Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

OTITIS MEDIA AKUT (OMA)

OLEH :
KELOMPOK 3
KELAS B-11A

1. I GUSTI AYU YUSTINA (183222912)


2. I KADEK APRIANA (183222913)
3. I MADE DWI SATWIKA (183222914)
4. I PUTU ADITYA WARDANA (183222915)
5. KADEK AYU DWI CESIARINI (183222916)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2019

i
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Adapun makalah ini merupakan salah satu tugas dari Keperawatan Medikal
Bedah III.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak dan sumber. Karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua pihak yang
telah memberi kami bantuan dukungan juga semangat, buku-buku dan beberapa sumber lainnya
sehingga tugas ini bisa terwujud. Oleh karena itu, melalui media ini kami sampaikan ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami miliki. Maka
itu kami dari pihak penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat memotivasi saya
agar dapat lebih baik lagi dimasa yang akan datang.

Om Santih, Santih, Santih Om                                                 

         
Denpasar, 10 April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan...............................................................................2
1.4. Manfaat Penulisan.............................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian otitis media akut (OMA).......................................................... ...... 3
2.2. Etiologi otitis media akut (OMA) ..........................................…......................3
2.3. Anatomi otitis media akut (OMA)............................................................ .. ....5
2.4. Manifestasi Klinis otitis media akut (OMA)............................................... ....7
2.5. Klasifikasi otitis media akut (OMA).......................................................... .....9
2.6. Pathway otitis media akut (OMA)..................................................................12
2.7. Patofisiologi otitis media akut (OMA)............................................................13
2.8. Pemeriksaan Diagnostik otitis media akut (OMA).........................................14
2.9. Penatalaksanaan / Terapi otitis media akut (OMA)........................................16
2.10. Prognosis otitis media akut (OMA).............................................................17
2.11. Konsep Asuhan Keperawatan …………….…………………………….…18
2.12. Asuhan Keperawatan………………………………… ……………….….22

BAB III PENUTUP


3.1. Simpulan.........................................................................................……… 51
3.2. Saran............................................................................................... ……… 51
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. (Soepardi, et al.,ed. 2007). Robbins &
Cotran (2009) menjelaskan bahwa otitis media akut dan kronik paling sering terjadi
pada bayi dan anak. Kelainan ini menyebabkan eksudasi serosa (jika disebabkan oleh
virus), tetapi dapat menjadi supuratif jika terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab otitis
media menurut Brunner & Suddarth (2002) otitis media akut disebabkan oleh
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya steril.

Bakteri yang umum ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptoccocus


pneumoniae, Hemophylus influenzae, dan Moraxella catarrhalis oleh Williams &
Wilkins (2011) menambahkan bakteri penyebab otitis media akut adalah
Staphylococcus aureus, Escherecia coli, Pneumococcus, Streptococcus
anhaemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aerugenosa. Gejala otitis media
akut dapat bervariasi menurut beratnya infeksi, bisa sangat ringan dan sementara atau
sangat berat ditandai adanya eksudat di telinga tengah yang mengakibatkan kehilangan
pendengaran konduktif, nyeri telinga, demam, kehilangan pendengaran, tinitus,
membran timpani sering tampak merah dan menggelembung.

Prevelensi Otitis media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak.
Prevalensi terjadinya otitis media di seluruh dunia untuk usia 10 tahun sekitar 62 %
sedangkan anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83 %. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75
% anak mengalami minimal 1 episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir
setengah dari mereka mengalaminya 3 kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25 % anak
mengalami minimal 1 episode sebelum usia 10 tahun ( Abidin, 2009). Di negara
tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun. . Meskipun sering terjadi,
kasus OMA pada anak-anak umumnya dapat membaik dengan perhatian khusus (watchful
waiting) tanpa perlu diberikan antibiotic tertentu, kecuali terdapat adanya indikasi lain. (Byland,
dkk, 2007).

1
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian otitis media akut (OMA)?
2. Apa etiologi otitis media akut (OMA)?
3. Anatomi otitis media akut (OMA)?
4. Apa saja manifestasi klinis otitis media akut (OMA)?
5. Apa saja klasifikasi otitis media akut (OMA) ?
6. Bagaimana pathway otitis media akut (OMA)?
7. Bagaimana patofisiologi otitis media akut (OMA)?
8. Bagaimana pemeriksaan diagnostik otitis media akut (OMA)?
9. Bagaimana penatalaksanaan / terapi otitis media akut (OMA)?
10. Bagaimana prognosis otitis media akut (OMA)?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu mengetahui otitis media akut (OMA).
1.3.2. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu :
1. Untuk mengetahui pengertian otitis media akut (OMA)
2. Untuk mengetahui etiologi otitis media akut (OMA)
3. Untuk mengetahui anatomi otitis media akut (OMA)
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis otitis media akut (OMA)
5. Untuk mengetahui klasifikasi otitis media akut (OMA)
6. Untuk mengetahui pathway otitis media akut (OMA)
7. Untuk mengetahui patofisiologi otitis media akut (OMA)
8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik otitis media akut (OMA)
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan / terapi otitis media akut (OMA)
10. Untuk mengetahui prognosis otitis media akut (OMA)

1.4. Manfaat Penulisan


1.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat memberikan
manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada mahasiswa untuk
menambah pengetahuan dan wawasan mengenai otitis media akut
(OMA).
.
1.4.2. Manfaat Praktis
Hasil dari penyusunan makalah ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
suatu pembelajaran bagi mahasiswa yang nantinya ilmu tersebut dapat
dipahami dan diaplikasikan dalam praktik keperawatan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN OTITIS MEDIA AKUT (OMA)


Otitis Media Akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh telinga

tengah, tuba eustachii, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Biasanya terjadi karena

peradangan saluran napas atas dan sering mengenai bayi dan anak-anak. Telinga

tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya dalam keadaan steril.

Bila terdapat infeksi bakteri pada nasofaring dan faring, secara alamiah terdapat

mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh enzim

pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii. OMA terjadi akibat

tidak berfungsinya sistem pelindung tadi. Sumbatan atau peradangan pada tuba

eustachii merupakan faktor utama terjadinya otitis media (Husni T.R, 2011).

2.2. ETIOLOGI OTITIS MEDIA AKUT (OMA)


Ada beberapa faktor yang menyebabkan otitis lebih sering terjadi pada anak

dibandingkan dewasa. Tuba eustakius anak berbeda dibandingkan dengan orang

dewasa yakni tuba eustakius anak lebih horizontal dan lubang pembukaan tonus

tubarius dikelilingi oleh folikel limfoid yang banyak jumlahnya. Adenoid pada anak

dapat mengisi nasofaring, sehingga secara mekanik dapat menyumbat lubang hidung

dan tuba eustakius serta dapat berperan sebagai fokus infeksi pada tuba. Tuba

eustakius secara normal tertutup pada saat menelan. Tuba eustakius melindungi

telinga tengah dari sekresi nasofaring, drainase sekresi telinga tengah, dan

memungkinkan keseimbangan tekanan udara dengan tekanan atmosfer dalam telinga


tengah. Obstruksi mekanik ataupun fungsional tuba eustakius dapat mengakibatkan

efusi telinga tengah. Obstruksi mekanik intrinsik dapat terjadi akibat dari infeksi

atau alergi dan obstruksi ekstrinsik akibat adenoid atau tumor nasofaring.

Obstruksi fungsional dapat terjadi karena jumlah dan kekakuan dari kartilago

penyokong tuba. Obstruksi fungsional ini lazim terjadi pada anak-anak. Obstruksi

tuba eustakius mengakibatkan tekanan telinga tengah menjadi negatif dan jika

menetap mengakibatkan efusi transudat telinga tengah. Bila tuba eustakius

mengalami obstruksi tidak total, secara mekanik, kontaminasi sekret nasofaring dari

telinga dapat terjadi karena refluks (terutama bila membran timpani mengalami

perforasi), karena aspirasi, atau karena peniupan selama menangis atau bersin.

Perubahan tekanan atau barotrauma yang cepat juga dapat menyebabkan efusi

telinga tengah yang bersifat hemoragik. Bayi dan anak kecil memiliki tuba yang

lebih pendek dibandingkan dewasa, yang mengakibatkannya lebih rentan terhadap

refluks sekresi nasofaring.

Faktor lain yaitu respon imun bayi yang belum sempurna. Infeksi saluran nafas

yang berulang juga sering mengakibatkan otitis media melalui inflamasi dan edema

mukosa dan penyumbatan lumen tuba eustakius. Kuman yang sering menyebabkan

otitis media diantaranya Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae, dan

Moraxella catarrhalis, Menurut Siegel RM and Bien JP (2004) dalam IKA Unair .
2.3. ANATOMI OTITIS MEDIA AKUT (OMA)
Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga sampai membrana

timpani. Aurikula dibentuk oleh tulang rawan yang dibungkus oleh perikondrium

dan bagian terluar dilapisi oleh kulit. Aurikula dibagi atas bagian tulang rawan (1/3

luar) dan bagian tulang (2/3 dalam), panjangnya kira-kira 2½ - 3 cm.

Gambar 2.1. Anatomi Telinga

Telinga tengah berbentuk kubus dengan:


1. Batas luar : membran timpani
2. Batas depan : tuba Eustachius
3. Batas bawah : vena jugularis
4. Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
5. Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
6. Batas dalam : kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis,
tingkap lonjong, tingkap bundar dan promontorium
Gambar 2.2.Anatomi Telinga Tengah

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setangah
lingkaran dan vesitubuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung
atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak
lengkap membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea
tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala
media (duktus koklearis) diantaranya. Dasar skala vestibuli disebut sebagai
membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah
membran basalis. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah
yangdisebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang
terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk
organ Corti.
Gambar 2.3.Anatomi Telinga Dalam

2.4. MANIFESTASI KLINIS OTITIS MEDIA AKUT (OMA)

Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.
1. Biasanya gejala awal berupa sakit telinga tengah yang berat dan
menetap.
2. Biasa tergantung gangguan pendengaran yang bersifat sementara.
3. Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam sampai
39,50oC, gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang telinga yang sakit.
4. Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol.
5. Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah menjadi
cairan jernih dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek).
OMA memiliki beberapa stadium klinis antara lain:
1. Stadium oklusi tuba eustachius
a. Terdapat gambaran retraksi membran timpani.
b. Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat.
c. Sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus.
2. Stadium hiperemis
a. Pembuluh darah tampak lebar dan edema pada membran timpani.
b. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa
sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
a. Membran timpani menonjol ke arah luar.
b. Sel epitel superfisila hancur.
c. Terbentuk eksudat purulen di kavum timpani.
d. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta nyeri di telinga
tambah hebat.
4. Stadium perforasi
a. Membran timpani ruptur.
b. Keluar nanah dari telinga tengah.
c. Pasien lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak.
5. Stadium resolusi
a. Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal
kembali.
b. Bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering.
c. Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi rendah dan daya
tahan tubuh baik.
2.5. KLASIFIKASI OTITIS MEDIA AKUT (OMA)
Otitis Media
Supuratif Akut/Otitis
Media Akut
Otitis Media
Supuratif
Otitis Media
Supuratif Kronik

Otitis Media Adhesiva

Otitis Media
Otitis Media Spesifik
Otitis Media Serosa
Akut

Otitis Media Serosa


(Non Supuratif)
Otitis Media Serosa
Kronik

1. Berdasarkan Gejala
1.1 Otitis Media Supuratif :
1.1.1 Otitis Media Supuratif Akut/Otitis Media Akut
Proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat dan singkat
(dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan
sistemik.(Munilson, Jacky. Et al.)
1.1.2 Otitis Media Supuratif Kronik
Infeksi kronik telinga tengah disertai perforasi membran timpani dan
keluarnya sekret yang apabila tidak ditangani dengan tepat akan membuat
progresivitas penyakit semakin bertambah.
1.2 Otitis Media Adhesiva: Keadaan terjadinya jaringan fibrosis di telinga tengah
sebagai akibat proses peradangan yang berlangsung lama.
1.3 Otitis Media Non Supuratif / Serosa
1.3.1 Otitis Media Serosa Akut
Keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang
disebabkan oleh gangguan fungsi tuba.
1.3.2 Otitis Media Serosa Kronik
Pada keadaan kronis sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri
dengan gejala – gejala pada telinga yang berlangsung lama. Terjad sebagai
gejala sisa dari otitis media akut yang tidak sembuh sempurna.
2. Berdasarkan Perubahan Mukosa
2.1 Stadium Oklusi
Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan
negatif telinga tengah. Membran timpani kadang tampak normal atau berwarna
suram.
2.2 Stadium Hiperemis
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang meleba disebagian atau seluruh
membran timpani, membran timpani tampak hiperemis disertai edema.

2.3 Stadium Supurasi

Terjadinya edema yang hebat pada mukosa telinga tengah, hancurnya sel epitel

superfisial, dan telah terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani sehingga

menyebabkan penonjolan (bulging) membran timpani ke arah liang telinga luar

merupakan tanda yang dapat ditemukan pada stadium supuratif ini. Pada keadaan

ini pasien tampak sangat sakit, terjadi peningkatan suhu dan nadi, serta adanya

nyeri telinga yang dirasakan bertambah berat.


2.4 Stadium Perforasi

Pada stadium ini terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah yang berada di

dalam kavum timpani mengalir ke liang telinga luar. Pasien tampak lebih tenang

dari sebelumnya dan terjadi penurunan suhu.

2.5 Stadium Resolusi


Membran timpani berangsur normal, perforasi membran timpani kembali menutup
dan sekret purulen tidak ada lagi. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman
rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. (Djaafar ZA,
Helmi, Restuti RD. 2007).
2.6. PATHWAY OTITIS MEDIA AKUT

Perubahan tekanan udara Pencegahan invasi kuman


Gangguan tube
tiba-tiba (alergi, infeksi, terganggu
eustachius
sumbatan : secret,tampon,
tumor )
Kuman masuk ketelinga tengah

Tekanan udara negative Peradangan Pengobatan tidak


ditelinga tengah tunatas/episode berulang

Efusi Resiko Infeksi

Retraksi membrane timpani Menigkatkan produksi


cairan serosa

Akumulasi cairan mukosa


serosa

Terjadi erosi pada Tindaka mastoidektomi


Hantaran udara yang
kanalis semesirkunalais
diterima menurun

Vertigo / keseimbangan
Gangguan persepsi Nyeri akut
menurun
sensori
Infeksi berlanjut
Resiko cidera
dapat sampai ke
telinga dalam
Ansietas
Kurangnya informasi
Defisiensi pengetahuan

2.7. PATOFISIOLOGI OTITIS MEDIA AKUT (OMA)

Otitis media akut (OMA) terjadi akibat adanya gangguan pada faktor pertahanan

tubuh. Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab terjadinya OMA.

Dengan adanya sumbatan yang merusak faktor pertahanan tubuh sebagai pencegah invasi

kuman ke dalam tuba Eustachius maka terjadi peradangan pada mukosa. Hal ini

menyebabkan fungsi tuba Eustachius terganggu sehingga menyebabkan terjadinya tekanan

negatif di dalam telinga tengah. Pada umumnya pencetus terjadinya OMA adalah infeksi

saluran napas atas (ISPA), semakin sering terkena ISPA maka kemungkinan terjadinya

OMA semakin besar (Novertha, 2013).

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang

tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat

bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut

sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-

sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan

mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga

tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir

yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena

gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ

pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang

dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat

menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal).

Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak
tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya. OMA dapat

berkembang menjadi otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2

bulan, hal ini berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat,

pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang kurang baik.

2.8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK OTITIS MEDIA AKUT (OMA)


Berikut pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan:
A. Otoskopi
Adalah pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop terutama untuk
melihat gendang telinga. Pada otoskopi didapatkan hasil adanya gendang telinga
yang menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau
agak kuning dan suram, serta cairan di liang telinga
B. Otoskop Pneumatic
Merupakan alat pemeriksaan bagi melihat mobilitas membran timpani pasien
terhadap tekanan yang diberikan. Membrane timpani normal akan bergerak apabila
diberitekanan. Membrane timpani yang tidak bergerak dapat disebabkan oleh
akumulasi cairan didalam telinga tengah, perforasi atau timpanosklerosis.
Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya
diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa
C. Timpanometri
Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan timpanometri.
Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas membran timpani dan
rantai tulang pendengaran. Timpanometri merupakan konfirmasi penting
terdapatnya cairan di telinga tengah.Timpanometri juga dapat mengukur tekanan
telinga tengah dan dengan mudah menilai patensi tabung miringotomi dengan
mengukur peningkatan volume liang telinga luar.Timpanometri punya sensitivitas
dan spesifisitas 70-90% untuk deteksi cairan telinga tengah, tetapi tergantung
kerjasama pasien. Pemeriksaan dilakukan hanya dengan menempelkan sumbat ke
liang telinga selama beberapa detik, dan alat akan secara otomatis mendeteksi
keadaan telinga bagian tengah.
D. Timpanosintesis
Timpanosintesis diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah,
bermanfaat pada pasien yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika, atau pada
imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani,
dengan analgesia lokal untuk mendapatkan sekret dengan tujuan pemeriksaan dan
untuk menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan untuk mengidentifikasi
patogen yang spesifik.
E. Uji Rinne
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara telinga
pasien.
Langkah:
Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus mastoid (hantaran
tulang) hingga bunyi tidak lagi terderngar. Penala kemudian dipindahkan ke depan
telinga sekitar 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak
terdengar disebut Rinne negatif (-)
F. Uji Webber
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga
kanan.
Langkah:
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di
verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila bunyi
penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke
telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar
lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi
G. Uji Swabach
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa
dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Langkah:
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai
tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus
mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih
dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat
mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan
pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar
bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira
sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa.

2.9. PENATALAKSANAAN / TERAPI OTITIS MEDIA AKUT (OMA)


1. Berdasarkan stadium
1.1 Stadium Oklusi. Bertujuan untuk membuka tuba eustachius. Diberikan obat
tetes hidung.
A. HCl Efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 tahun
B. HCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak >12 tahun atau
dewasa.
C. Sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
1.2 Stadium Presupurasi. Diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgetik.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila membran timpani sudah
hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Untuk terapi awal, diberikan
penisilin IM agar konsentrasinya adekuat dalam darah.
A. Ampisilin 4 x 50-100 mg/KgBB
B. Amoksisilin 4 x 40 mg/KgBB/hari
C. Eritromisin 4 x 40 mg/KgBB/hari
1.3 Stadium Supurasi. Pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila
membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga diperlukan agar nyeri
dapat berkurang.
1.4 Stadium Perforasi. Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta
antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
1.5 Stadium Resolusi. Biasanya akan tampak sekret keluar. Pada keadaan ini dapat
dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret diduga
telah terjadi mastoiditis. Pada stadium ini, harus di follow up selama 1 sampai 3
bulan untuk memastikan tidak terjadi otitis media serosa.
2. Tindakan
2.1 Timpanosintesis
Tindakan dengan cara mengambil cairan dari telinga tengah dengan
menggunakan jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko dari prosedur ini
adalah perforasi kronik membran timpani, dislokasi tulang-tulang pendengaran, dan
tuli sensorineural traumatik, laserasi nervus fasialis atau korda timpani.
Timpanosintesis merupakan prosedur yang invasif, dapat menimbulkan nyeri, dan
berpotensi menimbulkan bahaya sebagai penatalaksanaan rutin.
2.2 Miringotomi
Tindakan insisi pada membran timpani untuk drainase cairan dari telinga
tengah. Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posterior-inferior
membran timpani. Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang terang, corong
telinga yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan ukuran kecil dan steril.
Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya komplikasi supuratif, otalgia berat,
gagal dengan terapi antibiotik, pasien imunokompromis, neonatus, dan pasien yang
dirawat di unit perawatan intensif.

2.10. PROGNOSIS OTITIS MEDIA AKUT (OMA)

Otitis media akut merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak.
Beberapa literature mengatakan bahwa penyebab terjadinya otitis media akut pada
anak terutama disebabkan oleh sumbatan tuba Eustachius dan ISPA. Apabila didapati
anak dengan nyeri telinga atau riwayat menarik narik daun telinga pada bayi,
keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan, mual
dan muntah serta rewel harus kita curigai ke arah otitis media akut. Diagnosis dini
dan pengobatan yang efektif dari komplikasi adalah dasar prognosis yang baik.
2.11 Konsep Asuhan Keperawatan Otitis Media Akut (OMA)

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Identitas klien : Identits klien ( nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa,
agama, status marietal, pekerjaan, pendidikan, alamat, tanggal MRS, diagnose
medis ). Otitis media akut lebih sering menyerang bayi dan anak-anak daripada
dewasa sekitar umur 3-6 tahun. Status ekonomi yang rendah merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya otitis media akut (OMA)
ditinjau dari pola makan, kebersihan dan perawatan. Gaya hidup lingkungan
yang tak sehat. Alamat berhubungan dengan epidemiologi (tempat, waktu dan
orang).
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri pada gendang telinga,
demam, mual dan muntah serta mengeluarkan cairan berwarna kuning dari
dalam telinga.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien mengalami adanya gangguan pendengaran.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan pasien pernah mengalami ISPA.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya adanya keluarga ( keturunan sebelumnya) yang menderita otitis
media akut

3. Pola-Pola Fungsi Kesehatan Gordon


1) Pola persepsi terhadap Kesehatan
 Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
 Kemungkinan lingkungan pasien kurang hygiene dan banyak asap
maupun polusi.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
 Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status
nutrisi pasien.
 Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan otitis media akut akan mengalami penurunan nafsu
makan akibat dari rasa nyeri yang berlebihan.
3) Pola eliminasi
 Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS.
4) Pola aktivitas dan latihan
 Pasien mengalami perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan
dengan gangguan pendengaran.
 Kekuatan otot : biasanya pasien tidak ada masalah dengan kekuatan
ototnya karena yang terganggu adalah pendengarannya.
5) Pola tidur dan istirahat
 Adanya nyeri pada telinga akan berpengaruh terhadap pemenuhan
kebutuhan tidur dan istitahat . Selain itu akibat perubahan kondisi
lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah
sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain
sebagainya.
6) Pola Neurosensori
Pola ini yang ditanyakan adalah keadaan mental, cara berbicara normal atau
tidak, kemampuan berkomunikasi, kemampuan memahami, keadekuatan
alat sensori, seperti penglihatan pendengaran, pengecapan, penghidu,
persepsi nyeri, tingkat ansietas, kemampuan fungsional kognitif.
7) Peran hubungan
Klien akan mengalami kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat
karena klien harus menjalani rawat inap.

8) Pola Persepsi dan konsep diri


Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
9) Seksualitas
Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap, mengalami keterbatasan gerak, serta merasa nyeri. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak dan lama
perkawinan.
10) Pola mekanisme koping
Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan
yang intensif.
Pola koping yang umum, perhatian utama tentang perawatan di rumah
sakit atau penyakit (finansial, perawatan diri), hal yang dilakukan saat ada
masalah, toleransi stress, sistem pendukung, kemampuan yang dirasakan
untuk mengendalikan dan menangani situasi, penggunaan obat-obatan
dalam menangani stress, dan keadaan emosi sehari-hari. Masalah timbul jika
pasien tidak efektif dalam mengatasi kesehatannya, termasuk dalam
memutuskan untuk menjalani pengobatan yang intensif.
11) Nilai kepercayaan/ spiritual
Keluarga pasien menganjurkan pasien untuk berdoa sesuai dengan
keyakinan dan memberikan motivasi agar cepat sembuh.
4. Pemeriksaan Fisik Otitis Media Akut
a. Kepala : kesemitiras muka, warna dan distibusi rambut serta kondisi kulit
kepala. Wajah tampak pucat.
b. Mata : Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah icterus. Reflek
mata dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau midriasis. Pada keadaan
diare yang lebih lanjut atau syok hipovolumia reflek pupil (-)
c. Hidung : dapat membedakan bau wangi,busuk.
d. Telinga : bisa mendengarkan suara dengan baik, adanya cairan berwarna
kuning dari dalam telinga, adanya pembengkakan pada telinga dan telinga
terasa gatal.
e. Paru
1) Inspeksi : bentuk simetris. Kaji frekuensi, irama dan tingkat kedalaman
pernafasan, adakah penumpukan sekresi. dipsnea (-), retraksi dada (-),
takipnea (+)
2) Palpasi : kaji adanya massa, nyeri tekan , kesemitrisan.
3) Perkusi : Sonor
4) Auskultasi : dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler,
intensitas, nada dan durasi. Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi
adanya penyakit penyerta seperti broncho pnemonia atau infeksi lainnya.
f. Jantung
1) Inspeksi : iktus kordis tak terlihat
2) Palpasi : iktus kordis biasanya teraba serta adanya pelebaran vena, nadi
meningkat.
3) Perkusi : batas normal (batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10
cm ke arah kiri dari garis midsternal pada ruang interkostalis ke 4,5 dan
8.
4) Auskultasi : disritmia jantung.
g. Abdomen
1) Inspeksi : Kontur permukaan kulit menurun, retraksi dan kesemitrisan
abdomen. Ada konstipasi atau diare.
2) Auskultasi : Bising usus
3) Perkusi : mendengar adanya gas, cairan atau massa, hepar dan lien tidak
membesar suara tymphani.
4) Palpasi : adakah nyeri tekan, superfisial pemuluh darah.
h. Ekstremitas
1) Inspeksi : aktivitas pasien baik
2) Palpasi : tidak ada massa dan tidak ada nyeri tekan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis b/d Agen cedera biologis
2. Ansietas b/d perubahan dalam status kesehatan
3. Resiko infeksi b/d kurang pengetahuan
4. Resiko cidera b/d
5. Gangguan persepsi sensori b/d
6. Defisiensi pengetahuan b/d

2.12 Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian

Nama : An.F No. Rek. Medis : 02.00.85.11 .

Usia : 7 tahun Tgl.MRS : 09-04-2019 Waktu : 18.00 WIB

Tgl. Pengkajian : 10-04-2019 Waktu : 08.00 WIB

Kesadaran: √□ CM □ Apatis □ Delirium □ Somnolen □ Soporocoma □ Coma


TTV: TD: 90/60 mmHg, N 120 X/mnt, S 38.◦C, P 23 X/mnt, Nyeri: □√ Ya
□ Tidak TB : 135 cm BB : 25 kg (aktual/potensial)
Keluhan Utama : Klien masuk dengan keluhan nyeri pada telinga kanan dan
mengeluarkan cairan pada telinga.
Diagnosa Medis : Otitis Media Akut (OMA)

1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 10 April 2019, pukul
08.00 WIB, pasien mengeluh nyeri pada telinga kanan dan mengeluarkan cairan
pada telinga. Ibu An.F mengatakan mengeluarkan cairan pada telinga kanan sejak 2
minggu sebelum masuk rumah sakit. Cairan tersebut berwarna putih kekuningan
dan berbau. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan. An.F juga mengeluh adanya
nyeri telinga bagian dalam dan adanya penurunan fungsi pendengaran. Keluhan
berupa telinga berdenging, berdengung ataupun rasa penuh di telinga disangkal.
Riwayat panas badan disertai batuk pilek dirasakan sejak 1 minggu sebelum keluar
cairan dari telinga. Nyeri telinga dan panas badan dirasakan berkurang setelah
keluar cairan dari telinga. Tidak ada keluhan pada telinga kiri An.F. Keluhan sakit
tenggorokan, nyeri menelan, suara sengau, benjolan di leher disangkal.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu


Ibu mengatakan An.F belum pernah dirawat di Rumah Sakit sebelumnya,
An.F tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. An.F sering menderita batuk &
pilek. Riwayat trauma, keluar darah dari hidung dan suka mengorek telinga.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu An.F mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat
penyakit kanker ataupun tumor, dan tidak ada keluarga menderita penyakit yang
bersifat degenerative seperti DM, hipertensi, dan jantung.

2. Pola Fungsi Pengkajian Gordon


a. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Ibu An.F mengatakan dulu An.F pernah mengalami batuk dan pilek . ibu
An.F menganggap hanya flu biasa karena cuaca yang kurang baik, dan An.F
hanya minum obat yang dibeli dari warung, karena kurangnya pengetahuan
tentang kesehatan dan jarang mengunjungi pelayanan kesehatan.. Ibu An.F
mengatakan saat ini ia hanya ingin tahu tentang penyakitnya, dan cemas apakah
penyakitnya bisa disembuhkan atau tidak. Ibu An.F mengatakan ia hanya
berserah diri kepada Tuhan dan berharap penyakit An.F bisa disembuhkan.
b. Pola Nutrisi / Metabolisme
Ibu An.F mengatakan nafsu makan klien sedikit menurun karena nyeri yang
dirasakan, klien tidak memiliki alergi makanan. Ibu An.F mengatakan tidak ada
perubahan berat badan 6 bulan terakhir, An.F tidak mengalami masalah dalam
menelan.
Gambaran diet pasien dalam sehari :
Di RS klien mendapatkan diet Makanan biasa 3 kali sehari.
i. Makan pagi :
1. Sebelum Sakit : An.F makan nasi, lauk dan sayur. 1 porsi makanan
habis, terkadang klien tidak sarapan.
2. Saat sakit : klien makan nasi, lauk, dan sayur. Klien tidak
menghabiskan porsi makannya. Hanya menghabiskan ½ dari porsi
makan
ii. Makan siang :
1. Sebelum Sakit : klien makan nasi, lauk. Makanan habis dan terkadang
bertambah.
2. Saat Sakit : klien makan nasi, lauk, sayur, dan buah. Klien juga
mendapatkan susu kotak. Klien tidak menghabiskan porsi makannya.
Hanya menghabiskan 1/2 dari porsi makan.
iii. Makan malam :
1. Sebelum Sakit: klien makan nasi, lauk. Makanan hanya dihabiskan 1
porsi.
2. Saat Sakit : klien makan nasi, lauk, sayur, dan buah. Klien tidak
menghabiskan porsi makannya. Hanya menghabiskan 1/4 dari porsi
makan, terkadang klien hanya makan buah

c. Pola eliminasi
Ibu An.F mengatakan belum BAB sejak 2 hari yang lalu, BAB terasa keras.
Kebiasaan berkemih dalam batas normal.
d. Pola aktivitas / olahraga
Kemampuan Perawatan Diri :

0 = Mandiri 2 = Bantuan Orang Lain 4 = Tergantung / tidak

1 = Dengan Alat Bantu 3 = Bantuan peralatan dan orang lain

0 1 2 3 4
Makan/Minum √
Mandi √
Berpakaian/berdandan √
Toileting √
Mobilisasi di tempat tidur √
Berpindah √
Berjalan √
Menaiki Tangga √
Berbelanja √
Memasak √
Pemeliharaan Rumah √

Tidak ada keluhan pada An.F, Ibu An.F mengatakan bahwa An.Fdapat
meakukan aktivitasnya secara mandiri.

Kekuatan Otot : 555 555

555 555

e. Pola istirahat tidur


1) Sebelum Sakit : ibu An.F mengatakan biasanya tidur kurang lebih selama 7
jam perhari, tidak ada gangguan selama tidur. Bangun tidur merasa segar.
2) Saat Sakit : Ibu An.F mengatakan An.F mengeluh tidak bisa tidur karena
nyeri pada telinga kanan, klien sering terbangun dimalam hari, tidur tidak
nyenyak, dan tidak merasa segar.
f. Pola kognitif – persepsi
Klien dalam keadaan sadar, kesadaran komposmentis. Klien dapat
berbicara dengan baik, bahasa sehari-hari yang digunakan yaitu bahasa daerah.
Ibu An.F mengatakn cemas dengan kondisi An.F, tingkat kecemasan ringan,
keterampilan interaksi tepat. An.F mengeluh nyeri, dan memegang area yang
nyeri dan mengubah posisi untuk mengurangi nyeri dan menggunakan teknik
nafas dalam.
g. Pola Peran Hubungan
An.F anak semata wayang dari pernikahan ibu dan bapaknya. Keluarga
mengatakan tidak ada masalah keluarga yang berkenaan dengan rumah sakit,
An.F mematuhi seluruh perawatan yang telah ditetapkan. Selama dirawat di
rumah sakit, klien ditemani oleh ayah dan ibu, terkadang ada kunjungan dari
keluarga dan saudara-saudara.

h. Pola Seksualitas /Reproduksi


An.F belum menikah dan An.F adalah anak laki-laki.
i. Pola Koping – Toleransi Stres
Ibu An.F mengatakan jika ada masalah ia selalu berdiskusi dan
bermusyawarah dengan ibu dan bapaknya. An.F tidak menggunakan obat untuk
menghilangkan stres. Keadaan emosi klien sehari-hari santai.
j. Pola Keyakinan-Nilai
Klien beragama Islam, ibu An.F mengatakan penyakit yang diderita An.F
sekarang merupakan cobaan dari Tuhan akibat. Saat ini ibu An.F mencoba
pasrah dan ikhlas akan kondisi An.F dan berharap dapat sembuh secepatnya.
Klien tampak jarang beribadah selama dirawat di rumah sakit.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Diagnostik :
Otoskopi
b. Laboratorium :

Nilai Rujukan
Pemeriksaan Hasil Satuan Interpretasi
Pria Wanita
Hb  14,6 g/dl 14-18` 12-16` Normal
Leukosit 11.350 mm3 5000-10.000 High
Trombosit  384.000 mm3 150.000-400.000 Normal
Ht  44 % 40-48 37-43 Normal
PT 10,3  Detik 9,5- 12,7 Normal
APTT 35,3  Detik 29,8-40,0 Normal
Basofil 0  % 0-1,0 Normal
 Eosinofil 2  % 1,0-3,0 Normal
N.Batang 0 % 2,0-6,0 Normal
N.Segmen 70  % 50-70 Normal
 Limfosit  23 %   20-40  Normal
 Monosit 5  %   2,0-8,0  Normal

4. Pemeriksaan Fisik

Tanda vital Tekanan darah: 90/60 mmHg

Nadi : 120x/menit

RR : 23x/menit

Suhu: 380C

Kulit Turgor kulit baik, tidak ada lesi

Kepala Bentuk kepala normochepal, tidak ada lesi,


rambut pendek, ikal, tidak ada ketombe,tidak
mudah rontok, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
benjolan
Mata Mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks
pupil baik
Hidung Simetris kiri dan kanan, tidak ada sekret, tidak
ada polip
Telinga Simetris kiri dan kanan, adanya cairan berwarna
kuning pada telinga kanan, pendengaran
terganggu
Mulut Mukosa mulut lembab, bibir tidak pucat

Leher Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,


tidak ada pembesaran tiroid
Thorak/dada Inspeksi: iktus cordis tidak terlihat

l Jantung Palpasi: iktus cordis teraba

Perkusi: batas jantung dalam batas normal

Auskultas: irama reguler

Inspeksi: simetris kiri dan kanan


l Paru-paru
Palpasi: fremitus kiri dan kanan

Perkusi: sonor

Auskultasi: vesikuler, tidak ada ronkhi, tidak ada


wheezing

Abdomen Inspeksi: perut tidak membuncit

Auskultasi: bising usus normal

Perkusi: timpani

Palpasi: tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas


Ekstremitas:

Ekstremitas Atas Tidak ada lesi, tidak ada udem, pergerakan baik.
terpasang infus RL di tangan kiri.
Ektremitas Bawah Tidak ada lesi, tidak ada udem, pergerakan baik.

Muskuloskeletal/sendi An.F mengatakan tidak merasakan nyeri.


Nodus limfe
Neurologi

- Status mental Composmentis

Vaskuler perifer CRT : <2 detik


Rectal Tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia Bersih , tidak ada udem

RENCANA MEDIS

Pengobatan

Obat-Obatan
Dosis Dosis Terakhir Frekuensi
(Resep/obat bebas)
IVFD RL 500 cc 500 cc 12 jam/kolf
Paracetamol (oral) 500 mg 250 mg 3 x ½ tablet
Amoksisilin (oral) 40 mg 40 mg 3 x 1 tablet
Methylprednisolone 4 mg 4 mg 2 x 1 tablet
(oral)

A. Analisa Data

Diagnosa
No Data Penyebab/ Etiologi
Keperawatan
1 DS : Agen cidera biologis Nyeri Kronis
- An.F mengeluh nyeri pada
telinga pada kanan
- An.F mengatakan nyeri terasa
di tusuk-tusuk dan hilang
timbul, nyeri muncul ketika
sedang mengunyah.
- An.F mengatakan skala nyeri 7

DO :
- An.F tampak merintih
- An.F tampak menagis
- An.F tampak gelisah
- An.F tampak memegang
daerah yang nyeri
- TD : 90/60 mmhg; HR: 120
x/menit; RR: 23 x/menit, S: 38
0
C

2 DS : Risiko Infeksi Kurang pengetahuan


dan inflamasi
- An.F mengeluh nyeri pada
telinga kanan dan
mengeluarkan cairan
- An.F mengatakan nyeri pada
telinga kanan ketika menguyah

DO :
- Telinga kanan An.F tampak
mengeluarkan cairan berwarna
kuning
- An.F tampak memegang dan
mengorek telinga kanan tsb.
- S: 38 0C
- Leukosit : 11.350 mm3

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Risiko infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan dan inflamasi
C. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1 Nyeri Kronis berhubungan  Pain Level, Pain Management
dengan agen cidera 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
 Pain control,
biologis
 Comfort level komprehensif termasuk lokasi,

KriteriaHasil : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan

1. Mampu mengontrol nyeri (tahu faktor presipitasi

penyebab nyeri, mampu 2.  Observasi reaksi nonverbal dari

menggunakan tehnik ketidaknyamanan

nonfarmakologi untuk 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik

mengurangi nyeri, mencari untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

bantuan) 4. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

2. Melaporkan bahwa nyeri 5.  Evaluasi bersama pasien dan tim

berkurang dengan menggunakan kesehatan lain tentang ketidak efektifan

manajemen nyeri kontrol nyeri masa lampau

3. Mampu mengenali nyeri (skala, 6. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari

intensitas, frekuensi dan tanda dan menemukan dukungan

nyeri) 7. Kurangifaktor presipitasinyeri


4. Menyatakan rasa nyaman 8. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
setelah nyeri berkurang 9. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
5. Tanda vital dalamrentang 10. Tingkatkan istirahat
normal 11. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
12. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

 Immune status
 Knowledge : infection control
Control infeksi :
 Risk control
2 Risiko infeksi
berhubungan dengan KriteriaHasil : 1. Pertahankan teknik isolasi
kurang pengetahuan dan 2. Batasi jumlah pengunjung dan pengunjung
inflamasi 1. Klien bebas dari tanda dan
dianjurkan mencuci tangan ketika
gejala infeksi
berkunjung
2. Menunjukkan kemampuan
3. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci
untuk mencegah timbulnya
tangan
infeksi
4. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan
3. Jumlah leukosit dalam batas
keperawatan
normal
5. Gunakan sarung tangan sebagai pelindung
4. Menunjukkan perilaku hidup
6. Tingkatkan intake nutrisi
sehat 7. Berikan terapi antibiotic
8. Instruksikan keluarga pasien untuk minum
antibiotic sesuai resep
9. Cek tanda gejala infeksi

D. Implementasi dan Evaluasi

Diagnosa
Tanggal Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan
Keperawatan
10/04/19 Nyeri kronis 1. Melakukan pengkajian nyeri S:
berhubungan dengan - P : Klien mengeluh nyeri pada telinga
kanan - Klien mengeluh nyeri pada telinga
agen cidera biologis
- Q : tusuk-tusuk kanan
- R : nyeri menjalar sampai ke - Klien mengatakan nyeri terasa di
tenggorokan tusuk-tusuk dan hilang timbul,
- S : skala nyeri 7 nyeri menjalar ke tenggorokan
- T : hilang timbul - Klien mengatakan skala nyeri 7
2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari O:
ketidaknyamanan - Klien tampak merintih dan
- An.F meringis dan gelisah menangis
3. Menggunakan teknik komunikasi - Klien tampak gelisah
terapeutik untuk mengetahui pengalaman - Klien tampak memegang daerah
nyeri pasien yang nyeri
4. Membantu pasien dan keluarga untuk - Tampak ada pembengkakan pada
mencari dan menemukan dukungan area dalam telinga kanan
5. Mengurangi faktor presipitasi nyeri - TD : 90/60 mmhg; HR: 120
6. Mengajarkan tentang teknik non x/menit; RR: 23 x/menit
farmakologi
- Teknik nafas dalam
7. Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri
8. Meningkatkan istirahat
9. Berkolaborasikan dengan dokter dalam
pemberian terapi farmakologi
- Paracetamol 250 mg setiap 8 jam
10. Memonitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Risiko infeksi 1. Mempertahankan teknik isolasi S:


berhubungan dengan 2. Membatasi jumlah pengunjung dan - An.F mengeluh nyeri pada telinga
kurang pengetahuan pengunjung dianjurkan mencuci tangan kanan dan mengeluarkan cairan
dan inflamasi ketika berkunjung - An.F mengatakan nyeri pada telinga
3. Menggunakan sabun antimikroba untuk kanan ketika menguyah
cuci tangan
4. Mencuci tangan sebelum melakukan
tindakan keperawatan O:
5. Menggunakan sarung tangan sebagai
pelindung - Keluarga pasien mencuci tangan
6. Meningkatkan intake nutrisi sebelum memegang klien
7. Memberikan terapi antibiotic - An.F mampu menghabiskan
- Amoksisilin 40 mg setiap 8 jam makan ½ porsi makan
- Methylprednisolone 4 mg setiap 12 - Telinga kanan An.F tampak
jam mengeluarkan cairan berwarna kuning
8. Menginstruksikan keluarga pasien untuk - An.F tampak memegang dan
minum antibiotic sesuai resep mengorek telinga kanan tsb.
9. Mengecek tanda gejala infeksi - S: 38 0C
- Leukosit : 11.350 mm3

11/04/19 Nyeri kronis 1. Melakukan pengkajian nyeri S:


berhubungan dengan 2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan - Klien mengatakan nyeri berkurang
agen cidera biologis
3. Menggunakan teknik komunikasi - Klien mengatakan skala nyeri 5
terapeutik untuk mengetahui pengalaman - Klien mengatakan sudah mengerti
nyeri pasien teknik nafas dalam
4. Membantu pasien dan keluarga untuk O :
mencari dan menemukan dukungan - Klien tampak lebih tenang dari
5. Mengajarkan teknik nafas dalam sebelumnya
6. Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri - Klien sudah bisa melakukan teknik
7. Meningkatkan istirahat nafas dalam
8. Berkolaborasikan dengan dokter dalam
pemberian terapi farmakologi
- Paracetamol 250 mg setiap 8 jam
9. Memonitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Risiko infeksi 1. Mempertahankan teknik isolasi S:


berhubungan dengan 2. Membatasi jumlah pengunjung dan - An.F mengeluh nyeri pada telinga
kurang pengetahuan pengunjung dianjurkan mencuci tangan kanan dan mengeluarkan cairan
dan inflamasi ketika berkunjung - An.F mengatakan nyeri pada telinga
3. Menggunakan sabun antimikroba untuk kanan ketika menguyah
cuci tangan
4. Mencuci tangan sebelum melakukan
tindakan keperawatan O:
5. Menggunakan sarung tangan sebagai
pelindung - Keluarga pasien mencuci tangan
12/04/19 Nyeri kronis 1. Melakukan pengkajian nyeri S:
berhubungan dengan 2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari
6. Meningkatkan intake nutrisi
ketidaknyamanan - Klien
sebelum mengatakan
memegang kliennyeri berkurang
agen cidera biologis
7. Memberikan terapi antibiotic
3. Menggunakan teknik komunikasi - -
An.F Klien
mampu mengatakan
menghabiskanskala nyeri 5
- Amoksisilin 40 mgmengetahui
terapeutik untuk - Klien
setiap 8 jampengalamanmakan mengatakan
½ porsi makan sudah mengerti
- Methylprednisolone
nyeri pasien 4 mg setiap 12 - Telingateknik
kanannafas
An.F dalam
tampak
4.jam O :
Membantu pasien dan keluarga untuk mengeluarkan cairan berwarna kuning
8. Menginstruksikan keluarga pasien
mencari dan menemukan untuk
dukungan - tampak
- An.F Klien tampak lebih
memegang dantenang dari
minum antibiotic sesuai resep
5. Mengajarkan teknik nafas dalam sebelumnya
mengorek telinga kanan tsb.
9. Mengecek tanda gejala infeksi
6. Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri- S: 37.6- Klien
0
C sudah bisa melakukan teknik
7. Meningkatkan istirahat nafas dalam
- Leukosit : 11.350 mm3
8. Berkolaborasikan dengan dokter dalam
pemberian terapi farmakologi
- Paracetamol 250 mg setiap 8 jam
9. Memonitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Risiko infeksi 1. Mempertahankan teknik isolasi S:


berhubungan dengan 2. Membatasi jumlah pengunjung dan - An.F mengeluh nyeri pada telinga
kurang pengetahuan pengunjung dianjurkan mencuci tangan kanan dan mengeluarkan cairan
dan inflamasi ketika berkunjung - An.F mengatakan nyeri pada telinga
3. Menggunakan sabun antimikroba untuk kanan ketika menguyah
cuci tangan
4. Mencuci tangan sebelum melakukan
tindakan keperawatan O:
5. Menggunakan sarung tangan sebagai
pelindung - Keluarga pasien mencuci tangan
6. Meningkatkan intake nutrisi sebelum memegang klien
7. Memberikan terapi antibiotic - An.F mampu menghabiskan
- Amoksisilin 40 mg setiap 8 jam makan ½ porsi makan
- Methylprednisolone 4 mg setiap 12 - Telinga kanan An.F tampak
jam mengeluarkan cairan berwarna kuning
8. Menginstruksikan keluarga pasien untuk - An.F tampak memegang dan
minum antibiotic sesuai resep mengorek telinga kanan tsb.
9. Mengecek tanda gejala infeksi - S: 38 0C
- Leukosit : 11.350 mm3
E. Evaluasi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Evaluasi Keperawatan ttd


1 Nyeri kronis berhubungan dengan S ::
- An.F mengeluh nyeri pada telinga
agen cidera biologis
kanan
- An.F mengatakan nyeri terasa di
tusuk-tusuk dan hilang timbul, nyeri
menjalar ke tenggorokan
- Klien mengatakan skala nyeri 5
O:
- Klien tampak merintih dan menangis
- Klien tampak gelisah
- Klien tampak memegang daerah yang
nyeri
- Tampak bengkak pada paha telinga
kanan.
- TD : 100/80 mmhg; HR: 122 x/menit;
RR: 21 x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
2 Risiko infeksi berhubungan dengan - S : An.F mengeluh nyeri pada telinga
kurang pengetahuan dan inflamasi kanan dan mengeluarkan cairan
- An.F mengatakan nyeri pada telinga
kanan ketika menguyah

O:
- Keluarga pasien mencuci tangan
sebelum memegang klien
- An.F mampu menghabiskan makan ½
porsi makan
- Telinga kanan An.F tampak
mengeluarkan cairan berwarna
kuning
- An.F tampak memegang dan
mengorek telinga kanan tsb.
- S: 37,6 0C
- Leukosit : 11.350 mm3

A : Masalah belum teratasai


P :Lanjutkan intervensi
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media akut dan kronik paling sering
terjadi pada bayi dan anak. Kelainan ini menyebabkan eksudasi serosa (jika disebabkan
oleh virus), tetapi dapat menjadi supuratif jika terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab
otitis media akut disebabkan oleh masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah
yang normalnya steril. Gejala dapat bervariasi menurut beratnya infeksi, bisa sangat ringan
dan sementara atau sangat berat.

3.2. Saran
Diharapkan makalah ini dapat menambah sumber bacaan bagi mahasiswa keperawatan
khusus pada mata kuliah keperawatan medikal bedah.
DAFTAR PUSTAKA

Iskandar, N., Soepardi, E., & Bashiruddin, J., et al (ed). 2007. Buku Ajar Ilmu. Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke-. 6. Jakarta
Robbins & cotrans .Buku Saku Dasar Patologi penyakit. Cetakan 1. Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih Bahasa: Waluyo
Agung, Yasmin Asih, Juli, Kuncara, I Made Karyasa, EGC, Jakarta
Williams, L & Wilkins. 2011. Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit. Ahli Bahasa
Paramita. Jakarta : PT, Indeks
Abidin, Yunus. (2009). Keterampilan Menulis dan Bahasa Akademik-Pengantar Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadin : Bahasa Indonesia.Bandung: Penerbit Risqi Press.
Djafaar ZA, Helmi, Restuti RD.Kelainan telinga tengah. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher FKUI. Jakarta 2012:p 57-69
Baughman, Diane C. Dan Joann C. Hackley. 2000. Buku Saku utuk Brunner dan Suddart.
Jakarta: EGC.

Brunner and Suddart. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta : EGC.

Reeves, J. Charlene. Et al. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi I. Jakarta: Salemba
Medika.

Suzanne, C. Smeltzer. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai