MAKALAH
Oleh
Kelompok 8 / Kelas F
i
KEPERAWATAN MEDIKAL
MAKALAH
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Oleh :
Kelompok 8 / Kelas F
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Penyusun,
Kelompok 8 / Kelas F
Mengetahui,
iii
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Tuberkolosis Paru”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal. Dalam penulisan makalah ini
kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ns. John Hafan Sutawardana, M.Kep.,Sp.Kep.MB. selaku dosen
penanggung jawab mata kuliah Keperawatan Medikal;
2. Ns. Siswoyo, M.Kep. selaku dosen pembimbing pembuatan makalah; dan
3.teman-teman mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Jember kelas F yang telah membantu.
Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca demi
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan pembaca.
Penulis
Kelompok 8 / Kelas F
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ...................................................................... i
HALAMAN JUDUL .......................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................. iii
PRAKATA ......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ...................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................. viii
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................. 2
1.3.1 Tujuan Umum .............................................................. 2
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................. 2
1.4 Manfaat .................................................................................. 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 4
2.1 Anatomi Fisiologi Paru-Paru .............................................. 4
2.2 Definisi Tuberkolosis Paru ................................................. 7
2.3 Epidemiologi Tuberklsis Paru ........................................... 8
2.4 Etiologi Tuberkolosis Paru ................................................. 9
2.5 Faktor- Faktor Resiko Tuberkolosis Paru ....................... 10
2.6 Klasifikasi Tuberkolosis Paru ............................................ 12
2.7 Tanda Dan Gejala Tuberkolosis Paru .............................. 14
2.8 Patofisiologi Tuberkolosis Paru ......................................... 17
2.9 Pathway Tuberkolosis Paru ................................................ 19
2.10 Skrining dan Pemeriksaan Penunjang
Tuberkolosis Paru ............................................................ 20
2.11 Penatalaksanaan Tuberkolosis Paru (TB Paru) ............. 28
BAB 3. KONSEP ASKEP PADA PASIEN DENGAN
v
TUBERKOLOSIS PARU ................................................................. 41
3.1 Pengkajian ............................................................................ 41
3.1.1 Pengkajian Riwayat Keperawatan ............................... 41
3.1.2 Pengkajian berdasarkan NANDA ................................ 42
3.1.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................ 46
3.1.4 Pemeriksaan Penunjang ............................................... 49
3.1.5 Analisis Data ................................................................ 49
3.2 Diagnosa Keperawatan ........................................................ 53
3.3 Intervensi .............................................................................. 54
3.4 Evaluasi ................................................................................. 63
BAB 4. APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN
SESUAI KASUS .................................................................. 67
4.1 Ilustrasi Kasus ...................................................................... 67
4.2 Pengkajian ............................................................................ 68
4.2.1 Pengkajian Identitas Klien ........................................... 68
4.2.2 Pengkajian Riwayat Kesehatan .................................... 68
4.2.3 Pengkajian berdasarkan NANDA ................................ 69
4.2.3 Pemeriksaan Fisik ........................................................ 75
4.2.5 Analisis Data ................................................................ 77
4.3 Diagnosa Keperawatan ........................................................ 78
4.3 Intervensi .............................................................................. 79
4.4 Implementasi dan Evaluasi .................................................. 82
BAB 5. PENUTUP ............................................................................. 86
5.1 Kesimpulan ........................................................................... 86
5.2 Saran ..................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
viii
BAB 1. PENDAHULUAN
1
notification rate/ CNR) pada tahun 2015 untuk semua kasus sebesar 117 per
100.000 penduduk (Depkes RI., 2016).
Tuberkolosis Paru (TB Paru) merupakan suatu penyakit kronik yang salah
satu kunci keberhasilan dalam pengobatannya adalah kepatuhan dari penderita.
Penyakit menular ini sebenarnya dapat disembuhkan dengan pengobatan yang
efektif, namun pengobatan TB Paru harus dilakukan selama minimal 6 bulan dan
harus disertai dengan manajemen kasus dan tata laksana pengobatan yang baik.
Sebagai seorang tenaga kesehatan utamanya profesi perawat sangat berperan
penting dalam penanganan penyakit TB paru ini baik dari segi upaya preventif
yang perlu dilakukan dan upaya kuratif maupun rehabilitatif dalam memanajemen
kasus dan penatalaksanaan terkait penyakit TB Paru. Hal ini perlu dilakukan
dengan tujuan memperkecil angka prevalensi kejadian TB Paru di masyarakat.
Rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang diatas adalah
bagaimana Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tuberkolosis
Paru (TB Paru).
1.3 Tujuan
2
3. Untuk mengetahui aplikasi asuhan keperawatan pada pasien Tuberkolosis
Paru (TB Paru).
1.4 Manfaat
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi
pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung
membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada
rongga dada. Diantarakedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura
(Guyton, 2007).
Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.
Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Pada
Groove terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut
Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu
esophagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung
dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan
cabang-cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu,
sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus
meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Alveoli bertambah besar sesuai dengan
perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru
berjalan terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti
(Evelyn, 2009).
4
Gambar 2.1 Struktur Interna dan Organisasi Paru-Paru
Adapun bagian paru paru terdiri dari beberapa organ sebagai berikut :
1. Bronkus
Bronkus adalah saluran yang terdapat pada rongga dada dan merupakan
hasil dari percabangan trakea (tenggorokan) yang menghubungkan paru-paru
bagian kiri dengan paru-paru bagian kanan.
Bronkus bagian sebelah kanan bentuknya lebih lebar, pendek serta lebih
lurus, sedangkan bronkus bagian sebelah kiri memiliki ukuran lebih besar yang
panjangnya sekitar 5cm. Jika dilihat dari asalnya bronkus dibagi menjadi dua,
yaitu bronkus premier dan bronkus sekunder.
2. Bronkiolus
Bronkiolus adalah bagian dari percabangan saluran udara dari bronkus yang
ada di paru-paru. Letaknya tepat di ujung bronkus. Bronkiolus mempunyai
5
diameter kurang lebih 1mm atau bisa lebih kecil. Ukuran diameter bronkiolus ini
bisa berubah-ubah, menyesuaikan tekanan udara yang masuk.
Bronkiolus berguma umtuk menghantarkan udara dari bronkus masuk menuju ke
alveoli serta juga sebagai pengontrol jumlah udara yang akan nantinya akan di
distribusikan melalui paru-paru oleh konstriksi dan dilatasi
3. Alveolus ( jamak Alveoli )
Alveolus adalah kantung kecil yang terletak di dalam paru-paru yang
memungkinkan oksigen dan karbon dioksida untuk bisa bergerak di antara paru-
paru dan aliran darah.
Di dalam tubuh manusia terdapat kurang lebih hampir 300 juta alveoli untuk
menyerap oksigen yang berasal dari udara. Alveolus berfungsi untuk pertukaran
karbon dioksida (CO2) dengan oksigen (O2).
4. Pleura
Pleura adalah selaput yang fungsinya membungkus paru-paru serta
melindungi paru-paru dari gesekan-gesekan yang ada selama proses terjadinya
respirasi. Ada dua lapisan pada Pleura paru-paru manusia diantarnya adalah :
a. Pleura visceral.
Pleura ini adalah Pleura bagian dalam yang membungkus langsungparu-paru.
b. Pleura parietal.
Pleura ini adalah selaput pleura bagian luar yang menempel di rongga dada
5. Trakea
Trakea (tenggorokan) adalah bagian paru-paru yang berfungsi
menghubungkan larynk dengan bronkus. Trakea pada manusia teridiri dari
jaringan tulang rawan yang dilapisi oleh sel bersilia. Silia yang terdapat pada
trakea ini berguna untuk menyaring udara yang akan masuk ke dalam paru-paru.
6. Diafragma
Diafragma adalah struktur yang berbentuk seperti kubah yang memisahkan
antara rongga toraks dengan rongga abdomen dan terletak tepat di bawah dasar
paru-paru. Diafragma berguna sekali untuk pernapasan. Ketika menarik napas,
rongga dada akan mengembang serta diafragma akan berkontraksi menjadi lebih
datar. Ini lah yang memudahkan udara (oksigen) bergerak masuk ke dalam paru-
6
paru karena tekanan pada rongga dada turun mendadak. ketika menghembuskan
ataupun mengeluarkan napas, otomatis diafragma akan mengendur sehingga
menjadikan ukuran paru-paru ikut mengecil. Ini yang membuat Tekanan udara
dalam rongga dada meningkat dan udara mengalir keluar.
7
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat
menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Menurut Depkes (2007) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung
yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar
kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi pada paru-paru dan kadang pada
struktur-struktur disekitarnya, yang disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosis
(Saputra, 2010). Sedangkan menurut Rubenstein, dkk (2007), Tuberkulosis (TB)
adalah infeksi bakteri berbentuk batang yang tahan asam-alkohol (acid-alcohol-
fast bacillus/AAFB) Mycrobacterium tuberkulosis terutama mengenai paru,
kelenjar getah bening, dan usus.
TB paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobakterium
tuberculosis suatu basil yang tahan asam yang menyerang parenkim paru atau
bagian lain dari tubuh manusia melalui droplet (bersin, batuk dan berbicara) yang
dapat menyerang lewat udara dari penderita ke orang lain.
Dalam laporan WHO pada tahun 2013 diperkirakan terdapat 8,6 juta
kasus TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) diantaranya adalah
pasien dengan HIV positif. Sekitar 75 % dari pasien tersebut berada di wilayah
Afrika, pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita
TB MDR dan 170.000 diantaranya meninggal dunia. Pada tahun 2012
diperkirakan proporsi kasus TB anak diantara seluruh kasus TB secara global
mencapai 6% atau 530.000 pasien TB anak pertahun, atau sekitar 8% dari total
kematian yang disebabkan TB (Depkes RI., 2016).
Di Indonesia berpeluang mengalami penurunan angka kesakitan dan
kematian akibat TB menjadi setengahnya di tahun 2015 apabila dibandingkan
dengan data tahun 1990. Angka prevalensi TB pada tahun1990 sebesar 443
per 100.000 penduduk, pada tahun 2015 ditargetkan menjadi 280 per 100.000
penduduk. Berdasarkan hasil survei prevalensi TB tahun 2013, prevalesi TB
8
Paru smear positif per 100.000 penduduk umur 15 tahun ke atas sebesar 257.
Secara umum angka notifikasi kasus BTA positif baru da semua kasus dari
tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan. Angka notifikasi kasus
(case notification rate/ CNR) pada tahun 2015 untuk semua kasus sebesar 117
per 100.000 penduduk (Depkes RI., 2016).
9
menderita TB paru BTA positif yang tidak diobati akan menulari 10-15 orang
setiap tahunnya. (Depkes RI, 2002; Aditama, 2002).
10
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan
dengan m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung dari
kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Dalam hubungan dengan
penularan TB paru, maka kepadatan hunian dapat menyebabkan infeksi silang
(cross infection). Adanya penderita TB paru dalam rumah dengan kepadatan
cukup tinggi, maka penularan penyakit melalui udara ataupun “droplet” akan
lebih cepat terjadi (Sudoyo,2005).
2. Ventilasi rumah
Ventilasi adalah suatu usaha untuk memelihara kondisi atmosfiryang
menyenangkan dan menyehatkan bagi manusia. Umumnya penularan TB
terjadi dalam ruangan yang memungkinkan percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan
selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab (Depkes RI,
2007).
Untuk mendapatkan ventilasi atau penghawaan yang baik bagi suatu rumah
atau ruangan, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu:
a. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan.
Sedangkan luas lubang ventilasi insidental (dapat dibuka dan ditutup)
minimum 5% dari luas lantai. Hingga jumlah keduanya 10% dari luas
lantai ruangan.
b. Udara yang masuk harus udara yang bersih, tidak dicemari oleh asap dari
sampah atau dari pabrik, knalpot kendaraan, debu, dan lain–lain.
c. Aliran udara tidak menyebabkan penghuninya masuk angin. Untuk itu
tidak menempatkan tempat tidur persis pada aliran udara, misalnya di
depan jendela atau pintu.
2.5.3 Status gizi
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi, dan
lain lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan
terhadap penyakit termasuk TB paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang
11
berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak
(Hiswani, 2009).
12
2) Foto toraks normal tidak menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan atau dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang
luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien
buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
4. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi
beberapa tipe pasien, yaitu :
a. Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus Kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
d. Kasus setelah dating (failure)
13
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e. Kasus pindahan (transfer in)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
f. Kasus lainnya
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
14
Gambar 2.4 Gejala Tuberkolosis Paru
Menurut Alsagaff dan Mukty (2006) tanda dan gejala tuberkulosis dibagi
atas 2 (dua) golongan yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik.
a. Gejala Sistemik adalah:
1) Badan Panas
Panas badan merupakan gejala pertama dari tuberkulosis paru, sering kali
panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan
meningkat atau menjadi lebih tinggi bila proses berkembang menjadi
progresif sehingga penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa
panas.
2) Menggigil
Menggigil dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak
diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi
sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat.
15
3) Keringat Malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit
tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah
lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam
dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan sakit kepala timbul bila ada
panas.
4) Malaise
Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa tidak
enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit
kepala, mudah lelah.
b. Gejala Respiratorik
1) Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronchus. Batuk
mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronchus, selanjutnya akibat adanya
peradangan pada bronchus, batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif
ini berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak
dapat bersifat mukoid atau purulen.
2) Sekret
Suatu bahan yang keluar dari paru sifatnya mukoid dan keluar dalam jumlah
sedikit, kemudian berubah menjadi mukopurulen/kuning atau kuning hujau
sampai purulen dan kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi
pengejuan dan perlunakan.
3) Nyeri Dada
Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura terkena,
gejala ini dapat bersifat lokal atau pleuritik.
4) Ronchi
suatu bunyi tambahan yang terdengar gaduh terutama terdengar selama
ekspirasi disertai adanya sekret.
16
2.8 Patofisiologi Tuberkolosis Paru (TB Paru)
17
Tuberkulosis sekunder muncul bila kuman yang dorman aktif kembali
dikarenakan imunitas yang menurun (Price dan Lorraine, 2007; Amin dan Asril,
2007).
18
2.9 Pathway
Mycrobacterium Tuberculosis
Alveolus
Respon radang
Leukosit digantikan
Trakeobronkial
oleh makrofag
20
Gambar 2. 6 Skema Alur Diagnosis TB Paru Pada Orang Dewasa
1. Pemeriksaan Jasmani
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak
(atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di
daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah
apex lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara
21
napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan
paru, diafragma & mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold
abscess” (Depkes.,2011).
2. Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3 kali,
setiap pagi 3 hari berturutturut atau dengan cara:
1) Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
2) Dahak Pagi ( keesokan harinya )
3) Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan atau
ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan
tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen
tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke
laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di
gelas objek atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan
NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada
dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan
22
dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas penderita yang
sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium (Depkes.,2011).
Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan
penderita, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa
pos.Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring (Depkes.,2011) :
1) Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian
tengahnya
2) Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah
dari kertas saring sebanyak + 1 ml
3) Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu
ujung yang tidak mengandung bahan dahak
4) Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang
aman, misal di dalam dus
5) Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong
plastik kecil
6) Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan
melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
7) Di atas kantong plastik dituliskan nama penderita dan tanggal
pengambilan dahak
8) Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat
laboratorium.
23
b. Mikroskopik fluoresens yaitu pewarnaan auramin-rhodamin
(khususnya untuk screening).
lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan
ialah bila :
2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif
1 kali positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali , kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif → Mikroskopik positif
bila 3 kali negatf → Mikroskopik negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst
atau IUATLD
2) Biakan
Pemeriksaan biakan kuman:
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah
dengan cara : a. Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)
b. Agar base media : Middle brook
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis
pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga
Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi
MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya
pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun
pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang
timbul.
3. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam
bentuk (multiform) (Depkes.,2011).
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen superior lobus bawah
24
b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular
c. Bayangan bercak milier
d. Efusi pleura unilateral (umumnya)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
a. Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
b. Kalsifikasi atau fibrotik
c. Kompleks ranke
d. Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
Luluh Paru (Destroyed Lung ) :
a. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang
berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik
luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan fibrosis parenkim paru.
Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran
radiologik tersebut.
b. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti
proses penyakit
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) :
a. Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak
dijumpai kaviti
b. Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.
Pemeriksaan Penunjang
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu
yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional.
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mengidentifikasi
kuman tuberkulosis secara lebih cepat (Depkes., 2011).
25
1. Polymerase chain reaction (PCR): Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih
yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu
masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara
pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan
ketelitian dalam pelaksanaannya. Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut
diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luar paru
sesuai dengan organ yang terlibat.
2. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA) Teknik ini merupakan salah
satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa proses
antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain
adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.
b. Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang
direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini
kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, dan bila di dalam serum
tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai
yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna
pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah.
3. Pemeriksaan BACTEC Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini
adalah metode radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang
kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh
mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan
secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis.
4. Pemeriksaan Cairan Pleura Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta
cairan pleura perlu dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu
menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis
tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada
analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah
5. Pemeriksaan histopatologi jaringan Bahan histopatologi jaringan dapat
diperoleh melalui biopsi paru dengan trans bronchial lung biopsy (TBLB),
26
trans thoracal biopsy (TTB), biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar
getah bening dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi
aspirasi dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis
ekstra paru. Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan
histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru memberikan hasil
berupa granuloma dengan perkejuan.
6. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik
untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat
dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan
keadaan nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan
untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan
sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar
limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu
dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi
laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun
kurang spesifik.
7. Uji tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah
dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan prevalensi
tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu
diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai
makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu bulan sebelumnya
atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau sebulan.
Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan hanya menunjukkan
gambaran reaksi tubuh yang analog dengan :
a) reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target organ yang terkena
infeksi atau
b) status respon imun individu yang tersedia bila menghadapi agent dari basil
tahan asam yang bersangkutan (M.tuberculosis).
27
2.11 Penatalaksanaan Tuberkolosis Paru (TB Paru)
1. Tujuan, dan Prinsip Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
Jenis , sifat dan dosis OAT yang akan dijelaskan pada bab ini adalah yang
tergolong pada lini pertama. Secara ringkas OAT lini pertama dijelaskan pada
tabel dibawah ini:
Tabel 2.1 Pengelompokan OAT
Golongan dan Jenis Obat
Golongan-1 obat lini Isoniazid (H) Pyrazinamide (Z)
pertama Ethambutol (E) Rifampicin (R)
Streptomycin (S)
Golongan-2 / obat Kenamycin (Km) Amikacin (Am)
suntik/suntikan lini Capreomycin (Cm)
kedua
Golongan-3 / golongan Ofloxacin (Ofx) Moxifloxacin (Mfx)
Floroquinolone Levefloxacin (Lfx)
Golongan-4 / obat Ethionamide (Eto) Para amino salisilat
bakteriostatik lini Prothionamide (Pto) (PAS)
kedua Cycloserine (Cs) Terizidone (Trd)
Golongan-5 / obat Clofazimine (Cfz) Thioacetazone (Thz)
yang belum terbukti Linezolid (Lzd) Clarithromycin (Clr)
efikasinya dan tidak Amoxilin-Clavulanate Imipenem (Ipm)
direkomendasikan oleh (Amx-Clv)
WHO
28
Tabel 2.2 Jenis, Sifat, dan Dosis OAT Lini Pertama
Obat Sifat Dosis yang direkomendasikan
(mg/kg)
Harian 3 x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 10
(8-12) (8-12)
Pyrazinamide Bakterisid 25 35
(Z) (20-30) (30-40)
Streptomycin Bakterisid 15 15
(S) (12-18) (12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 30
(15-20) (20-35)
29
Tabel 2.3 Dosis untuk Paduan OAT KDT untuk Kategori 1
Berat Badan Tahap intensif tiap hari Tahap lanjutan 3 kali
selama 56 hari RHZE semunggu selama 16
(150/75/400/275) minggu RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
30
mg Streptomisin tab Etambutol
inj.
38-54 kg 3 tab 4KDT + 750 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3
mg Streptomisin tab Etambutol
inj.
55-70 kg 4 tab 4KDT + 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4
1000 mg tab Etambutol
Streptomisin inj.
71 kg 5 tab 4KDT + 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5
1000 mg tab Etambutol
Streptomisin inj.
Catatan:
1. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin
adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
31
2. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
3. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
c. OAT Sisipan (HRZE) Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket
untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Tabel 2.7 Dosis KDT untuk Sisipan
Berat Badan Tahap intensif tiap hari selama 28
hari RHZE (150/75/400/275)
30-37 kg 2 tablet 4KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT
71 kg 5 tablet 4KDT
32
2. Efek Sampig OAT dan Penatalaksanaannya
Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan
pendekatan gejala.
Tabel 2.9 Efek Samping Ringan OAT
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaa
Tidak ada nafsu makan, Rifampisin Semua OAT diminum
mual, sakit perut malam sebelum tidur
Nyeri sendi Prasinamid Beri Aspirin
Kesemutan sampai rasa INH Beri vitamin BB
terbakar di kaki (piridoxin) 100 mg per
hari.
Warna kemerahan pada Rifampisin Tidak perlu di beri apa-
air seni (urine) apa tapiperlu penjelasan
kepada pasien.
33
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol.
Purpura dan renjatan Rifampisin Hentikan Rifampisin.
(syok)
34
paling ampuh sehingga merupakan obat utama (paling penting) dalam
pengobatan jangka pendek.
3. Pengobatan Tuberkolosis Resisten Obat
Menurut (WHO.,2010) dalam Multidrugs and Extensively Drug Resistant
Tuberculosis 2010 Global Report on Surveillance and Response :
a. Multidrug-resitant TB (MDR-TB) didefinisikan sebagai tuberculosis yang
disebabkan kuman strain Mycobacterium tuberculosis yang resisten paling
sedikit terhadap isoniazid dan rifampisin.
b. Extensively drug-resistant TB (XDR-TB) didefinisikan sebagai MDR-TB
ditambah resistensi terhadap golongan floroquinolone dan paling sedikit satu
obat injeksi lini kedua (amikasin, kanamisin dan kapreomisin).
Pengobatan Tuberkolosis MDR (Multidrug-resistance) (Depkes RI,2011) :
Secara umum, prinsip pengobatan TB resist obat, khususnya TB dengan MDR
adalah sebagai berikut:
a. Pengobatan menggunakan minimal 4 macam OAT yang masih efektif.
b. Jangan menggunakan obat yang kemungkinan menimbulkan resistan silang
(cross-resistance)
c. Membatasi pengunaan obat yang tidak aman
d. Gunakan obat dari golongan/kelompok 1 - 5 secara hirarkis sesuai potensinya.
Penggunaan OAT golongan 5 harus didasarkan pada pertimbangan khusus
dari Tim Ahli Klinis (TAK) dan disesuaikan dengan kondisi program.
e. Paduan pengobatan ini diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal dan tahap
lanjutan. Tahap awal adalah tahap pemberian suntikan dengan lama minimal
6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan.
f. Lama pengobatan minimal adalah 18 bulan setelah konversi biakan Dikatakan
konversi bila hasil pemeriksaan biakan 2 kali berurutan dengan jarak
pemeriksaan 30 hari.
g. Pemberian obat selama periode pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan
menganut prinsip DOT = Directly/Daily Observed Treatment, dengan PMO
diutamakan adalah tenaga kesehatan atau kader kesehatan.
35
Pilihan paduan baku OAT untuk pasien TB dengan MDR saat ini adalah
paduan standar (standardized treatment). yaitu :
Paduan ini diberikan pada pasien yang sudah terkonfirmasi TB MDR secara
laboratoris dan dapat disesuaikan bila (Depkes RI, 2011):
a. Etambutol tidak diberikan bila terbukti telah resisten atau riwayat penggunaan
sebelumnya menunjukkan kemungkinan besar terjadinya resistensi terhadap
etambutol.
36
2. Menjamin diagnosis dan pengobatan yang tepat untuk kasus resistensi OAT
untuk mencapai penyembuhan dan mencegah penularan strain resisten.
3. Meningkatkan kolaborasi antara program kontrol TB dan HIV supaya
didapatkan program pencegahan dan dan pengobatan yang tepat untuk kasus
ko-infeksi TB dan HIV.
4. Meningkatkan infrastuktur laboratorium supaya didapatkan deteksi
dan penatalaksanaan kasus resisten yang lebih baik.
Berdasarkan protokol standar jika seorang pasien resisten terhadap semua
OAT kecuali hanya 2 atau 3 OAT yang relatif lemah maka direkomendasikan
tindakan bedah. Tindakan bedah tidak bisa dilakukan pada pasien keadaan tertentu
seperti pasien dengan fungsi paru yang buruk atau kavitas yang sangat besar.
Keadaan problematik seperti ini belum memiliki solusi yang efektif sampai saat
ini. Adapun Tindakan pembedahan dapat dilakukan setelah pasien (MW, Kang et
all., 2010 dalam Utomo, Panji., 2013) :
a. Kultur sputum yang tetap positif meskipunsudah diberikan pengobatan OAT
yang cukup banyak.
b. Resistensi obat yang luas dikaitkan dnegan kegagalan terapi atau
bertambahnya resistensi.
c. Terdapat kavitasi loka, nekrosis/ destruksi pada lobus atau sebagian paru.
The WHO Global Task Force for XDR-TB di Jenewa 9-10 Oktober 2006
merumuskan 7 butir rekomendasi pencegahan dan kontrol XDR-TB sebagai
berikut (WHO, 2010):
1. Pencegahan XDR-TB dengan memperkuat kontrol dasar terhadap TB dan
HIV. Strategi baru dan perencanaan global stop TB sangat penting sebagai
pedoman intervensi utama ini.
2. Peningkatan penatalaksanaan terhadap pasien suspek XDR-TB dengan
memperbanyak fasilitas laboratorium yang memadai, termasuk uji sensitivitas
OAT yang cepat untuk mendeteksi strain MDR-TB baik di area prevalensi
HIV tinggi maupun rendah.
37
3. Memperkuat penatalaksanaan XDR-TB dan rancangan pengobatan HIV
positif dan negatif. Intervensi ini akan didasarkan atas penerapan protokol
baru WHO untuk kasus TB resisten dengan OAT lini kedua yang adekuat dan
pendekatan dan pengawasan individual.
4. Standarisasi definisi XDR-TB dan diharapkan penggunaan definisi baru
secara global akan meningkatkan validasi data dan perbandingannya.
5. Peningkatan kontrol dan proteksi terhadap infeksi HIV. Intervensi ini dicapai
melalui pencegahan penularan MDR-TB terutama pasien positif HIV
terutama pada daerah prevalensi HIV tinggi.
6. Pelaksanaan surveillance XDR-TB segera sehingga dibutuhkan laboratorium
rujukan nasional dan internasional untuk mencapai terselenggaranya survei
global secepatnya mulai awal 2007.
7. Inisiasi aktivitas advokasi komunikasi dan mobilisasi sosial karena hal yang
sangat penting adalah meningkatkan informasi dan kewaspadaan terhadap TB
khususnya XDR-TB.
Pengobatan Tuberkulosis Pada Keadaan Khusus (Depkes RI, 2011) :
a. Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman
untuk kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada
kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier
placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran
dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu
dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting
artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan
dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.
b. Ibu menyusui dan bayinya
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan
pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui.
Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT
secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk
38
mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu
dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan
dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.
c. Pasien TB pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan
KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut.
Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau
kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).
d. Pasien TB dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis
ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada
keadaan dimana pengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan
streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya
menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6
bulan.
e. Pasien TB dengan kelainan hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati
sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali
OAT tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau
peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau
diteruskan dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid
(Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah
2RHES/6RH atau 2HES/10HE.
f. Pasien TB dengan gagal ginjal
Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi
melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak
toksik. OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien
dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal,
oleh karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal.
Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin
39
tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang
paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.
40
BAB 3. KONSEP ASKEP PADA PASIEN DENGAN
TUBERKOLOSIS PARU
3.1 Pengkajian
Tujuan dari pengkajian/ anamnesa adalah merupakan kumpulan
informasi subyektif yang diperoleh dari apa yang dipaparkan oleh pasien
terkait dengan masalah kesehatan yang menyebabkan pasien melakukan
kunjungan ke pelayanan kesehatan (Niman, 2013). Identitas pasien yang perlu
untuk dikaji meliputi:
a. Meliputi nama dan alamat
b. Jenis kelamin : TB paru bisa terjadi pada pria dan wanita
c. Umur: paling sering menyerang orang yang berusia antara 15 – 35 tahun.
d. Pekerjaan: Tidak didapatkan hubungan bermakna antara tingkat
pendapatan, jenis pekerjaan
3.1.1 Pengkajian Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang:
pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Lakukan
pertanyaan yang bersifat ringkas sehingga jawaban yang diberikan klien
hanya kata “ya” atau “tidak” atau hanya dengan anggukan kepala atau
gelengan.
b. Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
pengkajian yang mendukung adalah mengkaji apakah sebelumnya
klien pernah menderita TB paru atau penyakit lain yang memperberat
TB Paru.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga:
secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga
lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah.
d. Riwayat Tumbuh Kembang:
41
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan
pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit
seperti gizi buruk.
e. Riwayat Sosial Ekonomi:
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang yang likungan atau
tempat tinggalnya padat dan kumuh karena kebanyakan orang yang
terkena TB Paru berasal dari likungan atau tempat tinggalnya padat dan
kumuh itu.
f. Riwayat Psikologi:
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat
menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya itu. Kita
kaji tingkah laku dan kepribadian, karena pada pasien dengan TB Paru
dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku seperti halnya berhubungan
dengan aib dan rasa malu dan juga ada rasa kekhawatiran akan
dikucilkan dari keluarga dan lingkungan akibat penyakitnya sehingga
dapat mengakibatkan orang tersebut menjauhkan diri dari semua orang.
3.1.2 Pengkajian Berdasarkan NANDA
a. Domain Promosi Kesehatan
1) Arti sehat dan sakit bagi pasien.
2) Pengetahuan status kesehatan pasien saat ini.
3) Perlindungan terhadap kesehatan: program skrining, kunjungan
ke pusat pelayanan kesehatan, diet, latihan dn olahraga,
manajemen stress, faktor ekonomi.
4) Pemeriksan diri sendiri: riwayat medis keluarga, pengobatan yang
sudah dilakukan.
5) Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan.
6) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan.
b. Domain Nutrisi
1) Kebiasaan jumlah makanan.
2) Jenis dan jumlah (makanan dan minuman)
42
3) Pola makan 3 hari terakhir/ 24 jam terakhir, porsi yang
dihabiskan, nafsu makan.
4) Kepuasaan akan berat badan.
5) Persepsi akan kebutuhan metabolic
6) Faktor pencernaan: nafsu makan, ketidaknyamanan, rasa dan bau,
gigi, mukosa mulut, mual atau muntah, pembatasan makanan,
alergi makanan.
7) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (berat badan saat ini dan
SMRS)
c. Domain Eliminasi dan Pertukaran
1) Kebiasaan pola buang air kecil: frekuensi, jumlah (cc), wana, bau,
nyeri, mokturia, kemampuan menontrol BAK, adanya perubahan
lain.
2) Kebiasaan pola buang air besar: frekuensi, jumlah (cc), warna,
bau, nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya
perubhana lain.
3) Keyakinan budaya dan kesehatan.
4) Kemampuan perawatan diri: ke kamar mandi, kebersihan diri.
5) Penggunaan bantuan untuk ekskresi
6) Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (abdmen, genetalia,
rectum, prostat)
d. Domain Aktivitas / Istirahat
1) Aktivitas kehidupan sehari-hari
2) Olahraga: tipe, frekuensi, durasi, da inetensitas.
3) Aktivitas menyenangkan
4) Keyakinan tentang latihan dan olahraga
5) Kemampuan untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi,
makan, kamar mandi)
6) Mandiri, bergantung atau perlu bantuan.
7) Penggunaan alat bantu (kruk, kaki tiga)
43
8) Data pemeriksaan fisik (pernapasan, kardiovaskular,
muskoloskeletal, neurologi)
9) Kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur, jam tidur dan
bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat
kesegaran setelah tidur)
10) Penggunaan alat mempermudah tidur (obat-obatan)
11) Jadwal istirahat dan relaksasi
12) Gejala gangguan pola tidur
13) Faktor yang berhubungan (nyeri, suhu, proses penuaan dll)
14) Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata, keadaan umum,
mengantuk)
e. Domain Persepsi / Kognisi
1) Gambaran tentang indra khusus (penglihatan, penciuman,
pendengar, perasa, peraba)
2) Penggunaan ketidaknyaman nyeri (pengkajian nyeri secara
komprehensif)
3) Keyakinan budaya terhadap nyeri
4) Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk
mengontrol dan mengatasi nyeri
5) Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (neurologis,
ketidaknyamanan)
f. Domain Persepsi Diri
1) Keadan sosial: pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial.
2) Identitas Personal: penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki
3) Keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh (yang
disukai dan tidak)
4) Harga diri: perasaan mengenai diri sendiri.
5) Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran).
6) Riwayat berhubungan denan masalah fisik dan tau psikologi.
44
7) Data meneriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri, murung,
gidak mau berintaksi)
g. Domain Hubungan Peran
1) Gambaran tentang peran berkaitan degan keluarga, teman, kerja
2) Kepuasan/ ketidak puasaan menjalankan peran
3) Efek terhadap status kesehatan
4) Petingnya keluarga
5) Struktur dan dukungan keluarga
6) Proses pengambilan keputusan keluarga
7) Pola membesarkan anak
8) Hubungan dengan orang lain
9) Orang terdekat dengan klien
10) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
h. Domain seksualitas
1) Masalah atau perhatian seksual
2) Menstruasi, jumlah anak, jumlah suami/istri
3) Gambaran perilaku seksual (perilaku seksual yang aman, peukan,
sentuhan, dll)
4) Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan
reprosuksi
5) Efek terhadap kesehatan
6) Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan psikologi
7) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudara,
rektum)
i. Domain Koping / Toleransi Stress
1) Sifat pencetus stress yang dirasakan baru-baru ini
2) Tingkat stress yang dirasakan
3) Gambaran respons umum dan khusus terhadap stress
4) Strategi mengatsai stress yang biasa digunakan dan
keefektifannya.
5) Strategi koping yang biasa digunakan
45
6) Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress
7) Hubungan antara manajemen stress dengan keluarga.
j. Domain Prinsip Hidup
1) Latar belakang budaya/ etnik
2) Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan
kelompok budaya/ etnik
3) Tujuan kehidupan bagi pasien
4) Pentingnya agama/ spiritualitas
5) Dmapak masalah kesehatan terhadap spiritualitas
6) Keyakinan dalam budaya (mitos, kepercayaan, larangan, adat)
yang dpat mempengaruhi kesehatan
k. Domain Keamanan / Perlindungan
1) Infeksi
2) Cedera fisik
3) Perilaku kekerasan
4) Bahaya lingkungan
5) Proses pertahanan tubuh
6) Temoregulasi
l. Domain Kenyamanan
1) Berisikan Kenyamanan fisik, lingkungan dan sosial pasien
m. Domain Pertumbuhan / Perkembangan
1) Berisi tentang pertumbuhan dan perkembangan klien
3.1.3 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaaan umum
Keadaan umum pada klien dengan TB Paru dapat dilakukan secara
selintas pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu,
perlu dinilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri dari compos
mentis, apatis, somnolen, sopo, soporokoma, atau koma. Hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital pada klien dengan TB Paru biasanya di dapatkan
peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat
apabila disertai sesak nafas, denyut nadi biasanya meningkat seirama
46
dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan dan tekanan
darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit seperti hipertensi.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien TB Paru meliputi pemeriksaan fisik
umum per sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda
vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel),
B6 (Bone) serta pemeriksaan yang fokus pada B2 dengan pemeriksaan
menyeluruh sistem pernafasan.
Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
1. B1 (Breathing) : pemeriksaan fisik pada klien TB Paru merupakan
pemeriksaan fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi,perkusi dan
auskultasi.
Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernafasan. Sekilas pandang klien
dengan TB Paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan
proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari Tb Paru seperti adanya
efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya ketidaksimetrisan rongga
dada, pelebaran intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit. TB Paru yang
disertai etelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak simetris, yang
membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostal space (ICS)
pada sisi yang sakit.
Palpasi
Palpasi trakhea. Adanya pergeseran trakhea menunjukan-
meskipun tetapi tidak spesifik-penyakit dari lobus atau paru. Pada TB Paru
yang disertai adanya efusi pleura masif dan pneumothoraks akan
mendorong posisi trakhea kearah berlawanan dari sisi sakit.
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernafasan. TB Paru
tanpa komplikasi pada saat dilakukanpalpasi, gerakan dada saat bernafas
biasanya normal dan seimbang antara kiri dan kanan.
47
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat
meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang
dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon
bronkhial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, terutama
pada bunyi konsonan.
Perkusi
Pada klien dengan TB Paru minimal tanpa komplikasi, biasanya
akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada
klien TB Paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan
didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai
banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura.
Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksaan untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya
ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbicara
disebut sebagai resonan vokal.
48
menangis,merintih, meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan
pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva
anemis pada TB Paru dengan hemoptoe masif dan kronis, dan sklera
ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
4. B4 (Bladder): pengukuran volume output urine berhubungan dengan
intake cairan. Olek karena itu, perawat perlu memonitor adanya
oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien
diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat
dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai
ekskresi karena meminum OBAT terutama rifampisin.
5. B5 (Bowel) : klien biasanya mengalami mual,muntah, penurunan
nafsu makan, dan penurunan berat badan.
6. B6 (Bone) : aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan
TB Paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan,
insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi tak
teratur.
3.1.4 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Rontgen Thoraks
2. Pemeriksaan CT Scan
3. Radiologi TB paru militer
a. TB paru militer akut
b. TB paru militer subakut (kronis)
4. Pemeriksaan Laboratorium
49
1. pasien mengatakan batuk Spasme jalan
berdahak nafas
2. pasien mengatakan dahak
tidak bisa keluar. Perubahan
3. Pasien mengatakan sesak frekuensi nafas
nafas
4. Auskultasi paru : Terdengar
suara ronkhi pada paru kanan
50
dibawah rentang
DS :
berat badan ideal.
51
hidung abnormal.
DS:
1. klien mengatakan nafasnya
terasa sesak
2. Klien mengeluh susah tidur.
3. Klien mengatakan anaknya
batuk-batuk , berdahak.
6. DO : Gangguan pola Gangguan pola tidur WS
1. Kantong mata bawah hitam. tidur
2. Konjungtiva anemis.
imobilisasi
3. Pasien tampak lemas.
4. Pasien sering terbangun pada
malam hari. penurunan
DS : kemampuan
52
nafas
53
3.3 Intervensi
Tabel 3.2 Konsep Intervensi Keperawatan
Diagnosa :
Domain 11 : Keamanan/perlindungan.
Kelas 2. Cedera fisik (00031)
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Definisi: ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas
untuk mempertahankan jalan nafas.
NOC
Kriteria Hasil :
Definisi : saluran trakeobronkial yang terbuka dan lancar untuk pertukaran gas.
3. Kemampuan untuk mengeluarkan sekret dari skala 1 (deviasi berat dari kisaran
normal)
54
3. Gunakan alat pelindung diri sesuai dengan kebutuhan.
4. Tentukan perlunya suktion mulut atau trakhea.
5. Aukultasi suara nafas sebelum dan setelah tindakan suction.
6. Aspirasi nasopharingeal dengan kanul suction sesuai dengan kebutuhan
7. Berikan sedatif sebagaimana mestinya.
8. Masukan nasopharingeal airway untuk melakukan suction nasotracheal sesuai
kebutuhan
9. Instruksikan pada pasien untuk menarik nafas dalam sebelum dilakukan
suction nasotracheal dan gunakan oksigen sesuiai kebutuhan.
Diagnosa :
Domain 4: Aktivitas/ Istirahat
Kelas 4. Respons Kardiovaskuler/ Pulmonal (00032) Ketidakefektifan pola
nafas.
Definisi: Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.
NOC
Kriteria Hasil :
setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam masalah ketidakefektifan pola nafas
dapat teratasi.
55
3140 manajemen jalan nafas
Definisi: fasilitas kepatenan jalan nafas.
1. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust sebagai mana
mestinya.
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
3. Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan alat
membuka jalan nafas.
4. Masukkan alat (NPA) atau (OPA) sebagaimana mestinya.
5. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya.
Diagnosa :
Domain 3: Eliminasi dan pertukaran
Kelas 4. Fungsi respirasi (00030) Gangguan pertukaran gas
Definisi: kelebihan atau defisit oksigenasi dan/atau eliminasi karbon dioksida
pada membran alveolar-kapiler
NOC
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam gangguan pertukaran gas kembali
normal.
(0402) status pernafasan : pertukaran gas
Definisi:
pertukaran karbondioksida dan oksigen di alveoli untuk mempertahankan
konsentrasi darah arteri.
1. Tekanan parsial oksigen didarah arteri dari skala 1 (deviasi berat dari kisaran
normal) ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal).
2. Tekanan parsial karbondioksida didarah arteri dari skala 1 (deviasi berat dari
kisaran normal) ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal).
3. PH arteri dari skala 1 (deviasi berat dari kisaran normal) ditingkatkan ke skala
4 (deviasi ringan dari kisaran normal).
4. Saturasi oksigen dari skala 1 (deviasi berat dari kisaran normal) ditingkatkan
56
ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal).
NIC
(3140) Manajemen jalan nafas
Definsi: fasilitas kepatenan jalan nafas.
Aktivitas-aktivitas:
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2.Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar, dan batuk
3.Posisikan untuk meringankan sesak nafas
4.Monitor status pernafasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya.
Diagnosa :
Domain 2: Nutrisi
Kelas 1. Makan (00002) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
NOC
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam intake nutrisi klien terpenuhi.
(1009) status nutrisi : asupan nutrisi.
Definisi:
asupan gizi untuk memenuhi kebutuhan - kebutuhan metabolik
57
(sebagian besar adekuat)
6.Asupan zat besi dari skala 1 (tidak adekuat) ditingkatkan menjadi skala 4
(sebagian besar adekuat)
58
(tidak terganggu)
2. kualitas istirahat dari skala 1 (sangat terganggu) ditingkatkan menjadi skala 5
(tidak terganggu)
3. beristirahat secara fisik dari skala 1 (sangat terganggu) ditingkatkan menjadi
skala 5 (tidak terganggu)
4. beristirahat secara mental dari skala 1 (sangat terganggu) ditingkatkan menjadi
skala 5 (tidak terganggu)
NIC
(1850) peningkatan tidur
Definisi: memfasilitasi tidur/siklus bangun teratur.
Aktivitas-aktivitas:
1. tentukan pola tidur pasien
2. jelaskan pentingnya tidur yang cukup selama penyakit dan lain-lain
3. monitor pola tidur pasien dan catat kondisi fisik.
4. Sesuaikan lingkungan untuk meningkatkan tidur.
5. Mulai/terapkan langkah-langkah kenyamanan seperti pijat,pemberian posisi
dan sentuhan efektif.
6. Bantu meningkatkan jumlah jam tidur.
7. Diskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai teknik untuk meningkatkan
tidur.
Diagnosa :
Domain 4: aktifitas/istirahat
Kelas 4. Respon kardiovaskular/pulmonal (00092) Intoleran aktivitas
Definisi: ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan
atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin
dilakukan.
NOC
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam masalah intoleransi aktifitas
tercapai.
59
(0002) konservasi energi
Definisi: tindakan individu dalam mengelola energi untuk memulai dan
mempertahankan aktivitas.
60
Domain 9 : koping/toleransi stres Kelas 2. Respons koping
(00147) Ansietas Kematian
Definisi: perasaan tidak nyaman atau gelisah yang samar atau yang ditimbulkan
oleh persepsi tentang ancaman nyata atau imajinasi terhadap eksistensi seseorang.
NOC
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam klien mampu memahami dan
menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
Ansietas
Definisi: perasaan tidak nyaman atau gelisah yang samar yang ditimbulkan oleh
persepsi ancaman nyawa atau imajinasi terhadap eksistensi seseorang.
61
Domain 5:
Persepsi/kognisi Kelas 4. Kognisi (00126) defisiensi pengetahuan
Definisi: ketidaan atau defisiensi informasi kognitif yang berkaitan dengan topik
tertentu.
NOC
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam klien mampu melaksanakan apa
yang telah diinformasikan.
(1803) pengetahuan : proses penyakit
Definisi: tingkat pemahaman yang disampaikan tentang proses penyakit tertentu
dan komplikasinya.
1. Karakter spesifik penyakit dari skala 1 (tidak ada pengetahuan) ditingkatkan
menjadi skala 4 (pengetahuan banyak)
2. Faktor-faktor penyebab dan faktor yang berkontribusi dari skala 1 (tidak ada
pengetahuan) ditingkatkan menjadi skala 4 (pengetahuan banyak)
3. Faktor resiko dari skala 1 (tidak ada pengetahuan) ditingkatkan menjadi skala
4 (pengetahuan banyak)
4. Tanda dan gejala dari skala 1 (tidak ada pengetahuan) ditingkatkan menjadi
skala 4 (pengetahuan banyak)
5. Proses perjalanan penyakit biasanya dari skala 1 (tidak ada pengetahuan)
ditingkatkan menjadi skala 4 (pengetahuan banyak)
6. Strategi untuk meminimalkan
Perkembangan penyakit dari skala 1 (tidak ada pengetahuan) ditingkatkan
menjadi skala 4 (pengetahuan banyak)
NIC
(5602) pengajaran: proses penyakit
Definisi: membantu pasien untuk memahami informasi yang berhubungan dengan
proses penyakit secara spesifik.
Aktivitas-aktivitas:
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses penyakit yang spesifik.
62
2. Review pengetahuan pasien mengenai kondisinya.
3. Jelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyakit, sesuai kebutuhan.
4. Jelaskan mengenai proses penyakit, sesuai kebutuhan
5. Berikan informasi pada pasien mengenai kondisi, sesuai kebutuhan.
6. Berikan informasi kepada keluarga yang penting bagi pasien mengenai
perkembangan pasien sesuai kebutuhan.
7. Edukasi pasien mengenai tindakan untuk mengontrol/meminimalkan gejala
sesuai kebutuhan.
3.4 Evaluasi
Tabel 3.3 Evaluasi Konsep
No. Diagnosa Keperawatan Evaluasi
1. Domain 11 : S : Pasien sudah tidak merasakan
Keamanan/perlindungan. sesak nafas dan batuk berdahak.
Kelas 2. Cedera fisik O: pasien tidak tampak batuk dan
(00031) Ketidakefektifan bersihan suara pasien normal.
jalan nafas berhubungan dengan A : Masalah pasien teratasi.
sekresi mukus yang kental, P : Hentikan intervensi
hemoptisis, kelemahan, upaya batuk
buruk, dan edema trakheal/faringeal.
Definisi: ketidakmampuan
membersihkan sekresiatau obstruksi
dari saluran nafas untuk
mempertahankan jalan nafas.
2. Domain 4: Aktivitas/ Istirahat S : Pasien sudah bisa melakukan
Kelas 4. Respons Kardiovaskuler/ batuk efektif.
Pulmonal O : pasien sudah terlihat rileks .
(00032) Ketidakefektifan pola A : Masalah pasien teratasi.
nafas yang berhubungan dengan P : Hentikan intervensi
63
menurunnya ekspresi paru sekunder
terhadap penumpukan cairan dalam
rongga pleura.
64
Kelas 1. Tidur/istirahat batuk.
(000198) Gangguan pola tidur yang O : Masih terbangun pada malam
berhubungan dengan adanya batuk, hari tapi jarang.
sesak nafas, dan nyeri dada. A : Masalah pada pasien teratasi
sebagian.
Definisi: interupsi jumlah waktu dan P : Lanjutkan intervensi.
kualitas tidur akibat faktor eksternal
6. Domain 4: aktifitas/istirahat S : Pasien mengatakan sudah
Kelas 4. Respon merasakan kemudahan saat
kardiovaskular/pulmonal melakukan aktivitas hariannya,
(00092) Intoleran aktivitas yang namun kadang masih meminta
berhubungan dengan keletihan bantuan keluarganya.
(keadaan fisik yang lemah) O : Kekuatan tubuh bagian atas
dan bawah terlihat membaik.
Definisi: ketidakcukupan energi A : Masalah pada pasien teratasi
psikologis atau fisiologis untuk sebagian.
mempertahankan atau menyelesaikan P : lanjutkan intervensi.
aktivitas kehidupan sehari-hari yang
harus atau yang ingin dilakukan.
7. Domain 9 : koping/toleransi stres S : Pasien mengatakan merasakan
Kelas 2. Respons koping ketenangan saat ada orang lain
(00147) Ansietas Kematian/cemas disisinya.
yang berhubungan dengan adanya O : pasien masih terlihat gelisah.
ancaman kematian yang dibayangkan A : Masalah pada pasien teratasi
(ketidakmampuan untuk bernafas) dan sebagian.
prognosis penyakit yang belum jelas. P : Lanjutkan intervensi.
65
ancaman nyata atau imajinasi
terhadap eksistensi seseorang.
8. Domain 5: Persepsi/kognisi S : pasien mengatakan sudah
Kelas 4. kognisi mengetahui tentang penyakitnya.
(0000126) defisiensi pengetahuan O : pasien sudah tidak terlihat
yang berhubungan dengan kurangnya khawatir.
informasi tentang proses penyakit dan A : Masalah pada pasien teratasi
penatalaksanaan perawatan di rumah. P : Hentikan intervensi
66
BAB 4. APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN
67
warna kecoklatan dan berbau khas, BAK 5-6x /hari ± 750 cc /hari berwarna
kuning jernih berbau khas. Pasien sebelum sakit biasa melakukan aktivitas
tanpa bantuan orang lain. Selama sakit dibantu oleh keluarga dan perawat.
Sebelum sakit tidur 7-8 jam /hari dan tidak menggunakan obat-obatan tidur,
selama sakit tidur 4-5 jam/hari. Pasien mengerti sakit yang dideritanya dan
mengobati penyakitnya dengan pergi ke rumah sakit. Program terapi yang
diberikan oleh Tn. P yaitu infus RL 20 tpm, injeksi Dexamethasone
1mg/6jam, Gentasimin 160 mg/24jam, Ceftazidime 1 gr/12 jam. Obat oral
vitamin B6 1 x 100 mg, Rifamphisin 300 mg, Isoniazid 300 mg, Parazinamid
750 mg, Etambutol 750 mg. Pemberian oksigen 2-3 liter/menit.
4.2 Pengkajian
4.2.1 Identitas Klien
Nama : Tn. P
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Alamat : Banyuanyar Banjarsari, Surakarta
No. RM : 0271718
Pekerjaan : Pekerjaan swasta
Status Perkawinan: Sudah kawin
Tanggal MRS : 25 April 2014
Tanggal Pengkajian : 25 April 2014
4.2.2 Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa Medik
Tuberkulosis
2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh merasakan sesak nafas
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan ± 2 minggu yang lalu dada terasa sesak dan batuk
berdahak berwarna putih kekuningan sulit keluar, kadang berkeringan
68
dingin pada malam hari. Pasien mengatakan badan terasa lemas, pusing
dan mual.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien pernah satu kali dirawat di Rumah Sakit dengan Gastritis ± 5
tahun yang lalu dan tidak mempunyai riwayat penyakit seperti diabetes,
hipertensi, dan jantung.
5. Riwayat Kesehatan Keluaraga
Pasien mengatakan bahwa keuarganya pun tidak memiliki penyakit
keturunan dan penyakit menular.
4.2.3 Pengkajian berdasarkan NANDA
1. Domain 1: Promosi Kesehatan
a. Kesadaran kesehatan : Pasien sadar tentang penyakit yang dialami dan
berusaha untuk mengobatinya.
b. Manajemen kesehatan : Pasien mengatakan bahwa jika anggota
keluarga pasien yang sakit langsung dibawa ke Puskesmas, Dokter
praktek atau rumah sakit.
c. Interpretasi : pasien mempunyai kesadaran kesehatan yang baik dan
dalam manajemen kesehatannya saat pasien atau keluarganya merasa
sakit, pasien langsung membawanya ke rumah sakit.
2. Domain 2: Nutrisi
a. Antropometri
BB sebelum sakit = 60 kg
BB selama sakit = 56 kg
IMT = 56/1,682 = 19,8
Interpretasi :
Kategori IMT
Underweight < 18,5
Normal 18,5-24,9
Overweight > 25
Obesitas > 30
69
Berdasarkan rumus IMT, setelah terjadinya penurunan berat badan
sebayak 4 kg namun status nutrisi pasien/index massa tubuh pasien
dalam kategori normal.
b. Biomedical sign
Hemoglobin selama sakit : 7,4 gr/dl
Hematokrit : 24%
c. Clinical sign
Keadaan umum pasien sedang
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 37,3 C
Respirasi : 32 x/menit
IMT : 19,85
d. Diet pattern
Sebelum sakit : makan 3x sehari dengan komposisi nasi, sayur, lauk
dan kadang-kadang dengan buah, pasien makan 1 porsi habis, minum
8-10 gelas ± 1500 cc/hari.
Selama sakit : pasien hanya dimakan 1/3 porsi, pasien mengatakan
mual dan nafsu makan menurun, minum 4-6 gelas ± 700 cc.
Interpretasi : Terdapat masalah pada pola makan klien, harus dikontrol
agar dapat terpenuhinya kebutuhan tubuh.
e. Pasien E (Enegy)
Meliputi kemampuan klien dalam beraktifitas selama di rumah sakit :
selama sakit klien melakukan aktifitas dengan di abntu oleh keluarga
dan perawat.
f. F (Faktor)
Meliputi penyebab masalah nutrisi : selama sakit pemasukan nutrisi
tidak adekuat dimana pasien mengatakan mual dan nafsu makan
menurun.
3. Domain 3: Eliminasi dan Pertukaran
a. Fungsi Urinarius
70
BAK : sebelum MRS lebih sering BAK, setelah MRS frekuensi BAK
pasien menurun.
Tabel 4.1 Data Pola Eliminasi BAK
Pola Eliminasi Sebelum MRS Setelah MRS
Frekuensi 6-7 x/hari 5-6 x/hari
Jumlah 800 cc 750 cc
Warna Kuning jernih Kuning jernih
Bau Berbau khas urine: Berbau khas urine:
amoniak amoniak
Alat Bantu - Terpasang infus
Kemandirian Mandiri Dibantu keluarga
71
4. Domain 4: Aktivitas/Istirahat
a. Istirahat/tidur
Tabel 4.3 Data Istirahat/Tidur
Keterangan Sebelum sakit Setelah sakit
Durasi 7-8 jam/hari 4-5 jam/hari
Ganguan tidur Tidak ada Ada
Lain-lain - -
b. Aktivitas
1) Pekerjaan : Kepala rumah tangga
2) Kebiasaan olah raga : -
3) ADL
Tabel 4.4 Data Aktivitas
Aktivitas harian (Activity Daily Living)
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum
Toileting
Berpakaian
Mobilitas di tempat tidur
Berpindah
Ambulasi / ROM
Keterangan :
0: tergantung total,
1: dibantu petugas dan alat,
2: dibantu petugas,
3: dibantu alat,
4: mandiri
4) ROM : Rentang gerak untuk mobilisasi tidak terganggu
5) Resiko untuk cidera : Beresiko cidera akibat rasa pusing dan
keletihan yang dirasakan pasien.
72
c. Cardio respons
1) Penyakit jantung :-
2) Edema ekstremitas :-
3) Tekanan darah : 130/90 mmHg
4) Nadi : 86 x/menit
5) Pemeriksaan jantung : -
d. Pulmonary respon
1) Penyakit sistem nafas : Tb paru
2) Kemampuan bernafas : tidak adekuat
3) Gangguan pernafasan (batuk, suara nafas, sputum,dll) : batuk
dengan sputum yang sulit keluar dan sesak nafas yang disertai
bunyi ronchi.
4) Pemeriksaan paru-paru :
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, terdapat retraksi dada, nafas
dangkal, adanya pelebaran cuping hidung.
Palpasi : fremitus paru kanan dan kiri sama, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : sonor
Auskultasi : ronchi
5. Domain 5: Persepsi/Kognisi
a. Orientasi/kognisi
1) Tingkat pendidikan : pendidikan terakhir SD
2) Kurang pengetahuan : klien tidak mengetahui penyebab penyakit
yang dideritanya.
3) Pengetahuan tentang penyakit : sebelum ke rumah sakit, klien tau
bahwa dia terkena penyakit TB paru.
4) Orientasi (waktu, tempat, orang): klien mampu mengenali waktu,
tempat dan orang disekitarnya.
b. Sensasi/persepsi
1) Riwayat penyakit jantung : -
2) Sakit kepala : klien merasa pusing
3) Pengguna alat bantu : -
73
4) Penginderaan :
a) Mata : bentuk simetris, pupil isokor, konjungtiva anemis, slera
anikterik, fungsi pengelihatan baik.
b) Telinga : bentuk simetris, tidak ada serumen, bersih, fungsi
pendengaran baik.
c) Hidung : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret,
adanya pelebaran cuping hidung.
d) Mulut : mulut bersih, mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis,
lidah tidak ada lesi.
6. Domain 6: Persepsi Diri
a. Self-concept/self-esteem
1) Perasaan cemas/takut : klien tidak merasa cemas karena
penyakitnya.
2) Perasaan putus asa/kehilangan : -
3) Keinginan untuk menderai : -
4) Adanya luka/cacat : -
7. Domain 7: Hubungan Peran
a. Peranan hubungan
1) Status hubungan : Suami
2) Orang terdekat : Istri
3) Perubahan konflik/peran : selama sakit pasien tidak dapat
melakukan perannya sebagai kepala keluarga.
4) Perubahan gaya hidup : -
5) Interaksi dengan orang lain : Hubungan klien dengan keluarga
baik terlihat dari istrinya yang selalu menemani klien.
8. Domain 8: Seksualitas
Pola seksualitas: hubungan klien dengan istri harmonis, tidak ada
gangguan.
Fungsi reproduksi : klien memiliki 1 orang istri dan 3 orang anak.
9. Domain 9: Koping/Toleransi Stres
74
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien seorang yang sabar dan
jarang marah, klien juga kooperatif dengan pengobatan karena ingin
cepet sembuh.
Intepretasi : Koping stress yang dimiliki klien adalah koping adaptif.
10. Domain 10: Prinsip Hidup
Nilai kepercayaan : menurut keluarga, klien tidak pernah pergi ke
tempat pengobatan alternatif jika sakit. Pasien dan keluarga akan pergi
ke petugas kesehatan jika sakit. selama sakit klien tetap menjalankan
ibadah sholat di atas tempat tidur.
Interpretasi : Tidak ada masalah pada sistem nilai dan keyakinan.
11. Domain 11: Keamanan/Perlindungan
Tersedia selimut untuk mengatasi cuaca dingin. Disamping juga
terdapat guling untuk menjaga agar klien tidak jatuh saat tidur.
12. Domain 12: Kenyamanan
a. Kenyamanan/Nyeri : -
b. Rasa tidak nyaman lainnya : jika sedang batuk yang sring disertai
perasaan mual.
c. Gejala yang menyertai : -
13. Domain 13: Pertumbuhan/Perkembangan
Klien mengatakan sejak lahir tidak terdapat gangguan pertumbuhan dan
perkembangan.
4.2.4 Pemeriksaan Fisik
1. Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Auskultasi):
a. Kepala
Inspeksi : rambut bersih, beruban, rambut pendek
Palpasi : tidak ada benjolan
b. Mata
Inspeksi : bentuk simetris, pupil isokor, konjungtiva anemis, slera
anikterik, fungsi pengelihatan baik.
c. Hidung
75
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret, adanya
pelebaran cuping hidung.
d. Telinga
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada serumen, bersih, fungsi
pendengaran baik.
e. Mulut
Inspeksi : mulut bersih, mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis,
lidah tidak ada lesi.
f. Leher
Inspeksi : bentuk simetris
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
g. Dada, paru-paru
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi, terdapat retraksi dada, nafas
dangkal, adanya pelebaran cuping hidung.
Palpasi : fremitus paru kanan dan kiri sama, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi : ronchi
h. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : pekak
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler
i. Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi
Auskultasi : peristaltik usus 14 x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada masa
Perkusi : timpani
j. Ekstremitas
Ekstremitas atas : tidak ada lesi, tangan kiri pasien terpasang infus
RL 20 tpm
Ekstremitas bawah : kedua kaki pasien dapat bergerak bebas
76
k. Kulit
Inspeksi : warna kulit sawo matang
Palpasi : turgor kulit baik, capillary reffil < 2 detik
77
tidak nafsu makan kebutuhan tubuh kebutuhan tubuh
- Pasien mengatakan
mersa mual Kurang asupan
- Pasien mengatakan makanan
badan terasa lemas
DO: Berat badan menurun
- Pasien mengalami
penurunan berat
badan sebanyak 4
kg
- Pasien hanya
menghabiskan 1/3
makanan dari porsi
biasanya
3. DS: Intoleransi aktivitas Intoleransi aktivitas
- Pasien mengatakan
badannya tersa Imobilitas
lemas, pusing
DO: Keletihan
- Pasien terlihat
lemas
- Saat melakukan
aktivitas pasien
masih dibantu oleh
keluarga dan
perawat
78
untuk dikeluarkan, terdapat retraksi dada, adanya pelebaran cuping
hidung, nafas dangkal, RR 32 x/menit, terdengar ronchi.
2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan berat badan yang ditandai dengan pasien mengatakan
tidak nafsu makan, pasien mengatakan mersa mual, pasien mengatakan
badan terasa lemas, pasien mengalami penurunan berat badan sebanyak 4
kg, pasien hanya menghabiskan 1/3 makanan dari porsi biasanya.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan yang ditandai dengan
pasien mengatakan badannya tersa lemas dan pusing, pasien terlihat
lemas, saat melakukan aktivitas pasien masih dibantu oleh keluarga dan
perawat.
₰
Domain 11 : Keamanan/perlindungan.
Kelas 2. Cedera fisik (00031)
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
NOC (Nursing Outcomes Classification)
Setelah dilakukan perawatan selama 1x24 jam masalah ketidakefektifan bersihan
jalan nafas dapat teratasi dengan kriteria hasil :
0410 status pernafasan : kepatenan jalan nafas
1. Frekuensi pernafasan dari skala 1(deviasi berat dari kisaran normal)
ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal)
2. kedalaman inspirasi dari skala 1(deviasi berat dari kisaran normal)
ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal)
3. Kemampuan untuk mengeluarkan sekret dari skala 1 (deviasi berat dari kisaran
normal) ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal)
NIC (Nursing Intervention Classification)
Manajemen jalan nafas 3140
79
Aktivitas-aktivitas:
1.Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasin
2. Instruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif
3.Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau
menyedot lendir
4.Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar, dan batuk
5.Posisikan untuk meringankan sesak nafas
6.Monitor status pernafasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya.
Diagnosa : Paraf
Domain 2: Nutrisi
Kelas 1. makan
(00002) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
₰
kebutuhan tubuh
NOC (Nursing Outcomes Classification)
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam intake nutrisi klien terpenuhi
dengan kriteria hasil :
Nafsu makan 1014
1. Hasrat keinginan untuk makan meningkat dari sangat terganggu (skala 1)
menjadi tidak terganggu (skala 5)
2. Intake makanan meningkat dari sangat terganggu (skala 1) menjadi tidak
terganggu (skala 5)
Status nutrisi 1004
1. Asupan makanan meningkat dari sangat skala 1 menjadi skala 5
Hidrasi meningkat dari skala1 menjadi skala 5
NIC (Nursing Intervention Classification)
Manajemen Nutrisi 1100
Aktivitas-aktivitas:
1. Identifikasi (adanya) alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki
pasien
2. Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi makan
80
(misalnya, bersih, berventilasi, santai, dan bebas dari bau menyengat)
3. Pastikan makanan disajikan dengan cara yang menarik dan pada suhu
yang paling cocok untuk konsumsi secara optimal
4. Monitor kecenderungan terjadinya penurunan dan kenaikan berat badan.
Terapi nutrisi 1120
Aktivitas-aktivitas:
1. Lengkapi pengkajian kebutuhan nutrisi
2. Monitor intake makanan atau cairan dan hitung masukan kalori perhari sesuai
kebutuhan
3. Pilih suplemen nutrisi sesuai kebutuhan
4. Keji kebutuhan nutrisi parenteral
5. Sediakan (bagi) pasien makanan dan minuman yang bernutrisi yang tinggi
protein, tinggi kalori, dan mudah dikonsumsi, sesuai kebutuhan.
Diagnosa : Paraf
₰
Domain 4: aktifitas/istirahat
Kelas 4. Respon kardiovaskular/pulmonal
(00092) Intoleran aktivitas
81
NIC (Nursing Intervention Classification)
Terapi Aktivitas 4310
Aktivitas-aktivitas :
1. Pertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipasi melalui aktivitas
spesifik.
2. Bantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi kelemahan dalam level
aktivitas tertentu.
3. Bantu dengan aktivitas fisik secara teratur (misalnya, ambulasi,
transfer/berpindah, berputar dan kebersihan diri), sesuai dengan kebutuhan.
Terapi Oksigen 3320
Aktivitas-aktivitas:
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
2. Monitor aliran oksigen
3. Monitor kemampuan pasien untuk mentolerir pengangkatan oksigen ketika
makan
4. Rubah perangkat pemberian oksigen dari masker ke kanul nasal saat makan.
82
melakukan batuk atau menyedot lendir
08.40-08.45 6. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar,
dan batuk
08.45-08.50 7. Memposisikan untuk meringankan sesak nafas
8. Monitor status pernafasan dan oksigenasi sebagaimana
08.50-08.55
mestinya.
Evaluasi Paraf
S: Pasien mengatakan sudah bisa mengatur napas dengan baik
O: Pasien terlihat dapat melakukan batuk efektif dengan baik
A: Masalah teratasi sebagian
₰
P: Lanjutkan intervensi
Diagnosa :
Domain 2: Nutrisi
Kelas 1. makan
(00002) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
Waktu Implementasi
08.00-08.10 1. Mengidentifikasi (adanya) alergi atau intoleransi
makanan yang dimiliki pasien
08.10-08.15 2. Menciptakan lingkungan yang optimal pada saat
mengkonsumsi makan (misalnya, bersih,
berventilasi, santai, dan bebas dari bau menyengat)
08.15-08.20 3. Memastikan makanan disajikan dengan cara yang
menarik dan pada suhu yang paling cocok untuk
konsumsi secara optimal
08.20-08.25 4. Memonitor kecenderungan terjadinya penurunan
dan kenaikan berat badan.
08.25-08.30 5. Melengkapi pengkajian kebutuhan nutrisi
08.30-08.35 6. Memonitor intake makanan atau cairan dan hitung
masukan kalori perhari sesuai kebutuhan
08.35-08.37 7. Memilih suplemen nutrisi sesuai kebutuhan
83
08.37-08.42 8. Mengkaji kebutuhan nutrisi parenteral
08.42-08.52 9. Sediakan (bagi) pasien makanan dan minuman
yang bernutrisi yang tinggi protein, tinggi kalori,
dan mudah dikonsumsi, sesuai kebutuhan.
Evaluasi Paraf
S: Pasien mengatakan tidak merasa mual
O: Pasien terlihat menghabiskan makanannya
A: Masalah teratasi sebagian
₰
P: Lanjutkan intervensi
Diagnosa :
Domain 4: aktifitas/istirahat
Kelas 4. Respon kardiovaskular/pulmonal
(00092) Intoleran aktivitas
Waktu Implementasi
08.00-08.05 1. Mempertimbangkan kemampuan klien dalam
berpartisipasi melalui aktivitas spesifik.
08.05-08.15 2. Membantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi
kelemahan dalam level aktivitas tertentu.
08.15-08.30 3. Membantu dengan aktivitas fisik secara teratur seperti
transfer/berpindah dan kebersihan diri sesuai dengan
kebutuhan.
08.30-08.35 4. Mempertahankan kepatenan jalan nafas
08.35-08.38 5. Memonitor aliran oksigen
08.38-08.42 6. Memonitor kemampuan pasien untuk mentolerir
pengangkatan oksigen ketika makan
08.42-08.55 7. Meruubah perangkat pemberian oksigen dari masker ke
kanul nasal saat makan.
Evaluasi Paraf
84
₰
S: Pasien mengatakan sudah mulai bisa melakukan aktifitas
yang ringan.
O: pasien terlihat mampu berdiri dari tempat tidur.
A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi
85
BAB 5. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi pada paru-paru dan kadang pada
struktur-struktur disekitarnya, yang disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosis
(Saputra, 2010). Sedangkan menurut Rubenstein, dkk (2007), Tuberkulosis (TB)
adalah infeksi bakteri berbentuk batang yang tahan asam-alkohol (acid-alcohol-
fast bacillus/AAFB) Mycrobacterium tuberkulosis terutama mengenai paru,
kelenjar getah bening, dan usus. Adapun gejala dari penyakit ini yaitu ada 2 secara
sistemik dan respiratorik, secara sistemik yaitu badan panas, menggigil, keringat
malam, da malaise sementara untuk respiratoriknya yaitu batuk, terdapat sekret,
nyeri dada, dan ada suara ronchi.
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka
setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala terindikasi menderita TB Paru,
dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien. Untuk pengobatan
TB sendiri bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
5.2 Saran
86
DAFTAR PUSTAKA
Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC. 74,76, 80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340.
Irman Somantri, S,Kp. M. Kep. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan pada Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
87
Moorhead, S., Johnson, M., L. Maas, M., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC). 5th Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh
Nurjannah, I.,Tumanggor,R.D. 2016. Nursing Outcomes Classification
(NOC). Edisi kelima. CV. Mocomedia.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Nugroho, AT. 2014. Kajian Asuhan Keperawatan Pada Tn. P dengan Gangguan
Oksigenasi Tuberkulosis Paru di Ruang Isolasi Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta. STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta.
http://stikespku.com/digilib/files/disk1/2/stikes%20pku--ariyantitr-79-1-
karyatu-h.pdf
Sudoyo, A.,dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing,
Jakarta.
88
Smeltzer c Suzanne.2002. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta:EGC.
89