Anda di halaman 1dari 9

Definisi kematian agama hindu

Manusia pada umumnya selalu takut datangnya kematian, manusia dengan segala cara
selalu menjaga kesehatannya dengan harapan proses kematian jangan terlalu cepat sehingga
dapat lama menikmati kehidupan ini. Rasa takut manusia menghadapi kematian adalah
suatu pertanda bahwa sudah banyak penderitaan yang lain pada saat matinya dalam
kehidupan yang sebelumnya. Agama Hindu mengatakan setelah mati tubuh hancur, kembali
menjadi pancamaha buta. Sedangkan jiwa mungkin mencapai moksha atau lahir kembali ke
dunia ini. Salah satu kitab dalam yang disakralkan oleh umat Hindu adalah kitab Upanishad.
Kitab Upanishad mengajarkan bahwa di luar dunia ini, "brahmanatman"lah (sesuatu seperti
Allah) satu-satunya yang benar-benar ada dan berarti. Apa yang manusia lihat, dunia ruang,
dan waktu adalah maya. Maya sifatnya hanya sementara dan tidak memiliki makna yang
nyata. Namun, semua yang hidup dan bernapas memiliki "atman"
atau jiwa yang merupakan bagian dari "paramatman" atau dunia arwah. Setiap "atman",
saat berada dalam dunia maya, mencoba untuk kembali ke "paramatman".
Kitab Upanishad menyatakan bahwa jalan satu-satunya bagi "atman" untuk kembalike
asalnya adalah melalui "punar-janman" atau reinkarnasi. "Atman" (jiwa) seseorang mungkin
berawal dari cacing, kemudian melalui kematian dan kelahiran kembali, jiwa itu menjadi
sesuatu yang lebih tinggi derajatnya sampai menjadi manusia. Saat "atman" menjadi manusia,
"atman" itu harus tumbuh dengan mencapai kelas sosial yang lebih tinggi. Manusia
mencapai kelas sosial yang lebih tinggi dengan mengikuti darmanya tugasnya untuk
melakukan sesuatu hal tertentu sesuai dengan kelasnya. Tugas tersebut meliputi tugas
moral,sosial, dan agama, ketiganya sangat penting dalam agama Hindu. Cara lain untuk
membebaskan jiwa adalah melalui yoga, kedisiplinan yang menahan hasrat jasmani di bawah
penguasaan diri sehingga "atman" dapat lolos dari lingkarankematian dan kelahiran kembali
untuk kemudian bergabung ke "paramatman" (dunia arwah). Sekalinya
"atman" dapat masuk ke "paramatman" (kenyataan yang sebenarnya), maka"atman" tersebut
telah diterima di nirwana. Kemudian yang ada hanyalah hidup yang lebih tinggi. Ia berhasil
masuk ke dalam keabadian. Orang Hindu meyakini bahwa dunia ini tidak bermakna karena
dunia ini hanya sementara dan satu-satunya realitas adalah sesuatu yang dapat ia lihat sekilas
melalui disiplin dan meditasi yang intensif. Mereka percaya bahwa jiwa mereka telah melalui
lingkaran kelahiran, kematian, kelahiran kembali yang panjang dan akan terus begitu sampai
menemukan kelepasan di nirwana (keabadian). (Hakim & Agus 1985)
Orang Hindu percaya bahwa Upanishad memberi mereka hikmat yang mereka
perlukan untuk menolak dunia agar jiwanya dapat mencapai "paramatman" yang
kekal.Hinduisme ini mengajarkan bahwa keselamatan dapat diperoleh melalui salah satudari
tiga cara, yakni dengan menjalankan darma atau tugas; pengetahuan yang diajarkan
Upanishad dan pengabdian kepada salah satu dewa, misalnya Wisnu atau Siwa. Cara yang
terakhir adalah cara yang paling banyak digunakan orang-orang dari kelas bawah (mayoritas
orang India) karena cara itu menawarkan kemudahan bagi jiwa mereka untuk mencapai kelas
yang lebih tinggi, dan akhirnya nirwana. Menurut agama Hindu, setelah mengalami tahap-
tahap kehidupan yang sempurna dan melewati reinkarnasi, mereka akan bertemu dengan
Dewa Brahma (Pencipta). (Hadiwijono, 2013)

Penatalaksanaan menjelang ajal dan perawatan pasca meninggal agama hindu


a. Tahap-tahap dari perawatan jenazah dalam Agama Hindu yaitu :

1.Terlebih dahulu jenazah harus dimandikan dengan air tawar yang bersih dan
sedapatmungkin di campur dengan wangi- wangian
2.Setelah itu diberi secarik kain putih untuk menutupi bagian muka wajah dan bagianalat
kelaminnya.
3.Kemudian barulah diberi pesalin dengan kain atau baju yang baru (bersih),
rambutnyadirapikan (perempuan :rambutnya digulung sesuai dengan arah jarum jam),
posisitangan dengan sikap "menyembah" ke bawah.Setelah itu dibungkus dengan kain putih.
4.Pada saat membungkus jenazah tersebut supaya diperhatikan hal- hal sebagai berikut:Bila
jenazah itu laki - laki maka lipatan kainnya : yang kanan menutupiyang kiri,
dan bila perempuan maka lipatan kainnya: yang kiri menutupi yang kanan. Setelahterbungkus
rapi ikatlah bagian ujung (kepala dankaki) serta bagian tengah jenazahyang bersangkutan
dengan benang atau sobekan kain pembungkus tadi. Setelah selesai
perawatan di atas, barulah jenazah tersebut disemayamkan di tempat yang telahditetapkan
olehkeluarga

Definisi kematian agama budha


Kematian dalam ajaran Buddha tidak ditentukan oleh faktor fisik melainkan faktor
batin yang mencakup kesadaran. Kematian bukanlah akhir dari segalanya namun hanya
berarti putusnya seluruh ikatan yang mengikat manusia terhadap kondisi di dunia. Secara
garis besar agama Buddha dapat dikatakan kelanjutan dari agama Hindu, dimana falsafah
kedua agama tersebut ada kesamaan. Tubuh manusia terdiri dari zat yang ada di alam, bumi,
udara, air dan api. Sehingga kematian dianggap suatu proses kembalinya ruh ke asalnya.
Dengan keyakinan lebih cepat jenazah hancur maka reinkarnasi akan lebih cepat sempurna,
dimana salah satu cara untuk mempercepat proses kembali adalah dengan pembakaran.
kematian menurut agama buddha mempercayai definisi kalasik yang merujuk pada
pernafasan yang telah luluh lantak diterpa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi atau kah
mengikuti definisi modern yang lebih mengacun kepada fungsi kerja otak. Definisi kematian
dalam agama buddha tidak hanya sekedar ditentukan dari unsur-unsur jasmaniah,entah itu
paru-paru,jantung ataupun otak. Ketidak berfungsian ketiga organ tubuh hanya merupakan
gejala,akibat atau pertanda yang tampak dari kematian, akan tetapi bukan kematian itu
sendiri. Faktor penting yang menentukan kematian ialah unsur-unsur batiniah suatu makhluk
hidup. Walaupun organ-organ tertentu masih dapat berfungsi sebagaimana layaknya secara
alamiah ataupun melalui bantuan peralatan medis,seseorang dapat dikatakan mati apabila
kesadaran ajal (cuticitta) telah muncul dari dirinya. Begitu muncul sesaat,kesadaran ajal akan
langsung padam. Kepadaman kesadaran ajal ialah ‘the point of no return’bagi suatu makhluk
dalam kehidupan ini. (Dhavamony, 1995)
Pada unsur jasmaniah kematian ditandai dengan terputusnya kemampuan hidup
(jivitindriya). Ada tiga jenis kematian dalam agama Buddha,yakni:khanika marana yaitu
kematian atau kepadaman unsur batiniah dan jasmaniah pada tiap-tiap saat akhir
(bhanga),Sammuti marana yaitu kematian makhluk hidup berdasarkan kesepakatan umum
yang dipakai oleh masyarakat dunia,Samuccheda marana yaitu kematian yang mutlak yang
merupakan keputusan daur penderitaan para arahanta. kematian pada dasarnya diakibatkan
oleh empat sebab yaitu,karena habisnya usia (ayukkhaya), karena habisnya akibat perbuatan
penyebab kelahiran serta perbuatan pendukung (kammakkhaya), karena biasanya usia serta
akibat perbuatan (ubhayakkhaya), kerna terputus oleh kecelakaan, bencana atau malapetaka
(upacchedaka). Empat sebab kematian ini dapat diumpamakan seperti empat sebab
kepadaman pelita,yaitu karena habisnya sumbu,habisnya bahan bakar,habisnya sumbu serta
bahan bakar,dan karena tertiup angin.
Agama buddha mengajarkan,bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya.
Kematian hanyalah suatu fase peralihan antara hidup yang sekarang dengan kehidupan
dialam tumimbal lahir. Bagi mereka sewaktu masih hidup rajin berlatih membina diri,
menghayati dan melaksanakan ajaran Buddha. Maka akan mengetahui kapan saat ajalnya
tiba, bukan ada yang mengetahui kapan saat ajalnya tiba, bahkan ada yang mngetahui jauh
sebelum waktunya,bisa beberapa tahun, bulan, minggu atau 1-2 hari sebelumnya terantung
dari ketakutan dan kemantapannya di dalam mengahayati Buddi Dharma. Sehingga
menjelang saatnya tiba,dia dapat melakukan persiapan seperlunya,yaitu membersihkan diri
dan menukar pakaian,lalu bermeditasi sambil menyebut Namo Amithaba Buddha.
Menurut agama Buddha pun hidup tidak hanya sekali,adanya siklus lahir dan
mati,bagaikan siang dan malam. Kematian bukanlah akhir, karena seketika itu pula berlanjut
pada kelahiran kembali, melalui lahir dan mati dari alam yang satu ke alam yang lain,ataupun
kembali kealam yang sama, para makhluk menjalani lingkaran tumimbal lahir. Buddha
mengatakan “sesuai dengan karmanya mereka akan bertumimbal lahir dan dalam tumimbal
lahir itu mereka akan menerima akibat dari perbuatan itu sendiri. Karena itu aku menyatakan:
semua makhluk adalah ahli waris dalam perbuatannya. (Hamzah., 2010).
Karma juga membagi para makhluk menjadi berbeda,yang diaktakan sebagai hina dan
mulia. Doktrin karma menjelaskan kenapa ada manusia yang pendek usia,yang sering
sakit,yang buruk rupa dan cantik rupawan,yang sedikit rezeki dan banyak rezeki,yang miskin
dan kaya,yang memilki keluarga kecil dan keluarga besar,yan dungu dan yang bijaksana.
Ketika ada yang terlahir catat,karma juga alaannya. Ada daya tarik si anak dengan karma
orang tuanya. Adanya karma individual dan adanya karma kolektif.
Sedangakan gagasan penganut Buddha tradisional tentang kematian didasarkan pada
doktrin india kuno yaitu samsara, dan secara beragam diterjemaahkan sebagai renkarnasi atau
transmigrasi- dari waktu kehidupan menjadi kehidupan yang lain.

Penatalaksanaan menjelang ajal dan perawatan pasca meninggal agama budha


Kematian dapat terjadi karena salah satu dari empat sebab sebagai berikut:
1. Kammakkhaya atau habisnya kekuatan janaka kamma.
2. Ayukkhaya atau habisnya masa kehidupan
3. Ubhayakkaya atau habisnya janaka kamma (masa kehidupan) secara bersama- sama
4. Upacchedaka Kamma yang muncul, kamma penghancur atau pemotong yang kuat
sehingga walaupun janaka kamma dan ayukkhaya belum selesai orang tersebut meninggal
dengan cepat.
1. PERLENGKAPAN MEMANDIKAN JENAZAH
a. Meja atau dipan untuk tempat memandikan jenazah
b. Air basah
c. Air kembang
d. Air yang dicampur dengan minyak wangi
e. Sabun mandi dan sampo
f. Sikat gigi
g. Handuk.
2. PERLENGKAPAN PAKAIAN
a. Pakaian harus bersih dan rapi, dan yang paling penting adalah bahwa baju yang
dikenakan pada jenazah merupakan pakaian yang paling disenanginya sewaktu masih
hidup
b. Sarung tangan dan kaos kaki yang berwarna putih
c. Pakaian yang disesuaikan dengan adat masing-masing, misalnya dengan
menggunakan kain putih (kapan)
2. PERLENGKAPAN JENAZAH
a. Peti jenazah
b. Kain putih, untuk alas dan untuk melapisi sisi bagian dalam peti
c. Bantal kecil 3 buah
d. Bunga yang terdiri dari :
* Bunga yang dirangkai untuk hiasan bagian dalam peti
* Bunga untuk ditaburkan
* Tiga tangkai bunga, satu pasang lilin merah, tiga batang dupa, yang
diikat dengan benang merah.
1. Liang lahat (jika yang dikuburkan)
2. Usungan
3. PERLENGKAPAN PERSEMBAHYANGAN
a. Meja untuk altar
b. Lilin dua buah warna putih
c. Dupa wangi
d. Buah-buahan
e. Air untuk pemberkahan yang sudah diberi bunga didalamnya
f. Dua vas bunga
g. Foto almarhum/almarhumah, yang diletakkan di tengah altar.

5. MERAWAT JENAZAH
1. Sesaat setelah almarhumah/almarhum menghembuskan nafas yang terakhir , badannya
digosok dengan air kayu cendana, atau dengan menaruh es balokan di bawahnya agar jenazah
tidak kaku
2. Setelah itu jenazah diletakkan di atas meja dan ditutupi kain setelah itu baru dibacakan
paritta-paritta atau doa-doa sebagai berikut:
a. Pembukaan
Pemimpin kebhaktian memberi tanda kebhaktian dimulai, dengan membunyikan gong
atau lonceng lalu pemimpin kebaktian menyalakan lilin, dupa, dan meletakkan dupa tersebut
ditempatnya. Sementara hadirin berdiri di sisi depan jenazah dan bersikap anjali. Setelah
dupa diletakkan ditempatnya, hadirin menghormat dengan menundukkan kepala.
Kemudian pemimpin Kebhaktian membacakan :
* Namakara Gatha
* Pubbabhaganamakara
* Pamsukula Gatha
* Maha Jaya Mangala Gatha

6. PELAKSANAAN PEMANDIAN
1. Jenazah setelah disembahyangkan kemudian diusung ke tempat pemandian yang telah
disiapkan
2. Jenazah dimandikan dengan air bersih terlebih dahulu, kemudian air bunga, lalu dibilas
dengan air yang sudah dicampur dengan minyak wangi.
3. Jenazah dikramasi rambutnya dengan sampo, kemudian disabun seluruh badannya dan
giginya disikat dan kukunya dibersihkan, setelah itu dibilas lagi dengan air bersih
4. Sehabis itu jenazah dilap dengan handuk.

7. PEMAKAIAN PAKAIAN
1. Jenazah laki-laki
Pakian jenazah laki-laki, baju lengan panjang, celana panjang, dan yang paling
disenangi oleh almarhum sewaktu masih hidup, rambut disisir rapi, bila perlu diberi minyak
rambut, lalu kedua tangannya dikenakan sarung tangan, dan juga kedua kakinya diberi kaos
kaki berwarna putih.
2. Jenazah Perempuan
Pakaian jenazah perempuan adalah pakaian nasional, misalnya kebaya dan memakai kain
(pakaian adat daerah) dan khuusnya pakaian yang disenangi olehnya sewaktu dia hidup.
Mukanya diberi bedak, rambutnya disisir rapi, bila rambutnya panjang bisa disanggul. Lalu
kedua tangannya diberi sarung tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih.
3. Jenazah Khusus Pandita
Pakaian khusus Pandita adalah memakai jubah berwarna kuning dan tangannya diberi
sarung tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih

8. SIKAP TANGAN
Sikap tangan diletakkan di depan dada, tangan kanan di atas tangan kiri, dan sambil
memegang tiga tangkai bunga, satu pasang lilin berwarna merah, tiga batang dupa wangi,
yang sudah diikat dengan benang merah. Sikap kedua kakinya biasa, dengan telapak kaki
tetap ke depan.

9. MEMASUKKAN JENAZAH KE DALAM PETI


Peti jenazah yang sudah disiapkan, kemudian keempat sisi bagian dalam dilapisi kain
putih, juga bagian bawah dan tutup peti tersebut. Kemudian dikeempat sisi tersebut dipasang
atau di hiasi dengan rangkaian-rangkaian bunga, setelah itu jenazah dimasukkan ke dalam
peti dan kepala bagian bawah diganjal dengan bantal kecil, begitu pula samping kanan dan
samping kiri. Setelah itu dengan peti masih dalam keadaan terbuka dibacakan paritta-paritta.
Adapun posisi persembahyangan adalah sebagai berikut:
Sebelum acara pembacaan paritta-paritta suci, pemimpin kebhaktian memberi tanda
bahwa kebaktian akan segera dimulai, dengan membunyikan gong atau lonceng. Pemimpin
kebaktian menyalakan lilin, dupa, dan meletakkan dupa tersebut ditempatnya, dan hadirin
berdiri menghadap ke peti jenazah dengan sikap anjali, dan setelah dupa diletakkan kemudian
para hadirin menghormat dengan menundukkan kepala. Kemudian pemimpin kebaktian
memimpin membacakan :
* Namakara Gatha
* Pubbabhaganamakara
* Tisarana
* Buddhanussati
* Dhammanussati
* Sanghanussati
* Saccakiriyagatha
* Dhammaniyama Sutta
* Tilakkhanadigatha
* Pamsukula Gatha

8. MENYEMAYAMKAN JENAZAH
Setelah peti jenazah ditutup rapat, jenazah dapat langsung diberangkatkan ke
makam/krematorium, atau dapat juga disemayamkan pada tepat yang telah ditentukan
(tergantung permintaan keluarganya). Jika jenazah disemayamkan maka di atas peti jenazah
itu dibuat sebuah altar dan di atasnya di pasang dua buah vas bunga di sebelah kanan dan
sebelah kiri kemudian tengahnya dipasang foto almarhum/almarhumah dan sebelah depan
dipasang lilin, dan di tengah dipasang dupa dan air untuk pemberkahan. Selama
disemayamkan dapat dibacakan peritta/doanya pun sama dengan pada waktu jenazah belum
ditutup petinya.

9. PEMBERANGKATAN DARI RUMAH DUKA


1. Bagi anggota militer sebelum dibawa ke makam/krematorium dapat diselenggarakan
uapacara kemiliteran
2. Bagi orang-orang biasa dapat langsung dibawa ke makam/krematorium
3. Peti jenazah dibawa/diusung dengan bagian kaki di depan dan bagian kepala di
belakang.

DAPUS
Hamzah., (2010). Ustadi.Sejarah Agama- Agama.“ Agama Buddha “ powerpoint.
MateriKuliahpertemuanke- 7.
Dhavamony,Mariasusai. (1995) .fenomologi agama.Yogyakarta:Kanisus
Hakim, Agus. (1985) . Perbandingan Agama Pandangan islam Mengenai Keercayaan :
Majusi-Shabiyah-Yahudi-Kristen-Hindu-Budha dan Sikh. Bandung: CV. Diponegoro.
Hadiwijono, Harun. (2013). Agam Hindu dan Budha. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia

Anda mungkin juga menyukai