Anda di halaman 1dari 94

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Nn. B DENGAN DIAGNOSA MEDIS KOLESTEATOMA


PADA SISTEM PENGINDERAAN

Oleh :
Dhea Permatasari Iskandar
NIM : 2018.C.10a.0964

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Dhea Permatasari Iskandar
NIM : 2018.C.10a.0964
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Nn. B
dengan diagnosa medis Kolesteatoma Pada Sistem
Penginderaan.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II) Pada Program Studi
Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik

Rimba Aprianti, S.Kep.,Ners

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Dhea Permatasari Iskandar
NIM : 2018.C.10a.0964
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Nn. B
dengan diagnosa medis Pada Sistem Penginderaan.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II) Pada Program Studi
Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disahkan oleh :

Mengetahui,
Ketua Prodi Sarjana Keperawatan Pembimbing Akademik

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep. Rimba Aprianti, S.Kep., Ners

iii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
pada Nn.B dengan diagnosa medis Kolesteatoma pada Sistem Penginderaan.
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas Praktik Praklinik
Keperawatan II (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep., Ners selaku Koordinator Praktik Pra Klinik
Keperawatan II Program Studi Sarjana Keperawatan.
4. Ibu Rimba Aprianti, S. Kep., Ners selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, 11 November 2020

(Penyusun)
Dhea Permatasari Iskandar

iv
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iv
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................4
2.1 Konsep Penyakit Kolesteatoma.................................................................4
2.1.1 Anatomi Fisiologi Telinga................................................................4
2.1.2 Definisi Kolesteatoma......................................................................8
2.1.3 Etiologi.............................................................................................9
2.1.4 Klasifikasi.......................................................................................10
2.1.5 Patofisiologi (Pathways).................................................................13
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)...........................................16
2.1.7 Komplikasi.....................................................................................16
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang..................................................................17
2.1.9 Penatalaksanaan Medis...................................................................18
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan............................................................20
2.2.1 Pengkajian Keperawatan................................................................20
2.2.2 Diagnosa Keperawatan...................................................................24
2.2.3 Intervensi Keperawatan..................................................................24
2.2.4 Implementasi Keperawatan............................................................30
2.2.5 Evaluasi Keperawatan....................................................................31
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................32
3.1 Pengkajian................................................................................................32
3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................48
3.3 Intervensi..................................................................................................49
3.4 Implementasi Keperawatan......................................................................52
3.5 Evaluasi Keperawatan..............................................................................52
BAB 4 PENUTUP.................................................................................................56
4.1 Kesimpulan..............................................................................................56
4.2 Saran........................................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................58
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
LEAFLET
JURNAL TERKAIT
LEMBAR KONSULTASI
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbangan). Anatominya juga sangat rumit. Indera
pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk perkembangan normal dan
pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui
bicara tergantung pada kemampuan mendengar. ( Ari, Elizabeth. 2017.102).
Kolesteatoma adalah kista epitelial berisi deskuamasi epitel (keratin).
Deskuamasi tersebut dapat berasal dari kanalis auditoris externus atau membrana
timpani. Insiden kolesteatoma berkisar antara 3 kasus dari 100.000 pada anak-
anak dan 9 kasus dari 100.000 pada dewasa dan lebih dominan terhadap laki- laki
dibanding perempuan (Nunes 2010). Apabila terbentuk terus menerus dapat
menyebabkan terjadinya penumpukan sehingga menyebabkan kolesteatom
bertambah besar.bersifat desktruksif pada kranium yang dapat mengerosi dan
menghancurkan struktur penting pada tulang temporal.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat laporan studi kasus
tentang Asuhan Keperawatan Pada Nn.B dengan Kolesteatoma di Sistem
Penginderaan RSUD XR. Untuk menambah wawasan dan memberikan informasi
bagaimana cara pengobatan dan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami
gangguan pendengaran diagnosa medis Kolesteatoma.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah yaitu : Bagaimana pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan pada
Nn.B yang komprehensif pada dengan diagnosa medis Kolesteatoma pada sistem
pendengaran di RSUD XR ?

1
2

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulis studi kasus ini adalah untuk memberikan Asuhan
Keperawatan pada Nn.B dengan diagnosa medis Kolesteatoma di Sistem
Penginderaan dengan menggunakan proses keperawatan dari pengkajian sampai
dengan evaluasi keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat melengkapi Laporan Pendahuluan dan Asuhan
Keperawatan pada Nn.B dengan diagnosa medis Kolesteatoma pada sistem
penginderaan.
1.3.2.2 Mahasiswa dapat mengidentifikasi pengkajian pada dengan diagnosa
medis Kolesteatoma di sistem penginderaan.
1.3.2.3 Mahasiswa dapat merumuskan diagnosa pada Nn.B dengan diagnosa
medis Kolesteatoma di sistem penginderaan.
1.3.2.4 Mahasiswa dapat merencanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
masalah pada Nn. B dengan diagnosa medis Kolesteatoma di sistem
penginderaan.
1.3.2.5 Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan
pada Nn.B dengan diagnosa medis Kolesteatoma di sistem penginderaan.
1.3.2.6 Mahasiswa mampu membuat evaluasi dari hasil tindakan keperawatan
yang dilakukan pada Nn. B dengan diagnosa medis Kolesteatoma di sistem
penginderaan.
1.3.2.7 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari laporan pendahuluan dan
asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada Nn.B pasien dengan
diagnosa medis Kolesteatoma di sistem penginderaan.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3

1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga


Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit Kolesteatoma
secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan, referensi dan tolak ukur tingkat kemampuan
mahasiswa dalam penguasaan terhadap ilmu keperawatan dan pendokumentasian
proses keperawatan khususnya bagi mahasiswa STIKes Eka Harap dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Kolesteatoma
sehingga dapat diterapkan di masa yang akan datang.
1.4.3.2 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan
Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan
Kolesteatoma melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara
komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Dengan adanya laporan studi kasus diharapkan dapat menimbulkan ide-ide
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan
terutama penembangan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan konsep
pendekatan proses keperawatanjang pelayanan perawatan yang berguna bagi
status kesembuhan klien.
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Kolesteatoma


2.1.1 Anatomi Fisiologi Telinga

Gambar 1.1 Anatomi Telinga

Telinga merupakan alat indera yang peka terhadap rangsangan


berupa gelombang suara. Telinga manusia mampu mendengar suara
dengan frekuensi antara 20- 20.000 Hz. Selain sebagai alat pendengaran,
telinga juga berfungsi menjaga keseimbangan tubuh manusia. Telinga
manusia terdiri dari tiga bagian yaitu bagian luar, bagian tengah, dan
bagian dalam. Telinga luar sendiri terbagi atas daun telinga, liang telinga
dan bagian lateral dari membran timpani. Daun telinga dibentuk oleh
tulang rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Ke arah liang telinga
lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi hampir sepertiga lateral,
dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang yang ditutupi kulit
yang melekat erat dan berhubungan dengan membran timpani. Bentuk
daun telinga dengan berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk
liang telinga yang lurus dengan panjang sekitar 2,5 cm, akan menyebabkan
terjadinya resonansi bunyi sebesar 3500 Hz. .( Ari, Elizabeth. 2017).
Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi
dan untuk keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia,
yaitu bagian telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar
berfungsi menangkap getaran bunyi, dan telinga tengah meneruskan

4
5

getaran dari telinga luar ke telinga dalam. Reseptor yang ada pada telinga
dalam akan menerima rarigsang bunyi dan mengirimkannya berupa impuls
ke otak untuk diolah. Telinga mempunyai reseptor khusus untuk
mengenali getaran bunyi dan untuk keseimbangan. Ada tiga bagian utama
dari telinga manusia, yaitu bagian telinga luar, telinga tengah, dan telinga
dalam. Telinga luar berfungsi menangkap getaran bunyi, dan telinga
tengah meneruskan getaran dari telinga luar ke telinga dalam. Reseptor
yang ada pada telinga dalam akan menerima rarigsang bunyi dan
mengirimkannya berupa impuls ke otak untuk diolah.

2.1.1.1 Telinga bagian luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna, aurikula), saluran


telinga luar (meatus akustikus eksternus) dan selaput gendang (membrane
tympani), bagian telinga ini berfungsi untuk menerima dan menyalurkan
getaran suara atau gelombang bunyi sehingga menyebabkan bergetarnya
membran tympani. Meatus akustikus eksternus terbentang dari telinga luar
sampai membrane tympani. Meatus akustikus eksternus tampak sebagai
saluran yang sedikit sempit dengan dinding yang kaku. Satu per tiga luas
meatus disokong oleh tulang rawan elastis dan sisanya dibentuk oleh
tulang rawan temporal. Meatus dibatasi oleh kulit dengan sejumlah
rambut, kelenjar Sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah
mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin
tubuler yang berkelok-kelok yang mennnghasilkan zat lemak setengah
padat berwarna kecoklat-coklatan yang dinamakan serumen (minyak
telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan mencegah infeksi. Pada
6

ujung dalam meatus akustikus eksternus terbentang membrane tympani.


Dia diliputi oleh lapisan luar epidermis yang tipis dan pada permukaan
dalamnya diliputi oleh epitel selapis kubus. Antara dua epitel yang
melapisi terdapat jaringan ikat kuat yang terdiri atas serabut-serabut
kolagen dan elastin serta fibroblast. Pada kuadran depan atas membran
atas tympani tidak mengandung serabut dan lemas, membentuk membran
shrapnell.

2.1.1.2 Telinga bagian tengah

Telinga tengah merupakan suatu rongga kecil dalam tulang pelipis


(tulang temporalis) yang berisi tiga tulang pendengaran (osikula), yaitu
maleus (tulang martil), inkus (tulang landasan), dan stapes (tulang
sanggurdi). Ketiganya saling berhubungan melalui persendian . Tangkai
maleus melekat pada permukaan dalam membran tympani, sedangkan
bagian kepalanya berhubungan dengan inkus. Selanjutnya, inkus
bersendian dengan stapes. Stapes berhubungan dengan membran pemisah
antara telinga tengah dan telinga dalam, yang disebut fenestra ovalis
(tingkap jorong/ fenestra vestibule). Di bawah fenesta ovalis terdapat
tingkap bundar atau fenesta kokhlea, yang tertutup oleh membran yang
disebut membran tympani sekunder. Telinga tengah dibatasi oleh epitel
selapis gepeng yang terletak pada lamina propria yang tipis yang melekat
erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat dua
otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi
konduksi suara . maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis
gepeng.
7

Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran


eustachius(tuba auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan
tekanan antara kedua sisi membrane tympani. Tuba auditiva akan
membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan makanan. Ketika
terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang
baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut
terbuka, tuba auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba
auditiva ke telinga tengah, sehingga menghasilkan tekanan yang sama
antara permukaan dalam dan permukaan luar membran tympani.

2.1.1.3 Telinga bagian dalam

Telinga dalam merupakan struktur yang kompleks, terdiri dari


serangkaian rongga-rongga tulang dan saluran membranosa yang berisi
cairan. Saluran-saluran membranosa membentuk labirin membranosa dan
berisi cairan endolimfe,sedangkan rongga-rongga tulang yang di dalamnya
berada labirin membranosa disebut labirin tulang (labirin osseosa). Labirin
tulang berisi cairan perilimfe. Rongga yang terisi perilimfe ini merupakan
terusan dari rongga subarachnoid selaput otak, sehingga susunanz peri
limfe mirip dengan cairan serebrospinal. Labirin membranosa dilekatkan
pada periosteum oleh lembaran-lembaran jaringan ikat tipis yang
mengandung pembuluh darah. Labirin membranosa sendiri tersusun
terutama oleh selapis epitel gepeng dikelilingi oleh jaringan-jaringan ikat.
Labirin terdiri atas tiga saluran yang kompleks, yaitu vestibula, kokhlea
(rumah siput) dan 3 buah kanalis semisirkularis (saluran setengah
lingkaran). Vestibula merupakan rongga di tengah labirin, terletak di
belakang kokhlea dan di depan kanalis semisirkularis. Vestibula
8

berhubungan dengan telinga tengah melalui fenesta ovalis (fenestra


vestibule). Vestibule bagian membran terdiri dari dua kantung kecil, yaitu
sakulus dan utikulus. Pada sakulus dan utikulus terdapat dua struktur
khusus yang disebut makula akustika, sebagai indra keseimbangan statis
(orientasi tubuh terhadap tarikan gravitasi). Sel-sel reseptor dalam organ
tersebut berupa sel-sel rambut, yang didampingi oleh sel-sel penunjang.
Bagian atas sel tersebut tertutup oleh membran yang mengandung butir-
butiran kecil kalsium karbonat (CaCO3) yang disebut otolit. Perubahan
posisi kepala yang menimbulkan tarikan gravitasi, menyebabkan akan
menyampaikan impuls saraf ke cabang vestibular dari saraf
vestibulokokhlear yang terdapat pada bagian dasar sel-sel tersebut, yang
akan meneruskan impuls saraf tersebut ke pusat keseimbangan di otak.
Kanalis semisiskularis merupakan 3 saluran bertulang yang terletak
di atas belakang vestibula. Salah satu ujung dari masing-masing saluran
tersebut menggembung, disebut ampula. Masing-masing ampula
berhubungan dengan utrikulus. Pada ampula terdapat Krista akustika,
sehingga organ indra keseimbangan dinamis (untuk mempertahankan
posisi tubuh dalam melakukan respon terhadap gerakan). Seperti pada
vestibula sel-sel reseptor dalam krista akustika juga berupa sel-sel rambut
yang didampingi oleh sel-sel penunjang, tetapi di sini tidak terdapat otolit.
Sel-sel reseptor disini distimulasi oleh gerakanendolimfe. Ketika kepala
bergerak akibat terjadinya perputaran tubuh, endolimfe akan mengalir di
atas sel-sel rambut. Sel-sel rambut menerima ransangan tersebut dan
mengubahnya menjadi impuls saraf. Sebagai responnya, otot-otot
berkonsraksi untuk mempertahankan keseimbangan tubuh pada posisi
yang baru.
Kokhlea membentuk bagian anterior labirin, terletak di depan
vestibula. Berbentuk seperti rumah siput, berupa saluran berbentuk spiral
yang terdiri dari 2 ¾ lilitan, mengelilingi bentukan kerucut yang disebut
mediolus. Penampang melintang kokhlea menunjukkan bahwa kokhlea
terdiri dari tiga saluran yang berisi cairan.
9

2.1.2 Definisi Kolesteatoma

Istilah kolesteatoma pertama sekali dikemukakan oleh Johannes


Müller pada tahun 1838 untuk menjelaskan apa yang kita sebut sebagai
kista epidermal pada tulang temporal yang berpneumatisasi. Friedmann
pada tahun 1959 mendefinisikan kolesteatoma sebagai suatu struktur kistik
yang dilapisi oleh stratified squamous cell epithelium, terletak di atas
stroma fibrous dengan ketebalan yang bervariasi, yang dapat mengandung
beberapa elemen dari mukosa asalnya.
Kolesteatoma adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi
epitel (keratin). Deskuamasi tersebut dapat berasal dari kanalis auditoris
externus atau membrana timpani. Apabila terbentuk terus dapat
menumpuk sehingga menyebabkan kolesteatoma bertambah besar.
Kolesteatoma dapat terjadi di kavum timpani dan atau mastoid.
Kolesteatoma adalah pertumbuhan kulit secara tidak terkendali di
area telinga tengah atau belakang gendang telinga. Kondisi yang
menyerupai tumor ini jangan dianggap remeh karena bisa menyebabkan
gangguan pendengaran bahkan ketulian jika tidak ditangani. Kolesteatoma
sering kali dialami oleh orang yang menderita infeksi telinga tengah secara
berulang. Sedangkan pada kasus yang tergolong jarang, kondisi ini dialami
sejak lahir (kelainan kongenital atau cacat lahir) (Alo Dokter, 2019)
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kuman,
yang paling sering adalah Pseudomonas aerogenusa. Pembesaran
kolesteatom menjadi lebih cepat apabila sudah disertai infeksi,
kolesteatom ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta
menimbulkan nekrosis terhadap tulang.
10

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa


kolesteatoma adalah pertumbuhan kulit epitel skuamosa (sel-sel yang pipih
dan seperti sisik) secara tidak terkendali (abnormal) di area telinga tengah
atau belakang gendang telinga (cavum timpani). Kondisi ini mungkin
terjadi akibat berupa kongenital dan cacat lahir ataupun didapat, tapi pada
umumnya terjadi pada orang yang mengalami infeksi telinga tengah
berulang.

2.1.3 Etiologi
Kolesteatoma biasanya terjadi karena tuba eustachian yang tidak
berfungsi dengan baik karena terdapatnya infeksi pada telinga tengah.
Tuba eustachian membawa udara dari nasofaring ke telinga tengah untuk
menyamakan tekanan telinga tengah dengan udara luar. Normalnya tuba
ini kolaps pada keadaan istirahat, ketika menelan atau menguap, otot
yang mengelilingi tuba tersebut kontraksi sehingga menyebabkan tuba
tersebut membuka dan udara masuk ke telinga tengah. Saat tuba
eustachian tidak berfungsi dengan baik udara pada telinga tengah diserap
oleh tubuh dan menyebabkan di telinga tengah sebagian terjadi hampa
udara. Keadaan ini menyebabkan pars plasida di atas colum maleus
membentuk kantong retraksi, migrasi epitel membran timpani melalui
kantong yang mengalami retraksi ini sehingga terjadi akumulasi keratin.
Selain infeksi telinga berulang, kolesteatoma juga bisa terjadi akibat
terganggunya fungsi tabung eustachius. Tabung eustachius adalah saluran
penghubung telinga tengah dengan saluran hidung. Normalnya, tabung
eustachius akan melakukan membuka dan menutup untuk menyamakan
tekanan udara antara telinga bagian luar dan dalam. Namun, fungsinya
bisa terganggu akibat infeksi. Beberapa kondisi yang menyebabkan tabung
eustachius tidak dapat berfungsi dengan baik dan berisiko menyebabkan
kolesteatoma adalah:
Flu atau pilek parah
Sinusitis
Infeksi telinga tengah (otitis media)
11

Alergi

2.1.4 Klasifikasi
Kolesteatoma dapat diklasifikasikan menjadi kongenital atau
acquired. Kolesteatoma acquired dibagi menjadi primer dan sekunder.
Secondary acquired cholesteatoma mengacu pada kolesteatoma muncul
akibat perforasi membran timpani (Chloe & Nason 2009)
2.1.4.1 Congenital cholesteatoma (Kolesteatom Kongenital)
Kista keratin bisa terakumulasi karena epitel yang dihasilkan
tertutup. Pada umumnya, kista akan terbentuk sebagai kelainan
pertumbuhan atau karena penyebab iatrogenik. Kista epidermal akan
ditemukan pada daerah medial dengan membran timpani yang utuh tanpa
tanda-tanda infeksi. ditemukan pada daerah petrosus mastoid,
cerebellopontin angle, anterior mesotimpanum atau pada daerah tepi tuba
austachii, dan seringkali teridentifikasi pada usia 6 bulan hingga 5 tahun.
Menurut Derlaki dan Clemis (2005), kolesteatoma dikatakan kongenital
apabila memiliki syarat sebagai berikut yakni:
 Massa putih medial dengan membran timpani utuh.
 Pars tensa dan pars plaksida normal.
 Tidak ada riwayat telinga berair, perforasi ataupun prosedur otologik
sebelumnya.
 Kemungkinan bahwa terjadinya otitis media tidak bisa disingkirkan sebagai
kriteria ekslusi dari kolesteatoma kongenital ini karena sangat jarang anak
tidak memiliki episode dari otitis media pada lima tahun pertama
kehidupannya.
12

Gambar 1.2 Kolesteatoma Kongenital (tampak massa putih kecil yang terdapat di
tengah-tengah membran timpani kanan

2.1.4.2 Acquired cholesteatoma (Kolesteatoma Akuisital)


Kolesteatoma acquired dibagi menjadi primer dan sekunder.
Primary acquired cholesteatoma adalah kolesteatoma yang berasal dari
retraksi pars flaksida, sedangkan secondary acquired cholesteatoma
adalah kolesteatoma yang terjadi akibat perforasi membran timpani,
biasanya pada kuadran posterior superior telinga tengah (Chole & Nason
2009).
a. Kolestetoma Akuisital Primer
Terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrane timpani, akan tetapi
telah terjadi retraksi membran timpani.
b. Kolestetoma Akuisital Sekunder
Terbentuk setelah perforasi membran timpani. Terbentuk akibat dari
masuknya epitel kulit dari liang telinga /dari pinggir perforasi membrana
timpani.
13

Bentuk sisa, formasi epidermoid yang berasal dari kolesteatoma


kongenital mungkin berasal dari epitimpanum anterior. Tidak seluruh
kolesteatoma kongenital berlokasi di daerah anterosuperior dan tidak
semua ditemukan menjadi kista epitelial seperti adanya invaginasi epitel
skuamosa dari liang telinga atau masuknya elemen skuamosa pada cairan
amnion (Browning 2009).
Adapun Staging kolesteatoma kanalis auditorius eksternal dibagi
menjadi 4, yakni :
Stage I : Hiperplasia dan hiperemis epitel meatal auditorius. Angka apoptosis
meningkat pada bagian atas permulaaan kolesteatoma.
Stage II : Inflamasi lokal pada epitel yang berproliferasi dan periostesis yang
berdekatan. Tidak ada destruksi tulang kanalis auditorius. Akumulasi
debris keratin. Secara klinis, nyeri tumpul dan super infeksi. Dapat
terjadi otore.
a.       Permukaan epitel intak tanpa penampakan tulang kanalis
b.      Defek epitel dengan penampakan tulang kanalis
Stage III : Destruksi tulang kanalis auditorius dengan tulang skuestes
(osteonekrosis asepsis). Perusakan epitel ke tulang kanalis yang
berdekatan. Akumulasi debris keratin dengan superinfeksi dan otore.
Stage IV : Destruksi spontan pada struktur anatomi yang berdekatan dengan otore,
penurunan pendengaran, parase nervus fasialis, trombosis sinus
sigmoid, dan abses endokranial.
Subkelas M     : Mastoid
Subkelas S       : Dasar tlang dengan sinus sigmoid
14

Subkelas J       : Sendi temporomandibular


Subkelas F       : Nervus fasialis

2.1.5 Patofisiologi (Pathways)


Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kuman,
yang paling sering adalah Pseudomonas aerogenusa. Pembesaran
kolesteatom menjadi lebih cepat apabila sudah disertai infeksi,
kolesteatom ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta
menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis
terhadap tulang diperhebat dengan adanya pembentukan reaksi asam oleh
pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya
komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses otak.
Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis
kolesteatoma, antara lain adalah: teori invaginasi, teori imigrasi, teori
metaplasi dan teori implantasi.
2.1.5.1 Teori invaginasi
Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma,
antara lain adalah: teori invaginasi, teori imigrasi, teori metaplasi dan teori
implantasi.
2.1.5.2 Teori imigrasi
Kolesteatoma terbentuk akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga
atau dari pinggir perforasi membrana timpani ke telinga tengah. Migrasi ini
berperan penting dalam akumulasi debris keratin dan sel skuamosa dalam
retraksi kantong dan perluasan kulit ke dalam telinga tengah melalui
perforasi membran timpani.
2.1.5.3 Teori metaplasi
Terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang
berlangsung lama.
2.1.5.4 Teori impantasi
Pada teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatom terjadi akibat adanya
implantasi epitel kulit secara iatrogenik ke dalam telinga tengah waktu
15

operasi, setelah blust injury, pemasangan ventilasi tube atau setelah


miringotomi.

Secara garis besar patofisiologi dari kolesteatoma yaitu :


 Deskuamasi epitel skuamosa (keratin)
 Jaringan granulasi yang mensekresi enzim proteolitik
a. Dapat memperluas diri dengan mengorbankan struktur disekelilingnya
b. Erosi tulang terjadi oleh dua mekanisme utama :
Efek tekanan à remodelling tulang
Aktivitas enzim à meningkatkan proses osteoklastik pada tulang à
meningkatkan resorpsi tulang.
 Merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman à infeksi
 Infeksià pelepasan sitokin yang menstimulasi sel-sel keratinosit matriks
kolesteatoma menjadi hiperproliferatif, destruktif, dan mampu
berangiogenesis.
 Desakan massa + reaksi asam oleh pembusukan bakteri à nekrosis tulang
16
WOC Kolesteastoma
Trauma Benda Asing

Infeksi sekunder (ISPA) berulang


Bakteri Streptococcus, Hemophylus Influenza Ruptur Gendang Telinga

Invasi Bakteri

Infeksi telinga tengah (kavum timpani, tuba eustachius)


MK :
Risiko Infeksi
Deskuamasi epitel skuamosa
Infeksi
Prosedur/tindakan berlanjut ke Pengobatan tidak tuntas,
MK : Kurang MK: Defisit
Ansietas
operasi telinga dalam KOLESTEATOMA Episode berulang
Mastoiddektomi informasi Pengetahuan

B1 (BREATHING) B2 (BLOOD) B3 (BRAIN) B4 (BLADDER) B5 (BOWEL) B6 (BONE)

Respon pertahanan sel↓ Pengobatan tidak tuntas, Tekanan udara pd Proses peradangan, Proses Peradangan Peningkatan produksi cairan serosa
Merusak lapisan
berulang telinga tengah (-) pengobatan tdk tuntas epitel dan lapisan Telinga
Hipersekresi mukosa Iskemia
Retraksi membran Infeksi berlanjut dpt ke Kesulitan/sakit
Produksi mukus↑ Infeksi berlanjut dapat sampai ke timpani telinga dalam menelan dan
telinga dalam Imun ↓
mengunyah Nekrosis Jaringan
Kongesti hidung Akumulasi kotoran Merusak tulang krn
Terjadi erosi pd kanalis dalam telinga adanya epitel skuamosa di
dalam rongga telinga
Mual Mual Ruptur membran timpani
semisirkularis muntah
Kesulitan Bernafas tengah (kolesteatom) muntah karena desakan
Hantaran suara/udara
yg diterima menurun Tindakan operasi
Pening/vertigo mastoidektomi Diare Tidak nafsu Sekret keluar dan
Obstruksi jalan nafas makan berbau tidak enak
Gangguan
konduksi Menekan daerah sekitar telinga Dehidrasi
Sesak Kekurangan eritrosit Ketidakseimba Otorrhoe
Terjadi iritasi telinga MK : ngan zat gizi
Penurunan fungsi
MK : Bersihan Jalan pendengaran Ketidakseimbangan MK :
Nafas Tidak Efektif Anemia Reaksi inflamasi Volume Cairan Gangguan Citra Tubuh
MK : Nutrisi
MK : Gangguan Kurang dari
Pelepasan mediator kimia (histamin,
Rendahnya kadar Persepsi Sensori bradikinin, prostaglandin Kebutuhan Tubuh
Bronkus menyempit
O2 yg ditransport Pendengaran Infeksi
Suplai O2 ↓ Impuls dikirim ke hipothalamus sistemik
MK : Perfusi MK : Resiko
terjadi Nyeri dipersepsikan Demam > 39°C
MK : Gangguan Perifer tidak
pertukaran gas efektif injuri /trauma
MK: Nyeri Akut MK: Hipertermi
17

2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)


2.1.6.1 Nyeri
Pasien mengeluh nyeri tumpul dan otore intermitten akibat erosi tulang
dan infeksi sekuder. Perasaan sakit dibelakang atau didalam telinga dapat
dirasakan terutama pada malam hari sehingga dapat menyebabkan tidak
nyaman pada pasien.
2.1.6.2 Pendengaran berkurang
Kolesteatoma dapat tetap asimtomatik dan mencapai ukuran yang cukup
besar sebelum terinfeksi atau menimbulkan gangguan pendengaran,
dengan akibatnya hilangnya tulang mastoid, osikula, dan pembungkus
tulang saraf fasialis.
2.1.6.3 Perasaan penuh
Kantong kolesteatoma dapat membesar sehingga dapat menyebabkan
perasaan penuh atau tekanan dalam telinga, bersamaan dengan kehilangan
pendengaran.
2.1.6.4 Pusing
Perasaan pusing atau kelemahan otot dapat terjadi di salah satu sisi wajah
(sisi telinga yang terinfeksi.
2.1.6.5 Perforasi sentral (lubang terdapat di tengah-tengah gendang telinga) keluar
nanah berbau busuk dari telinga tanpa disertai rasa nyeri. Bila terus
menerus kambuh, akan terbentuk pertumbuhan menonjol (polip), yang
berasal dari telinga tengah dan melalui lubang pada gendang telinga akan
menonjol ke dalam saluran telinga luar.

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi pasien dengan kolesteatoma di antaranya:
2.1.7.1 Tuli konduksi
Tuli konduksi merupakan komplikasi yang sering terjadi karena terjadi
erosi rangkaian tulang pendengaran. Erosi prosesus lentikular dan atau
super struktur stapes dapat menyebabkan tuli konduksi sampai dengan
50dB. Kehilangan pendengaran bervariasi sesuai dengan perkembangan
myringostapediopexy atau transmisi suara melalui kantong kolesteatoma
18

ke stapes atau footplate.


2.1.7.2 Tuli sensorineural
Terdapatnya tuli sensorineural menandakan terdapatnya keterlibatan
labyrin.
2.1.7.3 Kehilangan pendengaran total
Setelah operasi sebanyak 3% telinga yang dioperasi mengalami kerusakan
permanen karena penyakitnya sendiri aau komplikasi proses
penyembuhan. Pasien harus diberikan penjelasan tentang kemungkinan
kehilangan pendengaran total.
2.1.7.4 Paralisis fasialis
Paralisis fasialis disebabkan karena hancurnya tulang diatas nervus
fasialis.
2.1.7.5 Fistula labyrinthin
Fistula labyrinthin terjadi pada 10% pasien dengan infeksi kronik dengan
kolesteatoma. Fistula dicurigai pada pasien dengan gangguan tuli
sensorineural yang sudah berjalan lama dan atau vertigo yang diinduksi
dengan suara atau perubahan tekanan pada telinga tengah.
2.1.7.6 Intrakranial
Komplikasi intrakranial seperti abses periosteal, trombosis sinus lateral
dan abses intrakranial terjadi pada 1% penderita kolesteatoma. Komplikasi
intra kranial ditandai dengan gejala otore maladorous supuratif, biasanaya
dengan nyeri kepala kronik, nyeri dan atau demam.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Menurut (Lee et al, 2007; Chole & Nason 2009 ; Dhingra 2010, Vercryysse
et al. 2010) pemeriksaan penunjang pasien dengan kolesteatoma yaitu :
2.1.8.1 Audiometri (Pemeriksaan Audiologi)
Audiometri nada murni dengan konduksi udara dan tulang, ambang
penerimaan pembicaraan dan pengenalan kata umumnya dipakai untuk
menetapkan tuli konduksi pada telinga yang sakit. Derajat tuli konduksi
bervariasi tergantung beratnya penyakit. Tuli konduksi sedang > 40dB
19

menyatakan terjadinya diskontinuitas ossikula, biasanya karena erosi


posesus longus incus atau capitulum stapes.
2.1.8.2 Timpanometri
Dapat menurun pada penderita dengan perforasi membran timpani.
2.1.8.3 Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi menunjukkan letak perforasi. Dari perforasi dapat
dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
2.1.8.4 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi preoperasi dengan CT scan tulang temporal tanpa
kontras dalam potongan axial dan koronal dapat memperlihatkan anatomi,
keluasan penyakit dan skrening komplikasi asimptomatik. CT scan tidak
essensial untuk penilaian preoperasi, dikerjakan pada kasus revisi
pembedahan sebelumnya, otitis media supuratif kronik, kecurigaan
abnormalitas kongenital atau kasus kolesteatoma dengan tuli
sensorunerual, gejala vestibular atau komplikasi lainnya.
2.1.8.5 Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi sekret telinga penting untuk menentukan
antibiotika yang tepat.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


2.1.9.1 Perawatan
1. Pembersihan liang telinga.
2. Penilaian terhadap sekret, edema dinding kanalis dan membran
tymphani.
2.1.9.2 Penatalaksanaan Medis
1. Terapi awal
Terapi awal terdiri atas pembersihan telinga, antibiotika dan tetes
telinga. Terapi bertujuan untuk menghentikan drainase pada telinga
dengan mengendalikan infeksi. Pada kantong dengan retraksi yang
awal dapat dipasang timpanostomi.
2. Terapi pembedahan
Kolestoma merupakan penyakit bedah. Tujuan utama pembedahan
adalah menghilangkan kolesteatoma secara total. Tujuan kedua adanya
20

mengembalikan atau memelihara fungsi pendengaran. Tujuan ketiga


adalah memeliharan sebisa mungkin penampilan anatomi normal.
Prosedur pembedahan diterapkan pada individu dengan tanda-tanda
patologis. Keluasan penyakit akan menentukan keluasan pendekatan
pembedahan. Kolesteatoma besar atau yang mengalami komplikasi
memerlukan terapi pembedahan untuk mencegah komplikasi yang
lebih serius. Tes pendengaran dan keseimbangan, rontgen mastoid dan
CT scan mastoid diperlukan. Tes tersebut dilakukan dengan maksud
untuk menentukan tingkat pendengaran dan keluasan desktruksi yang
disebabkan oleh kolesteatomanya sendiri.
Prosedur pembedahan meliputi :
a. Canal Wall Down Procedure (CWD)
b. Canal Wall Up Procedure (CWU)
c. Trancanal Anterior Atticotomi
d. Bondy Modified Radical Procedure
Berbagai macam faktor turut menentukan operasi yang terbaik untuk
pasien. Canal-wall-down prosedur memiliki probabilitas yang tinggi
membersihkan permanen kolesteatomanya. Sedangkan Canal-wall-up
procedure memiliki keuntungan yaitu mempertahankan penampilan
normal, tetapi resiko tinggi terjadinya rekurensi dan persisten
kolestatoma. Resiko rekurensi cukup tinggi sehingga ahli bedah
disarankan melakukan tympanomastoidectomi setelah 6 bulan sampai
1 tahun setelah operasi pertama.
Terdapat berbagai macam teknik operasi untuk menangani
kolesteatoma, yang secara umum dapat dibagi atas open cavity (canal
wall down) dan closed cavity (intact canal wall) mastoidektomi
(Wright & Valentine 2008).
a. Canal wall down procedures
Prosedur ini membersihkan dan mengangkat semua kolesteatoma,
termasuk dinding posterior liang telinga, sehingga meninggalkan
kavum mastoid berhubungan langsung dengan liang telinga luar
21

(Helmi 2005; Dhingra 2007; Merchant, Rosowski & Shelton


2009).
b. Intact canal wall procedures
Keuntungan intact canal wall mastoidectomy adalah anatomi
normal dinding posterior liang telinga dapat dipertahankan tanpa
perlu membuang dan merekonstruksi skutum. Prosedur ini sering
dilakukan pada kasus primary acquired cholesteatoma bila
kolesteatoma terdapat di atik dan antrum. Dilakukan complete
cortical mastoidectomy dan antrum mastoid dapat dimasuki.
Diseksi matriks kolesteatoma harus dilakukan dengan hati-hati.
Rekurensi dapat terjadi bila fragmen kecil dari epitel
berkeratinisasi tertinggal. Sering diperlukan “second look
operation” setelah 6-12 bulan kemudian disebabkan rekurensi
kolesteatoma (Wright & Valentine 2008; Chole & Nason 2009).
3. Follow up
Tiap pasien dimonitor selama beberapa tahun. Rekurensi dapat terjadi
setelah pembedahan awal. Follow up meliputi evaluasi setengah
tahunan atau tahunan, bahkan pada pasien yang asimptomatik. Pasien
yang telah menjalani Canal-Wall-Down prosedure memerlukan follow
up tiap 3 bulan untuk pembersihan saluran telinga. Pasien yang
menjalani canal- wall-up prosedur umumnya memerlukan operasi
tahap kedua selelah 6-9 bulan dari operasi pertama. Follow up
dilakukan 6 bulan sampai dengan 1 tahun untuk mencegah terjadinya
kolesteatoma persisten atau rekurensi.

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
2.2.1.1 Pengumpulan Data, meliputi :
1) Identitas Klien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, suku
bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan terakhir, status perkawinan, alamat, nomor
registrasi/MRS, dan diagnosa medis.
22

2) Keluhan Utama
Pada keluhan utama biasanya pasien dengan kolesteatoma biasanya datang
dengan otore dan otalgia kronis, juga akan mengalami penurunan pendengaran
yang terjadi sebagai akibat dari terisinya rongga telinga tengah oleh epitel yang
mengalami deskuamasi maupun rusaknya tulang pendengaran. Adanya fistula
labirin atau lokasi kolesteatoma yang berada dekat dengan tulang stapes dapat
menimbulkan pusing dan gangguan keseimbangan. Keluhan nonspesifik lainnya,
seperti demam, mual, muntah, dan kelainan nervus fasialis juga dapat terjadi.
3) Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
 Apakah ada lendir berupa nanah, berapa lama
 Apakah pernah dirawat dirumah sakit
 Apakah ada nyeri pada telinga bagian dalam
b. Riwayat Penyakit Dahulu
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga klien ada/tidak gambaran keadaan kesehatan keluarga
dan penyakit yang berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi :
jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan,
tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan
penyakit turunan.
d. Riwayat Psikososial
Perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan
terhadap dirinya. Pada klien dengan kanker paru sering muncul
masalah ansietas yang disebabkan karena proses penyakit. Hal ini
menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.
2.2.1.2 Pemeriksaan Fisik (B1-B6)
Menurut (Wijaya, 2013) Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan pada
pasien dengan Kanker Paru adalah sebagai berikut:
1) Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan mengeluh ada cairan keluar
dari telinga dengan otore dan otalgia kronis, nyeri dan juga akan mengalami
23

penurunan pendengaran yang terjadi sebagai akibat dari terisinya rongga telinga
tengah oleh epitel yang mengalami deskuamasi maupun rusaknya tulang
pendengaran.
2) Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah biasanya hipotensi dan hipertensi, nadi mengalami
takhikardi, suhu biasanya mengalami hipertermi, pernafasan tidak adekuat
dan takipnea.
3) Pemeriksaan Fisik
Menurut (dr.Giovanni Gilberta, 2019) Pada pemeriksaan fisik akan tampak
massa seperti polip yang mengalami inflamasi atau jaringan granulasi pada liang
telinga. Pemeriksaan otoskop juga akan menunjukkan perubahan pada meatus
akustikus eksternus lain, seperti edema, otorrhea, dan perforasi membran timpani.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan lokasi yang paling umum dari
koleteatoma kongenital adalah kuadran superior anterior membran timpani, diikuti
oleh kuadran posterior-superior. Lesi ditemukan pada usia dewasa mungkin
berada di posterior mesotympanum, sebagai dampak dari pertumbuhan terus
kolesteatoma. Berbeda dengan tipe acquired, membran timpani penderita
kolesteatoma kongenital tetap intak dan ditemukan ada massa berwarna putih
mutiara pada kuadran antero-superior membran timpani.
4) Berdasarkan system- sistem tubuh
1. Sistem pernapasan
2. Sistem kardiovaskuler
3. Sistem persyarafan
Pusing dan nyeri kepala adalah gejala umum relatif pada
kolesteatoma, tetapi tidak akan terjadi apabila tidak ada fistula labirin
akibat erosi tulang atau jika kolesteatoma mendesak langsung pada
stapes footplate. Pusing dan nyeri kepala adalah gejala yang
mengkhawatirkan karena merupakan pertanda dari perkembangan
komplikasi yang lebih serius. Penilaian terhadap fungsi nervus fasialis
dan palpasi sendi temporomandibular juga penting untuk mengetahui
ekstensi dari lesi kolesteatoma yang dialami oleh penderita
24

4. Sistem gastrointestinal
Pasien biasanya mual dan muntah dikarenakan proses peradangan
nyeri telinga pada kolesteatoma sehingga menyebabkan pasien tidak
nafsu makan, kesulitan menelan, kadang disertai penurunan berat
badan.
5. Sistem penginderaan
Pasien dengan kolesteatoma tipe acquired biasanya mengeluhkan
otorrhea yang timbul secara kronis. Pemberian antibiotik tidak akan
menghentikan otorrhea, karena tidak adanya suplai pembuluh darah
pada kolesteatoma sehingga pemberian antibiotik sulit mengeradikasi
infeksi. Gejala klinis yang timbul dapat berupa gangguan
pendengaran, otitis media efusi, gangguan keseimbangan, kelumpuhan
saraf fasialis, fistula retroaurikuler, meningitis, maupun gejala akibat
perluasan ke intrakranial. Gangguan pendengaran juga merupakan
gejala yang terjadi pada kolesteatoma yang besar dan mengisi ruang
telinga tengah dengan epitel deskuamasi dengan atau tanpa sekret
mukopurulen, sehingga menyebabkan kerusakan osikular yang
akhirnya menyebabkan terjadinya tuli konduktif yang berat.
Pemeriksaan garpu tala juga bisa dilakukan untuk menilai fungsi dan
menentukan jenis gangguan pendengaran yang dialami. Penderita
kolesteatoma dapat mengalami gangguan pendengaran tipe konduktif
sebagai akibat dari kerusakan tulang pendengaran. Pada perjalanan
penyakit yang lebih parah, kerusakan struktur intratemporal dapat
menimbulkan penurunan pendengaran tipe sensori neural.
6. Sistem musculoskeletal
7. Sistem integument
8. Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
25

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


2.2.2.2 Perubahan persepsi/ sensori auditoris berhubungan dengan kerusakan
pendengaran.
2.2.2.3 Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
2.2.2.4 Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi
sensori auditoris.
2.2.2.5 Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan.
2.2.2.6 Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan.
2.2.2.7 Ansietas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah.
2.2.2.8 Defisit pengetahuan b.d kurang terpaparnya informasi
2.2.2.9 Risiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Perencanaan keperawatan pada klien dengan kolesteatoma meliputi :
Diagnosa I : Perubahan persepsi/ sensori auditoris berhubungan dengan
kerusakan pendengaran.
1. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam proses
keperawatan pasien mampu mendengar dengan baik.
2. Kriteria hasil :
 Mengalami potensial pendengaran maksimum
 Pasien menggunakan alat bantu dengar dengan tepat.
 Pasien nampak rileks
 Pendengaran baik atau normal
3. Rencana Tindakan :
Intervensi Rasional
1. Kaji tentang ketajaman 1. Menentukan seberapa baik
pendengaran tingkat pendengaran klien
2. Kaji tingkat kerusakan 2. Mengetahui tingkat kerusakan
pendengaran pendengaran
3. Berikan cara komunikasi yang 3. Memudahkan pasien memahami
jelas dalam mendengar
4. Lakukan pemeriksaan telinga 4. Untuk menilai keadaan dalam
5. Bantu pasien berfokus pada lubang dan gendang telinga
semua bunyi di lingkungan dan 5. Memudahkan pasien untuk
membicarakannnya hal tersebut mendengar
6. Berbicara dengan perlahan dan 6. Pesan yang ingin disampaikan
26

dengan jelas langsung ke telinga dapat di terima baik oleh klien


yang baik 7. Keefektifan alat pendengaran
7. Ajarkan klien untuk tergantung pada tipe
menggunakan dan merawat alat gangguan/ketulian, pemakaian
pendengaran secara tepat serta perawatannya yang tepat.
8. Ajarkan klien membersihkan 8. Mencegah terjadi infeksi lebih
telinga yang benar dan bersih lanjut dan mempercepat
serta menggunakan antibiotik penyembuhan
secara kontinyu sesuai aturan 9. Untuk menjamin keuntungan
9. Diskusikan tipe alat bantu dengar maksimal
dan perawatanya yang tepat 10. Memaksimalkan pendengaran
10. Kolaborasi dalam pemasangan dan Mengetahui tingkat
alat bantu telinga dan dalam gangguan telinga yang dialami
pemeriksaan telinga (tess rinne,
tes weber, audiometri)

2.3.2.1 Diagnosa II : Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.


1) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tindakan
keperawatan suhu tubuh pasien dapat normal (360-370C)
2) Kriteria Hasil:
 Suhu tubuh dalam rentang normal (360-370C)
 Kulit tidak teraba hangat
 Wajah tidak tampak merah
 Tidak terjadi dehidrasi
 Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan).
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Monitor tanda-tanda vital. 1. Perubahan TTV akan
2. Pantau input dan output memberikan dampak pada resiko
3. Monitor suhu minimal setiap 2 jam asidosis yang bertambah berat
sekali disesuaikan dengan dan berindikasi pada intervensi
kebutuhan untuk secepatnya melakukan
4. Menipulasi lingkungan menjadi koreksi asidosis.
senyaman mungkin seperti 2. Untuk mengetahui keseimbangan
penggunaan kipas angin atau AC. cairan pasien
5. Berikan pasien pakaian tipis 3. Mengetahui kemungkinan adanya
6. Ajarkan kompres hangat dan kenaikan suhu secara mendadak
kompres air dingin pada daerah dan perkembangan status
aksila, kening, leher, dan lipatan kesehatan pasien
paha dan banyak minum 4. Memberikan rasa nyaman dengan
27

7. Kolaborasi dengan pemberian mengurangi keadaan panas akibat


antipiretik suhu pengaruh lingkungan
5. Membantu mengurangi panas di
tubuh
6. Untuk menurunkan panas tubuh
dan mengganti cairan tubuh yang
hilang
7. Kolaborasi
Bekerja sama dengan dokter
dalam pemberian terapi obat
digunakan untuk mengurangi
demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus

Diagnosa III : Kerusakan komunikasi verbal b.d ketidakmampuan untuk


mendengar petunjuk auditoris.
1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam proses
keperawatan pasien dapat berkomunikasi dengan baik.
2) Kriteria Hasil :
 Pasien terlibat dalam proses komunikasi
 Pasien menunjukkan kemampuan untuk membaca gerak bibir
 Pasien dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan cara yang
diajarkan
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Berbicara jelas dan tegas tanpa 2. Membantu pasien merangsang
bergerak komunikasi verbal engetahui
2. Kurangi kegaduhan lingkungan perkembangan status kesehatan
3. Ajarkan keluarga dan orang lain pasien.
yang terlibat dengan pasien tentang 3. Mempermudah pasien dalam
perilaku yang memudahkan mendengar
membaca gerak bibir 4. Untuk merangsang komunikasi
4. Bila menggunakan alat bantu verbal
dengar, kenakan pada telinga yang 5. Mempermudah pasien
tidak dioperasi mendengar sehingga dapat lancar
dalam berkomunikasi

Diagnosa IV : Nyeri b.d trauma pembedahan


1) Tujuan: Pasien dapat mendemonstrasikan hilang dari ketidaknyamanan dan
masalah nyeri klien dapat teratasi.
28

2) Kriteria Hasil :
 Skala nyer i= 3 (1-10)
 Menyangkal nyeri,
 Melaporkan perasaan nyaman,
 Ekspresi wajah dan postur tubuh rileks.
 Irama pernafasan teratur
 TTV dalam batas normal
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Selalu memantau perkembangan
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
nyeri.
2. Identifikasi faktor yang 2. Mencari tahu faktor memperberat
memperberat dan memperingan dan memperingan nyeri agar
nyeri. mempercepat proses kesembuhan.
3. Kontrol lingkungan yang 3. Memberikan kondisi lingkungan
memperberat rasa nyeri. yang nyaman untuk membantu
4. Berikan teknik nonfarmakologis. meredakan nyeri.
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis 4. Salah satu cara mengurangi nyeri
untuk mengurangi rasa nyeri. seperti TENS, hipnosis, terapi
6. Kolaborasi dengan dokter musik, terapi pijat, akupresur,
pemberian analgetik, jika perlu. aromaterapi, imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain.
5. Agar klien atau keluarga dapat
melakukan secara mandiri ketika
nyeri kambuh.
6. Bekerja sama dengan dokter
dalam pemberian dosis obat dan
tindakan dependen perawat,
dimana analgetik berfungsi untuk
memblok stimulasi nyeri.

Diagnosa V : Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan graft, trauma


bedah terhadap jaringan
1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam risiko
infeksi dapat hilang atau teratasi.
2) Kriteria Hasil:
 Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
3) Rencana tindakan :
29

Intervensi Rasional
1. Observasi keadaan umum pasien 1. Mengetahui keadaan umum
selama 24 jam pasien.
2. Anjurkan pentingnya cuci tangan 2. Mencegah penularan penyakit.
dan mencuci telinga luar 3. Mencegah infeksi
3. Lakukan perawatan graft 4. Agar dapat membunuh kuman,
4. Kolaborasi pemberian antibiotik sehingga tidak menularkan
profilaksis penyakit terus-menerus.

Diagnosa VI : Ansietas berhubungan dengan menghadapi prosedur bedah


1) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam ansietas
berkurang.
2) Kriteria Hasil:
 Pasien merasa nyaman dan rileks
 Menunjukkan kontrol agresi, kontrol ansietas, koping, kontra impuls,
penahanan mutilasi diri secara konsisten dan substansial
 Menunjukkan keterampilan interaksi sosial yang efektif
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Informasikan pasien tentang peran 1. Kembangkan rasa percaya/
advokat perawat intra operasi. hubungan, turunkan rasa takut
2. Identifikasi tingkat rasa takut yang akan kehilangan kontrol pada
mengharuskan dilakukan lingkungan asing
penundaan prosedur pembedahan. 2. Rasa takut yang berlebihan/ terus-
3. Cegah pemajan tubuh yang tidak menerus akan mengakibatkan
diperlukan selama pemindahan reaksi stress yang berlebihan,
ataupun pada tulang operasi. risiko potensial dari pembalikan
4. Ajarkan teknik relaksasi nafas reaksi terhadap prosedur/ zat-zat
dalam untuk mengontrol anestesi.
mengurangi kecemasan pasien 3. Pasien akan memperhatikan
5. Berikan petunjuk/ penjelasan yang masalah kehilangan harga diri dan
sederhana pada pasien yang tenang ketidakmampuan untuk melatih
6. Kontrol stimulasi eksternal kontrol.
7. Kolaborasi dengan keluarga dalam 4. Mengatasi kecemasan pasien
memberikann dukungan dan 5. Ketidakseimbangan dari proses
semangat. pemikiran akan membuat pasien
8. Kolaborasi dengan dokter menemui kesulitan untuk
pemberian obat sesuai petunjuk, memahami petunjuk-petunjuk
misal; zat-zat sedatif, hipnotis yang panjang dan berbelit-belit.
6. Suara gaduh dan keributan akan
meningkatkan ansietas.
7. Memberikan informasi pada
pasien/keluarga untuk
30

menurunkan kecemasan yang


dialami pasien.
8. Untuk meningkatkan tidur malam
hari sebelum pembedahan;
meningkatkan kemampuan
koping.

Diagnosa VII : Defisit pengetahuan b.d kurang terpaparnya informasi


1) Tujuan: Setelah di lakukan tindakan perawatan diharapkan pasien
memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
2) Kriteria Hasil:
 Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
 Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan
pengetahuan yang diperoleh.
3) Rencana tindakan :
31

Diagnosa VIII : Risiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran


1) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak
terjadi cidera.
2) Kriteria Hasil:
 Tidak mengalami cidera fisik.
3) Rencana tindakan :
Intervensi Rasional
1. Cegah infeksi telinga tengah. 1. Agar kerusakan pendengaran
2. Meminimalkan tingkat kebisingan tidak meluas.
di unit perawatan intensif. 2. berhubungan dengan kehilangan
3. Lakukan upaya keamanan seperti pendengaran.
ambulasi terbimbing. 3. Untuk mencegah pasien jatuh
4. Kolaborasi dengan pemberian obat akibat vertigo/ gangguan
antiemetika dan outivertigo sesuai keseimbangan.
indikasi, misalnya antihistamin 4. Mengurangi nyeri kepala
sehingga terhindar dari jatuh.

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 2005). Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi
serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tahap evaluasi menentukan
kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan dan respon pasien
terhadap keefektifan intervensi keperawatan, kemudian mengganti rencana
perawatan jika diperlukan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah
tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk
melakukan pengkajian ulang.
32

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Dhea Permatasari Iskandar


NIM : 2018.C.10a.0964
Ruang Praktek : Sistem Penginderaan
Tanggal Praktek : 12 November-14 November 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 12 November 2020, pukul 14.00 WIB
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Nn.B
Umur : 21 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak, Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Sales
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Jl. Beliang No.12, Palangka Raya
Tgl MRS : 10 November 2020
Diagnosa Medis : Kolesteatoma

3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan


3.1.2.1 Keluhan Utama :
Pasien mengatakan keluar cairan nanah dari telinga bagian kanan.
31.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan pada tanggal 9 November 2020 mengalami gangguan
pendengaran. Pada tanggal 10 November 2020 pasien di bawa ke Poliklinik THT
Rumah Sakit XR dengan keluhan utama keluar cairan nanah dan ada berdarah
sedikit-sedikit keluar dari telinga bagian kanan. Pada saat dilakukan pengkajian
klien juga merasakan nyeri di daerah sekitar telinga kanan seperti tertusuk-tusuk,
Nyeri ini terjadi pada bagian telinga tengah, dengan skala 4 (1-10) yang di

32
33

rasakan terus menerus walau di tekan atau tanpa di tekan, upaya yang dilakukan
untuk mengurangi nyerinya dengan cara istirahat dan tidak banyak bergerak dan
nyeri berlangsung hilang timbul dan tidak menentu. Di Poliklinik THT RSUD XR
pasien dan keluarga tampak kebingungan terhadap penyakit yang dideritanya.
Pasien juga mendapatkan pemeriksaan dengan hasil tekanan darah 120/80 mmHg,
Nadi 97 x/menit, pernapasan 22 x/menit dan suhu 370C, pasien juga mendapat
terapi obat Injeksi Cefrtadizime 2x1 gr IV, Inj. Ketorolac 2x1 ampul IV, Tarivid
Otic 2 x 5 tetes telinga kanan, Paracetamol 2x200 mg (IV), dan Infus NaCl 0,9%
IV 500cc 20 tpm tangan sebelah kiri. Dokter memutuskan Nn.B harus dirawat
inap di ruang Aster No.7 untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.

3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)


Klien mengatakan sebelumnya sudah pernah di rawat di rumah sakit dengan
penyakit yang sama selama 1 minggu dengan keluhan bengkak dibelakang
telinga kanan, bengkak dan merah disertai keluar nanah. Klien mengatakan
sudah 1 bulan pendengarannya berkurang dan telinga kanannya keluar
cairan nanah dan ada darah sedikit yang berbau tidak sedap. Tiga bulan
yang lalu tepat bulan Agustus 2020 muncul bengkak lagi dan keluar nanah
sampai pasien berobat ke poli THT RSUD XR. Penurunan pendengaran ada
sejak 8 bulan yang lalu April 2020, terutama pada telinga sebelah kanan,
pasien berobat ke RS swasta dan mendapat obat serta ditemukan ada
jaringan di dalam liang telinga, jaringan tersebut kemudian diekstraksi dan
dilakukan pemeriksaan histopatologi dengan hasil jaringan granulasi, dan
tidak ada riwayat operasi.

3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Nn.B mengatakan bahwa keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit yang
sama seperti dia dan tidak memiliki riwayat penyakit turunan.
34

Genogram Keluarga

Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Klien (Nn.B)

3.1.3 Pemerikasaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum :
Klien tampak memegang telinga, tampak lemas, ekspresi klien tampak
meringis, kesadaran pasien compos menthis, berbaring terlentang,
penampilan cukup rapi, posisi berbaring semi-fowler, terpasang infus NaCl
0,9% 500ml 20 tpm 1 tetes/ 4 detik ditangan sebelah kiri klien.
3.1.3.2 Status Mental :
Tingkat kesadaran klien compos mentis, ekpresi wajah klien tampak datar,
bentuk badan klien mesomorph, posisi berbaring semi fowler, klien
berbicara jelas, suasana hati klien sedih, penampilan klien rapi, klien
mengetahui waktu pagi, siang dan malam dapat membedakan antara perawat
dan keluarga serta mengetahui dirinya sedang dirawat di rumah sakit, insigt
klien baik, dan mekanisme pertahanan diri klien adaptif.
35

3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :


Saat pengkajian TTV klien tanggal 12 November 2020 pukul 14:00 WIB,
suhu tubuh klien/ S = 37,0 °C tempat pemeriksaan axilla, nadi/N =
97x/menit dan pernapasan/ RR = 22 x/menit, tekanan darah TD = 120/80
mmhg.

3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)


Bentuk dada klien teraba tidak simetris, klien tidak memiliki kebiasaan,
tidak ada batuk, tidak adanya sputum, tidak ada sesak, tidak sianosis, tidak
ada terdapat nyeri dada, tidak dypsnea, type pernapasan klien tampak
menggunakan perut dan dada, irama pernapasan teratur dan suara nafas
klien vesikuler serta tidak ada suara nafas tambahan
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah keperawatan

3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)


Klien tidak merasakan nyeri di dada, tidak ada merasakan keram dikaki,
tidak merasakan pusing, tidak mengalami clubbing finger, tidak sianosis,
tidak merasakan sakit kepala, tidak palpitasi, tidak ada pingsan, capillary
refill klien saat ditekan dan dilepaskan kembali dalam <2 detik, tidak ada
terdapat oedema, ictus cordis klien tidak terlihat, vena jugulasir klien tidak
mengalami peningkatan, suara jantung klien (S1-S2) regular, bunyi lub dup,
dan tidak ada mengalami kelainan.
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah keperawatan

3.1.3.6 Persyarafan (Brain)


Nilai GCS : E = 4 (membuka mata spontan), V = 5 (komunikasi verbal
baik), M = 6 (mengikuti perintah), total nilai GCS = 15 (normal), kesadaran
klien tampak normal, pupil isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri
positif, tidak ada nyeri dada, tidak vertigo, tampak gelisah, tidak aphasia,
klien tidak merasakan kesemutan, tidak bingung, tidak dysarthria dan tidak
mengalami kejang.
36

Uji Syaraf Kranial :


3.1.3.6.1 Nervus Kranial I (Olfaktori) : Klien dapat membedakan bau-bauan
seperti : minyak kayu putih atau alcohol.
3.1.3.6.2 Nervus Kranial II (Optik) : Klien dapat melihat dengan jelas orang yang
ada disekitarnya.
3.1.3.6.3 Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil klien dapat berkontraksi saat
melihat cahaya.
3.1.3.6.4 Nervus Kranial IV (Trokeal) : Klien dapat menggerakan bola matanya
ke atas dan ke bawah.
3.1.3.6.5 Nervus Kranial V (Trigeminal) : Klien dapat mengunyah makanan
seperti : nasi, kue, buah.
3.1.3.6.6 Nervus Kranial VI (Abdusen) : Klien dapat melihat kesamping kiri
ataupun kanan.
3.1.3.6.7 Nervus Kranial VII (Fasial) : Klien dapat tersenyum.
3.1.3.6.8 Nervus Kranial VIII (Auditor) : Klien tidak dapat mendengar
perkataaan dokter, perawat dan keluarganya dengan jelas
3.1.3.6.9 Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Klien dapat membedakan rasa
pahit dan manis.
3.1.3.6.10 Nervus Kranial X (Vagus) : Klien dapat berbicara dengan jelas.
3.1.3.6.11 Nervus Kranial XI (Asesori) : klien dapat mengangkat bahunya.
3.1.3.6.12 Nervus Kranial XII (Hipoglosol) : Klien dapat menjulurkan lidahnya.
Uji Koordinasi :
Ekstermitas atas klien dapat menggerakan jari kejari dan jari kehidung.
Ekstermitas bawah klien dapat menggerakan tumit ke jempol kaki,
kestabilan tubuh klien tampak baik, refleks bisep kanan dan kiri klien baik
skala 1, trisep kanan dan kiri klien baik skala 1, brakioradialis kanan dan
kiri klien baik skala 1, patella kanan kiri klien baik skala 1, dan akhiles
kanan dan kiri klien baik skala 1, serta reflek babinski kanan dan kiri klien
baik skala 1.
Keluhan lainnya : Klien mengatakan adanya cairan nanah berbau tidak
sedap dari telinga bagian kanan dan berdarah sedikit-sedikit.
37

Nyeri di daerah sekitar telinga kanan seperti tertusuk-tusuk, Nyeri ini terjadi
pada bagian telinga tengah, dengan skala 4 (1-10) yang di rasakan terus
menerus walau di tekan atau tanpa di tekan, upaya yang dilakukan untuk
mengurangi nyerinya dengan cara istirahat dan tidak banyak bergerak dan
nyeri berlangsung hilang timbul dan tidak menentu.
Masalah keperawatatan : Nyeri Akut

3.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder)


Tidak ada masalah dalam eliminas urin, klien memproduksi urin 250 ml 5 x
24 jam (normal), dengan warna kuning khas aroma ammonia, klien tidak
mengalami masalah atau lancer, tidak menetes, tidak inkotinen, tidak
oliguria, tidak nyeri, tidak retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak
hematuria, tidak hematuria, tidak terpasang kateter dan tidak pernah
melakukan cytostomi.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.

3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)


Bibir klien tampak lembab, tidak ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi
klien lengkap tidak ada karies, gusi klien normal tampak kemerahan, lidah
klien tidak ada lesi, mukosa klien tidak ada pembengkakan, tonsil klien ada
peradangan, rectum normal, tidak mengalami haemoroid, klien BAB 2x/hari
warna kekuningan dengan konsistensi lemah, tidak diarem tidak konstipasi,
tidak kembung, kembung, bising usus klien terdengar hiperakif 25 x/menit,
dan tidak ada terdapat nyeri tekan ataupun benjolan.
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3.1.3.9 Tulang – Otot – Integumen (Bone)


Kemampuan pergerakan sendi klien tampak bebas, tidak ada parase, tidak
ada paralise, tidak ada hemiparese, tidak ada krepitasi, tidak terdapat nyeri
tulang, tidak ada kekakuan, tidak ada flasiditas, tidak ada spastisitas, ukuran
otot klien teraba simetris. Uji kekuatan otot ekstermitas atas kanan dan kiri
38

skala 5/5. Uji kekuatan ektermitas bawah kanan dan kiri skala 5/5. Tidak
terdapat peradangan dan perlukaan.
Keluhan lainnya : Tidak ada Keluhan
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut


Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan, dan kosmetik
dan lainnya. Suhu kulit klien teraba panas, warna kulit coklat tua, turgor
baik, tekstur halus, tidak ada tampak terdapat lesi, tidak tampak terdapat
jaringan, tekstur rambut halus, tidak terdapat distribusi rambut dan bentuk
kuku simetris.
Keluhan lainnya : tidak ada
Masalah keperawatan : tidak ada

3.1.3.11 Sistem Penginderaan


a. Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan klien normal tidak ada masalah, gerakan bola mata klien
tampak bergerak normal dengan visus : mata kanan (VOD) = 6/6 dan mata
kiri (VOS) = 6/6, sclera klien ikterik, warna konjungtiva ikterik, kornea
ikterik, tidak terdapat alat bantu penglihatan pada klien dan tidak terdapat
adanya nyeri.
b. Telinga / Pendengaran
Terdapat udema pada telinga, Fungsi pendengaran Nn.B berkurang,
berdengung, hasil pemeriksaan garputala di dapatkan aurikula sinistra rinne
(-) ,aurikula dekstra rinne (+), Schwabach (memanjang), weber dari
aurikula lateralisasi cenderung ke sisi kanan,, pasien juga tidak
menggunakan alat bantu atau pendengaran, Pemeriksaan Audiometri dari
hasil pemeriksaan ambang dengar telinga kanan yaitu tuli sedang/ringan :
33,75 dB dan telinga kiri normal dengan ambang dengar 12,5 dB.
Keluhan lainnya : Klien tidak dapat mendengar jelas perkataaan dokter,
perawat dan keluarganya dan telinga kanan keluar cairan nanah berwarna
39

kuning dan ada berdarah sedikit-sedikit keluar dari telinga bagian kanan
sejak 1 bulan yang lalu.
Masalah Keperawatan : Gangguan Persepsi Sensori Pendengaran,
Risiko Infeksi,
c. Hidung / Penciuman
Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat
patensi, tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak
terdapat transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada
masalah, sekresi kuning lumayan kental, dan tidak ada polip.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada

3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe


Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada
teraba kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher
klien bergerak bebas. discharge, srotum normal, tidak ada hernia, dan tidak
ada keluhan lainnya.
3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Pasien mengatakan kesehatan merupakan suatu keadaan terbebas dari
penyakit.Sedangkan penyakit adalah keadaan dimana fisik terganggu
karena terjadi proses penyakit.
3.1.4.2 Nutrisida Metabolisme
Klien tidak ada program diet (tinggi kalori, tinggi protein) TKTP, klien
tidak merasa mual, tidak ada muntah, mengalami ketidakmampuan
menelan dan merasa haus.
TB : 158 Cm
BB sekarang : 52 Kg
BB Sebelum sakit : 52 Kg
IMT = BB
(TB)²
= 52 = 20,8 (gizi baik)
(158)²
40

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit


Frekuensi/hari 3x/ hari 3x/ hari
Porsi 3 porsi 3 porsi
Nafsu makan Baik Baik
Jenis Makanan Nasi, sayur, buah, Nasi, sayur, buah,
lauk lauk
Jenis Minuman Air putih, air susu Air putih, air susu
Jumlah minuman/cc/24 jam 2000 cc 2000 cc
Kebiasaan makan Pagi, siang, malam Pagi, siang, sore
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur
Klien mengatakan tidak ada masalah dengan pola istirahat dan tidur.
Sebelum sakit tidur malam klien sekitar 7-8 jam dan tidur siang sekitar 1-2
jam, sesudah sakit tidur malam klien sekitar 8-9 jam dan tidur siang 1-2
jam.
3.1.4.4 Kognitif
Klien mengatakan kurang mengetahui apa yang dialami pasien sekarang
ini Pasien tampak bertanya, pasien tampak kebingungan.
Masalah keperawatan : Defisit Pengetahuan
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri,
peran)
Klien mengatakan tidak senang dengan keadaan yang dialaminya saat ini,
klien ingin cepat sembuh dari penyakitnya, klien adalah seorang laki-laki,
klien orang yang ramah, klien bekerja sebagai seorang Petani.
Masalah keperawatan : Tidak ada.
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit klien dapat berktivitas secara bebas namun sesudah sakit
klien tidak dapat beraktivitas secara bebas dan didampingi oleh keluarga
dan istrinya.

3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress


41

Pasien mengatakan bila ada masalah ia selalu bercerita dan meminta


bantuan kepada keluarga, dan keluarga selalu menolongnya.
3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan
Pasien mengatakan bahwa tidak ada tindakan medis yang bertentangan
dengan keyakinan yang di anut.
3.1.5 Sosial - Spiritual
3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Klien dapat berkomunikasi dengan baik, dan klien dapat menceritakan
keluhan yang dirasakan kepada perawat.
5.2.7.1 Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa dayak dan bahasa
Indonesia.
5.2.7.2 Hubungan dengan keluarga
Hubungan klien dengan keluarga baik, dibuktikan dengan kelurga setiap
saat selalu memperhatikan dan mendampingi Nn.B selama diarawat di
rumah sakit.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Klien dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan dan dapat
berkomunikasi juga dengan keluarga serta orang lain.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat :
Menurut klien orang yang terdekat dengannya adalah istri dan anak-
anaknya.
3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Sebelum sakit biasanya digunakan klien untuk bekerja dan meluangkan
waktu untuk keluarga, sesudah sakit aktivitas klien dibatasi
3.1.5.7 Kegiatan beribadah :
Sebelum sakit klien selalu menjalankan ibadah Kebaktian dan membaca
alkitab bersama dengan suami dan abaknya , disaat sakit klien tidak bisa
beribadah.
42

3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)


Data penunjang : 10 November 2020
1) Pemeriksaan Audiometri

K
Pemeriksaan audiometri didapatkan telinga kanan tuli konduksi derajat
ringan dengan ambang dengar 33,75 dB, telinga kiri normal dengan
ambang dengar 12,5 dB.

2) Pemeriksaan Otoskopi (10 November 2020)

Hasil pemeriksaan otoskopi di dapatkan cairan nanah berwarna kekuning-


kuningan, keluar darah sedikit dan juga perforasi membrane timpani pada
bagian telinga kanan.

3) Hasil Tes Penala (10 November 2020)


Rinne Weber Schwabach
Aurikula Sinistra - Lateralisasi ke sisi Memanjang
kanan
Aurikula Dekstra + Sama dengan pemeriksa

4) Pemeriksaan CT Scan (10 November 2020)


43

CT Scan Mastoid

Kesan : Mastoiditis kanan, terlihat ada perselubungan menutupi seluruh


epitympanum dan sebagian dari mesotimpanum, perselubungan berbatas
tegas, Tulang-tulang pendengaran tidak terlihat. Dinding posterior liang
telinga kanan terlihat destruksi.

5) Pemeriksaan Laboratorium (10 November 2020)


No Parameter Hasil Nilai Normal Analisa
1 Hemaglobin 14,1 g/dL 12-16 Normal
(Perempuan)
2 Leukosit 15.100/mm3 5000-10.000 Meningkat
3 Hematokrit 42% 35 – 47 Normal
4 Trombosit 310.000/mm3 150 – 400 Normal

3.1.7 Penatalaksanaan Medis


Tanggal 12 November-14 November 2020
No Nama Obat Dosis Rute Indikasi Kontraindikasi
1 Infus NaCl 500 cc Infus Di indikasikan untuk Alergi terhadap
0,9%/24 jam 20 tpm membantu memenuhi natriym chloride, tidak
elektroit pada keadaan boleh
dehidrasi syok (Sumber
hipovolemik. https://honestdocs.id/)
(Sumber
https://honestdocs.id/)
2 Tarivid Otic 2x5 Obat Otitis media supuratif Penderita yang
tetes Tetes (radang rongga diketahui hipersensitif
gendang telinga yang tarivid otic.
bernanah) kronis,
otitis eksterna (radang
liang telinga luar).
(Sumber :
44

https://www.halodoc.c
om)
3 Injeksi 2x 1 IV Penanganan jangka Anak usia di bawah
Katerolac ampul pendek untuk nyeri 16 tahun; gangguan
(8 mg) pasca bedah yang fungsi ginjal sedang
sedang (tablet); sampai berat
penanganan jangka (kreatinin serum <
pendek untuk nyeri 160µmol/L)
akut pasca bedah yang (Sumber:http://pionas.
sedang hingga berat pom.go.id)
(injeksi)
(http://pionas.pom.go.i
d)
4 Paracetamol 2x 200 IV Parasetamol Hipersensitif dan
mg merupakan obat yang gangguan hati berat.
memiliki efek untuk (Sumber:
mengurangi rasa sakit https://kalbemed.com)
(analgesik) dan
menurunkan demam
(antipiretik)
(Sumber :
https://kalbemed.com)
5 Cefrtadizime 2x1gr IV Digunakan untuk Tidak dapat
mengobati infeksi digunakan untuk
bakteri orang yang memiliki
riwayat hipersensitif
terhadap antibiotik
cephalosporin.

Palangka Raya, 12 November 2020


Mahasiswa,

Dhea Permatasari Iskandar


NIM:2018.C.10a.0964
45

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN


MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Pasien mengatakan Nyeri di Adanya faktor penyebab Nyeri
daerah sekitar telinga kanan (cairan nanah keluar dari
seperti tertusuk-tusuk, Nyeri ini telinga)
terjadi pada bagian telinga
tengah, dengan skala 4 (1-10) Terjadi deskuamasi epitel
yang di rasakan terus menerus (kreatinin)
walau di tekan atau tanpa di
tekan, upaya yang dilakukan Mengakibatkan
untuk mengurangi nyerinya terjadinya kolesteatoma
dengan cara istirahat dan tidak yang makin lama makin
banyak bergerak dan nyeri membesar
berlangsung hilang timbul dan
tidak menentu Menekan daerah sekitar
telinga
DO :
- Ekspresi wajah klien tampak Terjadi iritasi pada
meringis telinga
- Terdapat cairan seperti nanah
yang menyebabkan nyeri Reaksi inflamasi
- Telinga luar tampak bengkak
- Klien tampak lemas Pelepasan mediator
- Klien tampak pucat kimia(Histamin,
- Bersikap protektif (mis.posisi Bradikinin,
menghindar nyeri) Prostaglandin)
- Klien tampak memegang
telinganya Impuls dikirim ke
- Skala nyeri ringan(4) thalamus bagian korteks
- Cara berbaring klien tampak serebri
semi-fowler
- Terpasang infus NaCl 0,9%
500 cc 20 tpm ditangan Nyeri dipersepsikan
sebelah kiri klien.
- TTV Nyeri
TD : 120/80 mmHg
N : 97 x/menit
S : 37,0 0C
RR : 22 x/menit
46

DS : Klien mengatakan Adanya faktor penyebab Gangguan


pendengarannya berkurang dan (cairan nanah keluar dari Persepsi Sensori
tidak dapat mendengar jelas telinga) Pendengaran
perkataan perawat, dokter dan
keluarga. Terjadi deskuamasi epitel
DO : (kreatinin)
- Klien tampak batuk tidak
- Klien tampak lemas dan pucat Mengakibatkan
- Ekspresi wajah klien tampak terjadinya kolesteatoma
meringis. yang makin lama makin
- TTV membesar
TD : 120/80 mmHg
N : 97 x/menit Akumulasi kotoran
0
S : 37,0 C dalam telinga
RR : 22 x/menit
Hasil pemeriksaan Penala : Gangguan konduksi
Aurikula Sinistra Rinne (-)
Schwabach (Memanjang) Penurunan fungsi
Aurikula Dekstra Rinne (+), pendengaran
Weber dari Aurikula Lateralisasi
cenderung ke sisi kanan Gangguan persepsi
Hasil Pemeriksaan Audiometri sensori: pendengaran
Ambang dengar telinga kanan
yaitu tuli konduksi ringan : 33,75
dB dan telinga kiri normal dengan
ambang dengar 12,5 dB.

DS : Klien mengatakan kurang Kolesteatoma Defisit


mengetahui tentang penyakit Pengetahuan
yang di deritanya. Kurang informasi
DO :
- Klien tampak bingung saat Hospitalisasai
ditanya penyakitnya
Tindakan pembedahan
- Klien tampak bertanya dan
tegang Ketidatahuan
- Pendidikan SMA menemukan sumber
- Kecemasan skala ringan informasi
karena masih terorientasi
dengan waktu, tempat, dan Salah persepsi tentang
orang. penyakit
- Klien tidak mengetahui cara
47

Perubahan perilaku
(cemas)

pengobatan penyakitnya Menanyakan masalah


yang dihadapi

Defisit Pengetahuan
DS : Masuknya Risiko Infeksi
Pasien mengatakan telinga kanan mikroorganisme
keluar cairan nanah berwarna
kuning dan ada berdarah sedikit- Lubang telinga tengah
sedikit keluar dari telinga bagian
kanan sejak 1 bulan yang lalu. Menimbulkan
peradangan
DO:
Terlihat ada cairan warna Timbul otore, secara
kekuning-kuningan pada telinga terus menerus
kanan
- Hasil TTV Risiko Infeksi
TD : 120/80 mmHg
N : 97 x/menit
S : 37,0 0C
RR : 22 x/menit
- Hasil Laboratorium
Leukocyte 15,100/mm3
(Meningkat adanya
leukositosis yang
menandakan infeksi bakteri)
- Hasil pemeriksaan otoskopi
di dapatkan cairan nanah
berwarna kekuning-
kuningan, keluar darah
sedikit dan juga perforasi
membrane timpani pada
bagian telinga kanan
48

PRIORITAS MASALAH

1. Risiko infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme


2. Gangguan Persepsi sensori pendengaran berhubungan dengan kerusakan pada
telinga tengah di tandai dengan pendengaran berkurang
3. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi telinga ditandai dengan adanya
puss drainnase
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpajan informasi
ditandai dengan pasien tampak bingung.
49

3.3 RENCANA KEPERAWATAN


Nama Pasien : Nn. B
Ruang Rawat : Aster No.7
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Risiko infeksi Setelah di lakukan tindakan 1. Observasi TTV pasien 1. Untuk mengetahui keadaan pasien
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 7 jam di 2. Identifikasi adanya infeksi 2. Mengetahui ada atau tidak adanya
masuknya harapkan kriteria hasil : 3. Lakukan aseptik infeksi
mikroorganisme 1) Infeksi hilang 4. Lakukan irigasi telinga 3. Agar terhindar dari infeksi
2) Pasien tampak tenang 5. Kolaborasi dalam pemberian 4. Membersihkan telinga dari kotoran
3) Telinga bersih tidak ada otore antibiotik atau benda asing
5. Untuk mengatasi infeksi pada telinga.
2. Gangguan Persepsi Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tentang ketajaman 1. Menentukan dan memantau seberapa
sensori pendengaran asuhan keperawatan selama 3x7 pendengaran baik tingkat pendengaran klien
berhubungan dengan jam, diharapkan gangguan 2. Pantau tingkat kerusakan 2. Mengetahui dan memantau tingkat
kerusakan pada telinga persepsi sensori pendengaran pendengaran kerusakan pendengaran
tengah di tandai dengan klien adekuat dengan kriteria 3. Berikan cara komunikasi yang 3. Memudahkan pasien memahami
pendengaran berkurang hasil : jelas dalam mendengar
1) Klien dapat menerima 4. Lakukan pemeriksaan telinga 4. Untuk menilai keadaan dalam lubang
rangsangan dari luar dengan 5. Bantu pasien berfokus pada dan gendang telinga
baik semua bunyi di lingkungan dan 5. Memudahkan pasien untuk mendengar
2) Mempertahankan membicarakannnya hal tersebut 6. Pesan yang ingin disampaikan dapat
kemampuan 6. Berbicara dengan perlahan dan di terima baik oleh klien
pendengaran dengan jelas langsung ke telinga 7. Keefektifan alat pendengaran
3) Klien dapat yang baik tergantung pada tipe
berpatisipasi dalam 7. Ajarkan klien untuk gangguan/ketulian, pemakaian serta
program terapi dan menggunakan dan merawat alat perawatannya yang tepat.
pengobatan pendengaran secara tepat 8. Mencegah terjadi infeksi lebih lanjut
8. Ajarkan klien membersihkan dan mempercepat penyembuhan
telinga yang benar dan bersih 9. Untuk menjamin keuntungan
serta menggunakan antibiotik maksimal
secara kontinyu sesuai aturan 10. Memaksimalkan pendengaran dan
9. Diskusikan tipe alat bantu dengar Mengetahui tingkat gangguan telinga
dan perawatanya yang tepat yang dialami
50

10. Kolaborasi dalam pemberian obat


tetes telinga, pemasangan alat
bantu telinga dan dalam
pemeriksaan telinga (tess rinne,
tes weber, audiometri)
3. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (halaman 201, 1. Memantau dan mengetahui kondisi
dengan proses keperawatan 3x7 jam diharapkan I.08238) umum pasien.
inflamasi telinga masalah nyeri klien dapat teratasi, 1. Observasi TTV 2. Selalu memantau perkembangan nyeri.
ditandai dengan adanya dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi lokasi, karakteristik, 3. Mencari tahu faktor memperberat dan
puss drainnase 1. Dalam waktu 24 jam Skala nyeri durasi, frekuensi, kualitas, memperingan nyeri agar mempercepat
= 0 (1-10) intensitas nyeri. proses kesembuhan.
2. Dalam waktu 7 jam klien 3. Identifikasi faktor yang 4. Memberikan kondisi lingkungan yang
menjadi rileks dan bugar memperberat dan memperingan nyaman untuk membantu meredakan
3. Dalam waktu 7jam klien dapat nyeri. nyeri.
tersenyum. 4. Kontrol lingkungan yang 5. Salah satu cara mengurangi nyeri
4. Klien tidak lagi mengeluh nyeri memperberat rasa nyeri. seperti TENS, hipnosis, terapi musik,
pada telinga kanan 5. Berikan edukasi teknik terapi, pijat, akupressur, aromaterapi,
5. Dalam waktu 24 jam hasil TTV nonfarmakologis. imajinasi terbimbing, kompres
normal : 6. Jelaskan penyebab, periode, dan hangat/dingin, dan mengalihkan
TD : 120/80 mmHg pemicu nyeri. perhatian terhadap nyeri, meningkatkan
N : 90 x/menit 7. Ajarkan teknik nonfarmakologis kontrol terhadap nyeri yang mungkin
S : 36,5 0C untuk mengurangi rasa nyeri. berlangsung lama
RR : 20 x/menit ((latihan napas dalam, imajinasi 6. Memberikan penjelasan akan
visual, aktivitas dipersional) menambah pengetahuan pasien tentang
8. Kompres dingin di sekitar area nyeri.
telinga 7. Agar klien atau keluarga dapat
9. Kolaborasi dengan dokter melakukan secara mandiri ketika nyeri
pemberian analgetik, jika perlu. kambuh dan mampu mengalihkan
perhatian terhadap nyeri, meningkatkan
kontrol terhadap nyeri yang mungkin
berlangsung lama.
8. Kompres dingin bertujuan mengurangi
nyeri karena rasa nyeri teralihkan oleh
rasa dingin di sekitar area telinga
51

9. Bekerja sama dengan dokter dalam


pemberian dosis obat dan tindakan
dependen perawat, dimana analgetik
berfungsi untuk memblok stimulasi
nyeri.
4. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tingkat pengetahuan 1. Untuk memberikan informasi pada
berhubungan dengan keperawatan 3x7 jam, pasien pasien/keluarga tentang penyakit. pasien/keluarga, perawat perlu
kurangnya terpajan memperoleh informasi yang jelas 2. Kaji latar belakang pendidikan mengetahui sejauh mana informasi atau
informasi ditandai dan benar tentang penyakitnya pasien. pengetahuan yang diketahui
dengan pasien tampak dengan kriteria hasil : 3. Berikan penyuluhan pada pasien pasien/keluarga
bingung. 1) Klien mengatakan mengerti dan keluarga tentang penyakitn dan 2. Agar perawat dapat memberikan
penyakit yang dialaminya dan kondisinya sekarang. penjelasan dengan menggunakan kata-
tahu apa yang akan dilakukan 4. Jelaskan tentang proses penyakit, kata dan kalimat yang dapat dimengerti
terhapap penyakitnya. diet, perawatan dan pengobatan pasien sesuai tingkat pendidikan pasien
2) Klien tampak rileks pada pasien dengan bahasa dan 3. Dengan mengetahui penyakit dan
3) Pasien mengetahui tentang kata-kata yang mudah dimengerti. kondisinya sekarang, pasien dan
proses penyakit, diet, perawatan 5. Jelasakan prosedur yang akan keluarganya akan merasa tenang dan
dan pengobatannya dan dapat dilakukan, manfaatnya bagi pasien mengurangi cemas.
menjelaskan kembali bila dan libatkan pasien didalamnya. 4. Agar informasi dapat diterima dengan
ditanya. 6. Minta pasien dan keluarga mudah dan tepat sehingga tidak
4) Pasien dapat melakukan mengulangi kembali tentang materi menimbulkan kesalahpahaman.
perawatan diri sendiri yang dilakukan 5. Dengan penjelasan yang ada dan ikut
berdasarkan pengetahuan yang 7. Gunakan gambar-gambar dalam secra langsung dalam tindakan yang
diperoleh memberikan penjelasan (jika dilakukan, pasien akan lebih kooperatif
5) TTV dalam batas normal ada/memungkinkan). dan cemasnya berkurang
TD : 130/90 mmHg 6. Mengetahui seberapa jauh pemahaman
N : 90 x/menit pasien dan keluarga serta menilai
S : 36.5 0C keberhasilan dari tindakan yang
RR : 20 x/menit dilakukan.
7. Gambar-gambar dapat membantu
mengingat penjelasan yang telah
diberikan
52

3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Tanda tangan dan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1. Kamis, 12 November 1. Mengobservasi TTV pasien S = Klien mengatakan cairan yang keluar
2020 2. Mengidentifikasi adanya infeksi dari telinga sedikit berkurang dari
Pukul : 14.00 WIB 3. Melakukan aseptik sebelumnya, darah tidak ada keluar
4. Melakukan irigasi telinga lagi.
Diagnosa Keperawatan I 5. Berkolaborasi dalam pemberian O =
antibiotik 1. Hasil TTV
TD : 120/ 80 mmHg
N : 97 x/menit
Dhea Permatasari
S : 370C
Iskandar
RR : 22 x/menit
2. Hasil identifikasi infeksi
Nampak telinga kanan otore
berkurang, keluar cairan nanah
warna kekuning-kuningan.
3. Aseptik sudah dilakukan
4. Irigasi telinga sudah di lakukan
5. Pemberian antibiotik pada pasien
yaitu Ceftadizime 2x1 gr per IV

A = Masalah teratasi sebagian


P = Lanjutkan semua intervensi
 Lakukan pemeriksaan dan irigasi
telinga
 Kaji keadaan umum dan tanda-
tanda vital
 Kolaborasi dalam pemberian
antibiotic
53

2. Kamis, 12 November 1. Mengukur TTV S = Klien mengatakan masih ada sedikit


2020 2. Mengajarkan klien untuk cairan yang keluar dari telinganya dan
Pukul : 15:00 WIB menggunakan dan merawat alat pendengarannya masih berkurang
Dhea Permatasari
pendengaran secara tepat O=
Iskandar
Diagnosa Keperawatan II 3. Mengajarkan klien membersihkan 1. Hasil TTV dalam rentang normal
telinga yang benar dan bersih serta TD : 120/ 80 mmHg
menggunakan antibiotik secara N : 97 x/menit
kontinyu sesuai aturan S : 370C
4. Berbicara dengan perlahan dan RR : 22 x/menit
dengan jelas langsung ke telinga 2. Tampak sulit mendengar perkataan
yang baik perawat dan keluarga
5. Berkolaborasi dalam pemeriksaan 3. Masih ada sedikit cairan nanah dan
telinga (tess rinne, tes weber, sedikit darah keluar di dalam
audiometri, dll) telinganya.
6. Berkolaborasi dalam pemberian 4. Hasil pemeriksaan Penala :
antibiotik (Tetes telinga) Aurikula Sinistra Rinne (-)
Schwabach (Memanjang)
Aurikula Dekstra Rinne (+), Weber
dari Aurikula Lateralisasi
cenderung ke sisi kanan
Hasil Pemeriksaan Audiometri
Ambang dengar telinga kanan yaitu
tuli konduksi ringan : 33,75 dB dan
telinga kiri normal dengan ambang
dengar 12,5
5. Sudah diberi obat tetes telinga
Tarivid otic 2x5 tetes
A = Masalah belum teratasi
P = Lanjutkan semua intervensi 2-6
 Ajarkan klien untuk
menggunakan dan merawat alat
pendengaran secara tepat
 Ajarkan klien membersihkan
telinga yang benar dan bersih
54

serta menggunakan antibiotik


secara kontinyu sesuai aturan
 Bicara dengan perlahan dan
dengan jelas langsung ke telinga
yang baik.
 Kolaborasi dalam pemberian tetes
telinga (antibiotik) dan
pemeriksaan telinga (tess rinne,
tes weber, audiometri, dll.
3. Kamis, 12 November 1. Mengidentifikasi, lokasi, karakteristik, S = Klien mengatakan sedikit nyaman
2020 durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dari sebelumnya, nyeri datang ketika
Pukul : 16:00 WIB nyeri. efek obat menghilang, seperti
2. Mengidentifikasi faktor yang ditusuk-tusuk, skala nyeri 4, dan
Dhea Permatasari
Diagnosa Keperawatan III memperberat dan memperingan nyeri. sering dirasakan tidak mmenentu.
Iskandar
Suhu ruangan 25 °C O=
3. Mengontrol lingkungan yang 1. Ekspresi wajah tampak tenang
memperberat rasa nyeri. 2. Bersikap posisi menghindar nyeri
4. Memberikan teknik nonfarmakologis. 3. Tampak memegang telinga sebelah
Terapi relaksasi kanan
5. Mengajarkan teknik nonfarmakologis 4. Klien dan keluarga klien dapat
untuk mengurangi rasa nyeri. Dapat melakukan terapi relaksasi nafas
melakukan secara mandiri terapi dalam dan pemberian posisi semi-
musik dan bermain fowler secara mandiri disaat nyeri
6. Mengkompres dingin di sekitar area dating
telinga 5. Sudah di beri Injeksi Katerolac (1
7. Berkaloborasi dengan dokter amp) 8 mg (IV) dan Paracetamol 200
pemberian analgetik (Katerolac 8 mg mg (IV).
pemberian injeksi diberikan melalui 6. TTV
IV, 2-3 kali/hari, klien mengatakan TD : 120/ 80 mmHg
nyeri berkurrang menjadi skala 3 (1- N : 97 x/menit
10) dan Paracetamol 200 mg (IV). S : 370C
RR : 22 x/menit
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan intervensi no 2, 3 dan 5
55

4. Kamis, 12 November 1. Mengkaji tingkat pengetahuan S = Klien mengatakan “saya mengerti


2020 pasien/keluarga tentang penyakit. penyakit yang saya alami dan tau apa
Pukul : 17:00 WIB 2. Mengkaji latar belakang pendidikan yang harus saya lakukan.”
Dhea Permatasari
pasien. O=
Iskandar
Diagnosa Keperawatan IV 3. Memberikan penyuluhan pada pasien 1. Klien tampak rileks
dan keluarga tentang penyakitn dan 2. Kesadaran CM
kondisinya sekarang. 3. Klien lebih mudah memahami
4. Menjelaskan tentang proses penyakit, dengan adanya media
diet, perawatan dan pengobatan pada 4. Klien memahami kondisinya dan bisa
pasien dengan bahasa dan kata-kata mengulangi yang dikatan perawat
yang mudah dimengerti. 5. Klien memberikan pertanyaan kepada
5. Menjelasakan prosedur yang akan perawat
dilakukan, manfaatnya bagi pasien 6. Klien dapat mengulangi yang telah
dan libatkan pasien didalamnya. perawat ketakan mengenai pola hidup
6. Meminta pasien dan keluarga sehat.
mengulangi kembali tentang materi 7. TTV dalam batas normal
yang dilakukan. TD : 110/80 mmHg
7. Menggunakan gambar-gambar dalam N : 95 x/menit
memberikan penjelasan (jika S : 36,6 0C
ada/memungkinkan RR : 20 x/menit
A = Masalah teratasi
P = intervensi terselesaikan
56

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kolesteatoma adalah pertumbuhan kulit epitel skuamosa (sel-sel yang pipih
dan seperti sisik) secara tidak terkendali (abnormal) di area telinga tengah atau
belakang gendang telinga (cavum timpani). Kondisi ini mungkin terjadi akibat
berupa kongenital dan cacat lahir ataupun didapat, tapi pada umumnya terjadi
pada orang yang mengalami infeksi telinga tengah berulang. Kolesteatoma
biasanya terjadi karena tuba eustachian yang tidak berfungsi dengan baik karena
terdapatnya infeksi pada telinga tengah. Tuba eustachian membawa udara dari
nasofaring ke telinga tengah untuk menyamakan tekanan telinga tengah dengan
udara luar. Normalnya tuba ini kolaps pada keadaan istirahat, ketika menelan atau
menguap, otot yang mengelilingi tuba tersebut kontraksi sehingga menyebabkan
tuba tersebut membuka dan udara masuk ke telinga tengah. Saat tuba eustachian
tidak berfungsi dengan baik udara pada telinga tengah diserap oleh tubuh dan
menyebabkan di telinga tengah sebagian terjadi hampa udara.
Tindakan operasi pada kolesteatoma bertujuan untuk eradikasi dan
mencegah rekurensi. Secara umum, tindakan operasi dapat dibagi menjadi 2
teknik, antara lain canal-wall-up (CWU) dan canal-wall-down (CWD). Edukasi
dan promosi kesehatan berkaitan dengan kolesteatoma adalah terkait terapi dan
pemantauan jangka panjang karena ada kemungkinan rekurensi. Sampaikan pada
pasien bahwa kolesteatoma hanya dapat dieradikasi melalui metode reseksi
dengan tindakan mastoidektomi, baik secara radikal maupun radikal yang
dimodifikasi. Hingga saat ini belum ada durasi follow-up yang direkomendasikan.
Kebanyakan klinisi meminta pasien melakukan kunjungan setiap 6-12 bulan
untuk kontrol dan pembersihan agar mencegah kemungkinan infeksi. Penderita
yang menjalani prosedur canal-wall-up (CWU) sering kali memerlukan operasi
tahap dua 6-9 bulan setelah tindakan awal. Karena otitis media kronis adalah salah
satu faktor risiko kolesteatoma, penanganan yang adekuat serta pencegahan
rekurensi otitis media dapat menurunkan risiko terbentuknya kolesteatoma.

56
57

4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Saran bagi mahasiswa agar laporan studi kasus ini berguna untuk
menambah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa dan mampu mempelajari asuhan
keperawatan dengan diagnosa medis Kolesteatoma dan sebagai acuan atau
referensi untuk mahasiswa dalam penulisan laporan studi kasus selanjutnya.
4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Saran bagi institusi pendidikan agar laporan pendahuluan studi kasus ini
dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bacaan atau referensi untuk mahasiswa
dalam membuat asuhan keperawatan terkait pasien dengan diagnosa Kolesteatoma
pada masa mendatang.
4.2.3 Bagi Institusi Rumah Sakit
Untuk RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya khususnyapada sistem
pendengaran,laporan ini dapat memberikan gambaran pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Kolesteatoma dan meningkatkan
mutu pelayanan perawatan di rumah sakit kepada pasien dengan diagnosa medis
Kolesteatoma.
58

DAFTAR PUSTAKA

Ari, Elizabeth. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pendengaran dan Wicara. Editor: Dr. Ratna Anggraeni., Sp THT-KL.,
M.Kes.Bandung : STIKes Santo Borromeus.
Brunner & suddarth.2012. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3. Volume 2.
Jakarta : EGC.
dr. Made. 2017. Membersihkan Kotoran Telinga Bisa Merusak Telinga. Diakses
dari https://www.blogdokter.net/2017/01/06/membersihkan-kotoran-telinga-
bisa-merusak-telinga/ pada tanggal 12 November 2020.
Joyce, Black & Jane Hokanse. 2014. Medical Surgical Nursing Vol.2. Jakarta.
Salemba Medika.
Mubarak, Wahid Iqbal. 2010. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:
EGC.
NANDA. 2012. NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 201 2-2014. Jakarta : EGC.
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi
10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Potter & Perry. 2010. Buku Ajar Fundamental , Buku 1 Edisi 7. Jakarta: EGC.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Riskedas. 2018. Hasil utama Riskesdas tahun 2018. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Setiya, Andri & Abd Wahid. 2016. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
LAMPIRAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Pokok Bahasan : Pendidikan Kesehatan tentang Kolesteatoma


Hari, tanggal : Sabtu, 21 November 2020
Waktu : 20 Menit
Sasaran : Klien dan Keluarga
Tempat : Ruang Aster No.7
Penyuluh : Dhea Permatasari Iskandar, Mahasiswa Prodi Sarjana
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.

1. Tujuan Intruksional Umum


Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 x 20 menit keluarga
Pasien dapat menambah pengetahuan keluarga yang menunggu/menemani
klien di Ruang Aster No.7 dan keluarga klien dapat memahami tentang
penyakit Kolesteatoma dan tindakan yang dialami pasien agar dapat
melakukan tindakan secara mandiri.
2. Tujuan Insruksional Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 20 menit klien dan keluarga dapat
memahami dan mengetahui :
1. Pengertian Gangguan pendengaran
2. Pengertian Kolesteatoma
3. Penyebab Kolesteatoma
4. Jenis-Jenis Kolesteatoma
5. Tanda dan Gejala Kolesteatoma
6. Komplikasi Kolesteatoma
7. Penanganan Kolesteatoma
8. Pencegahann Kolesteatoma
3. Materi Penyuluhan (Terlampir)
1. Pengertian Gangguan pendengaran
2. Pengertian Kolesteatoma
3. Faktor Penyebab Kolesteatoma
4. Jenis-Jenis Kolesteatoma
5. Tanda dan Gejala Kolesteatoma
6. Komplikasi Kolesteatoma
7. Penanganan Kolesteatoma
8. Pencegahan Kolesteatoma

4. Matode
1) Ceramah
2) Tanya Jawab
Penyuluhan dilakukan dengan media diskusi secara terbuka, yaitu
dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga. Keluarga
dapat mengajukan pertanyaan setelah penyampain materi selesai.
5. Media
1) Leaflet
Leaflet yang digunakan dalam media pendidikan kesehatan ini dalam
bentuk selebaran mengenai informasi pentingnya mengenai
penanganan dan pencegahan penyakit Kolesteatoma.
6. Kegiatan Penyuluhan
Hari/Tanggal : Sabtu, 21 November 2020
Pukul : 10.00-10.20 WIB
Alokasi Waktu : 20 menit
No Tahapan
Kegiatan Kegiatan Peserta Waktu
Kegiatan
1. Pembukaan/ 1. Membuka kegiatan dengan 1. Menjawab salam 2
Pendahuluan mengucapkan salam 2. Mendengarkan menit
2. Memperkenalkan diri dan 3. Menyimak
menjelaskan tujuan dari 4. Peserta
tujuan penyuluhan meyampaikan
3. Menyebutkan materi yang pendapatnya
akan diberikan.
4. Kontrak waktu
penyampaian materi
5. Mengkondisikan peserta
untuk berkonsentrasi

2. Pelaksanaan 1. Pengertian Gangguan Menyimak seluruh 10


/ penyajian pendengaran materi yang menit
2. Pengertian Kolesteatoma diberikan
3. Penyebab Kolesteatoma
4. Jenis-Jenis Kolesteatoma
5. Tanda dan Gejala
Kolesteatoma
6. Komplikasi Kolesteatoma
7. Penanganan Kolesteatoma
8. Pencegahan Kolesteatoma
3. Evaluasi/ 1. Menyimpulkan 1. Menyimpulkan 6
penutup 2. Menjawab pertanyaan 2. Memberi menit
3. Menanyakan pada peserta pertanyaan
tentang materi yang telah 3. Menjawab salam
diberikan, dan meminta
kembali peserta untuk
mengulang materi yang telah
disampaikan.
4. Memberi salam

7. Tugas Perorganisasian
1) Moderator : Dhea Permatasari Iskandar
a. Membuka acara penyuluhan
b. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok
c. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan
d. Mengatur jalannya acara.
2) Penyaji : Dhea Permatasari Iskandar
1 Menyampaikan materi penyuluhan
2 Mengevaluasi materi yang telah disampaikan
3 Mengucapkan salam penutup
3) Simulator : Dhea Permatasari Iskandar
Simulator adalah sebagai simulasi atau objek fisik benda nyata yang
didemonstrasikan
4) Fasilitator : Dhea Permatasari Iskandar
Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang,
memahami tujuan bersama mereka dan membantu mereka membuat
rencana guna mencapai tujuan tersebut tanpa mengambil posisi tertentu
dalamdiskusi.
Tugas :
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannyakegaiatan
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai denganakhir
3. Membuat dan megedarkan absen peserta penyuluhan
5) Dokumentasi : Dhea Permatasari Iskandar
Dokumentator adalah orang yang mendokumentasikan suatu kegiatan yang
berkaitan dengan foto, pengumpulan data, dan menyimpan kumpulan
dokumen pada saat kegiatan berlangsung agar dapat disimpan sebagai arsip.
Tugas :
Melakukan dokumentasi kegiatan penyuluhan dalam kegiatan pendidikan
kesehatan.
6) Notulen : Dhea Permatasari Iskandar
Notulen adalah sebutan tentang perjalanan suatu kegiatan penyuluhan,
seminar, diskusi, atau sidang yang dimulai dari awal sampai akhir acara.
Ditulis oleh seorang Notulis yang mencatat seperti mencatat hal-hal
penting.Dan mencatat segala pertanyaan dari peserta kegiatan.
Tugas :
1. Mencatat poin-poin penting pada saat penyuluhan berlangsung.
2. Mencatat pertanyaan-pertanyaan dari audience dalam kegiatan
penyuluhan

8. SETTING TEMPAT

Keterangan :
: Kamera

: Moderator,Penyaji,Simulator, Fasilitator, Dokumentator


dan Notulen
: Pasien dan Keluarga

9. Rencana Evaluasi
1) Evaluasi Struktur
Tempat dan alat sesuai rencana.
Peran dan tugas sesuai rencana.
Setting tempat sesuai dengan rencana.
2) Evaluasi Proses
Selama kegiatan semua peserta dapat mengikuti seluruh kegiatan.
Selama kegiatan semua peserta aktif.
Bagaimana berlangsungnya proses penyuluhan, ada hambatan atau
tidak ada hambatan, keaktifan keluarga Pasien dalam proses
pembelajaran, tanya jawab bisa hidup atau tidak.
3) Evaluasi Hasil
Keluarga pasien mampu mengetahui tentang penyakit Kolesteatoma dan
cara mengatasi

Palangka Raya, 21 November 2020


Mahasiswa,

Dhea Permatasari Iskandar


NIM :2018.C.10a.0964
MATERI SATUAN ACARA PENYULUHAN

1. Pengertian Gangguan Pendengaran


Gangguan Pendengaran adalah kehilangan pendengaran  di salah satu atau
kedua telinga.  Tingkat penurunan gangguan pendengaran terbagi menjadi ringan,
sedang, sedang berat, berat dan sangat berat. Akibat gangguan pendengaran yaitu :
Pada Orang Dewasa : Gangguan pendengaran mempunyai dampak dalam hal
berkomunikasi, emosional dan hubungan sosial
Pada Anak-Anak :
 Dapat mempengaruhi nilai akademik/prestasi belajar
 Dapat mengakibatkan gangguan perkembangan wicara

2. Pengertian Kolesteatoma

Kolesteatoma adalah pertumbuhan kulit epitel skuamosa (sel-sel yang pipih


dan seperti sisik) secara tidak terkendali (abnormal) di area telinga tengah atau
belakang gendang telinga (cavum timpani). Kondisi ini mungkin terjadi akibat
berupa kongenital dan cacat lahir ataupun didapat, tapi pada umumnya terjadi
pada orang yang mengalami infeksi telinga tengah berulang. Kondisi ini biasanya
disebabkan oleh pecahnya gendang telinga atau infeksi berulang. Seiring dengan
waktu, kolesteatoma dapat merusak telinga bagian tengah. Telinga keluar darah
bisa terjadi karena adanya infeksi yang merupakan salah satu komplikasi dari
kolesteatoma.
Kolesteatoma adalah tumbuhnya tumor jinak di area telinga tengah atau di
belakang gendang telinga. Penyakit ini terjadi akibat adanya gangguan pada
saluran penghubung antara telinga tengah dengan saluran di belakang rongga
hidung yang bernama tuba eustachius. Jika saluran tuba eustachius ini tersumbat,
maka tekanan di dalam telinga tengah dapat menarik gendang telinga ke dalam
dan membentuk kista
Kolesteatoma terdiri dari epitel skuamosa yang terperangkap di dalam basis
cranii. Epitel skuamosa yang terperangkap di dalam tulang temporal, telinga
tengah, atau tulang mastoid hanya dapat memperluas diri dengan mengorbankan
tulang yang mengelilinginya. Akibatnya, komplikasi yang terkait dengan semakin
membesarnya kolesteatoma adalah termasuk cedera dari struktur-struktur yang
terdapat di dalam tulang temporal. Kadang-kadang, kolesteatoma juga dapat
keluar dari batas-batas tulang temporal dan basis cranii. Komplikasi
ekstrarempotal dapat terjadi di leher, sistem saraf pusat, atau keduanya.
Kolesteatomas kadang-kadang menjadi cukup besar untuk mendistorsi otak
normal dan menghasilkan disfungsi otak akibat desakan massa.

3. Penyebab Kolesteatoma
Selain infeksi telinga berulang, kolesteatoma juga bisa terjadi akibat
terganggunya fungsi tabung eustachius. Tabung eustachius adalah saluran
penghubung telinga tengah dengan saluran hidung. Normalnya, tabung eustachius
akan melakukan membuka dan menutup untuk menyamakan tekanan udara antara
telinga bagian luar dan dalam. Namun, fungsinya bisa terganggu akibat infeksi.
Beberapa kondisi yang menyebabkan tabung eustachius tidak dapat berfungsi
dengan baik dan berisiko menyebabkan kolesteatoma adalah:
ISPA Berulang
Bakteri Streptococcus,
Trauma benda asing
Pecah gendang telinga
Flu atau pilek parah
Sinusitis
Infeksi telinga tengah (otitis media)
Alergi
4. Jenis-jenis Kolesteatoma
a. Kolesteatom Kongenital.
Kolesteatoma kongenital adalah kista epitel yang tumbuh didalam salah satu
tulang kepala (biasanya temporal) membrane timpani utuh tanpa tanda-tanda
infeksi, dapat sembuh ditulang temporal bagian dalam atau skuama dan seringkali
teridentifikasi pada usia 6 bulan hingga 5 tahun.

b. Kolesteatoma Akuisital (didapat)


 Primer
Terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrane timpani, akan
tetapi telah terjadi retraksi membran timpani.
 Sekunder
Terbentuk setelah perforasi membran timpani. Terbentuk akibat dari
masuknya epitel kulit dari liang telinga /dari pinggir perforasi
membrana timpani

5. Tanda dan Gejala Kolesteatoma


Gejala utama yang perlu Anda waspadai dari kolesteatoma adalah adanya
lendir di dalam telinga. Ini menandakan bahwa tumor mulai membesar. Bila
tumor sudah menyerang telinga tengah, gejala di bawah ini mungkin akan Anda
rasakan:
 Lendir yang bau akan mengalir keluar dari dalam telinga
 Merasa ada tekanan di sekitar telinga
 Sulit untuk mendengar dengan baik
 Rasa gatal di area dalam telinga
 Pusing
 Nyeri di belakang telinga
 Menyebabkan kekakuan otot wajah

6. Komplikasi Kolesteatoma
Kolesteatoma yang tidak diobati akan terus membesar dan memperbanyak
lendir di telinga. Lingkungan yang kotor tersebut menjadi tempat bakteri dan
jamur berkembang biak dengan baik sehingga mudah menginfeksi telinga.
Peradangan yang berulang dapat menghancurkan struktur tulang pembentuk
telinga tengah dan merusak gendang telinga. Kondisi ini membuat telinga dalam
membengkak dan pada akhirnya akan menyebabkan tuli permanen.
Selain itu, komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat kondisi yang tidak diobati
adalah:
Infeksi merusak saraf di sekitar wajah
Infeksi menyebar ke area otak menyebabkan meningitis
Terbentuknya benjolan berisi nanah di otak
Perasaan berputar (vertigo)
Ketulian
Kehilangan pendengaran total
Setelah operasi sebanyak 3% telinga yang dioperasi mengalami kerusakan
permanen karena penyakitnya sendiri aau komplikasi proses penyembuhan.
Pasien harus diberikan penjelasan tentang kemungkinan kehilangan
pendengaran total.
7. Penanganan Kolesteatoma

Tidak ada tes kesehatan khusus yang pasti untuk mendiagnosis


kolesteatoma. Jadi, pasien harus melakukan tes pencitraan dan pemeriksaan fisik.
Jika pasien sudah didiagnosis, satu-satunya pengobatan yang harus dilakukan
pasien kolesteatoma adalah operasi pengangkatan tumor. Berikut penjelasannya:
1) Terapi Awal
Terapi awal terdiri atas pembersihan telinga, antibiotika dan tetes telinga.
Terapi bertujuan untuk menghentikan drainase pada telinga dengan
mengendalikan infeksi. Pada kantong dengan retraksi yang awal dapat dipasang
timpanostomi. Terapi awal kolesteatoma dilakukan oleh ahlinya baik dokter
umum atau dokter spesialis THT. Apabila pemeriksaan ditemukan komplikasi,
pasien harus ditangani oleh spesialis THT untuk dilakukan tindakan operatif
2) Tindakan Pembedahan

Tujuan utama pembedahan adalah menghilangkan kolesteatoma secara total.


Tujuan kedua adanya mengembalikan atau memelihara fungsi pendengaran.
Tujuan ketiga adalah memeliharan sebisa mungkin penampilan anatomi normal.
Prosedur pembedahan diterapkan pada individu dengan tanda-tanda patologis. Tes
pendengaran dan keseimbangan, rontgen mastoid dan CT scan mastoid
diperlukan. Tes tersebut dilakukan dengan maksud untuk menentukan tingkat
pendengaran dan keluasan desktruksi yang disebabkan oleh kolesteatomanya
sendiri. Dikutip dari Mount Sinai, pembedahan untuk mengatasi kolesteatoma
biasanya melibatkan:
Mastoidektomi, untuk mengangkat penyakit dari tulang
Timpanoplasti, untuk memperbaiki gendang telinga
Operasi kolesteatoma adalah prosedur kecil yang dilakukan di bawah
mikroskop, biasanya membutuhkan waktu 2 sampai 3 jam. Anda dapat pulang
pada hari yang sama. Penting untuk menghilangkan penyakit sepenuhnya, karena
kondisi ini mungkin tumbuh sendiri. Risiko pertumbuhan kembali lebih tinggi
pada anak-anak daripada orang dewasa. Pada sebagian kasus, prosedur operasi
dapat mengangkat kolesteatoma secara keseluruhan. Kehilangan pendengaran
sering kali dapat dipulihkan.
3) Operasi kedua
Anda perlu melakukan pemeriksaan secara teratur karena penyakit ini
bersifat progresif atau jangka panjang. Terkadang, Anda membutuhkan operasi
untuk kedua kalinya. Dikutip dari ENT Health, operasi kedua biasanya akan
dilakukan enam hingga 12 bulan setelah operasi pertama Anda. Pendengaran
Anda mungkin akan memburuk sementara setelah operasi pertama jika
pembentukan ulang tulang pendengaran Anda tertentu.

8. Pencegahan Kolesteatoma
• Jangan mengorek-ngorek telinga, baik dengan cotton buds, atau
benda lain. Jika membersihkan telinga cukup bagian luar telinga
• Hindari menggunakan earphone sampai kondisi Anda tuntas
ditangani.
• Hindari berenang saat darah masih keluar dari telinga, berhati-
hati juga saat mandi dan keramas. Jika sudah sembuh, gunakan
penyumbat telinga saat Anda berenang.
• Jangan memasukkan air ke dalam telinga untuk membersihkan
telinga karena dapat menyebabkan iritasi dan infeksi.
• Biasakan mengunyah makanan dengan benar karena mengunyah
merupakan mekanisme alamiah tubuh untuk membantu
mengeluarkan kotoran telinga
• Bila terdapat keluhan di telinga, segera ke dokter untuk
mendapatkan perawatan
• Pengobatan telinga berair harus dilakukan secara teratur sampai
kering, karena apabila sering berulang dapat menyebabkan
pendengaran berkurang dan yang lebih bahaya dapat
mengakibatkan infeksi ke otak.
• Hindari penggunaan Ear candle atau lilin telinga tidak terbukti
efektif dan justru berisiko menyebabkan cedera, seperti terbakar
dan tersumbatnya saluran telinga. Hindari cara membersihkan
telinga dengan metode ini. Selain itu, penggunaan ear
candle untuk membersihkan telinga juga dapat menimbulkan
cedera. Misalnya kotoran dari lilin yang masuk ke dalam telinga
dan risiko yang mungkin dapat ditimbulkan oleh api
pembakaran ear candle.
• Apabila terdapat keluhan batuk pilek, jangan disepelekan, segera
periksakan ke dokter untuk mendapatkan pengobatan yang
adekuat
• Cegah infeksi telinga dan faktor risikonya seperti flu, pilek,
sinusitis, atau alergi dengan menjaga kebersihan telinga,
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, dan menghindari pemicu
alergi.
• Rutin cuci tangan dengan sabun, menjaga kebersihan rumah,
serta makan makanan yang bernutrisi

Panduan klinis terbaru dari American Academy of Otolaryngology — Head


and Neck Surgery Foundation. Menurut Dr. Seth Schwartz, pimpinan dari
perkumpulan yang mengeluarkan panduan klinis ini, orang orang tampaknya
terobsesi untuk selalu membersihkan liang telinganya karena beranggapan kotoran
telinga sebagai lambang dari kejorokan. Panduan klinis yang dipublikasikan
dalam journal Otolaryngology — Head and Neck Surgery, menekankan pada
upaya membersihkan liang telinga secara berlebihan dapat menyebabkan liang
telinga mengalami iritasi yang berisiko terjadinya infeksi, penumpukan kotoran
telinga dan sumbatan liang telinga yang disebabkan oleh kotoran telinga. Berikut
beberapa poin penting dari panduan klinis terbaru ini:
 Jangan terlalu sering membersihkan liang telinga karena berisiko
menyebabkan liang telinga mengalami iritasi dan memperbesar
kemungkinan terjadinya infeksi.
 Jangan memasukan benda benda tajam ke dalam liang telinga karena bisa
merusak telinga bagian dalam.
 Jangan pernah melakukan ‘ear candles’ karena menurut panduan klinis
ini, ear candles tidak terbukti dapat membersihkan kotoran telinga. Api
yang dinyalakan pada ear candles berisiko menyebabkan kerusakan serius
pada liang telinga dan gendang telinga.
 Segera ke dokter jika kamu mengalami gangguan pendengaran, telinga
terasa penuh, keluar cairan dan darah dari dalam telinga atau telinga terasa
sakit.
 Segera konsultasi ke dokter jika kotoran telingamu tidak mau keluar
sendiri dan menyumbat liang telinga.
http://jurnal.fk.unand.ac.id
262

Laporan Kasus

Kolesteatom Kongenital dengan Komplikasi Abses


Retroaurikula

Indriani, Yan Edward, Rossy Rosalinda

Abstrak
Kolesteatom kongenital dapat tumbuh di telinga tengah, apeks petrosus dari tulang temporal
dan mastoid. Penyakit in biasanya ditemukan secara tidak sengaja saat melakukan tomografi
komputer atau setelah ada komplikasi. Salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah mastoiditis
yang menyebabkan abses retroaurikula. Diagnosis kolesteatom kongenital ditegakkan apabila
ditemukan kolesteatom tanpa perforasi membran timpani, riwayat otore maupun riwayat operasi
telinga sebelumnya. Operasi adalah terapi mutlak pada kasus ini. Dilaporkan satu kasus kolesteatom
kongenital dengan komplikasi abses retroaurikula pada seorang anak perempuan berusia 12 tahun.
Pada pasien ini dilakukan tindakan timpanomastoidektomi dinding utuh, yang di follow up selama 3
bulan dengan hasil yang memuaskan. Abses retroaurikula merupakan salah satu komplikasi
kolesteatom kongenital yang sering menjadi awal gejala adanya kolesteatom kongenital. Deteksi
dini dan tatalaksana yang tepat akan memberikan hasil yang maksimal.

Kata kunci: abses retroaurikula, kolesteatom kongenital, membran timpani utuh

Abstract

Congenital cholesteatoma may originate in the middle ear, in the petrous apex of the temporal bone, and in the mastoid
compartment. This disease coincidently found when performing CT scan or there was a complication. One of the complications is
mastoiditis with retroarticular abscess. The diagnose of congenital cholesteatoma was established by found cholesteatoma with
intact tympanic membrane, no history of ear discharge, and no history of ear operated before. It has been reported a case of
congenital cholesteatoma with retroarticular abscess complication in a 12-year- old girl. In this patient performed canal wall up

tympanomastoidectomy, that follow up for three months and the post- operative result is satisfied. Retroauricula abscess is one
of the congenital cholesteatoma complications that usually become the first sign of congenital cholesteatoma. Early detection and
correct management will give a satisfied result. Keywords: congenital cholesteatoma, intact tympanicmembran, retroarticular
abscess

Affiliasi penulis: Bagian THT-KL, Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas,


massa yang terlihat seperti mutiara putih di
Padang, Indoensia.
Korespondensi: Indriani, Email: fakhrind@gmail.com Telp: balik membran timpani yang utuh. Penyakit ini
+62 85274779954
merupakan sisa jaringan epitel embrio yang

PENDAHULUAN tertinggal pada telinga tanpa adanya perforasi


Kolesteatom kongenital merupakan suatu membran timpani dan riwayat infeksi telinga.1,2

Jurnal Kesehatan Andalas. 2020; 9(2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id
Kolesteatom kongenital dapat berasal dari 263
Klasifikasi
lima tempat pada tulang temporal: mastoid
Derlacki dan Clemis9 membagi
petrosa,cerebellopontin angle, kavum timpani,
kolesteatom kongenital menjadi 3 tipe :
meatus akustikus eksterna, dan prosesus 1. Tipe piramid petrosa
mastoid. Gejala dari kolesteatom kongenital 2. Tipe mastoid
bervariasi dari yang tidak bergejala sampai 3. Tipe timpani
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Berdasarkan morfologinya, kolesteatom
Salah satu gejala yang pertama kali muncul kongenital ini diklasifikasikan menjadi
pada pasien dengan kolesteatom kongenital beberapa tipe, yaitu: tipe tertutup (tipe kista)
adalah abses subperiosteal.3, 4 dan tipe terbuka (tanpa adanya pembentukan
epitel kista), dan tipe campuran. Berdasarkan
bentuknya kolesteatom kongenital terbagi
Etiologi dan Patogenesis
menjadi: bundar, constricted, irregular (multi-
Etiologi dan patogenesis kolesteatoma
lobular) dan bentuk lain yang tidak
kongenital ini masih kontroversial. Ada
diklasifikasikan.10,11
beberapa teori tentang etiologi dari
kolesteatom kongenital ini.2,5 Abses Retroaurikula
a) Adanya sisa jaringan epidermis ektopik. Mastoiditis atau abses mastoid
b) Pertumbuhan abnormal dari meatal subperiosteal merupakan komplikasi terbanyak
epidermis. Mesenkim disekitar meatal plate dari otitis media dengan kolesteatoma. Ada 3
membentuk lamina propria (lapisan fibrosa) tipe dari abses subperiosteal mastoid ini :
dari membrane timpani dan pada usia posterior subperiosteal disebut juga post
gestasi minggu ke-9 dikeliling oleh 4 lapisan aurikula, inferior subperiosteal disebut juga
membran ossea yang akan membentuk sternocleidomastoideus atau abses bezold, dan
tympanic ring, tympanic ring ini nantinya anterior subperiosteal yang biasa disebut abses
yang akan menyokong membrane timpani. zigoma.4,12
Berdasarkan teorinya, tympanic ring Abses retroaurikula adalah abses yang
berfungsi untuk menghambat migrasi epitel, paling sering terjadi pada kasus mastoiditis.
kegagalan fungsi ini akan menyebabkan Abses ini terbentuk tepat diatas segitiga Mc
terjadinya kolesteatom kongenital pada first Ewan, pus berjalan sepanjang jalur vaskuler
junction dan arkus brankial kedua.6.7,8 dari lamina kribosa.13
c) Adanya metaplasia yang diikuti oleh infeksi/ Terdapat dua mekanisme yang menjadi
inflamasi. penyebab osteolisis pada proses destruksi
Refluk dari cairan amnion yang berisikan tulang akibat kolesteatom yaitu penekanan yang
epitel skuamosa in utero ke telinga tengah menyebabkan reabsorpsi tulang dan hancurnya
tulang secara enzimatik melalui proses
inflamasi mediasi sitokin. Terbentuknya abses

Jurnal Kesehatan Andalas. 2020; 9(2)


http://jurnal.fk.unand.ac.id
subperiosteal biasanya berhubungan dengan 264
dokter THT-KL dan penggunaan otoendoskopi
terhambatnya resesus epitympanum pada yang yang semakin berkembang
telinga tengah, additus ad antrum dan kavum menyebabkan angka kejadian kolesteatom
mastoid.4,13 kongenital semakin banyak ditemukan.
Penatalaksanan yang segera pada kasus ini
Diagnosis sangatlah penting.6 Tujuan dari
Menurut Derlacki-Clemis seperti yang pembedahan pada kolesteatom kongenital
dikutip Eric dan Smouha, diagnosis adalah mengangkat kolesteatom secara
kolesteatom kongenital harus pada telinga keseluruhan, melindungi dan meningkatkan
normal, tanpa ada riwayat infeksi telinga pendengaran serta mencegah terjadinya angka
tengah sebelumnya. Biasanya sering kekambuhan. Beberapa teknik pembedahan
ditemukan pada anak-anak yang rutin telah dilakukan pada penyakit ini seperti
14
melakukan pemeriksaan fisik. Gejala klinis timpanoplasti, timpanomastoidektomi dinding
kolesteatom kongenital tergantung dari ukuran utuh dan timpanomastoidektomi dinding
massa, lokasi dan histologinya. Gambaran runtuh. Pada stadium awal kolesteatom
yang paling sering adalah massa berwarna kongenital dapat dilakukan teknik MITM
putih di daerah retrotimpani. Lokasi paling (Minimally Invasive Transcanal
sering dari kolesteatom kongenital adalah Myringotomy).6 Pendekatan pembedahan
pada kuadran anterosuperior membran dilakukan berdasarkan lokasi, tipe kolesteatoma
5
timpani. dan pengalaman operator.6
Lesi yang terdapat di anterior dan
posterior dapat menyebabkan tuli konduksi.
Lesi pada bagian posterior dapat merusak
osikel sehingga tuli konduksi yang terjadi
adalah akibat terganggunya pergerakan
osikuler atau adanya diskontinuitas. Sedangkan
lesi di anterior, tuli konduksi terjadi akibat
gangguan fungsi tuba eustachius dan efusi
pada telinga tengah.5 Otalgia dan otorea jarang
terjadi. Jika kolesteatom mengenai labirin,
pasien dapat menderita vertigo dan tuli
sensorineural.

Penatalaksanaan
Peningkatan kewaspadaan terhadap
kolesteatom kongenital baik dari fasilitas
kesehatan primer (dokter umum), dokter anak,
Jurnal Kesehatan Andalas. 2020; 9(2)
KASUS darah dan berbau, terdapat jaringan granulasi
menutupi sebagian membran timpani. Membran
Seorang anak perempuan berusia 11 tahun
timpani tidak bisa dinilai secara keseluruhan.
datang ke Poliklinik THT-KL RSUP Dr. M.
Pada telinga kiri; daun telinga tidak ada
Djamil Padang pada tanggal 6 September 2017
kelainan, retroaurikuler tidak ada kelainan,
dengan keluhan utama telinga kanan berdarah
liang telinga lapang. Membran timpani utuh
sedikit-sedikit sejak 1 bulan yang lalu.
refleks cahaya ada. Pada pemeriksaan hidung
Keluhan ini pernah dirasakan 1 tahun yang lalu
dan tenggorok dalam batas normal. Pada leher
dan pasien berobat ke RS swasta dan
tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar
ditemukan ada jaringan di dalam liang telinga,
getah bening.
jaringan tersebut kemudian diekstraksi dan
dilakukan pemeriksaan histopatologi dengan
hasil jaringan granulasi. Riwayat bengkak
dibelakang telinga kanan
8 bulan yang lalu, bengkak dan merah
disertai keluar nanah, pasien berobat ke RS
swasta dan mendapat obat. Tiga bulan
kemudian muncul bengkak lagi dan keluar Gambar 1. Otoskopi telinga kiri sebelum operasi

nanah sampai pasien berobat ke poli THT-KL Pada pemeriksaan fungsi keseimbangan
RSUP DR. M. Djamil. Penurunan pendengaran dan saraf fasialis tidak ditemukan kelainan.
ada sejak 8 bulan yang lalu, terutama pada Pemeriksaan audiometri didapatkan telinga
telinga sebelah kanan. kanan tuli konduksi derajat ringan dengan
Tidak terdapat demam, wajah mencong, ambang dengar 33,75 dB, telinga kiri normal
pusing berputar, nyeri kepala hebat yang dengan ambang dengar 12,5 dB.
disertai mual dan muntah, penurunan
kesadaran. Tidak terdapat riwayat trauma pada
telinga kanan dan riwayat operasi telinga
sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan status umum keadaan umum baik,
kesadaran komposmentis dan tidak demam.
Pada status lokalis THT didapatkan telinga
kanan: daun telinga tidak ada kelainan, tidak
Gambar 2. Audiometri telinga sebelum
terdapat nyeri tekan tragus dan nyeri tarik daun
operasi
telinga, terdapat bengkak di retroaurikula dan
hiperemis, perdarahan aktif ada, pustul
ada, liang telinga lapang sekret campur
otitis media supuratif kronis (OMSK) tipe
bahaya auris dekstra (AD). Diagnosis banding
Pasien sudah dilakukan pemeriksaan
CT scan pada rumah sakit swasta dan kolesteatom kongenital dan tumor telinga AD.
didapatkan kesan: mastoiditis kanan Dilakukan kultur dan uji kepekaan dari sekret
liang telinga kanan. Kemudian dilakukan
ekstraksi jaringan granulasi dan dipasang
tampon albothyl pada telinga kanan.
Cefadroksil sirup 2 x 500 mg, paracetamol 3 x
500 mg, dan tarivid otic 2 x 5 tetes telinga
kanan.

Pasien kontrol kembali pada tanggal 11


September 2017 dengan kondisi yang sama,
dimana jaringan granulasi sudah menutupi liang
telinga kanan kembali. Hasil kultur didapatkan
Gambar 3. CT scan mastoid
kuman Pseudomonas aeruginosa dan peka
Pada CT scan mastoid sebelah kanan terhadap gentamisin, seftazidim, cefepim,
terlihat ada perselubungan menutupi seluruh amikasin, dan meropenem. Ditegakkan
epitympanum dan sebagian dari diagnosis suspek OMSK AD tipe kolesteatom
mesotimpanum, perselubungan berbatas tegas. diagnosis banding kolesteatom kongenital AD
Tulang-tulang pendengaran tidak terlihat. dan tumor telinga AD. Dilakukan pengangkatan
Dinding posterior liang telinga kanan terlihat jaringan granulasi dan pemasangan tampon
destruksi. Sedangkan mastoid terlihat sklerotik pada telinga kanan, obat sebelumnya
dan terlihat perselubungan di daerah antrum, diteruskan. Diagnosis ditegakkan suspek
additus ad antrum terpapar. Kanalis OMSK AD tipe kolesteatom dengan diagnosis
semisirkularis dan koklea tidak terpapar. banding kolesteatom kongenital dan tumor
Tegmen timpani, tegmen mastoid, dan sinus telinga. Direncanakan dilakukan operasi
signus sigmoid tidak terpapar. timpanomastoidektomi dinding runtuh AD
Pada telinga sebelah kiri pneumatisasi air dalam narkose umum.
cell mastoid baik, kavum timpani dan kavum Pada tanggal 8 September 2017
mastoid baik, tulang-tulang pendengaran didapatkan hasil pemeriksaan darah;
tervisualisasi dengan baik. Kanalis haemoglobin: 14,1 gr/dl, leukosit: 6.620/mm3,
semisrkularis dan koklea baik. Tegmen hematokrit: 42%, trombosit: 310.000/mm3, PT:
timpani, tegmen mastoid, sinus sigmoid baik. 10,6”, APTT: 39,8”.
Diagnosis pada saat itu ditegakkan suspek Tanggal 17 September 2017 pasien dirawat
dengan diagnosis suspek OMSK AD tipe
bahaya, dengan diagnosis banding kolesteatom
kongenital dan tumor telinga AD, untuk
dilakukan timpanomastoidektomi dinding
runtuh AD dalam narkose umum. Terapi
diberikan injeksi gentamisin 2x20 mg iv.
Pada tanggal 19 September 2017 pasien granulasi dibersihkan. Tampak kolesteatom di
dilakukan Tindakan operasi. Operasi dimulai kavum timpani terutama daerah epitimpanum.
dengan pasien tidur terlentang di meja operasi Tulang-tulang pendengaran sudah tidak ada.
dalam narkose umum dan teknik hipotensi. Kolesteatom dibersihkan dan terlihat membran
Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik timpani utuh. Jaringan sekitar membran timpani
pada lapangan operasi dan dipasang duk steril. dibersihkan. Dilakukan pemasangan graft
Dilakukan evaluasi telinga kanan dengan (kartilago septum) pada daerah bawah dinding
menggunakan mikroskop, terlihat liang posterior liang telinga. Dilakukan
telinga sempit terdapat jaringan granulasi, timpanomeatal flap, kemudian dilakukan
membran timpani tidak dapat dinilai. Dibuat pemasangan graft dari fasia profunda secara
penandaan pada lokasi 3 mm dari sulkus underlay. Kemudian dipasang spongostan untuk
retroaurikular dekstra dan dilakukan infiltrasi menopang MT, kemudian dipasang tampon
pada empat regio retroauricula dan empat dalam dan dilakukan penjahitan luka operasi
regio di liang telinga dekstra dengan epinefrin lapis demi lapis. Dipasang verban dan balut
1:100.000. Insisi pada daerah penandaan tekan. Operasi selesai. Lama operasi berkisar 3
tegak lurus terhadap kulit dan tangensial jam. Diagnosis pasca operasi post
terhadap liang telinga. Dipasang retraktor dan timpanomastoidektomi dinding utuh atas
korteks mastoid dipaparkan. Dibuat garis indikasi kolesteatom kongenital telinga kanan.
imajiner membentuk segitiga Mc Ewan Terapi diberikan injeksi gentamisin 2x20
sebagai penanda dalam melakukan miligram iv selama 3 hari, tramadol drip 100
pengeboran pada korteks mastoid. Tampak mg dalam 500cc RL per 8 jam (selama 1 hari).
kolesteatom memenuhi kavum mastoid, Pada folow up segera setelah operasi tidak
kavum mastoid dibersihkan Pengeboran ditemukan wajah mencong dan pusing berputar.
dilanjutkan dengan tetap mempertahankan Pada tanggal 20 september 2017, keadaan
dinding posterior liang telinga. umum sedang, sadar, keluhan pusing berputar
Tampak bagian bawah dinding posterior liang tidak ada, wajah mencong tidak ada, demam
telinga destruksi dan terdapat kolesteatom dan tidak ada. Terapi dilanjutkan dengan injeksi
jaringan granulasi. Kolesteatom dan jaringan gentamisin 2 x 40 mg iv, Parasetamol 3x500
mg per oral.
Tanggal 18 oktober 2017 pasien kontrol
kembali. Luka post operasi baik, liang
telinga lapang sekret tidak ada, membran
timpani utuh

Gambar 4. Otoskopi 1 bulan post-operasi


yang kemudian dimodifikasi oleh Levenson
Tanggal 9 Desember 2017 pasien kontrol
menyatakan bahwa diagnosis kolesteatom
kembali, keadaan umum pasien baik keluhan
kongenital ditegakkan jika ditemukan
tidak ada. Membran timpani utuh, luka post
kolesteatom dengan membran timpani yang
operasi tenang. Pada pasien dilakukan
utuh, tidak ada riwayat otore maupun operasi
audiometri ulang dengan hasil ambang dengar
telinga sebelumnya.16
pada telinga kanan 36,25 db dan 7,5 db pada
Kolesteatom kongenital sering terlambat
telinga kanan.
didiagnosis karena pada awalnya tidak
memberikan gejala. Biasanya pasien datang
PEMBAHASAN
Dilaporkan satu kasus seorang anak setelah ada komplikasi yang sulit dibedakan
perempuan dengan OMSK maligna. Park Ho et al
12 tahun dengan diagnosis kolesteatom
mendiagnosis pasien kolesteatom kongenital
kongenital dengan komplikasi abses
setelah lesi meluas mengenai mastoid
retroaurikula. Kolesteatom kongenital
sebanyak 17 (63%) dari 27 kasus.17
merupakan kasus yang jarang ditemukan.
Gejala klinis pada pasien ini berupa
Berkisar 2% - 5% dari seluruh kasus
abses retroaurikula, penurunan pendengaran,
kolesteatom, 10% - 28% dari kasus
keluar secret yang bercampur darah dari
kolesteatoma pada anak.1,5
liang telinga. Steward et al mendapatkan
Migirov et al menemukan 7 kasus abses
bahwa penurunan pendengaran dan otore
subperiosteal yang menjadi salah satu gejala
merupakan keluhan terbanyak dilaporkan
awal adanya kolesteatom kongenital pada
pasien masing-masing 73% dan 55%. Otore
anak. Diagnosis sebelum operasi diduga
terjadi akibat adanya kolesteatom yang
OMSK maligna AD karena dalam perjalanan
mendestruksi dinding posterior liang telinga
penyakit terdapat jaringan granulasi di liang
sehingga terbentuk jaringan granulasi.
telinga kanan yang mengakibatkan keluar
Kolesteatom dapat mengalami infeksi
darah yang bercampur sekret sejak 8 bulan
sehingga menimbulkan gejala seperti
OMSK.18

sebelum operasi dan adanya abses


subperiosteal, pada tomografi komputer Pada temuan operasi didapatkan
terlihat adanya gambaran hipodens dengan kolesteatom di mastoid dan di kavum timpani.
destruksi tulang. Penurunan pendengaran, Kolesteatom kongenital di mastoid dapat
membran timpani sukar dinilai sampai saat terjadi akibat sisa epitel yang terperangkap
operasi. Berdasarkan temuan operasi dimana pada saat penutupan celah neural yang terjadi
membran timpani utuh ditegakkan diagnosis antara minggu ke-3 dan ke-6 usia janin.1,15
kolesteatom kongenital telinga kanan. Ini Pemeriksaan kultur dan uji kepekaan dari
sesuai dengan kriteria Derlacki dan Clemis sekret perlu dilakukan untuk mengetahui kuman
penyebab infeksi serta untuk dapat mengetahui kongenital sangat variatif sesuai dengan tempat
obat yang sesuai terhadap kuman penyebab. dan luas kolesteatom itu sendiri. Para penulis
Pada pasien ini ditemukan kuman penyebab telah membagi tipe atau stadium dari
Pseudomonas aureginosa yang merupakan kolesteatom kongenital yang menggambarkan
kuman patogen oportunistik di dalam tubuh. luas dari kolesteatom tersebut, namun belum
Kuman ini dapat menginfeksi pada saat tubuh ada satu kesepakatan tentang tipe stadium
dalam kondisi yang lemah. Antibiotik yang dimaksud. Potsic et al10 membagi kolesteatom
peka gentamisin sedangkan seftazidime dan menjadi 4 stadium yaitu;
moksifloksasi intermediet. Pada kultur dan uji 1. Mengenai satu kuadran tidak
kepekaan dari secret telinga saat operasi mengenai tulang pendengaran dan mastoid.
didapatkan kuman penyebab yang sama 2. Mengenai tulang pendengaran
Pseudomonas sp. Kuman terbanyak yang 3. Tidak mengenai mastoid
ditemukan dalam infeksi telinga dengan 4. Telah mengenai mastoid
kolesteatom adalah Pseudomonas sp,
Streptococcus, dan Staphylococcus.19 Tindakan operasi sesuai dengan stadium
Pemeriksaan penunjang tomografi atau tipe kolesteatom dimaksud, pada stadium 1
komputer potongan aksial dan koronal dan 2 atau tipe 1 dapat dilakukan timpanotomi.
diperlukan untuk menentukan lokasi Stadium 3 atau tipe 2 dilakukan timpanotomi
kolesteatom serta perluasannya.2,4 Pada pasien yang diperluas tapi kadang juga memerlukan
ini terlihat adanya gambaran hipodens atikotomi atau timpanomastoidektomi dengan
didaerah mastoid kanan, destruksi mastoid, dinding utuh. Pada stadium 4 atau tipe 3
dinding posterior liang telinga destruksi, dilakukan timpanomastoidektomi dengan
kanalis semisirkularis utuh. dinding runtuh. Park et al melakukan operasi
Pada pasien ini dilakukan operasi pada 17 kasus kolesteatom kongenital stadium 4
pengangkatan kolesteatom kongenital dengan dengan; timpanomastoidektomi dinding utuh
timpanomastoidektomi dinding utuh. sebanyak 10 (59%) kasus,
Pemilihan jenis operasi ini dilakukan karena timpanomastoidektomi dinding runtuh 7 (41%)
kasus dan ossikuloplasti 4 (23,5%) kasus.17
pada pasien ini lesi mengenai dan Pemeriksaan audiometri sebelum
mendestruksi mastoid dan sebagian dinding operasi didapatkan tuli konduksi telinga kanan
posterior liang telinga, membran timpani utuh. dengan gap antara hantaran tulang dan
Tindakan operasi pada kasus kolesteatom hantaran udara sebesar
30 dB.20 Tuli konduktif sebesar 30-50 dB
33,25 dB. Ini melebihi kemampuan kemungkinan telah terdapat diskontinuitas
amplifikasi membran timpani dan tulang- rangkaian tulang pendengaran atau mungkin
tulang pendengaran yang berkisar antara 25- akibat adanya jaringan granulasi di liang
telinga luar yang berfungsi seperti sumbatan perlu dibersihkan. Pada membran timpani yang
telinga. masih utuh perlu diperhatikan adanya perforasi
Empat bulan post operatif didapatkan akibat infeksi atau terjadinya retraksi.19,20
ambang dengar pasien ini naik 1,25 dB.
Sesuai yang dikemukakan oleh Benett et al SIMPULAN
Kolesteatom kongenital merupakan kasus
bahwa peningkatan ambang dengar pada
yang jarang terjadi, seringkali terdiagnosis
stadium lanjut tidak terlalu signifikan.5
ketika sudah terjadi komplikasi. Abses
Kolesteatom yang terbatas di daerah
subperiosteal khususnya abses retroaurikula
kuadran anterosuperior telinga tengah jarang
merupakan salah satu komplikasi kolesteatom
mengalami kekambuhan, ini dapat dideteksi
kongenital yang sering menjadi awal gejala
dengan pemeriksaan otoskop. Kekambuhan
adanya kolesteatom kongenital. Deteksi dini
akan meningkat kolesteatom telah meluas.
dan tatalaksana yang tepat akan memberikan
Ekplorasi ulang merupakan tindakan yang
hasil yang maksimum. Dimana operasi adalah
harus dilakukan jika terjadi kekambuhan.2,4,5
tatalaksana mutlak pada kasus ini.
Park et al mendapatkan kekambuhan
sebanyak 2 (5,7%) kasus dari 35 kasus. Ini
terjadi pada kasus dengan stadium 4 yang
telah menjalani operasi mastoidektomi
dinding utuh.17
Kontrol pasien yang telah menjalani
operasi mastoidektomi terbuka perlu
dilakukan secara berkala dalam jangka
panjang. Pada masa awal pasca operasi perlu
diperhatikan proses epitelisasi kavitas operasi.
Jaringan granulasi dapat menghambat proses
epitelisasi. Irigasi, pemberian antibiotik lokal
dan steroid dapat menghambat terjadinya
infeksi maupun pembentukan jaringan
granulasi.19,20

Pada jangka panjang pasien rutin datang


untuk membersihkan kavitas dari desquamsi
epitel maupun serumen. Disamping itu perlu
diperhatikan adalah komplikasi yang muncul
seperti adanya infeksi berulang, terbentuknya
kolesteatom atau adanya sisa kolesteatom ini
DAFTAR PUSTAKA
1. Meyer TA, Strunk CL, Lambert PR. Bailey’s Head and Neck Surgery
Otolaryngology. Fifth edition. Philadelphia: Lipincott Williams and Wilkins
2015.
2. Maniu A, Harabagiu O, Schrepler MP, Catana A, Fanuta B, Mogoanta CA.
Molecular biology of cholesteatoma. Rom J Morphol Embryol. 2014; 55
(1):7-13.
3. Tabook SMS, Abdel Tawab HMA, Gopal NK. Congenital
cholesteatomalocalized to the mastoid cavity and presenting as a mastoid
abscess. Case Rep Otolaryngol. 2015 April.
4. Migirov L, Carmel E, Dagan E, Duvdevani S, Wolf
M. Mastoid subperiosteal abscess as a first sign of unnoticed
cholesteatoma in children. Acta paediatrica. 2010;99(1):147-9.
5. Bennett M, Warren F, Jackson GC, Kaylie D. Congenital
cholesteatoma: theories, facts, and 53 patients. Otolaryngologic Clinics
of North America. 2006; 39 (6):1081-94.
6. Lee SH, Jang JH, Lee D, Lee HR, Lee KY. Surgical outcomes of early
congenital cholesteatoma: minimally invasive transcanal approach. The
Laryngoscope. 2014;124(3):755-9.
7. Kobayashi T, Gyo K, Komori M, Hyodo M. Efficacy and
safety of transcanal endoscopic ear surgery for congenital
cholesteatomas: apreliminary report. Otology & Neurotology.
2015;36(10):1644-50.
8. Gulya AJ. Developmental anatomy of the temporal bone and
skull base. In: Gulya AJ, Poe DS, editor. Surgery
Of the Ear. 6th edition. Connecticut: People's Medical Publishing
House- USA; 2010.p.3.
9. Derlacki EL, Clemis JD. LX: Congenital Cholesteatoma of
the Middle Ear and Mastoid. Annals of Otology, Rhinology &
Laryngology.1965;74(3):706-27.
10. Potsic WP, Samadi DS, Marsh RR, Wetmore RF. A staging system for
congenital cholesteatoma. Archives of Otolaryngology–Head & Neck
Surgery. 2002;128(9):1009-12.
11. Tada A, Inai R, Tanaka T, Marukawa Y, Sato S, Nishizaki K, et al. The
difference in congenital cholesteatoma CT findings based on the type of
mass. Diagnostic and Interventional Imaging. 2016;97(1):65-9.
12. Kaya H, Vural A, Somdaş MA, Öztürk M, Doğan M.
Zygomatic abscess with temporomandibular joint effusion complicating
acute otitis media. Erciyes Medical Journal/Erciyes Tip Dergisi.
2016;38(3).
13. Dhingra PL, Dhingra S. Disease of ear, nose, and throat. 6th
Edition. India: Elsevier; 2014. 10 p.
14. Smouha E, Bojrab DI. Cholesteatoma. New York: Thieme Medical; 2010.
117-23 p.
15. Robert Y, Carcasset S, Rocourt N, Hennequin C,
Dubrulle F, Lemaitre L. Congenital cholesteatoma of the temporal
bone: MR findings and comparison with CT. American journal of
neuroradiology. 1995;16(4):755-61.
16. Levenson M. Origin of congenital cholestecetoma from a normally
occurring epidermoid rest in the developing middle ear. International
Journal of Pediatric Otorhinolaryngology. 1988;15(1):51-65.
17. Park KH, Park SN, Chang KH, Jung MK, Yeo SW. Congenital middle ear
cholesteatoma in children; retrospective review of 35 cases. Journal
of Korean medical science. 2009;24(1):126-31.
18. Steward DL, Choo DI, Pensak ML. Selective indications for the
management of extensive anterior epitympanic cholesteatoma via
combined transmastoid / middle fossa13 approach. The Laryngoscope.
2000;110(10):1660-6.
19. Dhingra PL, Dhingra S. Disease of ear, nose, and throat. 6th
Edition. India: Elsevier; 2014. 67-74 p.
20. Johnson JT, Rosen CA. Bailey's head and neck surgery:
Otolaryngology. 5th Editon. Philladephia: Wolters Kluwer Lippincott
Willliams and Wilkins; 2014. 2253-72 p

.
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No. 110 Palangka Raya Telp/Fax. (0536) 3327707
E-mail: stikesekaharap110@yahoo.com

LEMBAR KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Dhea Permatasari Iskandar


NIM : 2018.C.10a.0964
Tingkat : III B
Tahun Ajaran/Semester : 2020/2021/V (Lima)
Pembimbing Akademik : Rimba Aprianti, S.Kep., Ners
Tanda Tangan

No Hari/tangga Catatan Bimbingan Pembimbin Mahasiswa


. l g

1 Kamis, 19 Serjana keperawatan IIIA is inviting you to a


November scheduled Zoom meeting
2020
Topic: Bimbingan Pre Konference PPK II Kel. 4
Kelas 3B
Time: Nov 19, 2020 11:00 AM Jakarta
https://us02web.zoom.us/j/83689833298?pwd=U3B3e
FViemxjRWR4ODZ2WkJ6alFZQT09

Meeting ID: 836 8983 3298


Passcode: MJ7h0j

Join by Skype for Business


https://us02web.zoom.us/skype/83689833298
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No. 110 Palangka Raya Telp/Fax. (0536) 3327707
E-mail: stikesekaharap110@yahoo.com
2 Sabtu, 21 Serjana keperawatan IIIA is inviting you to a scheduled
November Zoom meeting.
2020
Topic: Bimbingan Askep PPK II kel. 4 Kelas 3B
Time: Nov 21, 2020 01:30 PM Jakarta

Join Zoom Meeting


https://us02web.zoom.us/j/85866127998?pwd=WXF0V
DFIOHA3VkJQaEU4L01vaXJRdz09

Meeting ID: 858 6612 7998


Passcode: U2fKQU

Join by Skype for Business


https://us02web.zoom.us/skype/85866127998
3 Senin, 23 Serjana keperawatan IIIA is inviting you to a scheduled
November Zoom meeting.
2020
Topic: Bimbingan Post Konference PPK II Kel. 4
Kelas 3B
Time: Nov 23, 2020 04:05 PM Jakarta

Join Zoom Meeting


https://us02web.zoom.us/j/81972181256?pwd=dmFTT
mZjc0tHZzFFSnVDY0pqcE1tQT09

Meeting ID: 819 7218 1256


Passcode: iixz4B

Join by Skype for Business


https://us02web.zoom.us/skype/81972181256

Anda mungkin juga menyukai