Anda di halaman 1dari 76

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn.A DENGAN DIAGNOSA OTITIS MEDIA KRONIS


PADA SISTEM PENDENGARAN

DI SUSUN OLEH :

Armeliati
2018.c.10a.0959

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini di susun oleh :


Nama : Armeliati
Nim : 2018.C.10a.0959
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul :“Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada Tn.A
dengan diagnosa medis Otitis Media Kronis Sistem
pendengaran”
Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan
Praktik Pra Klinik Keperawatan II Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik

Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini di susun oleh :


Nama : Armeliati
Nim : 2018.C.10a.0959
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul :“Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada Tn.A
dengan diagnosa medis Otitis Media Kronis Sistem
pendengaran”
Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan
Praktik Pra Klinik Keperawatan II Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Mengetahui, Pembimbing Akademik


Ketua Prodi Sarjana Keperawatan

Meilitha Carolina, Ners.,M.Kep Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners

iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan dan Juga Asuhan Keperawatan dengan judul Laporan pendahuluan
dan asuhan keperawatan pada Tn.A dengan diagnosa Otitis Media Kronis pada
sistem pendengaran ” Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini disusun
dalam rangka untuk memenuhi ataupun melengkapi tugas mata kuliah Praktik
Praklinik Keperawatan I.
Laporan Pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak .Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Ibu Maria Adelheid ,S.Pd,.M.Kes Selaku Ketua STIKES Eka Harap Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina ,Ners., M.Kep Selaku Ketua Program Studi Ners STIKES
Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Meida Sinta Araini , S.Kep.,Ners Selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah
Praktik Praklinik Keperawatan I.
4. Rimba Aprianti., S.Kep., Ners Selaku dosen pembimbing Akademik di ruang
Pendengaran
5. Secara Khusus kepada pihak dari Rumah Sakit Doris Sylvanus yang telah
memberikan izin tempat.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan dan juga asuhan keperawatan
ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh dari kata sempurnaq . Oleh karena itu, saya
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-
mudahan laporan pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini dapat mencapai
sasaran yang diharapkan sehingga dapar bermanfaat bagi kita semua.
Palangka Raya, 1 Oktober 2020
Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ............................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN .................................... Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN ................................... iError! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ............................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ....................................................................................................... i
BAB 1 PENDAHULUAN....................................... Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar
Belakang…………………………………………………………..Error!
Bookmark not defined.
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................ 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4
2.1 Konsep Penyakit Otitis Media Kronis ................................................... 4
2.1.1 Definisi Otitis Media Kronis ........................................................... 4
2.1.2 Anatomi Fisiologi ........................................................................... 4
2.1.3 Etiologi Otitis Media Kronis ........................................................... 9
2.1.4 Klasifikasi Otitis Media Kronis ..................................................... 10
2.1.5 Patofisiologi (Pathways) ............................................................... 11
2.16 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala) .......................................... 14
2.1.7 Komplikasi ................................................................................... 15
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang ................................................................ 16
2.1.9 Penatalaksanaan Medis ................................................................. 17
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan ......................................................... 24
2.2.1 Pengkajian Keperawatan ............................................................... 24
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ................................................................. 30
2.2.3 Intervensi Keperawatan ................................................................ 31
2.2.4 Implementasi Keperawatan ........................................................... 33
2.2.5 Evaluasi Keperawatan ................................................................... 33
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................... 34
3.1 Pengkajian ........................................................................................... 34
3.2 Diagnosa .............................................................................................. 35
3.3 Intervensi ............................................................................................. 36
3.4 Implementasi ....................................................................................... 38
3.5 Evaluasi ............................................................................................... 38
BAB 4 PENUTUP ............................................................................................ 42
4.1 Kesimpulan.......................................................................................... 42
4.2 Saran ................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 44

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbangan). Anatominya juga sangat rumit . Indera
pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara,
dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada
kemampuan mendengar.( Ari, Elizabeth. 2017.102).
Otitis media adalah peradangan akut atau kronis yang dimana seluruh
pericilium telinga tengah. Saat bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa
menyebabkan infeksi saluran tersebut. Sehingga terjadilah pembengkakan di
sekitar saluran, mengakibatkan tersumbatnya saluran. (Mansjoer, 2010, 76). Otitis
Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, 2011). Otitis Media
Akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah
(Brunner & Suddarth. 2017.).
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid (Ahmad Mufti, 2015)
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat laporan studi kasus
tentang Asuhan Keperawatan Pada Tn.A dengan Otitis Media Kronis di Ruang
Pendengaran RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. Untuk menambah
wawasan dan memberika informasi bagaimana cara pengobatan dan asuhan
keperawatan pada klien yang mengalami Otitis Media Kronis.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah
yaitu : Bagaimana cara pemberian Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan
Diagnosa Medis Otitis Media Kronis pada sistem pendengaran ?

1
2

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan
Diagnosa Medis Otitis Media Kronis pada sistem pendengaran .
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu melengkapi Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan
Diagnosa Medis Otitis Media Kronis pada sistem pendengaran .
1.3.2.2 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan pada Tn.A
dengan Diagnosa Medis Otitis Media Kronis di ruang pada sistem
pendengaran .
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menganalisa kasus dan merumuskan masalah
keperawatan pada Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan Diagnosa Medis
Otitis Media Kronis di pada sistem pendengaran .
1.3.2.4 Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan yang mencakup
intervensi Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan Diagnosa Otitis Media
Kronis pada sistem pendengaran .
1.3.2.5 Mahasiswa mampu melakukan implementasi atau pelaksanaan tindakan
Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan Diagnosa Otitis Media Kronis pada
sistem pendengaran .
1.3.2.6 Mahasiswa n mampu mengevaluasi hasil dari Asuhan Keperawatan pada
Tn.A dengan Diagnosa Medis Otitis Media Kronis pada sistem
pendengaran.
1.3.2.7 Mahasiswa mampu mendokumentasikan hasil dari Asuhan Keperawatan
pada Tn.A dengan Diagnosa Medis Otitis Media Kronis pada sistem
pendengaran .
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
3

pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1


Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Bagi Institusi
1.4.2.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan dan referensi tentang Otitis Media Kronis dan Asuhan
Keperawatannya.
1.4.2.2 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan Meningkatkan
mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan Otitis Media
Kronis melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara komprehensif.
1.4.3 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Otitis Media Kronis


2.1.1 Anatomi Fisiologi

Gambar 1.1.Anatomi Telinga

Telinga merupakan alat indera yang peka terhadap rangsangan berupa


gelombang suara. Telinga manusia mampu mendengar suara dengan frekuensi
antara 20- 20.000 Hz. Selain sebagai alat pendengaran, telinga juga berfungsi
menjaga keseimbangan tubuh manusia. Telinga manusia terdiri dari tiga bagian
yaitu bagian luar, bagian tengah, dan bagian dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas
daun telinga, liang telinga dan bagian lateral dari membran timpani. Daun telinga
dibentuk oleh tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Ke arah liang telinga
lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga lateral, dua
pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit yang melekat
erat dan berhubungan dengan membran timpani. Bentuk daun telinga dengan
berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus dengan
panjang sekitar 2,5 cm, akan menyebabkan terjadinya resonansi bunyi sebesar 3500
Hz. .( Ari, Elizabeth. 2017).
Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan
untuk keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu bagian
telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi menangkap
getaran bunyi, dan telinga tengah meneruskan getaran dari telinga luar ke telinga

4
5

dalam. Reseptor yang ada pada telinga dalam akan menerima rarigsang bunyi dan
mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk diolah. Telinga mempunyai reseptor
khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk keseimbangan. Ada tiga bagian
utama dari telinga manusia, yaitu bagian telinga luar, telinga tengah, dan telinga
dalam. Telinga luar berfungsi menangkap getaran bunyi, dan telinga tengah
meneruskan getaran dari telinga luar ke telinga dalam. Reseptor yang ada pada
telinga dalam akan menerima rarigsang bunyi dan mengirimkannya berupa impuls
ke otak untuk diolah.

Gambar 1.2 Anatomi Telinga

2.1.2.1 Telinga bagian luar


Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna, aurikula), saluran telinga luar
(meatus akustikus eksternus) dan selaput gendang (membrane tympani), bagian
telinga ini berfungsi untuk menerima dan menyalurkan getaran suara atau
gelombang bunyi sehingga menyebabkan bergetarnya membran tympani. Meatus
akustikus eksternus terbentang dari telinga luar sampai membrane tympani. Meatus
akustikus eksternus tampak sebagai saluran yang sedikit sempit dengan dinding
yang kaku. Satu per tiga luas meatus disokong oleh tulang rawan elastis dan sisanya
dibentuk oleh tulang rawan temporal. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah
rambut, kelenjar Sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah mengalami
modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang
berkelok-kelok yang mennnghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-
coklatan yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi
6

menangkap debu dan mencegah infeksi. Pada ujung dalam meatus akustikus
eksternus terbentang membrane tympani. Dia diliputi oleh lapisan luar epidermis
yang tipis dan pada permukaan dalamnya diliputi oleh epitel selapis kubus. Antara
dua epitel yang melapisi terdapat jaringan ikat kuat yang terdiri atas serabut-serabut
kolagen dan elastin serta fibroblast. Pada kuadran depan atas membran atas tympani
tidak mengandung serabut dan lemas, membentuk membran shrapnell.

Gambar 1.3 Anatomi Telinga

2.1.2.1 Telinga bagian tengah


Telinga tengah merupakan suatu rongga kecil dalam tulang pelipis (tulang
temporalis) yang berisi tiga tulang pendengaran (osikula), yaitu maleus (tulang
martil), inkus (tulang landasan), dan stapes (tulang sanggurdi). Ketiganya saling
berhubungan melalui persendian . Tangkai maleus melekat pada permukaan dalam
membran tympani, sedangkan bagian kepalanya berhubungan dengan inkus.
Selanjutnya, inkus bersendian dengan stapes. Stapes berhubungan dengan membran
pemisah antara telinga tengah dan telinga dalam, yang disebut fenestra ovalis
(tingkap jorong/ fenestra vestibule). Di bawah fenesta ovalis terdapat tingkap
bundar atau fenesta kokhlea, yang tertutup oleh membran yang disebut membran
tympani sekunder. Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak
pada lamina propria yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan.
Dalam telinga tengah terdapat dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes
yang mempunyai fungsi konduksi suara . maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh
epitel selapis gepeng.
7

Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran


eustachius(tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan
antara kedua sisi membrane tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut
menganga atau ketika menelan makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras,
membuka mulut merupakan usaha yang baik untuk mencegah pecahnya membran
tympani. Karena ketika mulut terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan
masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan
yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani.
2.1.2.1 Telinga bagian dalam
Telinga dalam merupakan struktur yang kompleks, terdiri dari serangkaian
rongga-rongga tulang dan saluran membranosa yang berisi cairan. Saluran-saluran
membranosa membentuk labirin membranosa dan berisi cairan
endolimfe,sedangkan rongga-rongga tulang yang di dalamnya berada labirin
membranosa disebut labirin tulang (labirin osseosa). Labirin tulang berisi cairan
perilimfe. Rongga yang terisi perilimfe ini merupakan terusan dari rongga
subarachnoid selaput otak, sehingga susunanz peri limfe mirip dengan cairan
serebrospinal. Labirin membranosa dilekatkan pada periosteum oleh lembaran-
lembaran jaringan ikat tipis yang mengandung pembuluh darah. Labirin
membranosa sendiri tersusun terutama oleh selapis epitel gepeng dikelilingi oleh
jaringan-jaringan ikat. Labirin terdiri atas tiga saluran yang kompleks, yaitu
vestibula, kokhlea (rumah siput) dan 3 buah kanalis semisirkularis (saluran
setengah lingkaran). Vestibula merupakan rongga di tengah labirin, terletak di
belakang kokhlea dan di depan kanalis semisirkularis. Vestibula berhubungan
dengan telinga tengah melalui fenesta ovalis (fenestra vestibule). Vestibule bagian
membran terdiri dari dua kantung kecil, yaitu sakulus dan utikulus. Pada sakulus
dan utikulus terdapat dua struktur khusus yang disebut makula akustika, sebagai
indra keseimbangan statis (orientasi tubuh terhadap tarikan gravitasi). Sel-sel
reseptor dalam organ tersebut berupa sel-sel rambut, yang didampingi oleh sel-sel
penunjang. Bagian atas sel tersebut tertutup oleh membran yang mengandung butir-
butiran kecil kalsium karbonat (CaCO3) yang disebut otolit. Perubahan posisi
kepala yang menimbulkan tarikan gravitasi, menyebabkan akan menyampaikan
8

impuls saraf ke cabang vestibular dari saraf vestibulokokhlear yang terdapat pada
bagian dasar sel-sel tersebut, yang akan meneruskan impuls saraf tersebut ke pusat
keseimbangan di otak.
Kanalis semisiskularis merupakan 3 saluran bertulang yang terletak di atas
belakang vestibula. Salah satu ujung dari masing-masing saluran tersebut
menggembung, disebut ampula. Masing-masing ampula berhubungan dengan
utrikulus. Pada ampula terdapat Krista akustika, sehingga organ indra
keseimbangan dinamis (untuk mempertahankan posisi tubuh dalam melakukan
respon terhadap gerakan). Seperti pada vestibula sel-sel reseptor dalam krista
akustika juga berupa sel-sel rambut yang didampingi oleh sel-sel penunjang, tetapi
di sini tidak terdapat otolit. Sel-sel reseptor disini distimulasi oleh
gerakanendolimfe. Ketika kepala bergerak akibat terjadinya perputaran tubuh,
endolimfe akan mengalir di atas sel-sel rambut. Sel-sel rambut menerima ransangan
tersebut dan mengubahnya menjadi impuls saraf. Sebagai responnya, otot-otot
berkonsraksi untuk mempertahankan keseimbangan tubuh pada posisi yang baru.
Kokhlea membentuk bagian anterior labirin, terletak di depan vestibula.
Berbentuk seperti rumah siput, berupa saluran berbentuk spiral yang terdiri dari 2
¾ lilitan, mengelilingi bentukan kerucut yang disebut mediolus. Penampang
melintang kokhlea menunjukkan bahwa kokhlea terdiri dari tiga saluran yang berisi
cairan.
2.1.2 Definisi Otitis Media Kronis
Otitis media adalah peradangan akut atau seluruh pericilium telinga tengah.
Saat bakteri melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran
tersebut. Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, mengakibatkan
tersumbatnya saluran. (Mansjoer, 2014, 76).
Otitis media adalah inflamasi pada bagian telinga tengah. Otitis media
sebenarnya adalah diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak – anak di bawah
usia 15 tahun
9

Gambar 1.4 Otitis Media


Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemu kan di klinik, yaitu :
1. Otitis Media Akut
2. Otitis Media Serosa (Otitis media dengan efusi)
3. Otitis Media Kronik
Otitis media kronik adalah radang kronik telinga tengah dengan perforasi
membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2
bulan, terus-menerus atau hilang timbul.
Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam
telinga tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini
sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh
obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive yang
telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak terdapat pada
anak yang telah sembuh dari otitis media akut dan biasanya dikenal dengan “glue
ear”. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang mendasari terjadinya
disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien
setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( eg : penyelam ) dan pada pasien
dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau alergi saluran napas atas yang
terjadi.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan Otitis Media Kronis
adalah infeksi menahun pada telinga tengah dimana otitis media kronis merupakan
kelanjutan dari otitis media akut. Lama kejadiannya kurang lebih satu bulan. Otitis
media kronis dapat menyebabkan kerusakan yang terus menerus pada telinga
10

tengah dan gendang telinga dan mungkin ada aliran yang terus menerus melalui
lubang pada gendang telinga.
2.1.3 Etiologi Otitis Eksterna
2.1.3.1 Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari
otitis media yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba
eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga
tengah juga akan terganggu
2.1.3.2 ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di sekitarnya
(misal : sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitis
alergika). Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar
kemungkinan terjadinya otitis media . Pada bayi, otitis media dipermudah
karena tuba eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.
2.1.3.3 Bakteri
Bakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah
Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis,
dan bakteri piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus,
Staphylococcus aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris.
Berikut adalah beberapa dari Faktor Resiko Otitis Media :
 Terlalu sering membersihkan telinga dengan cotton buds, ujung jari, atau
alat lainnya.
 Kelembaban merupakan factor penting terjadinya otitis eksterna.
 Sering berenang, air kolam renang menyebabkan maserasi kulit dan
merupakan sumber kontaminasi yang sering dari bakteri.
 Kanal telinga sempit
 Infeksi telinga tengah

2.1.4 Klasifikasi Media kronis


Klasifikasi Otitis Media yaitu :
2.1.4.1 Otitis Media
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa
sangat ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada
orang dewasa.
11

Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang


yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan
positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke
otoskop ), dapat mengalami perforasi.
1) Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
2) Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
3) Demam
4) Anoreksia
5) Limfadenopati servikal anterior
Stadium Otitis Media Akut
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium
yaitu:
1) Stadium oklusi tuba eustakhius
Adanya gambaran retraksi akibat terjadinya tekanan negative di dalam tekanan
tengah, karena adanya absorbs udara. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat
dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan Otitis Media Serosa yang
disebabkan oleh virus atau alergi.
2) Stadium hiperemesis (stadium presupurasi)
Stadium ini tampak pembuluh daerah yang melebar di membrane timpani atau
seluruh membrane timpani tampak hiperemesis serta edema. Secret yang telah
terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3) Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial,
serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan
membrane timpani menonjol kea rah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien
tampak sakit, suhu meningkat, rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila
tekanan nanah di cavum timpani tidak berkurang, maka terjadi ischemia akibat
tekanan pada kapiler dan timbulnya trombophlebitis pada vena kecil dan nekrosis
mukosa, dan submukosa. Nekrosis terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
berwarna kekuningan dan di tempat ini akan terjadi ruptur.
4) Stadium perforasi
12

Akibat terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka
dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah
ke liang telinga luar, pada keadaan ini anak yang tadinya gelisah menjadi tenang,
suhu badan turun dan anak tidur nyenyak. Keadaan ini disebut Otitis Media Akut
Stadium Perforasi.
5) Stadium resolusi
Bila membran timpani utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali, bila sudah
perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahanm tubuh
baik atau virulensi kuman reda, maka resolusi dapat terjadi, walaupun tanpa
pengobatan.
2. Otitis Media Serosa
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam
telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi
ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani tampak kusam
(warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat
gelembung udara dalam telinga tengah. Audiogram biasanya menunjukkan adanya
kehilangan pendengaran konduktif.
3. Otitis Media Kronik
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan
terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada
nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi
nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak
menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan
adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang
membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi.
Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil
audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan
pendengaran konduktif atau campuran.
Komplikasi yang terjadi :
1) Sukar menyembuh
2) Cepat kambuh kembali setelah nyeri telingaa berkurang
13

3) Ketulian sementara atau menetap


4) Penyebaran infeksi ke struktur sekitarnya yang menyebabkan mastoiditis akut,
kelumpuhan saraf facialis, komplikasi intracranial(meningitis, abses otak),
thrombosis sinus lateralis.
2.1.5 Patofisiologi
Patofisiologi otitis media kronis melibatkan berbagai faktor yang
berhubungan dengan tuba eutakhius, baik faktor lingkungan, faktor genetik atau
faktor anatomik. Tuba eustakhius memiliki tiga fungsi penting yang berhubungan
dengan kavum timpani:Fungsi ventilasi, proteksi dan rainase (clearance) penyebab
endogen misalnya gangguan silianpada tuba, deformitas pada palatum, atau
gangguan otot-otot pembuka tuba. Penyebab eksogen misalnya infeksi atau alergi
yang menyebabkan inflamasi pada muara tuba.
Otitis media supuratif kronik sebagian besar merupakan sequele atau
komplikasi otitis media akut (OMA) yang mengalami perforasi. Dapat juga terjadi
akibat komplikasi pemasangan pipa timpanostomi (pipa gromet) pada kasus otitis
media efusi (OME). Perforasi membran timpani gagal untuk menutup spontan,
terjadi infeksi berulang dari telinga luar atau paparan alergen dari lingkungan,
sehingga menyebabkan otorea yang persisten.
Infeksi kronis maupun infeksi akut berulang pada hidung dan tenggorok
dapat menyebabkan gangguan fungsi hingga infeksi dengan akibat otorea terus-
menerus atau hilang timbul. Peradangan pada membran timpani menyebabkan
proses kongesti vaskuler, sehingga terjadi suatu daerah iskemi, selanjutnya terjadi
daerah nekrotik yang berupa bercak kuning, yang bila disertai tekanan akibat
penumpukan discaj dalam rongga timpani dapat mempermudah terjadinya perforasi
membran timpani. Perforasi yang menetap akan menyebabkan rongga timpani
selalu berhubungan dengan dunia luar, sehingga kuman dari kanalis auditorius
eksternus dan dari udara luar dapat dengan bebas masuk ke dalam rongga timpani,
menyebabkan infeksi mudah berulang atau bahkan berlangsung terus-menerus.
Keadaan kronik ini lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada keseragaman
gambaran patologi. Ketidakseragaman gambaranpatologi ini disebabkan oleh
proses yang bersifat kambuhan atau menetap, efek dari kerusakan jaringan,serta
14

pembentukan jaringan parut Selama fase aktif, epitel mukosa mengalami perubahan
menjadi mukosa sekretorik dengan sel goblet yang mengeksresi sekret mukoid atau
mukopurulen. Adanya infeksi aktif dan sekret persisten yang berlangsung lama
menyebabkan mukosa mengalami proses pembentukan jaringan granulasi dan atau
polip. Jaringan patologis dapat menutup membran timpani, sehingga menghalangi
drainase,menyebabkan penyakit menjadi persisten.Perforasi membran timpani
ukurannya bervariasi. Pada proses penutupan dapat terjadi pertumbuhan epitel
skuamus masuk ke telinga tengah, kemudian terjadi proses deskuamasi yang akan
mengisi telinga tengah dan antrum mastoid, selanjutnya membentuk kolesteatoma
akuisita sekunder, yang merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman
pathogen dan bakteri pembusuk. Kolesteatoma ini mampu menghancurkan tulang
di sekitarnya termasuk rangkaian tulang pendengaran oleh reaksi erosi dari ensim
osteolitik atau kolagenase yang dihasilkan oleh proses kolesteatom dalam jaringan
ikat subepitel. Pada proses penutupan membran timpani dapat juga terjadi
pembentukan membran atrofik dua lapis tanpa unsur jaringan ikat, dimana
membran bentuk ini akan cepat rusak pada periode infeksi aktif.
15

WOC OTITIS MEDIA KRONIS Infeksi sekunder (ISPA) Trauma, Benda Asing
Bakteri Streptococcus,
Otitis media kronik adalah
Hemophylus Influenza
Ruptur Gendang Telinga radang kronik telinga tengah
dengan perforasi membran timpani
Invasi Bakteri dan riwayat keluarnya sekret dari
telinga (otorea) lebih dari 2 bulan,
Infeksi telinga tengah
terus-menerus atau hilang timbul.
(kavum timpani, tuba eustachius)

Kesulitan/sakit Proses peradangan Peningkatan produksi Tekanan udara pd Pengobatan tdk Kurangnya
menelan dan tuntas Informasi
mengunyah cairan serosa telinga tengah (-) Episode berulang
Nyeri
Akumulasi cairan Retraksi membran
Infeksi berlanjut dpt
Resiko pemenuhan kebuth Kurang pengetahuan
sampai ke telinga
nutrisi kurang dari mukus dan serosa timpani
dalam
kebutuhan Ruptur membran Hantaran suara / udara yg
diterima menurun Merusak tulang krn
Tjd erosi pd kanalis
timpani krn desakan Tinitus semisirkularis
Penurunan fungsi adanya epitel
Sekret keluar dan pendengaran
berbau tidak enak Tuli konduktif ringan skuamosa di dlm
Pening / vertigo
(otorrhoe) Kesimb. Tbh menurun
rongga telinga
Tindakan operasi dgn
Gangguan persepsi mastoidektomi
sensori pendengaran Resiko terjadi injuri / tengah
Ganggun Body trauma
Image
(kolesteatom)

Nyeri Cemas Resiko


Infeksi
akut
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
Adapun manifestasi klinis dari penderita otitis media kronis adalah :
2.1.6.1 Rasa sakit di dalam telinga
Rasa sakit di dalam telinga bisa bervariasi dari yang hanya berupa rasa tidak
enak sedikit, perasaan penuh didalam telinga, perasaan seperti terbakar hingga
rasa sakit yang hebat, serta berdenyut. Meskipun rasa sakit sering merupakan
gejala yang dominan, keluhan ini juga sering merupakan gejala sering
mengelirukan. Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan yang umum pada
tahap awal dari otitis eksterna difusa dan sering mendahului terjadinya rasa sakit
dan nyeri tekan daun telinga.
2.1.6.2 Gatal
Merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan pendahulu rasa sakit
yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Pada kebanyakan penderita rasa
gatal disertai rasa penuh dan rasa tidak enak merupakan tanda permulaan
peradangan suatu otitis eksterna akuta. Pada otitis eksterna kronik merupakan
keluhan utama.
2.1.6.3 Kurang Pendengaran
Mungkin terjadi pada akut dan kronik dari otitis eksterna akut. Edema kulit
liang telinga, sekret yang sorous atau purulen, penebalan kulit yang progresif
pada otitis eksterna yang lama, sering menyumbat lumen kanalis dan
menyebabkan timbulnya tuli konduktif. Keratin yang deskuamasi, rambut,
serumen, debris, dan obat-obatan yang digunakan kedalam telinga bisa
menutup lumen yang mengakibatkan peredaman hantaran suara
2.1.6.4 Membran timpani tampak merah dan menggelembung (Smeltzer & Bare, 2011:
2051). Menurut Adams (2011: 96) gejala otitis media berupa :
1) Nyeri
2) demam
3) malaise
4) nyeri kepala
5) membran timpani tampak merah dan menonjol abses telinga tengah

1
17

2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Perikondritis
Radang pada tulang rawan daun telinga yang terjadi apabila suatu trauma atau
radang menyebabkan efusi serum atau pus di antara lapisan perikondrium dan
kartilago telinga luar. Umumnya trauma berupa laserasi atau akibat kerusakan
yang tidak disengajakan pada pembedahan telinga. Adakalanya perikondritis
terjadi setelah suatu memar tanpa adanya hematoma. Dalam stage awal infeksi,
pinna dapat menjadi merah dan kenyal. Ini diikuti oleh pembengkakan yang
general dan membentuk abses subperikondrial dengan pus terkumpul di antara
perikondrium dan tulang rawan dibawahnya
2.1.7.2 Selulitis
Peradangan pada kulit dan jaringan subkutan yang dihasilkan dari infeksi
umum, biasanya dengan bakteri Staphylococcus atau Streptococcus. Hal ini
dapat terjadi sebagai akibat dari trauma kulit atau infeksi bakteri sekunder dari
luka terbuka, seperti luka tekanan, atau mungkin terkait dengan trauma kulit.
Hal ini paling sering terjadi pada ekstremitas, terutama kaki bagian bawah.
2.1.7.3 Gendang telinga robek.
2.1.7.4 Gangguan pendengaran hingga gangguan pendengaran secara permanen.
2.1.7.5 Perkembangan bicara dan pertumbuhan terhambat.
2.1.7.6 Penyebaran infeksi ke tulang di belakang telinga (mastoiditis) sampai ke selaput
otak (meningitis).
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita otitis media kronis adalah :
2.1.8.1 Pemeriksaan otoskopi memberikan informasi tentang gendang telinga yang
dapat digunakan untuk mendiagnosis otitis media. Otitis media akut ditandai
dengan penonjolan gendang telinga yang merah pada pemeriksaan otoskopi.
Penanda tulang dan reflek cahaya mungkin kabur.
2.1.8.2 Penggunaan alat pneumonik dengan otoskop fotoshop pneumatic lebih lanjut
membantu mendiagnosis otitis media. Dengan menekan balon berisi udara yang
dihubungkan ke otoskop, bolus kecil udara dapat diinjeksikan kedalam telinga
18

luar. Pada otitis media akut dan otitis media dengan efusi, mobilitas membrane
timpani akan berkurang.
2.1.8.3 Timpanogram, suatu pemeriksaan yang mencangkup pemasangan sonde kecil
pada telinga luar dan pengukuran gerakan membrane timpani (gendang telinga)
setelah adanya tonus yang terfiksasi, juga dapat digunakan untuk mengevaluasi
mobilotas membrane timpani.
2.1.8.4 Pemeriksaan audiologi memperlihatkan deficit pendengaran, yang merupakan
indikasi penimbunan cairan (infeksi atau alergi).
2.1.9 Penatalaksanaan Medis Penderita Otitis Media kronis
Pentalaksanaan yang diberikan bisa berupa metode preventif dan kuratif yang
meliputi cara-cara seperti berikut ini
2.1.9.1 Pencegahan
2.1.9.2 Penyuluhan
2.1.9.3 Pemberian obat topikal
2.1.9.4. Pemberian obat antibiotik oral
2.1.9.5. Konsultasi secara teratur
2.1.9.6 Stadium oklusi
Pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius, sehingga
tekanan negative di telinga tengah hilang. Pemberian obat tetes hidung : HCl efedrin
0,5% dalam larutan fisiologis (usia di atas 12 tahun) sumber infeksi harus diobati,
antibiotika diberikan bila penyebab penyakit adalah kuman bukan virus atau alergi
2.1.9.7 Stadium presupurasi
Pemberian antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Bila membran
timpani terlihat hiperemis difus dilakukan Miringotomi. Antibiotika yang diajurkan
golongan Penicillin diberikan Eritromisin.
2.1.9.8 Stadium supurasi
Pemberian antibiotika dan tindakan miringotomi jika membran timpani masih
utuh untuk menghilangkan gejala klinis dan ruptur dapat dihindari.
2.1.9.9 Stadium resolusi
Pemberian antibiotika dilanjutkan sampai 3 minggu jika tidak terjadi resolusi.
19

2.1.9.10Tindakan pembedahan

2.1 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan (Pemeriksaan Fisik B1-B6)
2.2.1.1 Pengumpulan Data
2.2.1.2.1Biodata identitas klien dan penanggung jawab
Identitas Klien
Dikaji nama, jenis kelamin, agama, alamat, suku bangsa, pekerjaan dan lain-lain.
Identitas penanggung jawab Dikaji nama, alamat, pekerjaan dan hubungan dengan
klien.
2.2.1.2.2 Keluhan utama
Pasien mengatakan keluar cairan warna kekuning-kuningan pada telinga
kanan dan pasien merasa pendengaran berkurang.
2.2.1.2.3 Riwayat keluhan utama
Pasien mengatakan keluar cairan warna kekuning-kuningan pada telinga
kanan dan pasien merasa pendengaran berkurang.
2.2.1.2.4 Riwayat penyakit sekarang
Satu minggu yang lalu, pasien mengatakan telinga keluar cairan warna
kekuning-kuningan. 1 minggu yang lalu pasien membersihkan telinga
dengan menggunakan peniti, karena telinga terasa gatal dan sakit kemudian
berwarna kekuning-kuningan kemudian pasien memeriksakan telinganya di
RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya Pada tanggal 01 oktober 2020.
20

2.2.1.2.5 Riwayat penyakit dahulu


Pasien mengatakan sebelumnya belum pernah menderita penyakit seperti
ini. Pasien juga tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi, DM, jantung
dan paru-paru.
2.2.1.2.6. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
keturunan dan menular.
2.2.1.2.7 Riwayat psikososial
2.2.1.2.8 Pola fungsi kesehatan
2.3.1.2.9 Pola nutrisi dan metabolik
2.3.1.2.10 Pola eliminasi
2.3.1.2.11 Pola aktivitas dan latihan
2.2.1.2 Pemeriksaan fisik
2.2.1.2.1 Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1) Sistem integumen
2) Sistem pernapasan
3) Sistem pengindraan
4) Sistem kordiovaskuler
5) Sistem gastrointestinal
6) Sistem muskuloskeletal
7) Sistem neurologis
8) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
2.3.2.1 Infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme. (D.0142.Hal.304)
2.3.2.2 Gangguan fungsi pendengaran berhubungan dengan adanya otore. (D.0119
Hal.264)
2.3.2.3 Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan penyakit otitis media.
(D.0086 Hal.192)
21

2.3.3 Intervensi Keperawatan


2.3.3.1 Dx. I
1. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 7 jam infeksi
hilang.
2. Kriteria Hasil:
1) Infeksi hilang
2) Pasien tampak tenang
3) Telinga bersih tidak ada otore
3.Intervensi :
1) Kaji adanya infeksi

2) Lakukan aseptik

3) Kaji keadaan umum dan tanda-tanda vital

4) Lakukan irigasi telinga

5) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik

2.3.3.2 Dx. II
1. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 7 jam pendengaran
baik atau normal
2. Kriteria Hasil :
1) Pasien nampak senang
2) Pasien nampak rileks
3) Pendengaran baik ataunormal
3.Intervensi :
1) Kaji tingkat kerusakan pendengaran
2) Berikan cara komunikasi yang jelas
3) Lakukan pemeriksaan telinga
4) Kolaborasi dalam pemasangan alat bantu telinga
2.3.3.3.Dx. III
1. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 7 jam menyatakan
pemahaman akan perubahan dan penerimaan terhadap diri sendiri.
22

2. Kriteria Hasil : Pasien menerima keadaannya saat ini.


3. Intervensi :
1) Kaji tingkat perasaan penerimaan keadaan pasien.
2) Dorong dan beri dukungan dalam perawatan
3) Bantu pasien dalam mengatasi perubahan
4) Kolaborasi dengan psikiatri dalam program pengobatan
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana
keperawatan diantaranya : Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah
dilakukan validasi, ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien
dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang
muncul pada pasien (Budianna Keliat, 2005).
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi
adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien,
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
pada asuhan keperawatan. (Budianna Keliat, 2010).
23

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Armeliati


NIM : 2018.C.10a.0959
Ruang Praktek :-
Tanggal Praktek : 01 Oktober 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 01 Oktober 2020 pukul : 08:00 WIB

3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN


3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.A
Umur : 22 Tahun
TTL : Palangka Raya, 22 Desember 1997
Jenis Kelamin : Laki -Laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Dayak, Indonesia
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Punai III No. 10, Palangka Raya
Tgl MRS : 30 September 2020
Diagnosa Medis : Otitis Media Kronis
3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan
3.1.2.1 Keluhan Utama :
Pasien mengatakan kurang lebih 2 bulan terdapat cairan berwarna kekuning -
kuningan yang keluar dari telinga bagian kanan.
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien atas nama Tn.A usia 22 tahun, pada tanggal 30 september 2020 pukul 09:00
Wib di bawa oleh keluarga nya dengan keluhan selama kurang lebih 2 bulan keluar
cairan berwarna kekuning-kuningan dari telinga bagian kanan. Kurang lebih 2 bulan
sebelum di bawa kerumah sakit, tepat nya pada tanggal 16 juli 2020 pasien juga
mengeluh telinga nya tersa gatal sehingga pasien berinisiatif untuk untuk

23
24

membersihkan telinga nya dengan menggunakan bagian peniti yang bulat.Selang 2 hari
pendengaran dari pasien berkurang dan telingga pasien mengeluarkan cairan yang
berwarna kekuning -kuningan.Melihat keadaan tersebut pasien mencoba membeli obat
tetes telinga di salah satu apotik di daerah nya namun kondisi telinga pasien tidak
kunjung sembuh sampai akhirnya pasien di bawa oleh keluarga ke RS.X dan di bawa
ke ruang IGD. Selama, di rumah sakit pasien mendapatkan terapi infus Otsu D5 1/4
900cc/hari, inj Ceftriaxone 2x450mg, Ceprofloxacin 2x 500 mg ( oral ),
methylprednisolo 2x500 mg ( oral ), akilen ear drop 2x4 tetes telinga, dan juga dari
hasil pemeriksaan otoskopi di dapatkan cairan cairan berwarna kekuning-kuningan dan
juga perforasi membrane timpani pada bagian telinga kanan dan kemudian pasien di
pindahkan ke ruangan X di rumah sakit tersebut untuk di rawat inap.
3.1.2.3 Riwayat Kesehatan Lalu
Pasien mengatakan pernah di rawat di Rs.Mumadiyah pada tanggal 02 juni 2020
dengan penyakit thypes dan tidak pernah di operasi
3.1.2.4 Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan
dan menular
Genogram Keluarga

3.1 Bagan genogram Keluarga


25

Keterangan :
: Perempuan
: Laki-laki

: Klien

: Meninggal dunia

: Tinggal serumah

: Ikatan Keluarga

3.1.3 Pemeriksaan fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum
Klien Berpakaian kurang rapi,kesadaran compos menthis, pasien tampak lemas,
pasien berbaring dengan posisi supinasi/semi fowler .
3.1.3.2 Status Mental
Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi wajah datar, bentuk badan klien
kurus, cara berbaring supinasi / semi fowler klien dalam keadaan sadar dan sedih
mampu berbicara dengan jelas , penampilan klien kurang rapi. Klien dalam keadaan
sadar sehingga dapat dilakukan pengkajian tentang orientasi waktu(Klien dapat
membedakan waktu pagi,siang,malam) , orientasi orang (Klien dapat membedakan
perawat dan keluarga), orientasi tempat (Klien mengetahui sekarang di RS),
mekanisme pertahanan klien adaftif Keluhan lain tidak ada.
3.1.3.3 Tanda-tanda vital
Suhu/T : 37 0C  Axilla
Nadi/HR : 88x/menit
Pernapasan/RR : 20x/menit
Tekanan Darah/BP : 130/90mm Hg
26

3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)


Bentuk dada simetris, kebiasaan merokok tidak ada, tidak batuk , tidak adanya
sputum, sianosis tidak ada, nyeri dada tidak ada, sesak napas tidak ada , tipe pernafasan
perut dan dada , irama pernafasan teratur, tidak ada suara nafas tambahan.
Keluhan lain tidak ada.
Masalah keperawatan:

3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)


Suara jantung normal, bunyi lub dup, capillary reflill< 2 detik, asites tidak ada,
terdapat oedema tidak ada, vena jugularis tidak meningkat.
Keluhan lain :tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS Ny.S E : 4 V:5, M: 6 total nilai GCS: 15. Kesadaran klien compos
menthis , pupil isokor, reaksi cahaya kanan dan kiri positif.
Uji syaraf kranial:
3.1.3.6.1 Nervus Kranial I ( olfaktoris): Klien dapat membedakan bau minyak kayu
putih dan alkohol
3.1.3.6.2 Nervus Kranial II (optikus) :Klien dapat membaca dengan jelas
3.1.3.6.3 Nervus Kranial III (okulomotorius) :Pupil pada mata klien bergerak dengan
baik
3.1.3.6.4 Nervus Kranial IV (trochlear): Klien dapat menggerakkan bola matanya
keatas dan kebawah
3.1.3.6.5 Nervus Kranial V (trigeminus):Klien dapat mengubah makanan yang di
makanya
3.1.3.6.6 Nervus Kranial VI (abdusen):Klien dapat menggerkkan bola mata ke
samping
3.1.3.6.7 Nervus Kranial VII (fasialis)::Klien dapat tersenyum
3.1.3.6.8 Nervus Kranial VIII (vestibulokokhlearis)::Klien tidak dapat mendengar
perkataan perawat dengan jelas
3.1.3.6.9 Nervus Kranial IX (glosofaringeus):Klien dapat menelan dengan baik
27

3.1.3.6.10 Nervus Kranial X (vagus): Klien dapat berbicara dengan jelas


3.1.3.6.11 Nervus Kranial XI (assesorius) :Klien dapat menggerakkan bahu dan
kepalanya
3.1.3.6.12 Nervus Kranial XII (hipoglosus):Klien dapat menggerakkan lidahnya
Uji kordinasi ekstermitas atas jari ke jari tidak dilakukan, uji jari ke hidung tidak
dilakukan, ekstermitas bawah tumit ke jempol kaki tidak dilakukan, uji kestabilan
tubuh tidak dilakukan.
Keluhan lain :Klien mengatakan adanya cairan berwarna kekuning-kuningan
dari telinga bagian kanan dan terasa nyeri
Masalah keperawatan : Infeksi
3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Produksi urin 1000 ml 24 x/ jam, warna kuning, bau khas urine ( Amoniak),
klien dapat BAK dengan lancar dan tidak ada masalah.
Keluhan lain :tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.3.8 Eliminasi Alvi (bowel)
Bibir klien lembab tidak ada pecah-pecah, gigi klien baik dan lengkap , gusi
klien baik merah muda dan tidak ada pradangan , lidah klien banyak jamur berwarna
putih , mukosa klien baik tidak ada peradangan, tonsil klien baik tidak meradang,
rectum baik, klien tidak memiliki hemoroid. Klien dapat buang air besar setiap hari
sebanyak 2 kali , nyeri tekan pada bagian abdomen tidak ada, tidak ada benjolan.
Keluhan lain :tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.3.9 Otot-Otot- Integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi klien bebas, ukuran otot simetris, uji kekuatan otot
klien ekstermitas atas 5/5, ekstermitas bawah 5/5 tidak ada peradangan, perlukaan dan
patah tulang, tulang belakang klien normal.
3.1.3.10 Kulit-kulit Rambut
Klien memiliki riwayat alergi terhadap obat ( klien mengatakan alergi obat
Rimfampicin), makanan( klien mengatakan telor,ayam,ikan tongkol), kosmetik ( Tidak
ada) atau yang lainnya. Suhu kulit klien hangat, warna kulit klien normal, turgor kulit
28

cukup, tekstur kasar, tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, tekstur rambut baik,
distribusi rambut lurus dan merata , bentuk kuku simetris, kuku klien tampak pendek.
Keluhan lain :tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada
3.1.3.11 Sistem Pengindraan
Mata dan penglihatan, fungsi penglihatan klien baik, bola mata dapat bergerak
secara normal, visus mata kanan dan kiri tidak dikaji, scklera normal/putih, konjunctiva
merah muda, kornea bening klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan, tidak ada
nyeri, keluhan lain tidak ada. Fungsi pendengaran klien kurang baik, hasil pemeriksaan
garputala di dapatkan aurikula sinistra rinne (-) ,aurikula dekstra rinne (+), Schwabach
( memanjang ) ,weber dari aurikula lateralisasi cenderung ke sisi kanan, fungsi
hidung/penciuman, simetris, tidak ada lesi dan nyeri tekan sinus.
Keluhan lain :Klien tidak mampu mendengarkan perkataan perawat dengan
jelas
Masalah keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori Pendengaran
3.1.3.12 Leher dan Kelenjar Limfe
Massa tidak ada, jaringan parut tidak ada, kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar
tyroid tidak teraba, mobilitas leher bebas.

3.1.3.13 Sistem Reproduksi

Pada sistem reproduksi tidak ada di lakukan pengkajian

3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan


3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan penyakit
Pasien mengatakan kesehatan merupakan suatu keadaan terbebas dari
penyakit.Sedangkan penyakit adalah keadaan dimana fisik terganggu karena terjadi
proses penyakit.
3.1.4.2 Nutrisida Metabolisme
Klien memiliki tinggi badan 160 Cm, berat badan sekarang 55 kg , berat badan
sebelum sakit 56 Kg, mual muntah tidak ada, kesukaran menelan tidak ada, tidak ada
keluhan lainnya.
29

IMT = BB : TBxTB
IMT = 55 : 160x 160 = 21,4 ( Berat badan ideal)

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit


Frekuensi/hari 3x Sehari 3x Sehari
Porsi setengah Porsi 1 Porsi
Nafsu makan Berkurang Baik
Jenis Makanan Nasi, Sayur, ikan, Nasi, Sayur,
buah ikan, buah
Jenis Minuman Air Putih,teh Air Putih,teh
Jumlah minuman/cc/24 jam 5-4 gelas 6-10 gelas
Kebiasaan makan Pagi, siang, malam Pagi, siang,
malam
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
3.1 Tabel pola makan sehari-hari
Masalah Keperawatan :

3.1.4.3 Pola Istirahat dan Tidur


Pasien mengatakan sebelum sakit tidur pada malam hari 6-7 jam sedangkan pada
siang hari 1-2 jam. Saat sakit pasien tidur 5-6 jam dan siang hari 1-2 jam Masalah
keperawatan: tidak ada masalah
3.1.4.4 Kognitif
klien mengatakan tidak mengetahui penyakit yang diderita saat ini.
Masalah keperawatan: Defisit Pengetahuan
3.1.4.5 Konsep Diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri)
Pasien mengatakan tentang keadaannya saat ini, pasien terlihat sedih pasien
menyadri bahwa klien sedang sakit pasien tetap menerima kedaannya dengan baik dan
berdoa selalu untuk kesembuhannya.
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
30

Saat sakit aktivitas sehari-hari yang dilakukan klien hanya berbaring dan tidur,
sedangkan saat sehat klien mampu melakukan aktivitas ringan secara mandiri. Masalah
keperawatan tidak ada.
3.1.4.7 Koping-Toleransi Terhadap Stres
Apabila ada masalah klien menceritakan kepada keluarga

3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan


Klien dan keluarga beragama islam dan tidak memiliki nilai-nilai/keyakinan
yang bertentangan dengan proses keperawatan. Tidak ada masalah keperawatan.

3.1.5 Sosial-Spiritual
3.1.5.1 Kemampuan Berkomunikasi
Klien mampu berkomunikasi dengan keluarga,perawat,dan dokter.
3.1.5.2 Bahasa Sehari-hari
Bahasa sehari-hari yang digunakan klien dan keluarga berupa bahasa
Indonesia dan jawa .
3.1.5.3 Hubungan Dengan Keluarga
Pasien mempunyai satu anak dan suami serta mempunyai hubungan baik dan
harmonis
3.1.5.4 Hubungan Dengan Teman/ petugas kesehatan/ orang lain
Hubungan dengan petugas kesehatan baik
3.1.5.5 Orang Berarti/ Terdekat
Pasien mempunyai satu anak dan suami serta mempunyai hubungan baik dan
harmonis
3.1.5.6 Kebiasaan Menggunakan Waktu Luang
Tidur dan mengobrol kepada keluarga
3.1.5.7 Kegiatan Beribadah
Saat sehat klien rutin mengikuti ibadah, Selama klien sakit hanya bisa berdoa
di tempat tidur
31

3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)


Data penunjang : 30 September 2020
Parameter Hasil Interpretasi
Leukocyte 15,1/ul ( Meningkat 4.5-11.0 10^3/uL
adanya leukositosis yang
menandakan infeksi
bakteri)

Data penunjang : 30 September 2020


Hasil Tes Penala
Rinne Weber Schwabach
Aurikula Sinistra - Lateralisasi ke sisi Memanjang
kanan
Aurikula Dekstra + Sama dengan
pemeriksa
Data penunjang : 30 September 2020
Hasil Tes Pemeriksaan Otoskopi

Hasil pemeriksaan otoskopi di dapatkan cairan berwarna kekuning-kuningan dan juga


perforasi membrane timpani pada bagian telinga kanan.

3.1.7 Penatalaksanaan Medis

Data penunjang : 30 September 2020


Nama Obat Dosis Rute Indikasi
Ciprofloxacin 2x 500 mg Oral 1.Antibiotik untuk pengobatan
beberapa infeksi bakteri.
32

Methylprednisolo 2x 500mg Oral 2.Obat untuk mengatasi penyakit


ne yang menyebabkan peradangan

3.Digunakan untuk menangani


Neomycin 3x1 Otic infeksi bakteri yang terjadi di organ
tersebut

Amoxcilin 4.Obat untuk menghambat


pertumbuhan bakteri yang
3x1 Oral menyebabkan infeksi di organ paru-
paru, saluran kemih, kulit, serta di
bagian telinga, hidung, dan
tenggorokan.

Palangka Raya, 01Oktober 2020

Mahasiswa,

Armeliati
NIM: 2018.C.10a.0959
33

ANALISA DATA

DATA SUBYEKTIF DAN DATA KEMUNGKINAN


MASALAH
OBYEKTIF PENYEBAB
DS :
Pasien mengatakan telinga kanan
keluar cairan berwarna kekuning-kuningan

DO:
Terlihat ada cairan warna kekuning-
kuningan pada telinga kanan
Hasil TTV: Masuknya
TD: 130/90 mmHg mikroorganisme
N:88X/M
RR:20x/m Lubang telinga
S: 37𝑂 C tengah
Leukocyte 15,1/ul ( Meningkat adanya
leukositosis yang menandakan infeksi Menimbulkan
Infeksi
bakteri) ( Batas Normal Leukocyte 4.5- peradangan
11.0 10^3/uL )
Timbul otore,
Hasil pemeriksaan otoskopi di dapatkan secara terus
menerus
cairan cairan berwarna kekuning-kuningan
dan juga perforasi membrane timpani pada Infeksi
bagian telinga kanan.
34

DS :
Pasien mengatakan pendengarannya Gangguan telinga
berkurang dalam
DO:
Pasien nampak berulang kali tanya jika Perawatan diri
Ditanya Tampak wajah pasien yang salah
memperhatikan jika ditanya
Hasil TTV: Radang pada Gangguan
1. TD: 130/90 mmHg telinga persepsi
N:88X/M sensori
RR:20x/m Penurunan syaraf pendengaran
S: 37 C pendengaran
Hasil pemeriksaan Penala :
Aurikula Sinistra Rinne (-) Schwabach Gangguan fungsi
( Memanjang ) pendengaran
Aurikula Dekstra Rinne (+)
Weber dari Aurikula Lateralisasi
cenderung ke sisi kanan
DS:
Klien mengatakan tidak tahu tentang
penyakitnya kurang terpaparnya
informasi
DO:
1. Klien tampak binggung
2. Klien tampak bertanya tentang Ketidatahuan
penyakitnya menemukan Defisit
3. Pendidikan terakhir SMA sumber informasi Pengetahuan

menanyakan
masalah yang di
hadapi
35
36

PRIORITAS MASALAH

1. Infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme.


2. Gangguan Persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan hantaran suara /
udara yang di terima berkurang
3. Defisit pengetahuan b/d kurang terpaparnya informasi ditandai dengan
menanyakan masalah yang di hadapi ,menunjukan persepsi yang keliru
terhadap masalah.
INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn A

Ruang Rawat : -

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Setelah di lakukan tindakan 1. Ukur ttv pasien 1. Untuk mengetahui keadaan
keperawatan selama 3 x 24 jam di
Infeksi berhubungan dengan 2. Identifikasi adanya infeksi pasien
harapkan kriteria hasil :
masuknya mikroorganisme. 1) Infeksi hilang 3. Lakukan aseptik 2. Mengetahui ada atau tidak
2) Pasien tampak tenang adanya infeksi
4. Lakukan irigasi telinga
3) Telinga bersih tidak ada otore 3. Agar terhindar dari infeksi
5. Kolaborasi dalam 4. Membersihkan telinga dari
pemberian antibiotik kotoran atau benda asing
5. Untuk mengatasi infesi pada
telinga.

Gangguan Persepsi sensori Setelah dilakukan tindakan 1. Ukur ttv pasien 1. Mengetahui tingkat
pendengaran berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam, 2. Ukur tingkat kerusakan kerusakan pendengaran
pendengaran
hantaran suara / udara yang di diharapkan sesak berkurang atau 2. Memudahkan pasien
3. Berikan cara komunikasi yang
terima berkurang hilang. jelas memahami dalam
Kriteria hasil : 4. Lakukan pemeriksaan telinga mendengar
5. Kolaborasi dalam pemasangan
1) Pasien nampak senang 3. Untuk menilai keadaan
alat bantu telinga
2) Pasien nampak rileks dalam lubang dan gendang
telinga.

1
38

3) Pendengaran baik atau 4. Memudahkan pasien untuk

normal mendengar

Defisit pengetahuan b/d kurang Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi pengetahuan 1. Mempermudah dalam
klien tentang penyakitnya memberikan penjelasan
terpaparnya informasi ditandai keperawatan selama 1x7 jam
2. Jelaskan tentang penyakit, pada klien
dengan menanyakan masalah yang diharapkan pengetahuan klien identifikasi penyebab, dan 2. Meningkatkan pengetahuan
jelaskan kondisi tentang klien dan mengurangi
di hadapi ,menunjukan persepsi bertambah dengan kriteria hasil :
klien. cemas.
yang keliru terhadap masalah. 1. Klien mengetahui penyakitnya 3. Jelaskan tentang program 3. Mempermudahkan untuk
pengobatan alternatif melakukan intervensi
( D0111.Hal 246 ) 2. Klien mengetahui cara
4. Tanyakan kembali keperawatan
pengobatan penyakitnya pengetahuan klien tentang 4. Untuk mengetahui tingkat
penyakitnya dan cara pengetahuan klien tentang
pengobatannya penyakitnya
39

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Jam Nama Perawat
DX.1 Kamis 01 oktober 2020 1. Mengukur TTV pasien S : Pasein mengatakan cairan
2. Mengidentifikasi adanya
Jam :09:00 wib yang keluar dari telinga pasien
infeksi
sedikit berkurang dari
3. Melakukan aseptik
sebelumnya.
4. Mengidentifikasi keadaan
O:
umum
1. Hasil TTV:
Armeliati
5. Melakukan irigasi telinga
TD: 130/90 mmHg
6. Berkolaborasi dalam N:88X/M
pemberian antibiotik RR:20x/m
S: 37 C
2. Hasil Identifikasi Infeksi :
Nampak telinga kanan
otore berkurang, keluar
cairan warna kekuning-
kuningan
3. Aseptik sudah dilakukan
4. Hasil identifikasi keadaan
umum :
Klien Berpakaian kurang
rapi,kesadaran compos
menthis, pasien tampak
lemas, pasien berbaring
40

dengan posisi
supinasi/semi fowler .
5. Irigasi telinga sudah di lakukan
6. Pemberian antibiotik pada
pasien yaitu Amoxcilinc
3x1 mg per Oral
A : Masalah infeksi teratasi
sebagian
P : Intervensi dipertahankan :
 Lakukan pemeriksaan dan
irigasi telinga
 Kaji keadaan umum dan
tanda-tanda vital
 Kolaborasi dalam
pemberian antibiotik
Dx 2 Kamis 01 oktober 2020 1. Mengukur TTV pasien S : Pasien mengatakan
2. Mengidentifikasi tingkat
Jam : 10.00 Wib pendengaran masih terganggu
kerusakan pendengaran
O:
3. Berikan cara komunikasi
Hasil TTV:
Armeliati
yang jelas
TD: 130/90 mmHg
4. Melakukan pemeriksaan N:88X/M
telinga RR:20x/m
S: 37 C
5. Berkolaborasi dalam Hasil Identifikasi tingkat
pemasangan alat bantu kerusakan telinga:
Nampakadanya otore pada
telinga telinga kanan dan kiri,
terdapat sobekan kecil pada
41

gendang telinga dan


adanya cairan warna
kekuning-kuningan
Memberikan cara berkomunikasi
yang baik dan jelas kepada pasien
sudah di lakukan.
A : Masalah gangguan persepsi
pendengaran teratasi sebagian
P : Intervensi dipertahankan
- Lakukan pemeriksaan
telinga
- Bantu dalam komunikasi
dengan orang lain
DX.3 Kamis 01 oktober 2020 1. Mengidentifikasi S : Klien mengatakan sudah mulai
Jam : 11.30 Wib pengetahuan klien tentang mengetahui tentang penyakitnya.
penyakitnya O:
2. Menjelaskan tentang Hasil identifikasi pengetahuan
penyakit, identifikasi pasien mengenai penyakit yang di
penyebab, dan jelaskan derita
Armeliati
kondisi tentang klien.  Klien memahami tentang
3. Menjelaskan tentang penyakit yang diderita
program pengobatan  Klien tampak mengetahui
alternatif cara pengobatan
4. Menanyakan kembali  Klien tampak bisa
pengetahuan klien tentang mengulang penjelasan
42

penyakitnya dan cara A : Masalah teratasi


pengobatannya P : Intervensi di hentikan

CACATAN PERKEMBANGAN

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP ) Tanda tangan dan nama perawat


Sabtu, 03 September 2020 1. Mengukur TTV pasien S : Pasein mengatakan cairan
2. Mengidentifikasi adanya
Pukul 01:00 wib yang keluar dari telinga pasien
infeksi
sedikit berkurang dari
3. Melakukan aseptik
sebelumnya.
4. Mengidentifikasi keadaan
O:
umum
Hasil TTV:
5. Melakukan irigasi telinga
TD: 130/90 mmHg
Armeliati
6. Berkolaborasi dalam N:88X/M
pemberian antibiotik RR:20x/m
S: 37 C
Hasil Identifikasi Infeksi :
Nampak telinga kanan
otore berkurang, keluar
cairan warna kekuning-
kuningan
Aseptik sudah dilakukan
Hasil identifikasi keadaan umum :
Klien Berpakaian kurang
rapi,kesadaran compos
menthis, pasien tampak
43

lemas, pasien berbaring


dengan posisi
supinasi/semi fowler .
Irigasi telinga sudah di lakukan
Pemberian antibiotik pada pasien
yaitu Amoxcilinc 3x1 mg per Oral
A : Masalah infeksi teratasi
sebagian
P : Intervensi dipertahankan :
 Lakukan pemeriksaan dan
irigasi telinga
 Kaji keadaan umum dan
tanda-tanda vital
 Kolaborasi dalam
pemberian antibiotik
Sabtu, 19 September 2020 1. Mengukur TTV pasien S : Pasien mengatakan
2. Mengidentifikasi tingkat
Pukul 02 :00 wib pendengaran masih terganggu
kerusakan pendengaran
O:
3. Berikan cara komunikasi
Hasil TTV:
Armeliati
yang jelas
TD: 130/90 mmHg
4. Melakukan pemeriksaan N:88X/M
telinga RR:20x/m
S: 37 C
5. Berkolaborasi dalam Hasil Identifikasi tingkat
pemasangan alat bantu kerusakan telinga:
Nampakadanya otore pada
telinga telinga kanan dan kiri,
terdapat sobekan kecil pada
44

gendang telinga dan


adanya cairan warna
kekuning-kuningan
Memberikan cara berkomunikasi
yang baik dan jelas kepada pasien
sudah di lakukan.
A : Masalah gangguan persepsi
pendengaran teratasi sebagian
P : Intervensi dipertahankan
- Lakukan pemeriksaan
telinga
Bantu dalam komunikasi dengan
orang lain
Sabtu, 19 September 2020 1. Mengidentifikasi S : Klien mengatakan sudah mulai
Pukul 02 :30 wib pengetahuan klien mengetahui tentang penyakitnya.
tentang penyakitnya O:
2. Menjelaskan tentang Hasil identifikasi pengetahuan
Armeliati
penyakit, identifikasi pasien mengenai penyakit yang di
penyebab, dan jelaskan derita
kondisi tentang klien.  Klien memahami tentang
3. Menjelaskan tentang penyakit yang diderita
program pengobatan  Klien tampak mengetahui
alternatif cara pengobatan
4. Menanyakan kembali  Klien tampak bisa
pengetahuan klien mengulang penjelasan
45

tentang penyakitnya A : Masalah teratasi


dan cara P : Intervensi di hentikan
pengobatannya
46

BAB 4
PENUTUP

4.1.1 Kesimpulan
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks (pendengaran
dan keseimbangan). Anatominya juga sangat rumit . Indera pendengaran berperan penting
pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk
perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan
orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar.(Roger watson, 2017.
102).
Otitis Media Kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah dimana otitis media
kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut. Lama kejadiannya kurang lebih satu
bulan. Otitis media kronis dapat menyebabkan kerusakan yang terus menerus pada telinga
tengah dan gendang telinga dan mungkin ada aliran yang terus menerus melalui lubang pada
gendang telinga.
4.1.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Saran bagi mahasiswa agar laporan studi kasus ini berguna untuk menambah ilmu
pengetahuan bagi mahasiswa dan mampu mempelajari asuhan keperawatan dengan
diagnosa medis Otitis Media Kronis dan sebagai acuan atau referensi untuk mahasiswa
dalam penulisan laporan studi kasus selanjutnya.
4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Saran bagi institusi pendidikan agar laporan pendahuluan studi kasus ini dapat dijadikan
sebagai salah satu bahan bacaan atau referensi untuk mahasiswa dalam membuat asuhan
keperawatan terkait pasien dengan diagnosa Otitis Media Kronis pada masa mendatang.
4.2.3 Bagi Institusi Rumah Sakit
Untuk RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya khususnyapada sistem
pendengaran,laporan ini dapat memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan
pada pasien dengan diagnosa medis Otitis Media Kronis dan meningkatkan mutu pelayanan
perawatan di rumah sakit kepada pasien dengan diagnosa medis Otitis Media Kronis.

46
47

DAFTAR PUSTAKA

Ari, Elizabeth. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pendengaran dan Wicara. Editor: Dr. Ratna Anggraeni., Sp THT-KL.,
M.Kes.Bandung : STIKes Santo Borromeus.
Brunner & Suddarth. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth . 2010. Keperawatan Medikal Bedah, Buku II Edisi 9, Alih Bahasa
:Agung Waluyo dkk. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 2015. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Indonesia.
Wilkinson, Judith M and Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi
9. Jakarta, EGC.

47
48

SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. Topik
Pendidikan Kesehatan Otitis Media Kronis
B. Sasaran
1. Program
Setelah di lakukan penyuluhan pada keluarga maupun pasien di harapkan
keluarga maupun pasien dapat mengetahui dan dapat memahami tentang apa
itu Otitis Media Kronis
2. Penyuluhan
Pendidikan kesehatan pada keluarga pasien dan juga pasien mengenai Otitis
Media Kronis
C. Tujuan
1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari Pendidikan Kesehatan yang dilakukan untuk
meningkatkan pengetahuan pada pasien maupun keluarga pasien mengenai
Otitis Media Kronis
2 Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit diharapkan pasien maupun
keluarga memahami apa yang sudah di jelaskan oleh penyaji.
D. Materi
Adapun garis besar materi dalam pendidikan kesehatan adalah;
1. Pengertian Otitis Media Kronis
2. Penyebab Otitis Media Kronis
3. Tanda dan Gejala Otitis Media Kronis
4. Komplikasi Otitis Media Kronis
5. Penanganan Otitis Media Kronis
E. Metode
Adapun metode yang digunakan dalam kegiatan pendidikan kesehatan
tentang Otitis Media Kronis pada pasien dan juga keluarga :
49

1 Ceramah
Ceramah adalah pesan yang bertujuan memberikan nasehat dan
petunjukpetunjuk sementara ada audiens yang bertindak sebagai pendengar.
2 Tanya jawab
Metode tanya jawab adalah penyampaian pesan pengajaran dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan lalu memberikan jawaban ataupun
sebaliknya.
3 Demonstrasi
Demonstrasi adalah suatu cara penyampaian materi dengan memperagakan
suatu proses atau kegiatan.
F. Media
Adapun media yang digunakan dalam kegiatan pendidikan kesehatan pada
penderita Otitis Media Kronis ini meliputi :
1 Leaflet

G. Waktu Pelaksanaan
1 Hari/Tanggal : Kamis, 01 oktober 2020
2 Pukul : 10.30 S/d Selesai
3 Alokasi Waktu : 30 menit
No Kegiatan Waktu Metode
1 Pembukaan : 1. Menjawab salam
1. Membuka kegiatan dengan 2. Mendengarkan
mengucapkan salam dan
2. Menjelaskan tujuan dari memperhatikan
penyuluhan 2 menit
3. Menyebutkan materi yang
akan diberikan
4. Kontrak waktu penyampaian
50

materi.

2 Pelaksanaan :
Menjelaskan tentang :
1. Pengertian Otitis Media
Kronis Mendengar,
2. Penyebab Otitis Media Kronis memperhatikan
3. Tanda dan Gejala Otitis Media 20 menit
Kronis
4. Komplikasi Otitis Media
Kronis
5. Penanganan Otitis Media
Kronis

3 Evaluasi :
Menanyakan pada peserta tentang
materi yang telah diberikan, dan
memmbantu kembali peserta 6 menit Tanya Jawab
untuk mengulang materi berupa
warna yang telah disampaikan.

5 Terminasi : 1. Mendengarkan
1. Mengucapkan terimakasih atas 2. Menjawab salam
perhatian peserta 2 menit
2. Mengucapkan salam penutup
51

H. Tugas Pengorganisasian
1 Moderator : Armeliati
Moderator adalah orang yang bertindak sebagai penengah atau pemimpin
sidang (rapat, diskusi) yang menjadi pengarah pada acara pembicaraan atau
pendiskusian masalah.
Tugas :
1. Membuka acara penyuluhan
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
5. Mengatur jalannya diskusi
2 Penyaji : Armeliati
Penyaji adalah menyajikan materi diskusi kepada peserta dan
memberitahukan kepada moderator agar moderator dapat memberi arahan
selanjutnya kepada peserta-peserta diskusinya.
Tugas :
1. Menyampaikan materi penyuluhan
2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3. Mengucapkan salam penutup
3 Fasilitator : Armeliati
Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang, memahami
tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat rencana guna
mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu dalam diskusi.
Tugas :
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya kegaiatan
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai dengan akhir
3. Membuat dan megedarkan absen peserta penyuluhan
4. Membagikan konsumsi
4 Simulator : Armeliati
Simulator adalah sebagai simulasi atau objek fisik benda nyata yang
didemonstrasikan
52

5 Dokumentator : Armeliati
Dokumentator adalah orang yang mendokumentasikan suatu kegiatan yang
berkaitan dengan foto, pengumpulan data, dan menyimpan kumpulan
dokumen pada saat kegiatan berlangsung agar dapat disimpan sebagai arsip.
Tugas :
1. Melakukan dokumentasi kegiatan penyuluhan dalam kegiatan
pendidikan kesehatan.
6 Notulen : Armeliati
Notulen adalah sebutan tentang perjalanan suatu kegiatan penyuluhan,
seminar, diskusi, atau sidang yang dimulai dari awal sampai akhir
acara.Ditulis oleh seorang Notulis yang mencatat seperti mencatat hal-hal
penting.Dan mencatat segala pertanyaan dari peserta kegiatan.
Tugas :
1. Mencatat poin-poin penting pada saat penyuluhan berlangsung.
2. Mencatat pertanyaan-pertanyaan dari audience dalam kegiatan
penyuluhan.
I. Denah Pelaksanaan
Setting Tempat :

Keterangan :

: Kamera

: Moderator,Penyaji,Simulasitator,Dokumentator dan notulen


: Pasien dan juga keluarga
MATERI PENYULUHAN
1.1 Pengertian Otitis Media Kronik
Otitis Media Kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah dimana otitis
media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut. Lama kejadiannya
kurang lebih dua bulan. Otitis media kronis dapat menyebabkan kerusakan yang
terus menerus pada telinga tengah dan gendang telinga dan mungkin ada aliran yang
terus menerus melalui lubang pada gendang telinga.

Gambar 1.1 Otitis Media


1.2 Etiologi Otitis Media Kronik
1.2.1 Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari
otitis media yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba
eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga
tengah juga akan terganggu
1.2.2 ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di sekitarnya (misal
: sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitis alergika).
Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan
terjadinya otitis media . Pada bayi, otitis media dipermudah karena tuba
eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horisontal.
1.2..3 Bakteri
Bakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah
Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis,

1
dan bakteri piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus
aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris.
Berikut adalah beberapa dari Faktor Resiko Otitis Media :
 Terlalu sering membersihkan telinga dengan cotton buds, ujung jari, atau
alat lainnya.
 Kelembaban merupakan factor penting terjadinya otitis eksterna.
 Sering berenang, air kolam renang menyebabkan maserasi kulit dan
merupakan sumber kontaminasi yang sering dari bakteri.
 Kanal telinga sempit
 Infeksi telinga tengah

1.3 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala) Otitis Media Kronik


Adapun manifestasi klinis dari penderita otitis media kronis adalah :
1.3.1 Rasa sakit di dalam telinga
Rasa sakit di dalam telinga bisa bervariasi dari yang hanya berupa rasa tidak
enak sedikit, perasaan penuh didalam telinga, perasaan seperti terbakar
hingga rasa sakit yang hebat, serta berdenyut. Meskipun rasa sakit sering
merupakan gejala yang dominan, keluhan ini juga sering merupakan gejala
sering mengelirukan. Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan yang
umum pada tahap awal dari otitis eksterna difusa dan sering mendahului
terjadinya rasa sakit dan nyeri tekan daun telinga.
1.3.2 Gatal
Merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan pendahulu rasa
sakit yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Pada kebanyakan penderita
rasa gatal disertai rasa penuh dan rasa tidak enak merupakan tanda
permulaan peradangan suatu otitis eksterna akuta. Pada otitis eksterna kronik
merupakan keluhan utama.
1.3.3 Kurang Pendengaran
Mungkin terjadi pada akut dan kronik dari otitis eksterna akut. Edema kulit
liang telinga, sekret yang sorous atau purulen, penebalan kulit yang
progresif pada otitis eksterna yang lama, sering menyumbat lumen kanalis
dan menyebabkan timbulnya tuli konduktif. Keratin yang deskuamasi,
rambut, serumen, debris, dan obat-obatan yang digunakan kedalam telinga
bisa menutup lumen yang mengakibatkan peredaman hantaran suara
1.3.4 Membran timpani tampak merah dan menggelembung (Smeltzer & Bare,
2011: 2051). Menurut Adams (2011: 96) gejala otitis media berupa :
6) Nyeri
7) demam
8) malaise
9) nyeri kepala
10) membran timpani tampak merah dan menonjol abses telinga tengah

1.4 Komplikasi Otitis Media Kronik


1.4.1 Perikondritis
1.4.2 Selulitis
1.4.3 Gendang telinga robek.
1.4.4 Gendang telinga robek.
1.4.5 Gangguan pendengaran hingga gangguan pendengaran secara permanen.
1.4.6 Perkembangan bicara dan pertumbuhan terhambat.
1.4.7 Penyebaran infeksi ke tulang di belakang telinga (mastoiditis) sampai ke
selaput otak (meningitis).
1.4.8 Kelumpuhan saraf wajah
1.4.9 Infeksi di otak

1.5 Pengobatan Otitis Media Kronik


1.5.1 Pengobatan Otitis media kronik dilakukan oleh ahlinya, baik dokter umum
atau dokter Spesialis THT
1.5.2 Pengobatan awal ditujukan untuk mengurangi infeksi yang terjadi, sehingga
pemberian antibiotik dapat diberikan pada kasus otits media kronik.
1.5.3 Selain antibiotik, diperlukan juga obat cuci telinga dan obat tetes telinga
yang diberikan dengan pertimbangan dokter.
1.5.4 Apabila dalam pemeriksaan telah ditemukan komplikasi, pasien dengan
otits media kronik harus ditangani oleh spesialis THT untuk dilakukan
tindakan operatif.

1.6 Pencegahan Otitis Media Kronik


1.6.1 Jangan mengorek-ngorek telinga, baik dengan cotton buds, atau benda lain.
Jika membersihkan telinga cukup bagian luar telinga
1.6.2 Biasakan mengunyah makanan dengan benar karena mengunyah
merupakan mekanisme alamiah tubuh untuk membantu mengeluarkan
kotoran telinga
1.6.3 Bila terdapat keluhan di telinga, segera ke dokter untuk mendapatkan
perawatan
1.6.4 Pengobatan telinga berair harus dilakukan secara teratur sampai kering,
karena apabila sering berulang dapat menyebabkan pendengaran berkurang
dan yang lebih bahaya dapat mengakibatkan infeksi ke otak.
1.6.5 Apabila terdapat keluhan batuk pilek, jangan disepelekan, segera periksakan
ke dokter untuk mendapatkan pengobatan yang adekuat
1.6.6 Jaga kebersihan lingkungan dan konsumsi bergizi untuk mempertahankan
imunitas tubuh
LEAFLET OTITIS MEDIA KRONIS
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada
hhttps://akper-sandikarsa.e-journal.id/JIKSH
Volume 11, Nomor 1, Juni 2020, pp;579-584
p-ISSN: 2354-6093 dan e-ISSN: 2654-4563
LITERATUR REVIEW

Identifikasi Mikroorganisme Penyebab Otitis Media Supuratif


Kronik Dan Kepekaannya Terhadap Antibiotik
Identification of Microorganism Causing Chronic Suppurative Otitis Media and its Sensitivity
of Antibiotics

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung


Artikel info
Artikel history: Abstrak
Received; Mei 2020 Latar Belakang: Otitis media supuratif kronis (OMSK) merupakan infeksi
Revised: Juni 2020 kronis pada telinga tengah yang prosesnya sudah lebih dari 2 bulan, yang
Accepted; Juni2020 ditandai dengan adanya perforasi pada membran timpani dan keluarnya
cairan secara terus menerus atau hilang timbul dari liang telinga. OMSK
dapat disebabkan oleh infeksi bakteri. Di negara berkembang seperti
Indonesia, angka kejadian OMSK cukup tinggi. Oleh karena itu, diperlukan
terapi yang tepat untuk mengatasi OMSK di Indonesia. Tujuan: Mengetahui
bakteri terbanyak penyebab OMSK dan kepekaannya terhadap antibiotik.
Metode : Menggunakan studi literature dari jurnal penelitian nasional dengan
cara meringkas topic pembahasan dan membandingkan hasil yang disajikan
dalam artikel. Hasil : Proteus sp pernah ditemukan sebagai penyebab
terbanyak OMSK tahun 2012, namun hanya sekali ditemukan pada tahun-
tahun berikutnya. Bakteri yang banyak ditemukan secara keseluruhan adalah
Staphylococcus sp, Pseudomonas sp, Streptococcus sp, dan Klebsiella sp.
Kepekaan bakteri terhadap antibiotik dari tahun ke tahun terdapat perubahan.
Antibiotik yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap bakteri penyebab OMSK
adalah Siprofloksasin pada hampir semua bakteri dan meropenem untuk
Pseudomonas sp. Sensitivitas Siprofloksasin terus menurun tiap tahunnya,
sebesar 100% pada tahun 2012 menjadi 61,76% pada tahun 2016. Amoksisilin
yang sebelumnya sensitif terhadap beberapa bakteri penyebab OMSK pada
tahun 2012, sekarang memiliki resistensi yang tinggi khususnya terhadap
Pseudomonas sp yang mencapai 100%. Kesimpulan : Bakteri penyebab otitis
media supuratif kronik (OMSK) terbanyak adalah Pseudomonas sp dan
Staphylococcus sp. Antibiotik yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap
bakteri penyebab OMSK adalah Siprofloksasin pada hampir semua bakteri
dan meropenem untuk Pseudomonas sp. Sedangkan Amoksisilin memiliki
resistensi yang tinggi.
Abstract
Background: Chronic suppurative otitis media (CSOM) is a chronic infection
of the middle ear that has been in process for more than 2 months, which is
characterized by perforation of the tympanic membrane and a continuous
discharge or discharge arising from the ear canal. CSOM can be caused
by a bacterial infection. In
developing countries like Indonesia, the incidence of CSOM is quite
high. Therefore, appropriate therapy is needed to overcome CSOM in
Indonesia. Objective: To find out the most bacteria that cause CSOM
and their sensitivity to antibiotics. Method: Using literature studies
from national research journals by summarizing the topic of discussion
and comparing the results presented in the article. Results: Proteus sp
was found as the most common cause of CSOM in 2012, but only once
was found in subsequent years. Bacteria that are commonly found as a
whole are Staphylococcus sp, Pseudomonas sp, Streptococcus sp, and
Klebsiella sp. Bacterial sensitivity to antibiotics from year to year there
are changes. Antibiotics that have a high sensitivity to the bacteria that
cause CSOM are Ciprofloxacin in almost all bacteria and meropenem
for Pseudomonas sp. The sensitivity of Ciprofloxacin continues to
decrease each year, by 100% in 2012 to 61.76% in 2016. Amoxicillin
which was previously sensitive to several bacteria that cause CSOM in
2012, now has a high resistance especially against Pseudomonas sp
which reaches 100%. Conclusion: Most bacteria that cause chronic
suppurative otitis media (CSOM) are Pseudomonas sp and
Staphylococcus sp. Antibiotics that have a high sensitivity to the
bacteria that cause CSOM are Ciprofloxacin in almost all bacteria and
meropenem for Pseudomonas sp. While Amoxicillin has a high
resistance

Keywords: Corsponden author:


Otitis Media Supuratif Email: mayarizkyamel07@gmail.com
Kronik;
Bakteri;
Antibiotik; artikel dengan akses terbuka dibawah lisensi BCC BY NC ND-4.0
PENDAHULUAN

Otitis media supuratif kronis (OMSK) didefinisikan sebagai infeksi kronis pada
telinga tengah yang prosesnya sudah lebih dari 2 bulan (Soepardi et al., 2007). Otitis
media supuratif kronis (OMSK) ditandai dengan adanya perforasi pada membran timpani
dan keluarnya cairan secara terus menerus atau hilang timbul dari liang telinga (Ahmed
et al., 2016). OMSK dapat disebabkan oleh infeksi bakteri. Bakteri penyebab OMSK
dapat bersifat aerob (misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, S.aureus,
Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis, spesies Klebsiella) atau anaerob (misalnya
Bacteroides, Peptostreptococcus, Proprionibacterium) (Acuin, 2004).
Terdapat beberapa laporan terjadinya infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob.
Bakteri yang sering ditemukan pada OMSK adalah P. aeruginosa, S. aureus, S. pyogenes,
K.pneumoniae, H.influenzae, Bacteroides dan Proteus sp. (Edward & Novianti, 2015).
OMSK adalah penyakit berbahaya yang dapat berisiko mengalami komplikasi yang
mungkin mengancam jiwa dalam beberapa kasus, khususnya jika tidak ditangani dengan
baik (Modak et al., 2005). OMSK merupakan penyakit THT yang paling banyak di negara
sedang berkembang sedangkan di negara maju seperti Inggris sekitar 0,9% dan di Israel
hanya 0,0039%. Di negara berkembang dan negara maju prevalensi OMSK berkisar
antara 1-46% (Kementrian Kesehatan, 2006). Di negara berkembang seperti Indonesia,
angka kejadian OMSK jauh lebih tinggi karena beberapa hal misalnya sanitasi yang
kurang, faktor sosioekonomi, gizi yang rendah, kepadatan penduduk, serta masih ada
pengertian masyarakat yang salah terhadap penyakit ini sehingga mereka tidak berobat
sampai tuntas (Soepardi et al., 2007). Oleh karena tingginya angka kejadian OMSK,
diperlukan
terapi yang tepat untuk mengatasi OMSK di Indonesia. Kombinasi antibiotik topikal dan
sistemik merupakan terapi terbaik dalam tatalaksana OMSK. Antibiotik topikal golongan
kuinolon banyak direkomendasikan karena lebih efektif dibandingkan dengan golongan
aminoglikosida dan tidak mempunyai efek samping ototoksik. Sedangkan untuk
antibiotik sistemik banyak disarankan amoksisilin/Klavulanat sebagai pilihan pertama
dan golongan kuinolon sebagai obat pilihan kedua pada pasien OMSK (Farida et al.,
2016).
METODE
Metode menggunakan studi literatur dari berbagai jurnal penelitian nasional. Metode
ini digunakan dengan tujuan menambah pemahaman tentang topik yang dibahas dengan
cara meringkas topik pembahasan. Metode ini memberikan informasi fakta atau analisis
baru dari tinjauan literatur yang relevan kemudian membandingkan hasil tersebut dalam
artikel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa gejala klinis dan terjadinya
komplikasi Otitis media supuratif kronis (OMSK) tergantung dengan tipe bakteri
penyebabnya. Proliferasi bakteri di telinga tengah menyebabkan proses inflamasi kronis
dan kelembaban yang tinggi. Pola infeksi bakteri di telinga tengah adalah proses
translokasi bakteri dari liang telinga dan nasofaring. Pada penelitian didapatkan bakteri
yang diisolasi dari telinga tengah sama dengan bakteri pada liang telinga. Pada pasien
OMSK ditemukan adanya bakteri aerob atau anaerob, dan beberapa laporan terjadi infeksi
campuran (Edward & Novianti, 2015). Pada penelitian yang dilakukan di Poliklinik THT
RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2012, dari seluruh sampel didapatkan bakteri penyebab
terbanyak secara berturut-turut adalah Proteus sp., Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aureginosa, Streptococcus sp. dan Klebsiella sp. (Hafizah et al., 2013). Hal ini berbeda
dengan penelitian yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya, dimana pada beberapa tidak
ditemukan atau ditemukan dalam jumlah sedikit Proteus sp. sebagai salah satu penyebab
terbanyak OMSK. Pada penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2013 didapatkan pola kuman pada penderita OMSK didapatkan Pseudomonas aeruginosa
paling sering ditemukan dari hasil kultur. Pada isolasi dari otitis media kronis, kuman
aerobik dan anaerobik terlibat pada sebagian kasus. Kuman aerob yang sering dijumpai
adalah Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus aureus dan basil gram negatif seperti
Escherichia coli, Proteus Sp., dan Klebsiella sp. Kuman anaerobik seperti Bacteroides Sp.
dan Fusobakterium Sp. (Asroel et al., 2010). Pada tahun yang sama di tempat yang sama
juga dilakukan penelitian oleh Dewi NP dan Zahara D (2013), dari swab telinga
didapatkan penyebab OMSK yang paling banyak adalah Pseudomonas aeruginosa yaitu
sebesar 34.8% (Dewi & Zahara, 2013). Penelitian yang dilakukan di Poli THT RSUD
Privinsi NTB tahun 2016 juga didapatkan hasil yang sama, yaitu ditemukan bakteri
terbanyak dari golongan Pseudomonas aeruginosa dengan persentase 38%. Disusul
dengan bakteri Staphylococus aureus dengan persentase 29% dan urutan ketiga adalah
bakteri Proteus mirabilis dengan persentase 21% (Wahida et al., 2016).
Selain Pseudomonas sp., Staphylococcus sp. ditemukan pada beberapa penelitian sebagai
penyebab terbanyak otitis media supuratif kronik (OMSK). Penelitian yang dilakukan
oleh Rumimpunu A., Kountul C., dan Buntuan V. pada tahun 2013 di RSUP Prof Dr. R.
D. Kandou Manado yang didapatkan dari 20 sampel pasien yang memeriksakan diri ke
Poliklinik THT-KL ditemukan 18 sampel yang menunjukkan pertumbuhan bakteri dan 2
sampel tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri. Bakteri yang ditemukan terdiri dari
Staphylococcus aureus 20%, Enterobacter Aerogenes 15%, Staphylococcus
Epidermitis 25%, Proteus vulgaris 10%, Citrobacter diversus 5%, Alcaligenes
faecalis 10%, dan Pseudomonas aeruginosa 5% (Rumimpunu, 2014). Sejalan
dengan penelitian terbaru yang dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
tahun 2019, ditemukan bakteri penyebab Otitis Media Supuratif Kronis yang
terbanyak adalah Staphylococcus sp sebesar 37,73% dan Pseudomonas sp. sebesar
26,41% (Sasmita et al., 2020). Namun sedikit berbeda pada hasil penelitian yang
dilakukan pada tahun 2015 di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, didapati hasil
Staphylococcus sp (20 %) yang menempati urutan kedua penyebab terbanyak
OMSK dan didapatkan Streptococcus sp (35%) sebagai penyebab terbanyak OMSK
di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado (Mamonto et al., 2015). Oleh karena
tingginya angka kejadian OMSK, diperlukan terapi yang tepat untuk mengatasi
OMSK di Indonesia. Kombinasi antibiotik topikal dan sistemik merupakan terapi
terbaik dalam tatalaksana OMSK (Farida et al., 2016). Antibiotik adalah senyawa
kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme (khususnya dihasilkan oleh fungi) atau
dihasilkan secara sintetik yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan
bakteri dan organisme lain (Munaf & Chaidir, 1994). Namun, dalam
penggunaannya perlu hati-hati karena pemakaian antibiotik tanpa didukung hasil
pemeriksaan kultur sensitivitas mikroorganisme, tidak teratur, dan dosis obat yang
kurang tepat akan memberikan derajat resistensi yang semakin meningkat terhadap
antibiotik (Soepardi et al., 2007). Oleh karena itu, penggunaan antibiotik sebagai
terapi OMSK perlu didukung hasil pemeriksaan kultur sensitivitas mikroorganisme
untuk efektivitas terapi.
Pada penelitian yang dilakukan di Poliklinik THT RSUD Ulin Banjarmasin
tahun 2012, pada hasil uji sensitivitas didapatkan Siprofloksasin berada pada urutan
pertama antibiotik yang paling sensitif dengan persentase 100%, Gentamisin berada
pada urutan kedua dengan sensitivitas sebesar 98,2 %, dan Kloramfenikol berada
diposisi ketiga dengan persentase 81,9% (Hafizah et al., 2013). Penelitian serupa
dilakukan oleh Rumimpunu A., Kountul C., dan Buntuan V. pada tahun yang sama
di RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado dengan hasil yang sama yaitu
menunjukkan bahwa Siprofloksasin peka pada hampir semua bakteri yang terdapat
pada sampel. Antibiotika Seftriakson dan Amoksisilin peka terhadap
Staphylococcus aureus, Enterobacter aerogenes, Staphylococcus epidermitis,
Proteus vulgaris, dan citrobacter diversus. Kemudian antibiotika Klindamisin peka
terhadap Alcaligenes faecalis (50%), sedangkan antibiotika Eritromisin resistensi
terhadap bakteri pada otitis media (Rumimpunu, 2014). Uji sensitivitas untuk
Pseudomonas sp dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2019
didapatkan hasil yang berbeda. Amoksisilin, Kloramfenikol, Eritromisin
memberikan resistensi yang tertinggi (100%) terhadap Pseudomonas sp (Sasmita et
al., 2020).
Pada penelitian yang dilakukan di Poli THT RSUD Privinsi NTB tahun 2016,
didapatkan penurunan sensitivitas Siprofloksasin dibandingkan dengan penelitian-
penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini, Siprofloksasin sensitif terhadap 61,76%

1
bakteri penyebab OMSK dengan angka resistensi 20,59% dari total bakteri
terisolasi dan intermediet 17,65%. Untuk bakteri terbanyak yakni Pseudomonas
aeruginosa angka sensitifitas mencapai 46,15%, intermediet 23,08%, dan yang
resisten 30,77%. Angka sensitifitas yang ditunjukkan oleh antibiotik klindamisin
terhadap bakteri penyebab OMSK sebesar 14,70%, intermediet 5,9%, dan resisten
79,40%. Sedangkan untuk kuman terbanyak yakni Pseudomonas aeruginosa angka
resistensi mencapai 100% (Wahida et al., 2016). Pengujian sensitivitas beberapa
jenis antibiotik yang berbeda dengan penelitian- penelitian lain terhadap
Pseudomonas aeruginosa dilakukan oleh Dewi NP dan Zahara D di RSUP H. Adam
Malik Medan pada tahun 2013. Didapatkan sensitivitas imipenem(100%),
piperasilin (100%), meropenem (94%), amikacin (89%), colistin (87%),tobramycin
(87%), piperacillin-tazobactam (86%), cefepime (72%), dan ceftazidim (72%)
(Dewi & Zahara, 2013). Pengujian tingkat sensitivitas Pseudomonas sp terhadap
Meropenem juga dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2019.
Ditemukan tingkat sensitivitas Pseudomonas sp yang tinggi terhadap Meropenem
yaitu 92,85% (Sasmita et al., 2020).
SIMPULAN DAN SARAN
Bakteri penyebab otitis media supuratif kronik (OMSK) terbanyak adalah
Pseudomonas sp dan Staphylococcus sp. Proteus sp pernah ditemukan sebagai
penyebab terbanyak OMSK pada tahun 2012, namun hanya sekali ditemukan lagi
pada tahun-tahun berikutnya. Antibiotik yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap
bakteri penyebab OMSK adalah Siprofloksasin pada hampir semua bakteri dan
meropenem untuk Pseudomonas sp. Walaupun sensitivitas Siprofloksasin terus
menurun tiap tahunnya, namun masih dapat dikatakan bahwa Siprofloksasin sensitif
dengan sensitivitas sebesar 61,76% pada tahun 2016. Amoksisilin yang sebelumnya
sensitif terhadap beberapa bakteri penyebab OMSK, sekarang didapatkan bahwa
Amoksisilin memiliki resistensi yang tinggi.
Masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah responden yang
lebih banyak dan wilayah yang lebih luas di Indonesia mengenai bakteri penyebab
OMSK dan kepekaannya terhadap antibiotik. Karena banyaknya kesalahan dalam
penggunaan antibiotik yang menyebabkan beberapa antibiotik mengalami
penurunan sensitivitas dan sampai menjadi resisten, maka disarankan untuk
dilakukan pengujian sensitivitas antibiotik secara berkala.
DAFTAR RUJUKAN
Acuin, J. (2004). Chronic suppurative otitis media. Clinical Evidence, 12, 710–729.
Ahmed, Z., Khan, T. Z., & Rahim, D. U. (2016). Otogenic complications of otitis
media : experience at tertiary care hospital Received : Accepted : Pak Surg,
32(1), 49–53.
Asroel, H. A., Siregar, D. R., & Aboet, A. (2010). Profil of Patient with Chronic
Suppurative Otitis Media. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 7(17),
567–571.
Dewi, N. P., & Zahara, D. (2013). Gambaran Pasien Otitis Media Supuratif Kronik
( OMSK ) di RSUP H . Adam Malik Medan Characteristic of Chronic
Suppurative Otitis Media at H . Adam Malik Hospital Medan. E-Journal
FK USU, 1(2), 1–6.
Edward, Y., & Novianti, D. (2015). Biofilm Pada Otitis Media Supuratif Kronik.
Jambi Medical Journal, 3(1), 68–78.
Farida, Y., Sapto, H., Oktaria, D., Kedokteran, F., Lampung, U., Tht, B., Sakit, R., &
Lampung,
A. M. (2016). Hanggoro dan Dwita |TatalaksanaTerkini Otitis Media
SupuratifKronis (OMSK) J Medula Unila|Volume 6|Nomor 1|Desember. 6.
Hafizah, H., Qamariah, N., & Budiarti, L. Y. (2013). Perbandingan Sensitivitas
Bakteri Aerob Penyebab Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Benigna Aktif
Tahun 2008 Dan 2012. Berkala Kedokteran Unlam, 9(1), 75–83.
Kesehatan, K. (2006). KEPMENKES_879_2006.pdf.
Mamonto, N. D., Porotu’o, J., & Waworuntu, O. (2015). Pola Bakteri Aerob Pada
Pasien Dengan Diagnosis Otitis Media Supuratif Akut Di Poliklinik Tht-Kl
Rsup. Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado. Jurnal E-Biomedik,
3(1), 6–10.
https://doi.org/10.35790/ebm.3.1.2015.6844
Modak, V. B., Chavan, V. R., Borade, V. R., Kotnis, D. P., & Jaiswal, S. J. (2005).
Intracranial
complications of otitis media: In retrospect. Indian Journal of
Otolaryngology and Head and Neck Surgery, 57(2), 130–135.
https://doi.org/10.1007/BF02907667
Munaf, S., & Chaidir, J. (1994). Obat Antimikroba. EGC.
Rumimpunu, A. (2014). Pola Bakteri Aerob Dan Uji Kepekaan Terhadap
Antibiotika Pada Penderita Otitis Media Di Poliklinik Tht-Kl Blu Rsup
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Desember 2012 – Januari 2013.
Jurnal E-Biomedik, 2(1). https://doi.org/10.35790/ebm.2.1.2014.3860
Sasmita, B., Yaswir, R., & Lillah, L. (2020). Identifikasi Bakteri dan Sensitivitas
Terhadap Antibiotik Pada Otitis Media Supuratif Kronis Di RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(4), 22–26.
https://doi.org/10.25077/jka.v8i4.1104
Soepardi, E., Iskandar, N., Bashiruddin, J., & Restuti, R. (2007). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Fakulatas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Wahida, N., Kadriyan, H., & Aini, S. R. (2016). Perbedaan sensitivitas bakteri
penyebab otitis media supuratif kronik terhadap antibiotik siprofloksasin
dan klindamisin di poli THT RSUD Provinsi NTB. Jurnal Kedokteran,
5(2), 1–6.
LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Armeliati


NIM : 2018.C.10a.0959
Tingkat / Prodi : II-B / S1 Keperawatan
Pembimbing :Rimba Aprianti , S Kep, Ners
N Hari/Tang Catatan Pembimbing Tanda Tangan
O gal
1 Jumat, 02- 1. Melakukan Bimbingan Pre
Conference
10 2020
2. Tambahkan lembar persetujuan
Pukul : 3. Perbaikan Judul,kata
pengantar,daftat isi
17.00 wib
4. Perhatikan sistematika penulisan
5. Perbaiki Patway
6. CantumkanDaftar Pustaka dan
cari referensi 10 tahun terakhir
7. Masukkan jurnal terkait
8. Lanjut Bab 2

Sarjana Keperawatan 3B is inviting you to


ascheduled Zoom meeting
Topic: Bimbingan with Rimba Aprianti Pre
Conference PPK II Kel. 1 Kelas 3B (Sistem
pengindraan)
Time: Oct 2, 2020 05:00 PM Jakarta
Join Zoom Meeting
https://zoom.us/j/93688160252?pwd=QjZiZ
WVBL1hZTGw2aWlnSHVtVGlsQT09
Meeting ID: 936 8816 0252
Passcode: 7JXfMh
2 Jumat, 09- 1. Melakukan bimbingan askep
2. Perbaki Riwayat keluhan
10 2020
utama dan sekarang.
Pukul : 3. Perbaiki data fokus dan
tambahkan pemeriksaan
08.00 wib
keperawatan lainnya
4. Perbaikiintervensi,implement
asi.
5. Perbaiaki urutan lampiran
pertama SAP dan perbaiki
SAP anda, urutan kedua
tinjaun teori danjangan kopas
dari BAB 2, Urutan ketiga
Leaflet
6. Perhatikan sistematika
penulisan dan seterusnya.
7. Masukkan jurnal terkait

Sarjana Keperawatan 3B is inviting


you to a scheduled Zoom meeting.
Topic: Bimbingan Askep PPK II
Kel. 1 Kelas 3B pembimbing Rimba
Aprianti Sistem Pengindraan
Time: Oct 9, 2020 08:00 AM Jakarta
Join Zoom Meeting
https://zoom.us/j/97731036023?pwd
=aWlYbTNYR0ZqUWlwVnNoUE
NIYk1EUT09
Meeting ID: 977 3103 6023
Passcode: 1UQ6c1
3 Sabtu ,10 - 1. Bimbingan Post conference
2. Perahatikan sistematika penulisan
10-2020
3. Perbaiki setting SAP buat seperti
Pukul : Virtual
4. Jagan memasukkan patway di
11.00 wib
Tinjauan teori SAP
5. Cukup inti nya saja masukkan di
SAP jangan semua anda kopas dr
tinjauan teori BAB 2
6. Masukkan Jurnal Terkait minimal
1
Sarjana Keperawatan 3B is inviting
you to a scheduled Zoom meeting.

Topic: Bimbingan Post Conference


PPK II Kel. 1 Kelas 3b Pembimbing
Rimba Aprianti (Sistem
Pengindraan)
Time: Oct 10, 2020 11:00 AM
Jakarta

Join Zoom Meeting


https://zoom.us/j/97820342177?pwd
=UGVvbTFBVmUyYklOK0xnbDJ
xclRDZz09
Meeting ID: 978 2034 2177
Passcode: s0bi6i
1

Anda mungkin juga menyukai