dimana otitis media
kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut. Lama kejadiannya kurang lebih satu
bulan. Otitis media kronis dapat menyebabkan kerusakan yang terus menerus pada telinga
tengah dan gendang telinga dan mungkin ada aliran yang terus menerus melalui lubang pada
gendang telinga.
4.1.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Saran bagi mahasiswa agar laporan studi kasus ini berguna untuk menambah ilmu
pengetahuan bagi mahasiswa dan mampu mempelajari asuhan keperawatan dengan
diagnosa medis Otitis Media Kronis dan sebagai acuan atau referensi untuk mahasiswa
dalam penulisan laporan studi kasus selanjutnya.
4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Saran bagi institusi pendidikan agar laporan pendahuluan studi kasus ini dapat dijadikan
sebagai salah satu bahan bacaan atau referensi untuk mahasiswa dalam membuat asuhan
keperawatan terkait pasien dengan diagnosa Otitis Media Kronis pada masa mendatang.
4.2.3 Bagi Institusi Rumah Sakit
Untuk RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya khususnyapada sistem
pendengaran,laporan ini dapat memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan
pada pasien dengan diagnosa medis Otitis Media Kronis dan meningkatkan mutu pelayanan
perawatan di rumah sakit kepada pasien dengan diagnosa medis Otitis Media Kronis.
46
47
DAFTAR PUSTAKA
Ari, Elizabeth. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pendengaran dan Wicara. Editor: Dr. Ratna Anggraeni., Sp THT-KL.,
M.Kes.Bandung : STIKes Santo Borromeus.
Brunner & Suddarth. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth . 2010. Keperawatan Medikal Bedah, Buku II Edisi 9, Alih Bahasa
:Agung Waluyo dkk. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 2015. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Indonesia.
Wilkinson, Judith M and Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi
9. Jakarta, EGC.
47
48
A. Topik
Pendidikan Kesehatan Otitis Media Kronis
B. Sasaran
1. Program
Setelah di lakukan penyuluhan pada keluarga maupun pasien di harapkan
keluarga maupun pasien dapat mengetahui dan dapat memahami tentang apa
itu Otitis Media Kronis
2. Penyuluhan
Pendidikan kesehatan pada keluarga pasien dan juga pasien mengenai Otitis
Media Kronis
C. Tujuan
1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari Pendidikan Kesehatan yang dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan pada pasien maupun keluarga pasien mengenai
Otitis Media Kronis
2 Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit diharapkan pasien maupun
keluarga memahami apa yang sudah di jelaskan oleh penyaji.
D. Materi
Adapun garis besar materi dalam pendidikan kesehatan adalah;
1. Pengertian Otitis Media Kronis
2. Penyebab Otitis Media Kronis
3. Tanda dan Gejala Otitis Media Kronis
4. Komplikasi Otitis Media Kronis
5. Penanganan Otitis Media Kronis
E. Metode
Adapun metode yang digunakan dalam kegiatan pendidikan kesehatan
tentang Otitis Media Kronis pada pasien dan juga keluarga :
49
1 Ceramah
Ceramah adalah pesan yang bertujuan memberikan nasehat dan
petunjukpetunjuk sementara ada audiens yang bertindak sebagai pendengar.
2 Tanya jawab
Metode tanya jawab adalah penyampaian pesan pengajaran dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan lalu memberikan jawaban ataupun
sebaliknya.
3 Demonstrasi
Demonstrasi adalah suatu cara penyampaian materi dengan memperagakan
suatu proses atau kegiatan.
F. Media
Adapun media yang digunakan dalam kegiatan pendidikan kesehatan pada
penderita Otitis Media Kronis ini meliputi :
1 Leaflet
G. Waktu Pelaksanaan
1 Hari/Tanggal : Kamis, 01 oktober 2020
2 Pukul : 10.30 S/d Selesai
3 Alokasi Waktu : 30 menit
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pembukaan : 1. Menjawab salam
1. Membuka kegiatan dengan 2. Mendengarkan
mengucapkan salam dan
2. Menjelaskan tujuan dari memperhatikan
penyuluhan 2 menit
3. Menyebutkan materi yang
akan diberikan
4. Kontrak waktu penyampaian
50
materi.
2 Pelaksanaan :
Menjelaskan tentang :
1. Pengertian Otitis Media
Kronis Mendengar,
2. Penyebab Otitis Media Kronis memperhatikan
3. Tanda dan Gejala Otitis Media 20 menit
Kronis
4. Komplikasi Otitis Media
Kronis
5. Penanganan Otitis Media
Kronis
3 Evaluasi :
Menanyakan pada peserta tentang
materi yang telah diberikan, dan
memmbantu kembali peserta 6 menit Tanya Jawab
untuk mengulang materi berupa
warna yang telah disampaikan.
5 Terminasi : 1. Mendengarkan
1. Mengucapkan terimakasih atas 2. Menjawab salam
perhatian peserta 2 menit
2. Mengucapkan salam penutup
51
H. Tugas Pengorganisasian
1 Moderator : Armeliati
Moderator adalah orang yang bertindak sebagai penengah atau pemimpin
sidang (rapat, diskusi) yang menjadi pengarah pada acara pembicaraan atau
pendiskusian masalah.
Tugas :
1. Membuka acara penyuluhan
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
5. Mengatur jalannya diskusi
2 Penyaji : Armeliati
Penyaji adalah menyajikan materi diskusi kepada peserta dan
memberitahukan kepada moderator agar moderator dapat memberi arahan
selanjutnya kepada peserta-peserta diskusinya.
Tugas :
1. Menyampaikan materi penyuluhan
2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3. Mengucapkan salam penutup
3 Fasilitator : Armeliati
Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang, memahami
tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat rencana guna
mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu dalam diskusi.
Tugas :
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya kegaiatan
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai dengan akhir
3. Membuat dan megedarkan absen peserta penyuluhan
4. Membagikan konsumsi
4 Simulator : Armeliati
Simulator adalah sebagai simulasi atau objek fisik benda nyata yang
didemonstrasikan
52
5 Dokumentator : Armeliati
Dokumentator adalah orang yang mendokumentasikan suatu kegiatan yang
berkaitan dengan foto, pengumpulan data, dan menyimpan kumpulan
dokumen pada saat kegiatan berlangsung agar dapat disimpan sebagai arsip.
Tugas :
1. Melakukan dokumentasi kegiatan penyuluhan dalam kegiatan
pendidikan kesehatan.
6 Notulen : Armeliati
Notulen adalah sebutan tentang perjalanan suatu kegiatan penyuluhan,
seminar, diskusi, atau sidang yang dimulai dari awal sampai akhir
acara.Ditulis oleh seorang Notulis yang mencatat seperti mencatat hal-hal
penting.Dan mencatat segala pertanyaan dari peserta kegiatan.
Tugas :
1. Mencatat poin-poin penting pada saat penyuluhan berlangsung.
2. Mencatat pertanyaan-pertanyaan dari audience dalam kegiatan
penyuluhan.
I. Denah Pelaksanaan
Setting Tempat :
Keterangan :
: Kamera
1
dan bakteri piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus
aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris.
Berikut adalah beberapa dari Faktor Resiko Otitis Media :
Terlalu sering membersihkan telinga dengan cotton buds, ujung jari, atau
alat lainnya.
Kelembaban merupakan factor penting terjadinya otitis eksterna.
Sering berenang, air kolam renang menyebabkan maserasi kulit dan
merupakan sumber kontaminasi yang sering dari bakteri.
Kanal telinga sempit
Infeksi telinga tengah
Otitis media supuratif kronis (OMSK) didefinisikan sebagai infeksi kronis pada
telinga tengah yang prosesnya sudah lebih dari 2 bulan (Soepardi et al., 2007). Otitis
media supuratif kronis (OMSK) ditandai dengan adanya perforasi pada membran timpani
dan keluarnya cairan secara terus menerus atau hilang timbul dari liang telinga (Ahmed
et al., 2016). OMSK dapat disebabkan oleh infeksi bakteri. Bakteri penyebab OMSK
dapat bersifat aerob (misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, S.aureus,
Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis, spesies Klebsiella) atau anaerob (misalnya
Bacteroides, Peptostreptococcus, Proprionibacterium) (Acuin, 2004).
Terdapat beberapa laporan terjadinya infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob.
Bakteri yang sering ditemukan pada OMSK adalah P. aeruginosa, S. aureus, S. pyogenes,
K.pneumoniae, H.influenzae, Bacteroides dan Proteus sp. (Edward & Novianti, 2015).
OMSK adalah penyakit berbahaya yang dapat berisiko mengalami komplikasi yang
mungkin mengancam jiwa dalam beberapa kasus, khususnya jika tidak ditangani dengan
baik (Modak et al., 2005). OMSK merupakan penyakit THT yang paling banyak di negara
sedang berkembang sedangkan di negara maju seperti Inggris sekitar 0,9% dan di Israel
hanya 0,0039%. Di negara berkembang dan negara maju prevalensi OMSK berkisar
antara 1-46% (Kementrian Kesehatan, 2006). Di negara berkembang seperti Indonesia,
angka kejadian OMSK jauh lebih tinggi karena beberapa hal misalnya sanitasi yang
kurang, faktor sosioekonomi, gizi yang rendah, kepadatan penduduk, serta masih ada
pengertian masyarakat yang salah terhadap penyakit ini sehingga mereka tidak berobat
sampai tuntas (Soepardi et al., 2007). Oleh karena tingginya angka kejadian OMSK,
diperlukan
terapi yang tepat untuk mengatasi OMSK di Indonesia. Kombinasi antibiotik topikal dan
sistemik merupakan terapi terbaik dalam tatalaksana OMSK. Antibiotik topikal golongan
kuinolon banyak direkomendasikan karena lebih efektif dibandingkan dengan golongan
aminoglikosida dan tidak mempunyai efek samping ototoksik. Sedangkan untuk
antibiotik sistemik banyak disarankan amoksisilin/Klavulanat sebagai pilihan pertama
dan golongan kuinolon sebagai obat pilihan kedua pada pasien OMSK (Farida et al.,
2016).
METODE
Metode menggunakan studi literatur dari berbagai jurnal penelitian nasional. Metode
ini digunakan dengan tujuan menambah pemahaman tentang topik yang dibahas dengan
cara meringkas topik pembahasan. Metode ini memberikan informasi fakta atau analisis
baru dari tinjauan literatur yang relevan kemudian membandingkan hasil tersebut dalam
artikel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa gejala klinis dan terjadinya
komplikasi Otitis media supuratif kronis (OMSK) tergantung dengan tipe bakteri
penyebabnya. Proliferasi bakteri di telinga tengah menyebabkan proses inflamasi kronis
dan kelembaban yang tinggi. Pola infeksi bakteri di telinga tengah adalah proses
translokasi bakteri dari liang telinga dan nasofaring. Pada penelitian didapatkan bakteri
yang diisolasi dari telinga tengah sama dengan bakteri pada liang telinga. Pada pasien
OMSK ditemukan adanya bakteri aerob atau anaerob, dan beberapa laporan terjadi infeksi
campuran (Edward & Novianti, 2015). Pada penelitian yang dilakukan di Poliklinik THT
RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2012, dari seluruh sampel didapatkan bakteri penyebab
terbanyak secara berturut-turut adalah Proteus sp., Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aureginosa, Streptococcus sp. dan Klebsiella sp. (Hafizah et al., 2013). Hal ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya, dimana pada beberapa tidak
ditemukan atau ditemukan dalam jumlah sedikit Proteus sp. sebagai salah satu penyebab
terbanyak OMSK. Pada penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2013 didapatkan pola kuman pada penderita OMSK didapatkan Pseudomonas aeruginosa
paling sering ditemukan dari hasil kultur. Pada isolasi dari otitis media kronis, kuman
aerobik dan anaerobik terlibat pada sebagian kasus. Kuman aerob yang sering dijumpai
adalah Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus aureus dan basil gram negatif seperti
Escherichia coli, Proteus Sp., dan Klebsiella sp. Kuman anaerobik seperti Bacteroides Sp.
dan Fusobakterium Sp. (Asroel et al., 2010). Pada tahun yang sama di tempat yang sama
juga dilakukan penelitian oleh Dewi NP dan Zahara D (2013), dari swab telinga
didapatkan penyebab OMSK yang paling banyak adalah Pseudomonas aeruginosa yaitu
sebesar 34.8% (Dewi & Zahara, 2013). Penelitian yang dilakukan di Poli THT RSUD
Privinsi NTB tahun 2016 juga didapatkan hasil yang sama, yaitu ditemukan bakteri
terbanyak dari golongan Pseudomonas aeruginosa dengan persentase 38%. Disusul
dengan bakteri Staphylococus aureus dengan persentase 29% dan urutan ketiga adalah
bakteri Proteus mirabilis dengan persentase 21% (Wahida et al., 2016).
Selain Pseudomonas sp., Staphylococcus sp. ditemukan pada beberapa penelitian sebagai
penyebab terbanyak otitis media supuratif kronik (OMSK). Penelitian yang dilakukan
oleh Rumimpunu A., Kountul C., dan Buntuan V. pada tahun 2013 di RSUP Prof Dr. R.
D. Kandou Manado yang didapatkan dari 20 sampel pasien yang memeriksakan diri ke
Poliklinik THT-KL ditemukan 18 sampel yang menunjukkan pertumbuhan bakteri dan 2
sampel tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri. Bakteri yang ditemukan terdiri dari
Staphylococcus aureus 20%, Enterobacter Aerogenes 15%, Staphylococcus
Epidermitis 25%, Proteus vulgaris 10%, Citrobacter diversus 5%, Alcaligenes
faecalis 10%, dan Pseudomonas aeruginosa 5% (Rumimpunu, 2014). Sejalan
dengan penelitian terbaru yang dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
tahun 2019, ditemukan bakteri penyebab Otitis Media Supuratif Kronis yang
terbanyak adalah Staphylococcus sp sebesar 37,73% dan Pseudomonas sp. sebesar
26,41% (Sasmita et al., 2020). Namun sedikit berbeda pada hasil penelitian yang
dilakukan pada tahun 2015 di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, didapati hasil
Staphylococcus sp (20 %) yang menempati urutan kedua penyebab terbanyak
OMSK dan didapatkan Streptococcus sp (35%) sebagai penyebab terbanyak OMSK
di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado (Mamonto et al., 2015). Oleh karena
tingginya angka kejadian OMSK, diperlukan terapi yang tepat untuk mengatasi
OMSK di Indonesia. Kombinasi antibiotik topikal dan sistemik merupakan terapi
terbaik dalam tatalaksana OMSK (Farida et al., 2016). Antibiotik adalah senyawa
kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme (khususnya dihasilkan oleh fungi) atau
dihasilkan secara sintetik yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan
bakteri dan organisme lain (Munaf & Chaidir, 1994). Namun, dalam
penggunaannya perlu hati-hati karena pemakaian antibiotik tanpa didukung hasil
pemeriksaan kultur sensitivitas mikroorganisme, tidak teratur, dan dosis obat yang
kurang tepat akan memberikan derajat resistensi yang semakin meningkat terhadap
antibiotik (Soepardi et al., 2007). Oleh karena itu, penggunaan antibiotik sebagai
terapi OMSK perlu didukung hasil pemeriksaan kultur sensitivitas mikroorganisme
untuk efektivitas terapi.
Pada penelitian yang dilakukan di Poliklinik THT RSUD Ulin Banjarmasin
tahun 2012, pada hasil uji sensitivitas didapatkan Siprofloksasin berada pada urutan
pertama antibiotik yang paling sensitif dengan persentase 100%, Gentamisin berada
pada urutan kedua dengan sensitivitas sebesar 98,2 %, dan Kloramfenikol berada
diposisi ketiga dengan persentase 81,9% (Hafizah et al., 2013). Penelitian serupa
dilakukan oleh Rumimpunu A., Kountul C., dan Buntuan V. pada tahun yang sama
di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado dengan hasil yang sama yaitu
menunjukkan bahwa Siprofloksasin peka pada hampir semua bakteri yang terdapat
pada sampel. Antibiotika Seftriakson dan Amoksisilin peka terhadap
Staphylococcus aureus, Enterobacter aerogenes, Staphylococcus epidermitis,
Proteus vulgaris, dan citrobacter diversus. Kemudian antibiotika Klindamisin peka
terhadap Alcaligenes faecalis (50%), sedangkan antibiotika Eritromisin resistensi
terhadap bakteri pada otitis media (Rumimpunu, 2014). Uji sensitivitas untuk
Pseudomonas sp dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2019
didapatkan hasil yang berbeda. Amoksisilin, Kloramfenikol, Eritromisin
memberikan resistensi yang tertinggi (100%) terhadap Pseudomonas sp (Sasmita et
al., 2020).
Pada penelitian yang dilakukan di Poli THT RSUD Privinsi NTB tahun 2016,
didapatkan penurunan sensitivitas Siprofloksasin dibandingkan dengan penelitian-
penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini, Siprofloksasin sensitif terhadap 61,76%
1
bakteri penyebab OMSK dengan angka resistensi 20,59% dari total bakteri
terisolasi dan intermediet 17,65%. Untuk bakteri terbanyak yakni Pseudomonas
aeruginosa angka sensitifitas mencapai 46,15%, intermediet 23,08%, dan yang
resisten 30,77%. Angka sensitifitas yang ditunjukkan oleh antibiotik klindamisin
terhadap bakteri penyebab OMSK sebesar 14,70%, intermediet 5,9%, dan resisten
79,40%. Sedangkan untuk kuman terbanyak yakni Pseudomonas aeruginosa angka
resistensi mencapai 100% (Wahida et al., 2016). Pengujian sensitivitas beberapa
jenis antibiotik yang berbeda dengan penelitian- penelitian lain terhadap
Pseudomonas aeruginosa dilakukan oleh Dewi NP dan Zahara D di RSUP H. Adam
Malik Medan pada tahun 2013. Didapatkan sensitivitas imipenem(100%),
piperasilin (100%), meropenem (94%), amikacin (89%), colistin (87%),tobramycin
(87%), piperacillin-tazobactam (86%), cefepime (72%), dan ceftazidim (72%)
(Dewi & Zahara, 2013). Pengujian tingkat sensitivitas Pseudomonas sp terhadap
Meropenem juga dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2019.
Ditemukan tingkat sensitivitas Pseudomonas sp yang tinggi terhadap Meropenem
yaitu 92,85% (Sasmita et al., 2020).
SIMPULAN DAN SARAN
Bakteri penyebab otitis media supuratif kronik (OMSK) terbanyak adalah
Pseudomonas sp dan Staphylococcus sp. Proteus sp pernah ditemukan sebagai
penyebab terbanyak OMSK pada tahun 2012, namun hanya sekali ditemukan lagi
pada tahun-tahun berikutnya. Antibiotik yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap
bakteri penyebab OMSK adalah Siprofloksasin pada hampir semua bakteri dan
meropenem untuk Pseudomonas sp. Walaupun sensitivitas Siprofloksasin terus
menurun tiap tahunnya, namun masih dapat dikatakan bahwa Siprofloksasin sensitif
dengan sensitivitas sebesar 61,76% pada tahun 2016. Amoksisilin yang sebelumnya
sensitif terhadap beberapa bakteri penyebab OMSK, sekarang didapatkan bahwa
Amoksisilin memiliki resistensi yang tinggi.
Masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah responden yang
lebih banyak dan wilayah yang lebih luas di Indonesia mengenai bakteri penyebab
OMSK dan kepekaannya terhadap antibiotik. Karena banyaknya kesalahan dalam
penggunaan antibiotik yang menyebabkan beberapa antibiotik mengalami
penurunan sensitivitas dan sampai menjadi resisten, maka disarankan untuk
dilakukan pengujian sensitivitas antibiotik secara berkala.
DAFTAR RUJUKAN
Acuin, J. (2004). Chronic suppurative otitis media. Clinical Evidence, 12, 710–729.
Ahmed, Z., Khan, T. Z., & Rahim, D. U. (2016). Otogenic complications of otitis
media : experience at tertiary care hospital Received : Accepted : Pak Surg,
32(1), 49–53.
Asroel, H. A., Siregar, D. R., & Aboet, A. (2010). Profil of Patient with Chronic
Suppurative Otitis Media. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 7(17),
567–571.
Dewi, N. P., & Zahara, D. (2013). Gambaran Pasien Otitis Media Supuratif Kronik
( OMSK ) di RSUP H . Adam Malik Medan Characteristic of Chronic
Suppurative Otitis Media at H . Adam Malik Hospital Medan. E-Journal
FK USU, 1(2), 1–6.
Edward, Y., & Novianti, D. (2015). Biofilm Pada Otitis Media Supuratif Kronik.
Jambi Medical Journal, 3(1), 68–78.
Farida, Y., Sapto, H., Oktaria, D., Kedokteran, F., Lampung, U., Tht, B., Sakit, R., &
Lampung,
A. M. (2016). Hanggoro dan Dwita |TatalaksanaTerkini Otitis Media
SupuratifKronis (OMSK) J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember. 6.
Hafizah, H., Qamariah, N., & Budiarti, L. Y. (2013). Perbandingan Sensitivitas
Bakteri Aerob Penyebab Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Benigna Aktif
Tahun 2008 Dan 2012. Berkala Kedokteran Unlam, 9(1), 75–83.
Kesehatan, K. (2006). KEPMENKES_879_2006.pdf.
Mamonto, N. D., Porotu’o, J., & Waworuntu, O. (2015). Pola Bakteri Aerob Pada
Pasien Dengan Diagnosis Otitis Media Supuratif Akut Di Poliklinik Tht-Kl
Rsup. Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado. Jurnal E-Biomedik,
3(1), 6–10.
https://doi.org/10.35790/ebm.3.1.2015.6844
Modak, V. B., Chavan, V. R., Borade, V. R., Kotnis, D. P., & Jaiswal, S. J. (2005).
Intracranial
complications of otitis media: In retrospect. Indian Journal of
Otolaryngology and Head and Neck Surgery, 57(2), 130–135.
https://doi.org/10.1007/BF02907667
Munaf, S., & Chaidir, J. (1994). Obat Antimikroba. EGC.
Rumimpunu, A. (2014). Pola Bakteri Aerob Dan Uji Kepekaan Terhadap
Antibiotika Pada Penderita Otitis Media Di Poliklinik Tht-Kl Blu Rsup
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Desember 2012 – Januari 2013.
Jurnal E-Biomedik, 2(1). https://doi.org/10.35790/ebm.2.1.2014.3860
Sasmita, B., Yaswir, R., & Lillah, L. (2020). Identifikasi Bakteri dan Sensitivitas
Terhadap Antibiotik Pada Otitis Media Supuratif Kronis Di RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(4), 22–26.
https://doi.org/10.25077/jka.v8i4.1104
Soepardi, E., Iskandar, N., Bashiruddin, J., & Restuti, R. (2007). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Fakulatas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Wahida, N., Kadriyan, H., & Aini, S. R. (2016). Perbedaan sensitivitas bakteri
penyebab otitis media supuratif kronik terhadap antibiotik siprofloksasin
dan klindamisin di poli THT RSUD Provinsi NTB. Jurnal Kedokteran,
5(2), 1–6.
LEMBAR KONSULTASI